You are on page 1of 55

LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA

DIABETES MELLITUS PADA PEREMPUAN USIA 51 TAHUN

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan Universitas Diponegoro

Disusun Oleh :

Desti Winda 1610221028


Niko Nofian 1610221044
Indah Putri 1610221068

Pembimbing :

dr. Hari Peni Julianti, MKes., SpKFR., FISPH, FISCM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
“VETERAN” JAKARTA
PERIODE 11 SEPTEMBER – 4 NOVEMBER 2017
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA
DIABETES MELLITUS PADA PEREMPUAN USIA 51 TAHUN

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Bagian


Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan Universitas
Diponegoro

Disusun Oleh :

Desti Winda 1610221028


Niko Nofian 1610221044
Indah Putri 1610221068

Telah disetujui dan disahkan oleh :

dr. Hari Peni Julianti, MKes., SpKFR., FISPH, FISCM

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA DIABETES MELLITUS
PADA PEREMPUAN USIA 51 TAHUN“. Laporan ini dibuat untuk memenuhi
salah satu syarat tugas kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
di Universitas Diponegoro Semarang. Kami berharap laporan ini tidak hanya
berfungsi dalam pemenuhan syarat tersebut di atas, namun laporan ini diharapkan
juga dapat bermanfaat bagi kami.
Dalam usaha penyusunan tugas laporan ini, kami banyak memperoleh
bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Untuk itu, dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. dr. Hari Peni Julianti, MKes., SpKFR., FISPH, FISCM selaku
pembimbing dalam penulisan laporan.

2. Tim Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat dan


Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang.
3. Seluruh teman-teman Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat
atas kerjasamanya dan semoga kita semua mendapatkan hasil yang
maksimal atas usaha kita.
Kami menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati kami menerima semua saran dan
kritik yang membangun guna menyempurnakan tugas laporan ini.

Jawa Tengah, Oktober 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................i
KATA PENGANTAR ...................................................................................ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................iii
DAFTAR TABEL..........................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang ...................................................................................1
I.2. Tujuan ................................................................................................3
I.3. Manfaat Kegiatan ..............................................................................4
BAB II LAPORAN KASUS
II.1. Identitas Pasien .................................................................................5
II.2. Anamnesis (aloananmnesa) ..............................................................6
II.3. Pemeriksaan Fisik ............................................................................7
II.4. Pemeriksaan Penunjang....................................................................10
II.5. Diagnosis Banding ...........................................................................10
II.6. Diagnosis Kerja ................................................................................10
II.7. Rencana Penatalaksanaan .................................................................10
II.8. Hasil Penatalaksanaan Medis ...........................................................10
II.9. Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga ................................................10
II.10. Pola Konsumsi Makan Pasien dan Keluarga..................................11
II.11. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan...........12
II.13. Identifikasi Lingkungan Rumah .....................................................12
II.14. Diagram Realita yang Ada Pada Keluarga .....................................15
II.15. Risiko,Permasalahan &Rencana Pembinaan Kesehatan Keluarga.16
II.16. Family Tools …………………………………………………….. 17
II.17. Diagnostik Holistik …………………………………………….... 26
II.18. Komprehensive Pengelolaan Pasien dan Keluarga ........................ 28
II.19. Pembinaan dan Hasil Kegiatan ...................................................... 29
II.20. Kesimpulan Pembinaan Keluarga .................................................. 29
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
III.1. Diabetes Mellitus ............................................................................31
III.2 Kedokteran Keluarga ......................................................................45
BAB IV ANALISIS KASUS
IV.1. Analisis Klinis ................................................................................50
IV.2. Analisis Home Visit ........................................................................51
IV.3. Prinsip Kedokteran Keluarga ..........................................................52
BAB V PENUTUP
V.1. Kesimpulan .......................................................................................54
V.2. Saran .................................................................................................54
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa
dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas
penyakit diabetes mellitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan pada beberapa
keadaan yang lain. Saat ini penelitian epidemiologi menunjukkan adanya
kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai
penjuru dunia.1
Secara klinis terdapat dua tipe DM yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1
disebabkan karena kurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun
sedangkan DM tipe 2 merupakan kasus terbanyak (90-95% dari seluruh kasus
diabetes) yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan diawali dengan
resistensi insulin.2 DM tipe 2 berlangsung lambat dan progresif, sehingga tidak
terdeteksi karena gejala yang dialami pasien sering bersifat ringan seperti kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsi dan luka yang lama sembuh.3
DM sudah merupakan salah satu ancaman bagi kesehatan umat manusia pada
abad-21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita diabetes
di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun
kemudian jumlah tersebut akan meningkat menjadi 300 juta orang.4 Menurut data
WHO, Indonesia menempati urutan keempat terbesar dalam jumlah penderita diabetes
di dunia. Pada tahun 2000 yang lalu saja, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia
yang mengidap penyakit diabetes. Namun, pada tahun 2006 diperkirakan jumlah
penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru
50 persen yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30 persen yang
datang berobat teratur.5
Penelitian terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok didapatkan
prevalensi DM tipe 2 sebesar 14,7%, demikian juga di Makasar prevalensi terakhir
pada tahun 2005 mancapai 12,5%, merupakan suatu angka yang sangat mengejutkan.
Ini sesuai dengan perkiraan yang dikemukakan WHO bahwa jumlah pengidap
diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025, meningkat dua kali dibanding
tahun 1995.4
Mengingat jumlah penderita DM yang terus meningkat dan besarnya biaya perawatan
pasien diabetes yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya, maka upaya

1
yang paling baik adalah melakukan pencegahan. Menurut WHO tahun 1994, upaya
pencegahan dapat dilakukan dengan tiga tahap yaitu pencegahan primer, sekunder dan
tersier. Pencegahan primer merupakan semua aktivitas yang ditujukan untuk
mencegah timbulnya hiperglikemia pada populasi umum misalnya dengan kampanye
makanan sehat, penyuluhan bahaya diabetes. Pencegahan sekunder yaitu menemukan
penderita DM sedini mungkin misalnya dengan tes penyaringan sedini mungkin
terutama pada populasi resiko tinggi sehingga komplikasi tidak terjadi. Pencegahan
tersier adalah semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan melalui
penyuluhan, maka perlu kerjasama semua pihak untuk mensukseskannya.4
Menurut American Diabetes Association (2004), komplikasi diabetes dapat
dicegah, ditunda dan diperlambat dengan mengendalikan kadar glukosa darah.
Pengelolaan diabetes yang bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah
dalam rentang normal dapat dilakukan secara nonfarmakologis dan farmakologis.
Pengelolaan non farmakologis meliputi pengendalian berat badan, olah raga/latihan
jasmani dan diet. Terapi farmakologis meliputi pemberian insulin dan/atau obat
hiperglikemia oral.3
Latihan jasmani merupakan salah satu dari empat pilar utama penatalaksanaan
diabetes mellitus.6 Latihan jasmani dapat menurunkan kadar glukosa darah karena
latihan jasmani akan meningkatkan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif.
Penelitian terbaru memperlihatkan manfaat dari latihan jasmani yang teratur terhadap
metabolisme karbohidrat dan sensitivitasinsulin.7
Konsep dasar terjadinya penyakit itu terdiri dari host/pejamu,agen dan
lingkungan menurut Golden dan Le Richt. Lingkungan keluarga mempunyai peran
yang cukup besar dalam terjadinya suatu penyakit. Maka dari itu di perlukan adanya
dokter yang terlatih dan sanggup memberikan pelayanan di berbagai bidang ilmu
kedokteran, dengan penekanan utama pada kepada keluarga sebagai unit. Kedokteran
keluarga mempunyai kekhususan yaitu komprensif dalam ilmu kedokteran, dalam arti
tidak membatasi disiplin ilmu kedokteran tertentu, komprehensif dalam pelayanan
kesehatan, sasaran ada individu yang bermasalah atau yang sakit, namun di samping
menganalisis fungsi organ tubuh secara menyeluruh, juga fungsi keluarga, disusun
secara komunal, sehingga setiap dokter dapat memanfaatkan sesuai kebutuhan,
bersifat universal terhadap manusia dan lingkungan.Untuk itu harus memahami
manusia bukan hanya sebagai makhluk biologik, tetapi juga makhluk sosial. Dalam
hal ini harus memahami hakikat biologik, psikologik, sosiologik, ekologik dan
medik.8
Dokter keluarga adalah tenaga kesehatan tempat kontak pertama pasien untuk
2
menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi, tanpa memandang jenis
penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin sedini dan sedapat mungkin,
secara menyeluruh, paripurna, berkesinambung, dan dalam koordinasi serta
kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan prinsip
pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung jawab
profesional, hukum, etika dan moral. Sesuai dengan UU No 40 tahun 2004 bahwa
dalam arah kebijakan nasional, pengembangan dokter keluarga sebagai layanan strata
pertama terintegrasi langsung dengan penataan sub sistem pembiayaan kesehatan
yakni sebagai pemberi layanan pada jaminan kesehatan.8
Dalam menangani kasus ini diperlukan peranan dokter keluarga yang dapat
menangani penderita tersebut secara holistik dan komprehensif sehingga dapat
mencegah timbulnya keluhan yang berulang. Pendekatan kedokteran keluarga yang
dilakukan oleh mahasiswa di latar belakangi oleh hal tersebut, sehingga dapat berlatih
menjadi dokter keluarga, dan memahami bahwa keluarga berperan penting dalam
mewujudkan kesehatan yang optimal.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan dan menerapkan konsep kedokteran keluarga pada seorang pasien
yang menderita penyakit Diabetes Mellitus.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan keluarga, termasuk masalah lingkungan dan
sosial ekonomi keluarga
b. Meningkatkan kualitas kesehatan seluruh anggota keluarga.
c. Membantu seluruh anggota keluarga untuk mengenali masalah yang ada di dalam
keluarga tersebut yang akan mempengaruhi derajat kesehatan anggota keluarga
d. Membantu keluarga untuk memahami fungsi-fungsi anggota keluarga (biologis,
psikologis, sosial, ekonomi dan pemenuhan kebutuhan, serta penguasaan masalah
dan kemampuan beradaptasi).
e. Membantu keluarga untuk dapat memecahkan permasalahan kesehatannya secara
mandiri.
f. Membentuk perilaku hidup sehat di dalam keluarga.

