You are on page 1of 31

ASUHAN KEBIDANAN IV (PATOLOGI)

HAND OUT VII

AKADEMI KEBIDANAN AL-ISHLAH CILEGON

FIKY ROFIQOH E. F., SKM


2014 – 2015
HAND OUT

Topik : Asuhan Kebidanan Pada Radang Genitalia Interna


Sub Pokok : Melaksanakan Asuhan Kebidanan Pada Radang Genitalia Interna
Objektif : Setelah Mengikuti pelajaran ini mahasiswa diharapkan dapat :
Perilaku 1. Menjelaskan Asuhan Kebidanan Pada Radang Genitalia Interna meliputi :
Mahasiswa a. Cerviksitis
b. Endomentritis
c. Endometriosis
d. Myometreitis
e. Parametritis
f. Adnexitis
g. Peritonitis
h. Pelviksistis
i. Kelainan pada ovarium
j. Salpingitis
Referensi : 1. Syaifudin, 2002, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Jakarta, YBPSP
2. Buku Panduan Praktis Materna dan Neonatal, 2001.
3. Mthai, Mathews, dkk, 2000, Impac Managing Complication In Pregnancy
and Childbirth, Departemen of Reproductive Health and Research.
4. Mayes, Midwifery, 12th Edition, 2000
5. Varneyer s H, 1997, Midwefery, UK, J Ones and Barlet Publisher
6. Mochtar R, 1998, Sinopsis Obstetri Jilid I, Jakarta
7. Manuaba, I.B.G., 1998, Ilmu Kebidanan, Penyakit /kandungan dan Keluarga
Berencana, Jakarta, EGC
8. Hanifa, dkk, 1999, Ilmu Kebidanan, Jakarta, YBPSP
9. Arias, Fernando, 1992, Practical Guide to High risk Pregnancy and Delivery,
Second Edition, Boston, Mosby Year Book
10. Benette VR, Brown LK, 1993, Midwefery Vol. , Cape Town : Creda Press
Solar road
11. Pusdiknakes – JHPIEGO, Modul 2, Pedoman Mengajar Dosen AKBID, 1999
12. Pusdiknakes – JHPIEGO, Modul 3, Pedoman Mengajar Dosen AKBID, 1999
13. Pusdiknakes – JHPIEGO, Modul 4, Pedoman Mengajar Dosen AKBID, 1999
14. Linda V, Walsh, Midwefery, 2001
15. Debora Bick, 2002, Postnatal Care, Evidence and Guide Lines for
Management.
16. Rukiyah, Ai Yeyeh., 2012. Asuhan Kebidanan IV Patologi Bagian 2, Jakarta,
TIM.
A. SERVIKSITIS
1. Pengertian
Serviksitis ialah radang dari selaput lendir canalis cervicalis. Karena epitel
selaput lendir cervicalis hanya terdiri dari satu lapisan sel silindris maka mudah
terkena infeksi dibandingkan dengan selaput lendir vagina (Sarwono, 2008). Pada
seorang multipara dalam keadaan normal canalis cervikalis bebas kuman, pada
seorang multipara dengan ostium uteri eksternum sudah lebih terbuka, batas atas dari
daerah bebas kuman ostium uteri internum.
Walaupun begitu canalis cervicalis terlindung dari infeksi oleh adanya lendir
yang kental yang merupakan barier terhadap kuman-kuman yang ada di dalam vagina.
Terjadinya cervisitis dipermudah oleh adanya robekan serviks, terutama yang
menimbulkan ectropion (Sarwono, 2008).
Servisitis adalah peradangan dari selaput lendir dari kanalis servikalis. karena
epitel selaput lendir kanalis servikalis hanya terdiri dari satu lapisan sel selindris
sehingga lebih mudah terinfeksi disbanding selaput lendir vagina (Ginekologi. FK
UNPAD, 1998) Juga merupakan :
a. Infeksi non spesifik dari serviks
b. Erosi ringan (permukaan licin), erosi kapiler (permukaan kasar), erosi folikuler
(kistik)
c. Biasanya terjadi pada serviks bagian posterior
Infeksi ini terjadi pada sebagian besar wanita yang telah melahirkan. Terdapat
perlukaan ringan pada mulut rahim. Gejala infeksi ini adalah leukorea yang kadang
sedikit atau banyak, dapat terjadi perdarahan (saat hubungan seks). Pengobatan
terhadap infeksi ini dimulai dengan pemeriksaan setelah 42 hari persalinan atau
sebelum hubungan seks dimulai. Pada mulut rahim luka lokal disembuhkan dengan
cairan albutil tingtura, cairan nitrasargenti tingtura, dibakar dengan pisau listrik,
termokauter, mendinginkannya (cryosurgery). Penyembuhan servisitis menahun
sangat penting karena dapat menghindari keganasan dan merupakan pintu masuk
infeksi ke alat kelamin bagian atas.
2. Etiologi
Servisitis disebabkan oleh kuman-kuman seperti : trikomonas vaginalis, kandida
dan mikoplasma atau mikroorganisme aerob dan anaerob endogen vagina seperti
Streptococcus, Enterococus, E.Coli, dan Stapilococus. Kuman-kuman ini
menyebabkan deskuamasi pada epitel gepeng dan perubahan inflamasi kromik dalam
jaringan serviks yang mengalami trauma.
Dapat juga disebabkan oleh robekan serviks terutama yang menyebabkan
ectropion, alat-alat atau alat kontrasepsi, tindakan intrauterine seperti dilatasi, dan
lain-lain. Serviksitis dapat disebabkan oleh salah satu dari sejumlah infeksi, yang
paling umum adalah :
a. Klamidia dan gonore, klamidia dengan akuntansi untuk sekitar 40% kasus.
Gonorroe, sediaan hapus dari fluor cerviks terutama purulen.
b. Trichomonas vaginalis dan herpes simpleks adalah penyebab yang kurang
umum dari Serviksitis.
c. Peran Mycoplasma genitalium dan vaginosis bakteri dalam menyebabkan
servisitis masih dalam penyelidikan.
d. Sekunder terhadap kolpitis.
e. Tindakan intra dilatasi dll.
f. Alat-alat atau obat kontrasepsi.
g. Robekan serviks terutama yang menyebabkan ectroption/ extropin
3. Patofisiologi
Penyakit ini dijumpai pada sebagian besar wanita yang pernah melahirkan dengan
luka-luka kecil atau besra pada cerviks karena partus atau abortus memudahkan
masuknya kuman-kuman kedalam endocerviks dan kelenjar-kelenjarnya, lalu
menyebabkan infeksi menahun. Beberapa gambaran patologis dapat ditemukan :
a. Cerviks kelihatan normal, hanya pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan
infiltrasi endokopik dalam stroma endocerviks. Serviksitis ini tidak
menimbulkan gejala, kecuali pengeluaran sekret yang agak putih kekuningan.
b. Disini pada portio uteri sekitar ostium uteri eksternum tampak daerah
kemerah-merahan yang tidak terpisah secara jelas dan epitel portio
disekitarnya, sekret dikeluarkan terdiri atas mukus bercampur nanah.
c. Sobekan pada cerviks uteri disini lebih luas dan mucosa endocerviks lebih
kelihatan dari luar (eksotropion). Mukosa dalam keadaan demikian itu mudah
kena infeksi dari vagina, karena radang menahun, cerviks bisa menjadi
hipertropis dan mengeras : sekret bertambah banyak.
4. Klasifikasi.
a. Serviksitis Akut.
Serviksitis akut dalam pengertian yang lazim ialah infeksi yang diawali di
endocerviks dan ditemukan pada gonorrhoe, dan pada infeksi post-abortum
atau post-partum yang disebabkan oleh Streptoccocus, Stafilococcus, dan lain-
lain. Dalam hal ini, serviks memerah dan bengkak dengan mengeluarkan
cairan mukopurulent. Akan tetapi, gejala-gejala pada serviks biasanya tidak
seberapa tampak di tengah gejala-gejala lain dari infeksi yang bersangkutan.
