Professional Documents
Culture Documents
A. HASIL
1. Analisis Univariat
a. Kadar Ureum
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kadar ureum pada kontrol positif adalah 18,60.
Sedangkan rata-rata kadar ureum pada perlakuan 1 adalah 28,80, pada perlakuan 2 adalah
44,20, pada perlakuan 3 adalah 55,00 dan pada perlakuan 4 adalah 74,20. Besarnya
ureum
80
70
60
50
40
ureum
30
20
10
0
Kontrol Negatif Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Perlakuan 4
b. Kadar Kreatinin
Tabel 3.Hasil Analisis Univariat Kadar Kreatinin
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kadar kreatinin pada kontrol positif adalah 0,36.
Sedangkan rata-rata kadar kreatinin pada perlakuan 1 adalah 1,30, pada perlakuan 2
54
adalah 2,28, pada perlakuan 3 adalah 2,98 dan pada perlakuan 4 adalah 4,62. Besarnya
Kreatinin
5
4.5
4
3.5
3
2.5
Series 1
2
1.5
1
0.5
0
Kontrol Negatif Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Perlakuan 4
2. Uji Normalitas
Dari hasil uji normalitas diperoleh nilai p untuk semua kelompok perlakuan adalah >0,05
sehingga dapat dikatakan semua data berdistribusi normal. Kemudian dilakukan dengan
uji homogenitas.
55
3. Uji Homogenitas
Dari uji homogenitas menunjukkan kadar ureum dan kreatinin memiliki nilai p<0,05 yang
artinya varians data tidak homogen sehingga tidak dapat dilanjutkan dengan uji 0ne-way
Anova. Oleh karena itu, digunakan uji lainnya yaitu Kruskal Wallis.
kadar kreatinin
Chi-Square 21.825
df 4
Hasil yang didapatkan pada uji varians p = 0,001 (p < 0,05) yang artinya terdapat
perbedaan rerata persentase kerusakan hepatosit yang bermakna pada lebih dari 2
Pada uji Kruskal Wallis didapatkan p < 0,05 sehingga dilanjutkan dengan uji U Mann
Berdasarkan tabel 5 diatas terlihat adanya pengaruh pemberian herbisida oral terhadap
peningkatan kadar ureum yang bermakna secara statistik pada kelompok K(-) dan
Perlakuan 1, K(-) dan Perlakuan 2, K(-) dan Perlakuan 3, K(-) dan Perlakuan 4, Perlakuan
(p<0,05), tetapi pada kelompok Perlakuan 1 dan Perlakuan 2, Perlakuan 2 dan Perlakuan
Kelompok
Kelompok Perlakuan Perlakuan p-value Keterangan
Kontrol Negatif Perlakuan 1 0,001 Bermakna
Perlakuan 2 0,001 Bermakna
Perlakuan 3 0,001 Bermakna
Perlakuan 4 0,001 Bermakna
Perlakuan 1 Perlakuan 2 0,001 Bermakna
Perlakuan 3 0,001 Bermakna
Perlakuan 4 0,001 Bermakna
perlakuan 2 Perlakuan 3 3,5 Tidak Bermakna
Perlakuan 4 1 Tidak Bermakna
perlakuan 3 Perlakuan 4 2 Tidak Bermakna
Berdasarkan tabel 6 diatas terlihat adanya pengaruh pemberian herbisida oral terhadap
peningkatan kadar kreatinin yang bermakna secara statistik pada kelompok K(+) dan
Perlakuan 1, K(+) dan Perlakuan 2, K(+) dan Perlakuan 3, K(+) dan Perlakuan 4,
dan Perlakuan 4, dan Perlakuan 3 dan Perlakuan 4, tidak bermakna secara statistik
(p>0,05).
B. Pembahasan
Kadar ureum normal untuk tikus adalah 15 – 21 U/L (Fuadi Ahmad, 2009). Rata-rata
kadar ureum pada kelompok kontrol positif adalah 18,6 U/L yang berarti rata-rata kadar
ureum pada kelompok ini masih dalam rentang normal. Hal ini dikarenakan pada
kelompok kontrol positif tidak diberikan perlakuan apapun, hanya diberikan makanan
standar.
58
Ureum dalam darah atau biasa disebut urea nitrogen darah (Blood Urea Nitrogen/BUN)
merupakan hasil metabolisme protein normal. Reaksi dimulai dengan derivat asam amino
ornitin yang bergabung dengan satu molekul karbondioksida dan satu molekul amonia
untuk membentuk zat kedua, yaitu sitrulin. Sitrulin kemudian bergabung dengan molekul
amonia lain untuk membentuk arginin, yang kemudian dipecah menjadi ornitin dan ureum.
Ureum berdifusi dari sel hati ke cairan tubuh dan dikeluarkan melalui ginjal. Ornitin
Kadar ureum dalam serum darah suatu individu hewan dapat dipengaruhi dua faktor.
