You are on page 1of 45

Presentasi Kasus

DENGUE SYOK SINDROM

Oleh :
Muh. Kamal A Kaafi G 0001125
Moh. Abdurrokhman G0003137

Pembimbing :

Prof. Dr.Harsono Salimo, dr., Sp.A (K)

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2008

0
STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. M
Tanggal Lahir : 22 Maret 2003
Umur : 5 tahun
Berat badan : 14 kg
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Nama Ayah : Bp. M.
Pekerjaan Ayah : Swasta
Nama Ibu : Ny. S
Pekerjaan Ibu : Ibu rumah tangga
Alamat : Praon Rt 06/07 nusukan Banjarsari Surakarta
Tanggal Masuk : 14 Mei 2008
Tanggal Pemeriksaan : 15 Mei 2008
No. CM : 897643

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Panas
B. Riwayat Penyakit Sekarang (Alloanamnesis dari
ibu penderita)
Penderita merasakan badannya panas sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit ( Minggu), dari pagi hari (± jam 10.00 WIB), panas tinggi
mendadak terus menerus, pusing (+), mimisan (-), batuk (-), pilek (-), sakit
tenggorokan (-), sakit saat kencing (-), mencret (-),sakit pada telinga (-).
Pasien juga mengeluhkan nyeri perut, sering kali muntah jika
minum, pusing (+), mimisan (-), gusi berdarah(-), batuk (-), sesak nafas
(-). Nafsu makan turun dan susah minum, sehingga penderita tampak
semakin lemah. Penderita belum BAB dalam 2 hari terakhir, sedangkan

1
BAK tidak ada keluhan, terakhir BAK pagi ini jam 05.00. sebanyak
kurang lebih satu gelas belimbing, warna kuning.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat keluarga/ teman sakit
demam berdarah : disangkal
 Riwayat mondok : disangkal
 Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat sakit demam berdarah : disangkal
 Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
E. Pohon Keluarga

Tn. M Ny. S

An. M
F. Riwayat Imunisasi
Jenis I II III IV
BCG 2 bulan - - -
DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan -
POLIO 2 bulan 3 bulan 4 bulan 9 bulan
Hepatitis 3 bulan 4 bulan 9 bulan -
Campak 9 bulan - - -
G. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Senyum : 2 bulan
Miring : 3 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 5 bulan
Gigi keluar : 6 bulan
Berdiri : 10 bulan

2
Berjalan : 12 bulan

H. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ayah : baik
Ibu : baik
Saudara : baik
I. Riwayat Makan dan Minum Anak
Sejak lahir penderita menerima ASI dengan frekuensi kurang lebih
7 kali sehari hingga penderita berumur 1 tahun. Bubur sumsum diberikan
sampai umur 1,5 tahun. Nasi diberikan sejak penderita berusia 1,5 tahun,
frekuensi 3 kali sehari. Lauk pauk dan buah-buahan sudah diberikan sejak
umur 1 tahun dengan frekuensi 3 kali sehari.
J. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal
Pemeriksaan di : dokter kandungan
Frekuensi : Trimester I : 3x (1 bulan sekali)
Trimester II : 3x (1 bulan sekali)
Trimester III : 6x (1 bulan dua kali)
Keluhan selama kehamilan : (-)
Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet
penambah darah.
K. Riwayat kelahiran
Lahir di Rumah Sakit, dengan bantuan dokter, umur kandungan 9
bulan, lahir spontan, berat badan lahir 2800 gram, menangis kuat setelah
lahir.
L. Pemeriksaan Postnatal
Pemeriksaan di Posyandu, frekuensi 1 bulan 1 kali.

M. Riwayat Keluarga Berencana :


Ibu penderita menggunakan KB suntik 3 bulan sekali.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum : Lemah, compos mentis, gizi kesan baik

3
B. Tanda vital
Tekanan Darah : 70/50 mmHg
Nadi : 132 x/menit, lemah, isi dan tegangan kurang.
Laju Pernapasan : 32 x/menit, dangkal, tipe torakoabdominal
Suhu : 35,9 0C per axiler
Berat badan : 14 kg
Tinggi badan : 100 cm
C. Kulit : warna sawo matang, kelembaban baik, ujud
kelainan kulit (-)
D. Kepala : bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut,
Lingkar kepala 47 cm
E. Mata : oedem periorbita (-/-), conjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), Refleks cahaya (+/+), pupil
isokor (3 mm/ 3 mm), bulat, di tengah, mata
cekung (-/-)
F. Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-) darah (-)
G. Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa basah (+), gusi berdarah
(-)
H. Telinga : daun telinga dalam batas normal, sekret (-),
mastoid pain (-), tragus pain (-)
I. Tenggorok : uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-),
tonsil T1 – T1 tenang
J. Leher : bentuk normocolli, Kelenjar getah bening tidak
membesar
K. Thorax : bentuk normochest, retraksi (-), gerakan simetris
kanan - kiri, nyeri ketok kostovertebra (-)
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
Kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra

4
Kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dextra
Kiri bawah : SIC V linea medioclavicularis
sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising
(-)
Pulmo :
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Batas paru hepar : SIC VI dextra
Batas paru lambung : Spatium intercosta VII
Sinistra
Redup relatif : batas paru hepar
Redup absolut : hepar
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)
Suara tambahan RBK (-/-), RBH (-/-), wheezing
(-/-)
L. Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio hipokondriaca
dextra, hepar teraba 2 cm bawah arcus costa
dextra, permukaan licin, tepi tajam,
konsistensi kenyal lunak, lien tidak teraba, turgor
kembali cepat
M. Ekstremitas :
Akral dingin oedema petechie
+ + - - - -
+ + - - + +
Sianosis ujung jari Capilary refill time > 2 detik
- - A. dorsalis pedis tidak teraba

5
- -
Perhitungan Status Gizi
1. Secara klinis
Nafsu makan : kurang
Kepala : rambut jagung (-), susah dicabut (+)
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Mulut : bibir kering dan pecah-pecah (-)
Ekstremitas : pitting oedem (-)
Status gizi secara klinis : gizi kesan baik
2. Secara Antropometri
BB = 14 x 100 % = 77,8 % (P3<P<P5)
U 18

TB = 100 x 100 % = 93,5 % (P5<P<P10)


U 107

BB = 14 x 100 % = 90,3 (P=P10)


TB 15,5
Status gizi secara antropometri : gizi kurang

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium Darah
IGD tanggal 14 Mei 2008 jam .30
Hb : 14,5 g/dL
Hct : 48 %
AE : 5,64.106/μL
AL : 7,8.103/μL
AT : 15.103/μL
Golongan Darah :O
GDS : 85 mg/dL
Ureum : 26 mg/dL
Kreatinin : 0,9 mg/dL
Natrium : 119 mmol/L
Kalium : 5,9 mmol/L
Chlorida : 99 mmol/L

6
V. RESUME
Datang seorang anak Perempuan, An.M (5 tahun) no CM 89 76 43
ke IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada tanggal 14 mei 2008 dengan
keluhan utama panas. Penderita mengalami panas sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit, panas tinggi mendadak terus menerus, pusing (+).
Status imunisasi lengkap, riwayat pertumbuhan dan perkembangan
baik, keadaan kesehatan keluarga baik, minum dan makan anak tidak ada
keluhan, riwayat kehamilan baik, post natal baik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
KU : rewel, compos mentis, gizi kesan kurang
Tanda Vital : Tekanan darah : 70/50 mmHg
Nadi : 132 x/menit, lemah, isi dan tegangan
kurang
Laju pernapasan : 32 x/menit, dangkal, tipe thorakoabdominal
Suhu : 35,9 0C per axiler
Abdomen : nyeri tekan (+) regio hipokondriaca dextra, hepar teraba 2 cm
bawah arcus costa dextra.
Ekstremitas :
Akral dingin Petechie
+ + - -
+ + + +
Capillary refill time > 2 detik
A. dorsalis pedis tidak teraba
Pada pemeriksaan laboratorium darah tanggal 14 Mei 2008 didapatkan Hct:
48 %, Trombosit : 15.000 /ul.

