You are on page 1of 6

Jurnal Keperawatan

Community of Publishing in Nursing


(COPING) NERS ISSN: 2303-1298

PEMERIKSAAN ANKLE BRACHIAL INDEX (ABI) POST EXERCISE


PADA PASIEN DIABETES MELITUS DENGAN
PERIPHERAL ARTERIAL DISEASE

1
Desak Made Widyanthari, 2Ratna Sitorus, 3Yulia
1
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
2,3
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Email: desakwidyanthari@yahoo.com

ABSTRACT

The examination of Ankle Brachial Index (ABI) is one method to detect the presence of Peripheral Arterial
Disease (PAD) in Diabetic patients. Inaccuracy the diagnosis of PAD results in the inadequate treatment of PAD
and this can lead to serious problems such as amputations, impaired functional capacity, low quality of life and
depression. This study aims to determine differences ABI examination Pre and Post Exercise in diabetic patients
with intermittent claudication. This study design was one group pre-post test with 17 samples. The test were
analyzed using dependent t test and showed a significant differences ABI value pre and post exercise on the
right foot with p value of 0.004 and the left foot with p value of 0.000. This study showed the measurement of
ABI post exercise more objective for the diagnosis of PAD in diabetic patients with intermittent claudication or
suspected PAD.

Keyword: Ankle Brachial Index, Diabetes Melitus, Peripheral Arterial Disease

PENDAHULUAN beraktifitas dan nyeri berkurang jika


Peripheral Arterial Disease (PAD) beristirahat. Salah satu cara yang
merupakan kondisi yang ditandai adanya dilakukan untuk mendeteksi adanya PAD
penyempitan arteri perifer akibat proses yaitu melalui pemeriksaan Ankle Brachial
aterosklerosis dan umumnya terjadi pada Index (ABI). Pemeriksaan ABI merupakan
arteri di kaki (Chesbro et al, 2011). gold standard pengukuran noninvasive
Pasien dengan PAD berisiko tiga sampai untuk deteksi PAD dan direkomendasikan
empat kali terkena penyakit kardiovaskuler sebagai bagian dari pengkajian individu
dibandingkan pasien tanpa PAD (Dachun yang berisiko terhadap penyakit tersebut
et al, 2010). PAD umumnya tidak (Migliacci, 2008). Jika pasien memiliki
terdiagnosis dan kurang mendapat nilai ABI normal, namun gejala klinis
perawatan optimal. Hanya 40% pasien menunjukkan adanya klaudikasio
mengalami gelaja ini dan hanya 1/3 nya intermitten, maka pemeriksaan ABI post
yang melaporkan gejalanya pada dokter exercise harus dilakukan (Cassar, 2006 dan
(O’Donnell et al,2011). Gejala klasik dari Stein, 2006). Penelitian yang dilakukan
PAD ini yaitu klaudikasio intermiten, oleh Langen dkk (2009) juga menyebutkan
pasien umumnya mengeluh nyeri saat pemeriksaan ABI post exercise lebih

Jurnal Keperawatan COPING NERS Edisi Januari-April 2016 18


Jurnal Keperawatan
Community of Publishing in Nursing
(COPING) NERS ISSN: 2303-1298

