You are on page 1of 73

PEMBUATAN ARANG AKTIF TEMPURUNG KELAPA SAWIT

SEBAGAI ADSORBEN DALAM PEMURNIAN BIODIESEL

SKRIPSI

ABI GUSTAMA
F34080071

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
THE PRODUCTION OF ACTIVATED CHARCOAL FROM PALM SHELL
AS ADSORBENT IN THE PURIFICATION PROCESS OF BIODIESEL

Endang Gumbira Sa’id1), Abi Gustama1), Gustan Pari 2),

1)
Departement of Agroindustrial Technology, Faculty of Agriculture Engineering and Technology,
Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia
2)
Development and Research Center Of Forest Products, Bogor, West Java, Indonesia

ABSTRACT

Palm shell is one of solid waste from palm oil industries. To increase the added value and to reduce
solid waste palm shell can be converted as activated charcoal. Application of activated charcoal
could be done for purification process of biodiesel. Production of activated charcoal could be made
through carbonization process at temperature of 450 oC for five hours. The charcoal was soaked for
24 hours with the activator agent such as phosphoric acid activated with concentration of 15% and
charcoal which was not soaked with phosphoric acid. Both of the charcoals were activated at
temperature of 800oC with the variation time of 60, 90, and 120 minutes. The best quality of activated
charcoal was the activation charcoal which were not soaked and activation time. The best quality of
activated charcoal was the activation charcoal which were not soaked and activation time for 120
minutes with yield value of 56.5%, water content of 2.45%, volatile matter of 10.66%, ash content of
6.83%, fix carbon of 82.51%, adsorptive capacity of iodine 878.31mg/g, adsorptive capacity of
benzene of 20,14%, and pH of 9.42. Crystalinity of activated charcoal of 39.89 %. Activated charcoal
had been the standard of Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995. The ability of the best
activated charcoal would be applicated for purification of biodiesel. Adding 3% of activated charcoal
was better for purification of biodiesel so that was earned acid value of 0.22 mg KOH/g, pureness of
65.43%, pH of biodiesel of 7.29.

Key words : palm shell, activated charcoal, purification, biodiesel


Abi Gustama. F34080071. Pembuatan Arang Aktif Tempurung Kelapa Sawit Sebagai
Adsorben Dalam Pemurnian Biodiesel. Dibawah bimbingan Endang Gumbira Sa’id dan
Gustan Pari

RINGKASAN

Arang aktif merupakan arang yang telah diaktifasi oleh suatu zat pada suhu tinggi sehingga
memiliki kemampuan daya serap tiga hingga tujuh kali daya serap arang. Arang aktif dapat dibuat dari
bahan yang mengandung unsur karbon. Salah satu bahan tersebut adalah tempurung kelapa sawit.
Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri kelapa
sawit. Konversi tempurung kelapa sawit menjadi arang aktif dapat mengurangi jumlah limbah pada
industri kelapa sawit dan meningkatkan manfaat produk yang berasal dari limbah biomassa.
Bahan bakar fosil merupakan bahan yang sering digunakan oleh masyarakat luas sebagai
sumber energi. Akan tetapi ketersediannya semakin menurun yang dapat dirasakan dengan
meningkatnya harga minyak mentah dunia di pasar dunia. Biodiesel menjadi salah satu bahan bakar
alternatif masa depan yang berasal dari minyak nabati sebagai pengganti bahan bakar fosil. Dalam
pembuatan biodiesel terdapat tahapan pencucian. Tahapan tersebut sering menggunakan air yang
memiliki kelemahan yaitu penggunaan air yang besar, waktu proses lama, dan menghasilkan limbah
sabun, gliserol, sisa metanol, serta sisa katalis yang tidak dapat dibuang ke lingkungan (Widyanagari,
2008). Pemanfaatan arang aktif tempurung kelapa sawit sebagai adsorben biodiesel diharapkan
menjadi pengganti kelemahan yang ditimbulkan dengan pencucian air.
Tujuan penelitian ini adalah : (1) Memanfaatkan limbah biomassa industri kelapa sawit
berupa tempurung kelapa sawit menjadi arang aktif. (2) Mengetahui pengaruh perendaman asam
fosfat dan dan waktu aktifasi terhadap mutu arang aktif. (3) Mengetahui arang aktif terbaik sebagai
adsorben dalam pemurnian biodiesel.
Pada penelitian pendahuluan dilakukan analisis sifat fisiko kimia tempurung kelapa sawit.
Hasil analisis menunjukan bahwa tempurung kelapa sawit memiliki kadar air 8.79%, kadar zat terbang
78.26%, kadar abu 5.38%, dan kadar karbon terikat 16.35%. Tempurung kelapa sawit dikarbonisasi
pada suhu 450oC selama lima jam. Arang tempurung kelapa sawit menghasilkan rendemen 36.38%.
Mutu arang yang dihasilkan memiliki kadar air 3.34%, kadar zat terbang 23.87%, kadar abu 4.65%
kadar karbon terikat 71.48%, daya serap iod 171.97 mg/g, dan daya serap benzena 9.66%. Pembuatan
arang aktif dilakukan dengan merendam arang dengan konsentrasi asam fosfat 5, 10, dan 15% selama
24 jam. Kemudian arang ditiriskan dan diaktivasi pada suhu 700 dan 800 oC selama satu jam yang
dialiri uap air. Hasil menunjukkan bahwa pada konsentrasi 15% dan suhu 800 oC arang aktif memiliki
kemampuan daya serap iod sebesar 610.36 mg/g.
Pada penelitian utama dilakukan perlakuan dengan membandingkan arang aktif yang
dihasilkan dengan direndam dan tidak direndam dalam larutan asam fosfat. Konsentrasi dan suhu
aktivasi didapat dari penelitian pendahuluan yaitu 15% dan 800oC. Variasi waktu aktivasi adalah 60,
90, dan 120 menit. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan dua faktor. Faktor pertama adalah pengaruh perendaman dengan taraf perlakuan tidak
direndam (A1) dan direndam asam fosfat (A2). Faktor kedua adalah waktu aktifasi dengan taraf
perlakuan 60 (B1), 90 (B2), dan 120 (B3) menit. Analisis yang dilakukan terhadap arang aktif
meliputi kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat, daya serap iod, daya serap
benzena, dan derajat keasaman (pH). Mutu arang aktif disesuaikan dengan SNI arang aktif teknis (SNI
06-3730-1995). Arang aktif terbaik diuji penampakan pori menggunakan Scanning Electro Microscop
(SEM) dan derajat kristalinitas menggunakan X-Ray Difractometer (XRD) dengan membandingkan
bahan baku, arang tempurung kelapa sawit.
Pada penelitian utama, arang aktif yang dihasilkan memiliki nilai rendemen 56.25-72.5%
kadar air sekitar 2.53 – 3.58%, kadar zat terbang 8.83 – 10.66%, kadar abu 5.54-7.63%, kadar karbon
terikat 82.51-84.21%, daya serap iod 587.25 – 878.31%, daya serap benzena 12.76-20.14%, dan
derajat keasaman (pH) 5.70 – 9.42. Mutu arang aktif pada penelitian ini lebih baik apabila
dibandingkan dengan arang aktif yang dijual di pasaran. Arang aktif yang memiliki mutu terbaik
adalah arang aktif yang diproses tanpa direndam asam fosfat dan waktu aktifasi selama 120 menit
dengan nilai rendemen 56.25%, kadar air 2.45 %, kadar zat terbang 10.66%, kadar abu 6.83%, kadar
karbon terikat 82.51%, daya serap iod 878.31 mg/g, daya serap benzena 20.14%, dan derajat
keasaman (pH) 9.42. Hasil SEM terlihat perbedaan pori-pori arang dengan arang aktif. Pada arang
aktif terbaik terlihat pengotor yang diduga merupakan kandungan abu yang lebih banyak
dibandingkan dengan arang yang disebabkan oleh proses pemanasan pada suhu tinggi. Derajat
kristalinitas arang aktif sebesar 39.89%. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan bahan baku
dan arang tempurung kelapa sawit.
Arang aktif terbaik diaplikasikan dalam pemurnian biodiesel dengan konsentrasi 1%, 2%,
dan 3% dengan parameter uji yaitu bilangan asam, kejernihan, dan derajat keasaman (pH) biodiesel.
Arang aktif terbaik mampu menurunkan bilangan asam, derajat keasaman (pH) biodiesel dan
meningkatkan kejerniahan biodiesel. Penambahan arang aktif sebanyak 3% lebih baik untuk
memurnikan biodiesel sehingga diperoleh bilangan asam sebesar 0.22 mg KOH/g, kejernihan 65.43%,
dan derajat keasaman (pH) biodiesel 7.29.
PEMBUATAN ARANG AKTIF TEMPURUNG KELAPA SAWIT
SEBAGAI ADSORBEN DALAM PEMURNIAN BIODIESEL

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor

Oleh
ABI GUSTAMA
F34080071

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Skripsi : Pembuatan Arang Aktif Tempurung Kelapa Sawit Sebagai
Adsorben Dalam Pemurnian Biodiesel
Nama : Abi Gustama
NIM : F34080071

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MA.Dev) (Prof (R). Dr. Gustan Pari, M.Si)
NIP. 19550521 197903 1002 NIP. 19620802 198603 1003

Mengetahui,
Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian

(Prof.Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)


NIP. 19621009 198903 2 001

Tanggal lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : Pembuatan Arang Aktif
Tempurung Kelapa Sawit Sebagai Adsorben Dalam Pemurnian Biodiesel merupakan hasil karya
saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun
pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini

Bogor, September 2012


Yang membuat pernyataan

Abi Gustama
F34080071
©Hak cipta milik Abi Gustama, tahun 2012
Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian
atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm dan sebagainya
BIODATA PENULIS

Abi Gustama, Lahir di Bogor, 1 Agustus 1990 dari bapak Basri dan ibu
Lilis Suryani, sebagai putra pertama dari dua bersaudara. Penulis
menamatkan Sekolah Menengah Pertama (SMA) pada tahun 2008 di
SMA Negeri 5 Bogor. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Departemen
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama
masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan yaitu menjadi
asisten mata kuliah Penerapan Komputer pada tahun 2010-2011, asisten
mata kuliah Teknologi Pati, Gula, dan Sukrokimia pada tahun 2012, dan
asisten mata kuliah Teknik Optimasi pada tahun 2012. Penulis aktif dalam berorganisasi selama masa
perkuliahan sebagai Pengurus Himpunan Profesi Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN)
selama dua tahun yaitu pada tahun 2010 penulis menjabat sebagai staf Departemen Kewirausahaan
dan pada tahun 2011 penulis menjabat sebagai ketua Departemen Human Resources Development
(HRD). Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitian seperti Agroindustry Days 2009, Atsiri Fair
2010, dan Hagatri 2010. Penulis juga telah melaksanakan praktik lapangan di PT. Sinar Meadow
International Indonesia, Jakarta dengan judul “Mempelajari Teknologi Proses Produksi dan Penerapan
Hazard Analytical Crtical Control Points (HACCP) Pada Produk Margarin”.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke khadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia yang
diberikan, sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan dengan baik. Penelitian dengan judul
“Pembuatan Arang Aktif Tempurung Kelapa Sawit Sebagai Adsorben Dalam Pemurnian
Biodiesel” yang dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan
Kehutanan dan Pengelolaan Hasil Hutan, Bogor dan Laboratorium TIN FATETA IPB sejak bulan
Maret hingga Juli 2012.
Selama penelitian hingga terselesaikan penulisan skripsi, penulis banyak mendapatkan
bantuan, baik moral maupun material dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada para personalia di bawah ini :
1. Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MA. Dev selaku dosen pembimbing akademik utama yang
telah memberikan dorongan, arahan, dan bimbingan yang sangat bermanfaat selama
penelitian.
2. Prof (R). Dr. Gustan Pari, M.Si selaku pembimbing kedua yang telah memberikan
dorongan moril dan material selama penulis melakukan penelitian di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengelolaan Hasil Hutan, Bogor.
3. Dr.Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan
arahan kepada penulis untuk penyempurnaan skripsi.
4. Keluarga besar, terutama kedua orang tua dan adik yang telah memberikan dukungan
baik moral, materi maupun doa selama menjalani masa studi dan penelitian.
5. Bapak Mahfudin, Bapak Ahmad, Bapak Dikdik, dan Bapak Saptadi Darmawan yang
telah memberikan bantuan dan ilmu selama penulis melaksanakan penelitian di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengelolaan Hasil Hutan,
Bogor
6. Rekan–rekan satu bimbingan: Fahmi, Luthfa Jamilah, Sabila Ramadhani dan Amelia
Aswad atas dukungan dan doa yang telah diberikan kepada penulis.
7. Ibu Egnawati, Bapak Sugi, Bapak Dicky, dan Ibu Sri selaku teknisi yang telah membantu
penulis selama penelitian berlangsung.
8. Seluruh teman-teman TIN 45 yang selalu memberikan motivasi dan dorongan selama
penulis melaksanakan penelitian.
9. Semua pihak yang telah membantu dan mendorong terselesaikanya penelitian serta kerja
sama dalam penyusunan skripsi selama ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini kemungkinan masih memiliki keterbatasan yang
penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat berharap kritik dan saran yang membangun bagi
perbaikan tulisan ini ke depannya. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam
menambah pengetahuan.

Bogor, September 2012

Abi Gustama

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................ vi
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................. 1
B. TUJUAN ...................................................................................................................... 2
C. RUANG LINGKUP ..................................................................................................... 2
D. MANFAAT PENELITIAN .......................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KELAPA SAWIT ........................................................................................................ 3
B. ARANG ........................................................................................................................ 4
C. ARANG AKTIF ........................................................................................................... 4
D. PEMBUATAN ARANG AKTIF ................................................................................. 6
1. Aktifasi secara fisik ................................................................................................ 6
2. Aktifasi secara kimia .............................................................................................. 7
E. KEGUNAAN ARANG AKTIF .................................................................................... 7
F. ADSORPSI ................................................................................................................... 8
G. BIODIESEL ................................................................................................................. 8
III.METODE PENELITIAN
A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN .................................................................... 10
B. BAHAN DAN ALAT .................................................................................................. 10
C. TATA LAKSANA PENELITIAN ............................................................................... 11
1. Penelitian Pendahuluan .......................................................................................... 11
2. Penelitian Utama .................................................................................................... 12
D. RANCANGAN PERCOBAAN ................................................................................... 14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN .............................................................................. 15
1. Analisis Sifat Fisiko Kimia Tempurung Kelapa Sawit. ......................................... 15
2. Analisis Sifat Fisiko Kimia Arang Tempurung Kelapa Sawit................................ 15
3. Penentuan Suhu dan Konsentrasi Asam Fosfat ...................................................... 16
B. PENELITIAN UTAMA ............................................................................................... 18
1. Pengaruh Perendaman Fosfat dan Waktu Aktifasi ................................................. 18
1.1. Rendemen. ........................................................................................................ 18
1.2. Kadar Air. ......................................................................................................... 19
1.3. Kadar Zat Terbang. .......................................................................................... 20
1.4. Kadar Abu. ....................................................................................................... 21
1.5. Kadar Karbon Terikat. ...................................................................................... 23
1.6. Daya Serap Iod. ................................................................................................ 23
1.7. Daya Serap Benzena. ........................................................................................ 24

ii
Halaman
1.8. Derajat Keasaman (pH) .................................................................................... 25
1.9. Arang Aktif Terbaik. ........................................................................................ 26
2. Aplikasi Arang Aktif Sebagai Adsorben Dalam Pemurnian Biodiesel .................. 30
2.1. Bilangan Asam ................................................................................................. 30
2.2. Kejernihan. ....................................................................................................... 32
2.3. Derajat Keasaman (pH). ................................................................................... 33
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN ............................................................................................................ 34
B. SARAN ........................................................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 35
LAMPIRAN ............................................................................................................................. 38

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Pohon kelapa sawit ................................................................................................. 3
Gambar 2. Struktur graphit heksagonal .................................................................................... 5
Gambar 3. Mekanisme pembuatan arang aktif ......................................................................... 6
Gambar 4. Reaksi transesterfikasi ............................................................................................ 9
Gambar 5. (a) Tungku pengarangan (b) Tungku aktifasi ......................................................... 10
Gambar 6. Diagram alir pembuatan arang ............................................................................... 11
Gambar 7. Diagram alir pembuatan arang aktif ....................................................................... 12
Gambar 8. Diagram alir pemurnian biodiesel kasar ................................................................. 13
Gambar 9. Histogram hubungan antara konsentrasi asam fosfat dan suhu aktifasi terhadap
daya serap arang aktif tempurung kelapa sawit ....................................................... 17
Gambar 10. Histogram hubungan pengaruh perendaman asam fosfat dan waktu aktifasi
terhadap rendemen arang aktif tempurung kelapa sawit ......................................... 18
Gambar 11. Histogram hubungan antara pengaruh perendaman asam fosfat dan
waktu aktifasi terhadap kadar air ............................................................................. 20
Gambar 12. Histogram hubungan antara pengaruh perendaman asam fosfat dan
waktu aktifasi terhadap kadar zat terbang ............................................................... 21
Gambar 13. Histogram hubungan antara pengaruh perendaman asam fosfat dan
waktu aktifasi terhadap kadar abu ........................................................................... 22
Gambar 14. Histogram hubungan antara pengaruh perendaman asam fosfat dan
waktu aktifasi terhadap daya serap iod .................................................................... 24
Gambar 15. Histogram hubungan antara pengaruh perendaman asam fosfat dan
waktu aktifasi terhadap daya serap benzena ............................................................ 25
Gambar 16. Histogram hubungan antara pengaruh perendaman asam fosfat dan
waktu aktifasi terhadap derajat keasaman (pH) ....................................................... 26
Gambar 17. (a) arang tempurung kelapa sawit dan (b) arang aktif tempurung kelapa sawit
pada pembesaran 1000 kali ..................................................................................... 27
Gambar 18.Grafik kristalinitas bahan baku, arang dan arang aktif terbaik .............................. 28
Gambar 19. Histogram bilangan asam berdasarkan proses pemurnian biodiesel ..................... 31
Gambar 20.Histogram kejernihan berdasarkan proses pemurnian biodiesel ............................ 32
Gambar 21.Histogram nilai pH biodiesel berdasarkan proses pemurnian biodiesel ............... 33

iv
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Standar Mutu Arang Aktif Teknis .............................................................................. 5
Tabel 2. Hasil Analisis Sifat Fisiko Kimia Tempurung Kelapa Sawit ..................................... 15
Tabel 3. Hasil Analisis Sifat Fisiko Kimia Arang Tempurung Kelapa Sawit .......................... 16
Tabel 4. Perbandingan Mutu Arang Aktif Terbaik Dengan Standar Nasional Indonesia ......... 26
Tabel 5. Struktur kristalin dan lapisan aromatik pada bahan baku, arang, dan arang aktif
terbaik tempurung kelapa sawit.................................................................................. 29

v
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Prosedur Analisis Arang dan Arang Aktif ........................................................... 39
Lampiran 2. Prosedur Analisis Pemurnian Biodiesel ............................................................... 42
Lampiran 3. Data Penelitian Pendahuluan ............................................................................... 43
Lampiran 4. Data Penelitian Utama Pembuatan Arang Aktif .................................................. 44
Lampiran 5. Aplikasi Arang Aktif Terbaik Sebagai Adsorben Pemurnian Biodiesel .............. 45
Lampiran 6. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Kadar Air Arang Aktif (α=0.05) .......... 46
Lampiran 7. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Kadar Zat Terbang Arang Aktif
(α=0.05) ................................................................................................................ 47
Lampiran 8. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Kadar Abu Arang Aktif (α=0.05) ........ 48
Lampiran 9. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Kadar Karbon Terikat Arang Aktif
(α=0.05) ................................................................................................................ 49
Lampiran 10. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Daya Serap Iod Arang Aktif
(α=0.05) ............................................................................................................... 50
Lampiran 11. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Daya Serap Benzena Arang Aktif
(α=0.05) ............................................................................................................... 51
Lampiran 12. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Derajat Keasaman (pH) Arang Aktif
(α=0.05) ............................................................................................................... 52
Lampiran 13. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Bilangan Asam Biodiesel (α=0.05).... 53
Lampiran 14. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Kejernihan Biodiesel (α=0.05) .......... 54
Lampiran 15. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Derajat Keasaman Biodiesel
(α=0.05) ................................................................................................................ 55
Lampiran 16. Data Derajat Kristalisasi Tempurung Kelapa Sawit, Arang Dan Arang
Aktif Terbaik ..................................................................................................... 56
Lampiran 17. Perhitungan nilai d, Lc, La, dan N pada Tempurung Kelapa Sawit, Arang dan
Arang Aktif Terbaik .......................................................................................... 57

