You are on page 1of 10

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP KETIMPANGAN

PERKEMBANGAN WILAYAH DI KAWASAN CIAYUMAJAKUNING

Anggun Ciptasari Nurana


anggun.ciptasari@gmail.com

Lutfi Muta’ali
luthfimutaali@yahoo.co.id

Abstract
The study purposes are to identify the level partiality expansion of region development during
1995-2009, the effects of realization of regional autonomy toward the partiality expansion, and the
factors which influenced the partiality in Ciayumajakuning. The data analysis used entropi theil index,
wilcoxon test, and regression test of panel data. The results showed the fluctuation of the partiality
expansion in region development had happened during 1995-2009, theil total score area’s had tend to
increase yearly. There was no significant effect of regional autonomy toward the
equalization/degradation of partiality of region development in Ciayumajakuning. Wilcoxon test result
is 0,05 for each region & 0,028 for total theil Ciayumajakuning, but they don’t indicate the equality.
Regression test of panel data showed the ratio variable of the expense construction had negative
relationship with the partiality level of region development and the workers variable had positive
relationship with it.

Keywords: The autonomy, partiality, development

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat ketimpangan perkembangan wilayah
tahun 1995-2009, mengidentifikasi pengaruh pelaksanaan otonomi daerah terhadap ketimpangan
perkembangan dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan di Kawasan
Ciayumajakuning. Analisis pada data menggunakan indeks entropi theil, uji wilcoxon dan uji regresi
data panel. Hasil penelitian menunjukan terjadi fluktuasi tingkat ketimpangan perkembangan wilayah
selama 1995-2009 dengan nilai total theil kawasan cenderung mengalami kenaikan tiap tahunnya.
Tidak terdapat pengaruh signifikan dari pelaksanaan otonomi daerah terhadap
pemerataan/penurunan ketimpangan perkembangan wilayah dengan hasil uji wilcoxon sebesar 0,500
pada masing-masing daerah dan 0,028 untuk total theil Ciayumajakuning, namun keduanya tidak
mengindikasikan pemerataan. Hasil uji regresi data panel menunjukan bahwa variabel rasio belanja
pembangunan memiliki pengaruh signifikan dan negatif dengan tingkat ketimpangan perkembangan
wilayah dan variabel tenaga kerja memiliki pengaruh signifikan positif terhadap ketimpangan
perkembangan yang terjadi.

