You are on page 1of 12

52

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

1. Analisis Univariat

a. Kadar Ureum

Tabel 2. Hasil Analisis Univariat Kadar Ureum :


Tikus Kadar Ureum
percobaan
K (-) P1 P2 P3 P4
1
19.00 33.00 48.00 43.00 84.00
2
21.00 28.00 47.00 57.00 68.00
3
17.00 22.00 39.00 49.00 59.00
4
20.00 39.00 35.00 64.00 82.00
5
16.00 22.00 52.00 62.00 72.00
Mean 18.60 28.80 44.20 55.00 74.20
Stand.
0.92 3.27 3.12 3.96 4.69
deviation
Keterangan:
Kelompok K(-): Diberi pakan normal;
Kelompok P1: 25 mg/kgBB;
Kelompok P2: 50 mg/kgBB;
Kelompok P3: 100 mg/kgBB;
Kelompok P4: 200 mg/kgBB;

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kadar ureum pada kontrol positif adalah 18,60.

Sedangkan rata-rata kadar ureum pada perlakuan 1 adalah 28,80, pada perlakuan 2 adalah

44,20, pada perlakuan 3 adalah 55,00 dan pada perlakuan 4 adalah 74,20. Besarnya

peningkatan kadar ureum berbanding lurus dengan peningkatan dosis paraquat.


53

ureum
80

70

60

50

40
ureum
30

20

10

0
Kontrol Negatif Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Perlakuan 4

Ganbar 1. Grafik rerata kadar ureum

b. Kadar Kreatinin
Tabel 3.Hasil Analisis Univariat Kadar Kreatinin

Tikus Kadar Kreatinin


percobaan
P1 P3
K (-) P2 P4
1 0,9 2,6
0,2 1,9 4,4
2 1,4 3,6
0,3 2,2 6,2
3 1,2 2,9
0,4 2,4 5,3
4 1,3 3,4
0,3 1,8 3,0
5 1,7 2,4
0,6 3,1 4,2
Mean 0,36 1,30 2,28 2,98 4,62
Std. deviation 0,06 0,13 0,23 0,22 0,53
Keterangan:
Kelompok K(-): Diberi pakan normal;
Kelompok P1: 25 mg/kgBB;
Kelompok P2: 50 mg/kgBB;
Kelompok P3: 100 mg/kgBB;
Kelompok P4: 200 mg/kgBB;

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kadar kreatinin pada kontrol positif adalah 0,36.

Sedangkan rata-rata kadar kreatinin pada perlakuan 1 adalah 1,30, pada perlakuan 2
54

adalah 2,28, pada perlakuan 3 adalah 2,98 dan pada perlakuan 4 adalah 4,62. Besarnya

peningkatan kadar kreatinin berbanding lurus dengan peningkatan dosis paraquat.

Kreatinin
5
4.5
4
3.5
3
2.5
Series 1
2
1.5
1
0.5
0
Kontrol Negatif Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Perlakuan 4

Ganbar 1. Grafik rerata kadar ureum

2. Uji Normalitas

Tabel 7. Uji Normalitas


Kelompok Shapiro-Wilk
Keterangan
Perlakuan P
Kadar ureum Kontrol (-) 0,754 Data normal
Perlakuan 1 0,447 Data normal
Perlakuan 2 0,607 Data normal
Perlakuan 3 0,601 Data normal
Perlakuan 4 0,450 Data normal
Kadar kreatinin Kontrol (-) 0,492 Data normal
Perlakuan 1 0,977 Data normal
Perlakuan 2 0,455 Data normal
Perlakuan 3 0,641 Data normal
Perlakuan 4 0,961 Data normal

Dari hasil uji normalitas diperoleh nilai p untuk semua kelompok perlakuan adalah >0,05

sehingga dapat dikatakan semua data berdistribusi normal. Kemudian dilakukan dengan

uji homogenitas.
55

3. Uji Homogenitas

Tabel 8. Uji Homogenitas

Kadar ureum 0,036


Kadar kreatinin 0,017

Dari uji homogenitas menunjukkan kadar ureum dan kreatinin memiliki nilai p<0,05 yang

artinya varians data tidak homogen sehingga tidak dapat dilanjutkan dengan uji 0ne-way

Anova. Oleh karena itu, digunakan uji lainnya yaitu Kruskal Wallis.