vi
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Arang aktif merupakan arang yang telah diaktivasi oleh suatu zat pada suhu tinggi sehingga
dapat meningkatkan daya serap mencapai tiga hingga tujuh kali daya serap arangnya. Arang aktif
banyak digunakan sebagai adsorben pemurnian gas, pemurnian pulp, penjernihan air, penjernihan
minyak, dan katalis. Kemampuan arang aktif tersebut merupakan penyebab banyak industri yang
menggunakan arang aktif baik dari industri pangan maupun non pangan. Arang aktif dapat dibuat dari
bahan yang mengandung unsur karbon. Bahan yang sering digunakan sebagai arang aktif berasal dari
hasil samping proses produksi yang tidak digunakan kembali. Salah satu bahan tersebut adalah
tempurung kelapa sawit.
Tempurung kelapa sawit merupakan bahan yang mengandung lignoselulosa yang tersusun
atas unsur karbon. Keberadaan tempurung kelapa sawit semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya luas areal tanaman kelapa sawit setiap tahunnya. Menurut data Direktorat Jendral
Perkebunan (2010), luas lahan tanaman kelapa sawit tahun 2008 mencapai 7.36 juta pada tahun 2009
meningkat hingga mencapai 8.24 juta hektar dan pada tahun 2010 luas areal menjadi 8.43 juta hektar.
Rata-rata produksi tandan buah segar (TBS) pada perkebunan rakyat sekitar 16 ton per hektar (Husna,
2011). TBS yang diolah pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 134 juta ton. Tanaman kelapa sawit
yang diolah akan menghasilkan produk berupa minyak sawit kasar atau crude palm oil (CPO) serta
hasil samping berupa limbah biomassa seperti tandan kosong kelapa sawit (TKKS), serabut kelapa
sawit dan tempurung kelapa sawit yang sangat mencemari lingkungan industri. Menurut Tim PT. SP
dalam Ditjen PPHP (2006), setiap pengolahan TBS dapat menghasilkan limbah padat berupa tandan
kosong kelapa sawit (23%), tempurung kelapa sawit (6.5%), dan serabut kelapa sawit (13%). Jumlah
limbah padat biomassa industri kelapa sawit pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 56.9 juta ton.
Masing-masing limbah padat yang dihasilkan adalah untuk TKKS 30.8 juta ton, cangkang kelapa
sawit 8.7 juta ton, dan serabut kelapa sawit 17.4 juta ton. Untuk meningkatkan nilai tambah dan
mengurangi volume limbah biomassa berupa tempurung kelapa sawit pada industri kelapa sawit maka
dapat dilakukan proses konversi menjadi produk arang aktif.
Bahan bakar fosil merupakan bahan yang sering digunakan oleh masyarakat luas sebagai
sumber energi. Akan tetapi pemakaian bahan bakar tersebut berdampak pada meningkatnya kerusakan
lingkungan dan menurunnya pola kesehatan masyarakat. Hal ini disebabkan karena bahan bakar fosil
menghasilkan gas-gas beracun yang berasal dari proses pembakaran. Selain itu keberadaan bahan
bakar fosil jumlahnya semakin menurun. Hal tersebut dapat dirasakan dengan meningkatnya harga
minyak mentah di pasar dunia. Salah satu bahan bakar pengganti bahan bakar fosil adalah dengan
memproduksi biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar yang berasal dari minyak nabati yang
ramah lingkungan. Menurut Hambali et al., (2007), biodiesel sebagai bioenergi digunakan sebagai
bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil pada motor diesel.
Pada pembuatan biodiesel terdapat tahap pencucian untuk memurnikan biodiesel.
Pencucian biodiesel yang selama ini dilakukan adalah dengan menggunakan air (wet washing).
Penggunaan air pada proses pencucian biodiesel memiliki kelemahan yaitu waktu proses yang lebih
lama, membutuhkan air dalam jumlah besar, menghasilkan limbah berupa sabun, gliserol dan metanol
yang tidak bereaksi serta katalis yang tidak dapat dibuang ke lingkungan (Widyanagari, 2008).

1
Pemanfaatan material padat (adsorben) berupa arang aktif yang berasal dari tempurung kelapa sawit
dapat mengurangi kelemahan yang ditimbulkan ketika menggunakan air. Penggunaan adsorben secara
umum digunakan untuk menyerap komponen-komponen pengotor dalam minyak atau senyawa
trigliserida. Berdasarkan pertimbangan di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai pembuatan
arang aktif dari tempurung kelapa sawit dan aplikasinya sebagai adsorben dalam proses pemurnian
biodiesel.

B. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :


1. Memanfaatkan limbah biomassa industri kelapa sawit berupa tempurung kelapa sawit
sebagai arang aktif
2. Mengetahui pengaruh perendaman asam fosfat dan lama aktivasi terhadap mutu arang
aktif tempurung kelapa sawit
3. Mengetahui kemampuan arang aktif terbaik sebagai adsorben dalam pemurnian
biodiesel.

C. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada produksi arang aktif melalui pengaruh
perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi pada suhu 800oC, menganalisis mutu arang aktif yang
dihasilkan kemudian membandingkan dengan arang aktif komersial dan Standar Nasional Indonesia.
Selain itu juga dilakukan pengujian kemampuan arang aktif terbaik untuk memurnikan biodiesel dan
membandingkan dengan pencucian air.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah tempurung kelapa sawit dan
berpartisipasi dalam rangka mengurangi limbah biomassa industri kelapa sawit serta
menginformasikan mengenai pemanfaatan arang aktif tempurung kelapa sawit sebagai adsorben
dalam pemurnian biodiesel sehingga menjadi produk alternatif bagi industri bioenergi.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KELAPA SAWIT

Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang memiliki peranan penting di
Indonesia sebagai penyumbang devisa non minyak dan gas bumi terbesar. Tanaman tersebut
menghasilkan minyak nabati. Potensi produksi minyak nabati yang berasal dari tanaman kelapa sawit
menghasilkan enam ton per tahun dalam satu hektar tanaman tersebut (Sastrosayono, 2003). Asal
tanaman kelapa sawit belum diketahui secara pasti. Menurut Pahan (2008), dugaan kuat tanaman
kelapa sawit berasal dari dua tempat yaitu Afrika dan Amerika Selatan tepatnya Brasilia. Akan tetapi
saat ini kelapa sawit sudah menyebar ke seluruh Negara beriklim tropis termasuk Negara Indonesia.
Perkebunan kelapa sawit telah berkembang lebih jauh seiring dengan kebutuhan manusia terhadap
minyak nabati dan produk industri oleokimia (Pahan, 2008)
Perluasan perkebunan komoditas kelapa sawit dilaksanakan melalui perusahaan perkebunan
swasta, perkebunan besar Negara (PTP/PTPN), dan perkebunan rakyat. Menurut Setyamidjaja (2006),
daerah perkebuan kelapa sawit telah menyebar luas di seluruh Indonesia seperti Aceh, Sumatera
Utara, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Sulawesi
Selatan, dan Irian Jaya. Tanaman kelapa sawit (Gambar 1) merupakan tanaman monokotil yang secara
taksonomi dapat diuraikan sebagai berikut :
Divisi : Embryophyta Siphonagama
Subdivisi : Angiospermae
Ordo : Monocotyledonae
Famili : Palmae
Sub-Famili : Cocoidae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis
Elaeis oleifera
Elaeis odora
(Pahan, 2008)

Gambar 1. Pohon Kelapa Sawit (Green Assembly, 2008)

Varietas atau tipe kelapa sawit berdasarkan pada tebal dan tipisnya cangkang (endocarp)
terdiri dari Dura, Pisifera, dan Tenera (Setyamidjaja, 2006). Tipe Dura memiliki ciri-ciri daging buah

3
(mesocarp) tipis, cangkang (endocarp) tebal (2-8 mm), inti (endosperm) besar, dan tidak terdapat
cincin serabut. Persentase daging buah 35-60% dengan rendemen minyak 17-18%. Untuk tipe Pisifera
memiliki ciri-ciri daging buah tebal, tidak memiliki cangkang tetapi terdapat cincin serabut yang
mengelilingi inti. Pada tipe Tenera merupakan hasil silang antara tipe Dura dan Pisifera. Tipe ini
memiliki tebal cangkang sekitar 0.5-4 mm, memiliki cincin serabut, sedangkan intinya kecil
(Setyamidjaja, 2006). Berdasarkan penelitian Daud et al., (2004), Tempurung kelapa sawit terdiri dari
selulosa 29.7%, holoselulosa 47.7%, dan lignin 53.4%.
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada suhu 20-28oC. Kelapa sawit dapat
tumbuh dengan baik dengan curah hujan di atas 2000 mm dan merata sepanjang tahun. Selain itu,
penyinaran matahari mempengaruhi terhadap perkembangan buah kelapa sawit. Panjang penyinaran
kelapa sawit yaitu 5-12 jam dengan kondisi kelembapan udara 80% (Pahan, 2008).

B. ARANG

Arang adalah produk hasil proses karbonisasi atau dekomposisi kayu pada suhu tinggi
dengan keadaan tanpa oksigen atau oksigen terbatas (Pari, 2007). Karbonisasi merupakan proses
pembakaran biomassa menggunakan alat pirolisis dengan oksigen terbatas (Compete, 2009 dalam
Ramhan, 2011). Bahan baku yang dapat dibuat menjadi arang adalah semua bahan yang mengandung
karbon seperti kayu, daun, tulang, sekam, tempurung kelapa, tempurung biji kemiri, dan tempurung
biji-bijian lainnya. Arang yang dihasilkan selain digunakan sebagai sumber energi, dapat juga
digunakan sebagai bahan baku penghasil adsorben berupa arang aktif (Pari, 2007).
Pada proses karbonisasi atau pengarangan terjadi beberapa perubahan komponen kimia
yang terjadi pada suhu 200-1000oC. Perubahan yang cukup signifikan terjadi pada suhu 200-500oC.
Reaksi pada proses karbonisasi adalah eksotermis yaitu jumlah panas yang dikeluarkan lebih besar
dari pada diperlukan. Reaksi eksotermis ini terlihat nyata pada suhu 300oC-400oC, dimana suhu
meningkat dengan cepat meskipun jumlah panas yang diberikan tetap (Pari, 2007). Menurut Sudrajat
et al. (2011), proses karbonisasi dibagi menjadi empat tahap yaitu sebagai berikut :
(1) Pada permulaan terjadi pemanasan kayu dimana komponen air menguap, kemudian
terjadi penguraian selulosa hingga suhu 260oC. Destilat yang terjadi sebagian besar
mengandung komponen asam dan sedikit metanol.
(2) Pada suhu 260oC-310oC, sebagian besar selulosa terurai secara intensif. Pada tingkatan
ini banyak dihasilkan ligneous, gas, dan sedikit ter.
(3) Pada suhu 310oC-500oC, lignin terurai dan dihasilkan lebih banyak ter, sedangkan
piroligneous liquor dan gas menurun. Ter tersebut sebagian besar berasal dari
pemurnian lignin. Dengan meningkatnya suhu dan lamanya waktu, maka gas CO 2
semakin berkurang, sedangkan gas CO, CH4, dan N2 semakin bertambah.
(4) Pada suhu 500oC – 1000oC diperoleh gas kayu yang tidak dapat diembunkan, terutama
terdiri dari gas hidrogen. Tahap ini merupakan proses pemurnian arang.
Hampir 80% unsur karbon diperoleh pada pemanasan 400-600oC. Selama proses
karbonisasi, bahan sumber karbon mengalami fragmentasi yang akhirnya membentuk struktur
heksagonal awal yang termostabil (Pari, 2007). Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan pada
proses karbonisasi atau pirolisis adalah bahan baku (jenis biomassa, ukuran, kadar air, permeabilitas,
dan kapasitas panas), suhu dan laju pemanasan, serta sumber energi panas dan jenis tungku yang
digunakan.

C. ARANG AKTIF

Arang aktif merupakan arang yang memiliki permukaan area yang tinggi yang digunakan
oleh berbagai industri pada proses pemurnian cairan atau gas, menghilangkan senyawa beracun, dan

4
juga sebagai katalis (Fuente et al., (2001) dalam Kunbin et al., 2010). Arang aktif memiliki
permukaan luas volume pori, ukuran pori yang tersebar dipermukaan arang yang aktif (Sircar et al.
1996). Arang aktif adalah arang yang diproses lebih lanjut sehingga pori-porinya terbuka dan luas
permukaan bertambah dengan kadar karbon dan keaktifan yang bervariasi tergantung pada suhu
aktivasi dan lamanya waktu aktivasi yang diberikan (Pari, 2007).
Menurut Roy (1985), arang aktif berbentuk kristal mikro dan karbon non grafit yang pori-
porinya telah mengalami pengembangan kemampuannya untuk menjerap gas dan zat-zat yang tidak
terlarut atau terdispersi dalam cairan melalui aktivasi. Menurut Hassler (1974), arang aktif bersifat
higroskopis, tidak berbau, tidak berasa, tidak larut dalam air, basa, asam, dan pelarut organik serta
tidak rusak karena perubahan pH, suhu dan komposisi limbah. Menurut Djatmiko et al., (1985), Arang
aktif merupakan padatan amorf yang terdiri dari pelat-pelat datar yang disusun oleh atom-atom karbon
yang terikat secara kovalen dalam suatu graphit heksagonal. Pelat-pelat yang membentuk suatu kisi
heksagonal bertumpuk satu dengan lain membentuk kristal-kristal dengan susunan tidak beraturan dan
jarak antar pelatnya acak. Struktur graphit heksagonal arang aktif dengan pelat-pelat bertumpuk dapat
dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur graphit heksagonal (Marsh et al., 2006)

Arang aktif dapat dibuat dari semua bahan yang mengandung karbon. Adinata et al. (2007)
menjelaskan bahwa arang aktif dapat dibuat dari limbah pertanian (tempurung kelapa), kayu, dan
tempurung kenari. Hal yang sama dikemukakan oleh Pari (2007) bahwa arang aktif dapat dibuat dari
semua bahan yang mengandung unsur karbon seperti tulang, resin, kayu, serbuk gergaji, sekam padi,
gambut, batu bara, tempurung kelapa, dan tempurung biji-bijian. Arang aktif yang dihasilkan
disesuaikan dengan standar mutu Indonesia (SNI). Mutu arang aktif menurut SNI 06-3730-1995 dapat
dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar Mutu Arang Aktif Teknis


Uraian Syarat Mutu
Butiran Serbuk
Kadar zat terbang (%) Mak. 15 Mak. 25
Kadar air Mak 4.5 Mak 15
Kadar abu Mak 2.5 Mak 10
Bagian tidak mengarang 0 0
Daya serap terhadap I2 (mg/g) Min 750 Min 750
Karbon aktif murni (%) Min 80 Min 65
Daya serap terhadap benzena (%) Min 25 -
Daya serap terhadap biru metilen (mg/g) Min 60 Min 120
Bobot jenis curah 0.45-0.55 0.3-0.35
Lolos mesh - Min 90
Jarak mesh (%) 90 -
Kekerasan (%) 80 -
(Sumber : SNI 06-3730-1995)

5
Menurut Marsh et al (2006), ukuran pori-pori yang terbentuk terbagi menjadi tiga yaitu
mikropori (diameter <2 nm), mesopori (diameter 2-50 nm), dan makropori (diameter > 50 nm). Luas
permukaan, dimensi dan distribusi arang aktif tergantung dari bahan baku, kondisi karbonisasi, dan
proses aktivasi.

D. PEMBUATAN ARANG AKTIF

Pembuatan arang aktif terdiri dari dua tahap yaitu proses karbonisasi dan proses aktivasi.
Karbonisasi merupakan proses pembakaran biomassa menggunakan alat pirolisis dengan oksigen
terbatas (Compete, 2009 dalam Rahman 2011). Proses aktivasi adalah proses peningkatan pori-pori
permukaan arang sehingga dapat meningkat daya adsorpsi terhadap cairan dan gas. Pada prinsipnya
proses aktivasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara kimia dan cara fisika (Pari, 2007). Pada
pembuatan arang aktif, mutu arang aktif yang dihasilkan tergantung dari bahan baku yang digunakan,
bahan pengaktif, suhu, dan cara pengaktifannya (Hartoyo et al., 1990).

1. Aktivasi secara fisika (gas)

Prinsip pada proses aktivasi secara fisika adalah dengan cara mengalirkan gas CO2 atau
uap air. Arang yang dihasilkan pada proses karbonisasi masih dilapisi oleh senyawa hidrokarbon
sehingga menutupi pori arang aktif yang terbentuk. Untuk membersihkan permukaan arang dari
senyawa-senyawa hidrokarbon dapat dilakukan dengan jalan mengalirkan gas pada suhu 800-
1000oC.
Reaksi pengaktifan dengan gas seperti H2O dan CO2 reaksinya berjalan secara
endotermis sehingga proses aktivasinya kurang efektif. Untuk mengatasi hal tersebut salah satu
cara yang dapat ditempuh adalah dengan memanaskan permukaan luar dari unit aktivasinya
sehingga distribusi panas merata. Tahapan mekanisme yang terjadi dalam pembuatan arang aktif
menurut Smisek et al. (1970) dalam Pari (2007) digambarkan sebagai berikut :

C + H2O C(H2O)

C(H2O) H2 + C(O)

C(O) CO

C + H2 C(H2)

2C + H2O C(H) + C(OH)

CH + C(OH) C(H2) + C(O)

CO + H2O CO2 + H2

CO + C(O) CO2 + C

Gambar 3. Mekanisme pembuatan arang aktif (Smisek et al., (1970) dalam Pari, 2007)

Selama aktivasi dengan gas, pelat-pelat karbon kristalit atau celah menjadi tidak teratur
dan mengalami pergeseran sehingga permukaan kristalit atau celah-celah menjadi terbuka,
karena gas pengaktif mendorong residu hidrokarbon seperti ter, fenol, metanol, dan senyawa lain

6
yang menempel pada permukaan arang. Pergeseran pelat-pelat karbon kristalit selain membentuk
pori baru, juga untuk mengembangkan pori-pori yang sudah ada, sehingga dari mikropori
berubah menjadi makropori (Pari, 2007).

2. Aktivasi secara kimia

Pada proses ini dilakukan perendaman arang dengan bahan kimia sebelum dipanaskan.
Perendaman dilakukan selama 24 jam sehingga bahan kimia akan meresap dan membuka
permukaan arang yang semula tertutup oleh senyawa-senyawa ter. Menurut Pari (2007)
perendaman arang dilakukan selama 24 jam dan kemudian arang hasil perendaman dipanaskan
pada suhu tinggi sehingga diharapkan aktivator dapat masuk diantara pelat heksagonal dari
kristalit arang sehingga dapat terjadi pengikisan pada permukaan kristalit dan membuka
permukaan arang yang tertutup sehingga menjadi aktif.
Bahan kimia yang sering digunakan adalah ZnCl2, H3PO4, KOH, dan NaOH (Guo et al.,
2003; Lua et al., 2004; Raymundo et al., 2005). Adinata et al., (2007) menggunakan K2CO3
untuk mengaktifkan arang tempurung kelapa sawit. Kwadrati (2008) melakukan pengaktifan
terhadap arang dari limbah kelapa sawit menggunakan HCl. Aktivasi kimia dengan
menggunakan ZnCl2 dan H3PO4 digunakan karena dapat meningkatkan porositas dan rendemen.
Akan tetapi penggunaan ZnCl2 bersifat korosif dan berbahaya karena dapat mengeluarkan gas
klor yang bersifat racun (Garcia et al., 2002). Aktivasi menggunakan kombinasi H3PO4 dan uap
air sangat dianjurkan (Kienle et al., 1986 dan Baker et al., 1997). Aktivasi yang dilakukan
secara kimia dapat meningkatkan rendemen arang aktif dibandingkan dengan menggunakan
aktivasi secara fisik (Dabrowski et al.,2005; Li et al., 2008).