Kata kunci: Otonomi, Ketimpangan, Perkembangan

172
PENDAHULUAN kebijakan desentralisasi fiskal sendiri baru
dimulai pada tanggal 1 Januari tahun 2001.
Krisis moneter serta ambruknya Melalui otonomi daerah dan desentralisasi
perekonomian memicu perlawanan terhadap fiskal, pemerintah daerah memiliki wewenang
pemerintahan orde baru pada awal tahun 1998 untuk menggali pendapatan dan melakukan
untuk menuntut reformasi yang nyata, peran alokasi secara mandiri dalam menetapkan
demokrasi dan desentralisasi. Gelombang prioritas pembangunan. Sehingga dengan
reformasi tersebut menjadi pendorong adanya otonomi dan desentralisasi fiskal
disahkannya kerangka hukum baru mengenai diharapkan dapat lebih memeratakan
hubungan pemerintah pusat dan daerah yang pembangunan berdasarkan potensi masing-
dituangkan dalam Undang-undang No. 22 masing daerah.
Tahun 1999. Menurut Halim dalam Erlangga A.
Melalui UU No. 22 Tahun 1999, Landiyanto (2005), ciri utama suatu daerah
pembangunan daerah dilaksanakan melalui mampu melaksanakan suatu otonomi adalah (1)
penguatan otonomi daerah dan pengelolaan kemampuan keuangan daerah, yang berarti
sumber daya yang mengarah pada terwujudnya daerah tersebut memiliki kemampuan dan
tata kepemerintahan yang baik atau good kewenangan untuk menggali sumber-sumber
governance. Otonomi daerah memberi hak serta keuangan, mengelola dan menggunakan
wewenang kepada daerah otonom untuk keuangannya sendiri untuk mengelolah
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan; (2) ketergantungan kepada
pemerintahan dan kepentingan masyarakat bantuan pusat harus seminimal mungkin.
setempat sesuai dengan peraturan perundang- Pengaliaan otoritas pengelolaan daerah
undangan. dari pemerintah pusat ke daerah ternyata tidak
Terdapat konsep desentralisasi dalam dapat dilakukan di semua daerah, begitu juga
kebijakan otonomi daerah yang merupakan dengan kemandirian penyelenggaraan urusan
penyerahan wewenang pemerintahan oleh rumah tangga daerah. Hal ini berhubungan
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dengan potensi serta sumberdaya yang terdapat
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan di daerah otonom, dimana karakteristik masing-
pemerintahannya. Tuntutan reformasi akan masing daerah mempengaruhi potensi serta
keadilan dalam bidang ekonomi bagi masyarakat sumber daya yang terdapat di dalamnya.
daerah diwujudkan dalam kebijakan Perbedaan tersebut mendorong terjadinya
desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal perbedaan kemampuan finansial pada masing-
merupakan penyerahan wewenang kepada masing daerah. Oleh karena itu, diperlukan
pemerintah daerah untuk mengelola sumber- kajian mengenai dampak dari penyelenggaraan
sumber keuangan daerahnya melalui prinsip kebijakan otonomi daerah tersebut. Dengan
money follos functions (Bahl, 2000:19). demikian, dapat diketahui peran otonomi daerah
Kebijakan ini diperkuat oleh UU No. 25 Tahun sebagai katalisator pemerataan.
1999 yang mengalami perubahan menjadi UU Dampak penerapan konsep desentralisasi
No. 33 Tahun 2004. fiskal pada pelaksanaan otonomi daerah
Kebijakan desentralisasi fiskal ini terhadap ketimpangan perkembangan wilayah
dimaksudkan agar pemerintah daerah mampu juga dirasakan pada Kawasan Ciayumajakuning
menjalankan fungsinya dengan baik serta dapat yang merupakan satu dari empat Bakorwil
mendukung dan meningkatkan keuangan (badan koordinator wilayah) yang berada di
pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi Jawa Barat dengan nama Bakorwil Cirebon.
(Saragih, 2003). Pelimpahan wewenang dalam Pelaksanaan desentralisasi fiskal yang
pengelolaan keuangan menuntut pemerintah sudah berjalan kurang lebih selama sebelas
daerah agar dapat mandiri yang berarti bahwa tahun, yaitu mulai tahun 2001 sampai saat ini,
dapat menggali potensi daerah sebagai sumber masih mengalami kasus klasik yakni,
penerimaan daerah serta dapat mengelola pelaksanaan desentralisasi secara signifikan
keuangan untuk melaksanakan menumbuhkan ekonomi regional tiap
pemerintahannya. kabupaten/kota, namun di sisi lain ketimpangan
Pelaksanaan otonomi daerah dimulai pada juga terjadi antar kabupaten/kota di kawasan
bulan Januari tahun 2000 sedangkan untuk Ciayumajakuning tidak mengalami perubahan
173
yang signifikan untuk menuju pemerataan. Oleh Tujuan pemberian otonomi daerah yaitu
karena itu, penelitian mengenai dampak otonomi untuk memungkinkan daerah yang
daerah terhadap tingkat ketimpangan bersangkutan mengatur dan mengurus rumah
perkembangan wilayah di Kawasan tangganya sendiri untuk meningkatkan daya
Ciayumajakuning ini bertujuan untuk guna dan hasil guna penyelenggaraan
mengidentifikasi: pemerintahan (Kuncoro, 2004)
1. Tingkat kesenjangan perkembangan
wilayah di Kawasan Ciayumajakuning, 3. Hubungan Otonomi Daerah dan
2. Pengaruh pelaksanaan kebijakan Otonomi Desentralisasi Fiskal
Daerah terhadap ketimpangan Kebijakan mengenai otonomi daerah
perkembangan wilayah di Kawasan tentunya diiringi dengan adanya asas
