Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
T anah merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki banyak
fungsi dalam ekosistem, diantaranya adalah sebagai pertumbuhan
tanaman, habitat bagi jasad tanah, media bagi kontruksi (rekayasa), sistem
daur-ulang bagi unsur hara dan sisa-sisa organik serta sistem bagi
pasokan dan penyaringan/penjernihan air. Tanpa tanah, manusia tidak
dapat bertahan hidup. Mengingat tanah memainkan peranan sangat
penting dalam ekosistem kita, maka kita harus berhati-hati dalam
mengelola dan melindunginya dari kerusakan. Setiap tahun beratus-ratus
bahkan beribu-ribu ton tanah hilang karena erosi.
Fungsi produksi
Sebagai basis bagi berbagai sistem penunjang kehidupan, melalui
produksi biomassa yang menyediakan makanan, pakan ternak,
serat, bahan kayu bakar dan bahan biotik lainnya bagi manusia,
baik secara langsung melalui binatang termasuk budidaya kolam
dan tambak ikan.
Fungsi lingkungan biotik
Lahan merupakan basis bagi keragaman daratan (terrestrial) yang
menyediakan habitat biologi dan plama nutfah bagi tumbuhan,
hewan dan jasad-mikro diatas dan dibawah permukaan tanah.
Fungsi pengatur iklim
Lahan dan penggunaannya merupakan sumber (source) dan rosot
(sink) gas rumah kaca dan menetukan neraca energi global berupa
pantulan , serapan, dan transformasi dari energi radiasi matahari
dan daur hidrologi global.
Fungsi hidrologi
Lahan mengatur simpanan dan aliran sumber daya air tanah dan
air permukaan serta mempengaruhi kualitasnya.
Fungsi penyimpanan
Lahan merupakan gudang (sumber) berbagai bahan mentah dan
mineral untuk di manfaatkan oleh manusia.
Fungsi pengendali sampah dan polusi
Lahan berfungsi sebagai penerima, penyaring, penyangga, dan
pengubah senyawa-senyawa berbahaya.
Fungsi ruang kehidupan
Lahan menyediakan sarana fisik untuk tempat tinggal manusia,
industri dan aktivitas sosial seperti olahraga dan rekreasi.
Fungsi peninggalan dan penyimpanan
Lahan merupakan media untuk menyimpan dan melindungi
benda-benda bersejarah dan sebagai suatu sumber informasi
tentang kondisi iklim dan penggunaan lahan masa lalu.
Fungsi penghubung spasial
Lahan menyediakan ruang untuk transportasi manusia, masukan
dan produksi serta untuk pemindahan tumbuhan dan binatang
antara daerah terpencil dari suatu ekosistem alami.
Hasil dari survei tanah adalah peta tanah beserta legenda peta dan
laporan. Peta tanah menyajikan informasi tentang jenis (klasifikasi tanah),
lokasi (sebaran) dan luasan masing-masing tanah yang terdapat pada
masing-masing satuan peta. Uraian beberapa sifat tanah yang penting
untuk tiap satuan peta disajikan pada legenda peta tanah. Dalam laporan
hasil survei tanah, disajikan latarbelakang dan tujuan dilakukannya survei,
metode serta hasil interpretasi tanah yang terdapat di daerah tersebut.
Hasil interpretasi tanah merupakan prediksi tentang prilaku tanah sebagai
respon terhadap berbagai jenis tanaman serta respons tanah terhadap
pengelolaannya.
Menurut Walmsley (1995), ada dua tujuan utama survei tanah yaitu:
Berikut ini diuraikan lebih tanjut kegiatan yang tercakup dalam survei
tanah:
Metode baru ini juga berkerja secara langsung pada titik-titik pengamatan
terkuantifikasi yang berbeda dengan satuan taksonomi berhirarki,
sebagaimana yang dilakukan dalam klasifikasi tanah tradisional.
Sumber daya lahan juga dapat diambil contohnya beberapa kali untuk
menyusun pola atau tren musiman. Dengan demikian, kita tertantang
untuk mengembangkan metode rutin yang dapat diakses oleh semua
kolega pelaku survei tanah yang didasarkan pada field spatial dan time-
series serta mengintegrasikannya dengan pendekatan-pandekatan
tradisional.
1. Seberapa teliti dan seberapa tepat hasil survei itu dapat menjawab
pertanyaan pengguna
2. Berapa banyak nilai tambah yang diberikan oleh pengambilan
keputusan yang benar, yaitu yang didasarkan dari hasil survei tanah,
dibandingkan dengan pengambilan keputusan yang keliru (tanpa
menggunakan hasil survei tanah).
Tentu saja hal ini harus disadari sepenuhnya oleh pelaku survei tanah
dan evaluasi lahan. Pengguna tidak akan memanfaatkan hasil survei dan
evaluasi lahan jika ternyata tidak dapat menjawab kebutuhan mereka.
untuk itulah, perlu pemahaman serta metode yang benar, yang harus
diterapkan sebaik-baiknya dalam melakukan kegiatan ini.
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang dapat dijawab hasil survei tanah
yang dilakukan olah Rossiter (2000):
1. Menyimpulkan keseluruhan daerah kajian.
a) Apa kelas (taksa) tanah yang dijumpai di daerah yang dikaji?
b) Bagaimana proporsi masing-masing kelas yang ada didaerah
tersebut?
c) Berapa persen dari daerah tersebut yang diduduki oleh tanah
dengan sifat-sifat tertentu? (Misalnya tanah yang berbatu pada
kedalaman kurang dari 50 cm.)
***
II
TANAH, PETA TANAH DAN LEGENDA
PETA
Tanah menurut SoiI Survey Staff (1999; 2003) adalah kumpulan benda
alami di permukaan bumi yang dimodifikasi atau bahkan dibuat oleh
manusia dari bahan-bahan tanah, mengandung gejala-gejala kehidupan
dan mampu menopang pertumbuhan tanaman di lapangan. Tanah
meliputi horizon-horizon tanah yang terletak di atas bahan batuan dan
terbentuk sebagai hasil interaksi sepanjang waktu dari iklim, mahluk
hidup (organisme), bahan induk dan relief. Pada umumnya, tanah kearah
bawah beralih ke batuan yang kukuh (amat keras) atau ke bahan tanah
(yang tidak kukuh) yang tidak mengandung akar tanaman, hewan atau
tanda-tanda kegiatan biologi lainnya. Konsep tanah menurut sistim
taksonomi tanah merupakan suatu ‘kontinum' dan mempunyai pengertian
yang lebih luas, karena mencakup juga danau yang dangkal serta tanah
pertanian tua buatan manusia seperti yang terdapat di Belanda.
Batas atas tanah adalah batas antara tanah dan udara, air dangkal,
tumbuhan hidup atau bahan-bahan tumbuhan yang belum mulai melapuk.
Daerah yang dianggap tidak mempunyai tanah adalah apabila
permukaannya secara permanen tertutup oleh air yang terlalu dalam
(lebih dalam dari 2,5 meter) untuk pertumbuhan tumbuhan berakar.
Batas-batas horizontal tanah adalah wilayah di mana tanah berangsur
beralih ke air dalam, daerah-daerah tandus, batuan atau es (Gambar 2.1)
Padasebagian wilayah, pemisahan antara tanah dan bukan-tanah
sedemikian berangsur sehingga sulit ditentukan.
Batas bawah yang memisahkan tanah dari bahan bukan tanah yang
terletak di bawahnya adalah yang paling sulit ditetapkan. Tanah terdiri
atas horizon-horizon dekat permukaan bumi yang sangat berbeda dengan
bahan induk di bawahnya dan telah mengalami alterasi (perubahan) oleh
interaksi antara iklim, relief, dan jasad hidup selama kurun waktu tertentu.
Pada umunyanya, pada batas bawah tanah beralih berangsur ke batuan
keras atau ke bahan-bahan tanah yang sama sekali bebas dari fauna tanah,
perakaran, atau tanda-tanda kegiatan biologis lain. Meskipun demikian,
batas terbawah kegiatan biologis sulit dilihat dan seringkali terjadi secara
berangsur. Untuk tujuan klasifikasi, batas bawah tanah ditetapkan pada
kedalaman 200 cm. Pada tanah yang kegiatan biologis atau proses-proses
pedogeniknya sedang berlangsung dan dapat mencapai kedalaman rebih
dari 200 cm, batas bawah tanah untuk tujuan klasifikasi masih tetap 200
cm.
