You are on page 1of 5

Nama : Fransisca Nike C

NRP : 3133285
Kelas : Kp - L

Mengembalikan Peran Partai Politik


Sumber : http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/12/04/03/m1svbm-mengembalikan-
peran-partai-politik
Oleh : Fika Apriani

Partai politik (Parpol) adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk
dengan tujuan khusus (wikipedia). Sementara, dalam Islam istilah partai politik (Hizbun Siyasiy)
berasal dari kataHizb dan Siyasah.

Imam al-Qurthubiy dalam tafsirnya memaknai kata hizb dalam surat al-Maidah ayat 56, Al-
Mukminun ayat 53, dan Mujadilah ayat 19, sebagai penolong, sahabat, kelompok (fariq), millah,
kumpulan orang (rohth). Sementara itu, dalam kamus Al-Muhit disebutkan, “Sesungguhnya
partai adalah sekelompok orang. Partai adalah seorang dengan pengikut dan pendukungnya yang
punya satu pandangan dan satu nilai.’’

Siyasah/politik sendiri adalah melakukan sesuatu yang memberi mashlahat padanya (Lisanul
Arab, Ibn Mandzur). Sehingga, definisi Parpol adalah suatu kelompok yang terorganisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, cita-cita dan tujuan yang sama dalam
rangka mengurusi urusan rakyat (hizbut-tahrir).

Sejak merebaknya kasus korupsi akhir-akhir ini yang menjerat banyak nama pejabat pemerintah
dan tersangkutnya salah satu partai besar, membuat kepercayaan masyarakat terhadap partai
politik kian menurun. Sebuah survei yang dilakukan oleh Centre of Strategic and International
Studies (CSIS) 16-24 Januari 2012 lalu, menemukan fakta bahwa mayoritas rakyat tidak lagi
percaya kepada partai politik, hasilnya yaitu sekitar 87,4 persen. Angka ini mirip dengan survei
sebelumnya yang dilakukan oleh LSI akhir tahun lalu. Survei tersebut menyatakan bahwa
kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap partai politik anjlok, hanya tinggal 23,4 persen saja.

Tidak salah jika beberapa waktu lalu, salah satu media massa ternama di tanah air, Republika,
bekerjasama dengan PSKN Fakultas Hukum Unpad mengadakan sebuah forum yang
mengangkat tema "Partai Politik Masih Perlu Ga Sih?" Mempertanyakan kelayakan partai politik
untuk hidup di tengah-tengah masyarakat.

Seperti yang nampak di hadapan mata, saat ini peran partai politik sudah bergeser. Tidak lagi
sebagai penyalur aspirasi masyarakat, pemberi pencerdasan, serta pengontrol terhadap kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang merupakan fungsi sejati partai politik. Tetapi,
kondisi partai politik saat ini tidak ubahnya sebagai "ladang", untuk mencari kehidupan dan
kekuasaan. Korupsi yang melanda banyak anggota partai politik, maupun para wakil rakyat yang
membuat Undang-Undang tidak pro rakyat, merupakan cerminan mereka hari ini.

Munculnya perilaku partai politik yang demikian, tidak lain akibat dari sebuah mekanisme
politik alias sistem politik yang membuat partai-partai politik mau tidak mau berlaku demikian.
Biaya pemilu yang mahal, gaji yang tak seberapa setelah menjabat, menjadikan mereka sibuk
memutar otak bagaimana caranya mengembalikan uang yang telah mereka keluarkan dalam
pesta demokrasi, pemilihan umum.

Tidak salah jika ada guyonan yang mengatakan, bahwa pejabat pemerintah yang menduduki
kursi kekuasaannya selama 5 tahun, akan disibukkan di 3 tahun pertamanya mencari cara
mengembalikan uang yang mereka keluarkan selama pemilu. Sementara, di 2 tahun berikutnya,
memikirkan bagaimana mempersiapkan diri dan partai, untuk menghadapi pemilu yang akan
datang. Akhirnya, rakyat tidak terurus. Maka, pantas jika angka kemiskinan tiap hari semakin
meningkat.

Pemilu dan demokrasi merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Tanpa
pemilu, proses demokrasi tidak akan pernah berjalan. Tanpa biaya yang besar, pemilu juga tidak
bisa dilaksanakan. Itu artinya, demokrasi membutuhkan biaya yang besar. Maka, tidak salah jika
kita, partai-partai politik yang katanya memperjuangkan rakyat, melalui jalan demokrasi tidak
akan mampu menjalankan fungsinya sebagai sebuah badan yang mengurusi urusan umat;
Penyalur aspirasi umat, pencerdas dan pengontrol pemerintah.