VI. DAFTAR MASALAH


1. Panas
2. Pusing
3. Nyeri perut
4. TD 70/50 mmHg

7
5. Nadi cepat dan lemah
6. Nyeri tekan di regio hipokondriaca dextra
7. Hepar teraba 2 cm bawah arcus costa dextra
8. Akral dingin ekstremitas inferior
9. petechie pada extremitas inferior
10. CRT > 2 detik
11. Arteri dorsalis pedis tidak teraba
12. Hemokonsentrasi
13. Trombositopenia

VII. DIAGNOSA BANDING


DSS (DHF grade III) febris hari III

VIII. DIAGNOSIS KERJA


- DSS (DHF grade III)febris hari III
- Gizi kurang

IX. PENATALAKSANAAN
1) O2 nasal 2 L/ menit
2) Resusitasi cairan IVFD RL 1 jalur ( jalur Ke 2 sulit dilakukan)
I. 20 cc/kgBB30 menitevaluasi
II. 20 cc/kgBB30 menitevaluasi
III. 20 cc/kgBB/ 1 jam evaluasi 1 jam
IV. 10 cc/kgBB/ 1 jam evaluasi
V. 7 cc/kgBB/ 1 jam evaluasi
3) Ampicillin injeksi 100 mg/KgBB/hari 400 mg/8 jam
4) Paracetamol 4 x 120 mg (suhu > 380 C)
5) Mineral mix 1 x cth II

X. PLANNING
Diagnosis :

8
 Pemeriksaan darah lengkap ( Hb, Hct, AE, AL, AT, hitung jenis
leukosit)
 Pemeriksaan urin dan feces rutin
Monitoring :
 Keadaan umum dan vital sign tiap 1 jam
 Pemeriksaan darah lengkap serial/ 8 jam
 Balance cairan dan diuresis tiap 8 jam
 Awasi tanda-tanda syok berulang
 Awasi tanda-tanda oedem pulmonum
Edukasi :
 Motivasi banyak minum

XI. PROGNOSIS
Ad vitam : baik
Ad sanam : baik
Ad fungsionam : baik

9
XII. FOLLOW UP
15 Mei 2008 16 Mei 2008 17 Mei 2008
SUBYEKTIF Panas (+), Panas (-), Panas (+),
mual (-), muntah (-), nyeri mual (-), muntah (-), nyeri mual (-), muntah (-), nyeri perut
perut (-), mimisan (-), gusi perut (-), mimisan (-), gusi (-), mimisan (-), gusi berdarah
berdarah (-), makan (+), berdarah (-), makan (+), (-), makan minum (+), BAK(+)
minum (+) sedikit, BAK(+) minum (+) sedikit, BAK(+) banyak, BAB (-), batuk (-),
banyak, BAB (-), batuk (-), banyak, BAB (-), pusing pilek (-)
pilek (-), pusing (-) berkurang
OBYEKTIF KU: KU: KU:
CM, gizi kesan kurang CM, gizi kesan kurang CM, gizi kesan kurang
VS : VS : VS :
T=90/60 mm Hg T= 90/60 mmHg T= 90/60 mmHg
N=88x/mnt,kuat,teg ckp N= 96x/mnt,kuat,teg ckp N= 104x/mnt,kuat,teg ckp
RR= 28 x/ menit RR= 32 x/ menit RR= 24 x/ menit
S= 38,7o C S= 37,1o C S= 38,2 o C
Kepala : Kepala : Kepala :
Mesocephal Mesocephal Mesocephal
Mata : Mata : Mata :
CA (-/-), SI (-/-), oedem CA (-/-), SI (-/-), oedem CA (-/-), SI (-/-), oedem
palpebra (+/+), reflex cahaya palpebra (-/-), reflex cahaya palpebra (-/-), reflex cahaya
(+/+), pupil isokor (+/+), pupil isokor (+/+), pupil isokor
(3mm/3mm) (3mm/3mm) (3mm/3mm)
Mulut: Mulut: Mulut:
Perdarahan gusi (-), Mukosa Perdarahan gusi (-), Mukosa Perdarahan gusi (-), Mukosa
basah (+), Hiperemis (-), basah (+), Hiperemis (-), basah (+), Hiperemis (-),
Sianosis (-) Sianosis (-) Sianosis (-)
Leher : Leher : Leher :
KGB tak membesar KGB tak membesar KGB tak membesar
Thoraks : Thoraks : Thoraks :
retraksi (-) retraksi (-) retraksi (-)
Pulmo Pulmo Pulmo
I : Pengembangan dada I : Pengembangan dada I : Pengembangan dada
kanan=kiri kanan=kiri kanan=kiri
P : fremitus raba kanan=kiri P : fremitus raba kanan=kiri P : fremitus raba kanan=kiri
P : sonor/sonor P : sonor/sonor P : sonor/sonor
A : SDV (+/+ ), ST (-/-) A : SDV (+/+ ), ST (+/+) A : SDV (+/+ ), ST (-/-)
Jantung Jantung Jantung
Bunyi jantung I-II Bunyi jantung I-II intensitas Bunyi jantung I-II intensitas
intensitas normal, reguler, normal, reguler, bising (-) normal, reguler, bising (-)
bising (-) Abdomen Abdomen
Abdomen I : dinding dada // dinding I : dinding dada // dinding perut
I : dinding dada // dinding perut A : bising usus (+)normal
perut A : bising usus (+)normal P : tympani, pekak alih(-)
A : bising usus (+)normal P : tympani, pekak alih(-) P : supel, hepar teraba 2cm
P : tympani, pekak alih(+) P : supel, hepar teraba 2 cm BACD, lien tidak teraba,
P : supel, NT (+) R. BACD, lien tidak teraba, turgor kembali ceapt
Hipokondriaca dextra, turgor kembali cepat Ekstremitas :
hepar teraba 2 cm Ekstremitas : Akral dingin
BACD, lien tidak teraba, Akral dingin - -
turgor kembali cepat - - - -
Lingkar perut : 72 cm - - Sianosis
Ekstremitas : Sianosis - -
Akral dingin - - - -
- - - -
- - CRT<2”
Sianosis CRT<2”
- -
- -

CRT < 2”