Nama lain dari peta ini adalah peta tanah ‘chloropleth’ (yaitu peta
yang menggunakan gradasi rona atau warna yang berbeda untuk
menyajikan perbedaan satuan peta. Misalnya peta kebutuhan
kapur, peta kesesuaian tahan untuk tanaman tertentu dan lain-
lain).
Peta ini biasanya dibuat dengan skala 1:25.000 dan 1:10.000 serta
ditujukan untuk mempersiapkan pelaksanaan suatu proyek
termasuk proyek konservasi tanah (misalnya teknik-teknik
konservasi yang bisa dan cocok diterapkan pada masing-masing
satuan peta atau pada suatu demplot). Oleh karena itu, sifat dan
ciri tanah hendaklah diuraikan sedetail mungkin.
Batas satuan peta tanah didelineasi di lapangan dengan bantuan
foto udara yang didasarkan pada kemiringan lereng.
Legenda peta tanah terdiri atas dua bagian, yaitu simbol dan
uraian atau deskripsi. Di dalam uraian terkandung informasi penting
mengenai tanah masing-masing satuan yang digambarkan oleh simbol
satuan peta. Informasi tersebut meliputi:
Keadaan drainase,
Kedalaman tanah
Keadaan erosi
Tekstur tanah
Keadaan batuan
Warna dan karatan
Aspek kesuburan (pH, salinitas)
Konsistensi tanah
Relif mikro
Pada satuan peta majemuk (lihat Bab 3), komposisi satuan klasifikasi
tanah, haruslah dijelaskan. Perlunya mencantumkan klasifikasi tanah ini
adalah memudahkan tujuan korelasi dengan tanah-tanah di tempat lain.
2. Akurasi Peta
Hal ini terutama terkait dengan pengukuran-pengukuran di lapangan
yang menyangkut jarak, luasan dan lain-lain.
3. Skala
Peta tanah bertekstur halus sulit dibaca, sebaliknya peta tanah yang
bertekstur kasar mudah dibaca.
***
III
PRINSIP-PRINSIP SURVEI TANAH
Satuan peta tanah (soil mapping unit) atau satuan peta terdiri atas
kumpulan semua delineasi yang di tandai oleh simbol, warna, nama atau
lambang yang khas padi suatu peta. Delineasi tanah (soil delineation)
adalah daerah yang dibatasi oleh suatu batas tanah pada suatu peta.
umumnya peta tanah terdiri atas lebih dari satu satuan peta. Data atau
informasi dari masing-masing satuan peta yang terdapat dalam peta tanah
dijelaskan dalam legenda peta.
Oleh karena itu, batasan dari polipedon ini secara konsepsional awal
sama dengan batasan dari seri tanah, yaitu yang merupakan kategori
terendah dari sistem klasifikasi taksonomi tanah. Dengan demikian, setiap
polipedon dapat diklasifikasikan kedalam seri tanah, hanya saja bahwa
seri tanah mempunyai selang sifat yang lebih lebar daripada polipedon.
Polipedon memiliki luasan minimal > 1 m2 dan maksimalnya tidak
terbatas.
Menurut Soil Survei Division Staff (1998), satuan peta merupakan
kumpulan daerah-daerah (area) yang didefinisikan dan komponen tanah
atau daerah aneka atau kelua-duanya di beri nama yang sama. setiap
satuan peta tanah berbeda dalam beberapa dengan yang lainnya dalam
suatu daerah survei dan secara unik didefinisikan pada suatu peta tanah.
Masing-masing daerah (luasan) pada peta tersebut disebut delineasi.
Satuan peta terdiri atas 1 atau lebih komponen (taksa) tanah. Komponen
individu dari suatu satuan peta mewakili kumpulan polipedon-polipedon
atau bagian-bagian dari polipedon yang merupakan anggota dari taksa
tersebut atau macam dari daerah aneka.
Pada Gambar 3.1 disajikan ilustrasi kaitan antara bentang lahan (soil-
scape), polipedon (tanah individu), pedon, dan profil tanah. Lanskap dapat
disamakan dengan satuan peta tanah.
- Mengekstrapolasikanhasil-hasil penelitian.
Satuan peta tanah terdiri atas satuan tanah dan fasenya. Kategori
untuk penamaan satuan tanah tergantung dari skala pemetaan skala besar
(pemetaan detail) menggunakan kategori rendah (famili atau seri),
sedangkan skala,kecil menggunakan kategori tinggi (sub-grup, great-
group, sub-ordo atau ordo). Masing-masing kategori dapat menggunakan
satuan fase.
1. Konsosiasi
2. Kompleks
3. Asosiasi
Batu dan Cangar lempung berdebu, atau tanah Batu dan Cangar
Tanah Ciasem dan ldo, sangat terjal
Tanah Pendem dan Dau, sangat berbatu.
Dalam setiap satuan peta tanah, hampir selalu mengandung satuan tanah
lain yang di dalam Legenda Peta Tanah namanya tidak muncul. Satuan
tanah ini disebut inklusi.
Inklusi tersebut terlalu kecil untuk dideliniasi tersendiri, atau
kadang memang tidak teramati dengan metode survei yang dilakukan. Hal
ini berkaitan dengan ketentuan bahwa deliniasi terkecil datam peta adalah
0'4 cm2 (USDA, 1989).
Inklusi dapat berupa tanah yang serupa atau tanah yang tidak
serupa dengan tanah yang digunakan sebagai nama satuan peta tersebut.
Tanah yang tidak serupa dapat pula berupa tanah tanah penghambat
(limiting) atau tanah yang bukan penghambat (non limiting).
Kelembaban tanah
Kejenuhan basa
Kandungan bahan organik
Memiliki perbedaan tidak lebih dari 2 atau 3 kriteria.
Inklusi penghambat
Adalah inklusi tanah tidak serupa yang mempunyai faktor
penghambat lebih besar dari tanah utama atau memengaruhi
tingkat pengelolaannya.
Inklusi bukan penghambat
Adalah inklusi tanah tidak serupa dengan faktor penghambat lebih
rendah daripada tanah utama. Tidak akan mempengaruhi
interpretasi terhadap potensi satuan peta tersebut.
Catatan: Seri tanah yang diikuti dengan fase tidak perlu ditulis kata
seri di depannya
Contoh:
Contoh:
5. Fase lereng
Fase lereng digunakan baik sebagai lereng tunggal maupun sebagai
lereng majemuk.
Lereng majemuk (kompleks) adalah lereng dengan lebih dari satu
arah dan ditunjukkan oleh daerah punggung dan lembah dalam
satu deliniasi, sedangkan lereng tunggal relatif mempunyai arah
lereng yang seragam.
Satuan peta dengan lereng tunggal menggunakan nama fase
dengan selang lereng dalam persen.
Contoh:
Contoh
o Asosiasi Darmaga – Cimulang, berbukit
o Seri Pakem dan Kaliurang, bergelombang.
6. Erosi Tanah
Fase erosi tanah digunakan untuk menunjukan besarnya erosi yang
telah terjadi dan bukan untuk potensi terjadinya erosi. Fase erosi
tanah di tentukan berdasar atas kelas-kelas erosi yang di definisikan
Soil-Survey Manual (USDA,1989) berikut:
7. Fase Pengendapan
Fase pengendapan digunakan untuk bahan-bahan yang
diendapkan oleh air atau angin diatas tanah lain yang tidak
memenuhi syarat sebagai tanah tertimbun.(Tebal kurang dari 30
cm atau antara 30 -50 cm, tetapi kurang dari setengah dari tebal
horizon penciri tanah yang tertimbun).
8. Fase kedalaman
Kelas kedalaman:
Dangkal 25 - 50 cm
9. Fase substratum
Digunakan untuk substratum yang terletak dibawah control
section dari seri dan famili.
Biasanya digunakan untuk substratum yang tidak padu dibawah
kedalaman 100 cm.
Substratumkalkareus.
Substratum kapur (batu gamping-lunak).
Substratum liat.
Substratumberkerikil.
Substratumbergipsum.
Substratum endapan danau (lakustrin).
Substratum bernapal (marly).
Substratumberpasir.
Substratumberdebu.
Substratum serpih (shale).
Beberapa tanah mempunyai sifat salin dan sodik; untuk itu fase sodik
perlu ditambahkan.
Contoh:
Semua sifat pembeda yang berguna untuk tujuan survei dan dapat
dipetakan dengankonsisten, dapat digunakan sebagai fase.
