You are on page 1of 6

PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA

BERDASARKAN PERMENDAGRI NO. 27 TAHUN 2006


(Studi pada Kantor Sekretariat Daerah, Bag. Administrasi Pemerintaan,
Subbag. Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah, Kabupaten Sidoarjo)

Septy Amelia Nur Talitha, Mochammad Makmur, Siswidiyanto


Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang
E-mail: tytaa@ymail.com

Abstract: Determination And Confirmation of the village boundary in Kabupaten Sidoarjo


through on Permendagri No. 27 of 2006. Village boundary is important to determination and
confirmation legal village area. This effort is important to avoid conflict cause by legal village
boundary. The Goverment of Kabupaten Sidoarjo has sought in carrying out the determination
and confirmation of the village boundary through on Permendagri No. 27 of 2006. The research
focuses on the problem to determination and confirmation of village boundary in Kabupaten
Sidoarjo through Permendagri No. 27 of 2006, and to know the factor to determination and
confirmation of village boundary in Kabupaten Sidoarjo. The result of the determination and
confirmation of village boundary has been done through Permendagri No. 27 of 2006. and make
Kabupaten Sidoarjo became to one of Kabupaten Refrence in Indonesia. The human resources
and budget availability are factor supporting in the determination and affirmation of village
boundary. Inhibiting factors in the determination and affirmation of village boundary are
differences of perception, about determination and affirmation of village boundary and lack
completeness inauthentic evidence.

Keywords: Determination and confirmation of village boundary, boundary setting, boundary


confirm, conflict

Abstrak: Penetapan dan Penegasan Batas Desa di Kabupaten Sidoarjo Berdasarkan


Permendagri No. 27 Tahun 2006. Batas desa penting untuk penetapan dan penegasan area desa
yang resmi serta usaha untuk mencegah terjadinya konflik batas desa. Konflik batas desa di
Kabupaten Sidoarjo membuat Pemerintah Kabupaten Sidoarjo harus menyelesaikan konflik
berdasarkan berdasarkan Permendagri No. 27 Tahun 2006 tentang penetapan dan penegasan batas
desa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji penetapan dan penegasan batas desa di
Kabupaten Sidoarjo berdasarkan Permendagri No. 27 Tahun 2006, dan mengetahui faktor-faktor
penetapan dan penegasan batas desa di Kabupaten Sidoarjo. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa penetapan dan penegasan batas desa sudah dilaksanakan sesuai berdasarkan Permendagri
No. 27 Tahun 2006 dan membuat Kabupaten Sidoarjo menjadi salah satu kabupaten acuan di
Indonesia. Sumber daya manusia dan ketersediaan anggaran menjadi faktor pendukung
pelaksanaan penetapan dan penegasan batas desa. Perbedaan presepsi dan kurang pahamnya
masyarakat akan pentingnya penetapan dan penegasan batas serta kurangnya kelengkapan bukti
autentik tentang batas desa menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan penetapan dan
penegasan batas desa.

Kata kunci: penetapan dan penegasan batas desa, penetapan batas, penegasan batas, konflik.

Pendahuluan gunung, hutan, dan lain-lain. Tetapi batasan


Hampir di seluruh pemerintah daerah di wilayah tersebut akan menjadi sulit ketika desa
Indonesia mempunyai batas wilayah masing- tersebut berbatasan dengan perbatasan buatan,
masing, misalnya Desa A berbatasan dengan misalnya hanya ditandai dengan sebuah tugu,
Desa B, desa C dan seterusnya, itu menjadi patokan, bambu atau yang lain. Pemisahan batas
mudah apabila yang menjadi batas wilayah wilayah itu menjadi tegas apabila ada pembatas
adalah batas alami misalnya laut, danau, sungai, yang jelas, kejelasan batas wilayah tersebut