0
LAB Jam 06.00 Jam 06.00 Jam 14.00
Hb : 13,2 g/dL Hb : 9,3 g/dL Hb : 9,3 g/dL
Hct : 40,5 % Hct : 26,6 % Hct : 28,6 %
AE : 5,2 x 106 uL AE : 3,48 x 106 uL AE : 3,78 x 106 uL
AL : 10,8 x 103 uL AL : 7,9 x 103 uL AL : 5,5 x 103 uL
AT : 6 x 103 uL AT : 27 x 103 uL AT : 40 x 103 uL
Jam 14.00 Jam 14.00 Jam 22.00
Hb : 10,9 g/dL Hb : 9,2 g/dL Hb : 9,5 g/dL
Hct : 34,4 % Hct : 27,8 % Hct : 26,7 %
AE : 4,06 x 106 uL AE : 3,45 x 106 uL AE : 3,5 x 106 uL
AL : 9,9 x 103 uL AL : 7,2 x 103 uL AL : 4,9 x 103 uL
AT : 19 x 103 uL AT : 15 x 103 uL AT : 51 x 103 uL
Rutin
Hb : 14 g/dL Feces Rutin
Hct : 38,4 % Makros : warna coklat
AE : 5,2 x 106 uL Konsistensi : lunak
AL : 8,6 x 106 / uL Lendir/pus/darah :
Hitung jenis lekosit : -/-/-
E : 0, B : 1, N : 36, L : Makanan tidak
49, M : 14 tercerna : -
AT : 81 x 103 uL Cacing : -
Urinalisa Mikros : sel epitel : -
Makros : warna kuning, Eritrosit : -
jernih Protozoa : -
BJ : 1,005 Telur cacing : -
PH : 6,5 Kuman : +
Leu : - Tidak ditemukan protozoa usus,
Nit : - telur cacing maupun jamur
Protein : - patogen
UBG : normal
Bil : - Jam 22.00
Ery : - Hb : 10,2 g/dL
Jam 22.00 Hct : 29,5 %
Hb : 6,1 g/dL AE : 3,85 x 106 uL
Hct : 17,7 % AL : 6,4 x 103 uL
AE : 2,21 x 106 uL AT : 24 x 103 uL
AL : 5,1 x 103 uL
AT : 17 x 103 uL
ASSESSMENT 1. Dengue Shock Syndrome 1. Dengue Shock 1. Dengue Shock Syndrome
hari IV dengan syok Syndrome hari V dengan hari VI dengan syok teratasi
teratasi syok teratasi 2. Gizi kurang
2. Gizi kurang 2. Gizi kurang
TERAPI 1. O2 nasal 2 L/menit 1. diet nasi + lauk 1500 kal 1. diet nasi + lauk 1500
2. diet nasi + lauk 1500 /hari kal/hari
kal/hari 2. IVFD RL 5 cc/kgbb/jam 2. IVFD RL 5
3. IVFD RL 7cc/kgBB/jam 15 tpm makro cc/kgbb/jam 15 tpm
21 tpm makro 3. inj ampicillin 400 mg/8 jam makro
4. inj ampicillin 400 mg/8 4. Paracetamol 4 x 120 mg 3. inj Ampicillin
jam (suhu >380C) 400mg/8 jam
5. Paracetamol 4 x 120 mg 5. mineral mix 1 x cth 2 4. Paracetamol 4 x 350
(suhu >380C) mg (suhu >380C)
6. mineral mix 1 x cth 2 5. mineral mix 1 x cth 2
PLANING DL rutin, urin/ feces rutin Feces rutin
MONITORING 1. DL cyto/ 8 jam 1. DL cyto/ 8 1. DL cyto/ 8 jam
2. KU/VS tiap jam jam 2. KU/VS tiap 3 jam
3. BC/D tiap 8 jam 2. KU/VS 3. BC/D tiap 8 jam
tiap 2 jam
3. BC/D tiap
8 jam
EDUKASI Motivasi banyak minum Motivasi banyak minum Motivasi banyak minum

1
18 Mei 2008 19 Mei 2008
Panas (-), Panas (-),
mual (-), muntah (-), nyeri mual (-), muntah (-), nyeri
perut (-), mimisan (-), gusi perut (-), mimisan (-), gusi
berdarah (-), makan minum berdarah (-), makan minum
(+), BAK(+) banyak, BAB (+), BAK(+) banyak, BAB
(-), batuk (-), pilek (-) (-), batuk (-), pilek (-)
KU: KU:
CM, gizi kesan kurang CM, gizi kesan kurang
VS : VS :
T= 90/60 mmHg T= 100/70 mmHg
N= 104x/mnt,kuat,teg ckp N= 88x/mnt,kuat,teg ckp
RR= 24 x/ menit RR= 24 x/ menit
S= 37,2 o C S= 37,4 o C
Kepala : Kepala :
Mesocephal Mesocephal
Mata : Mata :
CA (-/-), SI (-/-), oedem CA (-/-), SI (-/-), oedem
palpebra (-/-), reflex cahaya palpebra (-/-), reflex cahaya
(+/+), pupil isokor (+/+), pupil isokor
(3mm/3mm) (3mm/3mm)
Mulut: Mulut:
Perdarahan gusi (-), Mukosa Perdarahan gusi (-), Mukosa
basah (+), Hiperemis (-), basah (+), Hiperemis (-),
Sianosis (-) Sianosis (-)
Leher : Leher :
KGB tak membesar KGB tak membesar
Thoraks : Thoraks :
retraksi (-) retraksi (-)
Pulmo Pulmo
I : Pengembangan dada I : Pengembangan dada
kanan=kiri kanan=kiri
P : fremitus raba kanan=kiri P : fremitus raba kanan=kiri
P : sonor/sonor P : sonor/sonor
A : SDV (+/+ ), ST (-/-) A : SDV (+/+ ), ST (-/-)
Jantung Jantung
Bunyi jantung I-II Bunyi jantung I-II
intensitas normal, intensitas normal,
reguler, bising (-) reguler, bising (-)
Abdomen Abdomen
I : dinding dada // dinding I : dinding dada // dinding
perut perut
A : bising usus (+)normal A : bising usus (+)normal
P : tympani, pekak alih(-) P : tympani, pekak alih(-)
P : supel, hepar dan lien P : supel, hepar dan lien
tidak teraba, turgor tidak teraba, turgor
kembali cepat kembali cepat
Ekstremitas : Ekstremitas :
Akral dingin Akral dingin
- - - -
- - - -
Sianosis Sianosis
- - - -
- - - -

CRT<2” CRT<2”

0
Jam 06.00 Jam 06.00
Hb : 9,3 g/dL Hb : 9,1 g/dL
Hct : 26 % Hct : 27 %
AE : 3,46 x 106 uL AE : 3,42 x 106 uL
AL : 4,5x 103 uL AL : 4,6 x 103 uL
AT : 73 x 103 uL AT : 106 x 103 uL

1. Dengue Shock 1. Dengue Shock


Syndrome hari VII Syndrome hari VIII
dengan syok teratasi dengan syok teratasi
2. Gizi kurang 2. Gizi kurang
1. diet nasi + lauk 1500 1. diet nasi + lauk 1500
kal/hari kal/hari
2. IVFD RL 3 2. inj Ampicillin 400mg/8
cc/kgbb/jam  10 tpm jam
makro 3. Paracetamol 4 x 350
3. inj Ampicillin 400mg/8 mg (suhu >380C)
jam 4. mineral mix 1 x cth 2
4. Paracetamol 4 x 350
mg (suhu >380C)
5. mineral mix 1 x cth 2

1. DL cyto/ 24 jam
2. KU/VS tiap 8 jam
3. BC/D tiap 8 jam
Motivasi banyak minum

Monitoring resusitasi cairan RL IVFD 1 jalur


Evaluasi post resusitasi I
KU lemah, CM
VS : T = 100/80 mmHg
N = 120 x/menit, lemah, isi dan tegangan kurang
Rr = 32 x/menit
S = 35,9 0C
Paru : ST (-/-)
Akral dingin CRT = 2” Arteri dorsalis pedis teraba lemah
+ +
+ +

Kesan : DSS belum teratasi


Evaluasi post resusitasi II
KU lemah, CM
VS : T = 85/50 mmHg
N = 108 x/menit, isi dan tegangan cukup
Rr = 28 x/menit
S = 36,5 0C
Paru : ST (-/-)

1
Akral dingin CRT < 2” Arteri dorsalis pedis teraba kuat
- -
- -

Kesan : DSS teratasi


Evaluasi 1 jam post resusitasi II
KU lemah, CM
VS : T = 90/60 mmHg
N = 94 x/menit, isi dan tegangan cukup
Rr = 28 x/menit
S = 36,7 0C
Paru : ST (-/-)
Akral dingin CRT < 2” Arteri dorsalis pedis teraba kuat
- -
- -

Tabel monitoring tanggal 15 Mei 2008

KU/VS 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00

KU CM CM CM CM CM CM CM

T 90/60 90/60 110/50 80/55 80/55 80/55 80/60

N 130x/1’ 135x/1’ 105x/1’ 128x/1’ 120x/1’ 112x/1’ 120x/1’

RR 32x/1’ 30x/1’ 32x/1’ 37x/1’ 37x/1’ 38x/1’ 38x/1’

S 37,1oC 37oC 37oC 36,9oC 36,9oC 37oC 36,9oC

KU/VS 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00 24.00

KU CM CM CM CM CM CM CM

T 95/60 95/60 90/60 90/60 90/60 90/60 90/60

N 96x/1’ 96x/1’ 96x/1’ 88x/1’ 88x/1’ 105x/1’ 105x/1’

RR 36x/1’ 36x/1’ 36x/1’ 35x/1’ 35x/1’ 32x/1’ 32x/1’