C. Manfaat Kegiatan
1. Manfaat Bagi Penulis

3
Menambah pengetahuan penulis tentang kedokteran keluarga, serta penatalaksanaan
kasus Diabetes Mellitus dengan pendekatan kedokteran keluarga.
2. Manfaat Bagi Keluarga.
a. Keluarga menjadi lebih memahami mengenai masalah kesehatan yang ada dalam
lingkungan keluarga.
b. Keluarga mampu untuk mengatasi permasalahan kesehatan keluarga secara
mandiri.

4
BAB II
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH

II.1 Identitas Keluarga


1. Identitas Pasien
Nama : Ny. D
Umur : 51 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Dusun Jambean, Desa Menayu, Kecamatan
Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa
Tengah
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pedagang
Kunjungan Pelayanan : 11 Oktober 2017
Kesehatan
Kunjungan rumah : 14 Oktober 2017
No.Telp/HP :-
2. Identitas Kepala Keluarga
Nama : Tn. M
Umur : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Dusun Jambean, Desa Menayu, Kecamatan
Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa
Tengah
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pedagang

II.2 Karakteristik Kedatangan Penderita ke Puskesmas


Penderita datang ke Puskesmas Muntilan I untuk memeriksakan kesehatannya
karena obatnya habis pada tanggal 11 Oktober 2017.

5
II.3 Karakteristik Demografis Keluarga
Alamat penderita di Dusun Jambean, Desa Menayu, Kabupaten Magelang, Jawa
Tengah. Daerah tersebut merupakan daerah perdesaan. Penderita tinggal bersama
suami, anak pertama pasien dan anak kedua pasien.

Tabel 1. Daftar anggota keluarga serumah


Kedudukan Pendidikan
No. Nama Sex Umur (thn) Pekerjaan
di keluarga Terakhir
1. M KK L 60 Tamat SD Pedagang

2. D Istri P 51 Tamat SMP Ibu Rumah


Tangga
3. D Anak 1 L 22 SMA Wiraswasta

4. H Anak II L 18 SMA
Pelajar
Sumber :Kartu Keluarga Pasien

II.4 Anamnesis Holistik (Aloanamnesa)


Aspek Klinis

1. Anamnesis Ny. D
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada hari Sabtu 14 Oktober 2017
pukul 16.00 WIB di kediaman pasien
a. Keluhan utama
Pasien kontrol karena obat habis
b. Keluhan tambahan
Tidak ada
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien merupakan pasien penyakit kencing manis yang rutin kontrol tiap
bulannya ke Puskesmas Muntilan I. Pasien mengatakan mulai mengalami
penyakit kencing manis sejak 4 tahun yang lalu. Saat awal penyakitnya
muncul, pasien mengatakan sering buang air kecil yang terjadi setiap 5 menit
sekali dan setelah kencing pasien merasa tidak puas. Pasien juga merasa sering
haus dan lapar. Setiap haus pasien selalu meminum es teh manis atau
minuman kemasan lain yang dijual di pasar oleh para pedagang tanpa berpikir
panjang karena dirinya belum mengetahui sakitnya. Pasien juga mengeluhkan
adanya rasa kebas pada kedua kaki. Pasien menyangkal adanya sakit kepala.
Pasien juga menyangkal adanya rasa gatal di area kemaluan maupun

6
mengalami luka yang sulit untuk disembuhkan. Sampai pada akhirnya sebulan
kemudian pasien memutuskan untuk berobat ke klinik dokter dekat dengan
rumahnya. Dokter mengatakan bahwa Ny. D mengalami penyakit kencing
manis atau Diabetes mellitus, setelah dilakukan pemeriksaan GDS dengan
hasil 406 g/dl. Pasien kemudian diberikan obat minum 2 macam, namun lupa
nama obatnya. Secara bertahap gula darah pasien menurun.
Selain itu, Pasien juga mengatakan mengalami penyakit darah tinggi
sejak 4 tahun terakhir bersamaan dengan saat di diagnosis Diabetes Mellitus.
Awalnya pasien merasakan pandangannya yang kabur dan pegal-pegal
dibagian belakang kepala. Keluhan pusing berputar, mual dan muntah
disangkal pasien. Kemudian saat pasien berobat dan didapatkan tekanan
darahnya 160/90 mmHg. Hingga saat ini pasien selalu rajin kontrol untuk
penyakit gula dan darah tingginya bila obat yang diberikan hampir habis.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pasien menyangkal pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Ibu pasien mengalami keluhan yang serupa dengan pasien. Namun sekarang
sudah meninggal.
f. Riwayat Sosioekonomi
Pasien merupakan seorang pedagang ikan di pasar, setiap hari dirinya
berjualan ikan ditemani oleh suaminya. Pasien berangkat kerja ke pasar pukul
2 pagi setiap harinya dan berjualan sampai jam 12 siang. Setiap hari pasien
sarapan nasi uduk atau memakan jajanan pasar yang kebanyakan manis
bersama dengan suaminya. Pasien sering mengkonsumsi es teh manis dan
minuman kemasan seperti teh gelas maupun minuman serbuk karena pasien
mengatakan sering merasa sangat haus. Pasien memiliki 2 orang anak yang
sudah besar, anak pertama sudah bekerja, dan anak yang kedua baru saja lulus
SMA. Setiap berobat pasien menggunakan kartu jaminan kesehatan KIS.
g. Riwayat Pengobatan
Pasien telah berobat ke klinik dan diberikan 2 macam obat. Obat tersebut
dinilai dapat mengurangi keluhan pasien dan menurunkan gula darah pasien.

2. Hasil Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Sabtu, 14 Oktober 2017 pukul 16.00
WIB.
 Keadaan umum : Tampak sakit ringan
7
 Kesadaran : Kompos mentis
 BB : 65 Kg
 TB : 160 Cm
 Tanda vital : TD : 140/90 mmHg RR:20x/menit
N:78x/menit T: 36,5o C
 Status Generalis
o Kepala : Normocephal, warna rambut hitam, distribusi merata, tidak
mudah dicabut.
o Mata: Gerakan bola mata ke segala arah, konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), iris berwarna hitam, pupil bulat, reflek cahaya pupil
langsung (+/+) dan reflek cahaya pupil tak langsung (+/+).
o Hidung : Sekret (-), septum deviasi (-).
o Mulut : Tonsil T1-T1.
o Telinga : Serumen (+/+), sekret (-/-).
o Leher : Pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-)
o Toraks : Normochest, jejas (-)
 Jantung
I : Iktus cordis tidak tampak
Pa : Iktus cordis teraba pada ICS V 2 cm medial LMC
sinistra
Pe : Batas kanan atas : ICS II LPS dextra
Batas kanan bawah : ICS IV LPS dextra
Batas kiri atas : ICS II LPS sinistra
Batas kiri bawah : ICS VI LMC sinistra
A : S1>S2 regular, murmur (-), gallop (-)
 Paru
I : Simetris, datar, tidak ada pergerakan nafas yang
tertinggal
Pa : Vokal fremitus (+/+)
Pe : Sonor seluruh lapang paru
A : Suara dasar : Vesikuler
Suara tambahan :Wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
o Abdomen
I : Cembung, tidak ada sikatrik, tidak ada venektasi
Pa : Supel, hepar/lien tidak teraba, tidak ada nyari tekan

8
Pe : Timpani di seluruh lapang abdomen
A : Bising usus (+) normal
o Genitalia : Tidak dilakukan
o Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-), Edem (-).

Status Neurologi
o Pemeriksaan Nervus Cranialis
Dalam batas normal
o Tanda Rangsang Meningeal
o Test kaku kuduk: (-) Test Laseuque : (-/-)
o Test Brudzinsky I: (-) Test Brudzinsky II: (-/-)
o Test Kernig: (-/-)
o Reflex Fisiologi
o Reflex biceps: (+/+) Reflex patella: (+/+)
o Reflex trisep: (+/+) Reflex Achilles : (+/+)
o Reflex Patologis
o Reflex Hoffman-tromer: (-/-)
o Reflex Babinsky: (-/-) Reflex Schaeffer: (-/-)
o Reflex Chaddok: (-/-) Reflex Gordon: (-/-)
o ReflexOppenheim: (-/-)
o Reflex Motorik
o Tonus : Normal Trophy: Normal
o Paresis 5555 5555
5555 5555
o Pemeriksaan Sensorik
o Propioseptif : posisi, getar: tidak ada gangguan
o Eksteroseptif : nyeri, raba : tidak terdapat pengurangan sensasi
nyeri dan tekan pada keempat ekstremitas.
o Sikap Dan Koordinasi
o Test Romberg : tidak ada kelainan
o Test tenden gait : tidak ada kelainan
o Dismetri telunjuk-hidung : tidak ada kelainan

o Fungsi Vegetatif
o Miksi : normal
o Defekasi : normal
9
3. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada data.
4. Diagnosis Kerja
a. Diabetes Melitus tipe II
b. Hipertensi Grade I
5. Diagnosis Banding
-
6. Rencana Penatalaksanaan
a. Terapi medikamentosa
a) Glimepirid 2mg 3x1 tab
b) Metformin 500mg 2x1 tab
c) Amlodipine 5mg 1x1 tab
d) Vit B 6 1x1 tab
b. Edukasi
a) Rutin minum obat
b) Rutin kontrol ke puskesmas
c) Kurangi makan yang banyak mengandung gula dan garam.
d) Rutin berolahraga