***
IV
METODE SURVEI TANAH
Metode survei ini disebut juga metode grid kaku. Skema pengambilan
contoh tanah secara sistematik dirancang dengan mempertimbangkan
kisaran spasial autokorelasi yang diharapkan. Jarak pengamatan dibuat
secara teratur pada jarak tertentu untuk menghasilkan jalur segi . empat
(rectangular grid) diseluruh daerah survei. Pengamatan tanah dilakukan
dengan pola teratur (interval titik pengamatan berjarak sama pada arah
vertikal dan horizontal). Jarak pengamatan tergantung dari skala peta.
Survei ini diawali dengan melakukan interpretasi foto udara (IFU) untuk
mendelineasi landform yang terdapat di daerah yang disurvei, diikuti
dengan pengecekan lapangan terhadap komposisi satuan peta, biasanya
hanya di daerah pewakil. Tidak semua delineasi dikunjungi. contoh
metode Fisiografi adalah pendekatan Geopedologi yang dikembangkan
oleh ITC Belanda.
Dalam survei ini batas tanah ditentukan dari peta lain, peta geologi dan
peta fisiografi. pengecekan lapangan hanya di lakukan di beberapa tempat
dengan intensitas sangat rendah untuk menentukan sifat-sifat tanah
tipikal. Dalam metode ini tidak dipertimbangkan keragaman internal
tanah. Metode survei ini diterapkan pada skala lebih kecil dari 1:500.000.
peta yang dihasilkan bukanlah peta tanah, melainkan peta bagan dan tidak
dapat digabungkan dengan Sistem Informasi Geologi (SIG).
1. Tahap persiapan
2. Tahap survei lapangan, yang dibedakan atas:
a. Pra-survei
b. Survei utama
3. Analisis data dan pembuatan peta dan laporan.
Macam survei dan skala peta yang akan dihasilkan sangat berhubungan
dengan intensitas pengamatan lapangan, dengan demikian sangat
menentukan besarnya biaya yang diperlukan. Semakin detail survei
(semakin besar skala peta yang dihasilkan) maka semakin tinggi intensitas
pengamatan lapangan yang diperlukan sehingga biaya per satuan luas
semakin tinggi.
Data iklim yang dibytuhkan maupun hasil analisis data iklim yang
akan disajikan dalam laporan survei tanah tergantung pada tingkat survei
dan pemetaan tanahnya. Periode pengamatan dalam iklim sebaiknya ≥ 15
tahun. Keluaran berupa isohyet curah hujan tahunan, isoihyet curah hujan
bulanan, neraca air, zone agroklimat (Oldeman, 1975), tipe hujan (Schmidt
& Ferguson,1941), pola curah hujan (Troser, 1976), suhu maksimal, suhu
minimal, peluang hujan, length to growing period (LGP), frekuensi
penyimpanan iklim, ramalan bulan kering dan banjir.
Keadaan topografi daerah tercermin dari peta topografi atau peta rupa
bumi. Keadaan lereng suatu daerah sangat mempengaruh penggunaan
lahan di daerah tersebut.
Tergantung pada skala dan tujuan survei tanah, citra satelit diperlukan
untuk memberikan informasi tambahan bagi foto udara. Umumnya foto
udara selalu diperlukan dalam setiap survei tanah karena dapat
memberikan beberapa keuntungan (lihat Bab 4).
Idealnya skala foto udara yang digunakan untuk survei tanah
adalah 2 kali lebih besar dari skala peta publikasi (peta yang akan
dihasilkan).
Pra-survei dilakukan oreh koordinator atau ketua tim survei dan anggota
inti lainnya, yang akan bertanggung-jawab dalam pelaksanaan dan hasil
survei-tanah. Kegiatan ini dilakukan sebelum survei utama dilaksanakan.
Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan survei utama dapat berjalan lancar
dan efisien. Beberapa hal yang dilakukan di dalam pra-survei antara lain:
Survei utama dilakukan oleh tim lengkap, sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan oleh ketua tim survei berdasarkan hasil pra-survei.
Daerah kunci atau daerah pewakil merupakan daerah terpilih dalam suatu
daerah survei yang di dalamnya secara berdekatan, terdapat sebanyak
mungkin satuan peta yang ada di seluruh daerah survei tersebut.
Pemeta :.....
Survey)
Peta Tanah Semi Detail dengan skala 1:50.000 sampai 1:25.000, digunakan
untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan pada tingkat kabupaten atau proyek-
proyek pengembangan. peta dan naskah yang disajikan cukup detail dan
rinci sehingga penyusunannya melalui kegiatan survei/pemetaan tanah
yang juga harus, terinci dengan baik. Uraian lebih rinci dapat dilihat dalam
CSAR, (1994).
Satuan tanah yang digunakan adalah tingkat famili dan atau seri.
Setiap seri tanah hanrs diwakili paling tidak oleh 2 pedon pewakil. Untuk
menJrusun selang sifatnya (range of characteristics) digunakan semua data
minipit dan pemboran.
Satuan tanah yang digunakan adalah fase dari seri tanah. Pewakil
tanah dibuat untuk masing-masing seri tanah sebanyak 2 pedon pewakil
dan untuk mendapatkan selang sifat, dibuat dari hasil pengamatan minipit
serta pemboran.
Satuan peta tanah adalah fase dari seri tanah. Contoh : "Seri Lopok
lempung liat berdebu, lereng C (8-15%), erosi 2 (sedikit erosi), lereng
bawah, tuf andesit".
Peta dasar yang digunakan adalah peta rupa bumi, peta planimetri
(hasil pengukuran) atau peta photo (photomap) yang kemudian dibuat
peta orthophoto.
Analisis fisika tanah terdiri atas tekstur, bobot isi, nilai pF,
permeabilitas, indeks plastisitas serta nilai COLE.
Tabel 5.3 Jenis analisis tanah untuh keperluan klasifikasi berdasarkan taksonomi
tanah
Dibawah ini akan diuraikan secara singkat beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian, terutama yang menyangkut klasifikasi tanah dan
pem-buatan peta tanah. Untuk evaluasi lahan dan pembuatan laporan
disajikan dalam bab tersendiri.
Hasil deskripsi minipit, profil tanah, singkapan jalan atau tebing sungai
dicatat secara lengkap dalam kartu minipit atau kartu profil tanah dan
diteruskan dengan menentukan horizon penciri (epipedon, horizon bawah
atau endopedon, maupun penciri lain), menggunakan kriteria dalam buku
Keys to Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2003 atau versi lebih baru).
Setelah itu diteruskan dengan identifikasi kelas taksonomi tanah dimulai
dari kategori ordo hingga seri (tergantung skala survei tanah). Sebaiknya
dalam setiap pengamatan minipit dan profil tanah dibuatkan sketsa yang
menunjukan jenis dan kedalaman masing-masing horizon, seperti yang
disajikan dalam Gambar 6.8.
Pembuatan kisaran sifat tanah dalam kategori seri atau famili atau sub-
grup dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Pedon yang dipilih sebagai pedon tipikal harus memenuhi kriteria seri
atau famili tanah yang dimaksud. Pedon tipikal dan atau pedon satelit
dipilih berdasarkan kisaran sifat masing-masing seri tanah (range in
characteristic = RIC), yaitu yang mempunyai kisaran sifat kira-kira berada
di tengah-tengah dan dalam satuan peta (delineasi) yang luas.
Sebelum kembali dari lapangan harus sudah dihasilkan peta tanah tentatif
(sementara) beserta legendanya. Nama satuan taksonomi tanah dari
masing-masing satuan peta tanah (SPT) didasarkan pada klasifikasi tanah
di lapangan (sebelum melakukan analisis contoh tanah di laboratorium).
Peta tanah tentatif ini akan menjadi dasar dalam pembuatan peta
tanah final, setelah dilakukan analisis laboratorium.
Dari semua horizon dalam setiap profil pewakil (pedon tipikal) dan
satelitnya, diambil ± 1 kg contoh tanah untuk dianalisis dilaboratorium.
Macam analisis yang dilakukan terdiri atas: tekstur, C-organik, N-total, P-
tersedia, KTK (NH4OAc pH 7), Basa-basa tukar (NH4OAc pH 7), Al 1N KCI
(bila pH H2O <5.0), pH H2O dan pH KCl (1:1) dan lain-lain seperti
dijelaskan dalam subbab 5.4. Analisis laboratorium dilakukan menurut
metoda baku (ISRIC, 1992; USDA-NCRS, 1996; Puslittan Bogor, 1971), atau
lainnya.
Evaluasi kesuburan tanah dilakukan terhadap seri-seri tanah yang
dijumpai di daerah survei. Kriteria penilaian sifat dan penentuan kendala
tanah mengacu pada sistem klasifikasi kemampuan kesuburan tanah (FCC)
(Sanchez, et al., 1982 dan Sanchez and Buol, 1985; Sanchez, et al.,2003).