S 36,8oC 36,8oC 36,7oC 36,5oC 36,6oC 36,6oC 36,7oC

2
KU/VS 01.00 02.00 03.00 04.00 05.00 06.00

KU CM CM CM CM CM CM

T 90/60 90/60 90/60 90/60 90/60 90/60

N 105x/1’ 104x/1’ 100x/1’ 104x/1’ 100x/1’ 100x/1’

RR 32x/1’ 32x/1’ 32x/1’ 32x/1’ 32x/1’ 32x/1’

S 36,6oC 36,5oC 36,3oC 36,9oC 37,2oC 37,2oC

Balance cairan tanggal 15 Mei 2008


Balance Cairan 14.00 WIB 22.00 WIB 06.00 WIB
INPUT
Infus 900 700 500
Minum 400 250 250
Makan 50 50 0
OUTPUT
BAK 350 300 200
BAB - -
Muntah - -
IWL 140 140 140
Balance +860 +560 +410
Diuresis 3,6 3,1 2,1

Tabel monitoring tanggal 16 Mei 2008

KU/VS 08.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00

KU CM CM CM CM CM CM CM

T 90/60 90/60 90/60 90/60 90/60 90/60 90/60

N 120x/1’ 120x/1’ 120x/1’ 120x/1’ 120x/1’ 120x/1’ 124x/1’

RR 32x/1’ 32x/1’ 34x/1’ 36x/1’ 32x/1’ 32x/1’ 32x/1’

S 37,2oC 37,4oC 37,6oC 37,3oC 37,3oC 38,0oC 37,6oC

KU/VS 22.00 24.00 02.00 14.00 06.00

KU CM CM CM CM CM

T 110/70 110/70 110/70 120/80 120/80

N 132x/1’ 128x/1’ 124x/1’ 128x/1’ 120x/1’

RR 32x/1’ 30x/1’ 34x/1’ 32x/1’ 32x/1’

S 37,2oC 37,6oC 37,7oC 37,8oC 37,8oC

3
Balance cairan tanggal 16 Mei 2008
Balance Cairan 14.00 WIB 22.00 WIB 06.00 WIB
INPUT
Infus 500 400 500
Minum 300 350 200
Makan 100 50 0
OUTPUT
BAK 250 250 200
BAB 50 - -
Muntah - - -
IWL 140 140 140
Balance +460 +410 +360
Diuresis 2,2 2,2 1,8

Tabel monitoring tanggal 17 Mei 2008

KU/VS 09.00 12.00 15.00 18.00 21.00 24.00 03.00 06.00

KU CM CM CM CM CM CM CM CM

T 90/60 95/60 90/60 90/60 95/60 95/60 90/60 95/60

N 96x/1’ 98x/1’ 94x/1’ 104x/1’ 94x/1’ 92x/1’ 94x/1’ 94x/1’

RR 26x/1’ 26x/1’ 24x/1’ 24x/1’ 24x/1’ 22x/1’ 24x/1’ 24x/1’

S 37, 4oC 37,2oC 36,8oC 37,5oC 37,3oC 37,2oC 37,4oC 37,1oC

Balance cairan tanggal 17 Mei 2008


Balance Cairan 14.00 WIB 22.00 WIB 06.00 WIB
INPUT
Infus 400 400 480
Minum 400 300 300
Makan 100 50 0
OUTPUT
BAK 300 400 300
BAB - -
Muntah - -
IWL 140 140 140
Balance 460 +210 +340
Diuresis 2,7 3,6 2,7

4
Tabel monitoring tanggal 18 Mei 2008

KU/VS 14.00 22.00 06.00

KU CM CM CM

T 90/60 95/60 90/60

N 104x/1’ 98x/1’ 94x/1’

RR 26x/1’ 28x/1’ 28x/1’

S 37, 2oC 36,8oC 36,3oC

Balance cairan tanggal 18 Mei 2008


Balance Cairan 14.00 WIB 22.00 WIB 06.00 WIB
INPUT
Infus 350 300 350
Minum 400 300 300
Makan 100 100 0
OUTPUT
BAK 300 300 600
BAB - -
Muntah - -
IWL 140 140 140
Balance +410 +260 +10
Diuresis 2,8 2,8 5,4

5
ANALISIS KASUS

Pada kasus ini diagnosis DSS ditegakkan berdasarkan :


A. Anamnesis didapatkan :
1. Penderita mengalami panas mendadak sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit yang bersifat mendadak, terus menerus, turun bila diberi obat
penurun panas.
2. Penderita mengalami pusing, nyeri perut, nafsu makan menurun dan
minum sedikit.
B. Pemeriksaan Fisik didapatkan
1. Tanda vital penderita (14 Mei 2008 pukul 19.30) didapatkan keadaan
umum pasien rewel, compos mentis, dan gizi kesan kurang. Tekanan darah
70/50 mmHg, nadi 132 x/menit, lemah dan sukar di raba. Frekuensi
pernafasan 32 x/menit, suhu tubuh pada saat itu adalah 35,9°C. Akral
dingin pada keempat ekstremitas , petechie pada ekstremitas inferior, CRT
> 2” dan arteri dorsalis pedis tidak teraba
2. Pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan regio hipokondriaca dextra
dan hepar teraba 2 cm bawah arcus costa dextra.
C. Pemeriksaan penunjang
Hct : 48 %
AT : 15.000/uL
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan
membedakan demam berdarah dengue dari demam dengue adalah peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia, dan
diatesis hemoragik (Sumarmo, 2002).
Dengue Shock Syndrome (DSS) ialah DBD dengan gejala, gelisah, nafas
cepat, nadi teraba kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit (tekanan
nadi < 20 mmHg), bibir biru, tangan kaki dingin, dan tidak ada produksi urin.
Segera beri infus kristaloid (ringer laktat atau NaCl 0,9%) 10-20m1/kgBB
secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2 liter/menit.
Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin-
hematokrit, tekanan nadi > 20 mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi
menjadi 10 mm/kg BB/jam. Volume 10 ml/kg BB /jam dapat dipertahankan
sampai 24 jam atau sampai klinis stabil dan hematokrit menurun < 40%.
Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7 ml/kg/BB sampai keadaan klinis dan
hematokrit stabil kemudian secara bertahap cairan diturunkan 5 ml dan seterusnya
3ml/kg BB/jam. Diperlukan observasi terutama terhadap keadaan klinis, tekanan
darah, nadi, jumlah urin, pemeriksaan hematokrit & trombosit untuk mencegah
terjadinya overload cairan dan syok berulang.

2
KEPUSTAKAAN

DEFINISI
Demam dengue (DD) adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari disertai
dua atau lebih gejala klinis berupa nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia /
artralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan (tes tourniket positif dan petechiae)
dan leukopenia. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut
dengan gejala seperti DD disertai manifestasi perdarahan yang lebih nyata (tes
tourniket positif, petechiae, echimosis atau purpura, perdarahan mukosa),
trombositopenia (≤ 100.000/µL) dan kebocoran plasma akibat meningkatnya
permeabilitas kapiler yang ditandai oleh peningkatan hematokrit ≥ 20%. Dengue
Shock Syndrome (DSS) adalah penampilan klinis DBD yang disertai tanda-tanda
kegagalan sirkulasi berupa penderita gelisah sampai penurunan kesadaran, nadi
cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg), hipotensi (tekanan sistolik
< 80 mmHg), kulit dingin dan lembab, akral dingin (cappilary refill time > 2
detik), diuresis menurun sampai anuria. 2,3,4

ETIOLOGI
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan
oleh virus dengue termasuk grup B Arthropod borne virus (arboviruses) dan
sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4
jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Infeksi dengan salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Keempat
jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.
Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan
dengan kasus berat. 2,3
Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies
yang lain dapat juga menularkan virus ini tapi merupakan vektor yang kurang
berperan. Nyamuk aedes tersebut dapat menularkan virus dengue ke manusia baik
secara langsung yaitu setelah menggigit orang yang sedang mengalami viremia