4. Uji Analisis Bivariat

a. Uji Kruskal Wallis

Penghitungan uji Kruskal Wallis ( p < 0,05 ).

Tabel 9. Uji Kruskal Wallis

kadar kreatinin

Chi-Square 21.825

df 4

Asymp. Sig. .000

Hasil yang didapatkan pada uji varians p = 0,001 (p < 0,05) yang artinya terdapat

perbedaan rerata persentase kerusakan hepatosit yang bermakna pada lebih dari 2

kelompok percobaan, Sehingga dilanjutkan dengan uji U Mann Whitney.


56

b. Uji U Mann Whitney

Pada uji Kruskal Wallis didapatkan p < 0,05 sehingga dilanjutkan dengan uji U Mann

Whitney, adapun hasil yang didapatkan seperti tertera pada tabel 5.

Tabel 5. Hasil Uji U Mann Whitney Ureum


Kelompok
Kelompok Perlakuan p-value Keterangan
Perlakuan
kontrol Negatif Perlakuan 1 0,001 Bermakna
Perlakuan 2 0,001 Bermakna
Perlakuan 3 0,001 Bermakna
Perlakuan 4 0,001 Bermakna
Perlakuan 1 Perlakuan 2 1,5 Tidak Bermakna
Perlakuan 3 0,001 Bermakna
Perlakuan 4 0,001 Bermakna
perlakuan 2 Perlakuan 3 4 Tidak Bermakna
Perlakuan 4 0,001 Bermakna
perlakuan 3 Perlakuan 4 2 Tidak Bermakna

Berdasarkan tabel 5 diatas terlihat adanya pengaruh pemberian herbisida oral terhadap

peningkatan kadar ureum yang bermakna secara statistik pada kelompok K(-) dan

Perlakuan 1, K(-) dan Perlakuan 2, K(-) dan Perlakuan 3, K(-) dan Perlakuan 4, Perlakuan

1 dan Perlakuan 3, Perlakuan 1 dan Perlakuan 4, Perlakuan 2 dan Perlakuan 4 dengan

(p<0,05), tetapi pada kelompok Perlakuan 1 dan Perlakuan 2, Perlakuan 2 dan Perlakuan

3, dan Perlakuan 3 dan Perlakuan 4, tidak bermakna secara statistik (p>0,05)


57

Tabel 6. Hasil Uji U Mann Whitney Kreatinin

Kelompok
Kelompok Perlakuan Perlakuan p-value Keterangan
Kontrol Negatif Perlakuan 1 0,001 Bermakna
Perlakuan 2 0,001 Bermakna
Perlakuan 3 0,001 Bermakna
Perlakuan 4 0,001 Bermakna
Perlakuan 1 Perlakuan 2 0,001 Bermakna
Perlakuan 3 0,001 Bermakna
Perlakuan 4 0,001 Bermakna
perlakuan 2 Perlakuan 3 3,5 Tidak Bermakna
Perlakuan 4 1 Tidak Bermakna
perlakuan 3 Perlakuan 4 2 Tidak Bermakna

Berdasarkan tabel 6 diatas terlihat adanya pengaruh pemberian herbisida oral terhadap

peningkatan kadar kreatinin yang bermakna secara statistik pada kelompok K(+) dan

Perlakuan 1, K(+) dan Perlakuan 2, K(+) dan Perlakuan 3, K(+) dan Perlakuan 4,

Perlakuan 1 dan Perlakuan 2, Perlakuan 1 dan Perlakuan 3, dan Perlakuan 1 dan

Perlakuan 4 (p<0,05), tetapi pada kelompok Perlakuan 2 dan Perlakuan 3, Perlakuan 2

dan Perlakuan 4, dan Perlakuan 3 dan Perlakuan 4, tidak bermakna secara statistik

(p>0,05).