Parpol akan disibukkan dengan bagaimana mengembalikan modal yang selama ini dikeluarkan
untuk pemilu dan bagaimana caranya agar di pemilu selanjutnya rakyat masih mau untuk
memilih sehingga kekuasaan saat ini tetap di tangan atau bahkan bisa lebih tinggi lagi.
Demokrasi inilah yang justru menggerus idealisme partai yang ingin memperjuangkan umat
tetapi malah menjadikan mereka sebagai alat politik untuk mendapatkan kekuasaan dalam
pemilu.

Tidakkah harusnya kita sekarang mempertanyakan demokrasi, yang oleh pencetusnya sendiri
yaitu Aristoteles dikatakan sebagai sebuah sistem yang gagal, masih harus dipertahankan untuk
menaungi kehidupan partai politik yang saat ini menjamur dimana-mana? Yang dengan
demokrasi, peran dan fungsi partai politik justru melenceng jauh dari yang seharusnya.

Perlu disadari bersama, bahwa kita sudah seharusnya mencampakkan sistem demokrasi ini. Kita
cari sistem politik lain, yang mampu mengembalikan peran dan fungsi partai politik ke rel yang
benar, sebagai penyalur aspirasi umat, pencerdas masyarakat, dan pengontrol pemerintah.
Sebuah sistem yang menjadikan partai politik bukan lagi sebagai kendaraan untuk meraih
kekayaan dan kekuasaan. Tetapi, bagaimana menjadikan partai politik sebagai pengontrol
penguasa agar kehidupan masyarakat tetap terjamin kesejahteraannya dengan memberikan
pencerdasan kepada masyarakat dan yang akan menjadi pendengar aspirasi masyarakat.
Apakah Fungsi Partai Politik di Indonesia?
Sumber : http://pkndisma.blogspot.com/2013/03/apakah-fungsi-partai-politik-di.html
Oleh : Rochimudin
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadwalkan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu)
2014 berlangsung hari Rabu tanggal 9 April 2014. Hal tersebut disampaikan Ketua KPU, Husni
Kamil Manik usai bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di kantor Presiden,
Senin (23/7). KPU juga telah menetapkan 10 partai politik peserta pemilu 2014. PBB dan PKPI
sedang berjuang melalui PT TUN untuk menjadi peserta pemilu 2014.
Yang berhak mengikuti pemilu legislatif yaitu partai politik yang telah lolos verifikasi KPU dan
ditetapkan sebagai peserta pemilu. Mari kita pelajari, apakah sebenarnya fungsi partai politik
khususnya di indonesia?

Menurut Miriam Budiardjo fungsi partai politik sebagai sarana: (i) sarana komunikasi politik, (2)
sosialisasi politik (political socialization), (3) sarana rekruitmen politik (political recruitment),
dan (4) pengatur konflik (conflict management). Keempat fungsi tersebut sama-sama terkait satu
dengan yang lainnya.

Sebagai sarana komunikasi politik, partai berperan sangat penting dalam upaya
mengartikulasikan kepentingan (interests articulation) atau “political interests” yang terdapat
atau kadang-kadang yang tersembunyi dalam masyarakat. Berbagai kepentingan itu diserap
sebaik-baiknya oleh partai politik menjadi ide-ide, visi dan kebijakan-kebijakan partai politik
yang bersangkutan. Setelah itu, ide-ide dan kebijakan atau aspirasi kebijakan itu disusun
sehingga dapat diharapkan mempengaruhi atau bahkan menjadi materi kebijakan kenegaraan
yang resmi.

Sebagai sarana sosialisasi politik (political socialization). Ide, visi dan kebijakan strategis yang
menjadi pilihan partai politik disosialisasikan kepada konstituen atau masyarakat untuk
mendapatkan ‘feedback’ berupa dukungan dari masyarakat luas. Terkait dengan sosialisasi
politik ini, partai juga berperan sangat penting dalam rangka pendidikan politik. Partai lah yang
menjadi struktur-antara atau ‘intermediate structure’ yang harus memainkan peran dalam
membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Misalnya,
dalam rangka keperluan memasyarakatkan kesadaran negara berkonstitusi, partai dapat
memainkan peran yang penting. Tentu, pentingnya peran partai politik dalam hal ini, tidak boleh
diartikan bahwa hanya partai politik saja yang mempunyai tanggungjawab eksklusif untuk
memasyarakatkan UUD. Semua kalangan, dan bahkan para pemimpin politik yang duduk di
dalam jabatan-jabatan publik, khususnya pimpinan pemerintahan eksekutif mempunyai
tanggungjawab yang sama untuk itu. Yang hendak ditekankan disini adalah bahwa peranan partai
politik dalam rangka pendidikan politik dan sosialisasi politik itu sangat lah besar.
Sebagai sarana rekruitmen politik (political recruitment). Partai dibentuk memang dimaksudkan
untuk menjadi kendaraan yang sah untuk menyeleksi kader-kader pemimpin negara pada
jenjang-jenjang dan posisi-posisi tertentu. Kader-kader itu ada yang dipilih secara langsung oleh
rakyat, ada pula yang dipilih melalui cara yang tidak langsung, seperti oleh Dewan Perwakilan
Rakyat, ataupun melalui cara-cara yang tidak langsung lainnya.

