Professional Documents
Culture Documents
B. Endometritis
1. Pengertian Endometritis
Endometritis adalah keradangan pada dinding uterus yang umumnya disebabkan
oleh partus. Dengan kata lain endometritis didefinisikan sebagai inflamasi dari
endometrium. Derajat efeknya terhadap fertilitas bervariasi dalam hal keparahan
radang, waktu yang diperlukan untuk penyembuhan lesi endometrium, dan tingkat
perubahan permanen yang merusak fungsi dari glandula endometrium dan/atau
merubah lingkungan uterus dan/atau oviduk. Organisme nonspesifik primer yang
dikaitkan dengan patologi endometrial adalah Corynebacterium pyogenes dan gram
negatif anaerob.
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). Infeksi
ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan
terdapat benda asing dalam rahim.
2. Etiologi Endometritis
Kuman-kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas insersio
plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium. Pada
infeksi dengan kuman yang tidak seberapa pathogen, radang terbatas pada
endometrium. Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan darah menjadi nekrotis
dan mengeluarkan getah berbau dan terdiri atas keeping-keping nekrotis serta cairan.
Pada batas antara daerah yang meradang dan daerah yang sehat terdapat lapisan yang
terdiri atas leukosit-leukosit. Pada infeksi yang lebih berat, batas endometrium dapat
dilampaui dan terjadilah penjalaran.
Terjadinya infeksi endometrium pada saat :
a. Persalinan, dimana bekas implantasi plasenta masih terbuka, terutama pada
persalinan terlantar dan persalinan dengan tindakan.
b. Pada saat terjadi keguguran.
c. Saat pemasangan alat rahim (IUD) yang kurang legeartis.
Diduga uterus dan isinya steril selama kehamilan normal dan lebih dulu
melahirkan. Kemudian waktu kelahiran atau setelah itu lumen uterus terkontaminasi
mikroorganisme dari lingkungan, mikroorganisme, kulit dan feses melalui relaksasi
peritoneum, vulva dan dilatasi cervik.
Ada berbagai macam faktor predisposisi dari endometritis. Ada sinergisme antara
A. pyogenes, F. necrophorum, dan Prevotella melaninogenicus, menyebabkan lebih
beratnya kasus endometritis. Gangguan mekanisme pertahanan uterus seperti involusi
uterus atau fungsi neutrofil akan menunda fungsi eliminasi kontaminasi bakteri.
Distosia, kelahiran kembar atau kematian janin dan inseminasi buatan meningkatkan
kesempatan untuk kontaminasi pada traktus genital. Retensi membrane fetus adalah
faktor predisposisi endometritis dan berhubungan dengan peningkatan endometritis
berat.
3. Gambaran Klinik Endometritis
Gambaran klinik tergantung jenis dan virulensi kuman, daya tahan penderita, dan
derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang lochia tertahan oleh darah, sisa-sisa
palsenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiometra dan dapat
menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang setelah rintangan diatasi. Uterus pada
endometriosis agak membesar, serta nyeri pada perabaan, dan lembek. Pada
endometritis yang tidak meluas, penderita pada hari-hari pertama merasa kurang sehat
dan perut nyeri. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi
dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang lebih satu minggu
keadaan sudah normal kembali. Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan
kadang-kadang berbau. Hal yang terakhir ini tidak boleh menimbulkan anggapan
bahwa infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokia yang
sedikit dan tidak berbau.
Endometritis dapat terjadi penyebaran:
a. Miometritis (infeksi otot rahim)
b. Parametritis (infeksi sekitar rahim)
c. Salpingitis (infeksi saluran telur)
d. Ooforitis (infeksi indung telur)
e. Dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar)
f. Pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur.