Ciayumajakuning, desentralisasi. Desentralisasi merupakan
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengotonomian, yakni proses memberikan
ketimpangan wilayah pada pelaksanaan otonomi kepada masyarakat dalam wilayah
kebijakan otonomi daerah. tertentu. Kaitan desentralisasi dan otonomi
Landasan teori dalam penelitian ini yakni daerah seperti yang diungkapkan oleh Gerald
berikut : S. Maryanow (2003) yaitu merupakan dua
1. Ilmu Geografi sisi dari satu mata uang.
Penerapan ilmu geografi dalam Desentralisasi tersebut tentunya
menjawab tantangan pembangunan di mencakup penyerahan wewenang dalam
Indonesia salah satunya yaitu melalui peran mengelola keuangan daerahnya. Sehingga
ilmu geografi dalam pengembangan wilayah salah satu konsekuensi dari pelaksanaan
(Baiquni, 2004). Terdapat tiga pendekatan otonomi daerah yakni adanya kebijakan
dalam ilmu geografi yakni analisis keruangan desentralisasi fiskal.
(spatial analysis), analisis ekologi
4. Perkembangan Wilayah
(ecological analisys), dan analisis kompleks
Perkembangan wilayah dapat
wilayah (regional complex analisys). Ketiga
dirumuskan sebagai rangkaian upaya untuk
pendekatan geografi tersebut mendasarkan
mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan
pada aspek keruangan yang mempunyai
berbagai sumber daya, merekatkan &
kaitan erat dengan persebaran suatu obyek
menyeimbangkan pembangunan nasional dan
pembahasan.
kesatuan wilayah nasional, meningkatkan
Penelitian ini menggunakan pendekatan
keserasian antar kawasan, keterpaduan antar
kompleks wilayah untuk melihat berbagai
sektor pembangunan melalui proses penataan
aspek yang mempengaruhi perkembangan
ruang dalam rangka pencapaian tujuan
wilayah di Ciayumajakuning dalam kaitannya
pembangunan yang berkelanjutan dalam
dengan keruangan wilayah. Pendekatan
wadah NKRI.
kompleks wilayah menelaah gejala atau
Perkembangan suatu wilayah terkait
fenomena dengan menggunakan kombinasi
dengan potensinya dan optimalisasi
antara analisis keruangan dan analisis
pemanfaatan potensi tersebut. Teori
ekologi.
perkembangan wilayah yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu teori klasik, teori
2. Otonomi Daerah neo-klasik, teori sektor dan teori tahap
Otonomi daerah pada dasarnya
pembangunan.
merupakan upaya untuk mewujudkan
tercapainya salah asatu tujuan negara, yaitu 5. Ketimpangan Perkembangan Wilayah
peningkatan kesejahteraan masyarakat Fenomena dibalik pertumbuhan wilayah
melalui pemerataan pelaksanaan seperti kesenjangan antar wilayah menjadi
pembangunan dan hasil-hasilnya. Daerah masalah mendasar pembangunan.
memilki kewenangan membuat kebijakan Ketimpangan wilayah menurut Forbes (1986)
daerah untuk memberi pelayanan, menyangkut ketimpangan secara ekonomi
peningkatan peran serta, prakarsa dan dan ketimpangan secara sosial. Ketimpangan
pemberdayaan masyarakatyang bertujuan ekonomi lebih mengacu pada distribusi
pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
174
pendapatan per kapita daerah yang kurang data yang berasal dari instansi-instansi
merata sedangkan ketimpangan sosial lebih pemerintahan Propinsi Jawa Barat dan kawasan
mengacu pada akibat dari terjadinya Ciayumajakuning. Data sekunder pada
ketimpangan ekonomi. penelitian ini berbentuk time series (1995-2009)
Perbedaan perkembangan dan kemajuan lima daerah di Kawasan Ciayumajakuning yakni
antar wilayah yang berarti tidak samanya Kab. Cirebon, Kab. Indramayu, Kab.
kemampuan untuk bertumbuh yang analog Majalengka, Kab. Kuningan dan Kota Cirebon.
dengan kesenjangan sehingga yang timbul
adalah ketidakmerataan sehingga muncul Definisi Operasional Variabel
pendapat dan studi-studi empiris yang  Ketimpangan Perkembangan Wilayah
menempatkan pemerataan dan pertumbuhan Ketimpangan wilayah secara ekonomi
pada posisi yang dikotomis. Teori menurut Forbes (1986) yakni kondisi
ketimpangan wilayah yang digunakan dalam ketimpangan yang mengacu pada distribusi
penelitian ini yaitu teori trickling down effect pendapatan per kapita daerah yang kurang
dan polarization Effect, teori spread effect, merata. Ketimpangan perkembangan wilayah
dan Hipotesis Kuznets. mengacu pada kemajuan masing-masing
wilayah berdasarkan pendapatan perkapita
6. Peran Desentralisasi dalam Ketimpangan wilayahnya. Pada penelitian ini, untuk
Perkembangan Wilayah mengukur ketimpangan perkembangan
Fenomena ketimpangan merupakan wilayah digunakan perhitungan indeks
konsekuensi logis dari orientasi entropi theil.
pembangunan dalam era otonomi daerah  Laju Pertumbuhan Ekonomi
yang cenderung mengarah pada alokasi Laju pertumbuhan ekonomi memiliki
sumberdaya yang terdapat yang terdapat pada pengertian sebagai tingkat perkembangan
wilayah-wilayah pertumbuhan Tjokrowinoto kegiatan dalam perekonomian yang
(1999). Differensiasi karakteristik wilayah menyebabkan barang dan jasa yang
mengakibatkan adanya perbedaan potensi diproduksikan dalam masyarakat dan
sumberdaya yang dimilki wilayah tersebut, kemakmuran masyarakat meningkat.
hal ini juga didorong oleh perbedaan kualitas  Derajat Desentralisasi