reliabel dan mampu secara objektif dalam Juni 2014 dengan kriteria inklusi yaitu
diagnosis pasien intermitten claudikasio. pasien DM, mengalami keluhan
Ketidaktepatan dalam diagnosis PAD klaudikasio intermiten dan atau memiliki
mengakibatkan ketidakadekuatan nilai ABI istirahat borderline 0.91-0.99.
penanganan PAD dan hal ini dapat Kriteria ekslusinya yaitu pasien dengan
mengakibatkan kodisi yang serius seperti ulkus pada plantar kaki dan pasien yang
amputasi, gangguan kapasitas fungsional, tidak mampu melakukan latihan heel
kualitas hidup dan depresi. Berdasarkan raises exercise. Setelah diberikan informed
studi pendahuluan di Poliklinik Endokrin consent, pasien dilakukan pengukuran ABI
RSCM sejak 5 bulan terakhir (Januari-Mei saat istirahat. Selanjutnya, pasien diminta
2014) sebanyak 13.2% pasien berada untuk melakukan latihan “heel raises”
dalam borderline PAD (ABI 0.91-0.99) Pasien diminta untuk melakukan latihan
dan sebanyak 16% pasien telah mengalami ini dengan mengangkat tumit hingga
PAD. Jumlah pasien yang mengalami mencapai ketinggian dan kecepatan
PAD kemungkinan akan bertambah, sebab maksimum yang mampu dicapai pasien
pemeriksaan ABI saat itu dilakukan dalam selama kurang lebih 30 detik atau hingga
kondisi istirahat. Berdasarkan uraian timbul gejala sehingga pasien tidak
diatas, peneliti merasa tertarik untuk mampu untuk meneruskan latihan. Segera
menerapkan evidence based, melakukan setelah latihan, pasien dilakukan
pengukuran ABI post exercise pada pasien pengukran ABI kembali. Total
dengan gejala klaudikasio intermitten keseluruhan jumlah pasien yang memenuhi
agar mendapatkan nilai ABI yang lebih kriteria inklusi yaitu sebanyak 17 pasien.
valid dalam diagnosis PAD Analisis univariat meliputi usia, lama
mengalami DM, jenis kelamin, riwayat
METODE merokok dan riwayat hipertensi. Analisis
Desain yang digunakan dalam penelitian bivariat menggunakan uji statistik paired t
ini adalah one group pre-post test design. test untuk mengetahui perbedaan nilai ABI
Penelitian dilakukan di Poliklinik Penyakit saat istirahat dan setelah latihan
Dalam (Poli Kaki) RSUPN
Ciptomangunkusumo Jakarta dengan
subjek penelitian yaitu seluruh pasien yang
datang ke Poli kaki sejak tanggal 19-26

Jurnal Keperawatan COPING NERS Edisi Januari-April 2016 19


Jurnal Keperawatan
Community of Publishing in Nursing
(COPING) NERS ISSN: 2303-1298

HASIL tidak memiliki riwayat merokok


Karakteristik responden berdasarkan usia sebelumnya sebanyak 9 orang (52.9%) dan
dan lama mengalami DM, dapat dilihat memiliki riwayat hipertensi sebanyak 10
pada tabel berikut: orang (58.8%).

Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan usia dan Karakteristik responden berdasarkan nilai
lama DM
No Variabel Mean SD Minimal- ABI saat istirahat dan setelah latihan
Maksimal
1 Usia 60.59 7.46 44- 70 dapat dilihat pada tabel berikut:
2 Lama 6.15 6.65 0.08 – Tabel 3 Distribusi responden nilai ABI saat
DM 20.00 istirahat dan setelah latihan
No Variabel Mean SD SE p
Rata-rata usia responden yaitu 60.59 tahun value
1 ABI
dan memiliki riwayat DM sejak 6.15 Dextra 1,057 0,081 0,019 0,004
Pre 1,004 0,067 0,016
tahun. Post
2 ABI
Sinistra 1,038 0,124 0,03 0,000
Karakteristik reponden berdasarkan jenis Pre 0,978 0,103 0,25
Post
kelamin, riwayat merokok dan riwayat
hipertensi dapat dilihat pada tabel berikut. Rata-rata nilai ABI Dextra saat istirahat
1,057 dengan standar deviasi 0,081.
Tabel 2 Distribusi responden berdasarkan jenis
kelamin, riwayat merokok dan riwayat hipertensi Setelah latihan nilai ABI 1,004 dengan
No Variabel Frekuensi Persentase (%) standar deviasi 0,067. Hasil uji statistik
1 Jenis
10 58.8
didapatkan p value 0,004 yang
kelamin
Laki-laki 7 41.2 disimpulkan ada perbedaan yang
Perempuan
2 Riwayat signifikan antara nilai ABI sebelum
merokok 1 5.9
Ya 9 52.9 dilakukan latihan dan setelah dilakukan
Tidak 7 41.2
Sudah latihan pada kaki kanan. Rata-rata nilai
berhenti
3
ABI sinistra saat istirahat 1,038 dengan
Riwayat
Hipertensi 10 58.8 standar deviasi 0,124. Setelah latihan nilai
Ya 7 41.2
Tidak ABI 0,978 dengan standar deviasi 0,103.
Hasil uji statistik didapatkan p value 0,000
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa
yang disimpulkan ada perbedaan yang
mayoritas responden berjenis kelamin laki-
signifikan antara nilai ABI sebelum dan
laki yaitu sebanyak 10 orang (58.8%),
setelah dilakukan latihan pada kaki kiri.