Sub-ordo Ustept : Ust dan ept (ustic = daerah yang relatif kering; ept
merupakan singkatan untuk lnceptisol).
Seri Moyo (Nama tempat, yaitu lempat pertama kali seri ini
dijumpai.)
Penggolongan tanah dalam ordo, subordo dan grup ditekankan
pada sifat-sifat tanah yang merupakan hasil proses pembentukan tanah
yang dominan dan menentukan tingkat perkembangan tanah yang
bersangkutan.
Grup atau great group merupakan pembagian lebih lanjut dari sub-ordo
dan dibedakan berdasarkan kriteria sebagai berikut;
Subgrup merupakan pembagian lebih lanjut dari Grup dan dibagi menjadi
3 kelompok, yaitu:
Klasifikasi pada tingkat Famili tanah didasarkan atas sifat-sifat fisik dan
kimia tanah yang memengaruhi interpretasi untuk penggunaan dan
pengelolaan tanah, kemampuan tanah dan pertumbuhan tanaman,
maupun untuh bidang rekayasa. Sifat-sifat tersebut tidak harus
merupakan suatu proses pembentukan tanah.
6.2.7 SeriTanah
Seri tanah merupakan sekumpulan tanah yang berasal dari bahan induk
yang sama dan mempunyai sifat-sifat dan susunan horizon yang sama,
terutama di bagian bawah horizon olah. suatu seri tanah dapat berbeda
dalam hal lereng, tingkat erosi, sifat-sifat lapisan olah dan lain-lain, selama
faktor tersebut tidak menyebabkan perbedaan dalam susunan horizon di
bawahnya. Dalam Buku Keys to Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 1999;
2003) tidak ada kunci untuk penamaan seri tanah. Dengan demikian
penamaan seri tentatif diserahkan kepada Tim survei masing-masing
dengan memeperhatikan beberapa panduan umum yang dikemukakan
dalam Soil Survey Staff(1999; 2003).
Seri tanah tidak boleh melanggar batas kriteria dari famili tanah
Nama-nama seri tanah diambil dari nama tempat pertama kali seri
terseebut dijumpai. Misal seri Lopok, seri Pagak, dan lain-lain.
Contoh cara membedakan seri tanah dalam famili yang sama
disajikan dalam Tabel 6.4.
Horizon penciri dibedakan atas epipedon dan endopedon atau disebut juga
horizon bawah (subsurface horizons). Berikut ini adalah uraian ringkas
masing-masing epipedon dan horizon bawah. Uraian lebih detil mengacu
pada Soil Survey Staff (2008).
1. Epipedon
Ciri-cirinya adalah:
Tekstur pasir sangat halus, pasir sangat halus berlempung,
atau lebih halus.
Struktur tanah telah terbentuk.
Bukan merupakan bagian dari horizon Ap, tidak memenuhi
warna epipedon mollik atau umbrik.
c. Horizon Kandik, seperti horizon argilik tetapi KTK efektif jumlah
basa yang diekstraksi dengan NH4OAc pH 7 + Al dapat ditukar yang
diekstraksi dengan 1N KCI) < 12 cmol (+) /kg liat dan KTK dengan
NH4OAc pH 7 < 16 cmol (+) /kg liat.
d. Horizon kalsik, mempunyai tebal > 15 cm, mengandung CaCO3
setara> 15%.
e. Horizon oksik, merupakan horizon yang terdapat pada tanah-tanah
yang telah mengalami pelapukan lanjut. Horizon tersebut memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
Tebal > 30 cm
Kandungan mineral lapuk <10%.
Tidak memenuhi kriteria horizon argilik.
KTK efektif jumlah basa yang diekstraksi dengan NH4OAc pH 7 +
Al-tukar yang diekstraksi dengan 1N KCI) < 12 cmol (+) / kg liat
dan KTK dengan NH4Oac pH 7 < 1-6 cmol (+) /kg liat.
f. Horizon gipsik, horizon yang banyak mengandung gipsum (CaSO4),
minimal 5% lebih tinggi dari horizon dibawahnya, tebal > 15 cm.
g. Horizon petrokalsik,horizon kalsik yang mengeras.
h. Horizon petrogipsik, horizon gipsik yang mengeras.
i. Horizon natrik, seperti horizon argilik, tetapi mempunyai struktur
prismatik atau kulumnar dan mengandung Natrium yang tinggi.
j. Horizon plakik, horizon tipis ( 1 - 25 mm), padat, berwarna coklat
kemerahan - hitam, berupa padas besi dan mangan, dengan
kedalaman < 30 cm.
k. Horizon spodik, horizon akumulasi seskuioksida bebas dan bahan
organik. Jika > 50% memadas disebut orstein.
l. Horizon sulfurik, horizon tanah mineral atau tanah organik dengan
pH < 3,5, banyak mengandung sulfat dengan karatan jarosit
(berwarna kuning). Terbentuk sebagai hasil oksidasi bahan yang
mengandung pitit (FeS2).
m. Horizon albik, horizon berwarna pucat dengan warna value > 4
(lembab) atau > 5 (kering).
3. Penciri Khusus
Rezim suhu dalam hal ini merupakan rezim suhu tanah kedalaman sekitar
50 cm. Jika tidak dilakukan pengukuran tanah, maka suhu tanah untuk
daerah tropis dapat diperkirakan dari suhu udara rata-rata + 2,5 0C.
a. Aquic, tanah hampir selalu jenuh air, sehingga terjadi reduksi dan
ditunjukkan oleh adanya karatan dengan chroma rendah (chroma
≤ 2, value ≤ 4).
b. Perudic, curah hujan setiap bulan selalu evapotranspirasi.
c. Udic, tanah tidak pernah kering selama 90 hari (kumulatif) setiap
tahunnya.
d. Ustic, tanah setiap tahunnya kering lebih dari 90 hari (kumulatif)
tetapi kurang dari 180 hari.
Sifat sifat Tanah Andik
Bahan tanah harus mengandung <25 % C-organik dan memenuhi satu atau
lebih persyaratan berikut:
Jika peta dasar telah memenuhi syarat di atas, maka semua batas
satuan peta tanah yang diperoleh pada saat kegiatan survei lapangan
harus dapat diplot dengan teliti pada peta dasar publikasi.
Umumnya, evaluasi lahan pada tingkat tinjau ini dilakukan dalam skala
nasional. Evaluasi lahan dapat dilakukan secara kualitatif, dan analisis
ekonomi hanya dilakukan dengan sangat umum. Hasil evaluasi dapat
digunakan untuk perencanaan secaranasional dimana dapat ditentukan
skala prioritas untuk masing-masing daerah.
Tingkat Detail
Evaluasi lahan pada tingkat detail merupakan survei yang ditujukan untuk
membuat perencanaan untuk implementasi, misalnya untuk pembuatan
desain atau rekomendasi. Biasanya dilakukan setelah ada kepastian
keputusan untuk melaksanakan suatu proyek.
Sumber daya fisik dapat dianggap sebagai sifat yang relatif stabil,
sedangkan sumber daya sosek lebih beragam dan tergantung pada
keputusan sosial dan politik.
Oleh karena itu dasar dari evaluasi lahan adalah survei tanah.
Menurut Rossiter (1994), dasar pertimbangan diperlukannya evaluasi
lahan adalah:
1. Bagaimana pengelolaan lahan saat ini dan apa yang akan terjadi bila
praktek pengolahan saat ini tidak diubah sama sekali?
2. Perbaikan apa yang mungkin dilaksanakan dalam praktek pengelolaan
pada penggunaan sekarang?
3. Jenis penggunaan lahan yang bagaimana lagi yang secara fisik
memungkinkan dan relevan secara ekonomi dan sosial?
4. Penggunaan yang bagaimana yang memberikan potensi produksi yang
berkelanjutan dan menghasilkan keuntungan lain?
5. Pengaruh merusak apa (baik secara fisik, ekonomi dan sosial) yang
berasosiasi dengan masing-masing penggunaan?
6. Masukan apa yang dibutuhkan secara berulang (recurrent input) untuk
mencapai produksi dan meminimalkan pengaruh yang bersifat
merusak?
7. Apakah keuntungan masing-masing bentuk penggunaan?
Prinsip dasar yang digunakan dalam proses evaluasi lahan adalah (FAO,
1976) :
1. Kesesuaian lahan dinilai berdasarkan jenis penggunaan lahan yang
spesifik. Penggunaan lahan yang berbeda memerlukan syarat yang
berbeda pula.