3
maupun secara tidak langsung yaitu setelah melalui masa inkubasi dalam
tubuhnya selama 8-10 hari (extrinsic incubation period). Pada manusia diperlukan
waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menjadi sakit setelah virus
masuk ke dalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan
berkembangbiak didalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan menularkan virus
selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan hanya dapat
terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yang timbul pada saat menjelang
gejala klinik tampak hingga 5 - 7 hari setelahnya. 2,3
EPIDEMIOLOGI
DBD pertama kali ditemukan di Filipina pada tahun 1953 dan pada tahun
1956 ditemukan virus dengue pada isolasi darah penderita DBD. Selama tiga
dekade, DBD juga ditemukan di wilayah asia tenggara termasuk Indonesia dan
kepulauan pasifik. Sejak tahun 1960, jumlah penderita DBD mengalami
peningkatan, menyebar dari satu daerah ke daerah lain di daerah endemik. Hal ini
tergantung dari musim. Pada saat itu, dilaporkan 1.070.207 kasus dan 42.808
kematian yang disebabkan oleh DBD, dan kebanyakan adalah anak-anak. DBD
termasuk dalam salah satu penyakit yang menyebabkan hospitalisasi pada
penderita dan kematian anak di negara-negara tropis di Asia. 5
Di Indonesia infeksi virus dengue pertama kali dicurigai di Surabaya pada
tahun 1968, tetapi konfirmasi virologi baru diperoleh pada tahun 1970. Setelah itu
berturut-turut dilaporkan kasus dari kota di Jawa maupun dari luar Jawa dan pada
tahun 1994 telah menyebar ke seluruh propinsi yang ada. Setelah kurun waktu 30
tahun sejak ditemukan virus dengue di Indonesia, jumlah orang yang menderita
DBD makin bertambah dan menyebar di 27 propinsi di Indonesia. Sampai saat ini
200 kota telah melaporkan kejadian luar biasa. Insiden rate meningkat dari 0,005
per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi 6-27 per 100.000 penduduk pada
tahun terakhir ini. 2,3 Pada saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi, rata-rata 10-25
per 100.000 penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna
menjadi <2%. 4

PATOGENESIS
Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial,
yang pada saat ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik

4
pada penyakit infeksi virus, yaitu: kerentanan yang dapat diwariskan. Konsep ini
merupakan salah satu teori kejadian infeksi berdasarkan adanya perbedaan
kerentanan genetik ( genetic susceptibility ) antar individu terhadap infeksi yang
mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme
penyebab serta lingkungannya. 6

Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas
vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler,
sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume
plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung
penemuan post mortem meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan
hipoproteinemi. Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler, menunjukkan
bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja
singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi
diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan
hemostasis pada DBD dan DSS melibatkan 3 faktor : perubahan vaskuler,
trombositopeni dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD mengalami
peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni, dan banyak diantaranya
penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal. 6

Sistim respon imun


Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak
dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang
berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral
maupun selular, antara lain anti netralisasi, anti-hemaglutinin, anti komplemen.
Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue
primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang
telah ada meningkat (booster effect). 6

5
Respon Imun Infeksi Virus Dengue(dikutip dari Suroso, Torry C.
Panbio Dengue Fever Rapid Strip IgG dan IgM, 2004)

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar


demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan
menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar
antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi
primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam
hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari
kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan
dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi
sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG
dan IgM yang cepat. 7
Kinetik dari kelas imunoglobulin spesifik terhadap virus dengue di dalam
serum pasien DD, DBD dan SSD ternyata didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3,
sedangkan IgA level tertinggi dijumpai pada fase akut dari SSD. Dikatakan pula
bahwa IgA, IgG1 dan IgG4 dapat digunakan sebagai marker dari risiko
berkembangnya DBD dan SSD, oleh karenanya pengukuran kadar imunoglobulin
tersebut sejak awal pengobatan dapat membantu mengetahui perkembangan
penyakit. 7
Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang
menimbulkan “cross reaction” atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini

6
menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini
dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotip virus
DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak
ada “cross protektif” terhadap serotip virus yang lain. 6
Secara in vitro antibodi terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi biologis:
netralisasi virus; sitolisis komplemen; Antibody Dependent Cell-mediated
Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement. Virion dari virus
DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid), M (membran) dan E (envelope),
sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M.
Glikoprotein E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan
antibodi spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin,
berperan dalam proses absorbsi pada permukaan sel (reseptor binding),
mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan virion.
Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan
sebagai epitop yang memiliki serotip spesifik, serotipe-cross reaktif atau
flavivirus-cross reaktif. Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap
infeksi virus DEN. 6
Antibodi terhadap virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal
yang berbeda :
a. Antibodi netralisasi atau “neutralizing antibodies” memiliki serotip
spesifik yang dapat mencegah infeksi virus.
b. Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat
meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS.

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang


kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan
patogenesis pada DBD dan SSD yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) dan hypothesis antibody dependent enhancement ( ADE ).
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan
infeksi primer dengan satu jenis virus, akan terjadi proses kekebalan terhadap
infeksi terhadap jenis virus tersebut untuk jangka waktu yang lama. Pengertian ini
akan lebih jelas bila dikemukakan sebagai berikut seseorang yang pernah

7
mendapat infeksi primer virus dengue, akan mempunyai antibodi yang dapat
menetralisasi yang sama (homologous). 6

Dikutip dari CDC

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis


serotipe virus yang lain, maka terjadi infeksi yang berat. Hal ini dapat dijelaskan
dengan uraian pada infeksi selanjutnya, antibody heterologous yang telah
terbentuk dari infeksi primer akan membentuk kompleks dengan infeksi virus
dengue baru dari serotipe berbeda, namun tidak dapat dinetralisasi virus baru
bahkan membentuk kompleks yang infeksius. 6

Dikutip dari CDC

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan
serotipe lain atau virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka
partikel virus DEN dan molekul antibodi IgG membentuk kompleks virus-

8
antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan reseptor Fc gama pada sel
melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement) infeksi
virus DEN. Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan
antibodi tersebut akan bersifat opsonisasi, internalisasi sehingga makrofag
mudah terinfeksi sehingga akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1, IL-6
dan TNF alpha dan juga “Platelet Activating Faktor” (PAF). Karena antibodi
bersifat heterolog, maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi bebas bereplikasi
di dalam makrofag; informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam bentuk
gambar berikut : 6

Dikutip dari CDC

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag
teraktivasi antigen antibodi kompleks, dan selanjutnya akan menyebabkan
kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan
tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya
sampai saat ini belum jelas, dimana hal tersebut akan mengakibatkan syok. 6
Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang
komplemen, yang farmakologis cepat dan pendek. Bahan ini bersifat vasoaktif
dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik)
dan perdarahan. 6

9
Dikutip dari CDC

Pada anak umur dibawah 2 tahun, yang lahir dari ibu dengan riwayat
pernah terinfeksi virus DEN, dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka
dalam tubuh anak tersebut telah terjadi “Non Neutralizing Antibodies” akibat
adanya infeksi yang persisten, sehingga infeksi baru pertama kali sudah terjadi
proses “Enhancing” yang akan memacu makrofag sehingga mudah terinfeksi dan
teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF. Dimana
bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding
pembuluh darah dan sistem hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran
plasma dan perdarahan. 6
Pada teori kedua (ADE), menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance
infection, T-cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan
sitokin yang berkontribusi terhadap terjadinya DBD dan SSD. 6