Jurnal Keperawatan COPING NERS Edisi Januari-April 2016 20


Jurnal Keperawatan
Community of Publishing in Nursing
(COPING) NERS ISSN: 2303-1298

DISKUSI mekanisme yang secara langsung


Pengukuran ABI merupakan lini pertama mengganggu produksi NO atau
penyaringan dan diagnosis PAD yang menurunkan bioavailibilitas (Beckman,
bersifat noninvasif, memiliki sensitifitas Creager & Libby, 2002).
dan spesifisitas yang tinggi (Esther,
Wattanakit & Gornik, 2012). Nyeri Mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki
klaudikasio yang muncul pada pasien DM dan memiliki riwayat hipertensi.
diakibatkan oleh adanya penurunan suplai Meningkatnya risiko PAD pada laki-laki
darah ke bagian distal pada arteri yang kemungkinan diakibatkan oleh adanya
mengalami penyempitan akibat sumbatan riwayat merokok sebelumnya, meskipun
aterosklerosis. Karakteristik klaudikasio dari data ditemukan mayoritas pasien yaitu
adalah nyeri otot pada betis, paha, pantat sebanyak 52.9% mengatakan mereka tidak
diperberat saat beraktifitas dan berkurang merokok, namun diketahui ada sebanyak 7
jika istirahat. pasien (41.2%) pernah merokok dan kini
mereka sudah berhenti merokok. Asap
Berdasarkan karakeristik pasien diketahui rokok diketahui dapat menyebabkan
bahwa rata-rata usia pasien yaitu 60.59 disfungsi endotel pembuluh darah,
tahun dan memiliki riwayat DM sejak 6.15 meningkatkan onsentrasi fibrinogen,
tahun. Prevalensi PAD akan meningkat menurunkan aktivitas fibrinolitik dan
seiring dengan meningkatnya usia. Pada meningkatkan agregasi platelet. Perokok
pasien DM, setiap peningkatan 1% berisiko tiga kali lebih tinggi untuk terjadi
HbA1C akan terjadi peningkatan risiko klaudikasio intermiten dan menunjukkan
PAD sebanyak 26% (Selvin et al, 2004). gejala 10 tahun lebih cepat dibandingkan
Resistensi insulin meningkatkan faktor dengan bukan perokok. (O’Donnell et al,
risiko terjadinya PAD sebanyak 40-50% 2011). Hipertensi berhubungan erat
meskipun pada pasien tanpa DM. dengan seluruh penyakit kardiovaskular,
Resistensi insulin meningkatkan diantaranya PAD. 33-35% pasien dengan
pengeluaran asam lemak bebas dari PAD juga menunjukkan hipertensi
jaringan adipose, yang mengaktivasi enzim (Clement, De Buyzere & Duprez, 2004).
protein kinase C, menghalangi Meskipun demikian, mekanisme disfungsi
posphatidilinositol 3 (PI-3) kinase dan sel otot polos pembuluh darah dan
meningkatkan produksi reaktif oksigen, hipertensi pada diabetes masih belum

Jurnal Keperawatan COPING NERS Edisi Januari-April 2016 21


Jurnal Keperawatan
Community of Publishing in Nursing
(COPING) NERS ISSN: 2303-1298