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 1, Hal1-7 | 1


menjadi patokan setiap wilayah dalam mengelola Tinjauan Pustaka
segala urusan administratifnya. Batas desa adalah 1. Administrasi Publik
salah satu contoh penegasan batas dalam skala Menurut Siagian (1997, h. 8) Administrasi
yang kecil namun sangat penting, batas desa publik dapat didefinisikan sebagai “ segala
merupakan batas awal dimana akan sesuatu kegiatan yang dilakukan oleh aparatur
mempengaruhi batas yang lain misalnya pemerintah demi mencapai tujuan negara”.
penetapan batas antar desa, batas desa dengan Penyelenggaraan semua kepentingan publik dan
batas kecamatan, batas antar kecamatan, sampai masalah publik (public interest and public
dengan batas antar kabupaten. Agar batas desa affairs) yang ada pada suatu negara merupakan
tersebut dapat diterima oleh semua pihak maka ruang lingkup kegiatan administrasi publik
harus didukung oleh dokumen otentik berupa (public administration).
peta batas daerah dan tanda fisik di lapangan Seperti yang diungkapkan oleh Caiden
berupa pilar tanda batas. dalam Mindarti (2007, h. 3) administrasi publik
Menurut Kristiyono (2008, h 7) Belum adalah keseluruhan kegiatan administrasi untuk
terwujudnya batas wilayah yang jelas dan pasti segala urusan publik (masyarakat). Pamudji
akan menimbulkan beberapa masalah baik secara dalam Mindarti (2007, h.4) menambahkan bahwa
administratif maupun fisik, yang selanjutnya bidang administrasi publik tidak hanya
berakibat pada timbulnya konflik serta dampak mencakup aktivitas eksekutif, melainkan
dari konflik tersebut. Di Kabupaten Sidoarjo berkenan juga dengan hal-hal yang
telah ada beberapa kasus mengenai sengketa diselenggarakan oleh lembaga legislatif dan
batas desa salah satunya ialah konflik antara yudikatif.
Desa Suko dan Desa Cemengbakalan,
Kecamatan Sidoarjo. Konflik desa ini sudah 2. Pemerintah Daerah
dimulai sejak tahun 1996-1997. Awal mula Menurut Jimung (2005, h. 41) Pemerintah
konflik hanya sebatas perbedaan pandangan dalam arti luas adalah semua lembaga negara
namun sampai pergantian beberapa kepala desa yang terdiri dari lembaga legislatif, eksekutif dan
masih belum terselesaikan. Motif awal terjadinya yudikatif. Sebaliknya, pemerintah dalam arti
konflik adalah perebutan sungai antara Desa sempit adalah hanyalah lembaga eksekutif.
Suko dan Desa Cemengbakalan, sungai ini Peranan pemerintah daerah dalam
terletak diantara sawah milik kedua desa. Namun penyelenggaraan pelayanan publik seperti yang
pada akhir tahun 1999 banyak investor yang diungkapkan Muluk (2006, h. 67) menunjukkan
tergiur untuk membangun perumahan di Desa bahwa hampir setiap daerah di Indonesia
Suko, dan pada akhirnya khususnya warga Desa berusaha mempergunakan instrumen kebijakan
Suko menjual sawah mereka sebagai ladang yang bersifat wajib dalam pemberian pelayanan
penghasilan. Karena sawah Desa Suko sudah kepada masyarakat.
digunakan sebagai perumahan, akhirnya warga
Desa Cemengbakalan beranggapan bahwa sungai 3. Desentralisasi
sudah tidak digunakan lagi oleh warga Desa Menurut UU No. 23 Tahun 2014 pasal 1
Suko, maka sungai ini dipakai untuk mengairi ayat (8) desentralisasi ialah penyerahan urusan
sawah Desa Cemengbakalan dan lama-kelamaan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada
sungai ini diberi tanaman pohon pisang sebagai daerah otonom berdasarkan asas otonomi.
salah satu tanda sungai ini milik Desa Menurut Muluk, (2006, h. 63) desentralisasi
Cemengbakalan. Warga Desa Suko yang dalam arti luas mencakup devolusi
mengetahui hal ini tidak terima dengan perlakuan (desentralisasi namun dalam artian sempit),
Desa Cemengbakalan sehingga timbullah konflik delegasi yang didalamnya ada privatisasi, dan
yang bertambah luas. Konflik yang dilatar dekosentrasi.
belakangi oleh ketidakjelasan batas wilayah dan
motif ekonomi ini memicu kedua desa hampir 4. Otonomi Daerah
bertikai beberapa kali namun berhasil diredam Dalam ketentuan Umum UU No. 23 Tahun
oleh pihak pemerintah. Adanya konflik yang 2014 Pasal 1 ayat (6) dan ayat (12) menyebutkan
harus diselesaikan dan manfaat yang dirasa baik bahwa:
untuk masyarakat dan pemerintahannya maka Otonomi daerah ialah hak, wewenang, dan
Pemerintah daerah Kabupaten Sidoarjo berupaya kewajiban daerah otonom untuk mengatur serta
melaksanakan penetapan dan penegasan batas mengurus sendiri urusann pemerintahan dan
desa berdasarkan Permendagri No. 27 Tahun kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
2006 tentang penetapan dan penegasan batas sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
desa. Daerah otonom itu sendiri ialah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 1, Hal1-7 | 2