4. Jenis-jenis Endometritis
a. Endometritis Akut
D. PARAMETRITIS
1. Definisi
Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig.latum. Radang ini
biasanya unilatelar. Parametritis adalah infeksi jaringan pelvis yang dapat terjadi
beberapa jalan:
Secara rinci penyebaran infeksi sampai ke parametrium melalui 3 cara yaitu:
a. Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari
endometritis
b. Penyebaran langsung dari luka serviks yang meluas sampai ke dasar
ligamentum
c. Penyebaran sekunder dari tromboflebitis pelvika. Proses ini dapat tinggal
terbatas pada dasar ligamentum latum atau menyebar ekstraperitoneal ke
semua jurusan. Jika menjalar ke atas , dapat diraba pada dinding perut sebelah
lateral di atas ligamentum inguinalis, atau pada fossa iliaka.
Radang paling banyak berlokasi di parametrium bagian lateral akan tetapi bisa
juga ke depan dan ke belakang, radang bisa juga menjahi abses. Apabila terjadi abses,
dan proses berkembang terus, maka abses akan mencari jalan keluar yaitu di atas
ligamentum pouparty, ke daerah ginjal, melalui foramina obturatorium ke paha bagian
dalam, dan sebagianya. Parametritis dapat juga menahun dan di tempat radang terjadi
fibrosis.
Kalau terjadi infeksi parametrium, maka timbulah pembengkakan yang mula-
mula lunak tetapi kemudian menjadi keras sekali. Infiltrasi ini dapat terjadi hanya
pada dasar lig. Latum tetapi dapat juga bersifat luas misalnya dapat menempati
seluruh parametrium sampai ke dinding panggul dan dinding perut depan di atas lig.
Inguinale.
Kalau filtrat menjalar ke belakang dapat menimbulkan pembengkakan di
belakang cervix. Eksudat ini lambat laun direasorpsi atau menjadi abses. Abses dapat
memecah di daerah lipat paha di atas lig. Inguinale atau ke dalam cavum douglas.
Parametritis biasanya unilateral dan karena biasanya sebagai akibat luka cervix, lebih
sering terdapat pada primipara daripada multipara.
2. Etiologi
Parametritis dapat terjadi:
a. Dari endometritis dengan 3 cara :
1) Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis.
2) Lymphogen.
3) Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis
b. Dari robekan serviks
c. Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD)
3. Patofisiologi
Endometritis → Infeksi meluas → Lewat jalan limfe atau tromboflebitis → Infeksi
menyebar ke miometrium → Miometritis → Infeksi meluas lewat jalan
limfe/tromboflebitis → Parametritis
Terjadi reaksi :
a. Kalor
b. Dolor
c. Nyeri hebat
d. Nafsu makan berkurang
e. Asam lambung meningkat
f. Reaksi mual
g. Vasodilatasi
h. Syok septic/ infertilitas/ infeksi meluas
4. Tanda dan gejala
a. Suhu tinggi dengan demam tinggi
Parametritis ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas.
Bila suhu tinggi menetap lebih dari seminggu disertai rasa nyeri di kiri atau kanan
ada nyeri sebelah atau kedua belah di perut bagian bawah, sering memancar pada
kaki.
Pada perkembangan proses peradangan lebih lanjut gejala-gejala
parametritis menjadi lebih jelas. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan
padat dan nyeri di sebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan
tulang panggul, dapat meluas ke berbagai jurusan. Di tengah-tengah jaringan
yang meradang itu bisa tumbuh abses. Dalam hal ini, suhu yang mula-mula tinggi
secara menetap menjadi naik turun disertai dengan menggigil.
b. Penderita tampak sakit, nadi cepat, dan perut nyeri.
c. Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah
5. Diagnosis
Dalam minggu pertama biasanya gejala-gejala setempat belum menunjukkan
dengan nyata adanya perluasan infeksi ; yang lebih penting ialah gejala umum.
Seorang penderita dengan infeksi yang meluas diluar porte d’entrée tampaknya sakit,
suhu meningkat dengan kadang-kadang disertai menggigil, nadi cepat, keluhannya
juga lebih banyak.
6. Prognosis
Yang paling dapat dipercayai untuk membuat prognosa ialah nadi ; jika nadi
tetap di bawah 100 maka prognosa baik, sebaliknya kalau nadi di atas 130, apalagi
kalau tidak ikut turun dengan turunnya suhu prognosanya kurang baik.