sumberdaya manusia yang ada di berbagai Derajat desentralisasi dalam penelitian
wilayah. ini didapatkan dengan menggunakan
Menurut Pose et all (2007), terdapat pendekatan penerimaan, yaitu mengukur
banyak litetatur yang menyatakan bahwa derajat desentralisasi fiskal dari share
desentralisasi fiskal memberikan perubahan penerimaan daerah terhadap total penerimaan
yang signifikan terhadap kesejaterahan dan daerah
keuntungan ekonomi. Lebih lanjut ia  Rasio Belanja Pembangunan
menyatakan bahwa pemerintah daerah Rasio belanja pembangunan dalam hal
(dengan asumsi lebih dekat dengan rakyat) ini merupakan rasio realisasi pengeluaran
lebih cakap dalam membuat kebijakan yang pemerintah daerah untuk belanja modal
menentukan barang publik yang dibutuhkan pembangunan atau pengeluaran diluar belanja
di daerahnya. Dengan demikian pemerintah pegawai dalam satu tahun anggaran
daerah menghasilkan fungsi alokasi yang pendapatan dan belanja daerah terhadap total
lebih efisien. Pendapat yang sama juga belanja daerah.
dikemukakan oleh Ebel dan Yilmaz (2002),  Indeks Pembangunan Manusia
Slinko (2002), dan Vasquez dan Mc Nab Mutu sumberdaya manusia dapat diukur
(2001). dengan menggunakan proxy indeks
pembangunan manusia (IPM). IPM adalah
METODE PENELITIAN suatu indikator pembangunan manusia yang
Metode Pengumpulan Data diperkenalkan UNDP pada tahun 1990.
Penelitian ini menggunakan teknik analisis  Tenaga Kerja
deskriptif kuantitatif. Data yang diperoleh untuk Tenaga Kerja (TK) digunakan untuk
penelitian ini berupa data sekunder diperoleh mewakili resource yang mempengaruhi
dari hasil studi pustaka dan teknik dokumentasi tingkat pertumbuhan suatu wilyah. Dalam
175
penelitian ini jumlah tenaga kerja yang Iintra = Indeks Entropi Theil intra region
dimakasud diukur dari jumlah angkatan kerja yi = PDRB per kapita daerah i
Yj = Jumlah PDRB per kapita kawasan j
per tahun, per wilyah. xi = jumlah penduduk daerah i
Xj = jumlah penduduk kawasan j
Analisis Data
Analisis Identifikasi Tingkat Ketimpangan
Perkembangan di Kawasan Ciayumajakuning
Analisis identifikasi terhadap tingkat Keterangan :
Iinter = Indeks Entropi Theil inter region
ketimpangan wilayah di Ciayumajakuning Yj = Rata-rata PDRB per kapita kawasan j
dilakukan melalui tahap identifikasi pola dan Xj = Jumlah penduduk kawasan j
struktur perkembangan wilayah serta tahap Nilai total ketimpangan perkembangan
perhitungan tingkat ketimpangan wilayah. wilayah di Kawasan Ciayumajakuning adalah
sebagai berikut :
1. Tipologi Klassen
Alat analisis Klassen Typology (Tipologi  
Klassen) digunakan untuk mengetahui gambaran
Analisis Identifikasi Pengaruh Pelaksanaan
tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi
Otonomi Daerah terhadap Ketimpangan
masing-masing daerah. Melalui analisis ini
Perkembangan Wilayah
diperoleh empat karakteristik pola dan struktur
Pelaksanaan Otonomi Daerah disinyalir
pertumbuhan ekonomi yang berbeda, yaitu:
mendorong terjadinya petumbuhan ekonomi
daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh (high
namun tidak memiliki pengaruh yang signifikan
growth and high income), daerah maju tapi
terhadap pemerataan perkembangan wilayah.
tertekan (high income but low growth), daerah
Data yang analisis untuk menegatahui pengaruh
berkembang cepat (high growth but income),
pelaksanaan otonomi daerah terhadap
dan daerah relatif tertinggal (low growth and
ketimpangan perkembangan wilayah tidak
low income) (Kuncoro dan Aswandi, 2002: 27-
memenuhi asumsi klasik maka analisis yang
45) dan (Radianto, 2003: 479-499).
dilakukan menggunakan statistik non parametrik
dengan uji wilxocon.
2. Indeks Entropi Theil
Indeks entropi theil digunakan untuk
Identifikasi Faktor-Faktor yang
mengidentifikasi tingkat ketimpangan di
Mempengaruhi Ketimpangan Perkembangan
Ciayumajakuning selama kurun waktu tahun
Wilayah pada Pelaksanaan Otonomi Daerah
1995 hingga 2009. Rumus dari Indeks Entropi
Ketimpangan perkembangan selama
Theil yakni:
pelaksanaan otonomi daerah di Kawasan
Ciayumajakuning tentunya dipengaruhi oleh
faktor-faktor baik yang berupa faktor ekonomi
maupun faktor non ekonomi. Metode yang dapat
Keterangan : digunakan untuk mengetahui faktor-faktor
I(y) = Indeks Entropi Theil tersebut beserta pengaruhnya yaitu analisis
yj = PDRB per kapita wilayah j regresi data panel dengan menggunakan
Y = rata-rata PDRB per kapita wilayah software Eviews 6.0.
xj = jumlah penduduk wilayah j
X = jumlah penduduk propinsi
Indeks entropi theil memiliki kemampuan HASIL DAN PEMBAHASAN
untuk membedakan ketimpangan antar daerah
(inter region) dan ketimpangan dalam suatu Analisis Identifikasi Tingkat Ketimpangan
daerah (intra region). Maka, untuk mengukur Perkembangan di Kawasan Ciayumajakuning
ketimpangan dalam suatu daerah dan antar 1. Profil Perkembangan Ekonomi
daerah menggunakan rumus sebagai berikut : Profil perkembangan ekonomi kawasan
dapat menggambarkan berbagai
karakteristik kegiatan ekonomi yang
berbeda pada masing-masing daerah yang
Keterangan :
terjadi setiap tahunnya.