2. Evaluasi lahan memerlukan pembandingan antara keuntungan
yang diperoleh dengan masukan yang diperlukan.
3. Memerlukan pendekatan multidisiplin dari para ahli ilmu-ilmu
alam, teknologi penggunaan lahan, ekonomi, sosiologi dan lain-lain.
Evaluasi hampir senantiasa memasukkan pertimbangan-
pertimbangan ekonomi.
4. Evaluasi dilakukan sesuai dengan kondisi-kondisi fisik lahan, sosial
ekonomi daerah yang dikaji serta kondisi nasional.
5. Kesesuaian didasarkan atas penggunaan yang lestari. Aspek
kerusakan atau degradasi ringkungan diperhitungkan pada saat
menilai kesesuaiannya agar jangan sampai menyebabkan
kerusakan lingkungan di kemudian hari, meskipun dalam jangka
pendek usaha tersebut sangat menguntungkan.
6. Evaluasi melibatkan perbandingan lebih dari satu jenis
penggunaan lahan. Jika hanya satu jenis yang dipertimbangkan,
maka akan menimbulkan kerugian karena beberapa jenis
penggunaan lain yang lebih menguntungkan tidak teramati.
Tipe penggunan lahan yang tergolong ganda (multiple) terdiri atas lebih
dari satu jenis penggunaan (komoditas) yang diusahakan secara serentak
pada suatu areal yang sama dari suatu bidang lahan. setiap penggunaan
memerlukan masukan dan kebutuhan, serta memberikan hasil tersendiri.
Misalnya cengkeh ditanam secara bersamaan dengan kakao atau kopi di
areal yang sama ada satu bidang lahan. Demikian juga untuk tanaman kopi
dan vanili atau pisang yang sudah umum dilakukan secara diversifikasi.
Contoh lain adalah perkebunan apel yang juga berfungsi sebagai daerah
rekreasi (agrowisata).
Tipe penggunaan lahan yang tergolong majemuk terdiri atas lebih dari
satu jenis penggunaan (komoditas) yang diusahakan pada areal-areal satu
bidang lahan dimana untuk tujuan evalusi diberlakukan sebagai unit
tunggal. Perbedaan jenis penggunaan bisa terjadi pada suatu sekuen atau
urutan waktu, dalam hal ini ditanam secara rotasi atau secara serentak
(berbarengan) tetapi pada areal yang berbeda pada satu bidang lahan
yang dikelola dalam unit organisasi yang sama. Sebagai contoh, pada suatu
perkebunan besar, sebagian area secara terpisah (blok) digunakan untuk
tanaman karet dan blok lainnya untuk kelapa sawit. Kedua komoditas ini
dikelola oleh suatu perusahaan yang sama.
7.6.2 Kualitas Lahan (Land Qualtty), Karakteristik Lahan (Land
Characteristic) dan Kriteria Penciri
1. Kualitas Lahan
Kualitas lahan adalah sifat-sifat atau attribute yang bersifat kompleks dari
satu bidang lahan. setiap kualitas lahan mempunyai keragaan
(performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi
penggunaan tertentu. Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur
secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari
pengertian karakteristik lahan (FAO, 1976).
2. Karakteristik Lahan
Karakteristik lahan merupakan sifat lahan yang dapat diukur atau diduga.
Menurut FAO(1976), karakteristik lahan terdiri atas:
Untuk kualitas lahan retensi hara (KTK pH) dan ketersediaan hara
karena relatif mudah diatasi tidak merupakan pembatas utama, sehingga
hasil penilaian kalau ada pembatas tersebut tidak akan menjatuhkan pada
kelas N (tidak sesuai).
3. Sifat-sifat Penciri (Diagnostic Criterion)
5. Perbaikan Lahan
***
VIII
KLASIFIKASI KESESUAIAN LAHAN FAO
Lahan yang termasuk dalam ordo ini mempunyai pembatas demikan rupa
sahingga mencegah penggunaan secara lestari untuk suatu tujuan yang
direncanakan.
Kelas kesesuaian lahan merupakan pembagian lebih lanjut dari Ordo dan
menggambarkan tingkat kasesuaian dari suatu ordo. Tingkat dalam kelas
ditunjukkan oleh angka (nomor urut) yang ditulis di belakang simbol ordo.
Nomor urut tarsebut menunjukkan tingkatan kelas yang menurun dalam
suatu Ordo.
Pada dasarnya jumlah kalas dalam tiap Ordo tidak terbatas, tetapi
dianjurkan untuk memakai 3 (tiga) kelas dalam Ordo S dan 2 (dua) kelas
dalam Ordo N.
Lahan mempunyai pembatas yang lebih berat, tapi masih mungkin untuk
diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pangetahuan
sekarang ini dangan biaya yang rasional. Faktor-faktor pembatasnya
begitu berat sehingga menghalangi keberhasilan penggunaan lahan yang
lestari dalam jangka panjang.
Jika terdapat lebih dari satu faktor pembatas, maka pembatas yang
paling utama (dominan) ditempatkan lebih awal. Misal S2tn berarti lahan
tersebut mempunyai kelas S2 dengan faktor pembatas yang dominan,
yaitu t (lereng) dan faktor pembatas tambahan, yaitu n (ketersediaan
hara).
Seperti halnya satuan peta tanah, maka satuan peta lahan (SPL)
jarang yang benar-benar homogen, oleh karena itu dibedakan atas:
Selain SPL, dikenal pula istilah satuan evaluasi lahan (SEL) yang
merupakan satuan yang menawarkan kemungkinan yang sama untuk tipe
penggunaan lahan yang spesifik. Hubungan antara SPL dan SEL disajikan
dalam Gambar 8.1.
Data yang diperlukan dalam evaluasi lahan meliputi data iklim,
tanah (termasuk lereng, relief, drainase dan lain-lain) serta S data
tanaman. Data iklim meliputi data stasiun, iklim (nama, lokasi, elevasi dan
sebagainya), serta data curah-hujan, suhu, lengas, evaporasi (rata-rata
bulanan dan tahunan).
kesesuaian lahan aktul disebut juga kesesuaian lahan saat ini (current
suitability) atau kesesuaian lahan alami. Kesesuaian ini menunjukan
kesesuaian pada kondisi saat dilakukan evaluasi lahan, tanpa perbaikan
yang berarti dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi kendala atau faktor pembatas yang ada dalam suatu lahan
(satuan peta lahan).
+ perbaikan dapat dilakukan dan akan dihasilkan kenaikan kelas satu tingkat lebih
tinggi (S3 menjadi S2)
+++ kenaikan kelas tiga tingkat lebih tinggi (N1 menjadi S1)
8.4 Hasil Evaluasi Kesesuaian Lahan
Hasil evaluasi lahan menurut FAO (1976) biasanya mencakup beberapa
jenis informasi seperti dikemukakan di bawah ini, dimana cakupan
masing-masing informasi tersebut tergantung dari skala dan intensitas
kajian.
1. Kaitan fisik, sosial dan ekonomi yang mendasari dilakukannya
evaluasi. Hal ini menyangkut data dan asumsi.
2. Deskripsi tipe pengunaan lahan atau macam utama penggunaan lahan
yang relevan dengan daerah survei. Semakin intensif tingkat kajian,
semakin detail dan akurat deskripsi tersebut.
3. Peta, tabel dan bahan-bahan berupa naskah harus memperlihatkan
tingkat kesesuaian satuan peta lahan dari masing-masing macam
penggunaan lahan yang dinilai, beserta kriteria pencirinya. Masing-
masing macam penggunanan lahan dievaluasi secara terpisah. Contoh
peta keseuaian lahan disajikan dalam Gambar 8.2 dan Tabel 8.8.
4. Spesifikasi tingkat pengelolaan dan perbaikan masing-masing LUT
harus ditentukan untuk setiap satuan peta lahan (SPL) yang sesuai.
Semakin detail survei, semakin rinci dan semakin akurat pula
spesifikasi tersebut. Pada survei semi-detail kebutuhan akan drainase
harus dijelaskan, sedangkan pada survei detail, sifat dan biaya
pembuatan saluran drainase harus dikemukakan.
5. Analisis ekonomi dan sosial sebagai akibat beragamnya jenis
penggunaan lahan yang dipertimbangkan.
6. Data dan peta dasar yang menjadi pertimbangan dalam evaluasi.
Hasilnya, terutama klasifikasi kesesuaian lahan, didasarkan pada
berbagai informasi yang penting bagi pengguna individu. Informasi-
informasi tersebut harus tersedia baik sebagai lampiran dari laporan
utama atau sebagai dokumentasi tersendiri.
