Professional Documents
Culture Documents
Kelompok : B13
Ketua : Muchammad Alfiansyah (1102013177)
Sekretaris : Nabillah (1102010198)
Widoretno Larasati (1102009298)
Titis Nur Indah Sari (1102011282)
Marlita Adelina Pratiwi (1102013163)
Oktaviani Meiliza (1102013222)
Pipit Latifa (1102013226)
Siti Solikha (1102013277)
Tania Ramadhani Putri (1102013282)
Yuni Kartika (1102013316)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2015/2016
Skenario
Seorang wanita umur 35 tahun berobat ke poliklinik kebidanan dengan keluhan keluar darah
dari vagina dan berbau. Pasien mempunyai tiga orang anak, terkecil berumur 6 tahun. Dari
pemeriksaan sensorium komposmentis dan vital sign dalam batas normal. Haid teratur tiap
bulan, lama 7 hari. Dokter meminta perawat untuk mempersiapkan dan mendampingi
pemeriksaan. Pemeriksaan perut, Inspeksi, Palpasi dan perkusi dalam batas normal. Begitupula
vulva tidak ada kelainan. Inspekulo : Dinding vagina dalam batas normal, serviks membesar,
berbenjol, contact bleeding (+), uterus sebesar telur bebek, mobile, ovarium tidak membesar.
Untuk menegakkan diagnosis, Dokter melakukan pemeriksaan penunjang.
Kata-Kata Sulit
Pertanyaan
1. Terjadi perdarahan disebabkan karena pada pasien ini terjadi keganasan pada serviks, bila
terjadi keganasan sel – sel kanker akan melakukan Angiogenesis, dimana pembuluh darah
tersebut mudah rupture, dan apabila terjadi perdarahan kemudian bercampur dengan lendir
maka akan menimbulkan bau.
2. Multi para > Hamil lebih dari 2x, meningkatkan Faktor risiko pasien lebih mudah
terinfeksi HPV pada saat imunitas tubuhnya menurun.
3. Anti Kanker , Bedah, Kemoterapi dan radioterapi
4. Karena terjadi angiogenesis oleh sel sel kanker yang bersifat mudah rupture sehingga
mudah terjadi perdarahan.
5. HPV merupakan Virus yang memiliki materi genetik Double Strain DNA, Virus ini
menginfeksi sel basal pada Mukosa Serviks. HPV protein E6 berikatan dengan tumor
suppressor gen P53, sehingga terjadi proliferasi sel, apoptosis tidak terjadi dan DNA repair
tak terjadi. Hal ini mengakibatkan peningkatan jumah sel dan penebalan.
6. Carcinoma Serviks
7. Virus HPV , Genetik, Kontrasepsi, Jamur Clamidya
Faktor risiko : Merokok, Multipara, sistem imun, Sex bebas, Higenitas, koitus usia dini.
8. Pap Smear, Biopsi, Kolposkopi, USG, CT-Scan, Laboratorium
9. Karena bukan Muhrimnya dan menghindari Fitnah
10. Karena serviks terletak bukan dirongga abdomen melainkan di pelvis.
Kesimpulan
Seorang ibu yang hamil lebih dari 2x / Multi para cendrung mudah terkena infeksi Virus HPV,
serta kebiasaan Merokok, kurang menjaga Higenitas , imunitas yang rendah serta koitus usia
dini juga dapat meningkatkan risiko infeksi ini. Virus HPV ini ditransmisikan melalui kontak
seksual , ketika Virus HPV menginfeksi mukosa sel basal serviks, terjadi Proliferasi sel
sehingga mengakibatkan serviks membesar dan terdapat benjolan. Pada ibu ini dilakukan
pemeriksaan , Pap smear, inspekulo, CT-Scan, USG, Biopsi dan laboratorium yang
menunjukkan bahwa ibu terkena Carsinoma Serviks. Selama pemeriksaan agar tidak
menimbulkan fitnah dokter memanggil perawat untuk menemaninya dalam pemeriksaan dan
tatalaksana pada ibu berupa tindakan bedah , kemoterapi , radioterapi, obat Anti kanker dan
Terapi Suportif.
1. Memahami & Menjelaskan Carcinoma Serviks
1.1. Definisi
Kanker serviks dapat berasal dari leher rahim ataupun dari mulut rahim, kanker ini
tumbuh dan berkembang dari serviks yang dapat menembus keluar dari serviks sehingga
tumbuh diluar serviks bahkan dapat tumbuh terus sampai dinding panggul (Andrijono,
2005).
Kanker serviks adalah keganasan primer dari serviks uteri (kanalis servikalis dan atau
porsio). Jenis yang paling umum adalah jenis epitelias squamous, adenoma, dan jenis
campuran. (Priyanto dan Nuranna, 2006)
1.2. Etiologi
Infeksi HPV (Human Papilloma Virus) resiko tinggi merupakan faktor etiologi kanker
serviks. Pendapat ini juga ditunjang oleh berbagai macam penelitian. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh International Agency for Research on Cancer (IARC)
terdapat 1.000 sampel dari 22 negara serta didapatkan adanya infeksi HPV pada sejumlah
99,7% kasus kanker serviks. Penelitian meta-analisis yang meliputi 10.000 kasus
didapatkan 8 tipe HPV yang banyak ditemukan, yaitu tipe 16, 18, 45, 31, 33, 52, 58 dan 35.
Penelitian kasus kontrol dengan 2.500 kasus karsinoma serviks dan 2.500 perempuan yang
tidak menderita kanker serviks sebagai kontrol, deteksi infeksi HPV pada penelitian
tersebut dengan pemeriksaan PCR. Total prevalensi infeksi HPV pada penderita kanker
serviks jenis karsinoma sel skuamosa adalah 94,1%. Prevalensi infeksi HPV pada penderita
kanker serviks jenis adenokarsinoma dan adenoskuamosa
adalah 93%. Penelitian pada NIS II atau III mendapatkan
infeksi HPV yang didominasi ole tipe 16 dan 18.
Progresifitas menjadi NIS II atau III setelah menderita HPV
berkisar 2 tahun. (Andrijono, 2007)
HPV merupakan kelompok virus dari family Papovaviridae. Berukuran kecil, tidak
memiliki envelope, dengan diameter sekitar 55 nm. Kapsid berbentuk isohedral, yang
tersusun atas 72 kapsomer. Setiap kapsomer mengandung minimal 2 protein kapsid, L1
(protein kapsid mayor) dan L2 (protein kapsid minor). (Eileen M. Burd, 2003)
HPV dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, kelompok resiko rendah dengan
kelompok resiko tinggi. Kelompok resiko rendah terdiri atas HPV tipe 6, 11, 42, 43 dan 44.