Pengobatan dilakukan dalam rangka pengobatan infeksi tersebut.
Penyakitnya dapat sembuh tanpa bekas atau menjadi Serviksitis kronis.
Serviksitis akut sering terjadi dan dicirikan dengan eritema, pembengkakan,
sebukan neutrofil, dan ulserasi epitel fokal. Endocerviks lebih sering terserang
dibandingkan ektocerviks. Serviksitis akut biasanya merupakan infeksi yang
ditularkan secara seksual, umumnya oleh Gonoccocus, Chlamydia
trachomatis, Candida albicans, Trichomonas vaginalis, dan Herpes simpleks.
Agen yang ditularkan secara non-seksual, seperti E. Coli dan Stafilococcus
dapat pula diisolasi dari cerviks yang meradang akut, tetapi perannya tidak
jelas. Serviksitis akut juga terjadi setelah melahirkan dan pembedahan.
Secara klinis, terdapat secret vagina purulen dan rasa nyeri. Beratnya
gejala tidak terkait erat dengan derajat peradangan.
b. Serviksitis Kronis.
Penyakit ini dijumpai pada wanita yang pernah melahirkan. Luka-luka
kecil atau besar pada serviks karena partus abortus memudahkan masuknya
kuman-kuman ke dalam endocerviks dan kelenjar-kelenjarnya, lalu
menyebabkan infeksi menahun. Beberapa gambaran patologis dapat
ditemukan :
1) Serviks kelihatan normal; hanya pada pemeriksaan mikroskopik
ditemukan infiltrasi leukosit dalam stroma endoserviks. Serviksitis ini
tidak menimbulkan gejala, kecuali pengeluaran secret yang agak putih-
kuning.
2) Disini pada portio uteri sekitar ostium uteri eksternum tampak daerah
kemerah-merahan yang tidak dipisahkan secara jelas dari epitel portio
disekitarnya, secret yang ditularkan terdiri atas mucus bercampur nanah.
3) Sobekan pada serviks uteri disini lebih luas dan mukosa endosekviks
lebih kelihatan dari luar. Mukosa dalam keadaan demikian mudah kena
infeksi dari vagina. Karena radang menahun, serviks bisa menjadi
hipertrofis dan mengeras ; secret mukopurulen bertambah pendek.
Pada proses penyembuhan, epitel tatah dari bagian vaginal portio uteri
dengan tanda-tanda metaplasia mendesak epitel torak, tumbuh kedalam stroma
dibawah epitel dan menutup saluran kelenjar-kelenjar, sehingga terjadi kista
kecil berisi cairan yang kadang-kadang keruh. Limfosit, sel plasma, dan
histiosit terdapat dalam jumlah sedang didalam serviks semua wanita. Oleh
karena itu, cervisitis kronis sulit ditentukan secara patologis keberadaan
kelainan serviks yang dapat dideteksi seperti granularitas dan penebalan
seiring dengan meningkatnya jumlah sel radang kronis didalam specimen
biopsi dianggap penting untuk memastikan diagnosis cervisitis kronis.
Serviksitis kronis paling sering terlihat pada ostium eksternal dan canalis
endoserviks. Hal tersebut dapat terkait dengan stenosis fibrosa saluran
kelenjar, yang menyebabkan kista retensi (nabothian). Bila terdapat folikel
limfoid pada pemeriksaan mikroskopik, istilah cervisitis folikular terkadang
digunakan. Secara klinis, cervisitis kronis sering kali merupakan temuan
kebetulan. Namun, cervisitis tersebut dapat menimbulkan secret vaginal, dan
beberapa kasus fibrosis yang terdapat pada canalis endoserviks dapat
menyebabkan stenosis, yang menimbulkan inferilitas.
5. Gejala Klinis
Keputihan hebat, biasanya kental dan biasanya berbau, sering menimbulkan erosi
pada portio yang tampak seperti daerah merah menyala. Pada pemeriksaan inspekulo
kadang-kadang dapat dilihat keputihan yang kental keluar dari kanalis servikalis.
Kalau portio normal tidak ada ectropion (mukosa kanalis servikalis tampak dari luar),
maka harus diingat kemungkinan gonorroe. Gejala-gejala non spesifik seperti nyeri
punggung, dan gangguan kemih, perdarahan saat melakukan hubungan seks.
6. Faktor Resiko
Beberapa faktor yang mempengaruhi insiden kanker serviks yaitu:
a. Usia.
b. Jumlah perkawinan
c. Hygiene dan sirkumsisi
d. Status sosial ekonomi
e. Pola seksual
f. Terpajan virus terutama virus HIV
g. Merokok
7. Tanda dan Gejala
a. Perdarahan
b. Keputihan yang berbau dan tidak gatal
c. Cepat lelah
d. Kehilangan berat badan
e. Anemia
8. Manifestasi Klinis
Dari anamnesis didapatkan keluhan metroragi, keputihan warna putih atau puralen
yang berbau dan tidak gatal, perdarahan pascakoitus, perdarahan spontan, dan bau
busuk yang khas. Dapat juga ditemukan keluhan cepat lelah, kehilangan berat badan,
dan anemia. Pada pemeriksaan fisik serviks dapat teraba membesar, ireguler, terraba
lunak. Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau sudah sampai
vagina. Diagnosis harus dipastikan dengan pemeriksaan histologi dan jaringan yang
diperoleh dari biopsi.
9. Prognosis
Karsinoma serviks yang tidak dapat diobati atau tidak memberikan respons terhadap
pengobatan 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala.
Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki rasio tinggi terjadinya rekurensi
harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi. Setelah
histerektomi radikal, terjadinya 80% rekurensi dalam 2 tahun.
10. Pemeriksaan Penunjang
a. Sitologi, dengan cara tes pap :
Tes Pap : Tes ini merupakan penapisan untuk mendeteksi infeksi HPV dan
prakanker serviks. Ketepatan diagnostik sitologinya 90% pada displasia keras
(karsinoma in situ) dan 76% pada dysplasia ringan / sedang. Didapatkan hasil
negatif palsu 5-50% sebagian besar disebabkan pengambilan sediaan yang
tidak adekuat. Sedangkan hasil positif palsu sebesar 3-15%.
b. Kolposkopi
c. Servikografi
d. Pemeriksaan visual langsung
e. Gineskopi
f. Pap net (Pemeriksaan terkomputerisasi dengan hasil lebih sensitif)
11. Pencegahan
Pencegahan terhadap kanker serviks dapat dilakukan dengan program skrinning dan
pemberian vaksinasi. Di negara maju, kasus kanker jenis ini sudah mulai menurun
berkat adanya program deteksi dini melalui pap smear. Vaksin HPV akan diberikan
pada perempuan usia 10 hingga 55 tahun melalui suntikan sebanyak tiga kali, yaitu
pada bulan ke nol, satu, dan enam. Dari penelitian yang dilakukan, terbukti bahwa
respon imun bekerja dua kali lebih tinggi pada remaja putri berusia 10 hingga 14
tahun dibanding yang berusia 15 hingga 25 tahun.
12. Pengobatan
Luka yang terinfeksi seperti halnya luka bedah yang terinfeksi lainnya, harus diatasi
dengan pemasangan brainase. Salah satu terapi kombinasi antibiotik berspektrum
luas. Harus diberikan kepada keadaan ini. Rasa nyeri diringankan dengan penggunaan
preparat analgesik yng efektif dan bila terjadi retensi urin, pemasangan indwelling
catheter harus dilakukan.