Demam yang continou adalah lebih buruk prognosanya dari demam yang
remittens. Demam menggigil berulang-ulang, insomnia dan icterus, merupakan tanda-
tanda yang kurang baik.Kadar Hb yang rendah dan jumlah leucocyt yang rendah atau
sangat tinggi memburukkan prognosa.
Juga kuman penyebab yang ditentukan dengan pembiakan menentukan
prognosa. Menurut derajatnya septicemia merupakan infeksi yang paling berat dengan
mortalitas tinggi, dan yang segera diikuti oleh peritonitis umum. Pada
Pelvioperitonitis dan Sellulitis pelvis bahaya kematian dapat diatasi dengan
pengobatan yang sesuai. Abses memerlukan tindakan untuk mengeluarkan nanahnya.
7. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
Selama kehamilan
Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus
diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan factor penting,
karenanya diet yang baik harusdiperhatikan. Coitus pada hamil tua sebaiknya
dilarang karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
Selama persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin kuman-
kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut,
menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah
terjadinya perdarahan banyak. Semua petugas dalam kamar bersalin harus
menutup hidung dan mulut dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai
dalam persalinan harus suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika
perlu, terjadinya perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi darah
harus diberikan menurut keperluan.
Selama nifas
Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada
hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-
kuman dari luar. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat
bersama dengan wanita-wanita dalam nifas sehat.
b. Pengobatan
Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan
infeksi nifas. Karena pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka
pengobatan perlu dimulai tanpa menunggu hasilnya. Terapi pada parametritis
yaitu dengan memberika antibiotika berspektrum luas. Dalam hal ini dapat
diberikan penicillin dalam dosis tinggi atau antibiotika dengan spectrum luas,
seperti ampicillin dan lain-lain.
Di samping pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan untuk
mempertinggi daya tahan badan tetap perlu dilakukan. Perawatan baik sangat
penting, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan hendaknya
diberikan dengan cara yang cocok dengan keadaan penderita, dan bila perlu
transfusi darah dilakukan.
Jika keadaan sudah tenang dapat diberi terapi diatermi dalam beberapa seri
dan penderita dinasehatkan agar jangan melakukan pekerjaan yang berat- berat.
Dengan terapi ini biar pun sisa- sisa peradangan masih ada, keluahan- keluhan
penderita sering kali hilang atau sangat berkurang. Pada sellulitis pelvika dan
pelvioperitonitis perlu diamat-amati dengan seksama apakah terjadi abses atau
tidak. Jika terjadi abses, abses harus dibuka dengan menjaga supaya nanah tidak
masuk kedalam rongga peritoneum dan pembuluh darah yang agak besar tidak
sampai dilukai. Jika ditemukan abses, di tempat itu perlu diadakan pembukaan
tumor dan drainase karena selalu ada bahaya bahwa abses mencari jalan ke
jaringan tubuh yang lain. Kalau ada fluktasi perlu dilakukan insici. Tempat insici
ialah di atas lipat paha atau pada cavum douglas.
c. Penanganan
Beri antibiotik seperti benzilpenisilin ditambah gentamisin dan
metronidazol. Jika perlu, berikan obat pereda nyeri seperti pethidine 50-100 mg
1M setiap 6 jam. Jika ibu tidak membaik dalam 2 atau 3 hari, ibu harus segera di
bawa ke rumah sakit daerah.
E. ADNEXITIS
1. Pengertian
Adnexitis adalah infeksi atau radang pada adnexa rahim. Adnexa adalah jaringan
yang berada di sekitar rahim, termasuk tuba fallopi dan ovarium.Istilah lain dari
adnexitis antara lain: Pelvic Inflammatory Disease, salpingitis, parametritis,
salpingo-oophoritis.