B. Pembahasan

Kadar ureum normal untuk tikus adalah 15 – 21 U/L (Fuadi Ahmad, 2009). Rata-rata

kadar ureum pada kelompok kontrol positif adalah 18,6 U/L yang berarti rata-rata kadar

ureum pada kelompok ini masih dalam rentang normal. Hal ini dikarenakan pada

kelompok kontrol positif tidak diberikan perlakuan apapun, hanya diberikan makanan

standar.
58

Ureum dalam darah atau biasa disebut urea nitrogen darah (Blood Urea Nitrogen/BUN)

merupakan hasil metabolisme protein normal. Reaksi dimulai dengan derivat asam amino

ornitin yang bergabung dengan satu molekul karbondioksida dan satu molekul amonia

untuk membentuk zat kedua, yaitu sitrulin. Sitrulin kemudian bergabung dengan molekul

amonia lain untuk membentuk arginin, yang kemudian dipecah menjadi ornitin dan ureum.

Ureum berdifusi dari sel hati ke cairan tubuh dan dikeluarkan melalui ginjal. Ornitin

dipakai kembali dalam siklus berulang-ulang (Guyton, 2008).

Kadar ureum dalam serum darah suatu individu hewan dapat dipengaruhi dua faktor.

Pertama, pengaruh patologis individu, contohnya para penderita gagal ginjal baik

congenital, akut, maupun kronis, penderita gagal jantung dan individu yang mengalami

kekurangan elektrolit dan cairan tubuh (baik karena muntah ataupun diare). Kedua,

perlakuan pada hewan, contohnya pada pemberian pakan dan exercise. Pemberian pakan

berprotein tinggi dapat menyebabkan peningkatan jumlah ureum dalam darah, asupan

protein yang tinggi meningkatkan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus hingga

20-30 persen sesaat setelah individu diberi pakan berprotein tinggi Exercise dapat

menyebabkan kadar ureum yang bervariasi di dalam darah, dan tidak selalu menandakan

kerusakan pada organ ginjal. Kenaikan kadar ureum dalam darah akan disepakati sebagai

akibat dari kerusakan ginjal hanya apabila disertai hasil pemeriksaan urine (urinalisis) dan

diperkuat dengan tanda-tanda klinis yang mendukung penentuan diagnosa (Meyer, 2004).

Kadar kreatinin normal untuk tikus adalah 0,2 – 0,8 U/L (Fuadi Ahmad, 2009). Rata-rata

kadar kreatinin pada kelompok kontrol positif adalah 0,36 U/L yang berarti rata-rata kadar

kreatinin pada kelompok ini masih dalam rentang normal. Hal ini dikarenakan pada
59

kelompok kontrol positif tidak diberikan perlakuan apapun, hanya diberikan pakan standar

secara ad libitum.

Kreatin disintesis di dalam hati dari metionin, glisin, dan arginin. Pada hewan normal,

hasil buangan kreatin adalah kreatinin yang sangat bergantung pada filtrasi glomerulus

(Guyton, 2008). Kadar kreatinin serum relatif tidak terpengaruh terhadap makanan, umur,

jenis kelamin, senam ataupun diet. Kreatinin diekskresikan seluruhnya dalam urin melalui

filtrasi glomerulus. Kadar kreatinin dalam darah dapat digunakan untuk mendiagnosis

adanya gangguan ginjal yaitu dengan mengukur laju filtrasi glomerulus. Kreatinin

merupakan indeks laju filtrasi glomerolus yang lebih cermat dibandingkan ureum karena

kecepatan produksinya terutama pada fungsi massa otot yang sedikit sekali mengalami

perubahan. Oleh karena itu pada kondisi normal, kreatinin dijumpai dalam urin dengan

konsentrasi sedikit. Konsentrasi dan ekskresi total harian kreatinin tetap konstan meskipun

ada perubahan pola makanan (Sumarny, 2006).