6. Hasil Penatalaksanaan Medis


Pemeriksaan dilakukan saat kunjungan ke kediaman pasien pada tanggal 14
Oktober 2017, kondisi penderita tampak sehat.
a. Faktor pendukung: peran keluarga untuk mendorong pasien berobat teratur
dan mengurangi aktivitas fisik pasien.
b. Faktor penghambat : ketersediaan waktu untuk kontrol ke puskesmas karena
pasien sehari-hari bekerja di pasar.
c. Indikator keberhasilan : Keluhan yang dirasa pasien berkurang, pengetahuan
keluarga dan pasien meningkat, kesadaran untuk berobat teratur dan
menurunnya kadar gula darah dan tekanan darah pasien selalu dalam batas
normal.
II.5 Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga
1. Fungsi Biologis dan Reproduksi
Dari hasil wawancara didapatkan informasi bahwa saat ini semua anggota keluarga
kecuali pasien dalam keadaan sehat. Dahulu ada keluarga pasien yang mengalami
keluhan serupa dengan pasien namun tidak diperiksakan ke dokter.
2. Fungsi Keluarga
10
Pasien tinggal bersama suami dan dua orang anak kandungnya. Hubungan antara
anggota keluarga baik. Di dalam keluarga ini jika terdapat suatu masalah baik
masalah eksternal dan internal yang berperan sebagai pembuat keputusan akhir
adalah kepala keluarga sedangkan proses pengambilan keputusan suatu masalah
dilakukan oleh kepala keluarga beserta istri. Jika ada masalah yang berhubungan
dengan keluarga diselesaikan secara musyawarah antara kepala keluarga dan istri.
Pada malam hari digunakan untuk berkumpul dengan anggota keluarga seperti
makan bersama dan menonton TV.
3. Fungsi Pendidikan
Pasien menempuh pendidikan sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
suami menempuh pendidikan sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP). Anak
pertama pasien sudah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), saat ini telah bekerja
di sebuah bengkel, dan anak kedua baru saja tamat SMA dan belum bekerja.
4. Fungsi Sosial dan Budaya
Pasien memberikan kebebasan kepada anaknya untuk bersosialisasi. Pasien tinggal
di kawasan pedesaan dan kedudukan keluarga di tengah lingkungan sosial adalah
warga biasa. Suami pasien bekerja dengan pasien berjualan ikan di pasar.
Pergaulan umumnya berasal dari kalangan menengah kebawah. Tidak ada
kepercayaan terhadap mitos atau hal-hal lain yang berhubungan dengan kesehatan.
5. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Sumber penghasilan dalam keluarga berasal dari hasil berjualan ikan sehari-hari,
terkadang ditambahkan oleh anak yang pertama namun tidak banyak. Penghasilan
perbulan sebesar ± Rp 1.700.000,-. Penghasilan tersebut digunakan untuk
pemenuhan kebutuhan primer ,sekunder, dan tersier keluarga. Pengaturan
penggunaan dana untuk pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan oleh pasien dan
suaminya. Dari penghasilan tersebut masih ada sisa sedikit yang dapat ditabung.
6. Fungsi Religius
Seluruh anggota keluarga rutin melakukan ibadah solat 5 waktu di rumah dan
terkadang di masjid.

II.6 Pola Konsumsi Makan Pasien dan Keluarga


Pasien makan teratur sehari hanya 2 kali yaitu saat sarapan pagi hari saat di pasar dan
sore hari saat dirumah dengan menu makanan seadanya dan kurang bervariasi.
Sedangkan keluarga yang lain terkadang membeli makanan di luar atau memakan
makanan seadanya di rumah, seperti mie, telor, dan lainnya. Jarang sekali pasien

11
memasak dirumah karena tidak sempat waktunya dan terkadang tidak ada yang
memakan.

II.7 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan


1. Faktor Perilaku Keluarga
Pasien lebih sering melakukan kegiatan di luar rumah seperti berjualan di pasar,
kegiatan di dalam rumah yang masih dapat dilakukan antara lain membereskan
rumah, mencuci, dan memasak namun jarang yang dilakukan sepulang dari pasar,
terkadang kedua anaknya membantu untuk membersihkan rumah. Setiap hari
pasien berangkat ke tempat pengambilan ikan pukul 2 pagi dan kemudian
menjualnya di pasar sampai siang dan terkadang sore hari. Pasien tidak pernah
melakukan olahraga namun pergi ke pasar selalu menggunakan sepeda
berboncengan dengan suaminya. Setiap hari pasien makan 2 kali sehari, yaitu
sarapan yang dilakukan di pasar, dan makan sore yang dilakukan di rumah.
Diantara waktu makan tersebut pasien kadang menyelingi dengan makan makanan
ringan seperti gorengan atau kue-kue sebagai selingan. Pasien tidak merokok.
Suami pasien sudah berhenti merokok selama 10 tahun terakhir ini. Kedua anaknya
merokok. Bila hendak berpergian pasien diantar oleh suaminya terkadang oleh
anaknya. Pasien dan suaminya sudah jarang sekali berolahraga. Sedangkan kedua
anaknya masih sering bermain sepak bola di lapangan dekat rumahnya bersama
teman-temannya. Jika ada anggota keluarga yang sakit, pasien dan keluarga
langsung berobat ke bidan desa dan ke Puskesmas Muntilan I. Pasien dan keluarga
sudah menjadi peserta jaminan kesehatan KIS.
2. Faktor Non-Perilaku
Terdapat fasilitas pelayanan kesehatan yang sering didatangi oleh pasien yaitu
praktek bidan desa yang berjarak ± 1 km dari rumah pasien yang dapat di akses
dengan kendaraan bermotor maupun sepeda. Selain itu juga terdapat Puskesmas
yang berjarak ± 5 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor maupun
sepeda. Pembiayaan pengobatan pasien untuk berobat saat ini menggunakan kartu
jaminan kesehatan KIS.

II.8 Identifikasi Lingkungan Rumah


1. Gambaran Lingkungan
Rumah penderita terletak di pemukiman penduduk yang tidak terlalu padat dan
termasuk pemukiman biasa, dengan ukuran luas ±70 m2. Secara umum rumah
terdiri atas 1 ruang tamu dengan ruang keluarga (ukuran 3x5 m2), 2 ruang tidur

12
(ukuran 3x2 m2),1 kamar mandi (ukuran 2x1 m2), dan dapur (ukuran 4x2,5 m2)
dengan alas lantai dari keramik. Atap rumah dari genteng, dinding dari tembok.
Lubang ventilasi di ruang tamu berukuran 2x1,5 m2 dan juga terdapat lubang
ventilasi di ruang tidur. Penerangan di dalam rumah cukup terang. Ruangan tidak
terasa lembab karena kesan ventilasi di dalam rumah dalam keadaan terbuka.
Kebersihan di dalam rumah cukup bersih, dan tata letak barang-barang di dalam
rumah termasuk begitu rapi. Sumber air minum, cuci, dan masak dari air
ledeng/PAM. Pencahayaan didalam rumah baik, terdapat jendela ditiap ruangan
rumah. Jumlah kamar mandi ada 1, dengan ukuran 2x1 m2, dengan bentuk jamban
leher angsa.
Sarana pembuangan air limbah di rumah pasien langsung dibuang ke kamar mandi
yang teralirkan melalui saluran pralon yang tertutup yang bermuara ke sungai.
Jamban/ kakus dialirkan ke septic tank, serta sampah yang ada di rumah pasien
biasanya dikumpulkan di tempat sampah lalu dibuang ke tempat pembuangan
sampah dusun tersebut. Kebersihan di luar rumah bersih, sampah di sekitar
lingkungan rumah penderita selalu dibersihkan setiap hari.
2. Denah Rumah

Gambar 1. Denah Rumah

Tabel 2. Indikator Rumah Sehat


Skor rumah
Indikator Variabel Skor pasien
(tanda )

13
Lokasi a. Tidak rawan banjir 3 
b. Rawan banjir 1
Kepadatan rumah a. Tidak padat (>8m2/ orang) 3 
b. Padat (<8m2/ orang) 1
Lantai a. Semen, ubin, keramik, kayu 3 
b. Tanah 1
Pencahayaan a. Cukup 3 
b. Tidak cukup 1
Ventilasi a. Ada 3 
b. Tidak ada 1
Air bersih a. Air kemasan 3
b. Ledeng/ PAM 3 
c. Mata air terlindung 2
d. Sumur pompa tangan 2
e. Sumur terlindung 2
f. Sumur tidak terlindung 1
g. Mata air tidak terlindung 1
h. Lain-lain 1
Pembuangan kotoran a. Leher angsa 3
kakus
b. Plengsengan 2
c. Cemplung/ cubuk 2 
d. Kolam ikan/ sungai/ kebun 1
e. Tidak ada 1
Septic tank a. Jarak > 10 meter 3 
b. Lainnya 1
Kepemilikan WC a. Sendiri 3 
b. Bersama 2
c. Tidak ada 1
SPAL a. Saluran tertutup 3 
b. Saluran terbuka 2
c. Tanpa saluran 1
Saluran got a. Mengalir lancar 3 
b. Mengalir lambat 2
c. Tergenang 1
d. Tidak ada got 1
Pengelolaan sampah a. Diangkut petugas 3 
b. Ditimbun 2
c. Dibuat kompos 3
d. Dibakar 2
e. Dibuang ke kali 1
f. Dibuang sembaragan 1
g. Lainnya 1
Polusi udara a. Tidak ada 3 
b. Ada gangguan 1

14
Bahan bakar masak a. Listrik, gas 3 
b. Minyak tanah 2
c. Kayu bakar 1
d. Arang/ batu bara 1
Total skor 41

Penetapan skor kategori rumah sehat:


a. Baik : Skor 35-42 (>83%)
b. Sedang : Skor 29-34 (69-83%)
c. Kurang : Skor <29 (<69%)
Pada rumah pasien termasuk ke dalam kategori rumah dalam kondisi baik.

II.9 Digram Realita yang Ada Pada Keluarga

Lingkungan
 Ventilasi kamar baik
 Ventilasi ruangan rumah baik
 Halaman sekitar rumah
bersih

Genetik Pelayanan
Kesehatan
Ibu Pasien
memiliki Pelayanan
keluhan yang Derajat kesehatan
serupa kesehatan cukup jauh
Ny. D

Perilaku
 Pasien sering makan
sembarangan di pasar
 Pasien jarang berolahraga
 Pasien mau memeriksakan diri
dan kontrol secara rutin ke
puskesmas.

Gambar 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Dalam Keluarga

15
II.10 Risiko, Permasalahan, dan Rencana Pembinaan Kesehatan Keluarga

Tabel 3. Masalah kesehatan dan rencana pembinaan


Risiko dan Masalah
No. Rencana Pembinaan Sasaran
Kesehatan
1. Diabetes Melitus Edukasi dan konseling Pasien dan
mengenai penyebab, faktor keluarga
resiko, tanda dan gejala, serta
penatalaksanaan penyakit
Diabetes Mellitus
2. Hipertensi Edukasi dan konseling Pasien dan
mengenai penyebab, faktor Keluarga
resiko, tanda dan gejala, serta
penatalaksanaan penyakit
Hipertensi
3. Masih belum rutin untuk Memberikan penjelasan kepada Pasien dan
olahraga. pasien dan keluarga tentang keluarga
pentingnya beraktivitas dan
olahraga secara teratur.
4. Pola makan dengan intake Edukasi mengenai jenis Pasien
gula yang tinggi makanan, dan cara pemenuhan
kalori tiap hari bagi penderita
DM

16
11. Family Tools
1. Genogram

Tn. K Ny. A Tn. B Ny. S


70 Th 62 Th 69 Th 65 Th

Tn. I Tn. M Ny. D Ny. Ny. E


Ny. S 51 Th W 43 Th
65 Th 60 Th
56 Th 56 Th

Tn. D Tn. H
22 Th 18 Th

Gambar 3. Genogram Keluarga Ny.D


Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan

: Meninggal

: Pasien

: Tinggal satu rumah

Bentuk Keluarga : Keluarga inti


Siklus Keluarga : Parenthood / Pasangan yang sudah menikah
setidaknya ada satu anak yang tinggal hidup bersama.