wilayah yang jelas dan tegas yang berwenang 7. Penegasan Batas Desa
mengatur serta mengurus urusan pemerintahan Penegasan daerah dilakukan dalam rangka
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai mewujudkan batas wilayah yang jelas dan pasti
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarkat dalam aspek yuridis maupun fisik di lapangan.
sesuai sistem Negara Kesatuan Republik Penegasan daerah diwujudkan melalui 5 tahapan,
Indonesia.” sesuai Permendagri No. 1 Tahun 2006 Pasal 4
ayat (1), yakni:
5. Wilayah Administratif Desa a. Penelitian dokumen.
Menurut Permendagri No 27 Tahun 2006 Penelitian dokumen batas dalam penegasan
Pasal 1 Ayat (3) pengertian desa adalah kesatuan daerah berbeda dengen penelitian batas dalam
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas penetapan batas daerah. Penelitian dokumen
wilayah untuk mengatur serta mengurus batas disini sudah mengacu pada berita acara
kepentingan masyarakat daerah setempat, tidak lagi mencari peta dasar yang ada.
berdasarkan asal usul serta adat istiadat yang b. Pelacakan batas.
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Ada dua kegiatan dalam pelacakan batas
Negara Kesatuan Republik Indonesia. yaitu penentuan garis batas sementara dan
pelacakan garis batas di lapangan. Setelah
6. Penetapan Batas Desa ditelusuri batas di atas peta maka dilakukan
Sesuai dengan Permendagri No. 27 Tahun pelacakan batas di lapangan. Titik batas yang
2006 Pasal 1 Ayat (10) adalah proses telah disepakati untuk sementara dipasang
pelaksanaan penetapan batas desa secara tanda patol kayu yang atasnya dicat warna
kartometrik di alas suatu peta dasar yang telah merah.
disepakati. c. Pemasangan pilar batas.
Menurut Permendagri No. 27 Tahun 2006 Kegiatan pemasangan pilar batas ditujukan
tentang penetapan dan penegasan batas desa, untuk memberi kejelasan dan ketegasan batas
Pasal 3 menyatakan bahwa proses penetapan antar wilayah. Pemasangan pilar tiap batas
batas desa ini terdiri atas tiga tahapan kegiatan, antar desa, kecamatan dan propinsi berbeda-
yaitu: beda menurut ukuran dan kedalamannya,
a. Tahap kesatu: Penelitian Dokumen batas. untuk warna pilar semua berwarna putih.
Penelitian dokumen bisa berupa penelitian d. Pengukuran dan penentuan posisi pilar batas.
tentang asal muasal pembentukan daerah Pelaksanaan tahapan pengukuran dan
yang bersangkutan baik tertulis ataupun tidak penentuan posisi pilar batas ditentukan oleh
tertulis. Dokumen bisa berupa peta GPS geodetik tipe I dan tipe II, namun untuk
administrasi, peta rupabumi, topografi, peta kepastian penggunaan tergantung hasil
pajak bumi bangunan (PBB) dll sampai kesepakatan pemerintah dan Tim teknis yang
dengan tugu, atau prasasti yang ada di daerah bersangkutan. Pemasangan pilar bisa
tersebut. dilakukan sebelum atau sesudah pengukuran
b. Tahap Kedua: Penentuan Peta Dasar. dan penentuan posisi titik pilar, hal ini
Setelah semua dokumen terkumpul, para tim dibolehkan asal dilakukan sesuai prosedur
dan perwakilan daerah yang bersangkutan karena dalam peraturannya tidak ada sanksi
menentukan peta dasar mana yang akan apabila dilakukan tidak sesuai dengan urutan.
dipakai sebagai acuan untuk melaksanakan Pengukuran dan penentuan posisi pilar ini
tahap selanjutnya. bertujuan untuk memudahkan dan memantau
c. Tahap Ketiga: Pembuatan Peta Batas Desa lewat satelit, dan berguna untuk GPS (global
Kartometrik. positioning system).
Selesai menentukan peta dasar mana yang e. Pembuatan peta batas.
akan dijadikan sebagai acuan, tahap Pelakasanaan pembuatan peta batas
selanjutnya ialah pembuatan peta batas desa dilakukan setelah semua tahap penegasan
secara kartometrik yakni dan menelusuri batas daerah selesai, pembuatan peta batas
garis batas dengan menenetukan posisi titik dilakukan dengan cara mengkompilasi peta
koordinat dan mengidentifikasi cakupan dasar dan hasil dari berita acara penetapan
wilayah pada peta yang meliputi dua tahap dan penegasan batas setelah itu dijadikan
yakni penelusuran garis batas diatas peta dan arsip oleh pemerintah.
survei yang dilakukan di lapangan.
Pelaksanaan ini harus disepakati oleh kedua Supaya proses pelaksanaan lebih mudah
belah pihak (desa yang bersangkutan) dan tim dan terorganisir dan maka dibentuklah suatu TIM
teknis, setelah menemukan titik kesepakatan Penetapan dan Penegasan batas. Adanya tim
lalu kemudian membuat berita acara. penegasan ini supaya dapat memudahkan dalam