B. Endometritis
1. Pengertian Endometritis
Endometritis adalah keradangan pada dinding uterus yang umumnya disebabkan
oleh partus. Dengan kata lain endometritis didefinisikan sebagai inflamasi dari
endometrium. Derajat efeknya terhadap fertilitas bervariasi dalam hal keparahan
radang, waktu yang diperlukan untuk penyembuhan lesi endometrium, dan tingkat
perubahan permanen yang merusak fungsi dari glandula endometrium dan/atau
merubah lingkungan uterus dan/atau oviduk. Organisme nonspesifik primer yang
dikaitkan dengan patologi endometrial adalah Corynebacterium pyogenes dan gram
negatif anaerob.
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). Infeksi
ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan
terdapat benda asing dalam rahim.
2. Etiologi Endometritis
Kuman-kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas insersio
plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium. Pada
infeksi dengan kuman yang tidak seberapa pathogen, radang terbatas pada
endometrium. Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan darah menjadi nekrotis
dan mengeluarkan getah berbau dan terdiri atas keeping-keping nekrotis serta cairan.
Pada batas antara daerah yang meradang dan daerah yang sehat terdapat lapisan yang
terdiri atas leukosit-leukosit. Pada infeksi yang lebih berat, batas endometrium dapat
dilampaui dan terjadilah penjalaran.
Terjadinya infeksi endometrium pada saat :
a. Persalinan, dimana bekas implantasi plasenta masih terbuka, terutama pada
persalinan terlantar dan persalinan dengan tindakan.
b. Pada saat terjadi keguguran.
c. Saat pemasangan alat rahim (IUD) yang kurang legeartis.
Diduga uterus dan isinya steril selama kehamilan normal dan lebih dulu
melahirkan. Kemudian waktu kelahiran atau setelah itu lumen uterus terkontaminasi
mikroorganisme dari lingkungan, mikroorganisme, kulit dan feses melalui relaksasi
peritoneum, vulva dan dilatasi cervik.
Ada berbagai macam faktor predisposisi dari endometritis. Ada sinergisme antara
A. pyogenes, F. necrophorum, dan Prevotella melaninogenicus, menyebabkan lebih
beratnya kasus endometritis. Gangguan mekanisme pertahanan uterus seperti involusi
uterus atau fungsi neutrofil akan menunda fungsi eliminasi kontaminasi bakteri.
Distosia, kelahiran kembar atau kematian janin dan inseminasi buatan meningkatkan
kesempatan untuk kontaminasi pada traktus genital. Retensi membrane fetus adalah
faktor predisposisi endometritis dan berhubungan dengan peningkatan endometritis
berat.
3. Gambaran Klinik Endometritis
Gambaran klinik tergantung jenis dan virulensi kuman, daya tahan penderita, dan
derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang lochia tertahan oleh darah, sisa-sisa
palsenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiometra dan dapat
menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang setelah rintangan diatasi. Uterus pada
endometriosis agak membesar, serta nyeri pada perabaan, dan lembek. Pada
endometritis yang tidak meluas, penderita pada hari-hari pertama merasa kurang sehat
dan perut nyeri. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi
dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang lebih satu minggu
keadaan sudah normal kembali. Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan
kadang-kadang berbau. Hal yang terakhir ini tidak boleh menimbulkan anggapan
bahwa infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokia yang
sedikit dan tidak berbau.
Endometritis dapat terjadi penyebaran:
a. Miometritis (infeksi otot rahim)
b. Parametritis (infeksi sekitar rahim)
c. Salpingitis (infeksi saluran telur)
d. Ooforitis (infeksi indung telur)
e. Dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar)
f. Pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur.
4. Jenis-jenis Endometritis
a. Endometritis Akut