Sedangkan kelompok resiko tinggi terdiri atas HPV tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52,
56 dan 58. (Andrijono, 2007)
Faktor Resiko
Sesuai dengan etiologi infeksinya, wanita dengan partner seksual yang banyak dan
wanita yang memulai hubungan seksual pada usia muda akan meningkatkan risiko terkena
kanker serviks. Karena sel kolumnar serviks lebih peka terhadap metaplasia selama usia
dewasa maka wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan berisiko terkena
kanker serviks lima kali lipat. Keduanya, baik usia saat pertama berhubungan maupun
jumlah partner seksual, adalah faktor risiko kuat untuk terjadinya kanker serviks. (Iman
Rasidji, 2009)
2. Karakteristik Partner
Sirkumsisi pernah dipertimbangkan menjadi faktor pelindung, tetapi sekarang hanya
dihubungkan dengan penurunan faktor risiko. Studi kasus kontrol menunjukkan bahwa
pasien dengan kanker serviks lebih sering menjalani seks aktif dengan partner yang
melakukan seks berulang kali. Selain itu, partner dari pria dengan kanker penis atau partner
dari pria yang istrinya meninggal terkena kanker serviks juga akan meningkatkan risiko
kanker serviks. tidak tepat dapat pula meningkatkan risiko. (Iman Rasidji, 2009)
3. Riwayat Ginekologis
Walaupun usia menarke atau menopause tidak mempengaruhi risiko kanker serviks,
hamil di usia muda dan jumlah kehamilan atau manajemen persalinan yang tidak tepat dapat
meningkatkan resiko. (Iman Rasidji, 2009)
4. Dietilstilbesterol (DES)
Hubungan antara clear cell adenocarcinoma serviks dan paparan DES in-utero telah dibuktikan.
(Iman Rasidji, 2009)
5. Agen Infeksius
Mutagen pada umumnya berasal dari agen-agen yang ditularkan melalui hubungan seksual
seperti Human Papilloma Virus (HPV) dan Herpes Simpleks Virus Tipe 2 (HSV 2). (Benedet
1998; Nuranna 2005)
Terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa Human Papilloma Virus (HPV) sebagai
penyebab neoplasia servikal. Karsinogenesis pada kanker serviks sudah dimulai sejak
seseorang terinfeksi HPV yang merupakan faktor inisiator dari kanker serviks yang
menyebabkan terjadinya gangguan sel serviks. (Iman Rasidji, 2009)
Ada bukti lain yaitu onkogenitas virus papiloma hewan; hubungan infeksi HPV serviks dengan
kondiloma dan atipik koilositotik yang menunjukkan displasia ringan atau sedang; serta deteksi
antigen HPV dan DNA dengan lesi servikal. (Iman Rasidji, 2009)
HPV tipe 6 dan 11 berhubungan erat dengan diplasia ringan yang sering regresi. HPV tipe 16
dan 18 dihubungkan dengan diplasia berat yang jarang regresi dan seringkali progresif menjadi
karsinoma insitu. Infeksi Human Papilloma Virus persisten dapat berkembang menjadi
neoplasia intraepitel serviks (NIS). (Iman Rasidji, 2009)
Seorang wanita dengan seksual aktif dapat terinfeksi oleh HPV risiko-tinggi dan 80% akan
menjadi transien dan tidak akan berkembang menjadi NIS. HPV akan hilang dalam waktu 6-8
bulan. Dalam hal ini, respons antibodi terhadap HPV risiko-tinggi yang berperan. Dua puluh
persen sisanya berkembang menjadi NID dan sebagian besar, yaitu 80%, virus menghilang,
kemudian lesi juga menghilang. Oleh karena itu, yang berperan adalah cytotoxic T-cell.
Sebanyak 20% dari yang terinfeksi virus tidak menghilang dan terjadi infeksi yang persisten.
NIS akan bertahan atau NIS 1 akan berkembang menjadi NIS 3, dan pada akhirnya sebagiannya
lagi menjadi kanker invasif. HPV risiko rendah tidak berkembang menjadi NIS 3 atau kanker
invasif, tetapi menjadi NIS 1 dan beberapa menjadi NIS 2. Infeksi HPV risiko-rendah sendirian
tidak pernah ditemukan pada NIS 3 atau karsinoma invasif. (Iman Rasidji, 2009)
Berdasarkan hasil program skrining berbasis populasi di Belanda, interval antara NIS 1 dan
kanker invasif diperkirakan 12,7 tahun dan kalau dihitung dari infeksi HPV risiko-tinggi
sampai terjadinya kanker adalah 15 tahun. Waktu yang panjang ini, di samping terkait dengan
infeksi HPV risiko-tinggi persisten dan faktor imunologi (respons HPV-specific T-cell,
presentasi antigen), juga diperlukan untuk terjadinya perubahan genom dari sel yang terinfeksi.
Dalam hal, ini faktor onkogen E6 dan E7 dari HPV berperan dalam ketidakstabilan genetik
sehingga terjadi perubahan fenotipe ganas. (Iman Rasidji, 2009)
Oncoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi
keganasan. Oncoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga TSG p53 akan kehilangan fungsinya.
Sementara itu, oncoprotein E7 akan mengikat TSG Rb. Ikatan ini menyebabkan terlepasnya
E2F yang merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol. (Iman
Rasidji, 2009)
Walaupun semua virus herpes simpleks tipe 2 (HPV-2) belum didemonstrasikan pada sel
tumor, teknik hibridisasi insitu telah menunjukkan bahwa terdapat HSV RNA spesifik pada
sampel jaringan wanita dengan displasia serviks. DNA sekuens juga telah diidentifikasi pada
sel tumor dengan menggunakan DNA rekombinan. (Iman Rasidji, 2009)
Diperkirakan, 90% pasien dengan kanker serviks invasif dan lebih dari 60% pasien dengan
neoplasia intraepitelial serviks (CIN) mempunyai antibodi terhadap virus. (Iman Rasidji, 2009)
8. Lain-lain
Infeksi trikomonas, sifilis, dan gonokokus ditemukan berhubungan dengan kanker serviks.
Namun, infeksi ini dipercaya muncul akibat hubungan seksual dengan multipel partner dan
tidak dipertimbangkan sebagai faktor risiko kanker serviks secara langsung. (Iman Rasidji,
2009)
9. Merokok
Saat ini terdapat data yang mendukung bahwa rokok sebagai penyebab kanker serviks dan
hubungan antara merokok dengan kanker sel skuamosa pada serviks (bukan adenoskuamosa
atau adenokarsinoma). Mekanisme kerja bisa langsung (aktivitas mutasi mukus serviks telah
ditunjukkan pada perokok) atau melalui efek imunosupresif dari merokok. Bahan karsinogenik
spesifik dari tembakau dapat dijumpai dalam lendir dari mulut rahim pada wanita perokok.
Bahan karsinogenik ini dapat merusak DNA sel epitel skuamosa dan bersama infeksi HPV
dapat mencetuskan transformasi keganasan. (Iman Rasidji, 2009)
Risiko noninvasif dan invasif kanker serviks telah menunjukkan hubungan dengan kontrasepsi
oral. Bagaimanapun, penemuan ini hasilnya tidak selalu konsisten dan tidak semua studi dapat
membenarkan perkiraan risiko dengan mengontrol pengaruh kegiatan seksual. Beberapa studi
gagal dalam menunjukkan beberapa hubungan dari salah satu studi, bahkan melaporkan
proteksi terhadap penyakit yang invasif. Hubungan yang terakhir ini mungkin palsu dan
menunjukkan deteksi adanya bias karena peningkatan skrining terhadap pengguna kontrasepsi.