176
Tabel 1 Klasifikasi Perkembangan Kawasan
Ciayumajakuning Th 2000

Grafik tingkat ketimpangan perkembangan


wilayah di Kawasan Ciayumajakuning
Tabel 2 Klasifikasi Perkembangan Kawasan menggambarkan fluktuasi tingkat ketimpangan
Ciayumajakuning Th 2009 perkembangan yang terjadi selama kurun waktu
tahun 1995 hingga tahun 2009. Tingkat
ketimpangan perkembangan wilayah yang
terjadi cenderung mengalami kenaikan pada tiap
tahunnya.
Analisis Identifikasi Pengaruh Pelaksanaan
Otonomi Daerah terhadap Ketimpangan
Perkembangan Wilayah
Seiring dengan garis besar tujuan yang
ingin dicapai dalam pelaksanaan otonomi, yakni
mengenai efesiensi, keadilan, kemandirian dan
pemerataan maka aspek pemerataan atau
pengurangan tingkat ketimpangan dalam
2. Tingkat Ketimpangan Perkembangan pelaksanaan kebijakan otonomi sangat penting
Wilayah di Kawasan Ciayumajakuning untuk diperhatikan. Sehingga pelaksanaan
Differensiasi perkembangan pada kebijakan otonomi memiliki pengaruh terhadap
masing-masing wilayah pada masa tingkat ketimpangan perkembangan wilayah
otonomi akan mendorong terjadinya yang terjadi.
ketimpangan perkembangan di Kawasan Hasil uji wilcoxon untuk tingkat ketimpangan
perkembangan masing-masing daerah di
Ciyumajakuning. Oleh karena itu, perlu
Ciayumajakuning tahun 2000 dan 2009 menunjukan
dilakukan identifikasi mengenai tidak terdapat perbedaan tingkat ketimpangan
ketimpangan perkembangan yang bersifat perkembangan wilayah sebelum dan sesudah
time series di Kawasan Ciayumajakuning. pelaksanaan otonomi yang berarti bahwa tidak
yakni sebelum dan sesudah otonomi terdapat pengaruh yang signifikan dari kebijakan
daerah. otonomi daerah terhadap penurunan tingkat
ketimpangan perkembangan (pemerataan) dengan
nilai sig sebesar 0,500.