Terutama terjadi pada postpartum atau postabortum. Pada endometritis


postpartum, regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga
endometritis postpartum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9.
Endometritis postabortum terutama terjadi pada abortus provocatus.
Endometritis juga dapat terjadi pada masa senil.
Pada endometritis akuta endometrium mengalami edema dan hiperemi,
dan pada pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema, dan infiltrasi
leukosit berinti polimoni yang banyak, serta perdarahan-perdarahan
interstisial. Sebab yang paling penting ialah infeksi gonorea dan infeksi pada
abortus dan partus.
Infeksi gonorea mulai sebagai servisitis akuta, dan radang menjalar ke
atas dan menyebabkan endometritis akuta. Infeksi gonorea akan dibahas secara
khusus, dan oleb sebab itu tidak dibicarakan lebib lanjut di sini. Infeksi post
abortum dan post partum sering terdapat oleh karena luka-luka pada serviks
uteri, luka pada dinding uterus bekas tempat plasenta, yang merupakan porte
d’entree bagi kuman-kuman patogen. Selain in, alat-alat yang digunakan pada
abortus dan partus dan tidak sucihama dapat membawa kuman-kuman ke
dalam uterus.
Pada abortus septic dan sepsis puerperalis infeksi lebih cepat meluas ke
miometrium dan melalui pembuluh-pembuluh darah dan limfe dapat menjalar
ke parametrium, tuba dan ovarium serta ke peritoneum di sekitarnya. Gejala-
gejala endometritis akuta dalam hal ini diselubungi oleh gejala-gejala penyakit
dalam keseluruhannya. Penderita panas tinggi, kelihatan sakit keras, keluar
leukorea yang bernanah, dan uterus serta daerah di sekitarnya nyeri pada
perabaan.
Sebab lain endometritis akuta ialah tindakan yang dilakukan dalam
uterus di luar partus atau abortus, seperti kerokan, memasukkan radium ke
dalam uterus, memasukkan IUD (intra-uterine device) ke dalam uterus, dan
sebagainya. Tergantung dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus,
apakah endometritis akuta tetap terbatas pada endometrium, atau menjalar ke
jaringan di sekitarnya. Endometritis akuta yang disebabkan oleh kuman-kuman
yang tidak seberapa pathogen umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan
sendiri, dibantu dengan pelepasan lapisan fungsional dari endometrium pada
waktu haid. Dalam pengobatan endometritis akuta yang paling penting ialah
berusaha mencegah agar infeksi tidak menjalar.
Gejala-gejala:
1) Demam
2) Lochia berbau, pada endometritis postabortum kadang-kadang keluar
fluor yang purulent.
3) Lochia lama berdarah, malahan terjadi metrorrhagi.
4) Jika radang tidak menjalar ke parametrium atau perimetrium tidak ada
nyeri.
5) Nyeri pada palpasi abdomen (uterus) dan sekitarnya.
b. Endometritis Kronik
Kasusnya jarang ditemui oleh karena infeksi yang tidak dalam masuknya
pada miometrium, tidak dapat mempertahankan diri, karena pelepasan lapisan
fungsional dari endometrium pada waktu haid. Pada pemeriksaan mikroskopik
ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit. Penemuan limfosit saja tidak
besar artinya karena sel itu juga ditemukan dalam keadaan normal dalam
endometrium.
Gejala-gejala klinis endometritis kronika ialah, leukorea dan menoragia.
Pengobatannya tergantung dari penyebabnya. Endometritis kronika ditemukan:
1) Pada tuberkulosis;
2) Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus;
3) Jika terdapat korpus alienum di kavum uteri;
4) Pada polip uterus dengan infeksi;
5) Pada tumor ganas uterus;
6) Pada salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvik.
7) Fluor albus yang keluar dari ostium
8) Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi
Endometritis kronika yang lain umumnya akibat infeksi yang terus-
menerus karena adanya benda asing atau polip/tumor dengan infeksi di dalam
kavum uteri. Dahulu diagnosis endometritis kronika lebih sering dibuat
daripada sekarang. Sejak penelitian fundamental dari Hitshcmann dan Adler
tentang histology endometrium selama siklus haid, diketahui bahwa banyak
perubahan yang ditemukan dalam endometrium dan yang dahulu dianggap
patologik adalah gambaran normal dari endometrium dalam berbagai fase
siklus haid.
Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus
tuberculosis genital. Pada pemeriksaan mikrskopik ditemukan tuberkel di
tengah-tengah endometrium yang beradang menahun.
Endometritis tuberkulosa umumnya timbul sekunder pada penderita
dengan salpingitis tuberkulosa. Pada penderita dengan tuberculosis pelvic yang
asimptomatik, endometritis tuberkulosa ditemukan bila pada seorang wanita
dengan infertilitas dilakukan biopsi endometrial dan ditemukan tuberkel dalam
sediaan. Terapi yang kausal terhadap tuberculosis biasanya dapat
menyebabkan timbulnya haid lagi.
Pada abortus inkompletus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus
terdapat desidua dan villi korialis di tengah-tengah radang menahun
endometrium. Pada partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus,
terdapat peradangan dan organisasi dari jaringan plasenta tersebut disertai
gumpalan darah, dan terbentuklah apa yang dinamakan polip plasenta.
5. Diagnosa Endometritis
Secara klinis karakteristik endometritis dengan adanya pengeluaran mucopurulen
pada vagina, dihubungkan dengan ditundanya involusi uterus. Diagnosa endometritis
tidak didasarkan pada pemeriksaan histologis dari biopsi endometrial. Tetapi pada
kondisi lapangan pemeriksaan vagina dan palpasi traktus genital per rectum adalah
teknik yang sangat bermanfaat untuk diagnosa endometritis. Pemeriksaan visual atau
manual pada vagina untuk abnormalitas pengeluaran uterus adalah penting untuk
diagnosa endometritis, meski isi vagina tidak selalu mencerminkan isi dari uterus.
Flek dari pus pada vagina dapat berasal dari uterus, cervik atau vagina dan mukus
tipis berawan sering dianggap normal. Sejumlah sistem penilaian telah digunakan
untuk menilai tingkat involusi uterus dan cervik, pengeluaran dari vagina alami.
Sistem utama yang digunakan adalah kombinasi dari diameter uterus dan cervik,
penilaian isi dari vagina.
Sangat penting untuk dilakukan diagnosa dan memberi perlakuan pada kasus
endometritis di awal periode post partum. Setiap ibu harus mengalami pemeriksaan
postpartum dengan segera pada saat laktasi sebagai bagian dari program kesehatan
yang rutin. Kejadian endometritis dapat didiagnosa dengan adanya purulen dari
vagina yang diketahui lewat palpasi rektal. Diagnosa lebih lanjut seperti pemeriksaan
vaginal dan biopsi mungkin diperlukan. Yang harus diperhatikan pada saat palpasi
dan pemeriksaan vaginal meliputi ukuran uterus, ketebalan dinding uterus dan
keberadaan cairan beserta warna, bau dan konsistensinya. Sejarah tentang trauma
kelahiran, distosia, retensi plasenta atau vagina purulenta saat periode postpartum
dapat membantu diagnosa endometritis. Pengamatan oleh inseminator untuk
memastikan adanya pus, mengindikasikan keradangan pada uterus. Sejumlah kecil
pus yang terdapat pada pipet inseminasi dan berwarna keputihan bukanlah suatu
gejala yang mangarah pada endometritis. Keradangan pada cervix (cervisitis) dan
vagina (vaginitis) juga mempunyai abnormalitas seperti itu. Bila terdapat sedikit
cairan pada saat palpasi uterus, penting untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya
yaitu dengan menggunakan spekulum. Untuk beberapa kasus endometritis klinis atau
subklinis, diagnosa diperkuat dengan biopsi uterin. Pemeriksaan mikroskopis dari
jaringan biopsi akan tampak adanya peradangan akut atau kronik pada dinding uterus.
Pemeriksaan biopsi uterin dapat untuk memastikan terjadinya endometritis dan
adanya organisme di dalam uterus. Tampak daerah keradangan menunjukkan terutama
neutrofil granulocyte dan dikelilingi jaringan nekrosis dengan koloni coccus.
Cara sederhana juga adalah dengan melakukan pemeriksaan manual pada vagina
dan mengambil mukus untuk di inspeksi. Keuntungan teknik ini adalah murah, cepat,
menyediakan informasi sensory tambahan seperti deteksi laserasi vagina dan deteksi
bau dari mukus pada vagina. Satu prosedur adalah pembersihan vulva menggunakan
paper towel kering dan bersih, sarung tangan berlubrican melalui vulva ke dalam
vagina. Pinggir, atas dan bawah dinding vagina dan os cervik eksterna dipalpasi dan
isi mukus vagina diambil untuk diperiksa. Tangan biasanya tetap di vagina untuk
sekurangnya 30 detik. Pemeriksaan vagina manual telah sah dan tidak menyebabkan
kontaminasi bakteri uterus, menimbulkan phase respon protein akut atau menunda
involusi uterus. Tetapi operator sadar bahwa vaginitis dan Serviksitis mungkin
memberikan hasil yang salah. Vaginoscopy dapat dilakukan dengan menggunakan
autoclavable plastik, metal atau disposable foil- lined cardboard vaginoscope, yang
diperoleh adalah inspeksi dari isi vagina. Tetapi mungkin ada beberapa resistensi
menggunakan vaginoscop karena dirasa tidak mudah, potensial untuk transmisi
penyakit dan harganya. Alat baru untuk pemeriksaan mukus vagina terdiri dari batang
stainless steel dengan hemisphere karet yang digunakan untuk mengeluarkan isi
vagina.
6. Penanganan Endometritis
a. Endometritis Akut
Terapi:
1) Pemberian uterotonika
2) Istirahat, posisi/letak Fowler
3) Pemberian antibiotika
4) Endometritis senilis, perlu dikuret untuk mengesampingkan diagnosa
corpus carcinoma. Dapat diberi estrogen.
b. Endometritis Kronik
Terapi:
Perlu dilakukan kuretase untuk diferensial diagnosa dengan carcinoma corpus
uteri, polip atau myoma submucosa. Kadang-kadang dengan kuretase
ditemukan emndometritis tuberkulosa. Kuretase juga bersifat terapeutik.
C. MIOMETRITIS
1. Pengertian Miometritis
Miometritis / Metritis adalah radang miometrium. Metritis adalah infeksi uterus
setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu.
Penyakit ini tidak berdiri sendiri tetapi merupakan lanjutan dari endometritis,
sehingga gejala dan terapinya seperti endometritis.
2. Klasifikasi
a. Metritis akuta
Metritis Akuta biasanya terdapat pada abortus septic atau infeksi postpartum.
Penyakit ini tidak berdiri sendiri, akan tetapi merupakan bagian dari infeksi
yang lebih luas. Kerokan pada wanita dengan endometrium yang meradang
(endometritis) dapat menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini
miometrium menunjukkan reaksi radang berupa pembengkakan dan infiltrasi
sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat
trombofeblitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.
b. Metritis Kronik
Metritis kronik adalah diagnosis yang dahulu banyak dibuat atas dasar
menometroragia dengan uterus lebih besar dari biasa, sakit pinggang dan
leukorea. Akan tetapi pembesaran uterus pada seorang multipara umumnya
disebabkan oleh pertambahan jaringan ikat akibat kelamin. Bila pengobatan
terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi :
1) Abses pelvik
2) Peritonitis
3) Syok septic
4) Dispareunia
5) Trombosis vena yang dalam
6) Emboli pulmonal
7) Infeksi pelvik yang menahun
8) Penyumbatan tuba dan infertilitas
3. Faktor Predisposisi
a. Infeksi abortus dan partus
b. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim
c. Infeksi post curettage
4. Gejala – gejala
a. Demam
b. Keluar lochea berbau / purulent, keputihan yang berbau
c. Sakit pinggang
d. Nyeri abdomen
e. Nyeri saat berhubungan seksual
f. Nyeri di daerah pelvic
g. Nyeri di punggung kaki (betis)
h. Gangguan kesuburan
i. Gangguan buang air besar (sembelit atau kembung)
5. Komplikasi
Dapat terjadi penyebaran ke jaringan sekitarnya seperti:
a. Parametritis (infeksi sekitar rahim)
b. Salpingitis (infeksi saluran otot)
c. Ooforitis (infeksi indung telur)
d. Pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur.
6. Penatalaksanaan
Terapi miometritis :
a. Antibiotika spektrum luas
1) Ampisilin 2 g iv / 6 jam
2) Gentamisin 5 mg kgbb
3) Metronidasol 500 mg iv / 8 jam
b. Profilaksi antitetanus
7. Manajemen
a. Antibiotik kombinasi
b. Transfusi jika diperlukan