Beberapa studi lebih lanjut kemudian memerlukan konfirmasi atau menyangkal observasi ini
mengenai kontrasepsi oral. (Iman Rasidji, 2009)
2. Diet
Diet rendah karotenoid dan defisiensi asam folat juga dimasukkan dalam faktor risiko kanker
serviks. (Iman Rasidji, 2009)
Wanita di kelas sosio-ekonomi yang paling rendah memiliki faktor risiko lima kali lebih besar
daripada wanita di kelas yang paling tinggi. Hubungan ini mungkin dikacaukan oleh hubungan
seksual dan akses ke sistem pelayanan kesehatan. (Iman Rasidji, 2009)
Di Amerika Serikat, ras negro, hispanik, dan wanita Asia memiliki insiden kanker serviks yang
lebih tinggi daripada wanita ras kulit putih. Perbedaan ini mungkin mencerminkan pengaruh
sosio-ekonomi. (Iman Rasidji, 2009)
4. Pekerjaan
Sekarang ini, ketertarikan difokuskan pada pria yang pasangannya menderita kanker serviks.
Diperkirakan bahwa paparan bahan tertentu dari suatu pekerjaan (debu, logam, bahan kimia,
tar, atau oli mesin) dapat menjadi faktor risiko kanker serviks. (Iman Rasidji, 2009)
1.3. Epidemiologi
Untuk wilayah ASEAN, insidens kanker serviks di Singapore sebesar 25,0 pada ras Cina; 17,8
pada ras Melayu; dan Thailand sebesar 23,7 per 100.000 penduduk. Insidens dan angka
kematian kanker serviks menurun selama beberapa dekade terakhir di AS. Hal ini karena
skrining Pap menjadi lebih populer dan lesi serviks pre-invasif lebih sering dideteksi daripada
kanker invasif. Diperkirakan terdapat 3.700 kematian akibat kanker serviks pada 2006. (Imam
Rasjidi, 2009)
Di Indonesia diperkirakan ditemukan 40 ribu kasus baru kanker mulut rahim setiap tahunnya.
Menurut data kanker berbasis patologi di 13 pusat laboratorium patologi, kanker serviks
merupakan penyakit kanker yang memiliki jumlah penderita terbanyak di Indonesia, yaitu lebih
kurang 36%. Dari data 17 rumah sakit di Jakarta 1977, kanker serviks menduduki urutan
pertama, yaitu 432 kasus di antara 918 kanker pada perempuan. (Imam Rasjidi, 2009)
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, frekuensi kanker serviks sebesar 76,2% di antara
kanker ginekologi. Terbanyak pasien datang pada stadium lanjut, yaitu stadium IIB-IVB,
sebanyak 66,4%. Kasus dengan stadium IIIB, yaitu stadium dengan gangguan fungsi ginjal,
sebanyak 37,3% atau lebih dari sepertiga kasus. (Nuranna, 2005)
Umur seorang penderita berada pada kisaran 30-60 tahun, terbanyak adalah 45-50 tahun.
Periode laten dari fase pre-invasif untuk menjadi invasif memakan waktu sekitar 10 tahun.
Hanya dari 9% dari wanita berusia < 35 tahun menunjukkan kanker serviks yang invasif pada
saat terdiagnosis, sedangkan 53% dari KIS terdapat pada wanita dibawah usia 35 tahun.
Mempertimbangkan keterbatasan yang ada, telah disepakati secara nasional untuk melakukan
program deteksi dini (pelacakan) setiap wanita (satu kali) setelah melewati usia 30 tahun dan
menyediakan sarana penanganannya, untuk berhenti setelah usia 60 tahun. Yang penting dari
deteksi dini adalah cakupannya. Bahkan direncanakan akan ada pelatihan tenaga sukarelawati
untuk mengenali bentuk porsio yang mencurigakan untuk dapat di pap smear oleh dokter atau
bidan di puskesmas atau puskesmas keliling sebagaimana disarankan oleh WHO. Salah satu
etiologinya adalah HPV (Human Papilloma Virus), maka kanker serviks memiliki beberapa
faktor resiko yang umumnya terkait dengan suatu pola penyakita akibat hubungan seksual.
Dengan demikian dapat disimpulkan penyimpangan pola seksual merupakan faktor resiko yang
sangat berperan. Faktor lain yang dianggap merupakan faktor resiko anatara lain faktor
hubungan seksual pertama kali pada usia muda, faktor kebiasaan merokok, dan pemakaian
kontrasepsi secara hormonal (Priyanto & Nuranna, 2006).
Relative survival pada wanita dengan lesi pre-invasif hampir 100%. Relative 1 dan 5 years
survival masingmasing sebesar 88% dan 73%. Apabila dideteksi pada stadium awal, kanker
serviks invasif merupakan kanker yang paling berhasil diterapi, dengan 5 YSR sebesar 92%
untuk kanker lokal. (Imam Rasjidi, 2009)
Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah, status sosial
ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan sarana dan prasarana, jenis
histopatologi, dan derajat pendidikan ikut serta dalam menentukan prognosis dari penderita.
(Imam Rasjidi, 2009)
1.4. Klasifikasi
Tingkat Keganasan Klinis Menurut Sistem TNM
Tingkat Kriteria
T Tidak ditemukan tumor primer
T1S Karsinoma pra invasif (KIS)
T1 Karsinoma terbatas pada serviks
T1a Pra klinik: karsinoma yang invasif terlibat dalam histologik
T1b Secara klinik jelas karsinoma yang invasif
T2 Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum
sampai dinding panggul, atau Ca telah menjalar ke vagina, tetapi
belum sampai 1/3 bagian distal
T2a Ca belum menginfiltrasi parametrium
T2b Ca telah menginfiltrasi parametrium
T3 Ca telah melibatkan 1/3 distal vagina / telah mencapai dinding
panggul (tidak ada celah bebas)
T4 Ca telah menginfiltrasi mukosa rektum, kandung kemih atau
meluas sampai diluar panggul
T4a Ca melibatkan kandung kemih / rektum saja, dibuktikan secara
histologik
T4b Ca telah meluas sampai di luar panggul
Nx Bila memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda
-/+ ditambahkan untuk tambahan ada/tidaknya informasi
mengenai pemeriksaan histologik, jadi Nx+ / Nx-.
N0 Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi
N1
Kelenjar limfa regional berubah bentuk (dari CT Scan panggul,
N2 limfografi)
Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul
M0 dengan celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor
M1 Tidak ada metastasis berjarak jauh
Terdapat metastasis jarak jauh, termasuk kele. Limfa di atas
bifurkasio arrteri iliaka komunis.