E. KEGUNAAN ARANG AKTIF

Sekitar 70% industri menggunakan produk arang aktif sebagai salah satu bahan yang
digunakan pada proses pengolahannya seperti industri gula, sirup, minyak, air, farmasi dan kimia.
Saat ini penggunaan arang aktif juga dilakukan pada keperluan rumah tangga yaitu sebagai penjerap
bau tidak sedap dilingkungan rumah (Pari, 2007).
Dalam proses penjernihan air, arang aktif selain mengadsorpsi logam-logam seperti besi,
tembaga, nikel, juga dapat menghilangkan bau, warna, dan rasa yang terdapat dalam larutan atau
buangan air (Beukens et al., 1985). Di bidang farmasi, arang aktif juga digunakan untuk menyerap
kotoran yang berupa koloid serta dapat berfungsi sebagai filter sehingga proses kristalisasi dapat
dipercepat. Pada Industri rokok, arang aktif dimasukkan ke dalam filter rokok untuk mencegah atau
mengurangi zat beracun yang dikeluarkan bersama asap rokok. Arang juga dapat menyerap emisi gas
formaldehid dari formalin (Asano et al.,(1999) dalam Pari, 2007).
Arang aktif juga dapat dicampurkan ke dalam makanan domba sehingga dapat mencegah
domba keracunan Hymenoxys odorata yang mengandung sesquiterpen lakton hymenoxon (George et
al,, 2000 dalam Pari, 2007). Menurut Marsh et al., (2006) arang aktif dapat diaplikasikan pada fase
gas yaitu sebagai pemurnian gas pada effluen, menghilangkan gas (SO2, H2S, CS2), adosorpsi
radionuklir, dan mengontrol bau. Selain itu juga dapat digunakan untuk mengadsorpsi cairan yang
tercemar yaitu mengadsorpsi iodin dan asam asetat, mengadsorpsi senyawa anorganik (kromium,
uranium, nikel, kobalt, arsenik, dan merkuri) (Marsh et al., 2006). Fadhil et al., (2012) telah
melakukan pemurnian biodiesel dengan menggunakan arang aktif berbahan baku dari bekas limbah
teh yang dapat mengurangi bilangan asam biodiesel.

7
F. ADSORPSI

Adsorpsi merupakan peristiwa fisik atau kimia pada permukaan yang dipengaruhi oleh suatu
reaksi kimia antara adsorben dan adsorbat. Adsorben merupakan bahan padatan yang mempu
mengadsorpsi sedangkan adsorbat adalah padatan, cairan, atau gas yang diadsorpsi. Dengan
demikian, proses adsorpsi dapat terjadi antara padatan dengan padatan, gas dengan padatan, gas
dengan cairan, cairan dengan cairan, dan cairan dengan padatan (Ketaren, 1989).
Adsorpsi merupakan proses terjadinya perpindahan massa adsorbat dari fase gerak (fluida
pembawa adsorbat) ke permukaan adsorben (Setyaningsih, 1995). Adsorpsi terjadi karena adanya
gaya tarik-menarik antara molekul adsorbat dengan permukaan adsorben yang aktif. Partikel yang
terperangkap ke dalam adsorben seolah-olah menjadi bagian dari keseluruhan adsorben tersebut.
Terdapat dua metode adsorpsi yaitu adsorpsi secara fisik (physiosorption) dan adsorpsi
secara kimia (chemisorptions). Kedua metode terjadi jika molekul-molekul dalam fasa cair diikat pada
permukaan suatu fasa padat akibat gaya tarik menarik pada permukaan padatan adsorben, mengatasi
energi kinetik dari molekul-molekul kontaminan dalam adsorbat (Grim, (1968) dalam Puspaningrum,
2007). Meknisme peristiwa adsorpsi adalah sebagai berikut:
(a) Molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar adsorben
(b) Sebagian ada yang teradsorpsi di permukaan luar
(c) Sebagian besar terdifusi lanjut ke dalam pori-pori adsorben
(d) Jika kapasitas adsorpsi masih sangat besar, sebagian akan teradsorpsi dan terikat di
permukaan. Jika permukaan adsorben sudah jenuh atau mendekati jenuh dengan
adsorbat maka dapat terjadi terbentuknya lapisan adsorpsi kedua dan seterusnya diatas
adsorbat yang telah terikat di permukaan (adsorpsi multi layer). Tidak terbentuknya
lapisan kedua dan seterusnya sehingga adsorbat belum teradsorpsi berdifusi keluar pori
dan kembali ke adsorbat.
Menurut Azah dan Rudyanto (1984), daya adsorpsi arang aktif dapat terjadi karena adanya
pori-pori mikro yang sangat banyak sehingga menimbulkan gejala kapiler yang menyebabkan
timbulnya daya serap, permukaan yang luas dari arang aktif, pada kondisi bervariasi hanya sebagian
permukaan yang memiliki daya serap, hal ini karena permukaan arang aktif bersifat heterogen,
penyerapannya hanya terjadi pada permukaan yang aktif saja. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya
serap arang aktif adalah sebagai berikut:
(1) Sifat fisiko kimia adsorben seperti ukuran pori, kehalusan, dan komposisi kimia
permukaan arang aktif.
(2) Sifat fisikokimia adsorbat seperti ukuran dan polaritas molekul
(3) Sifat fase cair seperti pH dan suhu
(4) Lamanya proses adsorpsi berlangsung.

E. BIODIESEL

Biodiesel merupakan cairan bahan bakar yang dibentuk dari reaksi kimia (esterifikasi,
transesterifikasi, esterifikasi dan transesterifikasi) antara minyak nabati atau hewani dengan alkohol
yang digunakan sebagai bahan bakar diesel (Romano et al., 2011). Biodiesel merupakan energi
alternatif terbarukan yang diproses melalui transesterifikasi trigliserida hasil dari metil asam lemak
atau alkil ester (Knothe et al., 2005).
Secara kimiawi biodiesel merupakan turunan trigliserida dari golongan ester sehingga
dikenal dengan istilah-istilah RME (rapeseed methyl ester), SME (soybean methyl ester) dan PME
(palm methyl esters), untuk yang berbahan baku biji lobak, kedelai, dan minyak sawit. Biodiesel
masih memiliki sifat-sifat turunan asam lemak pada umumnya, baik dari segi fisik, kimia maupun
biologi (Puspaningrum, 2007).

8
Biodiesel dari minyak sawit dapat dihasilkan melalui proses transesterifikasi. Transesterfikasi
merupakan reaksi antara trigliserida dengan alkohol yang dibantu dengan adanya katalis sehingga
membentuk gliserol dan metil ester (Leung et al., 2010). Reaksi transesterfikasi dalam produksi
biodiesel dapat dilihat pada Gambar 4.

CH2-O-CO-R1 CH2-OH R-O-CO-R1


Katalis
CH-O-CO-R2 + 3ROH CH-OH R-O-CO-R2
R-O-CO-R3
CH2-O-CO-R3 CH2-OH

Trigliserida Alkohol Gliserol Metil ester

Gambar 4. Reaksi Transesterfikasi (Leung et al., 2010)

Proses pembuatan biodiesel pada dasarnya adalah merubah minyak ke dalam bentuk ester.
Minyak dapat dikonversi menjadi biodiesel ketika kandungan asam lemak bebasnya rendah. Menurut
Leung et al.,(2010) Minyak dapat dikonversi menjadi biodiesel melalui proses transesterfikasi ketika
kandungan asam lemak bebas dibawah 2.5%. Ketika minyak tersebut memiliki kandungan asam
lemak bebas yang tinggi maka minyak dilakukan pretreatment. Menurut Zhang et al., (2008) dalam
Leung et al.,(2010) pretreatment yang dilakukan ketika asam lemak bebas tinggi dapat dilakukan
dengan cara esterifikasi dengan menggunakan katalis asam. Proses pemurnian biodiesel sangatlah
penting untuk meningkatkan mutu biodiesel. Biodiesel sebelum dimurnikan merupakan biodiesel
kasar (crude biodiesel). Biodiesel kasar memiliki kandungan sisa katalis, air, alkohol yang tidak
bereaksi, gliserol bebas, dan sabun yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi.

9
III. METODE PENELITIAN

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan


Keteknikan Kehutanan dan Pengelolaan Hasil Hutan, Bogor dan di Laboratorium Dasar Ilmu Terapan
Teknologi Industri Pertanian IPB Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012.

B. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempurung kelapa sawit (Elaeis
guineensis) yang diperoleh di Pabrik Minyak Kelapa Sawit PTPN VIII Kertajaya Malingping, Banten.
Bahan yang digunakan untuk aktivasi adalah asam fosfat (H3PO4) dan akuades. Bahan untuk aplikasi
adalah biodiesel kasar yang berasal dari minyak olein kelapa sawit yang diperoleh di Surfactant and
Bioenergi Research Center (SBRC) Institut Pertanian Bogor.
Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis mutu arang aktif adalah natrium tiosulfat
(Na2S2O3) 0.1 N, benzena, larutan iod 0.1 N, kertas saring, akuades, larutan kanji 1% dan arang aktif
komersial. Bahan untuk aplikasi arang aktif adalah biodiesel, sedangkan bahan yang digunakan untuk
menguji mutu biodiesel adalah larutan KOH 0.1 N, alkohol netral, indikator phenolpftalein,
Alat-alat yang digunakan untuk membuat arang aktif adalah tungku pengarangan, tungku
aktivasi (retort) yang dilengkapi ketel uap, labu takar, pipet volumetrik, gelas piala, erlemneyer,
saringan, dan nercara analitik. Alat-alat yang digunakan untuk analisis mutu arang aktif adalah, cawan
alumunium, cawan petri, cawan porselin, oven, tanur, desikator, gegep, pengaduk, erlenmeyer, kertas
saring. Alat-alat yang digunakan untuk analisis mutu biodiesel adalah erlenmeyer, buret, pH meter,
dan spektrofotometer.

(a) (b)

Gambar 5 (a). Tungku pengarangan dan (b). Tungku aktivasi

10
C. TATA LAKSANA PENELITIAN

1. PENELITIAN PENDAHULUAN

a. Analisis Tempurung Kelapa Sawit


Sebelum dikarbonisasi, tempurung kelapa sawit dianalisis sifat fisiko kimia yang
meliputi kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, dan kadar karbon terikat. Analisis dilakukan
untuk mengetahui karakteristik bahan baku yang akan digunakan sebagai arang aktif. Sifat
fisiko kimia bahan baku berpengaruh terhadap proses karbonisasi.

b. Pembuatan dan Analisis Arang Tempurung Kelapa Sawit


Tempurung kelapa sawit yang telah dianalisis kemudian dikarbonisasi atau diarangkan.
Proses karbonisasi dilakukan dengan menggunakan tungku pengarangan listrik. Tempurung
tersebut ditempatkan di dalam tabung (wadah) yang berbentuk silinder dan kemudian dipasang
di tengah tungku pengarangan. Kemudian labu leher tiga dipasang pada pipa pembuangan gas
dan alat destilasi untuk menampung senyawa hidrokarbon, tar dan cuka tempurung. Kemudian
listrik dihidupkan dan proses karbonisasi dilakukan hingga suhu mencapai 450 oC. Hasil arang
kemudian dianalisis rendemen, kadar air, zat terbang, kadar abu, kadar karbon terikat, daya
serap iod, dan daya serap benzena. Diagram alir pembuatan arang dapat dilihat pada Gambar 6.

Tempurung
kelapa sawit

Pengarangan(Karbonisasi)
(±450oC, 5 jam)

Arang

Dianalisis mutu arang

Gambar 6. Diagram alir pembuatan arang

c. Penentuan Suhu dan Konsentrasi Asam Fosfat


Untuk membuat arang aktif, arang yang dihasilkan dari proses karbonisasi ditimbang
sebanyak 200 gram kemudian direndam menggunakan asam fosfat teknis (85%) dengan
konsentrasi 5, 10, dan 15 % (v/v) selama 24 jam. Rasio arang dengan asam fosfat yang
digunakan adalah 1:2 (b/v). Setelah direndam, arang ditiriskan hingga permukaan arang kering.
Proses aktivasi dilakukan dengan menggunakan tungku aktivasi pada suhu 700 dan 800oC
selama 60 menit yang dialiri uap air. Setelah proses aktivasi dilakukan, arang didinginkan
selama 15-24 jam di dalam tungku aktivasi kemudian arang aktif dikeluarkan dari tungku
aktivasi. Arang aktif yang dihasilkan kemudian digiling dan dianalisis mengenai kemampuan
daya serap iod.

11
2. PENELITIAN UTAMA

a. Pengaruh Perendaman Asam Fosfat dan Waktu Aktivasi


Konsentrasi asam fosfat dan suhu yang baik pada penelitian pendahuluan digunakan
pada penelitian utama. Sebanyak 200 gram arang direndam dengan asam fosfat teknis dengan
konsentrasi 15% selama 24 jam. Perbandingan arang dengan larutan asam fosfat adalah 1:2
(b/v). Setelah direndam, arang ditiriskan hingga permukaan arang kering. Proses aktivasi
dilakukan pada suhu 800oC dengan variasi waktu aktivasi 60, 90, dan 120 menit yang dialiri
uap air. Untuk melihat pengaruh perendaman asam fosfat maka dibuat arang tanpa direndam
asam fosfat. Setelah proses aktivasi dilakukan, arang didinginkan selama 15-24 jam di dalam
tungku aktivasi kemudian arang aktif dikeluarkan dari tungku aktivasi. Arang aktif digiling
dan dianalisis sifat fisiko kimia arang aktif yang meliputi kadar air, kadar zat terbang, kadar
abu, kadar karbon terikat, daya serap iod, daya serap benzene dan derajat keasaman (pH).
Diagram alir pembuatan arang aktif dapat dilihat pada Gambar 7.

Arang

Tidak direndam asam Direndam asam fosfat


fosfat (15%) 24 jam
(5, 10, 15%) 24 jam

Ditiriskan (hingga bahan kering)

Uap air ± 125oC Diaktivasi pada suhu 800oC


0.025 mbar selama 60, 90, dan 120 menit

Arang Aktif

Digiling
(lolos ayakan 100 mesh)

Dilakukan
analisis mutu
arang aktif

Gambar 7. Diagram alir pembuatan arang aktif

b. Aplikasi Arang Aktif Terbaik Untuk Proses Pemurnian Biodiesel


Arang aktif yang memiliki mutu terbaik kemudian diuji untuk memurnikan biodiesel.
Arang aktif terlebih dahulu dicuci dengan air suling hingga pH air cucian netral, kemudian
dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC. Arang aktif yang sudah kering kemudian digiling
(lolos ayakan 100 mesh) untuk memperluas permukaan arang aktif.

12
Pemurnian biodiesel dilakukan dengan mencampur arang aktif dengan konsentrasi 0, 1,
2, dan 3% (b/b) ke dalam 50 gram biodiesel kemudian diaduk selama 20 menit. Biodiesel
hasil pencampuran kemudian didiamkan selama dua jam dan disaring dengan menggunakan
kertas saring. Pemurnian biodiesel diadaptasi dari Puspaningrum (2007). Biodiesel dianalisis
sebelum dan sesudah pencampuran dengan arang aktif. Sebagai pembanding dilakukan
pemurnian biodiesel dengan menggunakan air. Pengujian mutu biodiesel meliputi bilangan
asam, kejernihan dan derajat keasaman pH biodiesel. Diagram alir pemurnian biodiesel dapat
dilihat pada Gambar 8.

Arang aktif Biodiesel kasar


terbaik

Dicuci
(Hingga filtrat pH netral)

Dikeringkan
Suhu 105oC selama tiga jam

Digiling
(lolos ayakan 100 mesh)

Arang aktif serbuk Ditambahkan arang aktif


(1, 2, 3% b/b)

Diaduk 20 menit

Didiamkan 2 jam

Disaring

Biodiesel

Gambar 8. Diagram alir pemurnian biodiesel kasar

13
D. RANCANGAN PERCOBAAN

1. Pembuatan Arang Aktif


Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua faktor.
Model percobaan dilakukan dengan dua kali ulangan. Faktor pertama adalah pengaruh
perendaman asam fosfat dengan taraf perlakuan tidak direndam dan direndam asam fosfat.
Faktor kedua adalah waktu aktivasi dengan taraf perlakuan 60, 90, dan 120 menit. Model
matematis Rancangan Acak Lengkap dua faktorial adalah sebagai berikut (Walpole, 1993) :

Yijk= µ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk

Keterangan :
Yijk = Mutu arang aktif ke-j terhadap perlakuan ke-i
µ = Nilai tengah pengamatan
Ai = Nilai pengaruh faktor perendaman asam fosfat pada taraf ke-i
Bj = Nilai pengaruh faktor waktu aktivasi pada taraf ke-j
ABij = Nilai pengaruh interaksi faktor perendaman asam fosfat pada taraf ke-i dengan
faktor waktu aktivasi pada taraf ke-j
εijk = Nilai galat percobaan yang mendapat taraf ke-I faktor perendaman dan taraf ke-j
faktor waktu aktivasi pada ulangan ke-k

Matriks Rancangan Percobaan Pembuatan Arang Aktif

B Waktu aktivasi (menit)


A 60 90 120
Pengaruh perendaman asam Tanpa perendaman A1B1 A1B2 A1B3
fosfat Perendaman A2B1 A2B2 A2B3

2. Aplikasi Arang Aktif Terbaik Untuk Pemurnian Biodiesel


Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan satu
faktor yaitu dengan menambahkan arang aktif ke dalam biodiesel kasar sebesar 1%, 2%, dan
3% serta membandingkan dengan biodiesel kasar dan biodiesel dengan proses pencucian
Model matematis Rancangan Acak Lengkap satu faktorial adalah sebagai berikut (Walpole,
1993) :
xij= µ + Ci + εij

Xij = Mutu biodiesel ke-j terhadap perlakukan ke-i (i = 1%, 2%, 3%)
µ = Nilai tengah pengamatan
Ci = Nilai pengaruh konsentrasi rata-rata arang aktif pada taraf ke-i
εij = Nilai galat percobaan ke-i pada ulangan ke-j

Matriks Rancangan Percobaan Pemurnian Biodiesel

Pemurnian (C)
Biodiesel kasar Biodiesel Arang aktif Arang aktif Arang aktif
(C1) cuci (C2) 1% (C3) 2% (C4) 3% (C5)

14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

1. Analisis Sifat Fisiko Kimia Tempurung Kelapa Sawit

Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah biomassa yang berbentuk curah yang
dihasilkan dari kegiatan industri minyak kelapa sawit. Tempurung kelapa sawit yang digunakan
merupakan tempurung kelapa sawit yang diperoleh dari PTPN VIII, Malingping, Banten.
Tempurung kelapa sawit berpotensi sebagai arang aktif karena memiliki kandungan karbon pada
bahan yang tinggi. Untuk mengetahui mutu tempurung kelapa sawit yang akan digunakan untuk
pembuatan arang aktif, maka dilakukan pengujian sifat fisiko kimia. Hasil analisis sifat fisiko
kimia tempurung kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisis Sifat Fisiko Kimia Tempurung Kelapa Sawit


Komponen Satuan Nilai

Kadar Air %bb 8.79


Kadar Abu %bk 5.38
Kadar Zat Terbang %bk 78.26
Kadar Karbon Terikat %bk 16.35

Berdasarkan hasil analisis sifat fisiko kimia tempurung kelapa sawit pada Tabel 2 diketahui
bahwa tempurung kelapa sawit memiliki kadar air 8.79 % (bb). Kadar air bahan dapat
mempengaruhi proses karbonisasi dan jumlah arang yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar air
bahan maka bobot arang yang dihasilkan semakin rendah. Menurut Sudrajat et al., (2011), adanya
air pada bahan mengurangi rendemen arang dan proses karbonisasi akan berlangsung lebih lama.
Tempurung kelapa sawit memiliki kadar karbon terikat sebesar 16.35% (bk). Rendahnya kadar
karbon terikat pada tempurung kelapa sawit disebabkan karena kadar abu dan kadar zat terbang
yang tinggi. Nilai kadar abu dan kadar zat terbang berturut-turut adalah sebesar 5.38% (bk) dan
78.26% (bk). Nilai kadar abu dan kadar zat terbang pada bahan dapat mempengaruhi rendemen
arang yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai kadar abu dan kadar zat terbang maka rendemen arang
semakin rendah. Tempurung kelapa sawit memiliki nilai kalor. Dalam hasil penelitian, besar kalori
tempurung kelapa sawit mencapai 20000 kjoule/kg (Ma et.al., 2004). Oleh sebab itu selain dapat
dikonversi menjadi arang aktif, tempurung kelapa sawit juga dapat digunakan sebagai sumber
energi terbarukan.