D. PARAMETRITIS
1. Definisi
Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig.latum. Radang ini
biasanya unilatelar. Parametritis adalah infeksi jaringan pelvis yang dapat terjadi
beberapa jalan:
Secara rinci penyebaran infeksi sampai ke parametrium melalui 3 cara yaitu:
a. Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari
endometritis
b. Penyebaran langsung dari luka serviks yang meluas sampai ke dasar
ligamentum
c. Penyebaran sekunder dari tromboflebitis pelvika. Proses ini dapat tinggal
terbatas pada dasar ligamentum latum atau menyebar ekstraperitoneal ke
semua jurusan. Jika menjalar ke atas , dapat diraba pada dinding perut sebelah
lateral di atas ligamentum inguinalis, atau pada fossa iliaka.
Radang paling banyak berlokasi di parametrium bagian lateral akan tetapi bisa
juga ke depan dan ke belakang, radang bisa juga menjahi abses. Apabila terjadi abses,
dan proses berkembang terus, maka abses akan mencari jalan keluar yaitu di atas
ligamentum pouparty, ke daerah ginjal, melalui foramina obturatorium ke paha bagian
dalam, dan sebagianya. Parametritis dapat juga menahun dan di tempat radang terjadi
fibrosis.
Kalau terjadi infeksi parametrium, maka timbulah pembengkakan yang mula-
mula lunak tetapi kemudian menjadi keras sekali. Infiltrasi ini dapat terjadi hanya
pada dasar lig. Latum tetapi dapat juga bersifat luas misalnya dapat menempati
seluruh parametrium sampai ke dinding panggul dan dinding perut depan di atas lig.
Inguinale.
Kalau filtrat menjalar ke belakang dapat menimbulkan pembengkakan di
belakang cervix. Eksudat ini lambat laun direasorpsi atau menjadi abses. Abses dapat
memecah di daerah lipat paha di atas lig. Inguinale atau ke dalam cavum douglas.
Parametritis biasanya unilateral dan karena biasanya sebagai akibat luka cervix, lebih
sering terdapat pada primipara daripada multipara.
2. Etiologi
Parametritis dapat terjadi:
a. Dari endometritis dengan 3 cara :
1) Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis.
2) Lymphogen.
3) Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis
b. Dari robekan serviks
c. Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD)
3. Patofisiologi
Endometritis → Infeksi meluas → Lewat jalan limfe atau tromboflebitis → Infeksi
menyebar ke miometrium → Miometritis → Infeksi meluas lewat jalan
limfe/tromboflebitis → Parametritis
Terjadi reaksi :
a. Kalor
b. Dolor
c. Nyeri hebat
d. Nafsu makan berkurang
e. Asam lambung meningkat
f. Reaksi mual
g. Vasodilatasi
h. Syok septic/ infertilitas/ infeksi meluas
4. Tanda dan gejala
a. Suhu tinggi dengan demam tinggi
Parametritis ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas.
Bila suhu tinggi menetap lebih dari seminggu disertai rasa nyeri di kiri atau kanan
ada nyeri sebelah atau kedua belah di perut bagian bawah, sering memancar pada
kaki.
Pada perkembangan proses peradangan lebih lanjut gejala-gejala
parametritis menjadi lebih jelas. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan
padat dan nyeri di sebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan
tulang panggul, dapat meluas ke berbagai jurusan. Di tengah-tengah jaringan
yang meradang itu bisa tumbuh abses. Dalam hal ini, suhu yang mula-mula tinggi
secara menetap menjadi naik turun disertai dengan menggigil.
b. Penderita tampak sakit, nadi cepat, dan perut nyeri.
c. Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah
5. Diagnosis
Dalam minggu pertama biasanya gejala-gejala setempat belum menunjukkan
dengan nyata adanya perluasan infeksi ; yang lebih penting ialah gejala umum.
Seorang penderita dengan infeksi yang meluas diluar porte d’entrée tampaknya sakit,
suhu meningkat dengan kadang-kadang disertai menggigil, nadi cepat, keluhannya
juga lebih banyak.
6. Prognosis
Yang paling dapat dipercayai untuk membuat prognosa ialah nadi ; jika nadi
tetap di bawah 100 maka prognosa baik, sebaliknya kalau nadi di atas 130, apalagi
kalau tidak ikut turun dengan turunnya suhu prognosanya kurang baik.
Demam yang continou adalah lebih buruk prognosanya dari demam yang
remittens. Demam menggigil berulang-ulang, insomnia dan icterus, merupakan tanda-
tanda yang kurang baik.Kadar Hb yang rendah dan jumlah leucocyt yang rendah atau
sangat tinggi memburukkan prognosa.
Juga kuman penyebab yang ditentukan dengan pembiakan menentukan
prognosa. Menurut derajatnya septicemia merupakan infeksi yang paling berat dengan
mortalitas tinggi, dan yang segera diikuti oleh peritonitis umum. Pada
Pelvioperitonitis dan Sellulitis pelvis bahaya kematian dapat diatasi dengan
pengobatan yang sesuai. Abses memerlukan tindakan untuk mengeluarkan nanahnya.
7. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
Selama kehamilan
Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus
diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan factor penting,
karenanya diet yang baik harusdiperhatikan. Coitus pada hamil tua sebaiknya
dilarang karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
Selama persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin kuman-
kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut,
menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah
terjadinya perdarahan banyak. Semua petugas dalam kamar bersalin harus
menutup hidung dan mulut dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai
dalam persalinan harus suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika
perlu, terjadinya perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi darah
harus diberikan menurut keperluan.
Selama nifas
Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada
hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-
kuman dari luar. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat
bersama dengan wanita-wanita dalam nifas sehat.
b. Pengobatan
Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan
infeksi nifas. Karena pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka
pengobatan perlu dimulai tanpa menunggu hasilnya. Terapi pada parametritis
yaitu dengan memberika antibiotika berspektrum luas. Dalam hal ini dapat
diberikan penicillin dalam dosis tinggi atau antibiotika dengan spectrum luas,
seperti ampicillin dan lain-lain.
Di samping pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan untuk
mempertinggi daya tahan badan tetap perlu dilakukan. Perawatan baik sangat
penting, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan hendaknya
diberikan dengan cara yang cocok dengan keadaan penderita, dan bila perlu
transfusi darah dilakukan.
Jika keadaan sudah tenang dapat diberi terapi diatermi dalam beberapa seri
dan penderita dinasehatkan agar jangan melakukan pekerjaan yang berat- berat.
Dengan terapi ini biar pun sisa- sisa peradangan masih ada, keluahan- keluhan
penderita sering kali hilang atau sangat berkurang. Pada sellulitis pelvika dan
pelvioperitonitis perlu diamat-amati dengan seksama apakah terjadi abses atau
tidak. Jika terjadi abses, abses harus dibuka dengan menjaga supaya nanah tidak
masuk kedalam rongga peritoneum dan pembuluh darah yang agak besar tidak
sampai dilukai. Jika ditemukan abses, di tempat itu perlu diadakan pembukaan
tumor dan drainase karena selalu ada bahaya bahwa abses mencari jalan ke
jaringan tubuh yang lain. Kalau ada fluktasi perlu dilakukan insici. Tempat insici
ialah di atas lipat paha atau pada cavum douglas.
c. Penanganan
Beri antibiotik seperti benzilpenisilin ditambah gentamisin dan
metronidazol. Jika perlu, berikan obat pereda nyeri seperti pethidine 50-100 mg
1M setiap 6 jam. Jika ibu tidak membaik dalam 2 atau 3 hari, ibu harus segera di
bawa ke rumah sakit daerah.