Secara Makroskopis
1. Stadium Preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronis
2. Stadium Permulaan (Early Stage)
Sering tampak lesi di sekitar ostium eksternum
3. Stadium Setengah Lanjut (Mid Stage)
Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir posio
4. Stadium Lanjut (Late Stage)
Terjadi pengerusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus dengan jaringan yang
rapuh dan mudah berdarah (neovaskularisasi)
Dari gambaran makroskopis:
1. Tipe erosi: bentuk luar serviks terlihat, permukaan erosif/granuler, mudah berdarah, Ca
invasif stadium dini
2. Tipe nodular: berasal dari serviks uteri/ostium eksterna tumbuh ke dalam canalis
servikalis, berbentuk nodular/bongkahan menginvasi ke dalam, serviks menjadi kasar,
dan bisa terdapat invasi ke parametrium.
3. Tipe kembang kol: dari ostium eksterna serviks uteri ke dalam vagina dengan bentuk
kembang kol, cepat, kaya akan pembuluh darah, rapuh, mudah berdarah, nekrosis dan
sering infeksi.
Secara Mikroskopis
1. Displasia
Displasia ringan dapat terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis. Displasia berat
terjadi pada 2/3 epidermis hampir tidak dapat dibedakan dengan karsinoma insitu.
2. Stadium Karsinoma Insitu
Pada karsinoma insitu terjadi perubahan sel epitel pada seluruh lapisan epidermis
menjadi sel skuamosa.
3. Stadium Karsinoma Mikroinvasif
Pada karsinoma mikroinvasif, selain terjadi perubahan derajat pertumbuhan yang
semakin meningkat sel tumor juga menembus membrana basalis dan terdapat invasi
tumor < 5 mm dai membran basalis, biasanya tumor ini masih asimptomatik, sering
ditemukan tidak sengaja pada skrining kanker.
4. Stadium Karsinoma Invasif
Derajat pertumbuhan sel menonjol besar dan bentuk sel menjadi bervariasi.
Pertumbuhan-pertumbuhan invasive muncul di area bibir posterior, anterior serviks,
dan meluas ketiga area yaitu forniks posterior atau anterior, parametrium dan korpus
uteri.
Jenis histopatologis pada kanker serviks
Jenis skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan, yaitu ± 90% merupakan
karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma 5% dan jenis lain sebanyak 5%. Karsinoma
skuamosa terlihat sebagai jalinan kelompok sel-sel yang berasal dari skuamosa dengan
pertandukan atau tidak, dan kadang-kadang tumor itu sendiri berdiferensiasi buruk atau dari
sel-sel yang disebut small cell, berbentuk kumparan atau kecil serta bulat seta mempunyai batas
tumor stroma tidak jelas. Sel ini berasal dari sel basal atau reserved cell. Sedang
adenokarsinoma terlihat sebagai sel-sel yang berasal dari epitel torak endoserviks, atau dari
kelenjar endoserviks yang mengeluarkan mukus (Notodiharjo, 2002). Klasifikasi histologik
kanker serviks ada beberapa, di antaranya :
1. Squamous carcinoma
• Keratinizing
• Large cell non keratinizing
• Small cell non keratinizing
• Verrucous
2. Adeno carcinoma
• Endocervical
• Endometroid (adenocanthoma)
• Clear cell - paramesonephric
• Clear cell - mesonephric
• Serous
• Intestinal
3. Mixed carcinoma
• Adenosquamous
• Mucoepidermoid
• Glossy cell
• Adenoid cystic
4. Undifferentiated carcinoma
5. Carcinoma tumor
6. Malignant melanoma
7. Maliganant non-epithelial tumors
• Sarcoma: mixed mullerian, leiomysarcoma, rhabdomyosarcoma
• Lymphoma
1.5. Patofisiologi
Penularan HPV terjadi terutama melalui kontak kulit-ke-kulit. Sel basal epitel skuamosa
berlapis mungkin terinfeksi oleh HPV. Jenis sel lain tampaknya relatif resisten. Hal ini
diasumsikan bahwa siklus replikasi HPV dimulai dengan masuknya virus ke dalam sel-sel dari
lapisan basal epitel. Infeksi HPV dari lapisan basal memerlukan abrasi ringan atau microtrauma
epidermis.
1. Biologi molekuler
Kanker serviks adalah salah satu contoh terbaik yang dapat dipahami bagaimana infeksi
virus dapat menyebabkan keganasan. Mekanisme molekuler infeksi HPV onkogenik disajikan
pada Gambar 1. HPV tipe risiko tinggi dapat dibedakan dari tipe HPV risiko rendah dari
struktur dan fungsi dari produk E6 dan E7. Dalam lesi jinak yang disebabkan oleh HPV, DNA
virus terletak extrachromosomally dalam nukleus. Dalam neoplasia intraepithelial derajat
tinggi dan kanker invasif, DNA HPV umumnya terintegrasi ke dalam host genom. Integrasi
DNA HPV mengganggu atau menghapus daerah E2, yang mengakibatkan kehilangan
ekspresinya. Ini mengganggu fungsi E2 -yang biasanya mengatur penurunan transkripsi dari
gen E6 dan E7- dan mengarah ke peningkatan ekspresi gen E6 dan E7. Fungsi E6 dan E7
produk selama infeksi HPV produktif untuk merusak pengaturan jalur pertumbuhan sel dan
memodifikasi lingkungan seluler dalam rangka memfasilitasi replikasi virus. Produk gen E6
dan E7 men-deregulasi siklus pertumbuhan sel hospes dengan mengikat dan menonaktifkan
dua protein penekan tumor: tumor suppressor protein (p53) dan produk gen retinoblastoma
(PRB). Produk HPV, gen E6 mengikat p53 dan mentargetkannya untuk degradasi cepat.
Akibatnya, kegiatan normal p53 yang mengatur penangkapan G1, apoptosis, dan perbaikan
DNA dibatalkan. Protein E6 HPV risiko rendah tidak mengikat p53 pada tingkat yang
terdeteksi dan tidak berpengaruh pada stabilitas p53 in vitro. Produk HPV, gen E7 mengikat
PRB dan pengikatan ini mengganggu kompleks antara PRB dan faktor transkripsi selular E2F-
1, mengakibatkan pembebasan E2F-1, yang memungkinkan transkripsi gen yang produknya
diperlukan bagi sel untuk memasuki fase S dari siklus sel. Produk gen E7 juga dapat bergaul
dengan protein mitotically interaktif seluler lainnya seperti cyclin E. Hasilnya adalah stimulasi
seluler sintesis DNA dan proliferasi sel. E7 protein dari jenis HPV risiko rendah mengikat PRB
dengan penurunan afinitas. Selanjutnya, produk gen E5 menginduksi peningkatan aktivitas
protein kinase mitogen-aktif, sehingga meningkatkan respon seluler terhadap pertumbuhan dan
faktor diferensiasi. Hal ini menyebabkan terus menerus proliferasi dan diferensiasi sel hospes
yang melambat.