2. Analisis Sifat Fisiko Kimia Arang Tempurung Kelapa Sawit

Analisis sifat fisiko kimia arang dilakukan untuk mengetahui karakteristik arang sebelum
diaktifkan menjadi arang aktif. Hasil sifat fisiko kimia arang dapat dilihat pada Tabel 3. Rendemen
arang yang dihasilkan melalui proses karbonisasi adalah 36.38% (bb). Rendemen yang cukup
tinggi ini disebabkan karena proses karbonisasi dilakukan dengan menggunakan retort listrik
secara vakum. Apabila pengarangan tidak dilakukan secara vakum, maka arang yang dihasilkan
akan rendah yang disebabkan oleh pengaruh udara. Udara yang cukup besar menyebabkan bahan
mengalami oksidasi secara berlebih sehingga menyebabkan terbentuknya abu yang cukup banyak

15
dibandingkan dengan arang. Hasil samping proses karbonisasi bahan dengan sistem vakum adalah
terbentuknya asap cair. Asap cair tersebut terbentuk karena proses pendinginan asap dengan
kondensor. Menurut Sudrajat et al., (2011) proses karbonisasi menggunakan retort dapat
memperoleh kandungan ter dan cuka kayu (asam asetat dan metanol) pada bahan baku mentah
sehingga dapat mengimbangi biaya energi ekstra pada proses karbonisasi. Menurut Pari (2010),
rendemen arang kecil disebabkan karena komponen bahan terbuang dalam bentuk CO 2, CO, dan
CH4 yang sangat berperan pada peningkatan gas rumah kaca.
Kandungan kadar air, kadar abu dan kadar zat terbang arang yang dihasilkan berturut-turut
adalah 3.34% (bb), 4.65%(bk), 23.87% (bk). Apabila dibandingkan dengan bahan sebelum proses
karbonisasi, kandungan kadar air, kadar abu, dan kadar zat terbang arang lebih rendah. Hal ini
disebabkan karena pada saat proses karbonisasi terjadi penguapan air, komponen asam, metanol,
ter, dan penguraian selulosa. Akan tetapi kadar karbon terikat meningkat signifikan jika
dibandingkan dengan kadar karbon terikat sebelum dikarbonisasi. Kadar karbon terikat arang
adalah 71.58% (bk). Hal ini disebabkan karena rendahnya nilai kadar abu dan kadar zat terbang
arang yang disebabkan proses karbonisasi. Arang tempurung kelapa sawit berpotensi untuk
dijadikan arang aktif. Menurut Djatmiko et al., (1985) dalam Irham (2006), arang dapat diproses
menjadi arang aktif jika nilai kadar karbon terikat berada pada kisaran 70-80%. Kadar karbon
terikat yang terlalu rendah disebabkan arang tersebut masih memiliki kandungan kadar abu dan
kadar zat terbang yang masih tinggi sehingga perlu waktu proses karbonisasi yang lebih lama.
Kemampuan arang tempurung kelapa sawit untuk menyerap iod dan benzena berturut-turut
adalah 171.97 mg/g dan 9.66%. Nilai tersebut menunjukan bahwa arang yang dihasilkan memiliki
kemampuan menyerap cairan dan gas akan tetapi nilai tersebut masih rendah. Kemampuan arang
dalam menyerap larutan dan gas mengindikasikan bahwa arang tersebut telah membentuk pori-
pori sehingga terjadi proses adsorpsi. Kemampuan arang untuk menyerap cairan dan gas dapat
ditingkatkan melalui proses aktivasi dengan menggunakan suhu tinggi dan perendaman asam
fosfat.

Tabel 3. Hasil Analisis Sifat Fisiko Kimia Arang Tempurung Kelapa Sawit
Komponen Satuan Nilai

Rendemen %bb 36.38


Kadar Air %bb 3.34
Kadar Abu %bk 4.65
Kadar Zat Terbang %bk 23.87
Kadar Karbon Terikat %bk 71.48
Daya Serap Iod mg/g 171.97
Daya Serap Benzena %bk 9.66

Daya listrik pada tungku karbonisasi adalah sebesar 2 kwatt per jam. Daya listrik yang
digunakan untuk proses karbonisasi selama lima jam diperkirakan sebesar 10 kwatt atau setara
dengan 36000 kjoule. Tingginya energi yang dikeluarkan terutama energi panas mampu
mengkonversi tempurung kelapa sawit menjadi arang.

3. Penentuan Suhu dan Konsentrasi Asam Fosfat

Arang dapat menjadi arang aktif melalui proses aktivasi menggunakan suhu tinggi dan
aktivator kimia. Proses aktivasi dapat menghilangkan hidrokarbon yang melapisi permukaan arang
sehingga dapat meningkatkan porositas arang. Penentuan suhu aktivasi dan konsentrasi asam

16
fosfat dilakukan untuk mengetahui kondisi yang tepat untuk memproduksi arang aktif yang sesuai
dengan SNI arang aktif teknis.
Pada penelitian ini aktivator kimia yang digunakan adalah asam fosfat dengan konsentrasi
5%, 10%, dan 15% yang direndam selama 24 jam dengan suhu aktivasi 700 dan 800oC yang dialiri
uap air selama satu jam. Hasil menunjukan bahwa daya serap terhadap iod berkisar 396.66 -
610.36 mg/g. Daya serap iodium pada suhu 800oC memiliki kemampuan dalam menyerap larutan
lebih tinggi dibandingkan suhu 700oC (Lampiran 3). Semakin tinggi konsentrasi asam fosfat maka
kemampuan menyerap larutan akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena asam fosfat
mampu membentuk pori-pori permukaan arang yang lebih banyak. Konsentrasi asam fosfat 15%
memiliki kemampuan dalam menyerap cairan sebesar 610.36 mg/g pada suhu 800oC. Semakin
tinggi suhu aktivasi menyebabkan arang aktif memiliki kemampuan yang semakin meningkat
dalam menyerap larutan. Hal ini berhubungan dengan kinetika reaksi yang menyebabkan semakin
tinggi suhu aktivasi maka kecepatan reaksi akan semakin cepat sehingga pembentukan pori-pori
akan semakin banyak. Menurut Hendra et al (1999), ikatan C dan H pada arang terlepas dengan
sempurna sehingga terjadi pergeseran pelat karbon kristalit membentuk pori yang baru dan
mengembangkan pori yang telah terbentuk. Daya serap terhadap iod menggambarkan banyaknya
pori atau luas permukaan arang aktif. Besarnya daya serap iod mengindikasikan bahwa arang aktif
memiliki banyak pori atau luas permukaan arang aktif. Besarnya daya serap aktif terhadap iodium
juga menggambarkan banyak struktur mikropori yang terbentuk. Kemampuan arang aktif pada
tingkat konsentrasi dan suhu dapat dilihat pada Gambar 9.

700.00
600.83 610.36
600.00
Daya Serap Iod (mg/g)

493.13
500.00 425.96
396.66 402.30
400.00
300.00
200.00
100.00
0.00
5 10 15
Konsentrasi Asam Fosfat

700°C 800°C

Gambar 9. Histogram hubungan antara konsentrasi asam fosfat dan suhu aktivasi terhadap
daya serap iod arang aktif tempurung kelapa sawit

Menurut Sudrajat et al., (2011) asam fosfat yang biasa digunakan untuk mengaktifkan
arang aktif adalah sebesar 10-15% yang direndam selama 12-24 jam. Saptadi (2008), telah
menggunakan asam fosfat sebesar 10% untuk mengaktivasi arang yang berasal dari tempurung kemiri.
Pada penelitian ini, konsentrasi asam fosfat yang digunakan adalah 15% pada suhu 800 oC. Arang aktif
yang dihasilkan belum memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI arang aktif teknis
menetapkan bahwa kemampuan dalam menyerap larutan iod minimum 750 mg/g. Untuk mengetahui
pengaruh perendaman terhadap mutu arang aktif maka dilakukan penelitian dengan membandingkan
arang yang tidak direndam dan direndam asam fosfat dengan variasi waktu aktivasi.

17
B. PENELITIAN UTAMA

1. Pengaruh Perendaman Asam Fosfat dan Waktu Aktivasi

Pada penelitian utama dilakukan perbandingan arang aktif yang direndam dan tidak direndam
dengan aktivator asam fosfat. Konsentrasi asam fosfat dan suhu yang digunakan adalah sebesar 15%
suhu 800oC. Konsentrasi asam fosfat dan suhu aktivasi diperoleh dari penelitian pendahuluan.
Menurut Sudrajat et al., (2011), konsentrasi asam fosfat yang digunakan untuk aktivasi adalah sebesar
10-15 % yang direndam selama 24 jam. Asam fosfat dipilih sebagai aktivator karena bahan tersebut
mampu meningkatkan rendemen arang aktif dan membuka pori-pori arang (Marsh et al., 2006).
Karaktersitik arang aktif meliputi rendemen, kadar air, kadar zat terbang, kadar abu, kadar karbon
terikat, daya serap iod, daya serap benzena, dan nilai pH.

1.1 Rendemen

Penetapan rendemen arang aktif dilakukan untuk mengetahui jumlah arang aktif yang
dihasilkan setelah proses aktivasi. Semakin lama waktu aktivasi menyebabkan rendemen arang aktif
akan semakin rendah (Pari et al., 2008).
Pada penelitian ini diperoleh bahwa nilai rendemen arang aktif berkisar antara 56.25 – 75.48
%. Rendemen arang aktif tertinggi terdapat pada perlakuan arang yang direndam asam fosfat dengan
waktu aktivasi selama 60 menit, sedangkan rendemen arang aktif terendah terdapat pada perlakuan
arang yang tidak direndam asam fosfat dengan waktu aktivasi 120 menit. Apabila dibandingkan
dengan tanpa perendaman asam fosfat dengan masing-masing waktu aktivasi, nilai rendemen arang
aktif dengan perlakuan perendaman asam fosfat lebih tinggi. Pengaruh perendaman asam fosfat dan
waktu aktivasi dapat dilihat pada Gambar 10.

80 75.48
69 69.50
70 65
61
60 56.25
Rendemen (%)

50
40
30
20
10
0
60 90 120
Waktu aktifasi (menit)

Tanpa perendaman asam fosfat Perendaman asam fosfat 15%

Gambar 10. Histogram hubungan pengaruh perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi
terhadap rendemen arang aktif tempurung kelapa sawit

Berdasarkan Gambar 10, rendemen tanpa perendaman asam fosfat memiliki nilai yang lebih
rendah dibandingkan dengan perendaman asam fosfat. Penambahan aktivator asam fosfat
menyebabkan laju reaksi oksidasi dalam proses pembuatan arang aktif menjadi lambat. Selain sebagai
aktivator dalam pembuatan arang aktif, asam fosfat juga berperan sebagai pelindung dari suhu tinggi.

18
Menurut Marsh et al., (2006) asam fosfat dapat mengurangi pembakaran pada proses aktivasi
sehingga dapat meningkatkan rendemen arang aktif. Pengurangan pembakaran terjadi karena asam
fosfat akan membentuk fosfat anhidrida yang dapat menarik uap air pada ketel sehingga mengurangi
laju pembakaran saat proses aktivasi. Arang aktif dengan perlakuanTanpa perendaman asam fosfat
menyebabkan laju reaksi cepat sehingga mengurangi nilai rendemen.
Waktu aktivasi menyebabkan nilai rendemen arang aktif akan cenderung menurun. Semakin
lama waktu aktivasi maka reaksi kimia dalam pembentukan arang aktif akan terus terjadi. Reaksi
kimia yang terjadi adalah adalah reaksi antara karbon dengan zat pengoksidasi yang membentuk CO,
CO2, dan H2. Semakin lama waktu aktivasi maka pembentukan CO, CO2 dan H2 akan semakin banyak
sehingga nilai rendemen arang aktif akan semakin menurun. Menurut lee et al., (2003), reaksi kimia
antara karbon dengan uap air akan membentuk CO2 dan H2O sehingga mempengaruhi rendemen
arang aktif yang dihasilkan.
Rendemen hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan rendemen arang aktif
tempurung biji nyamplung yang diaktivasi pada suhu 700 dan 800oC dengan konsentrasi asam fosfat
0, 5, dan 10% yang berkisar antara 9.5-60.5% (Wibowo, 2009). Pengaruh perbedaan rendemen arang
aktif disebabkan kandungan penyusun bahan tersebut seperti selulosa, holoselulosa, dan lignin.
Menurut Daud et al., (2004), Tempurung kelapa sawit terdiri dari selulosa 29.7%, haloselulosa 47.7%,
dan lignin 53.4%. Tempurung biji nyamplung yang digunakan oleh Wibowo (2009) terdiri dari
holoselulosa 87.64%, alpha selulosa 48.66%, dan lignin 36.69%. Selulosa dan holoselulosa
merupakan serat yang mudah terurai oleh panas, sedangkan lignin merupakan struktur kuat dan
menghasilkan atom karbon yang lebih banyak. Kandungan lignin yang tinggi pada tempurung kelapa
sawit menjadi penyebab nilai rendemen arang aktif lebih tinggi dibandingkan arang aktif tempurung
biji nyamplung.

1.2 Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu karakteristik arang aktif yang sangat penting terhadap mutu
arang aktif. Kadar air pada arang aktif mampu mempengaruhi daya serap baik terhadap cairan dan
gas. Kadar air arang aktif juga dipengaruhi oleh suhu dan waktu aktivasi. Semakin tinggi suhu dan
semakin lama waktu aktivasi menyebabkan kadar air arang aktif akan semakin rendah.
Nilai kadar air yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 2.45-3.58 %. Nilai kadar
air tertinggi adalah arang aktif dengan perlakuan perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi
selama 120 menit (A2B3). Nilai kadar air terendah adalah arang aktif dengan perlakuan tanpa
perendaman selama 120 menit (A1B3). Nilai kadar air arang aktif yang diperoleh telah memenuhi
Standar Nasional Indonesia (SNI) arang aktif teknis. SNI menetapkan kadar air arang aktif teknis
maksimal 15%. Apabila dibandingkan dengan arang aktif komersial, arang aktif pada penelitian ini
memiliki nilai kadar air yang rendah. Arang aktif komersial memiliki nilai kadar air sebesar 8.54%.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 6), faktor perendaman asam fosfat, waktu
aktivasi dan interaksi kedua faktor memberikan pengaruh yang nyata pada α = 0.05 terhadap nilai
kadar air. Pengaruh perendaman asam fosfat memiliki kadar air yang tinggi. Hal ini disebabkan
karena asam fosfat sebagai aktivator memiliki kemampuan dalam menyerap air akibat dari
tereduksinya asam fosfat menjadi senyawa fosfat anhidrida yang bersifat memiliki kemampuan dalam
menarik uap air (Sudrajat dan Suryani 2002 dalam Wibowo 2009). Proses menarinya uap air dapat
terjadi ketika proses aktivasi maupun proses pendinginan. Semakin lama proses pendinginan maka
proses menarik uap air akan semakin tinggi sehingga menyebabkan kadar air meningkat.
Berdasarkan uji Duncan (Lampiran 6), kadar air memiliki perbedaan yang nyata pada setiap
taraf perlakuan. Arang aktif tanpa perendaman asam fosfat berbeda nyata terhadap waktu aktivasi 60
(A1B1), 90 (A1B2), dan 120 menit (A1B3). Arang yang direndam dengan asam fosfat berbeda nyata
terhadap waktu aktivasi 60 (A2B1), 90 (A2B2), dan 120 menit (A2B3). Hubungan pengaruh

19
perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi terhadap kadar air arang aktif dapat dilihat pada Gambar
11.

4.00 3.48 3.58

2.78 2.94
Kadar Air (%)

3.00 2.53 2.45

2.00

1.00

0.00
60 90 120
Waktu Aktifasi (menit)
Tanpa perendaman asam fosfat Perendaman asam fosfat 15 %

Gambar 11. Histogram hubungan antara pengaruh perendaman asama fosfat dan waktu aktivasi
terhadap kadar air

Pada arang aktif tanpa perendaman asam fosfat 60 (A1B1), 90 (A1B2) dan 120 menit
(A1B3) terjadi penurunan kadar air. Semakin lama waktu proses aktivasi menyebabkan kandungan
kadar air akan semakin rendah Rendahnya kadar air menunjukan bahwa kandungan air bebas dan air
terikat yang terdapat pada bahan telah menguap saat proses aktivasi. Pada perendaman asam fosfat
dengan waktu aktivasi 60 menit (A2B2) berbeda nyata dengan perendaman asam fosfat dengan waktu
aktivasi 90 menit (A2B2). Hal ini diduga karena pada waktu 60 menit masih terdapat senyawa asam
fosfat pada struktur arang. Pada waktu aktivasi 120 menit (A2B2) terjadi peningkatan kadar air.
Peningkatan kadar air lebih disebabkan oleh sifat higroskopis arang aktif yang dapat menarik
kandungan air.
Semakin higroskopis suatu bahan maka kemampuan bahan untuk menarik kandungan air
udara akan semakin tinggi. Menurut Hendra (2007), kadar air yang tinggi disebabkan oleh sifat
higroskopis arang aktif dan juga adanya molekul uap air yang terperangkap di dalam kisi-kisi
heksagonal arang aktif terutama pada saat proses pendinginan. Nilai kadar air yang diinginkan pada
arang aktif adalah serendah-rendahnya yaitu pada perlakuan tanpa perendaman asam fosfat dengan
waktu aktivasi selama 120 menit.

1.3 Kadar Zat Terbang

Kadar zat terbang merupakan parameter untuk mengukur banyaknya zat yang menguap pada
saat proses pemanasan. Parameter tersebut dapat mengukur tingkat adsorpsi arang aktif. Semakin
tinggi kadar zat terbang pada arang aktif maka sifat menyerap larutan dan gas akan semakin rendah.
Kadar zat terbang merupakan zat yang dapat menguap sebagai hasil dekomposisi senyawa-senyawa
yang masih terdapat di dalam arang selain air.
Hasil penelitian menunjukan nilai kadar zat terbang arang aktif rata-rata berkisar antara 8.83-
10.66 %. Nilai kadar zat terbang tersebut masih memenuhi SNI arang aktif teknis. SNI menetapkan
kadar zat terbang arang aktif maksimal 25%. Kadar zat terbang terendah adalah kadar zat terbang
yang direndam asam fosfat dan waktu aktivasi selama 120 menit dengan nilai rata-rata sebesar 8.83%.
Kadar zat terbang tertinggi adalah kandungan zat terbang yang diperlakukan tidak direndam asam
fosfat dan waktu aktivasi selama 120 menit. Apabila dibandingkan dengan arang aktif komersial,
kadar zat terbang arang aktif pada penelitian ini masih rendah. Nilai kadar zat terbang arang aktif
komersial adalah 24.51%.

20
Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 7), faktor perendaman asam fosfat memberikan
pengaruh yang nyata pada α = 0.05 terhadap kadar zat terbang sedangkan waktu aktifasi dan interaksi
kedua faktor tidak memberikan pengaruh yang nyata. Kadar zat terbang yang rendah disebabkan
karena sedikitnya senyawa non karbon pada permukaan arang aktif yang dapat mengurangi
kemampuan dalam menyerap larutan dan gas. Tanpa perendaman asam fosfat (A1) memiliki kadar zat
terbang yang lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman asam fosfat. Perendaman dengan
menggunakan asam fosfat (A2) mampu mengurangi senyawa non karbon yang menempel pada
permukaan arang aktif. Selain bersifat membersihkan senyawa non karbon pada permukaan arang
aktif, asam fosfat juga mampu masuk ke permukaan dasar arang melalui pori-pori pada arang dan
melindungi bahan dari panas sehingga mengurangi senyawa non karbon yang mudah menguap dan
terbakar pada saat aktivasi. Menurut Hendra (2007), Tinggi rendahnya kadar zat terbang yang
dihasilkan disebabkan karena permukaan arang masih tertutupi oleh atom H yang terikat kuat pada
atom C pada permukaan arang aktif sehingga mempengaruhi daya serap. Hubungan pengaruh
perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi terhadap kadar zat terbang arang aktif dapat dilihat pada
Gambar 12

12.00 10.66
10.25 9.96
Kadar Zat Terbang (%)

10.00 8.98 8.89 8.83


8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
60 90 120
Waktu Aktifasi (menit)
Tanpa perendaman asam fosfat Perendaman asam fosfat 15 %

Gambar 12. Histogram hubungan pengaruh perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi
terhadap nilai kadar zat terbang

Waktu aktivasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar zat terbang. Hal
tersebut diduga sebagian besar kandungan zat terbang menguap sebelumi suhu aktivasi tercapai
sehingga hanya sebagian kecil bahan yang belum terdekomposisi oleh panas. Menurut Pari et al.,
(2008), suhu dan lama waktu aktivasi tidak memberikan pengaruh proses penguapan senyawa non
karbon yang terdapat pada permukaan arang aktif.