2. Gejala:
a. Kram atau nyeri perut bagian bawah yang tidak berhubungan dengan
haid(bukan pre menstrual syndrome)
b. Menorrhagia
c. Keluar cairan kental berwarna kekuningan dari vagina
d. Nyeri saat berhubungan intim
e. Demam
f. Nyeri punggung
g. Keluhan saat buang air kecil
3. Penyebab
Radang atau infeksi ini biasanya akibat infeksi yang menjalar ke atas dari
uterus, tetapi juga bisa datang dari tempat ekstra vaginal lewat jalan darah, atau
menjalar dari jaringan-jaringan di sekitarnya. Diantara sebab yang paling banyak
adalah infeksi gonorrhea (kencing nanah) dan Chlamidia, serta infeksi setelah aborsi
dan masa nifas. Selain itu juga sebagai akibat dari beberapa tindakan, seperti kerokan,
laparotomi, pemasangan IUD dan perluasan radang dari alat yang letaknya tidak jauh
seperti appendiks.
Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, dimana bakteri masuk
melalui vagina dan bergerak ke rahim lalu ke tuba falopii. 90-95% kasus PID
disebabkan oleh bakteri yang juga menyebabkan terjadinya penyakit menular seksual
(misalnya klamidia, gonore, mikoplasma, stafilokokus, streptokokus). Infeksi ini
jarang terjadi sebelum siklus menstruasi pertama, setelah menopause maupun selama
kehamilan.
Penularan yang utama terjadi melalui hubungan seksual, tetapi bakteri juga bisa
masuk ke dalam tubuh setelah prosedur kebidanan/kandungan (misalnya pemasangan
IUD, persalinan, keguguran, aborsi dan biopsi endometrium). Penyebab lainnya yang
lebih jarang terjadi adalah:
a. Aktinomikosis (infeksi bakteri)
b. Skistosomiasis (infeksi parasit)
c. Tuberkulosis.
d. Penyuntikan zat warna pada pemeriksaan rontgen khusus.
4. Faktor resiko terjadinya PID:
a. Aktivitas seksual pada masa remaja
b. Berganti-ganti pasangan seksual
c. Pernah menderita PID
d. Pernah menderita penyakit menular seksual
e. Pemakaian alat kontrasepsi yang bukan penghalang.
5. Terapi
Penyakit ini dapat diterapi dengan pemberian antibiotika. Tergantung dari
derajat penyakitnya, biasanya diberikan suntikan antibiotik kemudian diikuti dengan
pemberian obat oral selama 10-14 hari. Beberapa kasus memerlukan operasi untuk
menghilangkan organ sumber infeksi, ini dilakukan jika terapi secara konvensional
(pemberian antibiotik) tidak berhasil. Jika terinfeksi penyakit ini melalui hubungan
seksual, maka pasangannya juga harus mendapat terapi pengobatan, sehingga tidak
terinfeksi terus menerus. Pembedahan perlu dilakuan jika :
a. Jika terjadi ruptur atau abses ovarium
b. Jika terjadi gejala-gejala ileus karena perlekatan
c. Jika terjadi kesukaran untuk membedakan antara apendiksitis akuta dan
adneksitis akuta
F. PERITONITIS
1. Definisi
Peritonitis adalah peradangan dinding kavum abdomen atau peritoneum.
2. Etiologi
Secara umum peritonitis biasanya disebabkan oleh :
a. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.
Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung
empedu, appendiks, buli-buli dan pankreas. Sebenarnya peritoneum sangat
kebal terhadap infeksi, jika pemaparan tidak berlangsung terus-menerus, tidak
akan terjadi peritonitis dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan jika
diobati.
b. Luka tusuk karena bakteri dari pisau atau benda tajam yang masuk ke rongga
abdomen.
c. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa terkumpul di perut (asites)
dan mengalami infeksi.
d. Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di
dalam perut.
e. Iritasi tanpa infeksi
Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada
sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.
f. Infeksi dari rahim dan saluran telur yang mungkin disebabkan oleh beberapa
jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonorrhoe dan infeksi chlamidia).
3. Patofisiologi
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Respon umum terhadap kehilangan cairan intravaskular ini
digariskan dalam gambar l. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan
agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator seperti
interleukin, dapat memulai kaskade respons hiperinflamatoris, sehingga membawa
perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba
mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk
buangan juga ikut menumpuk. Takikardia awalnya meningkatkan curah jantung,
tetapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia. Terjebaknya cairan di dalam
cavum peritonealis dan lumen, lebih lanjut meningkatkan tekanan intra abdomen,
membuat usaha pernafasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi
splanik.