E. ADNEXITIS
1. Pengertian
Adnexitis adalah infeksi atau radang pada adnexa rahim. Adnexa adalah jaringan
yang berada di sekitar rahim, termasuk tuba fallopi dan ovarium.Istilah lain dari
adnexitis antara lain: Pelvic Inflammatory Disease, salpingitis, parametritis,
salpingo-oophoritis.
2. Gejala:
a. Kram atau nyeri perut bagian bawah yang tidak berhubungan dengan
haid(bukan pre menstrual syndrome)
b. Menorrhagia
c. Keluar cairan kental berwarna kekuningan dari vagina
d. Nyeri saat berhubungan intim
e. Demam
f. Nyeri punggung
g. Keluhan saat buang air kecil
3. Penyebab
Radang atau infeksi ini biasanya akibat infeksi yang menjalar ke atas dari
uterus, tetapi juga bisa datang dari tempat ekstra vaginal lewat jalan darah, atau
menjalar dari jaringan-jaringan di sekitarnya. Diantara sebab yang paling banyak
adalah infeksi gonorrhea (kencing nanah) dan Chlamidia, serta infeksi setelah aborsi
dan masa nifas. Selain itu juga sebagai akibat dari beberapa tindakan, seperti kerokan,
laparotomi, pemasangan IUD dan perluasan radang dari alat yang letaknya tidak jauh
seperti appendiks.
Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, dimana bakteri masuk
melalui vagina dan bergerak ke rahim lalu ke tuba falopii. 90-95% kasus PID
disebabkan oleh bakteri yang juga menyebabkan terjadinya penyakit menular seksual
(misalnya klamidia, gonore, mikoplasma, stafilokokus, streptokokus). Infeksi ini
jarang terjadi sebelum siklus menstruasi pertama, setelah menopause maupun selama
kehamilan.
Penularan yang utama terjadi melalui hubungan seksual, tetapi bakteri juga bisa
masuk ke dalam tubuh setelah prosedur kebidanan/kandungan (misalnya pemasangan
IUD, persalinan, keguguran, aborsi dan biopsi endometrium). Penyebab lainnya yang
lebih jarang terjadi adalah:
a. Aktinomikosis (infeksi bakteri)
b. Skistosomiasis (infeksi parasit)
c. Tuberkulosis.
d. Penyuntikan zat warna pada pemeriksaan rontgen khusus.
4. Faktor resiko terjadinya PID:
a. Aktivitas seksual pada masa remaja
b. Berganti-ganti pasangan seksual
c. Pernah menderita PID
d. Pernah menderita penyakit menular seksual
e. Pemakaian alat kontrasepsi yang bukan penghalang.
5. Terapi
Penyakit ini dapat diterapi dengan pemberian antibiotika. Tergantung dari
derajat penyakitnya, biasanya diberikan suntikan antibiotik kemudian diikuti dengan
pemberian obat oral selama 10-14 hari. Beberapa kasus memerlukan operasi untuk
menghilangkan organ sumber infeksi, ini dilakukan jika terapi secara konvensional
(pemberian antibiotik) tidak berhasil. Jika terinfeksi penyakit ini melalui hubungan
seksual, maka pasangannya juga harus mendapat terapi pengobatan, sehingga tidak
terinfeksi terus menerus. Pembedahan perlu dilakuan jika :
a. Jika terjadi ruptur atau abses ovarium
b. Jika terjadi gejala-gejala ileus karena perlekatan
c. Jika terjadi kesukaran untuk membedakan antara apendiksitis akuta dan
adneksitis akuta