7. Informasi tingkat kepercayaan dari estimasi kesesuaian lahan.
Informasi ini berkaitan langsung dengan keputusan perencanaan. Juga
membantu langkah-langkah ke arah perbaikan klasifikasi kesesuaian
lahan berikutnya, dengan menunjukan beberapa kelemahan dari data
dan aspek-aspek yang harus dilengkapi dalam penelitian selanjutnya.
8.5 Prosedur Evaluasi Lahan
Menurut FAO (1976), kegiatan utama dalam evaluasi lahan adalah sebagai
berikut:
1. Konsultasi pendahuluan
2. Identifikasi jenis penggunaan lahan yang dipertimbangkan dan
persyaratan-persyaratan yang diperlukan
3. Deskripsi satuan peta lahan dan kualitas lahan
4. Pembandingan penggunaan lahan dengan lahan
5. Klasifikasi kesesuaian lahan
6. Penyajian hasil evaluasi
7. Di bawah ini diuraikan lebih rinci masing-masing kegiatan tersebut.
Tujuan evaluasi.
Data dan asumsi yang akan digunakan sebagai dasar dalam
melakukan evaluasi.
Luasan dan batas daerah yang akan dievaluasi.
Jenis penggunaan lahan yang yang relevan untuk dipertimbangkan.
Penetapan untuk menggunakan pendekatan dua tahap atau
paralel.
Jenis klasifikasi kesesuaian lahan yang akan di gunakan.
Skala dan intensitas survei.
Tahap-tahap kegiatan dalam evaluasi.
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xx
-l
9.3.2 Kelas II
9.3.4 Kelas IV
Tanah-tanah dalam kelas IV mempunyai kendala yang sangat berat
sehingga membatasi pilihan penggunaan atau memerlukan tindakan
pengelolaan yang sangat hati-hati atau keduanya.
9.3.5 Kelas V
Tanah-tanah dalam keras V tidak atau sedikit memiliki bahaya erosi, tetapi
memiliki pembatas lain yang sulit dihilangkan sehingga pilihan
penggunaannya menjadi sangat terbatas, yaitu untuk padang rumput,
padang penggembalaan, hutan produksi atau suaka-alam.
9.3.6 Kelas Vl
Tanah-tanah dalam kelas VII memiliki pembatas yang berat sehingga tidak
sesuai untuk pertanian dan penggunaannya sangat terbatas untuk padang
rumput, hutan produksi dan suaka-alam.
Contoh lahan kelas VIII adalah tanah-tanah yang telah rusak atau
sangat terdegradasi (badland), tanah-tanah dengan singkapan batuan,
pantai berpasir, tempat pembuangan sisa-sisa bahan tambang dan lahan-
lahan hampir gundul lainnya.
9.6.1 lklim
Ada dua komponen iklim yang paling mempengaruhi kemampuan lahan,
yaitu temperatur dan curah hujan. Di daerah tropis, faktor yang
memengaruhi temperatur udara adalah elevasi (ketinggian tempat dari
permukaan laut). Braak (1928) dalam Mohr et al (1972) berdasarkan hasil
penelitiannya di Indonesia memprediksi suhu menggunakan persamaan
berikut:
T=26.30C - 0.61h
Keterangan:
T = temperatur (0C);
A = < 3% (datar)
F = 45 – 65%(curam)
Kerusakan erosi yang telah terjadi (erosi masa lalu) dibedakan atas:
e3 = agak berat (> 75% lapisan atas sampai < 25% lapisan bawah
hilang)
Bahan kasar dapat berada di dalam lapisan tanah atau di atas permukaan
tanah. Bahan kasar yang terdapat di dalam lapisan 20 cm atau di
bagian,atas tanah yang berukuran lebih besar dari 2 mm dibedakan
sebagai berikut:
Batu di atas permukaan tanah-tanah ada dua macam, yaitu batuan lepas
yang terletak di atas permukaan tanah (dalam bahasa Inggris disebut
stone), dan batuan tersingkap yang berada di atas permukaan tanah yang
merupakan bagian batuan besar yang terbenam di dalam tanah.
Pengelompokan batuan diatas permukaan tanah adalah sebagai berikut:
a. Batuan lepas, adalah batu yang tersebar di atas permukaan tanah dan
berdiameter > dari 25cm (berbentuk bulat) atau bersumbu memanjang
lebih dari 40 cm (berbentuk pipih). Penyebaran batuan lepas di atas
permukaan tanah dikelompokkan sebagai berikut
b0 = tidak ada (<0,01 % luas areal).
b1 = sedikit (0,01% - 3% permukaan tanah tertutup); pengolahan
tanah dengan mesin agak terganggu tetapi tidak mengganggu
pertumbuhan tanaman.
b2 = sedang ,(3% -15% permukaan tanah tertutup); pengolahan tanah
mulai agak sulit dan luas daerah produktif berkurang.
b3 = banyak (15% - 90% permukaan tanah tertutup); pengolahan
tanah dan penanaman menjadi sangat sulit.
b4 = sangat banyak ( >90% permukaan tanah tertutup); tanah sama
sekali tidak dapat digunakan untuk produksi pertanian.
b. Batuan tersingkap (rock). penyebaran batuan tersingkap
dikelompokkan sebagai berikut:
bo = tidak ada (< dari 2% permukaan tanah tertutup).
b1 = sedikit (2%- 10% permukaan tanah tertutup); pengolahan tanah
dan penanaman agak terganggu.
b2 = sedang ,(10%-50% permukaan tanah tertutup); pengolahan
tanah dan penanaman terganggu.
b3 = banyak, (50% - 90% permukaan tanah tertutup); pengolahan
tanah dan penanaman sangat terganggu.
b4 = sangat banyak (> 90% permukaan tanah tertutup); tanah sama
sekali tidak dapat diolah.
2. Bahaya Banjir/Genangan
3. Salinitas (g)
X
KLASIFIKASI KAPABILITAS
KESUBURAN TANAH
Untuk mengatasi kendala ini, sekitar 30-an tahun yang lalu telah
dikembangkan sistem FCC untuk mengintepretasi taksonomi tanah dan
sifat-sifat tanah tambahan sehingga relevan dengan pertumbuhan
tanaman (Buol et al., 1975; Buol and Couto, 1981; Sanchez et al., 1982).
FCC pada skala nasional dan provinsi telah digunakan secara luas
di beberapa negara seperti Brasil, Venezuela, Taiwan, Amerika serikat,
Tailand, Peru, Kamboja, Indonesia dan lain-lain. Di Indonesia, FCC antara
lain digunakan dalam penyusunan basis-data dan informasi potensi
sumber daya tanah pada skala semi-detail (1 : 50.000) dalam proyek LREP
II-part C untuk beberapa daerah di Kalimantan, Jawa, dan Nusa Tenggara
(Tim Kelti Kesuburan Tanah, 1995). Dalam survei tersebut klasifikasi
tanah dilakukan hingga kategori seri.
BS7 dan BS8,2 = persen kejenuhan basa dalam larutan penyangga masing-
masing pada pH 7 dan 8,2.
Modifier adalah sifat tanah yang menjadi faktor pembatas atau kendala
kesuburan tanah. Terdapat beberapa penciri yang digunakan dalam
modifier (Tabel 10.1). Penciri yang disebutkan pertama adalah yang
sebaiknya digunakan bila data tersedia, tetapi apabila data tidak tersedia
dapat juga digunakan penciri yang disajikan selanjutnya. Masing-masing
kondisi modifier ditulis dengan huruf kecil. Tanda + dan - (+ dan - yang
ditulis diatas atau sebagai tanda pangkat) menunjukkan, ungkapan lebih
besar atau lebih kecil dari modifier tersebut.
XI
PENDEKATAN PARAMETRIK UNTUK
EVALUASI LAHAN
11.1 Pendahuluan
Istilah pendekatan atau sistem parametrik untuk evaluasi lahan pertama
kali diusulkan oleh Require et al. (1970 dalam Sys et al., 1991). Sistem ini
merupakan sistem klasifikasi pembagian lahan atas dasar pengaruh atau
nilai ciri lahan tertentu dan kemudian mengkombinasikan pengaruh-
pengaruh tersebut untuk menyimpulkan tingkat kesesuaiannya.