1.4 Kadar Abu

Kadar abu merupakan komponen anorganik bahan yang tertinggal pada pemanasan 700oC.
Kadar abu arang aktif diuji untuk mengetahui kandungan oksida logam dalam bahan. Tingginya kadar
abu pada arang aktif dapat mempengaruhi daya adsorpsi baik terhadapa larutan maupun gas. Abu
yang terbentuk disebabkan karena bahan memiliki unsur mineral seperti kalsium, kalium, natrium, dan
magnesium. Kandungan tersebut menyebar dalam kisi arang aktif sehingga menutupi pori arang aktif
(Pari et al, 2001).
Pada penelitian ini kadar abu yang diperoleh berkisar antara 5.54 – 7.63%. Nilai rata-rata
terendah kadar abu adalah pada perlakuan arang yang tidak direndam dengan asam fosfat dengan

21
waktu aktivasi 60 menit (A1B1). Nilai tertinggi kadar abu berada pada perlakuan arang yang
direndam asam fosfat dengan waktu aktivasi 120 menit (A2B3). Nilai kadar abu pada penelitian ini
masih dibawah nilai yang ditetapkan oleh SNI arang aktif teknis. Nilai kadar abu maksimal menurut
SNI adalah sebesar 10%. Untuk arang aktif komersial, nilai kadar abu rata-rata sebesar 7.27 %. Pada
penelitian ini, nilai kadar abu arang komersial tidak jauh berbeda dengan nilai kadar abu yang

9.00
7.50 7.48 7.71
8.00
6.83
7.00 5.97
Kadar abu (%)

6.00 5.54
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
60 90 120
Waktu Aktifasi (menit)

Tanpa perendaman asam fosfat Perendaman asam fosfat 15 %


direndam asam fosfat. Hubungan pengaruh perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi terhadap
kadar air arang aktif dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Histogram hubungan pengaruh perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi
terhadap kadar abu

Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 8), nilai kadar abu pada tingkat α = 0.05
terhadap pengaruh perendaman asam fosfat, waktu aktivasi dan interaksi kedua faktor memberikan
pengaruh yang nyata. Berdasarkan uji Duncan, perlakuan tanpa perendaman asam fosfat dengan
waktu aktivasi 60 (A1B1), 90 (A1B2), dan 120 menit (A1B3) berbeda nyata. Perendaman asam fosfat
dengan waktu aktivasi 60 (A2B3) dan 90 (A2B2) tidak berbeda nyata akan tetapi berbeda nyata pada
waktu aktivasi 120 menit (A2B3).
Tanpa perendaman menyebabkan kandungan kadar abu semakin meningkat seiring dengan
lamanya waktu aktivasi. Hal ini disebabkan karena kandungan senyawa organik pada arang aktif akan
semakin berkurang akan tetapi kandungan senyawa anorganik relatif tetap. Hal ini menyebabkan
kandungan kadar abu akan semakin meningkat ketika senyawa organik semakin rendah. Nilai kadar
abu dengan perlakuan perendaman asam fosfat lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa perendaman
asam fosfat dan meningkat kadar abu arang aktif seiring dengan lamanya aktivasi. Hal ini diduga pada
saat proses aktivasi, asam fosfat pada arang berinteraksi dengan tungku aktivasi yang menyebabkan
terbentuknya oksida logam sehingga kandungan anorganik pada arang aktif lebih tinggi. Selain itu
juga adanya unsur fosfat pada arang aktif. Menurut Sudrajat (1979), kadar abu tinggi disebabkan
oleh keberadaan garam-garam karbonat, fosfat, silikat, dan sulfat. Selain interaksi dengan tungku
aktivasi, unsur kandungan fosfat akibat pengaruh perendaman juga menjadi salah satu faktor tingginya
kadar abu.
Semakin lama waktu aktivasi menyebabkan interaksi dengan tungku akan terus terjadi dan
proses pembentukan senyawa anorganik pada arang akan semakin tinggi. Suhu yang tinggi
menyebabkan deposit atau endapan unsur anorganik lebih banyak menempel pada bahan. Tingginya
kadar abu disebabkan oleh proses oksidasi terutama pada suhu tinggi (Sudrajat dan Suryani 2002
dalam Wibowo 2009).

22
1.5 Kadar Karbon Terikat

Kadar karbon terikat merupakan komponen fraksi karbon (C) yang terdapat dalam bahan
selain komponen air, abu, dan zat terbang. Semakin tinggi nilai kadar karbon terikat maka kemurnian
bahan terhadap fraksi karbon semakin tinggi. Nilai kadar karbon terikat pada penelitian ini memiliki
nilai rata-rata sebesar 82.51- 84.21 %. Nilai tersebut telah memenuhi SNI arang aktif teknis yang
menetapkan nilai kadar karbon terikat minimal sebesar 65%. Nilai kadar karbon terikat terendah
terdapat pada perlakuan arang aktif tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi sebesar 120
menit (A1B3). Nilai kadar karbon terikat tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa perendaman asam
fosfat dengan waktu aktivasi 60 menit (A1B1). Jika dibandingkan dengan arang aktif komersial, nilai
kadar karbon terikat pada penelitian ini lebih tinggi. Nilai kadar karbon terikat pada arang aktif
komersial rata-rata sebesar 68.22%.
Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 9), faktor perendaman asam fosfat, waktu
aktivasi dan interaksi kedua faktor tidak memberikan pengaruh yang nyata pada α = 0.05 terhadap
nilai kadar karbon terikat. Tinggi dan rendahnya kadar karbon terikat dipengaruhi oleh nilai kadar abu
dan kadar zat terbang pada arang aktif. Semakin tinggi nilai kadar abu dan kadar zat terbang maka
nilai kadar karbon terikat akan semakin rendah. Selain dipengaruhi oleh kadar zat terbang dan kadar
abu, kadar karbon terikat juga dipengaruhi oleh kandungan selulosa dan lignin yang dapat dikonversi
menjadi atom karbon.

1.6 Daya Serap Iod

Daya serap iod merupakan salah satu parameter pengujian pada arang aktif untuk mengetahui
kemampuan arang aktif dalam menyerap larutan iod. Pengujian ini mengindikasikan bahwa arang
aktif mampu menyerap pengotor maupun zat warna dalam bentuk larutan. Daya serap iod
menunjukkan kemampuan arang aktif yang memiliki ukuran molekul yang lebih kecil dari 10 Å atau
memberikan indikasi jumlah pori yang berdiameter 10-15 Å (Rachmawati, 2004).
Daya serap iod menjadi salah satu parameter utama yang digunakan untuk menentukan mutu
arang aktif. Nilai daya serap iod pada penelitian ini memiliki nilai rata-rata sebesar 587.25 – 878.31
mg/g. Beberapa perlakuan pada penelitian ini belum memenuhi SNI arang aktif teknis. Nilai daya
serap iod menurut SNI minimal 750 mg/g. Nilai daya serap iod terendah pada penelitian ini terdapat
pada perlakuan tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 60 menit, sedangkan nilai
tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi selama 120
menit. Nilai daya serap iod yang telah memenuhi SNI yaitu perlakuan perendaman asam fosfat dengan
waktu aktivasi 120 menit, dan tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi selama 120
menit. Nilai daya serap iod pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan arang aktif komersial.
Nilai daya serap iod pada arang aktif komersial adalah sebesar 326.36 mg/g. Semakin tinggi nilai daya
serap iod maka semakin luas pembentukan pori-pori pada arang aktif yang dapat menyerap iod.
Hubungan pengaruh perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi terhadap daya serap iod arang aktif
dapat dilihat pada Gambar 14.
Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 10), faktor perendaman asam fosfat, waktu
aktivasi, dan interaksi kedua faktor memberikan pengaruh yang nyata pada α = 0.05 terhadap nilai
daya serap iod. Perendaman asam fosfat memiliki pengaruh terhadap daya serap iod. Hal ini
disebabkan karena asam fosfat sebagai aktivator bersifat melindungi arang pada saat aktivasi sehingga
pembentukan pori-pori arang aktif tidak terlalu banyak. Menurut Marsh et al., (2006), arang aktif
dengan aktivator asam fosfat bersifat melindungi dari panas pada saat aktivasi. Selain itu juga diduga
perendaman asam fosfat mampu membentuk oksida logam yang dapat menutupi permukaan pori-pori
arang aktif sehingga kemampuan arang aktif dalam menyerap iod lebih rendah. Perlakuan tanpa
perendaman asam fosfat, dapat membentuk pori-pori arang aktif lebih banyak. Hal ini disebabkan

23
karena tanpa perendaman asam fosfat, tidak terdapat senyawa kimia yang melindungi dari suhu tinggi
saat proses aktivasi sehingga pembentukan pori-pori arang lebih banyak. Semakin lama waktu aktfasi
maka kemampuan dalam menyerap iod akan semakin meningkat. Proses aktivasi yang lebih panjang
dapat membentuk pori-pori dan pelat-pelat karbon menjadi lebih baik sehingga dapat meningkatkan
daya serap terhadap larutan.

1000.00 878.31
Daya Serap Iod (mg/g)

722.23 757.21
800.00 610.36
587.25 615.37
600.00

400.00

200.00

0.00
60 90 120
Waktu Aktifasi (menit)
Tanpa perendaman asam fosfat Perendaman asam fosfat 15 %

Gambar 14. Histogram hubungan antara perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi
terhadap daya serap iod

Berdasarkan uji Duncan, nilai daya serap iod terhadap perlakuan tanpa direndam asam fosfat
dengan waktu aktivasi 60 menit (A1B1) tidak berbeda nyata terhadap perlakuan perendaman asam
fosfat dengan waktu aktfasi 60 (A2B1) dan 90 menit (A2B2). Perendaman asam fosfat dengan waktu
aktivasi 90 menit (A2B2) berbeda nyata dengan tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi
90 menit (A1B2). Berbeda nyata terhadap perlakuan perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi
120 menit (A2B3) dan tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 90 menit (A1B2).
Perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 120 menit (A2B3) berbeda nyata dengan perendaman
asam fosfat dengan waktu aktivasi 90 menit (A2B2) tetapi tidak berbeda nyata perendaman asam
fosfat dengan waktu aktivasi 120 menit (A2B3) dengan tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu
aktivasi 90 menit (A1B2). Tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 120 menit (A1B3)
memberikan pengaruh yang nyata terhadap keseluruhan perlakuan. Arang aktif yang baik adalah
arang aktif yang memiliki kemampuan dalam menyerap iod lebih tinggi. Daya serap iod tertinggi
adalah pada perlakuan tanpa perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi selama 120 menit (A1B3).

1.7 Daya Serap Benzena

Daya serap benzena merupakan parameter uji yang dilakukan pada arang aktif untuk
mengetahui kemampuan arang aktif dalam menyerap gas. Penetapan daya serap benzena memberikan
indikasi kemampuan arang aktif dalam menyerap gas yang bersifat non polar dengan ukuran molekul
kurang dari 6 Å (Rachmawati, 2004).
Pada penelitian ini, daya serap benzena memiliki nilai rata-rata berkisar 12.76 – 20.14 %.
Daya serap benzena tersebut masih belum memenuhi SNI arang aktif teknis. SNI menetapan arang
aktif memiliki kemampuan dalam menyerap benzena minimal 25%. Nilai terendah daya serap
benzena terdapat pada perlakuan tanpa perendaman dengan waktu aktivasi selama 60 menit. Nilai
tertinggi daya serap benzena terdapat pada perlakuan tanpa perendaman dengan waktu aktivasi selama
120 menit. Apabila dibandingkan dengan arang aktif komersial, nilai daya serap benzena pada
penelitian ini masih lebih tinggi. Nilai daya serap benzena arang aktif komersial rata-rata sebesar
9.95%.

24
Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 11), faktor perendaman asam fosfat, waktu
aktivasi, serata interaksi kedua faktor memberikan pengaruh yang nyata pada α = 0.05 terhadap nilai
daya serap benzena. Terdapat kecenderungan semakin lama waktu aktivasi maka daya serap benzena
akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena terjadinya pembentukan struktur pori-pori pada
permukaan arang aktif yang berukuran 6 Å semakin banyak. Waktu aktivasi yang lebih lama
menyebabkan terjadi struktur pori-pori pada pelat-pelat heksagonal semakin baik. Hal ini disebabkan
karena banyaknya senyawa hidrokarbon, ter dan senyawa organik lainnya untuk keluar saat aktivasi
Hubungan pengaruh perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi terhadap daya serap benzena arang
aktif dapat dilihat pada Gambar 15.

25.00
Daya Serap Benzena (%)

20.14
20.00
16.39
15.12
14.24
15.00 12.76 13.06

10.00

5.00

0.00
60 90 120
Waktu Aktifasi (menit)
Tanpa perendaman asam fosfat Perendaman asam fosfat 15 %

Gambar 15. Histogram hubungan antara perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi
terhadap daya serap benzena

Hasil uji Duncan menunjukan bahwa setiap taraf perlakuan berbeda nyata satu dengan yang
lainnya. Arang aktif tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 60 menit (A1B1) berbeda
nyata dengan perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 60 menit (A2B1). Perendaman asam
fosfat dengan waktu aktivasi 90 menit (A2B2) berbeda nyata dengan tanpa perendaman asam fosfat
dengan waktu aktivasi 90 menit (A1B2). Perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 120 menit
(A2B3) berbeda nyata terhadapt tanpa perendaman asam fosfat dengan waktu aktivasi 120 menit
(A1B3). Kemampuan arang aktif dalam menyerap senyawa benzena masih rendah. Hal tersebut
menggambarkan bahwa arang aktif pada penelitian ini tidak cocok digunakan sebagai adsorben dalam
penyerap gas. Selain itu kemampuan arang aktif yang rendah dalam menyerap benzena
menggambarkan bahwa arang aktif lebih bersifat polar.

1.8 Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu pengukuran yang digunakan untuk mengetahui
tingkat keasaman suatu bahan. Derajat keasaman pada arang aktif penting dilakukan terutama pada
saat aplikasi arang aktif. Pada penelitian ini, nilai pH arang aktif rata-rata berkisar antara 5.70-9.42.
Nilai pH terendah terdapat pada perlakuan arang aktif yang direndam asam fosfat dengan waktu
aktivasi selama 60 menit. Nilai pH arang aktif tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa perendaman
asam fosfat dengan waktu aktivasi 120 menit. Nilai pH rata-rata arang aktif komersial tinggi yaitu
sebesar 9.19. Nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan arang aktif tanpa perendaman asam fosfat.
Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 12), faktor perlakuan perendaman asam fosfat
dan waktu aktivasi berbeda nyata pada α = 0.05 terhadap nilai pH arang aktif. Interaksi kedua faktor

25
tidak memberikan pengaruh yang nyata. Berdasarkan uji Duncan, faktor perendaman asam fosfat
(A2) berbeda nyata dengan tanpa perendaman asam fosfat (A1). Waktu aktivasi selama 60 (B1), 90
(B2), dan 120 menit (B3) berbeda nyata. Ada kecenderungan semakin lama waktu aktivasi maka nilai
pH akan semakin tinggi. Meningkatnya nilai pH diduga oleh reaksi reduksi air (uap air) saat proses
aktivasi yang menyebabkan meningkatnya kandungan ion OH-. Semakin lama aktivasi menyebabkan
reaksi reduksi akan terus terjadi dan kandungan ion OH- pada permukaan arang aktif akan semakin
tinggi sehingga mempengaruhi nilai pH arang aktif. Perendaman dengan menggunakan asam fosfat
cenderung menurunkan nilai pH dan terjadi peningkatan nilai pH seiring dengan meningkatnya waktu
aktivasi. Hubungan pengaruh perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi terhadap derajat keasaman
(pH) arang aktif dapat dilihat pada Gambar 16.

10.00 9.02 9.42


8.45
8.00 6.69
6.21
5.69
Nilai pH

6.00

4.00

2.00

0.00
60 90 120
Waktu Aktifasi (menit)
Tanpa perendaman fosfat Perendaman Asam fosfat 15 %

Gambar 16. Histogram hubungan antara perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi terhadap derajat
keasaman (pH) arang aktif

1.9 Arang Aktif Terbaik

Arang aktif merupakan arang yang memiliki kemampuan dalam menyerap larutan maupun
gas. Arang aktif terbaik pada penelitian ini adalah arang aktif yang memiliki kemampuan yang tinggi
dalam daya serap iod. Daya serap iod tertinggi adalah perlakuan arang aktif tanpa perendaman dengan
waktu aktivasi 120 menit (A1B3). Perbandingan arang aktif terbaik dengan Standar Nasional
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.
Pada perlakuan tersebut diketahui bahwa arang aktif yang dihasilkan telah membentuk pori-
pori yang lebih banyak sehingga arang aktif tersebut dapat digunakan sebagai adsorben dalam bentuk
cairan. Arang aktif terbaik tersebut akan dilakukan uji Scanning Electron Microscop (SEM) dan
derajat kristalinitas. Arang aktif terbaik akan dibandingkan dengan bentuk arang sebelum diaktivasi.

Tabel 4. Perbandingan Mutu Arang Aktif Terbaik Dengan Standar Nasional Indonesia
Arang aktif
Parameter Arang aktif SNI
terbaik 06-3730-1995
Kadar air (%) 2.45 Mak. 15
Kadar zat terbang (%) 10.66 Mak. 25
Kadar abu (%) 6.83 Mak. 10
Karbon karbon terikat (%) 82.51 Min. 65
Daya serap I2 (mg/g) 878.31 Min. 750
Daya serap benzena (%) 20.14 Min. 25

26
1.9.1 Penampakan Arang dan Arang Aktif terbaik

Scanning Electron Microscop (SEM) merupakan salah satu alat yang digunakan untuk
mengetahui bentuk permukaan suatu bahan yang memiliki ukuran sangat kecil. Pengujian arang
menggunakan SEM bertujuan untuk mengetahui bentuk perubahan permukaan arang saat proses
karbonisasi dan aktivasi. Arang aktif merupakan arang yang memiliki pori-pori yang banyak
sehingga dapat berfungsi sebagai adsorben. Pengujian penampakan arang dan arang aktif
dilakukan pada pembesar 1000 kali.
Pada Gambar 17 tersebut terdapat perbedaan struktur pori arang dan arang aktif tempurung
kelapa sawit. Pada arang kelapa sawit terbentuk pori-pori yang tidak sebanyak arang aktif kelapa
sawit. Pada arang masih terdapat struktur pori yang masih kecil sehingga kemampuan dalam
menyerap larutan dan gas masih rendah. Untuk arang aktif kelapa sawit dengan perlakuan tanpa
perendaman dengan waktu aktivasi selama 120 menit (A1B3) telah membentuk struktur pori yang
lebih luas dan menyebar diseluruh permukaan arang. Semakin banyak struktur pori pada
permukaan arang aktif maka kemampuan dalam menyerap cairan dan gas akan semakin tinggi.
Proses karbonisasi dan aktivasi mempengaruhi struktur pori-pori suatu bahan. Pori-pori terbentuk
dari penguapan zat terbang serta terdegradasinya senyawa organik oleh panas. Menurut Novicio et
al., (1998), terbentuknya pori karena adanya penguapan zat terbang yang terkandung di dalam
bahan baku yang disebabkan oleh proses karbonisasi. Pori-pori yang terbentuk diperkirakan
sebesar 6-15 Å. Hal ini bisa terlihat dari pengujian daya serap iod dan daya serap benzena.
Semakin banyak pori-pori yang terbentuk pada permukaan arang aktif maka kemampuan dalam
menyerap larutan dan gas akan semakin meningkat . Pori-pori yang terbentuk memiliki gaya van
der walls yaitu gaya yang dapat menarik molekul sehingga terjadi peristiwa adsorpsi.

(a) (b)
Keterangan : : pori-pori
: Abu
Gambar 17. (a) arang tempurung kelapa sawit dan (b) arang aktif tempurung kelapa sawit
pembesaran 1000 kali

Proses karbonisasi pada arang menggunakan suhu 450oC dan proses aktivasi arang aktif
menggunakan suhu 800oC. Perbedaan suhu yang digunakan menyebabkan terbentuknya pengotor
yang diduga merupakan abu. Abu merupakan hasil degradasi senyawa anorganik atau mineral oleh
suhu tinggi. Terbentuknya abu pada arang dan arang aktif dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar
yang berwarna putih diduga adalah kandungan abu yang menempel pada bahan. Pada gambar
terlihat bahwa kandungan abu pada arang lebih rendah dibandingkan pada arang aktif.
Terbentuknya abu pada permukaan arang disebabkan oleh proses karbonisasi yang dilakukan pada
suhu 450oC. Abu pada arang lebih sedikit dibandingkan dengan arang aktif. Hal ini disebabkan
karena suhu yang digunakan saat proses karbonisasi cenderung masih rendah sehingga senyawa
mineral pada arang masih belum terdegradasi sempurna. Pada arang aktif, terbentuknya abu
cenderung lebih banyak sehingga menyebabkan tertutupi struktur pori-pori yang terbentuk.