Inaktivasi p53 dan protein PRB dapat menimbulkan peningkatan tingkat proliferasi dan
ketidakstabilan genomik. Akibatnya, sel hospes mengakumulasi semakin banyak kerusakan
DNA yang tidak bisa diperbaiki, menyebabkan tranformasi sel-sel kanker. Selain efek onkogen
diaktifkan dan ketidakstabilan kromosom, mekanisme potensial yang berkontribusi terhadap
transformasi termasuk metilasi virus dan sel DNA, aktivasi telomerase, dan faktor hormonal
dan immunogenetic.
2. Sejarah alami kanker serviks
Patogenesis kanker serviks diawali dengan infeksi HPV dari epitel serviks selama
hubungan seksual. Meskipun persentase yang tinggi dari perempuan muda yang aktif secara
seksual terkena infeksi HPV, hanya persentase yang sangat kecil yang terus berkembang
menjadi kanker serviks. Beberapa penelitian berpikiran bahwa kebanyakan wanita berhasil
menghapus infeksi HPV, mungkin melalui aksi dari sistem kekebalan tubuh yang kompeten.
Kira-kira, 90% dari lesi regresi spontan dalam 12 sampai 36 bulan. Faktor-faktor lain seperti
predisposisi genetik, frekuensi reinfeksi, variasi intratypic genetik dalam jenis HPV, koinfeksi
dengan lebih dari satu jenis HPV dan kadar hormon juga dapat mempengaruhi kemampuan
untuk membersihkan infeksi HPV.
Sejarah alami kanker serviks adalah proses penyakit yang berkesinambungan yang
berlangsung secara bertahap dari neoplasia serviks intraepithelial ringan (CIN) ke derajat
neoplasia yang lebih parah (CIN CIN 2 atau 3) dan akhirnya menjadi kanker invasif. Hal ini
masuk akal bahwa infeksi HPV risiko tinggi terjadi pada awal kehidupan, dapat bertahan, dan
dalam hubungannya dengan faktor-faktor lain yang mempromosikan transformasi sel, dapat
menyebabkan bertahap perkembangan penyakit lebih parah. Sebuah model untuk
pengembangan kanker serviks disajikan dalam gambar 2. Displasia ringan dan sedang
berhubungan dengan replikasi virus terus dan peluruhan virus, dan sebagian besar lesi ini
secara spontan regresi. Perkembangan menjadi lesi derajat tinggi (CIN 2/3) dan akhirnya
kanker invasif biasanya terkait dengan konversi dari genom virus dari bentuk episomal ke
bentuk terintegrasi, bersama dengan inaktivasi atau penghapusan daerah E2 dan ekspresi dari
gen produk E6/E7. Beberapa peneliti telah mengkorelasikan tipe HPV dengan derajat CIN yang
berbeda dan telah menyimpulkan bahwa CIN CIN 1 dan 2/3 adalah proses yang berbeda,
dengan CIN 1 menunjukkan diri terbatas infeksi menular seksual HPV dan CIN 2 atau CIN 3
menjadi satu-satunya prekursor kanker serviks. Perkembangan kanker umumnya terjadi selama
periode 10 sampai 20 tahun. Beberapa lesi menjadi kanker lebih cepat, kadang-kadang dalam
waktu dua tahun.
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio)
dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ).
Pada wanita SCJ ini berada di luar ostius uteri eksternum, sedangkan pada waniya umur
> 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks. Tumor dapat tumbuh :
1. Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa yang mengalami infeksi
sekunder dan nekrosis.
2. Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk
mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.
3. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan
melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Patofisiologi Sesuai Penyimpangan KDM Ca Serviks Pre Operatif
PATOFISIOLOGI LEUKOREA DAN POST-COITAL BLEEDING
Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah :
Ke arah fornices dan dinding vagina
Ke arah korpus uterus
Ke arah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal
dan kandung kemih.
Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat
menyebar ke kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam (hipogastrika). Penyebaran melalui
pembuluh darah (bloodborne metastasis) tidak lazim. Karsinoma serviks umumnya terbatas
pada daerah panggul saja. Tergantung dari kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan
berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman
invasi <1mm dan sel tumor masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel
tumor sudah terdapat >1mm dari membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam
pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah
menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma.
Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor
menjadi invasif, penyebaran secara limfogen melalui kelenjar limfa regional dan secara
perkontinuitatum (menjalar) menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung
kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau
kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar limfa regional
melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta,
dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena
subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati , ginjal, tulang dan otak.
Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan karena perdarahan-
perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena obstruksi ureter
di tempat ureter masuk ke dalam kandung kencing.
Penyebaran karsinoma serviks terjadi melalui 3 jalan yaitu perkontinuitatum ke dalam
vagina, septum rektovaginal dan dasar kandung kemih. Penyebaran secara limfogen terjadi
terutama paraservikal dalam parametrium dan stasiun-stasiun kelenjar di pelvis minor, baru
kemudian mengenai kelenjar para aortae terkena dan baru terjadi penyebaran hematogen
(hepar, tulang).
Mengenali tanda-tanda pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas.
Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
Perdarahan setelah sanggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi
perdarahan yang abnormal.
Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.
Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat
bercampur dengan darah.
Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul.
Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis.
Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.
Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki,
timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum),
terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat
metastasis jauh.
1.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding
a. Anamnesis
Pada anamnesis perlu diidentifikasi data mengenai riwayat perkawinan dan pesalinan,
perilaku seks yang sering berganti ganti pasangan (promiskusitas), waktu coitus pertama kali,
penyakit yang pernah dialami misalnya herpes genitalis, infeksi HPV, servisis kronis, gaya
hidup seperti meroko, hygienis, jenis makanan san social ekonomi rendah, juga keluhan
perdarahan spontan ataupun pasca senggama. Gejala Klinis kurang menunjang sebagai
penunjuk diagnostic karena lesi prakanker umumnya asimptomatik kecuali pada keganasan
yang susdah lanjut.
b. Pemeriksaan Fisik
Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut.Yang menjadi
masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah kanker serviks, dilakukan
dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadaplesi prakanker serviks. Kemampuan untuk
mendeteksi dini kanker serviks disertaidengan kemampuan dalam penatalaksanaan yang tepat
akan dapat menurunkan angka kematian akibat kanker serviks.
1. Keputihan. Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, berbaubusuk akibat
infeksi dan nekrosis jaringan.
2. Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks. Perdarahantimbul akibat
terbukanya pembuluh darah, yang makin lama makin seringterjadi diluar senggama.
3. Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
4. Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh.
Pemeriksaan tanda vital seperti tensi, nadi, respirasi, suhu badan.
Status pasien :
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau sikat untuk
mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian sel-sel tersebut akan
dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah ada infeksi, radang, atau sel-
sel abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan secara teratur melakukan tes Pap smear telah
mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks.
Pap smear test adalah suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil
dari leher rahim dan kemudian dilihat dibawah mikroskop. Ketelitiannya melebihi 90% bila
dilakukan dengan baik. Untuk deteksi tumor ganas bahan
diambil dengan spatel Ayre atau dengan kapas lidi dari dinding samping vagina dan dari
serviks. Bahan dari kanalis servikalis agak kedalam diambil dengan kapas lidi atau dengan
Cytobrush. Kemudian dibuat sediaan hapus dikaca benda yang bersih dan segera dimasukkan
kedalam botol khusus (cuvette) berisi etil alkohol 95%. Setelah sekitar satu jam, kaca benda
dikeluarkan dan dalam keadaan kering dikirim ke laboratorium. Dilaboratorium sediaan
dipulas menurut Papanicolau.