10
Dikutip dari CDC

Singkatnya secara umum ADE dijelaskan sebagai berikut, bahwa jika


terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka antibodi tersebut
dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi yang terdapat dalam
tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat
menimbulkan penyakit yang berat. 6
Disamping kedua teori tersebut masih ada teori-teori lain tentang
patogenesis dari DBD, diantaranya adalah teori virulensi virus yang mendasarkan
pada perbedaan serotipe virus dengue Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4 yang
kesemuanya dapat ditemukan pada kasus-kasus yang fatal, tetapi berbeda antara
daerah yang satu dengan yang lain. 6
Teori antigen-antibodi, dimana pada teori ini berdasarkan kenyataan
bahwa pada penderita DBD terjadi penurunan aktivitas sistem komplemen yang
ditandai dengan penurunan dari kadar C3, C4 dan C5. Disamping itu 48-72%
penderita DBD terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus Dengue,
selanjutnya kompleks imun tersebut dapat menempel pada trombosit, sel B, dan
sel-sel dalam organ tubuh lain. Terbentuknya kompleks imun tersebut akan
mempengaruhi aktivitas komponen sistem imun yang lain. Teori mediator,
dimana makrofag yang terinfeksi virus Dengue akan melepas berbagai mediator
seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dll. Diperkirakan mediator dan
endotoksin bertanggung jawab atas terjadinya syok septik, demam dan
peningkatan permeabilitas kapiler. 6,12

11
Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya berselang
beberapa hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat, akan tetapi derajad
kerusakan jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk
menjadikan penyebab kematian dari infeksi virus tersebut melainkan lebih
disebabkan oleh gangguan metabolik. Diketahui juga bahwa akibat dari replikasi
virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel
apoptotik, baik in vitro maupun in vivo. Mekanisme pertahanan tubuh melalui
apoptosis dan aktivasi sel-sel fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan lokal
(local tissue injury) atau ketidakseimbangan homeostasis dan selanjutnya memicu
efek yang lain. 6,12
Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang khas terjadi
pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser
dari aktivasi komplemen, induksi kemokin, dan kematian sel apoptotik. Bila
terjadi hipovolemi akibat kebocoran plasma maka tubuh akan melakukan
kompensasi melalui mekanisme neurohumoral yang akan meningkatkan
kemampuan kardiovaskuler sehingga tekanan darah bisa dipertahankan. Akibat
kompensasi ini maka terjadi takikardia, vasokonstriksi, penyempitan tekanan nadi,
akral dingin dan penurunan produksi urin. 6,12

MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor
yang mempengaruhi daya tahan tubuh penderita. Terdapat berbagai keadaan mulai
dari tanpa gejala (asimtomatik) demam ringan yang tidak spesifik
(undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue dan
Sindrom Syok Dengue. 2,10,11

1. Demam dengue (DD)


Setelah masa inkubasi 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodromal yang tidak khas seperti nyeri kepala, sakit tulang belakang, dan
rasa lelah. Tanda khas dari DD adalah peningkatan suhu mendadak, kadang-
kadang disertai menggigil, sakit kepala dan flushed face (muka kemerahan).
Dalam 24 jam, terasa nyeri pada belakang mata terutama pada pergerakan
mata atau bila bola mata ditekan, fotofobia, dan nyeri otot serta sendi. Gejala

12
lainnya adalah anoreksia, konstipasi, nyeri perut/kolik, nyeri tenggorok dan
depresi. Gejala tersebut biasanya menetap selama beberapa hari. 2,8,10
Demam, suhu pada umumnya antara 39-40 oC, dapat bersifat bifasik,
menetap antara 5-6 hari. Pada awal fase demam timbul ruam menyerupai
urtikaria di muka, leher, dada dan pada akhir fase demam (hari sakit ke3
atau 4), ruam akan menjadi makulopapular. Pada akhir fase demam atau awal
suhu turun timbul petekie yang menyeluruh biasanya pada kaki dan tangan.
Perdarahan kulit pada DD terbanyak adalah uji tourniquet positif dengan atau
tanpa petekie. 2,8,10
Pada awal fase demam akan dijumpai jumlah leukosit normal,
kemudian menjadi leukopenia selama fase demam. Jumlah trombosit dan
semua faktor pembekuan umumnya normal. Serum biokimia dan enzim pada
umumnya normal tetapi enzim hati dapat meningkat. 2,8,10

2. Demam berdarah dengue (DBD)


Terdapat empat gejala utama DBD yaitu demam tinggi, fenomena
perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Gejala klinis diawali
dengan demam mendadak, disertai dengan muka kemerahan (facial flush) dan
gejala klinis lain yang tidak khas menyerupai gejala DD.
Keempat gejala utama DBD adalah :
a. Demam
Penyakit didahului demam tinggi mendadak, terus menerus
berlangsung 2-7 hari dengan sebab yang tidak jelas dan hampir tidak
bereaksi terhadap pemberian antipiretik (mungkin hanya turun sedikit
kemudian naik kembali). Bila tidak disertai syok maka demam akan turun
dan penderita sembuh dengan sendirinya. Akhir fase demam merupakan
fase kritis pada DBD, oleh karena fase tersebut dapat merupakan awal
penyembuhan tetapi dapat pula sebagai awal fase syok. 2
b. Tanda-tanda perdarahan
Penyebab perdarahan pada DBD adalah vaskulopati, trombositopeni
dan gangguan fungsi trombosit serta koagulasi intravaskular yang
menyeluruh. Jenis perdarahan terbanyak antara lain perdarahan kulit
seperti uji tourniquet (uji Rumple Leede) positif, petekie, purpura,

13
ekimosis, dan perdarahan mukosa seperti epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis, melena. Petekie merupakan tanda perdarahan yang tersering
ditemukan. Tanda ini dapat muncul pada hari-hari pertama demam.
Perdarahan yang paling ringan adalah uji tourniquet positif, berarti
fragilitas kapiler meningkat, namun hal ini dapat dijumpai pada penyakit
virus lain (misalnya campak, demam chikungunya), infeksi bakteri dan
lain-lain. Uji tourniquet positif sangat berguna apabila secara klinis diduga
DBD, karena pada awal perjalanan penyakit 70,2% kasus DBD
mempunyai hasil uji tourniquet positif. Uji tourniquet dinyatakan positif
jika terdapat 10-20 atau lebih petekie dalam diameter 2,8 cm (1 inci
persegi) di lengan bawah bagian depan (volar) dan pada lipatan siku (fossa
cubiti). 2
c. Pembesaran hepar
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba sampai 2-4 cm di
bawah lengkung iga kanan. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan
beratnya penyakit. Nyeri tekan di daerah hati seringkali ditemukan dan ini
berhubungan dengan adanya perdarahan. 2
d. Syok
Perjalanan syok tergantung pada penyakit primer penyebab renjatan,
kecepatan dan jumlah cairan yang hilang, lama renjatan serta kerusakan
jaringan yang terjadi, tipe dan stadium renjatan. 2
3. Dengue Shock Syndrome (DSS)
Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara
hari ke 3 sampai hari sakit ke-7. Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda
dan gejala klinis menghilang setelah demam turun. Demam turun disertai
keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, akral
ekstremitas dingin, disertai kongesti kulit. Perubahan ini menunjukkan gejala
gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan plasma yang dapat bersifat
ringan atau sementara. 2,9
Pada kasus berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi buruk
setelah beberapa hari demam. Pada saat atau beberapa setelah suhu turun,

14
antara hari sakit ke 3 -7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi. Sesaat sebelum
syok seringkali pasien mengeluh nyeri perut. Syok ditandai dengan kulit
pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung kaki dan tangan; anak menjadi
rewel, gelisah lambat laun kesadarannya menurun menjadi apatis, sopor dan
koma; denyut nadi cepat dan lemah; tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg);
hipotensi (tekanan sistolik ≤ 80 mmHg); oligouri sampai anuria. Pasien dapat
dengan cepat masuk ke dalam fase kritis yaitu syok berat (profound shock),
pada saat itu tekanan darah dan nadi tidak terukur lagi. 2,9,11
Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok
biasanya teratasi dengan segera, namun bila terlambat diketahui atau
pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai
penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna,
sehingga memperburuk prognosis. Secara klinis perjalanan syok dapat dibagi
dalam 3 fase yaitu fase kompensasi, dekompensasi, dan ireversibel. 12,13
Tanda klinis Kompensasi Dekompensasi Ireversibel
Blood loss ( % ) Sampai 25 25 - 40 > 40
Heart rate Takikardia + Takikardia ++ Taki/bradikardia
Tek. Sistolik Normal Normal/menurun Tidak terukur
Nadi ( volume ) Normal/menurun Menurun + Menurun ++
Capillary refill Normal/ Meningkat>5 detik Meningkat ++
meningkat 3-5 detik
Kulit Dingin, pucat Dingin/mottled Dingin/deadly pale
Pernafasan Takipneu Takipneu + Sighing respiration
Kesadaran Gelisah Lethargi Reaksi – / hanya
bereaksi thd nyeri
Pemeriksaan laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu
ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/μl biasa ditemukan
pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan
perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran
plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang
disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk
DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok
terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian
cairan atau oleh perdarahan. 2