27
Penggunaan suhu tinggi dan waktu aktivasi yang lebih panjang menyebabkan proses degradasi
senyawa anorganik lebih banyak. Degradasi oleh suhu tinggi menyebabkan endapan anorganik
yang lebih banyak menempel pada bahan. Oleh sebab itu semakin tinggi suhu yang digunakan
maka abu yang terbentuk akan semakin tinggi.

1.9.2 Derajat Kristalinitas

Derajat kristalinitas merupakan salah satu uji untuk mengetahui struktur kristalit suatu bahan
apakah bahan tersebut memiliki struktur kristalinitas yang tinggi. Derajat kristalit dihitung dengan
cara membandingkan bagian kristalin dengan jumlah bagian kristal dan bagian amorf pada bahan.
Semakin tinggi derajat kristalinitas maka tinggi pula tingkat keteraturan struktur suatu bahan.
Uji derajat kristalinitas dilakukan dengan menggunakan alat X-Ray Difractometer (XRD).
Prinsip kerja alat tersebut adalah dengan cara menyinari bahan dengan sinar X. Sinar X yang
datang akan diteruskan dan direfleksikan. Intensitas sinar X yang datang akan lebih tinggi
dibandingkan dengan sinar X yang direfleksikan. Hal tersebut disebabkan karena terdapat
penyerapan oleh bahan dan juga dipantulkan oleh atom-atom dalam bahan. Grafik derajat
kristalinitas bahan baku, arang dan arang aktif terbaik dapat dilihat pada Gambar 19.
Intensitas

2theta (deg)

Keterangan : = Tempurung kelapa sawit


= Arang tempurung kelapa sawit
= Arang aktif terbaik (A1B3)

Gambar 18. Grafik kristalinitas bahan baku, arang dan arang aktif terbaik

Pada Gambar 18, terlihat bahwa bentuk grafik derajat kristalinita berbeda antara bahan baku
dan arang baik arang sebelum diaktivasi maupun setelah diaktivasi. Derajat kristalinitas pada
bahan baku dan arang sebelum diaktivasi sebesar 33.35% dan 29.65%. Bahan baku tempurung
kelapa sawit memiliki derajat kristalinitas lebih tinggi dibandingkan arang hasil karbonisasi.
Derajat kristalinitas pada bahan baku lebih tinggi disebabkan oleh kandungan holoselulosa.
Holoselulosa merupakan jumlah dari polisakrida dalam kayu yang terdiri dari selulosa dan
hemiselulosa (Lestari, 2012). Holoselulosa bagian dari serat yang bebas dari lignin. Semakin
banyak kandungan holoselulosa maka semakin tinggi derajat kristalinitas. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Pari (2004) bahwa derajat kristalinitas pada bahan baku lebih
didominasi oleh kandungan holoselulosa.

28
Pada arang terjadi penurunan derajat kristalinitas. Hal ini disebabkan oleh terjadi degradasi
oleh panas yang menyebabkan kandungan holoselulosa berkurang sehingga akan membentuk
kristal baru. Kandungan holoselulosa berkurang disebabkan oleh panas saat proses karbonisasi
pada suhu 450oC. Menurut Pari (2004), kandungan holoselulosa pada bahan akan terdegradasi
pada suhu 300oC. Pada proses karbonisasi, suhu yang digunakan lebih tinggi sehingga proses
penguraian holoselulosa akan semakin banyak. Terjadinya perbedaan derajat kristalinitas juga
dapat dilihat dari pergeseran sudut difraksi dari 22.08 o menjadi 23.39o serta terbentuknya sudut
baru pada 44o pada arang tempurung kelapa sawit. Pada arang aktif terjadi peningkatan derajat
kristalinitas hingga mencapai 39.89%. Peningkatan derajat kristalinitas lebih disebabkan oleh
banyaknya struktur karbon yang terbentuk dari proses aktivasi. Peningkatan derajat kristalinitas
arang aktif terbaik disebabkan oleh pergeseran sudut difraksi menjadi 23.78 o dan intensitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas arangnya. Struktur kristalin dan lapisan aromatik dapat
dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Struktur kristalin dan lapisan aromatik pada bahan baku, arang, dan arang aktif terbaik
tempurung kelapa sawit

X 2θ(002) d (θ(002)) 2θ(100) d (θ(100)) Lc La


Bahan N
(%) (o) (nm) (o) (nm) (nm) (nm)
Tempurung Kelapa
33.95 22.08 0.40 - - 2.03 5.04 -
Sawit
Arang TKS 29.65 23.39 0.38 22 0.206 1.46 3.84 5.83
Arang Aktif TKS 39.89 23.78 0.37 22 0.206 1.54 4.12 11.44

Proses karbonisasi dan aktivasi menyebabkan jarak antar lapisan aromatik (d) semakin
sempit. Terjadi penurunan jarak antar lapisan aromatik dari bahan baku menjadi arang adalah 0.40
nm menjadi 0.38 nm. Arang aktif yang dihasilkan memiliki nilai d terendah yaitu sebesar 0.38 nm.
Pada arang aktif, nilai d semakin rendah hingga menjadi 0.37 nm . Penurunan jarak antar lapisan
aromatik menyebabkan struktur kristalit semakin teratur sehingga nilai derajat kristalinitas
semakin tinggi. Selain jarak antar lapisan, nilai tinggi lapisan aromatik (Lc) menyebabkan tingkat
derajat kristalinitas semakin tinggi yang ditandai dengan meningkatnya nilai intensitas. Pada arang
sebelum diaktivasi, nilai Lc sebesar 1.46 nm dan meningkat menjadi 1.54 nm ketika arang
diaktivasi. Pada bahan baku nilai Lc lebih tinggi dibandingkan dengan arang dan arang aktif.
Tinggi lapisan ini lebih disebabkan oleh kandungan penyusun bahan yang terdiri holoselulosa.
Menurut Byrne et al. (1997), meningkatnya nilai Lc menggambarkan ikatan antar atom karbon
meregang sehingga jarak antar lapisan atomnya bertambah panjang. Hal yang sama juga terjadi
peningkatan jumlah lapisan aromatik (N) arang yaitu pada 3.84 menjadi 4.12 sedangkan pada
bahan baku jumlah lapisan aromatik lebih besar yang disebabkan oleh kandungan penyusun bahan
baku. Bertambahnya jumlah lapisan aromatik menyebabkan derajat kristalinitas semakin tinggi.
Pada lebar lapisan aromatik (La) terjadi pelebaran lapisan aromatik dari 5.83 menjadi 11.44 nm
sedangkan pada bahan baku tidak terlihat lebar lapisan aromatik. Terjadi pelebaran lapisan
aromatik lebih disebabkan oleh suhu. Menurut Kercher et al. (2003), peningkatan suhu
mengakibatkan terjadinya pergesaran lapisan antar kristalit dan membentuk kristal baru. Proses
karbonisasi dan aktivasi menyebabkan terjadi pergeseran antar lapisan kristalit sehingga
membentuk kristal baru yang menyebabkan derajat kristalisasi semakin tinggi.

29
2. Aplikasi Arang Aktif Terbaik Sebagai Adsorben Dalam Pemurnian Biodiesel

Arang aktif terbaik diuji untuk memurnikan biodiesel. Aplikasi arang aktif untuk
memurnikan biodiesel bisa digunakan dari biodiesel berbahan dasar jenis lainnya. Pada penelitian ini
model biodiesel yang digunakan berasal dari minyak olein kelapa sawit. Biodiesel tersebut diperoleh
dari instansi penelitian yaitu Surfactan and Bioenergi Research Center (SBRC). Biodiesel ini dipilih
disebabkan karena proses produksi yang dilakukan hanya melalui proses transesterifikasi tanpa
melalui proses esterifikasi. Proses transesterfikasi tersebut disebabkan kandungan asam lemak bebas
yang kurang dari 2.5%. Jika kandungan asam lemak bebas lebih dari 2.5 %, maka proses pembuatan
biodiesel harus melewati proses esterifikasi. Proses transesterifikasi menyebabkan waktu yang
digunakan untuk proses produksi tidak terlalu lama dan bahan yang digunakan untuk proses produksi
tidak terlalu banyak. Dalam proses pemurnian, biodiesel yang digunakan adalah biodiesel kasar (crude
biodiesel). Biodiesel kasar merupakan biodiesel yang belum dimurnikan setelah proses pemisahan
gliserol.
Sebelum dilakukan proses pemurnian biodiesel, terlebih dahulu arang aktif dinetralkan.
Arang aktif terbaik memiliki nilai pH tinggi dan bersifat basa. Suasana basa pada arang aktif dapat
mempengaruhi nilai pH biodiesel. Biodiesel yang siap digunakan harus memiliki nilai pH netral yaitu
tujuh. Apabila biodiesel tersebut memiliki pH dengan kondisi asam atau basa maka dapat
menyebabkan korosi pada mesin sehingga menimbulkan kerusakan mesin.
Proses penetralan arang aktif dilakukan dengan menggunakan air destilat. Air destilat
digunakan karena cairan tersebut tidak memiliki unsur-unsur mineral yang dapat mempengaruhi
kemampuan dalam menyerap cairan dan gas. Adanya unsur-unsur mineral dapat menutupi permukaan
pori-pori yang terbentuk pada arang aktif. Proses penetralan arang aktif dengan air destilat yang akan
diaplikasikan juga dilakukan oleh (Rachmawati 2004) dan (Wibowo, 2009). Fadhil et al (2012)
melakukan proses penetralan arang aktif sebelum diaplikasikan dengan menggunakan HCl.
Setelah proses penetralan pH, maka dilakukan proses pengeringan. Proses tersebut dilakukan
untuk menguapkan air destilat pada arang aktif . Proses pengeringan dilakukan selama tiga jam pada
suhu 105oC dalam oven pengering. Setelah proses pengeringan maka dilakukan proses penggilingan
hingga lolos ayakan 100 mesh. Penggilingan arang aktif bertujuan untuk meningkatkan luas
permukaan bidang kontak antara adsorben dengan adsorbat (biodiesel).
Penambahan arang aktif untuk memurnikan biodiesel sebesar 1%, 2%, dan 3% berdasarkan
bobot biodiesel. Biodiesel dihomogenkan dengan arang aktif selama 20 menit dengan kecepatan
konstan sehingga terjadi kontak antara pengotor pada biodiesel dengan arang aktif. Setelah itu,
campuran yang homogen didekantasi yang bertujuan untuk mengendapkan arang aktif pada dasar
sehingga memudahkan proses pemisahan biodiesel dengan arang aktif. Biodiesel dengan arang
dipisahkan dengan kertas saring berabu untuk memisahkan arang aktif dengan biodiesel. Parameter uji
pemurnian biodiesel meliputi bilangan asam, kejernihan, dan nilai pH.

2.1. Bilangan Asam

Bilangan asam merupakan jumlah milligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam
lemak bebas yang terkandung dalam satu gram minyak atau lemak (Ketaren, 1986). Bilangan asam
menjadi salah satu parameter penting terhadap mutu biodiesel. Bilangan asam menunjukan jumlah
asam lemak bebas yang masih tersisa setelah proses transesterifikasi. Bilangan asam yang tinggi
menyebabkan terjadi suasana asam pada biodiesel sehingga terjadi korosi pada sistem injeksi bahan
bakar.
Pada penelitian ini, nilai bilangan asam biodiesel sebelum dan setelah pemurnian rata-rata
berkisar 0.78-0.22 mg KOH/gram. Nilai bilangan asam tertinggi adalah bilangan asam yang belum
dimurnikan (biodiesel kasar) yaitu sebesar 0.78 mg KOH/gram. Nilai bilangan asam terendah adalah
bilangan asam yang dimurnikan dengan menggunakan arang aktif sebanyak 3 % (b/b) yaitu sebesar

30
0.22 mg KOH/gram. SNI menetapkan bahwa biodiesel memiliki kandungan bilangan asam maksimal
0.8 mg KOH/gram.
Terjadi penurunan bilangan asam ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Puspaningrum (2007) dan Fadhil et al., (2012). Puspaningrum (2007), melakukan pemurnian biodiesel
dari minyak jarak pagar dengan berbagai jenis adsorben. Jenis adsorben arang aktif komersial mampu
mengurangi bilangan asam biodiesel menjadi 0.338 mg KOH/gram minyak. Fadhil et al., (2012),
melakukan pemurnian biodiesel dari minyak bekas penggorengan dengan arang aktif bekas limbah
teh mampu menurunkan bilangan asam menjadi 0.092 mg KOH/gram minyak. Perbedaan nilai
bilangan asam dari penelitian tersebut dipengaruhi oleh proses produksi biodiesel dan karakteristik
bahan yang digunakan. Pemurnian menggunakan arang aktif menghasilkan biodiesel dengan
kandungan asam lemak bebas lebih rendah dari biodiesel kasar dan biodiesel cuci. Hasil analisis sidik
ragam (Lampiran 13) menunjukkan, pengaruh proses pemurnian biodiesel pada α = 0.05 memberikan
pengaruh yang nyata terhadap bilangan asam biodiesel.
Berdasarkan hasil uji Duncan, arang aktif yang ditambahkan sebesar 3% berbeda nyata
dengan penambahan arang aktif 1%, 2%, pencucian air, dan biodiesel kasar. Arang aktif sebanyak 1%
dan 2% tidak berbeda nyata. Arang aktif sebesar 2% belum mampu mengurangi kandungan asam
lemak bebas yang terkandung dalam biodiesel. Hal ini lebih disebabkan oleh luas permukaan arang
aktif yang ditambahkan masih sama dalam menyerap asam lemak bebas. Pada penambahan arang aktif
sebesar 3% mampu mengurangi kandung asam lemak bebas pada biodiesel. Penambahan 3% arang
aktif menyebabkan permukaan arang aktif akan semakin luas sehingga dapat menyerap kandungan
asam lemak bebas. Proses pencucian dengan air akan berbeda nyata terhadap arang aktif 1%, 2%, 3%
dan biodiesel kasar. Pengaruh proses pemurnian biodiesel terhadap bilangan asam dapat dilihat pada
Gambar 19.

0.90
0.80
Bilangan Asam (mg KOH/gram)

0.78
0.80
0.70
0.60 0.55
0.50 0.45 0.45
0.40
0.30 0.22
0.20
0.10
0.00
Biodiesel Biodiesel Arang aktif Arang aktif Arang aktif SNI
kasar cuci 1% 2% 3%

Pemurnian biodiesel
Gambar 19. Histogram bilangan asam berdasarkan proses pemurnian biodiesel

Penggunaan arang aktif terbaik lebih efektif dalam menurunkan bilangan asam dibandingkan
dengan pencucian air sebanyak tiga kali. Hal ini diduga karena arang aktif memiliki pori-pori yang
mampu menarik dan mengikat asam lemak bebas yang terkandung dalam biodiesel. Proses adsorpsi
terjadi secara fisik disebabkan karena adanya perbedaan atau gaya tarik menarik elektrik (gaya Van
der Walls) yang dimiliki oleh pori-pori arang aktif (Wibowo, 2009). Menurut Ketaren (1986),
adsorben akan menyerap suspensi koloid (gum dan resin), asam lemak bebas serta hasil oksidasi
minyak seperti peroksida. Semakin tinggi jumlah arang aktif yang ditambahkan pada biodiesel maka
kontak antara asam lemak bebas dengan arang aktif lebih luas sehingga mampu mengurangi bilangan

31
asam. Bilangan asam yang dingiinkan pada produk biodiesel seminimal mungkin. Pada penelitian ini
penambahan 3% arang aktif memberikan hasil terbaik.

2.2 Kejernihan

Kejernihan menjadi parameter uji untuk mengetahui tingkat kekeruhan atau pengotor pada
biodiesel. Pengujian kejernihan menggunakan alat spektrofotometer. Semakin tinggi nilai kejernihan
maka tingkat kekeruhan serta pengotor pada biodiesel akan semakin rendah. Kejernihan biodiesel
pada penelitian ini berkisar antara 57.99 – 72.04%. Nilai kejernihan terendah adalah biodiesel sebelum
dimurnikan yaitu 57.99%. Nilai kejernihan tertinggi adalah biodiesel yang dimurnikan dengan
pencucian air. Arang aktif yang digunakan sebagai adsorben dalam pemurnian ini menghasilkan nilai
kejernihan 65.21 - 65.43%. Pada penelitian ini terjadi perbedaan nilai kejernihan sebelum dan setelah
pemurnian. Perbedaan kejernihan disebabkan oleh adanya kandungan pengotor yang diduga
merupakan sabun, sisa gliserol, dan sisa katalis, serta kandungan zat anorganik yang tercampur pada
biodiesel. Biodiesel yang diinginkan adalah biodiesel yang memiliki kandungan pengotor yang rendah
sehingga dapat menghindari terjadinya kerusakan mesin.
Berdasarakan analisis sidik ragam (Lampiran 14), proses pemurnian biodiesel memberikan
pengaruh yang nyata pada α = 0.05 terhadap nilai kejernihan. Hasil uji Duncan didapatkan bahwa
perlakuan permurnian dengan arang aktif serta penambahan arang aktif sebesar 1%, 2%, dan 3%
memiliki tingkat kejernihan yang tidak berbeda nyata. Akan tetapi penambahan arang aktif berbeda
nyata dengan biodiesel sebelum dimurnikan (biodiesel kasar) dan pemurnian dengan pencucian air.
Pengaruh pemurnian biodiesel terhadap kejernihan dapat dilihat pada Gambar 20.

80 72.04
70 65.32 65.21 65.42
57.99
60
Nilai % Transmisi

50
40
30
20
10
0
Biodiesel Biodiesel Arang aktif Arang aktif Arang aktif
kasar cuci 1% 2% 3%
Pemurnian biodiesel

Gambar 20. Histogram kejernihan berdasarkan proses pemurnian biodiesel

Penambahan arang aktif mampu meningkatkan nilai kejernihan pada biodiesel. Hal ini
diduga arang aktif memiliki kemampuan dalam menyerap zat pengotor pada biodiesel akibat
terbentuknya struktur pori pada permukaan arang aktif. Terbentuknya struktur pori menyebabkan
adanya gaya tarik antara adsorben dengan adsorbat sehingga dapat mengurangi pengotor pada
biodiesel. Pemurnian biodiesel dengan pencucian air memiliki tingkat kejernihan yang tinggi. Hal ini
diduga bahwa proses pencucian dengan air dapat memisahkan pengotor baik terutama kandungan
anorganik biodiesel sehingga menyebabkan tingkat kejernihan lebih tinggi. Pengotor pada biodiesel
akan terbawa oleh air ketika biodiesel dipisahkan dari air pencucian.

32
2.3 Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman merupakan salah satu parameter uji untuk mengetahui keasaman suatu
bahan. Nilai pH yang tinggi mengindikasikan adanya sisa katalis atau sabun yang terbentuk pada saat
proses transesterifikasi. Nilai pH tinggi pada biodiesel dapat terjadi korosi dan kerusakan mesin.
Nilai pH pada penelitian ini rata-rata berkisar antara 7.26 – 8.03. Nilai pH terendah terdapat
pada biodiesel yang dicuci dengan air yaitu sebesar 7.26 dan yang tertinggi adalah biodiesel kasar.
Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 15), nilai pH biodiesel pada tingkat α = 0.05 berbeda
nyata. Proses pemurnian cenderung menurunkan nilai pH pada biodiesel. Biodiesel setelah
dimurnikan memiliki pH netral. Nilai pH netral menunjukan bahwa tidak adanya sisa katalis dalam
biodiesel. Berdasarkan uji Duncan, biodiesel kasar, cuci, dan penambahan arang aktif 1%, 2%, dan
3% berbeda nyata. Nilai pH biodiesel kasar masih dalam kondisi basa dengan nilai pH rata-rata 8.03
Nilai tersebut menunjukan bahwa pada biodiesel terdapat sisa katalis atau sabun. Sisa katalis atau
sabun pada biodiesel kasar tidak terlalu tinggi sehingga proses pemurnian biodiesel tidak terlalu sulit.
Pemurnian dengan cara dicuci menggunakan air sebanyak tiga kali cenderung nilai pH biodiesel sudah
netral yaitu mendekati nilai tujuh. Hal ini disebabkan karena sisa katalis atau kandungan sabun pada
biodiesel telah tercampur dengan air sehingga mengurangi sifat alkalinitas pada biodiesel tersebut.
Pemurnian dengan menggunakan arang aktif juga menyebabkan nilai pH netral. Penggunaan arang
aktif sebagai adsorben dapat menurunkan nilai pH. Hal ini diduga karena arang aktif memiliki pori-
pori pada permukaan sehingga terjadi gaya tarik terhadap sisa katalis atau sabun yang terbentuk pada
biodiesel. Pengaruh pemurnian biodiesel terhadap nilai pH dapat dilihat pada Gambar 21.