2. Family Map
Suami/ KK
Anak I

Istri/pasien

Anak II
Gambar 4. Family Map

17
3. Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga (APGAR)

Tabel 4. Komponen APGAR


Hampir Kadang- Hampir
tidak
Komponen Indikator pernah kadang selalu
(0) (1) (2)
Saya puas bahwa saya dapat kembali
Adaptation pada keluarga (teman-teman) saya, √
untuk membantu saya pada waktu
saya mendapat kesusahan
Saya puas dengan cara keluarga
Partnership (teman-teman) saya, untuk √
membicarakan sesuatu dengan saya
dan mengungkapkan masalah dengan
saya
Saya puas bahwa keluarga (teman-teman) √
Growth saya, menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan
aktifitas atau arah baru
Saya puas dengan cara keluarga √
Affectio (teman-teman) saya, mengekpresikan
n afek dan berespon terhadap emosi-
emosi saya seperti marah sedih atau √
mencintai
Saya puas dengan cara keluarga
(teman-teman) saya, dan saya
Resolve menyediakan waktu bersama-sama
Skor total 8
Klasifikasi :
Skor 8-10 : Fungsi keluarga sehat
Skor 4-7 : Fungsi keluarga kurang sehat
Skor 0-3 : Fungsi keluarga sakit
Pada keluarga pasien termasuk ke dalam kategori fungsi keluarga sehat.

14

18
4. Sumber Daya Keluarga (Family Screem)
Tabel 5. Family Screem
Komponen Sumber daya Patologis
Social Seluruh anggota keluarga pasien Tidak ada
berkumpul bersama di ruang
makan atau di ruang tamu untuk
berbagi cerita atau berdiskusi.
Cultural Pasien dan keluarga aktif dalam Tidak ada
melakukan kegiatan di
lingkungan tempat tinggalnya
sesuai dengan kebudayaan Jawa
yang berlaku.
Religious Seluruh anggota keluarga rutin Tidak ada.
melakukan ibadah di rumah.
Apabila ada masalah, keluarga
pasien percaya dan berserah
kepada Sang Pencipta, Allah
SWT
Economy Sumber penghasilan dalam Penghasilan tidak menentu
keluarga berasal dari berjualan sehingga terkadang untuk
ikan bersama dengan suami. menyesuaikan pengeluaran
keluarga, namun dirasa oleh
pasien masih cukup.
Educatioon Pendidikan terakhir pasien dan Tingkat pendidikan keluarga
suami adalah SMP. Kesadaran masih rendah.
pasien untuk menyekolahkan
anaknya baik
Medical Pasien dan anggota memiliki Terkadang pasien masih
jaminan kesehatan berupa JKN menggunakan pembiayaan
KIS. pribadi karena dianggap tingkat
pelayanannya lebih baik. Jarak
ke balai desa dan puskesmas
lumayan jauh bila harus
dijangkau dengan jalan kaki.

25
5. Perjalanan Hidup Keluarga (Family Life Line)

Tabel 6. Perjalanan Hidup Keluarga (Family Life Line)


Peristiw
Tahun Usia a Severity of Illness
1992 26 tahun Pasien menikah dengan suaminya -
1995 29 tahun Pasien melahirkan anak pertamanya -
1997 31 tahun Pasien melahirkan anak keduanya -
2007 41 tahun Ibu kandung pasien meninggal dunia -
Pasien terdiagnosis Diabetes Mellitus
2013 47 tahun tipe 2 dan Hipertensi -

6. Family Life Cycle

pasangan
memutuskan
menikah
(1992)

anak kedua
lahir (1997) anak pertama
dan anak lahir (tahun
pertama 1995)
bekerja (2015)

Gambar 5. Family life cycle

26
II.12 Diagnostik Holistik
a. Aspek Personal
 Alasan kedatangan :
Pasien datang berobat ke puskesmas karena obat habis.
 Harapan :
Pasien memiliki harapan untuk dapat sembuh dan tidak bertambah buruk
penyakit yang dialaminya.
 Kekhawatiran
Pasien khawatir akan kesehatan jika kadar gula darahnya dan tekanan
darahnya tinggi kembali.
b. Aspek Klinis
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
disimpulkan sebagai berikut :
Diagnosis kerja :
Diabetes Melitus tipe II
Hipertensi Grade I
c. Aspek Internal
 Genetik :
Terdapat faktor genetik dalam keluhan yang dialami pasien.
 Pola makan :
Pola makan pasien yang belum memenuhi pola gizi seimbang, intake glukosa
yang berlebihan.
 Kebiasaan :
Pasien rutin mengkonsumsi obat yang diberikan dari puskesmas,
 Spiritual :
Pasien percaya bahwa penyakit yang dideritanya adalah ketentuan dari Allah
SWT dan menerimanya, pasien juga tidak lupa terus berdoa agar selalu
diberikan kesehatan.
d. Aspek Eksternal
Faktor pendukung kesehatan pasien yang berasal dari keluarga ialah adanya
dukungan dari suami serta anak-anak dalam mengupayakan agar pasien

27
mengkonsumsi pola makan gizi seimbang dan memberitahu agar pasien tidak
terlalu amengkhawatirkan diri nya yang sedang sakit dan mau menemani pasien
untuk memeriksakan kesehatannya ke puskesmas.
e. Derajat Fungsional
Menurut skala pasien termasuk derajat 1 dimana pasien mandiri dalam merawat
diri, bekerja di dalam dan di luar rumah.

II.13 Komprehensive Pengelolaan Pasien dan Keluarga


1. Promotif
Edukasi dan penyuluhan mengenai penyakit diabetes melitus kepada
pasien dan keluarga pasien, mulai dari definisi, penyebab, faktor risiko,
pencegahan, serta pengobatannya serta edukasi mengenai jenis makanan dan
pemenuhan kalori pada penderita DM.
2. Preventif
Pencegahan yang dilakukan terhadap pasien diberikan dalam bentuk
mengedukasi pasien mengenai tanda dan gejala gangguan dari DM.
Dianjurkan untuk memperbaiki pola hidup dengan melakukan olahraga
dengan intensitas ringan minimal 30 menit setiap hari selama 3-5 kali dalam
seminggu, dan menjaga makanan yang dimakan dengan kandungan gula
yang rendah.
3. Kuratif
Pelayanan pengobatan yang dilakukan pasien ke puskesmas merupakan
upaya pasien untuk menangani diabetes melitus dan pasien mengonsumsi
obat-obatan yang diberikan dokter puskesmas.
4. Rehabilitatif
Belum perlu dilakukan
5. Paliatif
Belum perlu dilakukan

28
II.14 Pembinaan dan Hasil Kegiatan
Tabel 7. Pembinaan dan hasil kegiatan
Kegiatan yang Keluarga yang
Tanggal Hasil kegiatan
dilakukan terlibat
11 Oktober 2017 Penyuluhan tentang Pasien dan Peningkatan
penyakit DM dari keluarga pengetahuan
penyebab, faktor mengenai penyakit
resiko, tanda dan DM dan cara
gejala serta pemenuhan kalori
pengobatannya penderita DM.
Edukasi mengenai
jenis makanan dan
pemenuhan kalori tiap
hari bagi penderita
DM .
14 Oktober 2017 Evaluasi penyuluhan Pasien dan Hasil evaluasi baik,
dan ramah tamah. keluarga pasien dan keluarga
menjadi paham akan
penyakitnya dan
dukungan keluarga
terhadap pasien
membaik

II.15 Kesimpulan Pembinaan Keluarga


1. Tingkat pemahaman
Pemahaman terhadap edukasi dan penyuluhan yang dilakukan cukup baik.
2. Faktor pendukung
a. Keluarga mampu memahami dan menangkap penjelasan yang diberikan
dengan baik.
b. Kesadaran keluarga pasien untuk mendukung kesembuhan penderita
sangat baik, sehingga keluarga sangat kooperatif untuk mengubah
perilaku yang tidak baik bagi kesehatan
c. Keluarga mau memeriksakan diri dan kontrol rutin ke puskesmas

29
3. Faktor penyulit :
a. Jarak ke tempat pelayanan kesehatan yang cukup jauh.
b. Kurangnya pengetahuan mengenai makanan yang baik bagi
penderita DM

d. Indikator keberhasilan
a. Pengetahuan tentang penyakit diabetes melitus meningkat sehingga
dapat membantu kesembuhan penderita dan mencegah faktor risiko.
b. Kesadaran berobat ke puskesmas dan minum obat.
c. Kesadaran untuk melakukan aktivitas fisik seperti olahraga teratur.

30
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Millitus
1. Definisi
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolisme berupa kelainan
dalam pengeluaran / produksi insulin , kerja dari hormon insulin ataupun
kelainan dari keduanya yang menyebabkan terjadinya peningkatan gula darah.9

2. Klasifikasi
American Diabetes Association (ADA) tahun 2014 membagi diabetes secara
garis besar menjadi 4 jenis yang meliputi :9
A. Diabetes Mellitus (DM) tipe 1
Sebelumnya dikenal dengan nama Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(IDDM) atau Juvenile Onset Diabetes. Pada tipe diabetes ini didapatkan
produksi insulin yang sedikit atau pun tidak ada sama sekali (defisiensi
insulin absolut) yang disebabkan oleh mekanisme autoimun yang
menghancurkan sel beta pankreas penghasil insulin dan juga idiopatik.
Penderita diabetes tipe 1 ini berkisar 5 – 10 % dari penderita DM.
B. Diabetes Mellitus (DM) tipe 2
Sebelumnya dikenal dengan nama non insulin dependent diabetes
mellitus (NIDDM) atau adult onset diabetes. Terjadinya diabetes tipe 2
disebabkan karena kurangnya sekresi insulin yang pada umumnya relatif atau
karena adanya resistensi insulin pada sel sehingga kerja insulin tidak
maksimal. Etiologi terjadinya diabetes tipe 2 belum diketahui secara pasti,
tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya diabetes
tipe ini seperti kegemukan , aktifitas yang kurang dan pola makan yang tidak
baik). Diabetes mellitus tipe 2 ini berkisar antara 90 – 95 % pada penderita
DM.