15
Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis
relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau
syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya
fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen,
protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang
pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Fungsi trombosit juga terganggu.
Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat. 2
Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan
laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu
menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan
intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan
tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali
sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan
hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai
alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat
pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan
estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb. 2

Pemeriksaan Radiologis
Pada foto rontgen dada didapatkan efusi pleura, terutama pada
hemithoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura
dapat dijumpai pada kedua hemithoraks. Pemeriksan foto rontgen dada sebaiknya
dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur disisi badan sebelah
kanan). Ascites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG. 2

Pemeriksaan Serologi
Merupakan salah satu pemeriksaan penunjang untuk membantu
menegakkan diagnosis infeksi virus dengue. Pemeriksaan serologi terdapat 4 jenis
uji serologi yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi virus dengue
yaitu : 2
1. Uji hemaglutinasi inhibisi (HI test)
2. Uji komplemen fiksasi (Complement Fixation Test = CF test)
3. Uji neutralisasi (Neutralization test = NT test)

16
4. Uji Eliza
Pemeriksaan serologi yang banyak dipakai yaitu uji Hemaglutinasi
Inhibisi dan uji Eliza. 3
 Hemaglutinasi Inhibisi
Sampai sekarang ini uji HI masih menjadi patokan baku WHO untuk
konfirmasi dan klasifikasi jenis infeksi virus dengue. Prinsip metode ini
adalah mengukur kadar Ig M dan Ig G melalui prinsip adanya kemampuan
antibodi antidengue menghambat reaksi hemaglutinasi darah angsa. 3
 ELIZA
Uji Eliza mempunyai sensitivitas yang sama dengan uji H.I. Prinsip
metode ini adalah mendeteksi adanya antibodi Ig M dan Ig G dalam serum
penderita dengan cara menangkap antibodi yang beredar dalam darah
penderita. Uji Eliza ini tidak mengadakan reaksi silang dengan golongan
flaviirus yang lain, sehingga metode ini lebih spesifik dibandingkan
metode H.I. 3

DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis DBD didasarkan pada kriteria menurut
WHO (1997), yaitu : 4
1. Kriteria Klinis
a. Panas tinggi mendadak, terus menerus selama 2 – 7 hari tanpa sebab
yang jelas (tipe demam bifasik)
b. Manifestasi perdarahan
- Uji Tourniquet positif
- Petechie, echimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
- Hematemesis dan atau melena
c. Hepatomegali
d. Kegagalan sirkulasi (syok) yang ditandai dengan :
- Nadi cepat dan lemah
- Tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg)
- Hipotensi (tekanan sistolik ≤ 80 mmHg)

17
- Akral dingin
- Kulit lembab
- Pasien tampak gelisah
2. Kriteria Laboratoris
a. Trombositopenia (AT <100.000/ul)
b. Hemokonsentrasi ditandai dengan nilai hematokrit lebih dari atau
sama dengan 20% dibandingkan dengan masa konvalesen yang
dibandingkan dengan nilai Hct sesuai umur, jenis kelamin dari
populasi.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemo-
konsentrasi (atau peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis
klinis DBD. Efusi pleura dan atau hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis
terutama pada pasien anemi dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok,
adanya peningkatan hematokrit dan adanya trombositopenia mendukung
diagnosis DBD. 2

DERAJAT PENYAKIT
Mengingat derajat beratnya penyakit yang bervariasi dan sangat erat
kaitannya dengan pengelolaan dan prognosis maka WHO (1997) membagi DBD
dalam derajat setelah kriteria laboratoris terpenuhi yaitu : 2
Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu – satunya
manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet positif.
Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan
lain.
Derajat III : Terdapat kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,
tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi disertai kulit
dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi yang tak teraba dan tekanan darah
yang tak terukur, kesadaran amat menurun.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang harus diwaspadai, antara lain : 4

18
a. Ensefalopati dengue, dapat terjadi pada
DBD dengan atau tanpa syok. Evaluasi gejala sisa SSP sangat penting,
mengingat organ ini sangat sensitif terhadap hipoksia yang dapat terjadi
pada renjatan berkepanjangan
b. Kelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan
dapat terjadi gagal ginjal akut
c. Edema paru, seringkali terjadi akibat
overloading cairan.
d. Depresi miokard-gagal jantung
e. Gangguan koagulasi/pembekuan (DIC)

DIAGNOSIS BANDING
1. Pada awal perjalanan penyakit,
diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau protozoa seperti
demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya,
leptospirosis dan malaria.
2. Idiopatic Thrombocytopenic
Purpura (ITP)
3. Perdarahan seperti petekie dan
ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi, misalnya sepsis,
meningitis meningokokus; leukemia atau anemia aplastik.

PENATALAKSANAAN
Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya
perubahan fisiologi berupa perembesan plasma danperdarahan. Perembesan
plasma dapat mengakibatkan syok, anoksia, dan kematian. Deteksi dini terhadap
adanya perembesan plasma dan penggantian cairan yang adekuat akan mencegah
terjadinya syok. Perembesan plasma biasanya terjadi pada saat peralihan dari fase
demam (fase febris) ke fase penurunan suhu (fase afebris) yang biasanya terjadi
pada hari ketiga sampai kelima. Oleh karena itu pada periode kritis tersebut
diperlukan peningkatan kewaspadaan. Adanya perembesan plasma dan perdarahan
dapat diwaspadai dengan pengawasan klinis dan pemantauan kadar hematokrit
dan jumlah trombosit. Pemilihan jenis cairan dan jumlah yang akan diberikan

19
merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Pemberian cairan plasma, pengganti
plasma, tranfusi darah, dan obat-obat lain dilakukan atas indikasi yang tepat. 9,13
Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak
mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral,
ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai
hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang
diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan
cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan
natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan. 9,13

Penggantian Volume Plasma Segera


Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20 ml/kg BB.
Tetesan diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan berat
badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal dan umur 10 cc/kg BB/jam, bila
tidak ada perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila
syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid dengan tetesan 10
ml/kg BB/jam bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid danberi
cairankoloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya
pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal pemberian koloid 1500
ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan
resusitasi kristaloid dan koloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit
turun, diduga sudah terjadi perdarahan; maka dianjurkan pemberian transfusi
darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi, maka berikan darah dalam
volume kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/ 24 jam.
Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan
klinis dankadar hematokrit. 9
Pemeriksaan hematokrit untuk memantau penggantian volume plasma
Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan
kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kg
BB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi
selama 24-48 jam. Pemasangan CVP yang ada kadangkala pada pasien SSD berat,
saat ini tidak dianjurkan lagi. Cairan intravena dapat dihentikan apabila
hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg

20
BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan sirkulasi membaik. Pada
umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam syok teratasi. Apabila
cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat terjadi reabsorpsi
plasma dari ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit setelah
pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat
edema paru dan gagal jantung. Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma
ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi.
Nadi yang kuat, tekanan darah normal, diuresis cukup, tanda vital baik,
merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi. 9

Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit


Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD,
maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD
berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga
tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian
cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan
natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan tejadi
sehingga heparin tidak diperlukan. 9

Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien
syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapiharus
diingat pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker
oksigen. 9
Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap
pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock).
Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang
nyata. Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan interna (internal
haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit (misalnya
dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan
yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah segar
dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel

21
darah merah dan faktor pembesar trombosit.Plasma segar dan atau suspensi
trombosit berguna untuk pasien dengan KID dan perdarahan masif. KID biasanya
terjadi pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat
menimbulkan kematian. Pemeriksaan hematologi seperti waktu tromboplastin
parsial, waktu protombin, dan fibrinogen degradation products harus diperiksa
pada pasien syok untuk mendeteksi terjadinya dan berat ringannya KID. 9
Adapun penatalaksanaan DBD menurut derajatnya lihat bagan.