F. PERITONITIS
1. Definisi
Peritonitis adalah peradangan dinding kavum abdomen atau peritoneum.
2. Etiologi
Secara umum peritonitis biasanya disebabkan oleh :
a. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.
Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung
empedu, appendiks, buli-buli dan pankreas. Sebenarnya peritoneum sangat
kebal terhadap infeksi, jika pemaparan tidak berlangsung terus-menerus, tidak
akan terjadi peritonitis dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan jika
diobati.
b. Luka tusuk karena bakteri dari pisau atau benda tajam yang masuk ke rongga
abdomen.
c. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa terkumpul di perut (asites)
dan mengalami infeksi.
d. Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di
dalam perut.
e. Iritasi tanpa infeksi
Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada
sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.
f. Infeksi dari rahim dan saluran telur yang mungkin disebabkan oleh beberapa
jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonorrhoe dan infeksi chlamidia).
3. Patofisiologi
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Respon umum terhadap kehilangan cairan intravaskular ini
digariskan dalam gambar l. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan
agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator seperti
interleukin, dapat memulai kaskade respons hiperinflamatoris, sehingga membawa
perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba
mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk
buangan juga ikut menumpuk. Takikardia awalnya meningkatkan curah jantung,
tetapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia. Terjebaknya cairan di dalam
cavum peritonealis dan lumen, lebih lanjut meningkatkan tekanan intra abdomen,
membuat usaha pernafasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi
splanik.
Gejala sisa metabolik mencakup katabolisme otot untuk menyediakan asam
amino skeleton untuk sintesis energi dan protein fase akut. Cadangan glikogen hati
dengan cepat berkurang secara dini dalam perjalanan peritonitis, dan terjadi
resistensi insulin relatif. Bahkan dengan pemberian protein dan kalori dari luar
(eksogen), lingkungan hormonal dapat mencegah penggunaan penuhnya untuk
mendukung hospes.
4. Klasifikasi
a. Peritonitis Primer
Peritonitis yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah dan limfe ke
peritoneum. Pembagian peritonitis berdasarkan kuman penyebab:
1) Peritonitis Streptococcus
Penyebabnya adalah Streptococcus ß haemolitikus, penderita terbanyak
berusia ± 4 tahun akibat infeksi saluran pernafasan, seperti tonsilitis atau
faringitis.
2) Peritonitis Pneumococcus
Penyebabnya adalah pneumococcus, penderita terbanyak adalah anak
perempuan berusia 3-10 tahun, akibat vaginitis dan salphingitis. Selain itu
dapat disebabkan oleh pneumonia dan infeksi telinga tengah.
3) Peritonitis Gonococcus
Sering terjadi pada wanita dewasa karena salphingitis.
4) Peritonitis tuberculosis
Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosa dan dapat terjadi pada
semua golongan umur.
b. Peritonitis Sekunder
Peritonitis yang disebabkan oleh masuknya bakteri atau enzim ke peritoneum,
biasanya :
1) Infeksi peritoneum akut bisa disebabkan oleh perforasi gastrointestinal
atau nekrosis pankreas.
2) Sering disebabkan oleh organisme aerob dan anaerob. Organisme yang
paling sering adalah E. coli dan Bacteroides fragilis.
3) Pemasangan benda asing ke dalam rongga peritoneum pada :
a) Kateter Ventrikulo - Peritoneal yang dipasang pada pengobatan
hidrosefalus
b) Kateter Peritoneo - Jugular untuk mengurangi asites
c. Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis.
5. Tanda Dan Gejala Klinik
Gambaran klinis bervariasi sesuai dengan jenis dan luasnya agen penyebab, kondisi
umum penderita dan respon tubuh penderita terhadap inflamasi dan infeksi.
a. Nyeri abdomen, nyeri abdominal akut merupakan gejala khas, nyeri ini terjadi
tiba-tiba, hebat, dapat terlokalisir ataupun difus
b. Muntah, pada awalnya merupakan refleks visceral. Muntah kemudian menetap
sebagai tanda peritonitis dan ileus.
c. Peningkatan denyut nadi, temperatur, dan frekuensi pernafasan.
d. Iritasi diafragma sehingga pernafasan menjadi cepat dan dangkal.
e. Nyeri tekan abdomen dan spasme otot. Nyeri lepas mungkin ditandai dengan
tidak adanya nyeri tekan.
f. Bising. usus menghilang dan ini merupakan tanda yang paling penting dari
peritonitis.
g. Distensi abdomen dalam berbagai tingkatan.
Tes Laboratorium
a. Leukositosis, hematokrit yang meningkat (hemokonsentrasi) dan metabolik
asdosis, pada peritonistis yang tidak di terapi, dapat terjadi kegagalan-kegagalan
; pernapasan, hepatik dan renal
b. Gambaran radiologik menunjukkan adanya distensi abdomen yang difus dari
ileus paralitik. Lingkaran batas cairan dan gas tersebar pada Gambaran usus
halus dan usus besar, berdilatasi, udara bebas dapat terlihat pada kasus – kasus
perforasi.
6. Diagnosa
Diagnosa peritonitis akut, baik yang disebabkan oleh bakterial maupun kimiawi.
Secara umum ditegakkan berdasarkan :
7. Terapi
Terapi pada peritonitis primer adalah dengan pemberian antibiotika bila diagnosa
telah ditegakkan. Sedangkan untuk peritonitis sekunder, terapi bergantung pada
penyakit dasarnya memerlukan tindakan bedah.
Langkah - langkah penatalaksanaan peritonitis :
a. Mengistirahatkan traktus gastrointestinal dengan puasa dan pemasangan selang
nasogastrik yang bertujuan untuk pengontrolan dekompresi terhadap distensi
usus akibat ileus paralitik.
b. Atasi syok dan koreksi cairan dan elektrolit.
Resusitasi hebat dengan larutan salin isotonik adalah penting. Pengembalian
volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen,
nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Defisit kalium bertanggung jawab terhadap
inhibisi ileus setelah peritonitis sembuh. Pengeluaran urin dan tekanan pengisian
jantung harus dipantau.
c. Antibiotika berspektrum luas diberikan secara empirik dan kemudian diubah
jenisnya setelah hasil pembiakan laboratorik keluar. Pilihan antibiotika
didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika
ini merupakan tambahan bagi drainase bedah, walaupun drainase sendiri tidak
mutlak harus dilakukan. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan
karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
d. Oksigen dan dukungan ventilasi. Sepsis yang sedang berlangsung membawa ke
hipoksemia yang disebabkan oleh pintas dan splinting dinding dada.
Penghantaran oksigen yang cukup adalah penting.
e. Obat - obat yang menstimulasi aktivitas usus tidak boleh diberikan.
f. Penyakit yang berhubungan dan akibat umum peritonitis harus diobati
8. Pembedahan
a. Koreksi penyakit dasar.
Hal ini menjadi peraturan penatalaksanaan peritonitis yang fundamental.
Penyingkiran atau penutupan sumber kontaminasi peritoneal harus dilakukan
segera. Segala usaha harus dilakukan untuk membuang semaksimal mungkin
benda asing dan material - material infeksius.
b. Cairan peritoneal diaspirasi dan dibilas dengan larutan salin. Pembilasan dengan
antibiotika dan antiseptika masih diperdebatkan sampai sekarang.
c. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan karena pipa itu
dengan segera (dalam waktu hanya beberapa jam) menjadi terisolasi atau
terpisah dari ruangan yang dimaksudkan semula, mempengaruhi pertahanan
peritoneum dan dapat mengganggu organ dalam. Indikasi drainase adalah :
1) Pengumpulan pus yang terlokalisir.
2) Suatu daerah dari jaringan mati yang tidak dapat dibuang.
3) Penutupan organ berongga yang tidak aman.
4) Kebocoran cairan tubuh seperti empedu, cairan pankreas, urin, cairan usus,
darah yang tidak dapat dihentikan dengan operasi.
5) Kontaminasi retroperitoneal dengan faeces, pus, dan darah.
9. Perawatan Pasca Bedah
Perawatan pasca bedah harus sangat seksama pada penderita yang keadaannya
gawat. Antibiotika harus diberikan dan bila perlu diganti. Ahli bedah harus waspada
terhadap pembentukan abses. Posisi setengah duduk (semi - Fowler) dapat
mengumpulkan pus yang terbentuk pada rongga pelvik, tetapi kegunaan posisi ini
tidak sebesar yang dibayangkan.
10. Komplikasi
a. Hipovolemia pada penderita peritonitis kimiawi.
b. Sepsis pada penderita peritonitis bakterial.
c. Kegagalan organ-organ tubuh (pulmoner, kardial, hepatik, renal), mendahului
kematian beberapa hari sebelumnya.
d. Abses abdominal dan perlengketan yang dapat menyebabkan obstruksi
abdominal di kemudian hari.
11. Prognosa
Prognosa peritonitis tergantung kepada usia penderita, penyakit yang berhubungan,
penyebab peritonitis, serta daya guna dan kesigapan tindakan bedah itu sendiri.