31
C. Diabetes Mellitus Gestasional (DMG)
Merupakan keadaan diman adanya resistensi insulin yang selanjutnya
menjadi hiperglikemi pada wanita selama kehamilan. Peningkatan gula darah
ini terjadi karena dihambatnya kerja hormon insulin yang kemungkinan
disebabkan oleh hormon dari plasenta. Diabetes gestasional cenderung terjadi
sekitar minggu ke–24 kehamilan.
D. Diabetes Mellitus Tipe Lain
Penyebab DM tipe lain yaitu kelainan genetic , bahan kimia , infeksi dan
lain – lain.
Tabel 8. Etiologi dan Klasifiksi Diabetes mellitus

I. Diabetes Mellitus tipe 1


Terjadi kerusakan sel beta yang disebabkan oleh
a. Proses imunologi (autoimun)
b. Idiopatik
II. Diabetes Mellitus tipe 2
Bisa terjadi karena resistensi insulin , defisiensi insulin relative
ataupun keduanya. Biasanya pada DM tipe 2 didapatkan
kelainan karena keduanya, bisa resistensi insulin yang
predominan atau kebalikannya.

III. Diabetes Mellitus Gestasional (GDM)


IV. Diabetes Mellitus Tipe Lain
A. Kelainan genetik dari fungsi sel beta
- Kromosom 12, HNF-1α (MODY3)
- Kromosom 7, glukokinase (MODY2)
- Kromosom 20, HNF-4α (MODY1)
- Kromosom 13, insulin promoter faktor-1 (IPF-1;
MODY4)
- Kromosom 17, HNF-1β (MODY5)
- Kromosom 2, NeuroD1 (MODY6)

32
- DNA mitokondria
- Lainnya
B. Kelainan Genetik kerja insulim
1. Resistensi insulin tipe A
2. Leprechaunism
3. Sindrom Rabson-Mendenhall
4. Lipoatrophic diabetes
5. Others
Sumber : American Diabetes Asociation (ADA) 2014

3. Etiologi dan Faktor Resiko DM tipe 2


Sampai saat ini penyebab dari DM tipe 2 masih belum diketahui secara pasti,
namun terdapat beberapa faktor resiko yang terkait dalam DM tipe 2
diantaranya :
- Obesitas
- Pola makan yang tidak baik
- Aktivitas yang kurang
- Disposisi genetic ( Riwayat keluarga yang mempunyai Diabetes)
- Ibu yang menderita diabetes saat kehamilan (GDM)
- Suku
4. Gejala Klinis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penderita dengan DM. Bahkan ada
yang tidak mempunyai gejala (asimptomatik) dan baru terdiagnosis DM saat
melakukan pemeriksaan rutin. Pada pasien DM tipe 2 banyak penderita yang
pada awalnya tidak menyadari telah menderita DM. Kecurigaan adanya DM bila
mempunyai mempunyai gejala- gejala sebagai berikut:6
Keluhan Klasik DM
- Poliuria
- Polidipsia
- Polifagia
- Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
Keluhan Lain

33
- Lemas
- Kesemutan
- Gatal
- Mata kabur
- Disfungsi ereksi pada pria
- Puritus vulvae pada wanita
5. Pengaturan Glukosa darah
A. Proses Pencernaan, Penyerapan dan Pengangkutan Karbohidrat
Karbohidrat adalah sumber kalori terbesar dalam makanan sehari- hari
dan biasanya 40-45 % dari asupan kalori tubuh . Beberapa sumber
karbohidrat terdapat dalam padi- padian, akar umbi dan sayuran dalam bentuk
kanji nabati amilopektin dan amilosa yang merupakan polisakarida dan gula
pasir yang merupakan disakarida.10
Pada proses pencernaan dilakukan pemecahan ikatan karbohidrat
kompleks (polisakarida dan disakarida) menjadi karbohidrat sederhana
(Glukosa, galaktosa, dan fruktosa) sehingga bisa diabsorbi oleh usus. Proses
pencernaan karbohidrat dimulai dari dalam rongga mulut. Dalam rongga
mulut terjadi proses pemecehan amilum (amilopektin dan amilase) menjadi
dekstrin oleh enzim yang terdapat dalam liur yaitu enzim amilase α. Proses
pencernaan berlanjut pada saat makanan berada dalam duodenum. Pankreas
mensekresikan produk eksokrinnya yaitu enzim amilase pankreas menuju
duodenum dan terjadi proses pemisahan ikatan dari polisakarida dan
disakarida. Selanjutnya pencernaan berlanjut dalam proses pemisahan
disakarida menjadi monosakarida oleh enzim-enzim glikosidase di membran
brush border sel absortif dalam vili usus. Tiga macam enzim glukosidase
yaitu : maltase merubah maltosa menjadi glukosa + glukosa, laktase merubah
laktosa menjadi galaktosa+glukosa, sukrase merubah sukrosa menjadi
fruktosa dan glukosa. Hasil akhir dari proses pencernaan yaitu menjadi
monosakarida (glukosa , galaktosa, fruktosa) yang kemudian diabsorbsi oleh
usus dan masuk vena porta lalu dibawa ke hati untuk dilakukan proses
metabolik.10

34
Sumber : Marks Smith 2005
Gambar 6. Pencernaan Karbohidrat dalam Saluran Cerna

B. Pankreas
Pankreas adalah sebuah kelenjar yang memanjang yang terletak di
belakang dan dibawah lambung, disamping lengkung pertama duodenum.
Kelenjar pankreas ini disebut kelenjar campuran karena mempunyai kelenjar
eksokrin dan endokrin.11
Bagian eksokrin terdiri dari sel- sel sekretorik yang menghasilkan enzim
dan mempuyai duktus yang bermuara pada duodenum. Enzim penting yang
dihasilkan adalah tripsinogen (pemecah protein), amilase (pemecah
karbohidrat), lipase (pemecah lipid).11

35
Bagian Endokrin terdiri dari pulau pulau yang disebut pulau langerhans
yang terselip diantara bagian eksokrin, menghasilkan hormon yang kemudian
di sekresi melalui pembuluh darah. Pulau langerhans mempunyai 3 macam sel
yang mempunyai fungsi berbeda yaitu Sel β yang menghasilkan hormon
insulin , sel α yang menghasilkan glukagon, sel D yang menghasilkan
somatostatin.11
1. Somatostatin
Somatostatin adalah hormon yang diproduksi oleh sel D. Bekerja sebagai
umpan balik negatif dari peningkatan glukosa darah dan asam amino dengan
cara inhibisi pengeluaran Hcl sehingga menurunkan kecepatan dari proses
pencernaan dan penyerapan. Somatostatin juga berperan parakrin dengan
mengatur pengeluaran hormon pankreas.11
2. Insulin
Insulin adalah satu – satunya hormon yang berfungsi untuk menurunkan
kadar gula darah. Insulin keluar saat kadar gula darah tinggi. Empat
mekanisme insulin unutk menurunkan gula darah dan mendoronng
penyimpanan karbohidrat :
a) Insulin membantu transpor glukosa ke sebagian besar sel

Sumber: http://sphweb.bumc.bu.edu/

Gambar 7. Kerja Insulin pada reseptor GLUT 4

36
Mekanisme ini merupakan mekanisme yang paling penting. Insulin
mendorong penyerapan oleh sabagian besar sel melalui rekrutmen
pengangkutan glukosa. Pengangkutan glukosa antara darah dan sel
dilakukan oleh suatu pembawa di membran plasma yang dikenal sebagai
GLUT (Glucose Transfor). Terdapat 6 GLUT yang telah diketahui dan
diberi nama sesuai urutan penemuannya seperti GLUT-1, GLUT-2,
sampai dengan GLUT 6. Pengangkut glukosa (GLUT) ini terletak
ditempat berbeda dengan fungsinya yang hampir sama. GLUT-4
mempunyai perbedaan dengan GLUT lain yang selalu berada di
membran plasma, dimana letak GLUT-4 tidak berada di membran
plasma melainkan didalam sel. Untuk membuat GLUT-4 bekerja maka
diperlukan hormon insulin. Insulin merangsang translokasi dari GLUT-4
dari vesikel intraseluler ke permukaan membran dari sel. Perpindahan ini
akan meningkatan pengangkutan glukosa ke dalam sel. GLUT-4
merupakan satu- satunya pengangkut glukosa yang bergantung pada
hormon insulin dan terletak sangat banyak pada jaringan yang paling
banyak menyerap glukosa dari darah yaitu otot rangka dan sel jaringan
adiposa, membuat pengaruh besar terhadap kadar gula darah.11
b) Merangsang glikogenesis, yaitu pembentuka glukosa menjadi glikogen
sebagai energi cadangan yang terjadi di hati dan otot.
c) Menghambat glikogenolisis, yaitu penguraian glikogen menjadi glukosa.
d) Menghambat glukoneogenesis, yaitu pembetukan glukosa dari lemak dan
protein.
3. Glukagon
Merupakan hormon yang di hasilkan oleh sel α di pankreas. Saat gula
darah rendah maka terjadi rangsangan untuk memproduksi hormon
glukagon yang dimana bekerja berkebalikan dengan hormon insulin yaitu
menaikkan kadar gula darah.
C. Hati
Hati adalah organ metabolik yang penting di tubuh. Setelah karbohidrat
diabsorbsi maka melaui vena porta diangkut ke hati. Di hati dilakukan proses