1. Usia
2. Jumlah anak
3. Tahap/tingkat displasia
1. Elektro-koagulasi
2. Krioterapi (bedah beku)
3. Vaporisasi laser
4. Konisasi (memotong bagian yang sakit dalam bentuk kerucut) dengan pisau atau laser.
*1& 4 biasanya tidak memerlukan rawat inap
5. Histerektomi: operasi pengangkatan seluruh rahim
Saat proses meletakkan dan meratakan pada preparat kaca menyebabkan adanya
lapisan-lapisan tidak merata dan penumpukan sel-sel sehingga menyulitkan pengamatan
terhadap keseluruhan sel-sel tersebut. Beberapa penelitian juga menemukan, sebagian besar
sel tidakterbawa dalam preparat kaca dan ikut terbuang.
Hasil pemeriksaan sitologi Pap smear normal dan Hasil pemeriksaan sitologi Pap smear
abnormal :
Pap Smear dapat dilakukan kapan saja, kecuali pada masa haid.
Waktu yang baik untuk pemeriksaan adalah beberapa hari
setelah selesai menstruasi. Persiapan pasien untuk melakukan
Pap Smear adalah tidak sedang haid, tidak coitus 1 – 3 hari
sebelum pemeriksaan dilakukan dan tidak sedang
menggunakan obat – obatan vaginal.
2. Thin Prep
Metode Thin prep lebih akurat
dibanding Pap smear. Jika Pap smear
hanya mengambil sebagian dari sel-sel
di serviks atau leher rahim, maka Thin
prep akan memeriksa seluruh bagian
serviks atau leher rahim. Tentu hasilnya
akan jauh lebih akurat dan tepat.
Jika pada saat pap smear ditemukan ketidaknormalan pada serviks, maka langkah
selanjutnya adalah dilakukan colposcopy. Colposcopy adalah suatu pengujian yang
memungkinkan dokter untuk melihat serviks (leher rahim) lebih dekat dengan menggunakan
sebuah alat bernama colposcope.
Cara ini merupakan cara penilaian sel invito dengan pembesaran 200 kali karena
abnormalitas pada neoplasma yang terlihat dengan pembesaran umumnya terlihat pada inti sel.
Maka inti sel harus diwarnai terlebih dahulu dengan biru tolvidin 1%. Dalam 20-30 detik inti
sel akan mengambil zat warna. Zat warna yang tersisa dibersihkan dengan larutan
garam fisiologik dan pemeriksaan dapat segera dimulai dengan menyentuh ujung alat ke
serviks. Colposcope akan dimasukkan ke dalam vagina dan kemudian gambar yang ditangkap
oleh alat tersebut akan ditampilkan pada layar computer atau televisi. Dengan cara seperti ini,
kondisi yang terjadi dalam leher rahim akan sangat jelas terlihat.
4. IVA
IVA yaitu singkatan dari Inspeksi Visual dengan Asam asetat. Metode pemeriksaan dengan
mengoles serviks atau leher rahim dengan asam asetat. Kemudian diamati apakah ada kelainan
seperti area berwarna putih. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada
infeksi pada serviks. Anda dapat melakukan di Puskesmas dengan harga relatif murah. Ini dapat
dilakukan hanya untuk deteksi dini. Jika terlihat tanda yang mencurigakan, maka metode
deteksi lainnya yang lebih lanjut harus dilakukan.
5. Tes Schiller
Selama melakukan colposcopy, dokter mungkin saja melakukan biopsy dan tentunya
biopsy ini dilakukan berdasarkan apa yang dia temukan selama pemeriksaan itu. Biopsi serviks
dilakukan dengan cara mengambil sejumlah contoh jaringan serviks untuk kemudian diperiksa
di bawah mikroskop. Dibutuhkan hanya beberapa detik untuk melakukan biopsi contoh
jaringan dan hanya menimbulkan ketidaknyamanan dalam waktu yang tidak lama. Jika
diperlukan maka akan dilakukan biospi disekitar area serviks, tergantung pada temuan saat
melakukan colposcopy.
Bersamaan dengan biopsi serviks, kuretase endoserviks juga bisa dilakukan. Selama
kuretase, dokter akan menggunakan sikat kecil untuk menghilangkan jaringan pada saluran
endoserviks, area antara uterus dan serviks. Kuretase akan menimbulkan sedikit nyeri, tapi
nyeri akan hilang setelah kuretase dilakukan. Hasil biopsi dan kuretase biasanya baru bisa
dilihat paling tidak 2 minggu.
8. Konisasi
Konisasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa sehingga
yang keluarkan berbentuk kerucut (konus), dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut.
Untuk tujuan diagnostik, tindakan konisasi harus selalu dilanjutkan dengan kuretase. Batas
jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi. Jika karena suatu hal
pemeriksaan kolposkopi tidak dapat dilakukan, dapat dilakukan tes Schiller. Pada tes ini
digunakan pewarnaan dengan larutan lugol (yodium 5g, kalium yodida 10g, air 100 ml) dan
eksisi dilakukan di luar daerah dengan tes positif (daerah yang tidak berwarna oleh larutan
lugol).
DIAGNOSIS BANDING
Servisitis
Karsinoma endometrium
Penyakit radang panggul
Vaginitis
Karsinoma uterine
Karsinoma vagina
1.8. Tatalaksana
Tiga jenis utama dari pengobatan untuk kanker serviks adalah operasi, radioterapi, dan
kemoterapi.
1. Stadium pra kanker hingga 1A biasanya diobati dengan histerektomi. Bila pasien masih
ingin memiliki anak, metode LEEP atau cone biopsy dapat menjadi pilihan.
Biopsi Cone. Selama operasi ini, dokter menggunakan scalpel untuk mengambil
selembar jaringan serviks berbentuk cone dimana abnormalitas ditemukan.
Loop electrosurgical excision procedure (LEEP). Teknik ini menggunakan lintasan
kabel untuk memberikan arus listrik, yang memotong seperti pisau bedah , dan
mengambil sel dari mulut serviks
2. Untuk stadium IB dan IIA kanker serviks:
Bila ukuran tumor < 4cm: radikal histerektomi ataupun radioterapi dengan/tanpa
kemoterapi
Bila ukuran tumor >4cm: radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin, histerektomi,
ataupun kemo berbasis cisplatin dilanjutkan dengan histerektomi
3. Kanker serviks stadium lanjut (IIB-IVA) dapat diobati dengan radioterapi dan kemo
berbasis cisplatin.
4. Pada stadium sangat lanjut (IVB), dokter dapat mempertimbangkan kemo dengan
kombinasi obat, misalnya hycamtin dan cisplatin.