Menurut Young (1976), telah dilakukan berbagai upaya untuk
menemukan sistem yang dapat memberikan indeks produktivitas atau
pengharkatan (rating) menggunakan metode parametrik. Dalam metode
tersebut, pengaruh dari lahan individu atau karakteristik tanah dinilai
secara individu, kemudian dikombinasikan secara matematika. Beberapa
di antaranya adalah Indeks Storie (Storie Index Rating) yang
dikembangkan diCalifornia pada tahun 1950 dan 1954; metode
pengharkatan produktivitas tanah yang diusulkan oleh Riquier et al. pada
tahun 1970; serta Sys dan Frankart pada tahun 1971. Borden dan
Warkentin mengembangkan Sys dan Frankart untuk daerah tropis dan
pengharkatan irigasi tanah di daerah Antiqua, India Barat pada tahun
1974.
Keterangan:
H = lengas;
D = drainase;
T = tekstur/struktur tanah
M = cadangan mineral.
Kombinasi yang ideal dari ciri tanah dan lokasi diharapkan akan
mencapai nilai maksimum pada lahan-lahan subur dan berangsur-angsur
menurun untuk lahan-lahan yang lebih miskin.
SIR= A x B x C x X
Keterangan:
C = lereng dan
Untuk beberapa tanah, lebih dari satu dari kondisi X tersebut yang
digunakan untuk menentukan pengharkatan. Pengharkatan 100 %
menunjukan kondisi yang sangat sesuai (menguntungkan) untuk
produyksi tanaman secara umum. Nilai persen yang lebih rendah
menunjukan kondisi yang kurang menguntungkan. Nilai faktor dalam
persen dipilih dari tabel yang disiapkan dari data dan pengamatan yang
menghubungkan sifat tanah dengan pertumbuhan dan hasil tanaman. Dari
Tabel 11.1 disajikan faktor-faktor yang dipertimbangkan beserta nilainya
menurut Storie (1944,dalam Sitorus, 1985).
Masing-masing faktor dinyatakan sebagai persen tetapi dalam
perkalian dinyatakan dalam bentuk desimal. Indeks akhir dinyatakan
dalam persen.
Faktor A : Tanah upland coklat Seri Altamont, bahan induk napal (shale),
batuan induk pada kedalaman 90 cm, profit grup VIII sehingga mempunyai
nilai 70 %.
Keterangan :
B; D = drainase; H = kadarairtanah.
***
XII
EVALUASI LAHAN SISTEM KOMPUTER
Dalam ALES jika suatu satuan peta yang dinyatakan secara fisik
tidak sesuai, maka satuan peta tersebut tidak akan dievaluasi secara
ekonomi. Lahan-lahan yang secara ekonomi tidak termasuk N2, dapat
dianalisis menggunakan evaluasi fisik untuk membagi lahan ke dalam
tingkat kesesuaian. Keuntungannya adalah bahwa kesesuaian fisik tidak
berubah dengan cepat. Namun, evaluasi tersebut juga memiliki kerugian,
diantaranya:
Gross Margin.
Prediksi keuntungan ekonomi didasarkan pada prediksi jumlah
pendapatan dikurangi jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan pada
suatu luasan lahan tertentu (misalnya per hektar) dalam jangka
waktu tertentu suatu proyek/usaha tani (misalnya per tahun),
tanpa mempertimbangkan harga lahan usaha. Gross margin
merupakan pendapatan hasil pertanian (produksi x. harga)
dikurangi biaya produksi.
Net present Value (NPV).
NPV dari suatu tipe penggunaan lahan (TPL) merupakan nilai
pendapatan sekarang (akhir usaha) dikurangi nilai biaya sekarang.
NPV adalah nilai uang sekarang yang diperoleh sebagai hasil
penerapan suatu TPL pada suatu luasan tertentu selama waktu
penggunaan lahan tersebut, bukan per tahun pembukuan seperti
pada gross margin.
Benefit - Cost Rasio.
B/C ratio merupakan nilai pendapatan sekarang di bagi dengan
nilai biaya sekarang. (Jika nilai B/C ratio <1, maka biaya lebih
besar dari pendapatan; B/C ratio = 1, biaya sama dengan
pendapatan; dan B/C ratio >1, maka pendapatan lebih besar dari
biaya).
Internal Rate of Return (IRR)
IRR merupakan besarnya potongan agar nilai pendapatan
sekarang sama dengan nilai biaya sekarang. Apabila IRR lebih
tinggi dari bunga bank, maka TPL yang diterapkan pada satuan
peta tersebut adalah menguntungkan. Secara matematis, IRR
adalah discount rate (bunga) dimana NPV adalah positif. IRR
merupakan positif risiko keuangan suatu TPL. Dengan demikian,
semakin tinggi IRR risiko semakin berkurang karena pendapatan
lebih pasti.
Discounted Cash Flow
Jumlah nilai uang sekarang yang lebih kecil dari yang akan datang
sesuai dengan besarnya bunga pinjaman yang berlaku.
Catatan:
Sekali pun B/C > 1 dan nilai NPV positif, belum menjamin bahwa
proyek tersebut menguntungkan.
Perlu dicek dengan besaran lain, yaitu IRR.
Hal ini penting terutama jika proyek tersebut menggunakan dana
pinjaman. Nilai rupiah yang diinvestasikan harus menghasilkan
nilai rupiah yang lebih tinggi untuk jangka waktu tertentu.
IRR (dinyatakan dengan %) merupakan tolok ukur keberhasilan
proyek.
Jika IRR > b (tingkat bunga pinjaman) dalam kondisi NPV = 0 dan
B/C >1, maka proyek tersebut lebih menguntungkan.
Dalam model ALES, tipe penggunaan lahan (TPL) dapat memiliki berbagai
jumlah keluaran dengan berbagai jumlah tanaman dari masing-masing
keluaran dalam suatu cakrawala perencanaan. Masukan dialokasikan
untuk tahun-tahun spesifik dalam perencanaan atau mungkin
berhubungan dengan tingkat produksi dari berbagai keluaran. ALES dapat
menganalisis biaya ekonomi dari rotasi, sistem tumpang-sari dan
multiplecropping.
ALES tidak dapat mengestimasi hasil melalui simulasi model yang dinamik
atau model statisik empiris. Dalam hal ini, pelaku evaluasi lahan
menggunakan data riwayat produksi dari lahan yang dievaluasi, model
atau pertimbangan ahli (expert judgment) untuk menentukan hasil optimal
dari setiap keluaran masing-masing TPL. Pelaku evaluasi lahan juga dapat
menentukan bagaimana hasil optimal diturunkan pada lahan yang kurang
optimal, baik melalui faktor pembatas hasil atau faktor yang melipat
gandakan hasil untuk kualitas lahan yang dapat mempengaruhi hasil.
Selain itu, pelaku evaluasi dapat menggunakan pohon heputusan produksi
yang sebanding atau sepadan..(a proportional yield decision tree) dan
kualitas lahan. Penentuan faktor-faktor hasil ini atau pembuatan hasil dan
pohon keputusan aspek penting evaluasi ekonomi ALES.
***
XIII
PELAPORAN
Dalam Laporan Akhir, sebaiknya data dan peta hasil diskusi telah
dibahas dengan cermat bersama tim korelator sehingga kesalahan-
kesalahan yang ada telah dapat direvisi.
Tahap I (Persiapan)
Laporan tahap III merupakan laporan konsep akhir yang sudah dilengkapi
data analisis, akan tetapi masih memerluka perbaikan-perbaikan sesuai
dengan saran-saran tim korelasi/evaluasi. Dalam evaluasi ini dilakukan
korelasi akhir terhadap klasifikasi tanah (satuan tanah/satuan taksonomi
tanah). Bagan (outline) dari laporan tahap III disajikan dalam Tabel 12.8.
Jenis dan format peta dikemukakan oleh Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat (1995) sepedi di bawah ini.
1. Jenis Peta
a. Peta penunjang
1. Peta situasi yangmenggambarkan situasi daerah survei.
2. Peta indeks, terdiri atas indeks peta dasar dan jalur (garis) terbang
foto udara dan atau indeks citra satelit lain yang meliput daerah
survei.
3. Peta iklim menurut Oldeman et al (1975 -1980), Schmidt
&Ferguson (1951) dan neraca air menurut Thornwaite dan Mather
(1957).
4. Peta geologi yang dikutip dari peta georogi Direktorat Geologi,
Bandung.
b. Peta utama
Penyajian peta utama dibedakan menurut tahap pelaporan
(persiapan kemajuan, konsep akhia akhir).