8.20
8.03
8.00

7.80
Nilai pH

7.60
7.41
7.36
7.40 7.26 7.29
7.20

7.00

6.80
Biodiesel Biodiesel Arang aktif Arang aktif Arang aktif
kasar cuci 1% 2% 3%

Pemurnian Biodiesel
Gambar 21.Histogram nilai pH biodiesel berdasarkan proses pemurnian biodiesel

Menurunnya nilai pH biodiesel juga sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Puspaningrum (2007). Penambahan arang aktif komersial mampu menurunkan nilai pH biodiesel
minyak jarak pagar. Akan tetapi nilai pH masih dalam alkalinitas yang tinggi. Hal ini dapat terjadi
karena penambahan jumlah katalis yang digunakan, perlakuan saat proses pembuatan biodiesel, serta
karakteristik minyak yang akan dikonversi menjadi biodiesel.

33
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Tempurung kelapa sawit dapat dijadikan sebagai arang aktif. Arang aktif tempurung kelapa
sawit pada penelitian ini memiliki karakteristik antara lain rendemen 56.25 – 75.48 %. kadar air 2.45-
3.58 %, kadar zat terbang 8.83 - 10.66%, kadar abu 5.54 – 7.63%, kadar karbon terikat 82.51 – 84.21
%, daya serap iod 587.25 – 878.31 mg/g, daya serap benzena 12.76-20.14%, dan derajat keasaman
(pH) 5.70 - 9.42. Perlakuan perendaman asam fosfat tidak memberikan mutu yang lebih baik
dibandingkan dengan tanpa perendaman asam fosfat. Waktu aktivasi yang lebih lama dapat
meningkatkan mutu arang aktif.
Hasil penelitian ini diperoleh bahwa arang aktif terbaik adalah arang aktif yang dihasilkan
dari perlakuan tanpa perendaman asam fosfat dan waktu aktivasi 120 menit yang memiliki daya serap
iod tertinggi sebesar 878.31 mg/g. Arang aktif yang dihasilkan efektif dalam menyerap komponen
dalam bentuk cair. Setelah dilakukan uji Scanning Electron Microscop (SEM) dan X-Ray
Difractometer arang aktif terbaik memiliki pori-pori yang lebih luas dan memiliki derajat kristalinitas
sebesar 39.89 % lebih tinggi dibandingkan bahan baku tempurung kelapa sawit dan arang sebelum
diaktivasi.
Arang aktif terbaik diaplikasikan untuk memurnikan biodiesel. Hasil penelitian menunjukan
biodiesel memiliki karakteristik bilangan asam 0.78-0.22 mg/KOH, kejernihan 57.99-72.04%, dan
derajat keasaman (pH) 7.26- 8.03. Penambahan arang aktif sebanyak 3% (b/b) mampu mengurangi
bilangan asam 0.22 mg/KOH, kejernihan 65.43%, dan derajat keasaman (pH) biodiesel 7.29.

B. SARAN

Arang aktif tempurung kelapa sawit yang dihasilkan dari perlakuan perendaman asam fosfat
memiliki mutu arang aktif yang rendah dibandingkan dengan tanpa perendaman asam fosfat. Oleh
sebab itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut sebagai berikut:
1. Membandingkan jenis-jenis aktivator untuk menghasilkan arang aktif sehingga didapatkan
jenis aktivator yang tepat untuk produksi arang aktif yang berasal dari tempurung kelapa
sawit. Jenis aktivator yang digunakan yang disarankan adalah asam atau basa kuat seperti
H2SO4, HNO3, KOH, dan NaOH.
2. Perlu dilakukan penelitian pengaruh metode pencucian terhadap mutu arang aktif
3. Membandingkan arang aktif yang diaktivasi kembali setelah digunakan dalam pemurnian
biodiesel sehingga diperoleh kondisi arang aktif yang tidak dapat digunakan kembali sebagai
adsorben.

34
DAFTAR PUSTAKA

Adinata D, Dud W.M.A.W, and Aroua M.K . 2007. Preparation and characterization of activated
carbon from palm shell by chemical activation with K2CO3. Journal Bioresource Technology
98 : 145-149.
Asano N, Nishimura J, Nishimiya K, Hata T, Imamura Y, Ishihara S, and B Tomita. 1999.
Formaldehyde Reduction In Indoor Enviroments by Wood Charcoals. Dalam Pari G. 2007.
Teknologi Pembuatan dan Uji Mutu Arang, Briket Arang, dan Arang Aktif. Seminar Tenaga
Teknis Penguji HHBK. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Palembang
Azah D dan J.S Rudiyanto. 1984. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Inti Sawit. Balai Penelitian
dan Pengembangan Industri. Medan
Baker F.S, C.E. Miller, A.J. Repik, and E.D.Tollens.1997.Activated Carbon. Di dalam Di Dalam
Rasjiddin I. 2006. Pembuatan Arang Aktif Dari Tempurung Biji Jambu Mede (Anacardium
occidentale) Sebagai Adsorben Pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas. Skripsi. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Byrne C.E and D.C Nagle.1997. Carbonized Wood Monolits Characterization. Carbon. 35 (2): 267-
273.
Compete.2009.Competence Platform on Energy Crop and Agroforestry System for Arid and Semi
Arid Ecosystem-Africa.Dalam Rahman. 2011. Uji Keragaan Biopelet Dari Biomassa Limbah
Sekam Padi (Oryza sativa sp) Sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan. Skripsi. Bogor :
Institut Pertanian Bogor.
Dabrowski A, Podkoscielny P, Hubicki Z, and Barczak M. 2005. Adsorption of Phenolic Compounds
by Activated Carbon. Di dalam Wang Peng, Liu Q.S, Zheng T, Guo L. 2010. Preparation
and Characterization of Activated Carbon From Bamboo by microwave-Induced Phosphoric
Acid Activation. Journal Industrial Crops and Products 31 : 233-238.
Djatmiko B, S. Ketaren, dan S Setyahartini. 1985. Pengolahan Arang dan Kegunaannya. Di Dalam
Rasjiddin I. 2006. Pembuatan Arang Aktif Dari Tempurung Biji Jambu Mede (Anacardium
occidentale) Sebagai Adsorben Pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas. Skripsi. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Fadhil A.b, Dheyab M M, and Abdul Qader Y. 2012. Purification of Biodiesel Using Activated
Carbons Produced From Spent Tea Waste. Journal of the Associaton of Arab Universities for
Basic and Applied Sciences 11: 45-49.
Garcia F.S, Alonso, A.M and J.M.D Tacson. 2002. Pyrolysis of Apple Pulp: Chemical Activation With
Phosporic Acid. Journal of Analytical and Applied Purolysis 63: 283-301.
Green Assembly. 2008. Malaysia Backpedalling on Oil Palm Leadership, Says NGO.
http://www.greenassembly.net/wp-content/uploads/2008/10/oil-palm-tree.jpg. [8 Agustus
2012]
Grim R.E. 1968. Clay Mineralogy. Dalam Puspaningrum S. 2007. Pengaruh Jenis Adsorben Pada
Pemurnian Biodiesel Dari Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Skripsi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Hartoyo, N.Hudaya, dan Fadli.1990. Pembuatan Arang Aktif Dari Tempurung Kelapa Dari Kayu
Bakau Dengan Cara Aktivasi Uap. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 8 (1): 18-16.
Hambali E, Mujdalifah S, Tambunan AH, Pattiwiri AW, dan Hendroko R. 2007. Teknologi Bioenergi.
Jakarta: Agro Media Pustaka.

35
Hendra D dan Pari G. 1999. Pembuatan Arang Aktif Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit. Buletin
Penelitian Hasil Hutan Vol 17 : 113-122.
Hendra D.2007. Pembuatan Arang Aktif Dari Limbah Pembalakan Kayu Puspa Dengan Teknologi
Produksi Skala Semi Pilot. Jurnal Penelitian Hasil Hutan vol 25 : 93-107.
Hasna Q. 2011. Budidaya Pertanian : Kelapa Sawit. planthospital.blogspot.com/2011/10/budidaya-
pertanian-kelapa-sawit.html. [31 Agustus 2012].
Direktorat Jendral Perkebunan. 2012. Peran Strategis Kelapa Sawit.
ditjenbun.deptan.go.id/index.php/component/content/article/36-news/192-keuntungan-
budidaya-kelapa-sawit-.html. [31 Agustus 2012].
Kercher, A and D.C. Nagle. 2003. Microstructural Evolution During Charcoal Carbonization By X-
Ray Diffraction Analysis. Carbon 41 : 15-27.
Ketaren S. 1986. Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : UI Press.
Knothe G, Geroen J.V, Krahl J. 2005. The Biodiesel Handbook. USA: AOCS Press.
Kwadrati. T. 2008. Pengaruh Bahan Baku dan Konsentrasi Bahan Pengaktif Asam Klorida (HCl)
Terhadap Kualitas Arang Aktif Dari Limbah Kelapa Sawit. Tesis. Yogyakarta : Universitas
Gadjah Mada.
Lee Y.S, Y.V.Basova, D.D.Edie, L.K. Reid, S.R.Newcombe and S.K.Ryu. 2003. Preparation and
Characterization of Trilobal Activated Carbon Fibers. Carbon 38: 2573-2584. Elsevier : UK
Lestari S.W. 2012. Holoselulosa. http://sardewforester.blogspot.com/2012/01/holoselulosa.html. [6
September 2012].
Leung D.Y.C, Wu Xuan, andLeung M.K.H. 2010. A Review Biodiesel Production Using Catalyzed
Transesterfication. China. J Appl Energi 87 : 1083-1095.
Li W, Zhang L.B, Peng J.H, Li N, Zhu X.Y. 2008. Preparation of High Surface Area Activated
Carbons From Tobacco Stems With K2CO3 Activation Using Microwave Radiation. Di dalam
Wang Peng, Liu Q.S, Zheng T, Guo L. 2010. Preparation and Characterization of Activated
Carbon From Bamboo by microwave-Induced Phosphoric Acid Activation. Journal Industrial
Crops and Products 31 : 233-238.
Ma et al. 2004. Dalam Febriansyah H. 2011. Pengembangan Kompor Cangkang Sawit Sebagai Upaya
Pemanfaatn Sumber Daya Energi Terbarukan. http://www.kamase.org/?p=2163. [22
September 2012].
Marsh H and Reinoso F R. 2006. Activated Carbon. Elsevier Science and Technology.
Novicio LP, Hata T, Kajimoto T, Imamura Y, and Ishihara S. 1998. Removal of Mercury From
Aqueous Solution of Mercurc Chloride Using Wood Powder Carbonized at Hihg
Temperature. Journal of Wood Research 85: 48-55.
Pahan I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Pari G dan Sailah I. 2001. Pembuatan Arang Aktif Dari Serabut Kelapa Sawit Dengan Bahan
Pengaktif NH4HCO3 dan (NH4)2CO3 Dosis Rendah. Buletin Penelitian Hasil Hutan Vol 19
: 231-244.
Pari G. 2004. Kajian Struktur Arang Aktif Dari Serbuk Gergaji Kayu Sebagai Adsorben
Formaldehida Kayu Lapis. Disertasi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Pari G. 2007. Teknologi Pembuatan dan Uji Mutu Arang, Briket Arang, dan Arang Aktif. Seminar
Tenaga Teknis Penguji HHBK. Palembang: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan
Pari G, Hendra D, dan Pasaribu R.A. 2008. Peningkatan Mutu Arang Aktif Kulit Kayu Mangium.
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol.26 : 214-227.

36
Pari G. 2010. Peran dan Masa Depan Arang Yang Prospektif Untuk Indonesia. Jakarta: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
Puspaningrum S. 2007. Pengaruh Jenis Adsorben Pada Pemurnian Biodiesel Dari Minyak Jarak
Pagar (Jatropha curcas L). Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rachmawati S.D.2004. Pembuatan Arang Aktif Tempurung Kelapa Sawit Untuk Pemurnian Minyak
Goreng Bekas. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Romano S.D and Sorichetti P.A. 2011. Dielectric Spectroscopy in Biodiesel Production and
Characterization. New York: Springer Londong Dordrecht Heidelber.
Roy G.M. 1985. Activated Carbon Application in The Food and Pharmaceutical Industries.
Pensilvania: Technonic Pub.
Schmid Marco. 2007.Elaeis guineensis. File : Elaeis _ guineensis _ MS _ 3467 .jpg [21 Juli 2012]
Smisek.M, S. Cerny.1970 . Active Carbon, Manufacturing, Properties and Application. Pari G. 2007.
Teknologi Pembuatan dan Uji Mutu Arang, Briket Arang, dan Arang Aktif. Seminar Tenaga
Teknis Penguji HHBK. Pelembang: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan
SNI. 1995. SNI 06-3730-1995 : Arang Aktif Teknis. Jakarta : Dewan Standarisasi Nasional.
Sastrosayono S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta : Agromedia Pustaka.
Setyamidjaja D. 2006. Kelapa Sawit Teknik Budidaya, Panen dan Pengolahan. Yogyakarta : Kanisus
Setyaningsih H. 1995. Pengolahan Limbah Batik Dalam Proses Kimia dan Adsorpsi Karbon Aktif.
Tesis. Jakarta : Universitas Indonesia.
Sudrajat R. 1979. Analisis Kimia Beberapa Jenis Kayu Indonesia. Bogor : Balai Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Sudrajat R, Suryani A. 2002. Pembuatan dan Pemanfaatan Arang Aktif dari Ampas Daun Teh. Di
Dalam Wibowo S. 2009. Karakteristik Arang Aktif Tempurung Biji Nyamplung (Calophyllum
inophyllum L) dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Minyak Nyamplung. Tesis. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Sudrajat R, Pari Gustan. 2011. Arang Aktif : Teknologi Pengolahan dan Masa Depannya. Bogor:
Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Tim PT. SP 2002. Di dalam Ditjen PPHP. 2006. Pedoman Pengolahan Limbah Industri Kelapa Sawit.
Jakarta. Departemen Pertanian.
Walpole R.E. 1993. Pengantar Statistika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wan Daud W.M.A, Wan Ali W.S.2004. Comparison On Pore Development Of Activated Carbon
Produced From Palm Shell and Coconut Shell. Journal Bioresource Technology 93: 63-69.
Wibowo S. 2009. Karakteristik Arang Aktif Tempurung Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum L)
dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Minyak Nyamplung. Tesis. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Widyanagari S. 2008. Penggunaan Adsorben Dalam Proses Pemurnian Biodiesel Jarak Pagar
(Jatropha curcas L). Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Zhang Y, Lu XH, Yu YL, Ji JB. Study on the coupling process of catalytic esterification and
extraction of high acid value waste oil with methanol. Dalam Leung D.Y.C, Wu Xuan,
,Leung M.K.H. 2010. A Review Biodiesel Production Using Catalyzed Transesterfication.
China. J Appl Energi 87 : 1083-1095.

37
LAMPIRAN

38
Lampiran 1. Prosedur Analisis Arang dan Arang Aktif

1. Rendemen

Arang dan arang aktif yang diperoleh dibersihkan dari pengotor, kemudian ditimbang.
Perbandingan yang dihitung: (1) untuk arang perbandingan bobot bahan setelah karbonisasi dan
sebelum karbonisasi. (2) Untuk arang aktif adalah perbandingan bobot arang aktif dan bobot arang.

2. Kadar air (SNI 06-3730-1995)

Prinsip penetapan kadar air adalah menguapkan bagian air bebas yang terdapat dalam bahan
sampai terjadi keseimbangan antara kadar air bahan dengan udara sekitar dengan menggunakan energi
panas.
Sebanyak satu gram sampel dimasukkan ke dalam cawan porselin yang bobotnya sudah
diketahui. Kemudian dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama tiga jam. Kemudian didinginkan
dalam desikator selama satu jam. Kadar air dihitung menggunakan persamaan :

3. Kadar abu (SNI 06-3730-1995)

Prinsip penentuan kadar abu adalah menentukan jumlah abu yang tertinggal setelah
pembakaran menggunakan energi panas. Abu terdiri dari mineral yang tidak dapat hilang atau
menguap pada proses pengabuan.
Sebanyak satu gram sampel dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui
bobotnya, kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 700 oC selama enam jam. Kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan persamaan :

4. Kadar zat terbang

Prinsip penetapan kadar zat terbang adalah menguapkan bahan tanpa oksigen pada suhu
950oC. Kehilangan bobot dihitung sebagai bagian yang hilang.
Timbang sampel sebanyak 1-2 gram contoh ke dalam cawan porselin bertutup yang sudah
diketahui bobotnya. Panaskan pada suhu 950oC pada tanur selama 7-10 menit. Setelah penguapan

39
selesai, cawan didinginkan di dalam eksikator dan selanjutnya ditimbang. Kadar zat terbang dihitung
menggunakan persamaan :

5. Kadar karbon terikat (SNI 06-3730-1995)

Prinsip penentuan kadar karbon terikat adalah menghitung fraksi karbon dalam bahan, tidak
termasuk zat menguap dan abu. Kadar karbon terikat dihitung menggunakan persamaan :

6. Daya serap iod (SNI 06-3730-1995)

Prinsip penentuan daya serap iodine adalah menghitung jumlah iod yang terserap oleh arang.
Daya serap iodine menggambarkan banyaknya struktur mikropori yang terbentuk.
Sampel sebanyak 0.25 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer bertutup, kemudian
ditambahkan 25 ml larutan iod 0.1 N dan dikocok selama 15 menit pada suhu kamar, selanjutnya
larutan langsung disaring. Filtrat hasil penyaring dipipet 10 ml dan dititrasi dengan larutan natrium tio
sulfat (Na2S2O3) 0.1 N hingga larutan berwarna kuning lalu ditambahkan larutan kanji 1% sebagai
indikator. Larutan dititrasi kembali hingga warna biru dalam larutan hilang. Daya serap iodine
dihitung dengan persamaan :

Dimana : N Na2S2O3 = Normalitas natrium tio sulfat


N iod = Normalitas larutan iod
fp = faktor pengenceran

7. Daya serap benzena

Prinsip penentuan daya serap benzena adalah menghitung senyawa benzena yang terserap
oleh bahan selama 24 jam. Pertambahan bobot dihitung sebagai benzene yang terserap
Sampel sebanyak satu hingga dua gram arang dimasukkan ke dalam cawan petri, selanjutnya
ditempatkan dalam desikator yang telah dijenuhkan oleh uap benzene selama 24 jam. Sebelum
ditimbang contoh dibiarkan selama lima menit untuk mengeluarkan uap yang menempel pada
permukaan kaca. Daya serap benzene dihitung menggunakan persamaan :

40
8. Derajat keasaman (pH)

Prinsip pengukuran derajat keasaman (pH) adalah mengukur kondisi asam atau basa pada
suatu bahan dengan menggunakan pH meter.
Sebanyak lima gram bahan dicampur dengan akuades sebanyak 50 ml. Bahan dan akuades
diaduk kemudian dipisahkan menggunakan kertas saring sehingga terpisah antara bahan dengan
akudes. Akudes tersebut diukur dengan pH meter.

9. Derajat Kristalinitas

Prinsip pengukuran drajat kristalinitas adalah membandingkan bagian kristal dengan


keselurahan bagian kristal dan bagian amorf. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat X-Ray
Defractometer.
Sebanyak kurang lebih satu gram bahan dimasukkan ke dalam plat besi yang. Bahan
diratakan sehingga tidak terdapat bagian yang menonjol. Bahan dimasukkan ke dalam X-Ray
Difractometer selama 40 menit. Derajat kristalinitas akan terbaca dalam bentuk grafik.
Penetapan derajat kristalinitas, tinggi (Lc), lebar (La), jarak (d), dan jumlah lapisan aromatik
berdasarkan Kercher (2003) dengan perhitungan sebagai berikut :

Keterangan
= 0.15406 nm (panjang gelombang dari radiasi sinar Ca)
= Intensitas ½ tinggi dan lebar intensitas difraksi (radian)
K = tetapan untuk graphen Lc dan La adalah 0.89 dan 1.84
= sudut difraksi pada setengah 2

10. Scanning Electro Microscop (SEM)

Prinsip ini dilakukan untuk mengetahui morfologi atau permukaan arang aktif menggunakan
mikroskop elektro. Bahan dimasukkan ke dalam alat SEM, kemudian diambil bagian morfologi arang
aktif.