37
metabolisme untuk dijadikan energi dan untuk dijadikan cadangan energi
dengan dirubah menjadi glikogen. Saat kadar glukosa darah rendah maka hati
akan melakukan proses glikolisis dengan cara merubah glikogen menjadi
glukosa.11
6. Patofisiologi DM
Ada dua keadaan yang berperan dalam menyebabkan terjadinya diabetes ,
dapat terjadi karena salah satu keadaan ataupun terjadi karena ke- 2 nya.
keadaan tersebut adalah :
1. Defisiensi insulin absolut atau relatif.
2. Resistensi insulin
Defisiensi insulin dapat terjadi karena rusaknya sel β pankreas sebagian
atau seluruhnya karena mekanisme autoimun pada tubuh yang biasa terjadi
pada diabetes tipe 1. Sedangkan pada Diabetes tipe 2 biasa terjadi
defisisensi insulin relatif yang pada awalnya di dahului oleh penurunan
sensitivitas sel terhadap insulin (Resistensi insulin). Terdapat beberapa
faktor yang berpengaruh, obesitas dan ketidak seimbangan antara suplai dan
pengeluaran energi meningkatkan konsentrasi asam lemak, kemudian terjadi
penurunan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak yang
menyebabkan terjadi resistensi insulin. Faktor tersebut sangat penting tetapi
faktor yang lebih penting adalah disposisi genetik yang menurunkan
sensitivitas insulin. Akibat terjadinya resistensi insulin membuat terjadi
peningkatan kadar insulin sebagai bentuk konpennsasi, tetapi berdasarkan
perjalanan penyakit akhirnya insulin tidak bisa konpensasi membuat
terjadinya defisiensi insulin.12

7. Diagnosis Diabetes Mellitus (DM)


Diagnosis DM ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kadar glukosa dalam
darah. Adanya gejala klasik DM dapat dijadikan sebagai alasan untuk
dilakukannya pemeriksaan gula darah. Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui
tiga cara :

38
Tabel 9. Kriteria diagnosis DM

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)


Atau
2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL (7.0 mmol/L)
Atau
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL (11.1 mmol/L)
TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral ) dilakukan dengan pemberian beban 75 g
glukosa yang dilarutkan dalam air.
Atau
4. Pemeriksaan HbA1c ≥7 %

Sumber : PERKENI, 2011

8. Penyulit Diabetes Melitus (DM)


A. Penyulit Akut
1. Ketoasidosis diabetik (KAD)
Merupakan komplikasi akut DM yang dapat mengancam jiwa. Terjadi
ketika tubuh tidak dapat menggunakan glukosa sebagai sumber bahan bakar
yang kemudian diganti oleh lemak sebagai sumber bahan bakar. Pemecahan
lemak menghasilkan keton yang berada dalam darah dan urin. Dalam kadar
yang tinggi ,keton menjadi toksik (beracun) , kondisi ini dikenal sebagai
ketoasidois.12
Terjadinya ketoasidosis ditandai dengan peningkatan kadar glukosa
darah yang tinggi (300-600 mg/dL) disertai dengan adanya tanda dan gejala
asidosis dan plasma keton positif kuat.6
2. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)
Status hiperglikemik hiperosmolar (SHH) ditandai dengan sangat
tingginya kadar gula darah (> 600 mg/dL), hiperosmolaritas, dan dehidrasi
berat tanpa adanya ketoasidosis yang signifikan . SHH dan KAD merupakan
komplikasi akut yang paling serius yang dapat mengancam jiwa.12
3. Hipoglikemi

39
Bila terdapat penurunan kesadaran yang terjadi pada pasien DM harus
selalu dicurigai hipoglikemi. Hipoglikemi adalah menurunnya kadar gula
darah < 60 mg/dL. Hipoglikemi paling sering disebabkan oleh penggunaan
obat sulfonilurea dan insulin.6
B. Penyulit Menahun
1. Mikroangiopati
Merupakan penyakit yang terjadi pada pembuluh darah terkecil,
kapiler dan arteriol prakapiler, yang disebabkan terutama oleh penebalan
membran basal kapiler. Komplikasi mikroangiopati diantaranya pada retina
(retinopati diabetik) menyebabkan kebutaan, pada ginjal (nefropati diabetic)
yang menyebabkan gagal ginjal , pada saraf ( neuropati) yang dapat
menyebabkan impotensi dan hilangnya sensasi yang beresiko tinggi untuk
terjadinya ulkus kaki dan amputasi.12
2. Makroangiopati
Merupakan komplikasi DM yang menyerang pembuluh darah besar.
Komplikasi Makroangiopati termasuk penyakit kardiovaskular seperti
serangan jantung, stroke dan menurunnya aliran darah ke kaki. Penyakit
Kardiovaskular menjadi penyebab utama kematian pada penderita DM.
Hiperglikemi menyebabkan penyakit kardiovaskular melalui proses
aterosklesosis . Aterosklerosis menyebabkan penyempitan pembuluh darah
dan berujung dengan penurunan aliran darah ke suatau organ atau jaringan,
bisa terjadi pada pembuluh darah jantung (menyebabkan infark miokard),
pembuluh darah otak (menyebabkan stroke), atau pada ektremitas
menyebabkan nyeri dan penurunan pada penyembuhan infeksi.12

Penatalaksanaan Diabetes Mellitus


Pengelolaan Diabetes mellitus (DM) dilakukan secara komprehensif mencakup
terapi non farmakologi dan terapi farmakologi. Teradpat 4 pilar dalam penatalaksanaan
DM yaitu:

1. Edukasi

40
Perilaku hidup sehat diperlukan dalam penatalaksanaan pasien DM. Oleh
karena itu diperlukan adanya edukasi yang komprehensif dan peningkatan
motivasi untuk terjadinya perubahan perilaku hidup sehat.6
2. Terapi Gizi Medis
Penyandang DM perlu memperhatikan pola makan seperti jadwal makan, jenis,
dan jumlah makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan adalah Karbohidrat
45-65%, Lemak 20-25%, protein 10-20% dari jumlah kalori total yang
diperlukan perhari, dan natrium < 6 gr (1 sdt) , serat minimal 25 gram perhari.6
3. Latihan Jasmani
Latihan jasmani dilakukan secara teratur 3-4 kali dalam satu minggu dengan
durasi kurang lebih 30 menit. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan, naik tangga
dan lainnya tetap harus dilakukan.6
4. Terapi Farmakologis
Terapi Farmakologis diberikan bersamaan dengan perilaku hidup sehat. Terapi
farmakologis terdiri dari obat antidiabeteik oral dan suntikan insulin.6
A. Obat-obat Antidiabetik Oral
Obat anti diabetes dibagi menjadi 5 golongan berdasarkan mekanisme
kerjanya, yaitu: 6,13
1) Perangsang Sekresi Insulin
 Sulfonilure
Mekanisme kerja Sulfonilurea adalah dengan meningkatan
pelepasan insulin oleh sel β pankreas. Pilihan utama untuk pasien
dengan berat badan normal dan kurang. Efek samping yang paling
sering adalah hipoglikemia, tidak dianjurkan untuk penggunaan
sulfonilurea kerja panjang.
 Glinid
Cara kerja Glinid sama dengan sulfonilurea yaitu dengan
meningkatkan sekresi insulin, tetapi golongan ini mempunyai waktu
paruh yang lebih pendek dan harus diminum dalam frekuensi yang
lebih sering dibanding sulfonilurea. Efek samping hipoglikemia
lebih kecil dibanding sulfonilurea.

41
2) Peningkatan sensitivitas terhadap insulin
 Tiazolidinedion (Tzd)
Obat golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatan ambilan glukosa di perifer. Efek samping yang umum
dijumpai adalah peningkatan retensi cairan sehingga kontraindikasi
pada pasien dengan gagal jantumg karena dapat memperberat edema
dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan
tiazolidnindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
3) Penghambat Glukoneogenesis
 Metformin (Biguanid)
Metformin dapat menurunkan kadar gula darah puasa dan gula darah
post prandial dan belum pernah ditemukan efek samping hipoglikemia.
Mekanisme kerja secara pasti masih sukar dijelaskan, namun ada
beberapa hipotesisi tentang mekanisme kerja dari metformin
diantaranya dengan cara menurunkan glukoneogenesis di hati dan
ginjal, perlambatan absorbsi glukosa di pencernaan dengan peningkatan
konversi glukosa menjadi laktat oleh enterosit, stimulasi glikolisis di
jaringan yang meningkatkan bersihan glukosa darah, dan penurunan
kadar glukagon dalam darah.
Terutama dipakai pada pasien dengan berat badan lebih. Sering
menyebabkan gangguan saluran cerna dan tidak menimbulkan
hipoglikemi. Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(serum kreatinin >1,5 mg/dL),hati, dan orang- orang yang mempunyai
kecenderungan anoksia jaringan.

4) Penghambat alfa Glucosidase (Glucobay)


Obat ini bekerja dengan cara mengurangi absorbsi glukosa di usus halus.
Mekanisme kerja dengan cara menghambat enzim α glukosidase di usus
halus yang berfungsi untuk memecah polisakarida dan disakarida menjadi

42
monosakarida. Proses penghambatan ini membuat penurunan absorbsi dari
glukosa sehingga gula darah setelah makan tidak tinggi
5) Incretin
Usus menghasilkan incretin yaitu hormon usus yang disekeresi bila ada
makanan. Hormon usus merupakan perangsang kuat pelepasan insulin dan
sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Golongan ini terdapat 2
jenis yaitu Glucagon like peptide 1 (GLP-1) dan dipeptydil peptidase
4(DPP-4) yang bekerja sinergis.