Tabel 3 Hasil Uji Wilxocon Ketimpangan Perkembangan


Masing-masing Daerah
Test Statisticsb
TkKetimpangan2009 -
TkKetimpangan2000
Grafik 1 Tingkat Ketimpangan Perkembangan Wilayah di Z -,674a
Ciayumajakuning Tahun 95-09 Asymp. Sig. (2-tailed) ,500
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Sedangkan hasil uji wilcoxon untuk


tingkat ketimpangan perkembangan wilayah di

177
Kawasan Ciayumajakuning menunjukan terjadi Hasil analisis regresi data panel terhadap
terjadi perbedaan tingkat ketimpangan LPE yakni sebesar 0,2154 yang berarti lebih
perkembangan wilayah sebelum dan sesudah besar dari 0,05, sehingga LPE tidak memiliki
otonomi dengan nilai signifikasi sebesar 0,028. pengaruh yang signifikan terhadap tingkat
Namun tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari ketimpangan perkembangan wilayah yang
kebijakan otonomi daerah terhadap penurunan terjadi. Hubungan pengaruh LPE terhadap
tingkat ketimpangan perkembangan (pemerataan) tingkat ketimpangan perkembangan wilayah
dikarenakan tingkat ketimpangan perkembangan yaitu sebesar 0,022264 yang berarti bahwa
wilayah cenderung naik pasca otonomi daerah. peningkatan LPE sebesar 0,022264 akan
meningkatkan ketimpangan wilayah sebesar
Tabel 4 Hasil Uji Wilxocon Ketimpangan Perkembangan
Wilayah di Ciayumajakuning 1%. Hal ini sejalan dengan penelitian Altito
Test Statisticsb (2010) dimana pertumbuhan ekonomi dapat
sesudah - sebelum mendorong peningkatan ketimpangan
Z -2,201a wilayah.
Asymp. Sig. (2-tailed) ,028
a. Based on negative ranks.  Derajat Desentralisasi terhadap Tingkat
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Ketimpangan Perkembangan Wilayah
Kedua hasil uji wilcoxon ini menunjukan
Desentralisasi yang merupakan konsep
bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan
bawaan dari kebijakan otonomi yang telah
dari pelaksanaan kebijakan otonomi daerah
diterapkan sejak tahun 2001 menunjukan
terhadap pemerataan perkembangan wilayah
pengaruh yang kurang signifikan terhadap
yang terjadi di Kawasan Ciayumajakuning.
tingkat ketimpangan perkembangan wilayah
di kawasan Ciayumajakuning dengan nilai
Identifikasi Faktor-Faktor yang
probabilitas >0,005 yakni 0,8506. Nilai
Mempengaruhi Ketimpangan Perkembangan
koefisien derajat desentralisasi yakni sebesar
Wilayah pada Pelaksanaan Otonomi Daerah
-0,003054 yang berarti bahwa peningkatan
Hasil analisis regresi data panel
derajat desentralisasi fiskal sebesar 0,003054
menggunakan software Eviews 6.0 terhadap
akan menyebabkan penurunan tingkat
variabel laju pertumbuhan ekonomi, derajat
ketimpangan perkembangan wilayah di
desentralisasi, rasio belanja pembangunan,
Kawasan Ciayumajakuning sebesar 1%.
tenaga kerja dan indeks pembangunan manusia
Berdasarkan hasil uji regresi data panel
menunjukan bahwa terdapat dua variabel
tersebut maka variabel DF berpengaruh tidak
independent yang signifikan mempengaruhi
signifikan secara negatif terhadap tingkat
tingkat ketimpangan perkembangan wilayah di
ketimpangan perkembangan wilayah di
Ciayumajakuning selama kurun waktu tahun
Kawasan Ciayumajakuning. Hal ini sejalan
2001 hingga 2009, yakni variabel rasio belanja
didukung oleh penelitian tahun 2010 yang
pembangunan dan tenaga kerja.
dilakukan di Jawa Barat oleh Altito bahwa
Tabel 5 Hasil Regresi Data Panel derajat desentralisasi berhubungan negatif
α= dengan tingkat ketimpangan wilayah.
Variabel Sig Kesimpulan
0,05
Tdk  Rasio Belanja Daerah terhadap Tingkat
LPE 0.2154 0,05
Sigifikan
Ketimpangan Perkembangan Wilayah
Tdk
DF 0.8506 0,05
Sigifikan Berdasarkan hasil uji regresi data panel
diketahui bahwa nilai probabilitas variabel
RPEM 0.0243 0,05 Sigifikan
rasio belanja pembangunan menunjukan nilai
Tdk 0,024 dimana nilai ini lebih kecil dari nilai α
IPM 0.1902 0,05
Sigifikan
yaitu sebesar 0,05. Hal tersebut menunjukan
LTK 0.0029 0,05 Sigifikan bahwa variabel rasio pembangunan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap tingkat