41
Lampiran 2. Prosedur Analisis Pemurnian Biodiesel

1. Bilangan Asam (SNI 01-3555-1998)


Prosedur pengujian ini digunakan untuk menetukan bilangan asam biodiesel dengan proses
titrimetri. Bilangan asam adalah banyaknya milligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan
asam-asam lemak bebas di dalam contoh satu gram biodiesel.
Prinsip analisis kadar asam lemak bebas adalah pelarutan contoh lemak atau minyak dalam
pelarut organic tertentu (alkohol netral 96%) dilanjutkan dengan penitraan dengan basa NaOH atau
KOH. Sebanyak lima gram contoh dimasukkan ke erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 50 ml etanol
netral 96% kemudian dipanaskan selama 10 menit dalam penangas air. Setelah itu ditambahkan 3-5
tetes indikator phenolftalein. Lakukan titrasi dengan larutan NaOH atau KOH 0.1 N hingga terbentuk
warna merah muda permanen kira-kira selama 15 detik.

Keterangan : A = Jumlah mol KOH untuk titrasi


N = Normalitas larutan KOH
B = Bobot molekul larutan KOH (56,1)
G = Gram sampel

2. Kejernihan
Prosedur pengujian digunakan untuk mengetahui kejernihan dari suatu bahan menggunakan
spektrofotometer. Sebanyak dua ml bahan dimasukkan ke dalam tabung. Kemudian tabung
dimasukkan ke dalam spektrofotometer. Panjang gelombang yang digunakan adalah 550. Kemudian
dibaca % T bahan.

3. Derajat Keasaman (pH) Biodiesel


Prosedur pengujian digunakan untuk mengetahui keasaman suatu bahan. pH meter
dimasukkan ke dalam bahan yang akan diukur. pH akan terbaca ketika pH meter telah berhenti
mengukur.

42
Lampiran 3. Data Penelitian Pendahuluan

Konsentrasi Suhu
Ulangan Daya Serap Iod Rataan
H3PO4 (%) (oC)
tanpa 1 454.86
450.68
direndam 2 446.50
1 429.98
5 425.96
2 421.95
700oC
1 400.81
10 396.66
2 392.50
1 399.03
15 402.30
2 405.56
1 457.79
0 456.89
2 455.99
1 487.33
5 493.13
2 498.93
800oC
1 598.48
10 600.83
2 603.17
1 612.78
15 610.36
2 607.94

43
Lampiran 4. Data Penelitian Utama Pembuatan Arang Aktif

Kadar Kadar Daya


Arang Waktu Kadar Kadar Daya
Ulangan Rendemen Rataan zat Rataan Rataan karbon Rataan Rataan serap Rataan pH Rataan
Aktif (menit) Air abu serap iod
terbang terikat benzen

1 8.51 23.02 6.93 70.04 334.342 9.87 9.01


8.54 24.51 7.27 68.22 326.36 9.95
Komersial 2 8.58 25.99 7.61 66.40 318.386 10.04 9.36 9.19
1 2.87 9.87 5.42 84.71 594.539 12.90 8.42
60 (B1) 69 2.78 10.25 5.54 84.21 587.25 12.76
2 2.69 10.63 5.67 83.71 579.956 12.62 8.47 8.45
Tanpa
perendama 1 2.38 10.25 6.04 83.72 717.944 15.15 8.98
90 (B2) 65 2.53 9.96 5.97 84.08 722.23 15.12
n asam 2 2.67 9.66 5.90 84.44 726.525 15.09 9.05 9.02
fosfat (A1)
120 1 2.6 9.31 6.77 83.92 878.309 20.52 9.44
56.25 2.45 10.66 6.83 82.51 878.31 20.14
(B3) 2 2.3 12.02 6.89 81.10 878.309 19.77 9.4 9.42
1 3.48 9.34 7.55 83.11 612.78 12.96 5.73
60 (B1) 75.48 3.48 8.98 7.50 83.53 610.36 13.06
Perendam 2 3.49 8.61 7.45 83.94 607.94 13.17 5.66 5.70
an asam 1 2.89 8.70 7.47 83.84 614.151 13.98 6.3
90 (B2) 69.5 2.94 8.89 7.48 83.63 615.37 14.24
fosfat 15 2 3.00 9.08 7.49 83.43 616.598 14.50 6.11 6.21
% (A2)
120 1 3.47 8.86 7.54 83.59 751.196 16.81 6.71
61 3.58 8.83 7.71 83.46 757.21 16.39
(B3) 2 3.69 8.79 7.89 83.32 763.218 15.97 6.66 6.69

44
Lampiran 5. Aplikasi Arang Aktif Terbaik Sebagai Adsorben Pemurnian
Biodiesel

%
Biodiesel Ulangan Bilangan Rataan Rataan pH Rataan
Transmisi
Asam mg
KOH/ gram
Biodiesel Kasar 1 0.89 59.88 7.96
8.03
(C1) 2 0.67 0.779 56.1 57.99 8.1
Biodiesel Cuci 1 0.66 70.73 7.22
7.26
(C2) 2 0.44 0.552 73.35 72.04 7.3
Arang aktif 1% 1 0.44 65.42 7.47
7.41
(C3) 2 0.45 0.445 65.22 65.32 7.35
Arang aktif 2% 1 0.45 65.07 7.34
7.36
(C4) 2 0.45 0.447 65.35 65.21 7.38
Arang aktif 3% 1 0.22 65.23 7.3
7.29
(C5) 2 0.22 0.223 65.62 65.43 7.28

45
Lampiran 6. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Kadar Air Arang Aktif
(α = 0.05)

Tabel Anova
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat
F hitung F 0.05 Kesimpulan
Keragaman Kuadrat Bebas Tengah
Pengaruh
perendaman 1.69 1 1.68 74.89 5.99 Berbeda nyata
(A)
Waktu
0.33 2 0.16 7.43 5.14 Berbeda nyata
Aktivasi (B)
Interaksi
0.26 2 0.12 5.73 5.14 Berbeda nyata
(AB)
Galat 0.14 6 0.022
Total 2.41 11
Keterangan : Jika F hitung > F0.05 maka tolak H0 sehingga perlakuan berbeda nyata
Jika F hitung < F0.05 maka terima H0 sehingga perlakuan tidak berbeda nyata

Uji Lanjut Duncan Untuk Pengaruh Perendaman


Gugus
Perlakuan Rataan
Duncan
A1 2.586 A
A2 3.335 B

Uji Lanjut Duncan Untuk Waktu Aktivasi


Gugus
Perlakuan Rataan
Duncan
B2 2.734 A
B3 3.015 B
B1 3.132 C

Uji Lanjut Duncan Untuk Interaksi


Gugus
Perlakuan Rataan
Duncan
A1B3 2.450 A
A1B2 2.525 B
A1B1 2.781 C
A2B2 2.942 D
A2B1 3.482 E
A2B3 3.580 F

Keterangan: Jika gugus Duncan memiliki huruf yang tidak sama berarti berbeda nyata
Jika gugus Duncan memiliki huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata

46
Lampiran 7. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Kadar Zat Terbang Arang
Aktif (α = 0.05)

Tabel Anova
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat
F hitung F 0.05 Kesimpulan
Keragaman Kuadrat Bebas Tengah
Pengaruh
perendaman 5.80 1 5.80 7.78 5.99 Berbeda nyata
(A)
Waktu Tidak berbeda
0.21 2 0.10 0.14 5.14
Aktivasi (B) nyata
Interaksi Tidak berbeda
0.32 2 0.16 0.21 5.14
(AB) nyata
Galat 4.48 6 0.75
Total 10.81 11
Keterangan : Jika F hitung > F0.05 maka tolak H0 sehingga perlakuan berbeda nyata
Jika F hitung < F0.05 maka terima H0 sehingga perlakuan tidak berbeda nyata

Uji Lanjut Duncan Untuk Pengaruh Perendaman


Perlakuan Rataan Gugus
Duncan
A2 8.897 A
A1 10.288 B

Keterangan: Jika gugus Duncan memiliki huruf yang tidak sama berarti berbeda nyata
Jika gugus Duncan memiliki huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata

47
Lampiran 8. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Kadar Abu Arang Aktif
(α = 0.05)

Tabel Anova
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat
F hitung F 0.05 Kesimpulan
Keragaman Kuadrat Bebas Tengah
Pengaruh
perendaman 6.32 1 6.32 339.44 5.99 Berbeda nyata
(A)
Waktu
1.20 2 0.60 32.34 5.14 Berbeda nyata
Aktivasi (B)
Interaksi
0.57 2 0.29 15.45 5.14 Berbeda nyata
(AB)
Galat 0.11 6 0.02
Total 8.209 11
Keterangan : Jika F hitung > F0.05 maka tolak H0 sehingga perlakuan berbeda nyata
Jika F hitung < F0.05 maka terima H0 sehingga perlakuan tidak berbeda nyata

Uji Lanjut Duncan Untuk Pengaruh Perendaman


Gugus
Perlakuan Rataan
Duncan
A1 6.112 A
A2 7.563 B

Uji Lanjut Duncan Untuk Waktu Aktivasi


Gugus
Perlakuan Rataan
Duncan
B1 6.520 A
B2 6.722 B
B3 7.270 C

Uji Lanjut Duncan Untuk Interaksi


Gugus
Perlakuan Rataan
Duncan
A1B1 5.543 A
A1B2 5.966 B
A1B3 6.826 C
A2B2 7.479 D
A2B1 7.497 D
A2B3 7.713 E

Keterangan: Jika gugus Duncan memiliki huruf yang tidak sama berarti berbeda nyata
Jika gugus Duncan memiliki huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata

48
Lampiran 9. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Kadar Karbon Terikat
Arang Aktif (α = 0.05)

Tabel Anova
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat
F hitung F 0.05 Kesimpulan
Keragaman Kuadrat Bebas Tengah
Pengaruh
Tidak berbeda
perendaman 0.011 1 0.011 0.013 5.99
nyata
(A)
Waktu Tidak berbeda
2.05 2 1.18 1.17 5.14
Aktivasi (B) nyata
Interaksi Tidak berbeda
1.55 2 0.77 0.89 5.14
(AB) nyata
Galat 5.22 6 0.87
Total 8.84 11
Keterangan : Jika F hitung > F0.05 maka tolak H0 sehingga perlakuan berbeda nyata
Jika F hitung < F0.05 maka terima H0 sehingga perlakuan tidak berbeda nyata

49
Lampiran 10. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Daya Serap Iod Arang
Aktif (α = 0.05)

Tabel Anova
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat
F hitung F 0.05 Kesimpulan
Keragaman Kuadrat Bebas Tengah
Pengaruh
perendaman 13987.34 1 13987.33 364.66 5.99 Berbeda nyata
(A)
Waktu
100036.80 2 50018.40 1304.025 5.14 Berbeda nyata
Aktivasi (B)
Interaksi
12631.72 2 6315.86 164.66 5.14 Berbeda nyata
(AB)
Galat 230.14 6 38.36
Total 126886.0 11
Keterangan : Jika F hitung > F0.05 maka tolak H0 sehingga perlakuan berbeda nyata
Jika F hitung < F0.05 maka terima H0 sehingga perlakuan tidak berbeda nyata

Uji Lanjut Duncan Untuk Pengaruh Perendaman


Gugus
Perlakuan Rataan
Duncan
A2 660.981 A
A1 729.264 B

Uji Lanjut Duncan Untuk Waktu Aktivasi


Gugus
Perlakuan Rataan
Duncan
B1 598.805 A
B2 668.805 B
B3 817.758 C

Uji Lanjut Duncan Untuk Interaksi


Gugus
Perlakuan Rataan
Duncan
A1B1 587.247 A
A2B1 610.362 A
A2B2 615.374 A
A1B2 722.234 B
A2B3 757.207 B
A1B3 878.309 C

Keterangan: Jika gugus Duncan memiliki huruf yang tidak sama berarti berbeda nyata
Jika gugus Duncan memiliki huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata

50
Lampiran 11. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Daya Serap Benzena
Arang Aktif (α = 0.05)

Tabel Anova
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat
F hitung F 0.05 Kesimpulan
Keragaman Kuadrat bebas Tengah
Pengaruh
perendaman 6.25 1 6.25 45.11 5.99 Berbeda nyata
(A)
Waktu
59.59 2 29.79 215.02 5.14 Berbeda nyata
Aktivasi (B)
Interaksi
8.68 2 4.34 31.35 5.14 Berbeda nyata
(AB)
Galat 0.83 6 0.13
Total 75.36 11
Keterangan : Jika F hitung > F0.05 maka tolak H0 sehingga perlakuan berbeda nyata
Jika F hitung < F0.05 maka terima H0 sehingga perlakuan tidak berbeda nyata

Uji Lanjut Duncan Untuk Pengaruh Perendaman


Gugus
Perlakuan Rataan
Duncan
A2 14.564 A
A1 16.008 B

Uji Lanjut Duncan Untuk Waktu Aktivasi


Gugus
Perlakuan Rataan
Duncan
B1 12.911 A
B2 14.679 B
B3 18.267 C

Uji Lanjut Duncan Untuk Interaksi


Gugus
Perlakuan Rataan
Duncan
A1B1 12.760 A
A2B1 13.061 B
A2B2 14.239 C
A1B2 15.119 D
A2B3 16.391 E
A1B3 20.143 F

Keterangan: Jika gugus Duncan memiliki huruf yang tidak sama berarti berbeda nyata
Jika gugus Duncan memiliki huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata

51
Lampiran 12. Analisis Ragam Dan Uji lanjut Duncan Untuk Derajat Keasaman
(pH) Arang Aktif (α = 0.05)

Tabel Anova
Sumber Derajat Kuadrat
Jumlah kuadrat F hitung F 0.05 Kesimpulan
Keragaman bebas Tengah
Pengaruh
perendaman 22.93 1 22.93 5242.44 5.99 Berbeda nyata
(A)
Waktu
1.93 2 0.97 221.36 5.14 Berbeda nyata
Aktivasi (B)
Interaksi Tidak berbeda
0.003 2 0.002 0.36 5.14
(AB) nyata
Galat 0.026 6 0.004
Total 24.90 11
Keterangan : Jika F hitung > F0.05 maka tolak H0 sehingga perlakuan berbeda nyata
Jika F hitung < F0.05 maka terima H0 sehingga perlakuan tidak berbeda nyata

Uji Lanjut Duncan Untuk Pengaruh Perendaman


Gugus
Perlakuan Rataan
Duncan
A2 6.195 A
A1 8.960 B

Uji Lanjut Duncan Untuk Waktu Aktivasi


Gugus
Perlakuan Rataan
Duncan
B1 7.070 A
B2 7.610 B
B3 8.053 C

Keterangan: Jika gugus Duncan memiliki huruf yang tidak sama berarti berbeda nyata
Jika gugus Duncan memiliki huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata

52
Lampiran 13. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Bilangan Asam Biodiesel
(α = 0.05)

Tabel Anova
Jumlah Derajat Kuadrat
Sumber Keragaman F hitung F 0.05 Kesimpulan
Kuadrat Bebas Tengah
Pemurnian (C) 0.32 4 0.081 8.38 5.19 Berbeda nyata
Galat 0.048 5 0.0096
Total 0.37
Keterangan : Jika F hitung > F0.05 maka tolak H0 sehingga perlakuan berbeda nyata
Jika F hitung < F0.05 maka terima H0 sehingga perlakuan tidak berbeda nyata

Uji Duncan Untuk Pemurnian


Perlakuan Rataan Gugus Duncan
C5 0.223 A
C3 0.445 B
C4 0.446 B
C2 0.552 C
C1 0.779 D

Keterangan: Jika gugus Duncan memiliki huruf yang tidak sama berarti berbeda nyata
Jika gugus Duncan memiliki huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata

53
Lampiran 14. Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Kejernihan Biodiesel
(α = 0.05)

Tabel Anova
Jumlah Derajat Kuadrat
Sumber Keragaman Fhitung F 0.05 Kesimpulan
Kuadrat Bebas Tengah
Pemurnian (C) 197.67 4 49.417 23.067 5.19 Berbeda nyata
Galat 10.71 5 2.142
Total 208.38
Keterangan : Jika F hitung > F0.05 maka tolak H0 sehingga perlakuan berbeda nyata
Jika F hitung < F0.05 maka terima H0 sehingga perlakuan tidak berbeda nyata

Uji lanjut Duncan Untuk Pemurnian


Perlakuan Rataan Gugus Duncan
C1 57.99 A
C4 65.21 B
C3 65.32 B
C5 65.42 B
C2 75.04 C

Keterangan: Jika gugus Duncan memiliki huruf yang tidak sama berarti berbeda nyata
Jika gugus Duncan memiliki huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata

54
Lampiran 15.Analisis Ragam Dan Uji Duncan Untuk Derajat Keasaman (pH)
Biodiesel (α = 0.05)

Tabel Anova
Jumlah Derajat Kuadrat
Sumber Keragaman Fhitung F 0.05 Kesimpulan
Kuadrat Bebas Tengah
Pemurnian (C) 0.811 4 0.202 47.853 5.19 Berbeda nyata
Galat 0.021 5 0.0042
Total 0.832
Keterangan : Jika F hitung > F0.05 maka tolak H0 sehingga perlakuan berbeda nyata
Jika F hitung < F0.05 maka terima H0 sehingga perlakuan tidak berbeda nyata

Uji lanjut Duncan Untuk Pemurnian


Perlakuan Rataan Gugus Duncan
C2 7.26 A
C5 7.29 B
C4 7.36 C
C3 7.42 D
C1 8.03 E

Keterangan: Jika gugus Duncan memiliki huruf yang tidak sama berarti berbeda nyata
Jika gugus Duncan memiliki huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata

55
Lampiran 16. Data Derajat Kristalisasi Tempurung Kelapa Sawit, Arang dan
Arang Aktif Terbaik

Bahan Bagian Kristal Bagian Amorf Derajat kristalinisasi (%)


Tempurung Kelapa 1.9574 3.9107 33.3564
Sawit (TKS)
Arang TKS 1.2883 3.0567 29.6504
Arang aktif TKS 1.6507 2.4873 39.8914

1. Grafik kristalinitasi tempurung kelapa sawit

2. Grafik kristalinitasi arang tempurung kelapa sawit

3. Grafik kristalinitasi arang aktif tempurung kelapa sawit

56
Lampiran 17. Perhitungan nilai d, Lc, La, dan N pada Tempurung Kelapa Sawt, Arang
dan Arang Aktif Terbaik

1. Tempurung kelapa sawit


2. Arang tempurung kelapa sawit
Batas atas pada {002} = 24.85
Batas bawah = 16.95 Batas atas pada {002} = 28.26
Titik puncak = 22.08 Batas bawah = 17.217
Intensitas = 249.80
Titik puncak = 23.39
½ intensitas = 124.90
Intensitas = 178.33
β = (24.85 – 16.95) / 2
½ intensitas = 89.165
= 3.95
Ke radian = 3.95 / 180 * 3.14 β = (28.26 – 17.21) /2
= 0.0689 = 5.52
Ke radian = 5.52 / 180 * 3.14
= 0.096

d = 0.4024

d = 0.38 nm

Batas atas pada {100} = 46.27


Batas bawah = 40.26
Titik puncak = 44
Intensitas = 60
½ intensitas = 30
β = (46.27 – 40.26)/2
= 3.005
Ke radian = 3.005 /180 * 3.14
= 0.0524

d = 0.2056 nm

57
N = Lc/ d = 1.458/0.380 = 3.836

Batas atas pada {100} = 45.14


3. Arang aktif tempurung kelapa sawit Batas bawah = 42.08
Titik puncak = 44
Batas atas pada {002} = 28 Intensitas = 74.24
Batas bawah = 17.61 ½ intensitas = 37.12
Titik puncak = 23.78 β = (45.14 – 42.08) /2
Intensitas = 190 = 1.53
½ intensitas = 95 Ke radian = 1.53 / 180 * 3.14
β = (28 – 17.61) / 2 = 0.0267
= 5.195
Ke radian = 5.195 / 180 *3.14
= 0.091
d = 0.2056 nm

d = 0.373 nm

N = Lc/ d = 1.5404/0.373 = 4.1297

58

You might also like