B. Suntik Insulin
Insulin Eksogen ini sebagai pegganti dari inuslin endogen yang kurang dan
bekerja dengan meningkatan masukan glukosa dan lemak ke dalam sel.
Berdasarkan lama kerja, Insulin terbagi menjadi 4 jenis yaitu Insulin Kerja
cepat, pendek, menengah, dan panjang.6

Penghambat Alfa Glukosidase (Acarbose)


Merupakan obat anti diabaetes yang bekerja di usus halus dengan cara
menghambat penyerapan karbohidrat sebagai sumber glukosa. Karbohidrat yang
bisa diserap oleh usus halus adalah karbohidrat dalam bentuk monosakarida (
fruktosa, glukosa dan galaktosa), sedangkan karbohidrat dalam bentuk pati
kompleks, polisakarida, oligosakarida dan disakarida harus dipecah terlebih dahulu
dalam proses pencernaan dengan bantuan enzim. Proses pemecahan karbohidrat
kompleks menjadi monosakarida dilakukan oleh enzim α glukosidase yang terdapat
di brush border sel absortif dalam vili usus halus, obat penghambat α glukosidase
ini merupakan inhibitor kompetitif enzim α glukosidase, akibat inhibisi enzim
tersebut menunda pencernaan dan absorbsi pati dan disakarida yang masuk ke usus
halus sehingga menurunkan lonjakan kadar gula darah setelah makan sebanyak 40-
60 mg/dL dan menimbulkan efek menghemat insulin. 13
Terdapat 2 macam obat yang termasuk dalam inhibitor alfa glukosidase yaitu
acarbose dan miglitol (Tabel 3). Terdapat perbedaan strukur dari ke-2 obat dan
afinitas kedua senyawa tersebut berbeda, namun akarbose dan miglitol tetap sama-

43
sama bekerja pada α gkukosidase : sukrase, maltase, glikoamilase, dan
dekstranase.13
Tabel 10. Jenis-jenis Penghambat alfa glukosidase

Penghambat alfa Strukur Kimia Dosis per Oral


glukosidase
Akarbose 25-100 mg
(precose) sebelum makan

Miglitol (Glyset) 25-100 mg


sebelum makan

Sumber : Katzung, 2011

Monoterapi dengan penghambat alfa glukosidase menimbulkan penurunan


sedang HbA1c sebesar 0,5- 1% dan penurunan sebesar 20-25 mg/dL pada kadar
glukosa darah puasa. Pada penggunaan monoterapi tidak menimbulkan efek
hipoglikemi, namun bila pemberian dikombinasikan dengan sulfonilurea atau
insulin dapat terjadi hipoglikemi. Efek samping yang paling sering terjadi adalah
gangguan gastrointestinal seperti flatulens, diare dan nyeri perut yang terjadi akibat
pemecahan karbohidrat yang tidak sempurna yang kemudian berubah menjadi gas
dalam pencernaan. Keluhan- keluhan yang terjadi biasanya akan menurun setelah
pemakain obat beberapa lama.6
B. Kedokteran Keluarga
Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang
memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung jawab
dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis
kelamin pasien juga tidak boleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu. Dokter

44
keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang
berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya
memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit
keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif mengunjungi
penderita atau keluarganya.8
Kriteria pelayanan kesehatan yang harus terpenuhi untuk mewujudkan keadaan
sehat diantaranya adalah tersedianya pelayanan kesehatan (available), tercapai
(accesible), terjangkau (afordable), berkesinambungan (continue), menyeluruh
(comprehensive), terpadu (integrated), dan bermutu (quality).Pengertian pelayanan
kesehatan disini mencakup bidang yang sangat luas.Secara umum dapat diartikan
sebagai setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam
suatu organisasi untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga,
kelompok, dan ataupun masyarakat.8
Kedokteran keluarga merupakan disiplin akademik profesional, yaitu
pengetahuan klinik yang diimplementasikan pada komunitas keluarga.Dalam
memberikan pelayanan, idealnya setiap dokter dan khususnya dokter keluarga,
menerapkan ilmu ini.
Kedokteran keluarga memiliki kekhususan yaitu :8
1. Komprehensif dalam ilmu kedokteran, dalam arti tidak membatasi disiplin ilmu
kedokteran tertentu.
2. Komprehensif dalam pelayanan kesehatan.
3. Sasarannya adalah individu yang bermasalah atau yang sakit, namun di samping
menganalisis fungsi organ tubuh secara menyeluruh, juga fungsi keluarga.
4. Disusun secara komunal, sehingga setiap dokter dapat memanfaatkan sesuai
kebutuhan.
5. Bersifat universal terhadap manusia dan lingkungan.

Karakteristik Kedokteran Keluarga :8


1. Melayani penderita tidak hanya sebagai orang perorang melainkan sebagai
anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat sekitarnya.

45
2. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan memberikan perhatian
kepada penderita secara lengkap dan sempurna, jauh melebihi jumlah
keseluruhan keluhan yang disampaikan.
3. Mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan
seoptimal mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal serta
mengobati.
4. Mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan berusaha
memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya.
5. Menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat pertama dan
bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan.

Tujuan umum pelayanan dokter keluarga ialah terwujudnya keadaan sehat bagi
setiap anggota keluarga, sedangkan tujuan khusus:8
1. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efektif.
2. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efisien.
Manfaat Kedokteran Keluarga :8
1. Dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai manusia seutuhnya,
bukan hanya terhadap keluhan yang disampaikan.
2. Dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan penyakit dan dijamin
kesinambungan pelayanan kesehatan.
3. Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih baik dan
terarah, terutama ditengah-tengah kompleksitas pelayanan kesehatan saat ini.
4. Dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu sehingga penanganan
suatu masalah kesehatan tidak menimbulkan berbagai masalah lainnya.
5. Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanan maka segala
keterangan tentang keluarga tersebut baik keterangan kesehatan ataupun
keterangan keadaan sosial dapat dimanfaatkan dalam menangani masalah
kesehatan yang sedang dihadapi.
6. Dapat diperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit,
termasuk faktor sosial dan psikologis.

46
7. Dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit dengan tatacara yang lebih
sederhana dan tidak begitu mahal dan karena itu akan meringankan biaya
kesehatan.
8. Dapat dicegah pemakaian berbagai peralatan kedokteran canggih yang
memberatkan biaya kesehatan.
Ruang lingkup pelayanan dokter keluarga mencakup bidang amat luas
sekali. Jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam :8
1. Kegiatan yang dilaksanakan
Pelayanan yang diselenggarakan oleh dokter keluarga harus memenuhi syarat
pokok yaitu pelayanan kedokteran menyeluruh cmc (comprehensive medical
services). Karakteristik cmc :
a. Jenis pelayanan yang diselenggarakan mencakup semua jenis pelayanan
kedokteran yang dikenal di masyarakat.
b. Tata cara pelayanan tidak diselenggarakan secara terkotak-kotak ataupun
terputus-putus melainkan diselenggarakan secara terpadu (integrated) dan
berkesinambungan (continu).
c. Pusat perhatian pada waktu menyelenggarakan pelayanan kedokteran tidak
memusatkan perhatiannya hanya pada keluhan dan masalah kesehatan yang
disampaikan penderita saja, melainkan pada penderita sebagai manusia
seutuhnya.
d. Pendekatan pada penyelenggaraan pelayanan tidak didekati hanya dari satu
sisi saja, melainkan dari semua sisi yang terkait (comprehensive approach)
yaitu sisi fisik, mental dan sosial (secara holistik).
2. Sasaran Pelayanan
Sasaran pelayanan dokter keluarga adalah kelurga sebagai suatu unit.Pelayanan
dokter keluarga harus memperhatikan kebutuhan dan tuntutan kesehatan keluarga
sebagai satu kesatuan, harus memperhatikan pengaruhmasalah kesehatan yang
dihadapi terhadap keluarga dan harus memperhatikan pengaruh keluarga terhadap
masalah kesehatan yang dihadapi oleh setiap anggota keluarga.

47
Batasan pelayanan kedokteran keluarga ada banyak macamnya. Dua diantaranya
yang dipandang cukup penting adalah:8
1. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang
memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai satu unit, dimana tanggung
jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur
atau jenis kelamin, tidak juga oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja.
2. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan spesialis yang luas yang bertitik
tolak dari suatu pokok ilmu yang dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu
lainnya terutama ilmu penyakit dalam, ilmu kesehatan anak, ilmu kebidanan dan
kendungan, ilmu bedah serta ilmu kedokteran jiwa yang secara keseluruhan
membentuk satu kesatuan yang terpadu, diperkaya dengan ilmu perilaku, biologi
dan ilmu-ilmu klinik, dan karenanya mampu mempersiapkan setiap dokter agar
mempunyai peranan unik dalam menyelenggarakan penatalaksanaan pasien,
penyelesaian masalah, pelayanan konseling serta dapat bertindak sebagai dokter
pribadi yang mengkoordinasikan seluruh pelayanan kesehatan.
Pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga banyak
macamnya.Secara umum dapat dibedakan atas tiga macam :
1. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga
hanya pelayanan rawat jalan saja.Dokter yang menyelenggarakan praktek dokter
keluarga tersebut tidak melakukan pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di
rumah atau pelayanan rawat inap di rumah sakit.Semua pasien yang
membutuhkan pertolongan diharuskan datang ke tempat praktek dokter
keluarga.Jika kebetulan pasien tersebut memerlukan pelayanan rawat inap,
pasien tersebutdirujuk ke rumah sakit.
2. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien
dirumah.
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga
mencakup pelayanan rawat jalan serta pelayanan kunjungan dan perawatan
pasien di rumah.Pelayanan bentuk ini lazimnya dilaksanakan oleh dokter
keluarga yang tidak mempunyai akses dengan rumah sakit.

48
3. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di
rumah, serta pelayanan rawat inap di rumah sakit.
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga
telah mencakup pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di
rumah, serta perawatan rawat inap di rumah sakit. Pelayanan bentuk ini
lazimnya diselenggarakan oleh dokter keluarga yang telah berhasil menjalin
kerja sama dengan rumah sakit terdekat dan rumah sakit tersebut memberi
kesempatan kepada dokter keluarga untuk merawat sendiri pasiennya di rumah
sakit.

49
BAB IV
ANALISIS KASUS

IV.1. Analisis Klinis


Pasien datang ke Puskesmas Muntilan I pada tanggal 11 Oktober
2017. Pasien diantara oleh anak pasien ke puskesmas. Pasien
mengatakan datang ke puskesmas karena obatnya habis. Pasien sejak 4
tahun yang lalu di diagnosis dengan diabetes mellitus tipe II dan
hipertensi grade I. Awalnya, pasien mengatakan keluhan yang dirasakan
adalah sering buang air kecil yang terjadi setiap 5 menit sekali dan
setelah BAK pasien merasa tidak puas. Pasien juga merasa sering haus
dan lapar. Setiap haus pasien selalu meminum es teh manis atau
minuman kemasan lain yang dijual di pasar. Pasien juga mengeluhkan
adanya rasa kebas pada kedua kaki, pandangannya kabur dan pegal-pegal
dibagian belakang kepala. Keluhan pusing berputar, sakit kepala, mual
dan muntah disangkal pasien. Pasien memutuskan untuk berobat dan di
diagnosis mengalami penyakit kencing manis/ diabetes mellitus setelah
dilakukan pemeriksaan GDS dengan hasil 406 g/dl. Pasien juga di
diagnosis hipertensi setelah dilakukan pengukuran darah yang
didapatkan hasilnya sebesar 160/90 mmHg. Pasien kemudian diberikan
obat minum 2 macam, namun lupa nama obatnya. Secara bertahap gula
darah pasien menurun dan tekanan darahnya normal. Di keluarga, ibu
pasien mengalami keluhan yang sama namun sekarang sudah meninggal.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg.
Pemeriksaan fisik kepala, paru, jantung, abdomen dan ekstremitas dalam
batas normal. Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien saat
itu. Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik mengarahkan
pada diagnosis diabetes mellitus tipe II dan hipertensi grade I.