Jika kesembuhan tidak dimungkinkan, tujuannya pengobatan adalah untuk mengangkat atau
menghancurkan sebanyak mungkin sel-sel kanker. Kadang-kadang pengobatan ditujukan
untuk mengurangi gejala-gejala. Hal ini disebut perawatan paliatif.
Faktor-faktor lain yang mungkin berdampak pada keputusan pengobatan Anda termasuk usia
Anda, kesehatan Anda secara keseluruhan, dan preferensi Anda sendiri. Seringkali cukup bijak
untuk mendapatkan pendapat kedua (second opinion) yang memberikan Anda perspektif lain
dari penyakit Anda.
Cryosurgery
Sebuah probe metal yang didinginkan dengan nitrogen cair dimasukkan ke dalam vagina dan
pada leher rahim. Ini membunuh sel-sel abnormal dengan cara membekukan mereka.
Cryosurgery digunakan untuk mengobati kanker serviks yang hanya ad adi dalam leher rahim
(stadium 0), tapi bukan kanker invasif yang telah menyebar ke luar leher rahim.
Bedah Laser
Sebuah sinar laser digunakan untuk membakar sel-sel atau menghapus sebagian kecil dari
jaringan sel rahim untuk dipelajari. Pembedahan laser hanya digunakan sebagai pengobatan
untuk kanker serviks pra-invasif (stadium 0).
Konisasi
Sepotong jaringan berbentuk kerucut akan diangkat dari leher rahim. Hal ini dilakukan dengan
menggunakan pisau bedah atau laser tau menggunakan kawat tipis yang dipanaskan oleh listrik
(prosedur ini disebut LEEP atau LEETZ). Pendekatan ini dapat digunakan untuk menemukan
atau mengobati kanker serviks tahap awal (0 atau I). Hal ini jarang digunakan sebagai satu-
satunya pengobatan kecuali untuk wanita dengan kanker serviks stadium dini yang mungkin
ingin memiliki anak. Setelah biopsi, jaringan (berbentuk kerucut) diangkat untuk diperiksa di
bawah mikroskop. Jika batas tepi dari kerucut itu mengandung kanker atau pra-sel kanker,
pengobatan lebih lanjut akan diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh sel-sel kankernya
telah diangkat.
Histerektomi
Histerektomi sederhana: Rahim diangkat, tetapi tidak mencakup jaringan yang berada di
dekatnya. Baik vagina maupun kelenjar getah bening panggul tidak diangkat. Rahim dapat
diangkat dengan cara operasi di bagian depan perut (perut) atau melalui vagina. Setelah operasi
ini, seorang wanita tidak bisa menjadi hamil. Histerektomi digunakan untuk mengobati
beberapa kanker serviks stadium awal (I). Hal ini juga digunakan untuk stadium pra-kanker
serviks (o), jika sel-sel kanker ditemukan pada batas tepi konisasi.
Histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul: pada operasi ini, dokter
bedah akan mengangkat seluruh rahim, jaringan di dekatnya, bagian atas vagina yang
berbatasan dengan leher rahim, dan beberapa kelenjar getah bening yang berada di daerah
panggul. Operasi ini paling sering dilakukan melalui pemotongan melalui bagian depan perut
dan kurang sering melalui vagina. Setelah operasi ini, seorang wanita tidak bisa menjadi hamil.
Sebuah histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul adalah pengobatan yang
umum digunakan untuk kanker serviks stadium I, dan lebih jarang juga digunakan pada
beberapa kasus stadium II, terutama pada wanita muda.
Trachelektomi
Sebuah prosedur yang disebut trachelectomy radikal memungkinkan wanita muda tertentu
dengan kanker stadium awal untuk dapat diobati dan masih dapat mempunyai anak. Metode
ini melibatkan pengangkatan serviks dan bagian atas vagina dan meletakkannya pada jahitan
berbentuk seperti kantong yang bertindak sebagai pembukaan leher rahim di dalam rahim.
Kelenjar getah bening di dekatnya juga diangkat. Operasi ini dilakukan baik melalui vagina
ataupun perut.
Ekstenterasi Panggul
Selain mengambil semua organ dan jaringan yang disebutkan di atas, pada jenis operasi ini:
kandung kemih, vagina, dubur, dan sebagian usus besar juga diangkat. Operasi ini digunakan
ketika kanker serviks kambuh kembali setelah pengobatan sebelumnya. Jika kandung kemih
telah diangkat, sebuah cara baru untuk menyimpan dan membuang air kecil diperlukan.
Sepotong usus pendek dapat digunakan untuk membuat kandung kemih baru. Urine dapat
dikosongkan dengan menempatkan sebuah tabung kecil (disebut kateter) ke dalam lubang kecil
di perut tersebut (disebut: urostomi). Atau urin bisa mengalir ke kantong plastik kecil yang
ditempatkan di bagian depan perut.
Radioterapi untuk Kanker Serviks
Radioterapi adalah pengobatan dengan sinar berenergi tinggi (seperti sinar-X) untuk
membunuh sel-sel kanker ataupun menyusutkan tumornya. Sebelum radioterapi dilakukan,
biasanya Anda akan menjalani pemeriksaan darah untuk mengetahui apakah Anda menderita
Anemia. Penderita kanker serviks yang mengalami perdarahan pada umumnya menderita
Anemia. Untuk itu, transfusi darah mungkin diperlukan sebelum radioterapi dijalankan.
Pada kanker serviks stadium awal, biasanya dokter akan memberikan radioterapi (external
maupun internal). Kadang radioterapi juga diberikan sesudah pembedahan. Akhir-akhir ini,
dokter seringkali melakukan kombinasi terapi (radioterapi dan kemoterapi) untuk mengobati
kanker serviks yang berada antara stadium IB hingga IVA. Yaitu, antara lain bila ukuran
tumornya lebih besar dari 4 cm atau bila kanker ditemukan telah menyebar ke jaringan lainnya
(di luar serviks), misalnya ke kandung kemih atau usus besar.
Radioterapi ada 2 jenis, yaitu radioterapi eksternal dan radioterapi internal.
1. Radioterapi eksternal : berarti sinar X diarahkan ke tubuh Anda (area panggul) melalui
sebuah mesin besar.
2. Radioterapi internal : berarti suatu bahan radioaktif ditanam ke dalam rahim/leher rahim
Anda selama beberapa waktu untuk membunuh sel-sel kankernya. Salah satu metode
radioterapi internal yang sering digunakan adalah brachytherapy.