Gejala sisa metabolik mencakup katabolisme otot untuk menyediakan asam
amino skeleton untuk sintesis energi dan protein fase akut. Cadangan glikogen hati
dengan cepat berkurang secara dini dalam perjalanan peritonitis, dan terjadi
resistensi insulin relatif. Bahkan dengan pemberian protein dan kalori dari luar
(eksogen), lingkungan hormonal dapat mencegah penggunaan penuhnya untuk
mendukung hospes.
4. Klasifikasi
a. Peritonitis Primer
Peritonitis yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah dan limfe ke
peritoneum. Pembagian peritonitis berdasarkan kuman penyebab:
1) Peritonitis Streptococcus
Penyebabnya adalah Streptococcus ß haemolitikus, penderita terbanyak
berusia ± 4 tahun akibat infeksi saluran pernafasan, seperti tonsilitis atau
faringitis.
2) Peritonitis Pneumococcus
Penyebabnya adalah pneumococcus, penderita terbanyak adalah anak
perempuan berusia 3-10 tahun, akibat vaginitis dan salphingitis. Selain itu
dapat disebabkan oleh pneumonia dan infeksi telinga tengah.
3) Peritonitis Gonococcus
Sering terjadi pada wanita dewasa karena salphingitis.
4) Peritonitis tuberculosis
Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosa dan dapat terjadi pada
semua golongan umur.
b. Peritonitis Sekunder
Peritonitis yang disebabkan oleh masuknya bakteri atau enzim ke peritoneum,
biasanya :
1) Infeksi peritoneum akut bisa disebabkan oleh perforasi gastrointestinal
atau nekrosis pankreas.
2) Sering disebabkan oleh organisme aerob dan anaerob. Organisme yang
paling sering adalah E. coli dan Bacteroides fragilis.
3) Pemasangan benda asing ke dalam rongga peritoneum pada :
a) Kateter Ventrikulo - Peritoneal yang dipasang pada pengobatan
hidrosefalus
b) Kateter Peritoneo - Jugular untuk mengurangi asites
c. Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis.
5. Tanda Dan Gejala Klinik
Gambaran klinis bervariasi sesuai dengan jenis dan luasnya agen penyebab, kondisi
umum penderita dan respon tubuh penderita terhadap inflamasi dan infeksi.
a. Nyeri abdomen, nyeri abdominal akut merupakan gejala khas, nyeri ini terjadi
tiba-tiba, hebat, dapat terlokalisir ataupun difus
b. Muntah, pada awalnya merupakan refleks visceral. Muntah kemudian menetap
sebagai tanda peritonitis dan ileus.
c. Peningkatan denyut nadi, temperatur, dan frekuensi pernafasan.
d. Iritasi diafragma sehingga pernafasan menjadi cepat dan dangkal.
e. Nyeri tekan abdomen dan spasme otot. Nyeri lepas mungkin ditandai dengan
tidak adanya nyeri tekan.
f. Bising. usus menghilang dan ini merupakan tanda yang paling penting dari
peritonitis.
g. Distensi abdomen dalam berbagai tingkatan.
Tes Laboratorium
a. Leukositosis, hematokrit yang meningkat (hemokonsentrasi) dan metabolik
asdosis, pada peritonistis yang tidak di terapi, dapat terjadi kegagalan-kegagalan
; pernapasan, hepatik dan renal
b. Gambaran radiologik menunjukkan adanya distensi abdomen yang difus dari
ileus paralitik. Lingkaran batas cairan dan gas tersebar pada Gambaran usus
halus dan usus besar, berdilatasi, udara bebas dapat terlihat pada kasus – kasus
perforasi.
6. Diagnosa
Diagnosa peritonitis akut, baik yang disebabkan oleh bakterial maupun kimiawi.