50
IV.2 Analisis Home Visit
Pada hasil home visit yang telah dilakukan, pasien tinggal bersama
suami dan kedua anaknya. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan
timbulnya keluhan pasien menurut teori H. Bloom, yaitu kesehatan manusia
dipengaruhi oleh beberapa unsur yang berkaitan. Pada pasien ini, unsur yang
terkait adalah perilaku. Sebelum terdiagnosis diabetes mellitus tipe II, pasien
tidak mengatur pola makannya. Kesehariannya saat berada di pasar, pasien
sering jajan makanan maupun minuman yang manis-manis. Pasien tidak
memperhatikan kandungan atau komposisi makanannya. Kurangnya
aktivitas fisik pasien yang merupakan salah satu faktor risiko penyakit yang
diderita pasien. Selain perilaku, pasien juga memiliki faktor risiko genetik
dari ibu pasien.
Dari hasil penilaian/family assessment tools, keluarga pasien termasuk ke
dalam bentuk keluarga inti dimana teradat suami, istri dan anak. Hubungan
pasien dengan keluarganya cukup baik, fungsi keluarga pasien dinilai dengan
perangkat APGAR dan keluarga pasien termasuk kedalam keluarga yang
memiliki fungsi keluarga sehat dengan skor 8, berikut adalah uraian
penjelasannya;
Tabel 7. APGAR
Komponen Kondisi Pasien
Adaptation Pasien merasa puas dapat kembali pada keluarga
(teman-teman), untuk membantunya pada waktu mendapat
Kesusahan
Partnership Pasien merasa puas dengan cara keluarga
(teman-teman) nya, untuk membicarakan sesuatu dengan
pasien dan mengungkapkan masalah dengan pasien
Growth Pasien merasa puas bahwa keluarga (teman-teman)
nya, menerima dan mendukung keinginannya untuk
melakukan aktifitas atau arah baru
Affection Pasien puas dengan cara keluarga (teman-teman)
nya, mengekpresikan afek dan berespon terhadap emosi-

51
emosi pasien seperti marah sedih atau mencintai
Resolve Pasien puas dengan cara keluarga (teman-
teman) nya, dalam menyediakan waktu bersama-sama

1. Continuing Care
Pasien telah mendapatkan satu kali kunjungan rumah untuk mengontrol
perkembangan penyakit dan kesehatan pasien terkait faktor resiko
kebiasaan dan perilaku yang dapat memperburuk maupun memperingan
penyakitnya.
2. Patient Centered, family focused, and community oriented
Pasien telah melibatkan keluarga satu rumah terhadap penyakit yang di
derita pasien.
3. Emphasis of preventive medicine
Pencegahan supaya tidak terjadi komplikasi adalah dengan makan dengan
pola gizi seimbang dan olahraga.
4. Collaborative and coordinative care
Dalam penanganan pasien yang dilibatkan adalah dokter dan bidan.
Namun bagian dari promosi kesehatan juga dapat turut serta ikut
melakukan promosi kesehatan mengenai penyakit diabetes mellitus dan
hipertensi.
5. Patient advocacy
Pasien telah dijelaskan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, penjelasan
tentang penyakitnya sesuai kebutuhan pasien

IV.3 Prinsip Kedokteran Keluarga


1. Holistic Care
Pada pasien ini telah dilakukan anamnesis disease (berkaitan
dengan klinis pasien) dan anamnesis illness (berkaitan dengan
perasaan pasien terhadap penyakitnya), serta telah dilakukan
anamnesis psikososial dan tergali permasalahan klinis dan
psikisnya yang saling berkaitan.

52
2. Comprehensive Care
Pasien ini telah mendapatkan aspek promotif berupa edukasi tentang
penyakit diabetes mellitus tipe II dan hipertensi grade I. Upaya
preventif dilakukan dengan menjaga pola makan dan aktivitas fisik.
Upaya kuratif telah dilakukan yaitu dengan diberikan terapi rutin
Glimepirid 2mg 3x1 tab; Metformin 500mg 2x1 tab; Amlodipine
5mg 1x1 tab; dan Vit B 6 1x1 tab.
3. Personal Care
Pasien telah diberikan kesempatan untuk bertanya, mendapat
informasi tentang penyakit yang dialaminya, serta dapat
menyalurkan ide, perasaan, harapan, dan masalah psikososial yang
dihadapi.
4. Continuing Care
Pasien telah mendapatkan satu kali kunjungan rumah untuk
mengontrol perkembangan penyakit dan kesehatan pasien terkait
faktor risiko kebiasaan dan perilaku yang dapat memperburuk
maupun memperingan penyakitnya.
5. Patient centered, family focused, and community oriented
Pasien telah melibatkan orang-orang di lingkungan tempat
tinggalnya yaitu kedua orangtua dan anggota keluarga lainnya.
6. Emphasis of preventive medicine
Pencegahan agar tidak terjadi kekambuhan dan komplikasi dengan
terapi obat telah diberikan dari puskesmas, faktor pencetus dari
perilaku pasien dapat dirubah dengan mudah karena pasien
memiliki keinginan kuat untuk sembuh dari penyakitnya.

IV.4 Prioritas Masalah Dan Pelaksanaan Program

Tabel 8. Prioritas Masalah dan Pelaksanaan Program


Sasar
No. Permasalahan Target an Perencanaan Kolaborasi

1. Diabetes Mellitus Menurunkan Pasien Memberi edukasi Dokter

53
tipe II kadar gula
darah dan
mencegah
komplikasi
mengenai penyakit
Diabetes mellitus tipe
II

meliputi faktor resiko,


tanda dan gejala,
pencegahan
serta cara
Penanggulangan
komplikasinya.

Kurangnya Pasien
pengetahuan mengetahui
pasien mengenai pola makan dan
pola makan atau diet diabetes Pasien
diet diabetes mellitus tipe II dan
mellitus tipe II dan dan hipertensi Keluar
2. hipertensi grade I grade I ga Penyuluhan mengenai Dokter
Gizi pasien dan diet
untuk penderita DM
dan hipertensi

Pasien Penyuluhan mengenai


Aktivitas fisik Aktivitas fisik dan pentingnya aktivitas
yang kurang dari minimal 30 Keluar fisik minimal 30 menit
3. 30 menit sehari menit sehari ga setiap harinya Dokter

54
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kesimpulan yang di dapat dari data dan kunjungan rumah pada
Ny.D di Dusun Jambean, Desa Menayu, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang,
Jawa Tengah di dapatkan sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan Ny.D yakni diakibatkan
faktor perilaku. Faktor-faktor ini terdiri dari pengetahuan dan kesadaran mengenai
pola makanan yang benar dan seimbang terutama untuk pasien dengan Diabetes
Mellitus. Selain itu, kurangnya olahraga atau aktivitas fisik minimal selama 30
menit setiap harinya pada pasien dengan Diabetes Melitus.
2. Keluarga memiliki peranan penting dalam proses kesembuhan pasien
3. Peran keluarga untuk meningkatkan derajat kesehatan dengan peningkatan
pengetahuan mengenai Diabetes Melitus itu sendiri, dan dukungan keluarga dalam
menu makanan serta dorongan ke layanan kesehatan.

B. Saran
1. Untuk Pasien dan Keluarga
a. Rajin ke layanan kesehatan untuk mengontrol gula darah dan tekanan darah
minimal setiap bulannya.
b. Keluarga mendukung kesembuhan pasien
2. Untuk Puskesmas
a. Sistem penatalaksanaan pasien secara paripurna dengan pendekatan kedokteran
keluarga.
b. Tersedianya sarana yang memadai untuk pengelolaan pasien dengan
pendekatan kedokteran keluarga
c. Sistem pemberian informasi yang jelas dan komprehensif yang ditujukan pada
pasien dan keluarganya.

55
DAFTAR PUSTAKA

1. American Diabetes Association. (2004). Diagnosis and classification of diabetes


mellitus. Diabetes care 27(S1):5-10
2. American Council on Exercise. (2001). Exercise & type 2 diabetes. Diambil dari
http://www.acefitness.org/fitfacts pada tanggal 21 Februari 2017
3. Smeltzer & Bare . (2008). Textbook of Medical Surgical Nursing Vol.2.
Philadelphia: Linppincott William & Wilkins
4. Suyono S. Diabetes Melitus di Indonesia. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. IV
ed. Jakarta: Pusat penerbitan Ilmu Penyakit dalam FK UI; 2006.
5. Medicastore. (2008). Komplikasi Diabetes Bisa Mematikan. Diakses dari :
http://medicastore.com/diabetes/komplikasi_diabetes_mellitus.php
6. PERKENI. 2011. Konsensus pengelolaan diabetes melitus tipe 2 di indonesia
2011. Semarang: PB PERKENI.
7. Yunir E, Soebardi S. Terapi non farmakologis pada diabetes mellitus. Dalam
Sudoyo AW, dkk (eds), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III, edisi IV. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, 2009.

8. Anies. Buku Ajar Kedokteran keluarga & Pelayanan Kedokteran yang Bermutu.
Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. 2006.
9. American Diabetes Association (2014). Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus. Diabetes Care Vol 37, Supplement 1, January 2014. Available from
http://care.diabetesjournals.org/content/37/Supplement_1/S81.full.pdf+ht ml
(Accessed 20 Maret 2014)
10. Marks, Dawn B, Allan D Marks and Collen M. Smith. 2000. Biokimia
Kedokteran Dasar Sebuah Pendekatan Klinis. EGC. Jakarta
11. Sherwood, Laura Iee. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC.
12. Silbernagl Stefan, Lang Florian. 2007. Color Atlas Of Pathophysiology. Jakarta
:EGC.

56
13. Katzung. 2005. Basic and Clinical Pharmacology, 9th Edition. Mc Graw Hill.
Boston

57

You might also like