diketahui (Creager M, Luscher T & ketinggian dan kecepatan yang disesuaikan


Beckman J, 2003). dengan kemampuan masing-masing
individu. Dari 17 responden, ditemukan
Hasil penelitian menunjukkan penurunan sebanyak 15 responden mengalami
rata-rata hasil pemeriksaan ABI pada penurunan ABI rata-rata setelah latihan, 1
kedua kaki setelah dilakukan latihan heel orang nilai ABI nya tetap dan 1 orang yang
raises dibandingkan dengan pengukuran nilai ABI nya meningkat. Asumsi residen
ABI saat istirahat. Meskipun seluruh hasil melihat kondisi ini yaitu akibat pencapaian
nilai ABI tersebut berada dalam rentang latihan pada masing-masing individu
normal (0.9-1.3), namun pasien telah berbeda. Ada yang mengatakan gerakan
menunjukkan adanya gejala klaudikasio heel raises selama 30 detik tersebut telah
dan terbukti terjadi penurunan nilai ABI. mambuat kaki terutama betis dan
Ketidakmampuan penilaian ABI saat pergelangan kaki menjadi nyeri, namun
istirahat dalam mendeteksi stenosis arteri ada juga yang mengatakan belum ada
ringan diakibatkan oleh terjaganya tekanan respon samasekali terhadap gerakan
perfusi di tempat tersebut. Hal ini sesuai tersebut.
dengan hukum Poisseuille, kecepatan
aliran darah melalui saluran yang sempit KESIMPULAN
berbanding lurus dengan pangkat empat
Pengukuran ABI post exercise lebih
jari-jari saluran/ pembuluh darah. Selama
objektif untuk diagnosis PAD pada pasien
latihan, aliran darah tidak bisa meningkat
dengan keluhan klaudikasio intermiten
melebihi zona stenosis meskipun
atau suspek PAD dan peneliti
penurunan resistensi dihasilkan dari
merekomendasikan agar pemeriksaan ABI
dilatasi arteriol, akibatnya tekanan darah
post exercise ini dapat dijadikan Protap
distal akan menurun. Oleh karena itu
pada masing-masing instutusi/RS pada
pengukuran ABI post exercise lebih
pasien dengan keluhan nyeri klaudikasio
objektif untuk diagnosis PAD pada pasien
intermiten.
dengan keluhan klaudikasio intermiten
atau suspek PAD.

Seluruh pasien mampu melakukan gerakan


heel raises selama 30 detik dengan

Jurnal Keperawatan COPING NERS Edisi Januari-April 2016 22


Jurnal Keperawatan
Community of Publishing in Nursing
(COPING) NERS ISSN: 2303-1298

DAFTAR PUSTAKA index to diagnose peripheral artery


disease; a structural review.
Beckman, J.A.,Creager, M.A.,Libby, P. Vascular medicine. 15 (5); 361-
(2002). Diabetes and 369.
atherosclerosis: epidemiolgy, Langen HV, Gurp JV & Rubbens
pathophysiology and management. L.(2009). Interobserver variability
JAMA.287: 2570-2581. of ankle brachial index
Cassar, K. (2006). Intermitten measurements at rest and post
Claudication. British medical journal, exercise in patients with
333;1002-1005. intermittent claudication. Vascular
Chesbro,S.,Asongwed,E.,Brown,J.,& Medicine;14: 221-226.
John,E. (2011). Reliability of Migliacci, R., Nasorri, R., Ricciarini, P.,&
doppler and stethoscope methods Gresele, P. (2008). Ankle-brachial
of determining systolic blood index measured by palpation for
pressure: consideration for the diagnosis of peripheral arterial
calculating an ankle brachial index. disease. Fam Pract. 25:228-232
J Natl Med Assoc.103;863-869. O’Donnell ME.,Reid JA, Lau LL,Hannon
Clement, D.L.,De Buyzere, M.L.,& RJ & Lee B. (2011). Optimal
Duprez, D.A. (2004). Hypertension management of peripheral arterial
in peripheral arterial disease. Curr disease for the non specialist.
Pharm.10 (29): 3615-20. Ulster Med J. ; 80(1): 33–41.
Creager,M.A.,Luscher, T.F.,Cosentino, Selvin, E., Marinopoulus, S., Berkenbilt,
F.,& Beckman,J.A. (2003). G., Rami, T., Brancati, F.L., Powe,
Diabetes and vascular disease: N.R.,& et al. (2004). Meta-analysis
pathophysiology, clinical glycosylated hemoglobin and
consequences and medical therapy cardiovascular disease in diabetes
part I. Circulation.108: 1527-1532. mellitus. Ann Intern Med; 141:421-
Dachun, X.,Jue L.,Liling Z.,Yawei,X.,& et 31.
al. (2010). Sensitivity and
specificity of the ankle brachial

Jurnal Keperawatan COPING NERS Edisi Januari-April 2016 23

You might also like