G. KELAINAN PADA OVARIUM


Kelainan pada ovarium merupakan manifestasi penyimpangan pertumbuhan dan
pembentukan organ tubuh. Penyebab kelianan pada ovarium tidak diketahui dengan
pasti, tetapi dapat diduga karena penyimpangan kromosom, pengaruh hormonal,
lingkungan endometrium yang kurang subur, kelainan metabolisme, pengaruh obat
teratogenik, dan infeksi khususnya infeksi virus.
1. Jenis-jenis
a. Menorrhagi dan Dismenorrhoe
Sekunder biasanya terjadi oophoritis. Salpingoophoritis lebih sering disebut
adnexitis. Karena adnexitis, terjadi perlekatan dengan usus yang dapat diraba
sebagai tumor. Jadi tumor ini merupakantumor radang dan disebut “adnex
tumor”. Tumor dari ovarium sendiri disebut tumor ovarium. Kadang-kadang
terjadi pyosalpinx dan pyovarium dan setelah pus diabsorpsi terjadi
hydrosalpinx.
Jika tekanan dalam hydrosalpinx cukup besar maka cairan dapat mencari jalan
ke dalam cavum uteri, maka sekonyong-konyong keluar cairan dari genitalia
penderita (hydrops tubae prfluens).
Kejadian ini dapat berulang. jika nanah masuk ke dalam rongga perut melalui
ostium tubae abdominale maka terjadilah pelveoperitonitis atau Douglas abses.
Douglas abses dan peritonitis kadang-kadang terjadi karena pyoslapinx
pecah walaupun ini jarang terjadi. Peritonitis gonorrhoica mempunyai tendens
untuk tetap terlokalisasi tidak menjadi peritonitis umum. Pada salpingitis
gonorrhoica tubae yang menjadi berat jatuh dalam cavum Douglasi dan
menimbulkan retroflexio uteri fixata. Kalau ini terjadi maka pada toucher
cavum Douglasi nyeri tekan dan juga pada coitus penderita mengalami perasaan
nyeri (dyspareunia).DD :
1) Kehamilan ektopik : biasanya tidak ada demam. LED tidak meninggi dan
lekositose tidak seberapa. Kalau tes kehamilan positif (Galli Mainini) maka
adnexitis dapat dikesampingkan tapi kalau negatif keduanya mungkin.
2) Appendicitis : tempat nyeri tekan lebih tinggi (Mc. Burney).
Terapi :
a) Istirahat, broad spectrum antibiotica dan corticosteroid.
b) Usus harus kosong
b. Tumor ovarium
Berbagai jenis tumor ovarium pada komplikasi kehamilan. Insidensi
tumor pada kelainan sel yang terjadi pada kelompok beberapa usia diketahui
melalui pemeriksaan USG secara rutin selama kehamilan. Dari hasil kilas balik
KAT 2 dan kawan-kawan tahun 1983 menemukan rata-rata insidensi pada masa
adneksal 1-200 kehamilan. Whitecar dan asosiasi (1999) melaporkan insidensi
pada 1300 kehamilan dengan tumor dilakukan laparotomi.
1) Tanda dan gejala kelainan pada ovarium
a) Sakit kepala dan sering merasa lelah
b) Tidak nafsu makan dan sulit untuk makan
c) Sering kali muntah dan buang air besar
d) Kembung terus menerus
e) Sering merasa terlalu kenyang
f) Sering merasa nyeri pada perut
g) Berat badan turun drastis
h) Ukuran perut bertambah besar
i) Perdarahan pada vagina.
2) Penanganan kelainan pada ovarium
Pada prinsipnya tumor ovarium memerlukan pembedahan tetapi ada
beberapa kista benigna yang umumnya tidak memerlukan pembedahan
seperti kista folikel de graaf kista korpus luteum dan kista endometrium.
a) Non operatif
- Radiokastrasi (radiasi pada ovarium, diharapkan terjadi menopause
precox sehingga produksi estrogen berhenti)
- GnTH (diberikan pra bedah untuk mengurangi perdarahan dan
mengecilkan volume tumor)
b) Operatif
Dapat dilakukan dengan laparatomi vaginal atau laparascopic assisted
vaginal trysterectomi, meliputi
- Miomektomi
- Histerektomi total + salpingooofarektomi unilateral (Bunga rampai
Obs. Gin II FK Undip Semarang).

H. SALPINGITIS
Salpingitis Akut adalah suatu infeksi tuba fallopi yang dapat gonore atau piogenik.
Salpingitis Subakut adalah stadium infeksi pertengahan diantara salpingitis akut dan
kronis. Salpingittis Kronis adalah stadium infeksi tuba fallopi setelah stadium subakut.
Tipe ini dapat timbul dalam 4 bentuk yaitu: piosalping, hidrosalping, salpingitis
interstisialis kronis atau salpigitis ismika nodosa.
Salpingitis adalah Inflamasi pada uterus, tuba fallopi, dan ovarium yang mengarah ke
perlukaan dengan perlengketan pada jaringan dan organ sekitar.
1. Gejala/tanda awal
a. Nyeri Abdomen: Nyeri abdomen bagian bawah merupakan gejala yang
paling dapat dipercaya dari infeksi pelvis akut. Pada mulanya rasa nyeri
unilateral, bilateral, atau suprapubik, dan sering berkembang sewaktu atau
segera setelah suatu periode menstruasi. Keparahannya meningkat secara
bertahap setelah beberapa jam sampai beberapa hari, rasa nyeri cenderung
menetap, bilateral pada abdomen bagian bawah, dn semakin berat dengan
adanya pergerakan.
b. Perdarahan pervaginam atau sekret vagina: perdarahan antar menstruasiatau
meningkatnya aliran menstruasi atau kedua-duanya dapat merupakan akibat
langsung dari endometritis atau pengaruh tidak langsung dari perubahan-
peubahan hormonalyang berkaitan dengan ooforitis. Sekret vagina dapat
disebabkan oleh servitis.
c. Gejala-gejala penyerta: menggigil dan demam lazim ditemukan. Anoreksia,
nausea dan vomitus berkaitan dengan iritasi peritoneum. Disuria dan sering
kencing menunjukkan adanyan keterkaitan dengan uretritis dan sistitis. Nyeri
bahu atau nyeri kuadran kanan atas mungkin merupakan gejala dari
perihepatitis gonokokus.
d. Riwayat Menstruasi: menstruasi dapat meningkat dalam jumlah dan lamanya.
Salpingitis dapat menjadi simptomatik pada hari keempat atau kelimadari
siklus menstruasi.
2. Upaya pencegahan
a. Kurangi penggunan IUD bila pasien menderita Klamidia danGonorea.
b. Pemeriksaan terhadap wanita.
c. Antibiotik profilaktik rutin pada pengguna IUD jangan dilakukan.
3. Mengatasi salpingitis untuk mencapai rasa nyaman, dengan cara:
a. Mandi teratur
b. Obat untuk penghilang gatal
c. Kompres hangat pada bagian abdomen yang merasa nyeri
d. Pemberian terapi analgesic
e. Konseling : PID dapat menyebabkan infertilitas karena tuba yang rusak,
pasien harus mengatasi hal tersebut
f. Pendidikan kesehatan yang diberikan:
1) Pengetahuan tentang penyebab dan penyebaran infeksi serta efeknya
2) Kegiatan seksual dikurangi atau menggunakan pengaman
3) Cara mengatasi infeksi yang berulang
g. Pengobatan dilanjutkan sampai pasien pulang dan sembuh total
Antibiotik :
1) Cefotaxsime 2 gr IM atau
2) Amoxsicillin 3 gr peroral atau
3) Ampisilin 3,5 gr per os atau
4) Prokain ampisilin G dalam aqua 4,8 juta unit IM pada 2 tempat. Masing-
masing disertai dengan pemberian probenesid 1gr per os.
* Diikuti dengan :
1) Dekoksisiklin 100 mg per os dua kali sehari selama 10-14 hari
2) Tetrasiklin 500 mg per os 4 kali sehari. (Tidak digunakan untuk ibu
hamil).
* Tirah baring
h. Kunjungan ulang 2-3 hari atau jika keadaan memburuk.
* Rawat Inap : Jika terdapat keadaan-keadaan yang mengancam jiwa ibu
* Perawatan di rumah sakit : memberikan obat antibiotik melalui
Intravena(infuse) Jika terdapat keadaan-keadaan yang mengancam jiwa ibu.

You might also like