Secara umum ditegakkan berdasarkan :
7. Terapi
Terapi pada peritonitis primer adalah dengan pemberian antibiotika bila diagnosa
telah ditegakkan. Sedangkan untuk peritonitis sekunder, terapi bergantung pada
penyakit dasarnya memerlukan tindakan bedah.
Langkah - langkah penatalaksanaan peritonitis :
a. Mengistirahatkan traktus gastrointestinal dengan puasa dan pemasangan selang
nasogastrik yang bertujuan untuk pengontrolan dekompresi terhadap distensi
usus akibat ileus paralitik.
b. Atasi syok dan koreksi cairan dan elektrolit.
Resusitasi hebat dengan larutan salin isotonik adalah penting. Pengembalian
volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen,
nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Defisit kalium bertanggung jawab terhadap
inhibisi ileus setelah peritonitis sembuh. Pengeluaran urin dan tekanan pengisian
jantung harus dipantau.
c. Antibiotika berspektrum luas diberikan secara empirik dan kemudian diubah
jenisnya setelah hasil pembiakan laboratorik keluar. Pilihan antibiotika
didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika
ini merupakan tambahan bagi drainase bedah, walaupun drainase sendiri tidak
mutlak harus dilakukan. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan
karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
d. Oksigen dan dukungan ventilasi. Sepsis yang sedang berlangsung membawa ke
hipoksemia yang disebabkan oleh pintas dan splinting dinding dada.
Penghantaran oksigen yang cukup adalah penting.
e. Obat - obat yang menstimulasi aktivitas usus tidak boleh diberikan.
f. Penyakit yang berhubungan dan akibat umum peritonitis harus diobati
8. Pembedahan
a. Koreksi penyakit dasar.
Hal ini menjadi peraturan penatalaksanaan peritonitis yang fundamental.
Penyingkiran atau penutupan sumber kontaminasi peritoneal harus dilakukan
segera. Segala usaha harus dilakukan untuk membuang semaksimal mungkin
benda asing dan material - material infeksius.
b. Cairan peritoneal diaspirasi dan dibilas dengan larutan salin. Pembilasan dengan
antibiotika dan antiseptika masih diperdebatkan sampai sekarang.
c. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan karena pipa itu
dengan segera (dalam waktu hanya beberapa jam) menjadi terisolasi atau
terpisah dari ruangan yang dimaksudkan semula, mempengaruhi pertahanan
peritoneum dan dapat mengganggu organ dalam. Indikasi drainase adalah :
1) Pengumpulan pus yang terlokalisir.
2) Suatu daerah dari jaringan mati yang tidak dapat dibuang.
3) Penutupan organ berongga yang tidak aman.
4) Kebocoran cairan tubuh seperti empedu, cairan pankreas, urin, cairan usus,
darah yang tidak dapat dihentikan dengan operasi.
5) Kontaminasi retroperitoneal dengan faeces, pus, dan darah.
9. Perawatan Pasca Bedah
Perawatan pasca bedah harus sangat seksama pada penderita yang keadaannya
gawat. Antibiotika harus diberikan dan bila perlu diganti. Ahli bedah harus waspada
terhadap pembentukan abses. Posisi setengah duduk (semi - Fowler) dapat
mengumpulkan pus yang terbentuk pada rongga pelvik, tetapi kegunaan posisi ini
tidak sebesar yang dibayangkan.
10. Komplikasi
a. Hipovolemia pada penderita peritonitis kimiawi.
b. Sepsis pada penderita peritonitis bakterial.
c. Kegagalan organ-organ tubuh (pulmoner, kardial, hepatik, renal), mendahului
kematian beberapa hari sebelumnya.
d. Abses abdominal dan perlengketan yang dapat menyebabkan obstruksi
abdominal di kemudian hari.
11. Prognosa
Prognosa peritonitis tergantung kepada usia penderita, penyakit yang berhubungan,
penyebab peritonitis, serta daya guna dan kesigapan tindakan bedah itu sendiri.
H. SALPINGITIS
Salpingitis Akut adalah suatu infeksi tuba fallopi yang dapat gonore atau piogenik.