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 1, Hal1-7 | 3


menjalankan tugas dalam proses penetapan dan Pembahasan
penegasan batas wilayah administratif. 1. Penetapan Penegasan Batas Desa
Berdasarkan Permendagri No. 1 Tahun 2006 Berdasarkan Permendagri No. 27/2006 Di
Pasal 18 ayat (2), tim penegasan batas daerah, Kabupaten Sidoarjo.
terdiri atas: Batas desa yang belum jelas akan memicu
a. Tim PBD Pusat. terjadinya konflik antar desa bahkan lebih,
b. Tim PBD Propinsi, dan karena batas desa adalah batas awal suatu daerah
c. Tim PBD Kota/Kabupaten. yang akan mempengaruhi batas antar kecamatan,
kabupaten sampai antar provinsi. Kasus
Metode Penelitian mengenai sengketa batas antar desa ini terjadi di
Jenis penelitian yang digunakan penulis di Kabupaten Sidoarjo, salah satunya antara Desa
dalam penelitian ini adalah jenis penelitian Cemengbakalan dan Desa Suko, Kec. Sidoarjo
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut dan Kab. Sidoarjo. Kasus ini dilatarbelakangi
Bogmen dan Taylor dalam Moloeng (2009, h. 3), oleh perebutan sungai untuk pengairan irigasi
penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian sawah (motif ekonomi), warga Ds.
yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata- Cemengbakalan menganggap bahwa sungai
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan sudah tidak digunakan lagi oleh warga Ds. Suko
perilaku yang diamati, didukung dengan studi karena sawah mereka sudah dijual untuk lahan
literatur atau studi kepustakaan berdasarkan perumahan. Mengetahui sungai dipakai dan
pendalaman kajian pustaka berupa data dan bahkan sampai (diklaim) dengan ditanami pohon
angka, sehingga realitas dapat dipahami dengan pisang warga Ds, Suko tidak bisa terima, dan
baik. akhirnya konflik ini membesar sampai
Fokus dalam penelitian ini terbagi menjadi Pemerintah Kab. Sidoarjo turun menangani kasus
2 (dua) pokok poin: (1) Penetapan dan penegasan ini.
batas desa di Kabupaten Sidoarjo berdasarkan Pemerintah Kab. Sidoarjo dalam hal ini
Permendagri No. 27 Tahun 2006 yang dikaji dari Sekda bag. Adm. Pemerintahan subbag
dua tahapan yakni tahap penetapan batas Pemerintah Umum Otonomi Daerah (PUOD)
(penelitian dokumen, penenetuan peta dasar, mempunyai peran besar dalam menyelesaikan
pembuatan peta batas diatas kartometrik) dan kasus ini, untuk itulah pihak PUOD mengajak
tahap penegasan batas (penelitian dokumen masyarakat turut serta dalam melaksanakan
batas, pelacakan garis batas, pemasangan pilar penetapan dan penegasan batas desa berdasarkan
batas, pengukuran dan penentuan posisi pilar Permendagri No. 27/2006. Dalam Permendagri
batas dan pembuatan peta batas wilayah). (2) No. 27 Th. 2006 ada 2 (dua) tahapan yakni tahap
Aktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pertama Penetapan batas dan tahap Kedua
penetapan dan penegasan batas desa di Penegasan batas, masing-masing tahapan juga
Kabupaten Sidoarjo, yaitu faktor pendukung dan mempunyai tahapan tersendiri dan itu semuanya
penghambat. harus dilakukan sesuai prosedur yang ada dan
Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten dituangkan dalam berita acara yang nantinya
Sidoarjo. Situs penelitian pada Sekda Adm. akan menjadi arsip pemerintah. Dalam proses
Pemerintahan bag. PUOD Kab. Sidoarjo dan pelaksanaan subbag PUOD menemui kendala
Desa Suko & Desa Cemengbakalan Kec. yakni kurang adanya bukti peta dasar yang
Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo. Sumber data yang dimiliki oleh kedua desa, hal ini lah yang
digunakan adalah berdasarkan data premier dan memicu terjadinya (klaim) dari kedua belah
data sekunder. Didalam teknik pengumpulan pihak terhadap batas wilayah. Subbag. PUOD
data, penulis melakukannya melalui observasi, akhirnya bekerja sama dengan Dinas Topografi
wawancara (interview), dokumentasi, dan studi Kodam V Brawijaya, Dinas topografi memiliki
pustaka. Instrumen penelitian yang digunakan salinan peta yang telah dibuat dari Zaman
adalah berdasarkan peneliti sendiri, pedoman Belanda yakni sekitar tahun 1912-1944. Subbag.
wawancara, dan catatan lapangan. Analisis data PUOD akhirnya memanggil pamong, pihak tetua
menggunakan model analisis data interaktif dan perwakilan masyarakat dari kedua desa
menurut Miles dan Huberman yang ditulis oleh untuk menyaksikan salinan peta dan memediasi
Saldana (2013, h. 12). Analisis data ini melalui 4 konflik yang selama ini terjadi.
(empat) tahap yaitu pengumpulan data, Pada akhirnya semua masyarakat
kondensasi data, penyajian dan menarik memahami serta bersedia untuk berdamai, dan
kesimpulan atas disebut dengan dierifikasi. mereka juga turut mendukung pelaksanaan
penetapan dan penegasan batas desa, sungai yang
awalnya menjadi perebutan sekarang dalam
pengawasan Dinas Pengairan Kab. Sidoarjo. Tim