Pertama, pengaruh patologis individu, contohnya para penderita gagal ginjal baik
congenital, akut, maupun kronis, penderita gagal jantung dan individu yang mengalami
kekurangan elektrolit dan cairan tubuh (baik karena muntah ataupun diare). Kedua,
perlakuan pada hewan, contohnya pada pemberian pakan dan exercise. Pemberian pakan
berprotein tinggi dapat menyebabkan peningkatan jumlah ureum dalam darah, asupan
protein yang tinggi meningkatkan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus hingga
20-30 persen sesaat setelah individu diberi pakan berprotein tinggi Exercise dapat
menyebabkan kadar ureum yang bervariasi di dalam darah, dan tidak selalu menandakan
kerusakan pada organ ginjal. Kenaikan kadar ureum dalam darah akan disepakati sebagai
akibat dari kerusakan ginjal hanya apabila disertai hasil pemeriksaan urine (urinalisis) dan
diperkuat dengan tanda-tanda klinis yang mendukung penentuan diagnosa (Meyer, 2004).
Kadar kreatinin normal untuk tikus adalah 0,2 – 0,8 U/L (Fuadi Ahmad, 2009). Rata-rata
kadar kreatinin pada kelompok kontrol positif adalah 0,36 U/L yang berarti rata-rata kadar
kreatinin pada kelompok ini masih dalam rentang normal. Hal ini dikarenakan pada
59
kelompok kontrol positif tidak diberikan perlakuan apapun, hanya diberikan pakan standar
secara ad libitum.
Kreatin disintesis di dalam hati dari metionin, glisin, dan arginin. Pada hewan normal,
hasil buangan kreatin adalah kreatinin yang sangat bergantung pada filtrasi glomerulus
(Guyton, 2008). Kadar kreatinin serum relatif tidak terpengaruh terhadap makanan, umur,
jenis kelamin, senam ataupun diet. Kreatinin diekskresikan seluruhnya dalam urin melalui
filtrasi glomerulus. Kadar kreatinin dalam darah dapat digunakan untuk mendiagnosis
adanya gangguan ginjal yaitu dengan mengukur laju filtrasi glomerulus. Kreatinin
merupakan indeks laju filtrasi glomerolus yang lebih cermat dibandingkan ureum karena
kecepatan produksinya terutama pada fungsi massa otot yang sedikit sekali mengalami
perubahan. Oleh karena itu pada kondisi normal, kreatinin dijumpai dalam urin dengan
konsentrasi sedikit. Konsentrasi dan ekskresi total harian kreatinin tetap konstan meskipun
Herbisida paraquat merupakan salah satu xenobiotik. Xenobiotik adalah bahan kimia yang
terdapat di dalam tubuh namun tidak dibutuhkan/ diharapkan oleh tubuh makhluk hidup
atau terdapat dalam jumlah yang berlebihan. Jika terjadi penumpukan yang berlebihan
xenobiotik didalam tubuh maka akan mengakibatkan efek toksik bagi tubuh mahluk hidup
tersebut, Agar tidak bersifat toksik maka harus dieliminasi dari tubuh melalui melalui
urin, empedu, keringat dan udara ekspirasi. Metabolisme xenobiotik didalam tubuh dibagi
menjadi dua fase yakni fase reaksi non sintetik dan fase reaksi sintetik (konjugasi). Pada
fase non sintetik Terjadi pembentukan gugus fungsional atau perubahan gugus fungsional
yang sudah ada pada molekul xenobiotik, pada kondisi tertentu fase ini dapat merubah
senyawa inaktif menjadi senyawa aktif reaksi ini meliputi oksidasi, reduksi, dan hidrolisis.
60
Pada fase kedua yakni fase sintetik (konjugasi) dimana pada fase ini Terjadi
fungsionilnya dengan senyawa endogen (glukoronida, ester sulfat, glutation, asam amino
(glysine dan glutamin), asam asetat). Reaksi sintesis ini meliputi Glukoronidasi, Sulfatasi,
Semua reaksi oksidatif menghasilkan radikal bebas yang berasal dari oksigen yang berasal
terhadap radikal bebas oksigen dan metabolit toksik dari xenobiotik. Jejas dan nekrosis
Salah satu penyebab meningkatnya kadar ureum dan kreatinin adalah radikal bebas.