Herbisida paraquat merupakan salah satu xenobiotik. Xenobiotik adalah bahan kimia yang

terdapat di dalam tubuh namun tidak dibutuhkan/ diharapkan oleh tubuh makhluk hidup

atau terdapat dalam jumlah yang berlebihan. Jika terjadi penumpukan yang berlebihan

xenobiotik didalam tubuh maka akan mengakibatkan efek toksik bagi tubuh mahluk hidup

tersebut, Agar tidak bersifat toksik maka harus dieliminasi dari tubuh melalui melalui

urin, empedu, keringat dan udara ekspirasi. Metabolisme xenobiotik didalam tubuh dibagi

menjadi dua fase yakni fase reaksi non sintetik dan fase reaksi sintetik (konjugasi). Pada

fase non sintetik Terjadi pembentukan gugus fungsional atau perubahan gugus fungsional

yang sudah ada pada molekul xenobiotik, pada kondisi tertentu fase ini dapat merubah

senyawa inaktif menjadi senyawa aktif reaksi ini meliputi oksidasi, reduksi, dan hidrolisis.
60

Pada fase kedua yakni fase sintetik (konjugasi) dimana pada fase ini Terjadi

penggabungan molekul-molekul yang dihasilkan dari reaksi fase I, pada gugus

fungsionilnya dengan senyawa endogen (glukoronida, ester sulfat, glutation, asam amino

(glysine dan glutamin), asam asetat). Reaksi sintesis ini meliputi Glukoronidasi, Sulfatasi,

konjugasi dengan asam amino, Asetilasi (Devlin, 2006).

Semua reaksi oksidatif menghasilkan radikal bebas yang berasal dari oksigen yang berasal

dari produk sampingnya. Glutation tereduksi merupakan mekanisme pertahanan utama

terhadap radikal bebas oksigen dan metabolit toksik dari xenobiotik. Jejas dan nekrosis

dapat terjadi apabila mekanisme pertahanan ini dikalahkan (Robins, 2006)

Salah satu penyebab meningkatnya kadar ureum dan kreatinin adalah radikal bebas.

Radikal bebas merupakan mekanisme toksik dari paraquat. Peningkatan radikal bebas dan

ROS (reactive oxygen species) akan menyebabkan terjadinya kematian sel dimana isi-isi

sel yang keluar akan berikatan dengan protein fibronektin di dalam lumen tubular. Hal ini

akan menyebabkan penyumbatan berupa silinder sehingga kadar ureum dan kreatinin tidak

dapat dikeluarkan dengan baik, dan akan kembali beredar ke sirkulasi dan menyebabkan

tingginya kadar ureum dan kreatinin didalam tubuh (Michael, 2013).

Kematian sel dapat dipicu dari suatu proses inflamasi. Inflamasi ini dapat terjadi karena

jejas yang diperoleh dari beberapa sumber seperti zat toksik, logam berat, gangguan

metabolik dan infeksi. Meskipun dinilai merupakan suatu reaksi yang merugikan karena

merusak sel, reaksi inflamasi atau peradangan sebenarnya sangat berguna untuk

mempertahankan keseimbangan dan gangguan fungsi jaringan ( Assiam, 2014)

Sel epitel tubulus proksimal mempunyai kemampuan untuk melakukan perbaikan selnya

sendiri. Apabila terpapar zat toksik, sel yang tidak rusak dapat mengkompensasi kerusakan

dengan melakukan reepitelisasi. Sama halnya dengan sel yang tidak rusak, sel yang rusak
61

tapi mengalami nekrsis akan melakukan perbaikan dan adaptasi sel ( Schnellman, 2001).

Akan tetapi, zat toksik dengan dosis tertentu yang terakumulasi secara terus menerus akan

menyebabkan terganggunya proses tersebut sehingga sel tidak dapat lagi melakukan

kompensasi. Hal ini yang menyebabkan peningkana jumlah sel yang rusak dan

pengurangan jumlah sel yang diperbaiki, sehingga proses filtrasi dari bahan bahan sisa

metabolik tidak bisa dilakukan sehingga, zat sisa metabolik khususs nya ureum dan

kreatinin tetap tertahan didalam sirkulasi dan mengalami peningkatan jumlahnya.

