Professional Documents
Culture Documents
Seputar Masalah Tidur
Seputar Masalah Tidur
Materi Pengajian/Bimbingan Penyuluhan ini pernah di sampaikan di MT Masjid Agung Nurul Ikhlas Cilegon, MT Al-Iman
BBS III, MT Baiturrohman BBS III, MT Al-Hikmah Cigading, MT Baitul Muhlisin Cigading, MT Al-Mubarok Komplek Sinyar
Cilegon, MT Abtadiul Mubtadi’in Jombang Cilegon, MT Al-Inaroh Jombang Cilegon, MT Athohirin Cilegon
* Penyuluh Agama Madya Kota Cilegon
2
Kelima: Membaca ayat kursi sebelum tidur. 4. Waktu Tidur Yang Dilarang Dalam Islam
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, 1) Tidur setelah sholat shubuh atau tidur di
َّللاِ – صلى هللا عليه وسلم – ِب ِح ْف ِظ َّ سو ُل ُ َو َّكلَ ِنى َر waktu pagi
Haddits :
َّ َ َف َج َع َل َي ْحثُو ِمن، فَأَتَا ِنى آت، َضان
الط َع ِام َ زَ َكا ِة َر َم
َّللاِ – صلى هللا َّ سو ِل ُ فَأ َ َخ ْذتُهُ فَقُ ْلتُ أل َ ْرفَ َعنَّ َك ِإلَى َر، ِ ار ْك أل ُ َّمتِى فِى بُ ُك
ور َها ِ َاللَّ ُه َّم ب
“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.” (HR. Abu Daud
ت إِلَى َ فَذَ َك َر ْال َحد. – عليه وسلم
َ ِيث فَقَا َل إِذَا أ َ َو ْي no. 2606, Ibnu Majah no. 2236 dan Tirmidzi no. 1212.
1 Syaikh al-Albani mengomentarinya dalam Silsilah al-Ahadits al-Dhaifah (1/112): Dhaif. Dikeluarkan Ibnu Hibban dalam
"Al-Dhu'afa' wa al-Majruhin" (1/283) dari jalur Khalid bin al-Qasim, dari al-Laits bin Sa'ad, dari Uqail, dari al-zuhri, dari
'Urwah, dari 'Aisyah secara marfu'. Hadits ini juga disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam "al-Maudhu'at" (3/69), beliau
berkata: "Tidak shahih, Khalid adalah kadzab (pendusta). Hadits ini milik Ibnu Lahii'ah lalu diambil Khalid dan
disandarkan kepada al-Laits. Imam al-Suyuthi di dalam al-La’aali (2/150) berkata, “Al-Hakim dan perawi lainnya
mengatakan: Khalid hanya menyisipkan nama al-Laits dari hadits Ibnu Lahii’ah.” Kemudian al-Suyuthi menyebutkannya
dari jalur Ibnu Lahii’ah. Sesekali ia berkata: Dari ‘Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya secara marfu’.
Terkadang ia berkata: Dari Ibn Syihab, dari Anas secara marfu’. Ibn Lahii’ah dinilai Dha’if karena hafalannya. Beliau
juga diriwayatkan dari jalur lain: Dikeluarkan oleh Ibnu ‘Adi dalam al-Kaamil (1/211); dan al-Sahmi di dalam Taarikh
Jurjaan (53), darinya (Ibn Lahii’ah), dari ‘Uqail, dari Makhul secaa marfu’ dan mursal. Keduanya (Ibn ‘Adi dan as-Sahmi)
3
mengeluarkannya dari jalur Marwan, ia berkata: "Aku bertanya kepada al-Laits bin Sa’ad – aku pernah melihatnya tidur
setelah ‘Ashar di bulan Ramadhan-, "Wahai Abu al-Harits! Kenapa kamu tidur setelah ‘Ashar padahal Ibnu Lahii’ah telah
meriwayatkan hadits seperti itu kepada kita..?" lalu ia (Marwan) membacakannya (hadits di atas). Maka al-Laits
menjawab, “Aku tidak akan meninggalkan sesuatu yang berguna bagiku hanya karena hadits Ibn Lahii’ah dari ‘Uqail.!”
Kemudian Ibn ‘Adi meriwayatkan dari jalur Manshur bin ‘Ammar: "Ibnu Lahii’ah menceritakan kepada kami’, dari ‘Amru
bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya."
Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan Abu Nu’aim di dalam "ath-Thibb an-Nabawi" (2/12), dari ‘Amru bin
al-Hushain, dari Ibnu ‘Ilaatsah, dari al-Auza’i, dari az-Zuhri, dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah secara marfu’. ‘Amr bin al-Hushain
ini adalah seorang pembohong sebagaimana yang dikatakan al-Khathib dan ulama hadits lainnya. Ia perawi hadits lain
tentang keutamaan ‘Adas (sejenis makanan), dan itu merupakan hadits palsu. (Selesai dari perkataan Syaikh al-
albani rahimahullah)
Hukum Tidur Habis 'Ashar
Terdapat dua pendapat yang masyhur di kalangan ulama tentang tidur sesudah 'Ashar. Pertama, hukumnya makruh
sebagaimana yang disebutkan oleh banyak fuqaha' dalam kitab-kitab fikih mereka. Sebagian yang lain berdalil dengan
hadits dhaif di atas. Ada juga yang berdalil dengan sebagian ucapan para salaf dan kajian kesehatan.
Khawat bin Jubair –dari kalangan sahabat- berkata tentang tidur di sore hari, ia tindakan bodoh. Sedangkan Makhul dari
kalangan Tabi'in membenci tidur sesudah 'Ashar dan khawatir orangnya akan terkena gangguan was-was. (Lihat:
Mushannaf Ibnu Abi Syaibah: 5/339)
Ibnu Muflih dalam al-Adab al-Syar'iyyah (3/159) dan Ibnu Abi Ya'la dalam Thabaqat al-Hanbilah (1/22) menukil
keterangan, Imam Ahmad bin Hambal memakruhkan bagi seseorang tidur sesudah 'Ashar, beliau khawatir akan
(kesehatan) akalnya.
Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Zaad al-Ma'ad (4/219) siang hari adalah buruk yang bisa menyebabkan berbagai
penyakit dan bencana, menyebabkan malas, melemahkan syahwat kecuali pada siang hari di musim panas. Dan yang
paling buruk, tidur di pagi hari dan di ujung hari sesudah 'Ashar.
Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma pernah melihat anaknya tidur pagi, lalu beliau berkata kepadanya: "Bangunlah,
apakah kamu (senang) tidur pada saat dibagi rizki?". . . dan sebagian ulama salaf berkata: "Barangsiapa yang tidur
setelah ‘Ashar, lalu akalnya dicuri (hilang ingatan), maka janganlah sekali-sekali ia mencela selain dirinya sendiri." (Lihat:
Mathalib Ulin Nuha (1/62), Ghada' al-Albab (2/357), Kasysyaf al-Qana' (1/79), Al-Adaab al-Syar'iyyah milik Ibnu al-Muflih
(3/159), Adab al-Dunya wa al-Dien: 355-356, Syarh Ma'ani al-Atsar (1/99).
Pendapat kedua: Membolehkan tidur sesudah 'Ashar. Karena hukum asal dari tidur adalah mubah, dan tidak ada hadits
shahih yang melarangnya. Padahal hukum syar'i itu diambil dari hadits-hadits shahih, bukan dari hadits-hadits lemah
apalagi hadits palsu yang didustakan atas nama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, dan tidak pula ditetapkan dari
pendapat-pendapat manusia.