Efek Samping Radioterapi . Ada beberapa efek samping dari radioterapi, yaitu:
- Kelelahan
- Sakit maag
- Sering ke belakang (diare)
- Mual
- Muntah
- Perubahan warna kulit (seperti terbakar)
- Kekeringan atau bekas luka pada vagina yang menyebabkan senggama menyakitkan
- Menopause dini
- Masalah dengan buang air kecil
- Tulang rapuh sehingga mudah patah tulang
- Rendahnya jumlah sel darah merah (anemia)
- Rendahnya jumlah sel darah putih
- Pembengkakan di kaki (disebut lymphedema)
1.9. Komplikasi
1. Pasca operatif
- Gangguan berkemih
- Fistula ureter atau kandung kemih
- Emboli paru
- Obstruksi saluran cerna
- Trauma syaraf
2. Pasca kemoteraphy
- Sakit maag dan muntah (dokter bisa memberikan obat mual/muntah)
- Kehilangan nafsu makan
- Kerontokan rambut jangka pendek
- Sariawan
- Meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi (kekurangan sel darah putih)
- Pendarahan atau memar bila terjadi luka (akibat kurang darah)
- Sesak napas (dari rendahnya jumlah sel darah merah)
- Kelelahan
- Menopause dini
- Hilangnya kemampuan menjadi hamil (infertilitas)
3. Pasca radiotheraphy
- Kelelahan
- Sakit maag
- Sering ke belakang (diare)
- Mual
- Muntah
- Perubahan warna kulit (seperti terbakar)
- Kekeringan atau bekas luka pada vagina yang menyebabkan senggama
menyakitkan
- Menopause dini
- Masalah dengan buang air kecil
- Tulang rapuh sehingga mudah patah tulang
- Rendahnya jumlah sel darah merah (anemia)
- Rendahnya jumlah sel darah putih
- Pembengkakan di kaki (disebut lymphedema)
1.10. Pencegahan
Pencegahan memiliki arti yang sama dengan deteksi dini atau pencegahan sekunder,
yaitu pemeriksaan atau tes yang dilakukan pada orang yang belum menunjukkan adanya gejala
penyakit untuk menemukan penyakit yang belum terlihat atau masih berada pada stadium
praklinik. Program pemeriksaan atau skrining yang dianjurkan untuk kanker serviks (WHO) :
skrining pada setiap wanita minimal satu kali pada usia 35-40 tahun. Jika fasilitas tersedia,
lakukan tiap 10 tahun pada wanita usia 35-55 tahun. Jika fasilitas tersedia lebih, lakukan tiap 5
tahun pada wanita usia 35-55 tahun. Ideal atau optimal, lakukan tiap 3 tahun pada wanita usia
25-60 tahun. (Imam Rasjidi, 2009)
IVA
IVA merupakan tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 2%) dan
larutan iosium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan
olesan. Tujuannya adalah untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah
satu metode skrining kanker mulut rahim. IVA tidak direkomendasikan pada wanita
pascamenopause, karena daerah zona transisional seringkali terletak kanalis servikalis dan
tidak tampak dengan pemeriksaan inspekulo. IVA positif bila ditemukan adanya area berwarna
putih dan permukaannya meninggi dengan batas yang jelas di sekitar zona transformasi. (Imam
Rasjidi, 2009)
Pencegahan Primer
Menunda Onset Aktivitas Seksual
Menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara monogami akan
mengurangi risiko kanker serviks secara signifikan. (Imam Rasjidi, 2009)
Menurut T.C. Krivak et.al pada tahun 2002, ketahanan hidup penderita pada kanker
serviks stadium awal setelah histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis bergantung pada
5 faktor, yaitu :
1. Status KGB
Penderita tanpa metastasis ke KGB, memiliki 5-year survival rate (5-YSR) antara 85-90%.
Bila didapatkan metastasis ke KGB maka 5-YSR antara 20-74%, bergantung pada jumlah,
lokasi, dan ukuran metastasis.
2. Ukuran Tumor
Penderita dengan ukuran tumor < 2 cm angka survivalnya 90% dan bila > 2 cm angka
survival-nya menjadi 60%. Bila tumor primer > 4 cm, angka survival turun menjadi 40.
Analisis dari GOG terhadap 645 penderita menunjukkan 94,6% tiga tahun bebas kanker
untuk lesi yangtersembunyi; 85,5% untuk tumor < 3 cm; dan 68,4% bila tumor > 3 cm.
3. Invasi ke Jaringan Parametrium
Penderita dengan invasi kanker ke parametrium memiliki 5-YSR 69% dibandingkan 95%
tanpa invasi. Bila invasi disertai KGB yang positif maka 5-YSR turun menjadi 39-42%.
4. Kedalaman Invasi
Invasi < 1 cm memilki 5-YSR sekitar 90% dan akan turun menjadi 63-78% bila > 1 cm.
5. Ada Tidaknya Invasi ke Lymph-Vascular Space
Invasi ke lymph-vascular space sebagai faktor prognosis masih menjadi kontroversi.
Beberapa laporan menyebutkan 50-70% 5-YSR bila didapatkan invasi ke lymph-vascular
space dan 90% 5-YSR bila invasi tidak didapatkan. Akan tetapi, laporan lain mengatakan
tidak ada perbedaan bermakna dengan adanya invasi atau tidak.
(Imam Rasjidi, 2009)
Menurut www.cancerhelp.org.uk prognosis kanker serviks tergantung dari stadium penyakit.
Umumnya, 5-years survival rate untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%,
stadium III kira - kira 50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30% :
1. Stadium 0
100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.
2. Stadium 1
Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi 2, IA dan IB. dari semua wanita yang
terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar 95%. Untuk stadium
IB 5-years survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak termasuk wanita dengan kanker
pada limfonodi mereka.
3. Stadium 2
Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. dari semua wanita yang terdiagnosis
pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70 - 90%..
Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai 65%.
4. Stadium 3
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%
5. Stadium 4
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%
Campion M. Preinvasive disease. In: Berek Js, Hacker NF. Practical gynecologic oncology.
3rd Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2000; 271-315
Cotran RS, Kumar V, Robbins SL. 1996. Pathologic Basis of Disease 5th Ed. WB Saunders
Co.
Harahap RE. Neoplasia intraepithelial serviks (NIS). Jakarta: UI Press, 1984:1-77
Jong WD, Syamsuhidayat R. 2002. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. EGC. Jakarta
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2003.Robbins Basic Pathology, 7th ED. Saunders Wolfgang
A Schulz. 2005. Molecular Biology of Human Cancer. Springer.
Kusuma F, Moegni EM. Penatalaksanaan Tes Pap Abnormal. Cermin Dunia Kedokteran 2001;
133:19-22
Mardjikoen P. Tumor ganas alat genital. Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi
T. Editor. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 1999;380-9
Mary Calvagna, MS. Diagnosis of Cervical Cancer. American Cancer Society website.
Available at: http://www.cancer.org. Last reviewed April 2007.
Rawiroharjo, S. Hanifa, W. Abdul, B, S. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiro. Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kandungan. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta
Sjamsuddin S. Pencegahan dan deteksi dini kanker serviks. Cermin Dunia Kedokteran
2001;133:9-14
Wright TC, Kurman RJ, Ferenzy A. Precancerous lesions of the cervix. In: Kurman RJ. Ed.
Blaustein’s pathology of the female genital tract. 4th ed. New York: Springer-Verlag, 1994;229-
277
Zuhroni. 2010. Pandangan Islam terhadap Masalah Kedokteran dan Kesehatan. Universitas
YARSI. Jakarta
http://almanhaj.or.id/content/2883/slash/0
http://lhiezainternisti.blogspot.com/2009/12/pandangan-islam-dalam-pelayanan.html