Interpretasi Hasil Analisis Regresi Data ketimpangan perkembangan wilayah di
Panel Kawasan Ciayumajakuning. Nilai koefisien
 Laju Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tingkat RPEM sebesar -0,009420 menunjukan bahwa
Ketimpangan Perkembangan Wilayah peningkatan nilai rasio belanja pembangunan
178
sebesar 0,009420 akan mendorong penurunan Nilai probabilitas hasil uji regresi data
tingkat ketimpangan perkembangan wilayah panel variabel LTK yakni sebesar 0,0029.
sebsesar 1%. Nilai probabilitas variabel LTK lebih kecil
Perbedaan masing-masing kebijakan dari 0,05 sehingga variabel LTK di Kawasan
dalam pengelolaan belanja daerah atau Ciayumajakuning memiliki pengaruh yang
pengeluaran daerah tentunya berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya
terhadap strategi dalam pengelolaan yaitu tingkat ketimpangan perkembangan
keuangan bagi pembangunan daerah, hal ini wilayah. Sehingga peningkatan nilai Tenaga
dapat mendorong terjadinya perbedaan kerja sebesar 1,285100 akan mendorong
tingkat perkembangan yang terjadi. Strategi kenaikan tingkat ketimpangan perkembangan
pengelolaan keuangan daerah yang baik wilayah sebesar 1%. Berdasarkan hasil uji
terutama dalam pengaturan anggaran belanja regresi data panel tersebut maka variabel
daerah akan menjadi modal bagi LTK memilki pengaruh yang signifikan
pembangunan daerah dimana dominasi secara positif terhadap tingkat ketimpangan
anggaran belanja daerah tidak lagi berada di perkembangan wilayah di Ciayumajakuning.
pos belanja bagi gaji pegawai tetapi lebih
pada pembelian modal dan pembangunan. KESIMPULAN
 Indeks Pembangunan Manusia terhadap Kesimpulan
Tingkat Ketimpangan Perkembangan Berdasarkan analisis hasil penelitian dan
Wilayah pembahasan tentang dampak otonomi daerah
IPM yang memiliki peranan vital dalam terhadap tingkat ketimpangan perkembangan
pembangunan ekonomi merupakan suatu wilayah di Kawasan Ciayumajakuning maka
modal wilayah melaksanakan proses dapat ditarik beberapa kesimpulan yakni :
pembangunan tersebut. Terutama di era 1. Selama kurun waktu tahun 1995 hingga tahun
otonomi yang memberi keleluasaan daerah 2009 telah terjadi fluktuasi tingkat
untuk mengelola pemerintahannya termasuk ketimpangan perkembangan wilayah di
pembangunan di dalamnya. Kawasan Ciayumajakuning yang cenderung
Hasil uji regresi data panel menunjukan mengalami kenaikan tiap tahunnya.
bahwa nilai probabilitas dari variabel IPM 2. Kebijakan otonomi daerah tidak memilki
yakni sebesar 0,1902. Sehingga dapat pengaruh yang signifikan terhadap
disimpulkan bahwa variabel IPM memiliki pemerataan atau penurunan tingkat
pengaruh yang tidak signifikan terhadap ketimpangan perkembangan wilayah yang
tingkat ketimpangan perkembangan wilayah terjadi di Kawasan Ciayumajakuning. Tidak
di Kawasan Ciayumajakuning. Hasil uji terdapat perbedaan tingkat ketimpangan
analisis data panel tersebut juga perkembangan masing-masing wilayah yang
menggambarkan bahwa setiap kenaikan IPM sebelum dan sesudah otonomi dengan hasil
sebesar 0,028679 akan mendorong penurunan uji wilcoxon sebesar 0,500, sedangkan pada
tingkat ketimpangan perkembangan wilayah total theil di Kawasan Ciayumajakuning
sebesar 1%. terdapat perbedaan antara sebelum dan
sesudah pelaksanaan otonomi daerah yang
 Tenaga Kerja terhadap Tingkat Ketimpangan ditunjukan oleh hasil uji wilcoxon yakni
Perkembangan Wilayah sebesar 0,028 namun tidak menunjukan
Menurut Solow dan Swan, bahwa terjadinya pemerataan.
pertumbuhan ekonomi tergantung kepada 3. Faktor-faktor yang signifikan terhadap
pertambahan penyediaan faktor-faktor tingkat ketimpangan perkembangan wilayah
produksi (penduduk, tenaga kerja dan di Kawasan Ciayumajakuning selama
akumulasi modal) serta tingkat kemajuan otonomi daerah yakni variabel rasio belanja
tekhnologi. Teori Fungsi Produksi Neo- pembangunan dan variabel tenaga kerja.
Klasik (Sukirno, 2004), juga menjelaskan 4. Variabel rasio belanja pembangunan
bahwa tenaga kerja akan mempengaruhi memiliki pengaruh yang signifikan dan