Tentu tidak semua jabatan yang dapat diisi oleh peranan partai politik sebagai sarana rekruitmen
politik. Jabatan-jabatan profesional di bidang-bidang kepegawai-negerian, dan lain-lain yang
tidak bersifat politik (poticial appointment), tidak boleh melibatkan peran partai politik. Partai
hanya boleh terlibat dalam pengisian jabatan-jabatan yang bersifat politik dan karena itu
memerlukan pengangkatan pejabatnya melalui prosedur politik pula (political appointment).

Untuk menghindarkan terjadinya percampuradukan, perlu dimengerti benar perbedaan antara


jabatan-jabatan yang bersifat politik itu dengan jabatan-jabatan yang bersifat teknis-administratif
dan profesional. Di lingkungan kementerian, hanya ada 1 jabatan saja yang bersifat politik, yaitu
Menteri. Sedangkan para pembantu Menteri di lingkungan instansi yang dipimpinnya adalah
pegawai negeri sipil yang tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang
kepegawaian.

Jabatan dibedakan antara jabatan negara dan jabatan pegawai negeri. Yang menduduki jabatan
negara disebut sebagai pejabat negara. Seharusnya, supaya sederhana, yang menduduki jabatan
pegawai negeri disebut pejabat negeri. Dalam jabatan negeri atau jabatan pegawai negeri,
khususnya pegawai negeri sipil, dikenal adanya dua jenis jabatan, yaitu jabatan struktural dan
jabatan fungsional.

Sebagai sarana Pengatur konflik adalah mengendalikan atau memanajemen suatu konflik (dalam
hal ini adanya perbedaan pendapat atau pertikaian fisik) mengenai suatu kebijakan yang
dilakukan pemerintah. Pengendalian atau manajemen konflik ini dilakukan dengan cara dialog,
menampung dan selanjutnya membawa permasalahan tersebut kepada badan perwakilan rakyat
(DPR/DPRD/Camat) untuk mendapatkan keputusan politik mengenai permasalahan tadi.

Demikianlah fungsi partai politik di Indonesia. Partai politik dibutuhkan oleh sebuah negara
demokratis yang didalamnya ada penyelenggaraan pemilihan umum yang bersih dan adil.
Namun partai politik yang menjunjung asas-asas demokrasi dan nilai-nilai yang dianut negara
atau masyarakatlah yang akan di sukai rakyat terutama pemilih. Maka berusahalah menjadi
partai politik yang dekat dengan rakyat dan memperjuangkan kebutuhan dan aspirasi rakyat
secara jujur dan adil.
Komentar :
Seperti yang sudah tertulis dalam artikel bahwa untuk Negara demokrasi Indonesia ini
sangat penting untuk memiliki parpol. Karena dengan adanya partai politi diharapkan sebagai
penyaring kader –kader yang memamng bermutu untuk membantu mengaspirasikan suara rakyat
di pemerintahan. Akan tetapi banyak sekali terjadi penyalahgunaan parpol sendiri sehingga
fungsi yang seharusnya demi rakyat menjadi kepentingan diri sendiri. Saat ini Parpol hanya
dianggap ebagai kendaraan menuju kursi jabatan di pemerintahan tidak lagi sebagai penyalur
aspirasi masyarakat, pemberi pencerdasan, serta pengontrol terhadap kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah yang merupakan fungsi sejati partai politik.

Saat ini wakil rakyat umumnya sibuk dengan perutnya sendiri tidak lagi perduli dengan
urusan rakyat, tetapi hal ini tidak bisa dipersalahakan 100% alasan fungsi parpol bergeser,
mengingat pembiayaan yang luar biasa besar saat mencalonkan diri dan pembiayaan dari
memilih partai tertentu, maka pada akhirnya saat menjabat hanya pusing untuk mencari cara agar
balik modal dan tidak akan mungkin mengingat visi misi yag diumbarkan saat kampanye dulu.

Masyarakat sekaran sudah tidak lagi mempercayai partai politik, karena masyarakat
menilai mereka hanya sibuk memenuhi kekayaan pribadi dan seperti yang kita tahu bahwa dunia
politik cukup kejam, yang salah bisa benar maka yang benar bisa jadi salah, semua tentang uang
yang berbicara.

Jika demikian fungsi parpol sebagai penyeleksi kader yang kompeten gagal total karena
yang partai perdulikan adalah pemasukan juga, jadi tidak salah masyarakat tidak mempercayai
parpol, kadang kala mungkin bertanya memangnya masih perlu ada partai politik,jika tidak ada
pembenahan atau pelurussan fungsi-fungsi parpol maka sampai kapan pun parpol hanya sebuah
lading mencari uang yang berkedok mengaspirasikan suara rakyat,

You might also like