TATA LAKSANA

PENATALAKSANAAN KASUS TERSANGKA


DEMAM BERDARAH DENGUE DBD
(Bagan 1)

22
Tersangka DBD

Demam tinggi, mendadak, terus-menerus,


< 7 hari tidak disertai ISPA, badan
lemah/lesu

Ada kedaruratan Tidak ada


kedaruratan
Tanda syok muntah terus menerus,
kesadaran menurun Periksa uji tourniquet
Kejang, muntah darah, berak darah,
berak hitam

Uji Tourniquet (+) Uji tourniquet (-)

Rawat jalan
Jumlah trombosit Jumlah trombosit Parasetamol
< 100.000/ul > 100.000/ul Kontrol tiap hari sampai
demam hilang

Rawat Inap Rawat Jalan Nilai tanda klinis & jumlah


trombosit, Ht bila masih
demam hari sakit ke-3
Minum banyak,
Parasetamol bila perlu
Kontrol tiap hari sp demam turun.
Bila demam menetap periksa Hb.Ht, AT.

Perhatikan untuk orang tua: pesan bila timbul


tanda syok : gelisah, lemah, kaki tangan dingin,
sakit perut, berat hitam, kencing berkurang. Lab
Hb/Ht naik dan trombosit turun

segera bawa ke rumah sakit

23
PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAD I DAN II TANPA
PENINGKATAN HEMATOKRIT
(Bagan 2)

DBD Derajad I
Gejala klinis : demam 2-7 hari
Uji tourniquet positif
Lab. hematokrit tidak meningkat
trombositopeni (ringan)

Pasien Masih dapat minum Pasien tidak dapat minum


Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau 1 Pasien muntah terus menerus
sd. mkn tiap 5 menit.
Jenis minuman; air putih teh manis,
sirup, jus buah, susu, oralit
Pasang infus NaCl 0,9%: Dekstrosa 5%
Bila suhu > 38,5 derajad celcius beri (1:3) tetesan rumatan sesuai berat badan
parasetamol Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam
Bila kejang beri obat antikonvulasif

Ht naik dan atau trombositopeni

Perbaikan klinis dan laboratoris


Infus ganti ringer laktat
(tetesan disesuaikan, lihat Bagan 3)

Pulang
Kriteria memulangkan pasien :
Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
Nafsu makan membaik
Secara klinis tampak perbaikan
Hematokrit stabil
Tiga hari setelah syok teratasi
Jumlah trombosit lebih dari 50.000/ml
Tidak dijumpai distress pernafasan

24
PENATALAKSANAAN KASUS DBD DERAJAD II DENGAN
PENINGKATAN HEMATOKRIT
(Bagan 3)

DBD Derajat II

DB Derajad I + perdarahan spontan


Hemokonsentrasi & Trombositopeni
Cairan awal RL/NaCl 0,9% atau
RLD5%/NaCl 0,9 + D 5% 6 – 7
ml/kgBB/jam

Monitor Tanda Vital/Nilai Ht & trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak Ada


Perbaikan
Tidak gelisah
Nadi kuat Gelisah
Tek Darah stabil Distres pernafasan
Diuresis cukup Frek. nadi naik
(1 ml/kgBB/jam) Ht tetap tinggi/naik
Ht Turun Tanda Vital memburuk Tek. Nadi < 20 mmHg
(2x pemeriksaan) Diuresis kurang/tidak
ada

Tetesan dikurangi Ht meningkat Tetesan dinaikkan


10-15 ml/kgBB/jam
5 ml/kgBB/jam (bertahap)
Perbaikan

Evaluasi 15 menit
Perbaikan

Sesuaikan tetesan Tanda vital tidak stabil

3 ml/kgBB/jam Distress pernafasan, Ht Ht turun


naik, tek. Nadi ≤ 20mmHg

IVFD stop setelah 24-48 jam


apabila tanda vital/Ht stabil dan Koloid Transfusi darah segar
diuresis cukup 20-30 ml/kgBB 10 ml/kgBB

Perbaikan

25
PENATALAKSANAAN KASUS SSD ATAU DBD DERAJAD III DAN IV
(Bagan 4)

DBD Derajad III & IV

DBD Derajad II + Kegagalan sirkulasi

Oksigenasi (berikan O2 2-4/menit) Penggantian


volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)
RingerAsetat/ NaCl 0,9 % 10-20 ml/kgBB
secepatnya (bolus dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?


Pantau tanda vital tiap 10 menit
Cacat balans cairan selama pemberian
cairan intravena

Syok tidak teratasi

Kesadaran membaik Kesadaran menurun


Nadi teraba kuat Nadi lembut / tidak teraba
Tekanan nadi > 20 mmHg Tekanan nadi < 20 mmHg
Tidak sesak nafas / Sianosis Distres pernafasan / sianosis
Ekstrimitas hangat Kulit dingin dan lembab
Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam Ekstrimitas dingin
Periksa kadar gula darah

Lanjutkan cairan
15-20 ml/kgBB/jam
Evaluasi ketat Tambahan koloid/plasma
Tanda vital Dekstran 40/FFP
Tanda perdarahan 10-20 (max 30) ml/kgBB
Diuresis Koreksi Asidosis
Hb, Ht, Trombosit evaluasi 1 jam
Syok teratasi

Stabil dalam 24 jam Syok belum teratasi


Tetesan 5 ml/kgBB/jam

Tetesan 3 ml/kgBB/jam
Ht turun Ht tetap
+ Transfusi fresh blood 10 ml/kg tinggi/naik +
Dapat diulang sesuai kebutuhan Koloid
Infus Stop tidak melebihi 48 jam 20 ml/kgBB

26
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO, 1997. Dengue Haemorrhagic Fever, 2nd edition. WHO. Geneva


2. Sri Rezeki HH, 2002. Demam Berdarah Dengue. Naskah Lengkap Pelatihan
bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
dalam Tatalaksana Kasus DBD. Balai Penerbit FK UI. Jakarta
3. Staf Medis Fungsional Anak RSDM, 2004. Standar Pelayanan Medis
Kelompok Staf Medis Fungsional Anak. RSUD Dr, Moewardi. Surakarta
4. Hendarwanto, 2000. Dengue dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1,
ed. 3., editor : HM Sjaifoellah Noer. Balai Penerbit FK UI. Jakarta.
5. Saford, Jay, P, 1999. Infeksi Arbovirus dalam : Harrison Prinsip-prinsup Ilmu
Penyakit Dalam, vol. 2 ed.13., editor : Kurt J Isselbacher, Eugene
Braunwaald, Jean Wilson, Joseeph B Martin, Anthony S Fauci, Dennis L
Kasper. EGC. Jakarta
6. Soegijanto S, 2006. Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus
Dengue. http://www. pediatrik.com
7. Wijaya H, 2006. Hubungan antara Respon Imun Humoral dengan Severitas
Demam Berdarah Dengue (DBD). http://www. pediatrik.com
8. Price D, 2006. Dengue Fever. www.emedicine.com/emerg/byname/dengue-
fever.htm
9. Wills B, 2006. Volume Replacement in Dengue Shock Syndrome.
http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue
10. Departemen IKA RSCM, 2005. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu
Kesehatan Anak RSCM. RSCM. Jakarta
11. Rampengan Th, 1997. Demam Berdarah Dengue. Penyakit Infeksi Tropik
pada Anak. EGC. Jakarta
12. Halstead S, 2000. Arbovirus dalam : Nelson Ilmu Kesehatan Anak, vol. 2, ed.
15., editor : Richard E. Behrman, RK Kliegman, AM Arvin. EGC. Jakarta
13. Ashadi T, 2006. Terapi Cairan Intravena pada Syok Hipovolemik.
http://www.pdpi.com

27

You might also like