pertumbuhan produksi, dimana peningkatan bersifat negatif terhadap tingkat ketimpangan
marginal jumlah tenaga kerja akan
meningkatkan marjinal produksi.
179
perkembangan wilayah dengan nilai ditekankan pada pengeluaran pembangunan
probabilitas sebesar 0,0243. dan modal.
5. Variabel tenaga kerja memilki pengaruh yang 5. Pembangunan tidak hanya ditekankan pada
signifikan dan bernilai positif terhadap peningkatan laju pertumbuhan ekonomi
tingkat ketimpangan perkembangan wilayah tetapi harus memperhatikan pembangunan
di Ciayumajakuning dengan nilai probabilitas manusia didalamnya, sehingga kualitas
sebesar 0,0029. hidup masyarakat lebih terjamin dengan
6. Faktor-faktor yang tidak signifikan terhadap adanya peningkatan kualitas pendidikan,
tingkat ketimpangan perkembangan wilayah kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
selama pelaksanaan otonomi di Kawasan
Ciayumajakuning yakni laju pertumbuhan
ekonomi, derajat desentralisasi dan indeks DAFTAR PUSTAKA
pembangunan manusia. Baiquni, M. (2004). Membangun Pusat-Pusat di
Pinggiran-Otonomi di Wilayah
Saran Kepulauan. Yogyakarta : Ide As dan
Berdasarkan hasil penelitian yang PKPEK.
diperoleh serta analisis terhadap hasil dalam
penelitian ini, maka terdapat beberapa saran Ebel, Robert D dan Seidar Yilmaz (2002).
yang dapat diajukan antara lain: Concept of Fiscal Decentralization and
1. Peran serta desentralisasi fiskal dalam World Wide Overview. World Bank
otonomi daerah seharusnya lebih Institute. Available:
dimaksimalkan sehingga daerah dapat http://www.worldbank.org
melakukan fungsinya secara efektif dan
efisien yang didukung dengan sumber- Forbes (1986). Geografi Keterbelakangan
sumber keuangan yang memadai guna (Sebuah Survei Kritis). Jakarta : LP3ES.
meningkatkan pertumbuhan ekonomi
masing-masing wilayah yang mendorong Kuncoro, Mudrajad (2002). Analisis Spasial dan
perkembangan wilayahnya. Regional Studi Aglomerasi dan Kluster
2. Pemerintah daerah seharusnya melakukan Industri Indonesia. Yogyakarta : Unit
evaluasi pemanfaatan potensi daerah baik Penerbit dan Percetakan AMP YKPN.
berupa komoditas unggulan, pajak,
retribusi, sumberdaya yang dimiliki dan Kuncoro, Mudrajad (2004). Otonomi dan
sebagainya agar pemanfaatanya optimal Pembangunan Daerah: Reformasi,
sebagai sumber pendapatan daerah. Perencanaan, Strategi, dan Peluang.
Eavaluasi digunakan untuk melakukan Yogyakarta: Erlangga
peningkatan kualitas dari potensi yang
dimiliki serta sebagai pengontrol terhadap Landiyanto, Erlangga Agustino (2005). Kinerja
pemanfaatannya. Keuangan dan Strategi Pembangunan
3. Pemberian dukungan pada pengembangan Kota di Era Otonomi Daerah: Studi Kasus
ekonomi lokal baik berupa modal, fasilitas, Kota Surabaya. Cures Working Paper, No.
dan kebijakan yang mendukung serta 05/01.
pembekalan keterampilan bagi masyarakat
Moeljarto, Tjocrowinoto (1999). Pembangunan
guna meningkatkan pendapatan daerah serta
Dilema dan Tantangan . Yogyakarta :
mendorong kemandirian daerah agar tidak
pustaka pelajar
hanya bergantung pada dana transfer dari
pemerintah pusat. Pose et all. (2007). Fiscal Decentralization,
4. Perlunya dilakukan perancangan strategi Efficiency and Growth. Department Of
pengalokasian pengalokasian dana transfer Geography and Environmental, London
dan belanja daerah secara efektif dan efisien School of Economics. Avaliable:
agar penggunaan sumber dana bukan hanya http://www.iza.org
untuk pengeluaran administrasi namun lebih

180
Saragih, P.J. (2003). Desentralisasi Fiskal dan
Keuangan Daerah dalam Otonomi.
Jakarta : Ghalia Indonesia.

Slinko, Irina (2002). Fiscal Decentralization on


The Budget Revenue Inequity among
Munipacalities and Growth Russian
Regions. Avaliable:
http://www.econpapers.repec.org

Peraturan Perundangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32


Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33


Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan
Pemerintahan Daerah.

181

You might also like