Rata-rata kadar ureum dan kreatinin pada kelompok yang dipaparkan paraquat yaitu

perlakuan 1, 2, 3, dan 4 lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata kadar ureum dan

kreatinin pada kelompok kontrol positif yang hanya diberikan pakan standard. Selain itu

dapat dibuktikan bahwa, semakin tingginya kadar paraquat yang diarbsorpsi dalam tubuh,

makin tinggi pula kadar ureum dan kreatinin yang tertahan disirkulasi. Hal ini dapat

menyimpulkan bahwa, semakin tinggi kadar paraquat didalam tubuh, maka semakin tinggi

kerusakan yang ditimbulkan oleh mekanisme ROS dan mekanisme radikal bebasnya.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh pemberian paraquat oral terhadap

peningkatan kadar ureum dan kreatinin. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil uji hipotesis

Kruskal-Wallis yang didapatkan nilai p = 0,001 ( p < 0,05 ). Tapi setelah dilakukan uji

Mann-Whitney didapatkan peningkatan ureum yang tidak bermakna antara kelompok

perlakuan 1 dan 2 dimana didapatkan nilai p = 1,5 , juga pada kelmpok 2 dan 3 dengan

nilai p = 4 , dan kelompok perlakuan 3 dan 4 dengan nilai p = 2. Hal ini berarti pemberian

dosis paraquat kurang memiliki rentang karena memiliki nilai kerusakan yang hampir

sama dengan kelompok selanjutnya. Sama halnya dengan yang didapatkan pada nilai

kreatinin dimana terdapat kelompok yang memiliki nilai uji Mann Whitney yang tidak

menunjukkan nilai yang berarti. Ini terjadi pada kelompok perlakuan 2 dan 3 dimana nilai

p = 3,5 , kelmpok perlakuan 2 dan 4 dimana nilai p = 1, serta kelompok perlakuan 3 dan 4
62

yang memiliki nilai p = 2. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan dosis paraquat

memang menunjukkan nilai peningkatan yang berarti pada masing-masing dari

perlakuan,tapi masih kurang untuk memberikan nilai yang berarti mengenai hubungan

antara satu kelompok dan kelompok lainnya.

Peningkatan kerusakan yang terjadi antara kelompok kontrol dan perlakuan mulai dari

1,2,3 dan 4 memiliki peningkatan nilai dari ureum dan kreatinin. Hal ini tentunya mampu

menerima hipotesis bahwa terdapat pengaruh pemberian paraquat oral terhadap

penignkatan kadar ureum dan kreatinin pada tikus putih jantan galur Sparague dawley.

Dari hasil penelitian ini, didaharapkan pada pengaplikasiannya dimasyarakat, khususnya

sektor pertanian, membantu para petani dalam menghindari dari bahaya yang ditimbulkan

dari penggunaan Herbisida paraquat yang tidak sesuai. Penggunaan paraquat yang tidak

sesuai sudah dibuktikan dapat menimbulkan kerugian pada penggunanya. Sebagai

contohnya, seperti Herbisida paraquat ini, sudah tercantung didalam kemasan nya, bahwa

1,5 liter paraquat, digunakan dengan mencapurnya dengan larutan air 80 liter untuk

digunakan dalam 1 hektar lahan pertanian. Tidak diperkenankan menggunakan paraquat

dengan dosis lebih tinggi dan tidak sesuai anjuran dari produsen Herbisida tersebut.

Dengan penelitian ini diharapkan petani dalam menggunakan herbisida paraquat ini lebih

berhati hati dalam perhitungan dosisnya, dengan tidak memberikan dosis yang berlebihan

yang diluar ketentuan yang sudah dicantumkan pada produk. Karena penggunaan dosis

yang berlebih selain merusak kesehatan, juga dapat memperbesar biaya produksi. Selain

itu, petani juga harus mawas diri dengan selalu menggunakan alat pelindung diriyang

sesuai dan mencuci tangan setelah melakukan penyemprotan dengan paraquat, untuk

menghidari dari residu herbisida yang mungkin didapat pasca penggunaan herbisida

paraquat.
63

You might also like