Laporan persiapan terdiri atas :
1. Peta landform (wujud lahan) hasil interpretasi foto udara
2. Peta vegetasi dan pertanian
3. Peta rencana pengamatan tanah (dapat disatukan dengan peta
landform)
a. Peta berseri, mengacu kepada peta Rupa Bumi baku yaitu : (i). Peta
Tanah Tinjau skala 1:250.000 ukuran format 1o 3o’ x 10 0’ (ii). Peta
Tanah Semi detail skala 1:100.000 ukuran format 30' x 30', 1:50.000
ukuran format 15' x 15' (iii). Peta Tanah Detail skala 1:25.000 ukuran
format 7'30" x 7'30"
b. Peta kelompok dibuat atau disajikan menurut pembagian
administratif dan dibedakan atas: (i) Peta Tanah Tinjau skala
1:250.000: propinsi, kabupaten, kecamatan; (ii) Peta Tanah Semi detail
skala 1: 100.000-1:50.000: kabupaten, kecamatan; (iii) Peta Tanah
Detail skala 1:25.000: kecamatan.
c. Peta kelompok menurut daerah survei atau wilayah survei,
tergantung pada tingkat pemetaan dan skala peta tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Balsem, T and P. Buurman, 1988. “Jenis Analisa Kimia dan Fisika yang
Disyaratkan untule Klasifikasi Tanah. Lap. Tenis No. 11a. Versi 1.1."
Puslitan-LREP.
Buol, S. W., R. J. Southard , R.C. Graham and P.A. McDaniel, 2003. Soil
Genesis and Classification, 5th ed. Iowa state University Press. pp 494.
Buol, S.W., Couto, W., 1981. Soil Fertility Capability Assessment for Use in
The Humid, Tropics. In : Greenland, D.J. (Ed.), Characterization of
Soils in Relation to their Management for Crop Production: Examples
from the Humid Thopics. Clarendon Press, London, pp. 254-261.
Buol, S,W., Sanchez, P.A., Cate, R.8., Granger, M.A., 1975. Soil Fertility
Capability Classification. In: Bornemisza, E., Alvarado, A. (Eds.), Soil
Management in Tropical America. North Carolina State University,
Raleigh, pp. 126 - 141.
Dent, D, and A. Young, 1981. Soil Survey and Land Evaluation. George Allen
and Unwin. London.
Djaenudin. D., Marwan H., Hidayatullah, K. Nugroho, E.R. Jordens, AJ.J. v.d.
Eelaart and D.G. Rossiter, 1997. "Standard Procedures for Land
Evaluation”. Technical Report No. 18 Version 3.0 LREP-II part C.
CSAR, Bogor.
Djaenudin, D. dan M. Hendrisman, 2005."Evaluasi Lahan Secara
Kuantitatif: Studi Kasus pada Tanaman Jagung, Kacang Tanah dan
Kacang Hijau di Daerah paguyaman, Kabupaten Boalemo, Provinsi
Gorontalo." Jurnal Tanah dan Lingkungan. Vol 7 No. 1: 27-35
Dorronsoro, C., 2006. Soil Evaluation; The Role of Soil Science in Land
Evaluation Available at URL
HTTP://edafologia.ugr.es/comun/congres/cartart.htm. Diakses tgl
30 Januari 2006
FAO, 1976. "A Framework for Land Evaluation" FAO Soil Bulletin 32. Soil
Resources Management and Conservation Service Land and Water
Development Division. Rome, Italy: FAO
FAO, 1995. "Planning for Sustainable Use of Land Resources: Towards A New
Approach." FAO Land and Water Bulletin 2. Food and Agriculture
Organization of the United Nations, Viale belle Terme di Caracalla,
00100 Rome, Italy.
Fanning D.S. and M.S.B. Fanning, 1989. Soil Morphology, Genesis and
Classification. John Wiley & Sons. New York.
Forbes, T.R., Rossiter, D., & Van Wambeke, A. 1982. Guidelines for
Evaluating the Adequacy of Soil Resource Inventories. 1987 Printing
ed. SMSS Technical Monograph #4, Ithaca, NY: Cornell University
Department of Agronomy.
Goosen, D., 1967. "Aerial photo Interpretation in soil survey.” FAO Bulletin
No. 6. FAO, Rome.
ISRIC, FAO, ISSS, 1998. "World Reference Base for Soil Resources," FAO
Landon, J.R. (Ed.) 1984. Booker Tropical SoiI Manual. A Handbook for Soil
Survey and Agricultural Land Evaluation in The Tropics and
Subtropics. Booker Agriculture International Limited. London.
Rayes, M.L., 1994. “Foto Udara dalam pemetaan Tanah. Jur. Tanah, Fak.
pertanian, Unibraw”.Diktat Kuliah
Rossiter, D.G. & van Wambeke. A.R., 1995 ALES (Automated Land
Evaluation System) version 4.5 User’s Manual. SCAS Teaching Series
No. T93-2 Revision 5. Cornell University Departement of Soil, Crop &
Atmospheric Science,Ithaca, NY.
Sanchez, P.A., Couto, W., Buol, . S.W., 1982. The Fertility Capablity so
Classification System: Interpretation Applicability and Modification.
Geoderma 27, 283- 309.
Sichra, U. Wood, 1994. SHDE4 ver 2.0. "A site and Horizon Data Base Using
Data Ease 4.2.” Technical Report No. 12. Ver. 2.0. CSAR, Bogor.
Sitorus, S.R.P., 1986. Survei Tanah dan Penggunaan Lahan. Lab. Survei
Tanah dan Evaluasi Lahan, Jur. Tanah ,IPB
Soil Survey Division staff. 1993. “Soil survey Manual. Soil Conservation
Service." U.S.Department of Agriculture Handbook 18.
Soil Survey Staff. 1999. National Soil survey Handbook, title 430-VI. USDA -
Naturai Resource Conservation Service. US Government printing
Office. Washington DC, USA.
Soil Survey Staff. 2003. The Keys to Soil Taxonomy, Ninth Edition. USDA,
Natural Resources Conservation Service.
Soil Survey Staff. 1999. Soil Taxonomy: A Basic System of Soil Classification
for Making and Interpreting Soil Surveys, 2nd edition . Agriculture
Handbook No. 436. Washington: United States Department of
Agriculture.
Soil Survey Team, FP Unibraw., 1982. "Soil Survey Kali Sereng Watershed
Area (DAS KaIi Konto - East Java). " An Interim Report. NUFFIC -
UNIBRAW Soil Science Project. Malang.
Sys C., E. Van Ranst, J. Debaveye, and F. Beernaert, 1993. Land Evaluation
Part I - III Crop Requirements. International Training Centre for Post-
Graduate Soil Scientists University Gent. Agricultural Publication - No.
7.
Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1994. Survei dan Pemetaan
Sumberdaya Lahan untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering
dan Konservasi Hutan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Bagian
Proyek Pengelolaan Sumberdaya Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat.
Tim Survei Tanah DAS Brantas, Puslittan, 1988. Laporan Survei dan
Pemetaan Tanah Detil DAS Brantas Hulu, Kab. Malang, Blitar,
Tulungagung dan Trenggalele Propinsi Jawa Timur. Proyek
Pertanian Lahan Kering dan Konservasi Tanah. Bappeda Jatim-
Puslittan Bogor.
Tisdale, S.L., Nelson, W.L., & Beaton, J.D. 1985. Soil Fertility and Fertilizers,
4th ed. New York: Macmillan.
van Diepen, C.A., Van Keulen, H., Wolf, J., & Berkhout, J.A.A. 1991. Land
Evaluation: from Intuition to Quantification, in Advances In Soil
Science, Stewart, B.A., Editor. New york: Springer. p. 139-204.
van Wambeke, A. and T. Forbes, 1986 (Eds). Guidelines for Using Soil
Taxonomy in the Names of Soil Map Units. SMSS Technical
Monograph no. 10. SMSS-SCS, USDA- Cornell University.
Wood, S.R. and F.J. Dent, 1983. LECS, A Land, Evaluation Computer System.
Methdodology. Min. Agric. Govt. Of Indonesia/ FAO,
AGOF/INS/78/006. Manual 5.
Young, A., 1976. Tropical Soils and Soil Survey. Cambridge University Press.
Cambride.
Sejak tahun 1980-an, penulis ikut terlibat dalam berbagai kegiatan survei
dan pemetaan tanah di beberapa daerah di Indonesia, mulai dari proyek
P3MT, LREP I hingga LREP II.
Buku yang sudah diterbitkan adalah Tanah Sawah, (bersama prof.Dr. Ir. H.
Sarwono Hardjowigeno, M.Sc.), Deskripsi ProfiI Tanah di Lapangan.
l