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 1, Hal1-7 | 4


Teknis dan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo a. Penetapan dan penegasan batas desa di
berhasil dalam pelaksanaan penetapan dan Kabupaten Sidoarjo berdasarkan Permendagri
penegasan batas desa dan kecamatan sehingga No. 27 Tahun 2006 yang dilaksanakan oleh
menjadi salah satu Kabupaten acuan penetapan Subbag Pemerintah Umum dan Otonomi
dan penegasan batas se-Indonesia. Daerah, Adm. Pemerintahan, Sekda Kab.
Sidoarjo sudah sangat baik, sehingga menjadi
2. Faktor Pendukung dan Faktor salah satu Kabupaten Percontohan penetapan
Penghambat Pelaksanaan Penetapan Dan dan penegasan batas daerah di Indonesia.
Penegasan Batas Desa Di Kabupaten Semua tahapan sudah dilakukan sesuai
Sidoarjo Berdasarkan Permendagri No. 27 dengan Permendagri No. 27 Tahun 2006,
Tahun 2006. namun dalam pengaplikasiannya di lapangan
a. Faktor Pendukung Subbag Pemerintah Umum dan Otonomi
1) Sumber daya Manusia, selain Tim teknis Daerah (PUOD) dan Tim Teknis Kabupaten
dan staff, peran serta masyarak.at sangat Sidoarjo melaksanakannya tidaklah berurutan
berpengaruh dalam keberhasilan sesuai dengan tahapan. Hal ini dikarenakan
pelaksanaan penetapan dan penegasan menyesuaikan kondisi yang ada di
batas. lapangan,ini sah-sah saja asalkan tidak
2) Ketersediaan Anggaran. Anggaran yang melenceng dari Permendagri No. 27 Th. 2006
sudah direncanakan secara matang akan dan tidak merugikan baik bagi tim teknis dan
memberi dukungan dan kelancaran proses masyarakat. Dalam penyelesaian konflik
pelaksanaan. Kerjasama yang baik antar yang terjadi di Desa Suko dan Desa
pihak juga memudahkan dalam Cemengbakalan, Kec. Sidoarjo, Kab.
menyelesaikan kegiatan, bisa dilhat Sidoarjo, Pemerintah dan pihak masyarakat
bahwa pemerintah desa juga turut serta telah mencapai kesepakatan. Meskipun pada
dalam pembelian pilar agar kegiatan ini awalnya mediasi berlangsung secara alot dan
selesai tepat waktu. lama, Pemerintah Kabupaten langsung cepat
tanggap dengan mendatangkan Dinas
b. Faktor Penghambat Topografi Kodam V Brawijaya untuk
1) Perbedaan Presepsi Dan Kurang mensosialisasikan peta batas wilayah aslinya
Pahamnya Masyarakat Akan Pentingnya yang sudah dibuat sejak zaman Belanda
Penetapan Dan Penegasan Batas Desa. tahun 1912-1944. Masyarakat yang
Adanya perbedaan pandangan antar bersengketa pada akhirnya menyadari
masyarakat memberikan masalah kekeliruan batas yang diacu selama ini, dan