Radikal bebas merupakan mekanisme toksik dari paraquat. Peningkatan radikal bebas dan
ROS (reactive oxygen species) akan menyebabkan terjadinya kematian sel dimana isi-isi
sel yang keluar akan berikatan dengan protein fibronektin di dalam lumen tubular. Hal ini
akan menyebabkan penyumbatan berupa silinder sehingga kadar ureum dan kreatinin tidak
dapat dikeluarkan dengan baik, dan akan kembali beredar ke sirkulasi dan menyebabkan
Kematian sel dapat dipicu dari suatu proses inflamasi. Inflamasi ini dapat terjadi karena
jejas yang diperoleh dari beberapa sumber seperti zat toksik, logam berat, gangguan
metabolik dan infeksi. Meskipun dinilai merupakan suatu reaksi yang merugikan karena
merusak sel, reaksi inflamasi atau peradangan sebenarnya sangat berguna untuk
Sel epitel tubulus proksimal mempunyai kemampuan untuk melakukan perbaikan selnya
sendiri. Apabila terpapar zat toksik, sel yang tidak rusak dapat mengkompensasi kerusakan
dengan melakukan reepitelisasi. Sama halnya dengan sel yang tidak rusak, sel yang rusak
61
tapi mengalami nekrsis akan melakukan perbaikan dan adaptasi sel ( Schnellman, 2001).
Akan tetapi, zat toksik dengan dosis tertentu yang terakumulasi secara terus menerus akan
menyebabkan terganggunya proses tersebut sehingga sel tidak dapat lagi melakukan
kompensasi. Hal ini yang menyebabkan peningkana jumlah sel yang rusak dan
pengurangan jumlah sel yang diperbaiki, sehingga proses filtrasi dari bahan bahan sisa
metabolik tidak bisa dilakukan sehingga, zat sisa metabolik khususs nya ureum dan
Rata-rata kadar ureum dan kreatinin pada kelompok yang dipaparkan paraquat yaitu
perlakuan 1, 2, 3, dan 4 lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata kadar ureum dan
kreatinin pada kelompok kontrol positif yang hanya diberikan pakan standard. Selain itu
dapat dibuktikan bahwa, semakin tingginya kadar paraquat yang diarbsorpsi dalam tubuh,
makin tinggi pula kadar ureum dan kreatinin yang tertahan disirkulasi. Hal ini dapat
menyimpulkan bahwa, semakin tinggi kadar paraquat didalam tubuh, maka semakin tinggi
kerusakan yang ditimbulkan oleh mekanisme ROS dan mekanisme radikal bebasnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh pemberian paraquat oral terhadap
peningkatan kadar ureum dan kreatinin. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil uji hipotesis
Kruskal-Wallis yang didapatkan nilai p = 0,001 ( p < 0,05 ). Tapi setelah dilakukan uji
perlakuan 1 dan 2 dimana didapatkan nilai p = 1,5 , juga pada kelmpok 2 dan 3 dengan
nilai p = 4 , dan kelompok perlakuan 3 dan 4 dengan nilai p = 2. Hal ini berarti pemberian
dosis paraquat kurang memiliki rentang karena memiliki nilai kerusakan yang hampir
sama dengan kelompok selanjutnya. Sama halnya dengan yang didapatkan pada nilai
kreatinin dimana terdapat kelompok yang memiliki nilai uji Mann Whitney yang tidak
menunjukkan nilai yang berarti. Ini terjadi pada kelompok perlakuan 2 dan 3 dimana nilai
p = 3,5 , kelmpok perlakuan 2 dan 4 dimana nilai p = 1, serta kelompok perlakuan 3 dan 4
62
yang memiliki nilai p = 2. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan dosis paraquat
perlakuan,tapi masih kurang untuk memberikan nilai yang berarti mengenai hubungan
Peningkatan kerusakan yang terjadi antara kelompok kontrol dan perlakuan mulai dari
1,2,3 dan 4 memiliki peningkatan nilai dari ureum dan kreatinin. Hal ini tentunya mampu
penignkatan kadar ureum dan kreatinin pada tikus putih jantan galur Sparague dawley.
sektor pertanian, membantu para petani dalam menghindari dari bahaya yang ditimbulkan
dari penggunaan Herbisida paraquat yang tidak sesuai. Penggunaan paraquat yang tidak
contohnya, seperti Herbisida paraquat ini, sudah tercantung didalam kemasan nya, bahwa
1,5 liter paraquat, digunakan dengan mencapurnya dengan larutan air 80 liter untuk
dengan dosis lebih tinggi dan tidak sesuai anjuran dari produsen Herbisida tersebut.
Dengan penelitian ini diharapkan petani dalam menggunakan herbisida paraquat ini lebih
berhati hati dalam perhitungan dosisnya, dengan tidak memberikan dosis yang berlebihan
yang diluar ketentuan yang sudah dicantumkan pada produk. Karena penggunaan dosis
yang berlebih selain merusak kesehatan, juga dapat memperbesar biaya produksi. Selain
itu, petani juga harus mawas diri dengan selalu menggunakan alat pelindung diriyang
sesuai dan mencuci tangan setelah melakukan penyemprotan dengan paraquat, untuk
menghidari dari residu herbisida yang mungkin didapat pasca penggunaan herbisida
paraquat.
63