Salpingitis Subakut adalah stadium infeksi pertengahan diantara salpingitis akut dan
kronis. Salpingittis Kronis adalah stadium infeksi tuba fallopi setelah stadium subakut.
Tipe ini dapat timbul dalam 4 bentuk yaitu: piosalping, hidrosalping, salpingitis
interstisialis kronis atau salpigitis ismika nodosa.
Salpingitis adalah Inflamasi pada uterus, tuba fallopi, dan ovarium yang mengarah ke
perlukaan dengan perlengketan pada jaringan dan organ sekitar.
1. Gejala/tanda awal
a. Nyeri Abdomen: Nyeri abdomen bagian bawah merupakan gejala yang
paling dapat dipercaya dari infeksi pelvis akut. Pada mulanya rasa nyeri
unilateral, bilateral, atau suprapubik, dan sering berkembang sewaktu atau
segera setelah suatu periode menstruasi. Keparahannya meningkat secara
bertahap setelah beberapa jam sampai beberapa hari, rasa nyeri cenderung
menetap, bilateral pada abdomen bagian bawah, dn semakin berat dengan
adanya pergerakan.
b. Perdarahan pervaginam atau sekret vagina: perdarahan antar menstruasiatau
meningkatnya aliran menstruasi atau kedua-duanya dapat merupakan akibat
langsung dari endometritis atau pengaruh tidak langsung dari perubahan-
peubahan hormonalyang berkaitan dengan ooforitis. Sekret vagina dapat
disebabkan oleh servitis.
c. Gejala-gejala penyerta: menggigil dan demam lazim ditemukan. Anoreksia,
nausea dan vomitus berkaitan dengan iritasi peritoneum. Disuria dan sering
kencing menunjukkan adanyan keterkaitan dengan uretritis dan sistitis. Nyeri
bahu atau nyeri kuadran kanan atas mungkin merupakan gejala dari
perihepatitis gonokokus.
d. Riwayat Menstruasi: menstruasi dapat meningkat dalam jumlah dan lamanya.
Salpingitis dapat menjadi simptomatik pada hari keempat atau kelimadari
siklus menstruasi.
2. Upaya pencegahan
a. Kurangi penggunan IUD bila pasien menderita Klamidia danGonorea.
b. Pemeriksaan terhadap wanita.
c. Antibiotik profilaktik rutin pada pengguna IUD jangan dilakukan.
3. Mengatasi salpingitis untuk mencapai rasa nyaman, dengan cara:
a. Mandi teratur
b. Obat untuk penghilang gatal
c. Kompres hangat pada bagian abdomen yang merasa nyeri
d. Pemberian terapi analgesic
e. Konseling : PID dapat menyebabkan infertilitas karena tuba yang rusak,
pasien harus mengatasi hal tersebut
f. Pendidikan kesehatan yang diberikan:
1) Pengetahuan tentang penyebab dan penyebaran infeksi serta efeknya
2) Kegiatan seksual dikurangi atau menggunakan pengaman
3) Cara mengatasi infeksi yang berulang
g. Pengobatan dilanjutkan sampai pasien pulang dan sembuh total
Antibiotik :
1) Cefotaxsime 2 gr IM atau
2) Amoxsicillin 3 gr peroral atau
3) Ampisilin 3,5 gr per os atau
4) Prokain ampisilin G dalam aqua 4,8 juta unit IM pada 2 tempat. Masing-
masing disertai dengan pemberian probenesid 1gr per os.
* Diikuti dengan :
1) Dekoksisiklin 100 mg per os dua kali sehari selama 10-14 hari
2) Tetrasiklin 500 mg per os 4 kali sehari. (Tidak digunakan untuk ibu
hamil).
* Tirah baring
h. Kunjungan ulang 2-3 hari atau jika keadaan memburuk.
* Rawat Inap : Jika terdapat keadaan-keadaan yang mengancam jiwa ibu
* Perawatan di rumah sakit : memberikan obat antibiotik melalui
Intravena(infuse) Jika terdapat keadaan-keadaan yang mengancam jiwa ibu.