tersendiri bagi pemerintah dan tim teknis, konflik yang terjadi akhirnya bisa
sehingga diperlukan waktu dan upaya terselesaikan, semua pihak pun akhirnya
lebih keras untuk menyelesaikan hal ini. mendukung adanya penetapan dan penegasan
2) Kurangnya Kelengkapan Bukti Autentik batas desa.
Tentang Batas Desa. Kurangnya bukti b. Faktor pendukung penetapan dan penegasan
tentang peta dasar desa tentunya batas desa di Kabupaten Sidoarjo berdasarkan
menyulitkan pemerintah dan tim teknis Permendagri No. 27 Tahun 2006 antara lain
sehingga pemerintah bekerja sama dengan a) sumberdaya manusia; b) ketersediaan
Dinas Topografi Kodam V Brawijaya anggaran. Faktor penghambat penetapan dan
yang mempunyai salinan peta sejak penegasan batas desa di Kabupaten Sidoarjo
zaman Belanda. berdasarkan Permendagri No. 27 Tahun 2006
diantaranya: a) Perbedaan Presepsi Dan
Kesimpulan Kurang Pahamnya Masyarakat Akan
Dari hasil pembahasan yang sudah Pentingnya Penetapan Dan Penegasan Batas
dipaparkan dapat ditarik kesimpulan bahwa Desa; b) Kurangnya Kelengkapan Bukti
pelaksanaan peentapan dan penegasan batas desa Otentik Tentang Batas Desa.
berdasarkan Permendagri No. 27/2006 di
Kabupaten Sidoarjo adalah sebagai berikut:

Daftar Pustaka
Jimung, M. (2005) Politik Lokal dan Pemerintah Daerah dalam Prespektif Otonomi Daerah.
Yogyakarta, Yayasan Pustaka Nusatama.
Keban, Yeremias T. (2004) Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik: Konsep, Teori dan Isu.
Yogyakarta, Gava Media.

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 1, Hal1-7 | 5


Kristiyono, Nanang. (2008) Konflik dalam Penegasan Batas Daerah Antara Kota Magelang dan
Kabupaten Magelang (Analisis Terhadap Faktor-Faktor Penyebab dan Dampaknya).
Semarang, Universitas Diponegoro.
Moelong, L. (2009) Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung, Remaja Rosda Karya.
Muluk, M.R. (2006) Desentralisasi (Teori, Cakupan dan Elemen-elemen) dalam Jurnal Administrasi
Negara Vol. II, No.02, Maret. Malang, FIA UB.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2006 tentang Penetapan dan Penegasan Batas
Desa. Jakarta, Kementrian Dalam Negeri.
Saldana. J., Miles, M., Huberman., A. (2013) Qualitative Data Analysis: A Method Sourcebook.
SAGE Publication.
Siagian, S.P (1997) Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta, Bumi Aksara.

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 1, Hal1-7 | 6

You might also like