You are on page 1of 27
OIKLAT PELAKSANA INSPEKSI TAMBANG DAERAH ANGKATAN VI BABI PENDAHULUAN 4.1 Kemantapan lereng Suatu cara yang umum untuk menyatakan kemantapan suatu lereng adalah dengan faktor keamanan (safety factor). Faktor ini merupakan perbandingan antara gaya penahan yang mempertahankan kemantapan lereng, dengan gaya penggerak yang menyebabkan kelongsoran. Secara matematis faktor keamanan lereng dapat dinyatakan sebagai berikut ret : dimana Fs faktor kemanan lereng t= gaya penahan, berupa resultan gaya-gaya yang membuat lereng tetap mantap o= gaya penggerak, berupa resultan gaya-gaya yang menyebabkan lereng menjadi longsor Berdasarkan persamaan tersebut, maka pada keadaan : + F> 1,0 lereng dalam keadaan mantap « F = 1,0 lereng dalam keadaan seimbang (akan longsor) « |F < 1,0 lereng dalam keadaan tidak mantap 1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kemantapan lereng a) Geometri Lereng Geometri lereng yang terdiri dari kemiringan'dan ketinggian lereng, sangat mempengaruhi kemantapan dari lereng tersebut. Semakin besar kemiringan dan ketinggian lereng, maka kemantapannya semakin berkurang KEMANTAPAN LERENG OIKLAT PELAKSANA INSPEKSI TAMBANG DAERAH ANGKATAN VI b) Struktur batuan c) Struktur batuan yang mempengaruhi kemantapan lereng adalah bidang- bidang sesar, bidang perlapisan, kekar dan rekahan, Struktur batuan tersebut merupakan bidang-bidang lemah (diskontinuitas) dan sekaligus sebagai tempat merembesnya air yang menyebabkan batuan menjadi mudah longsor. Sifat fisik dan mekanik batuan Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kemantapan lereng adalah : bobot isi (density), porositas dan kandungan air. Sedang sifat mekanik batuan yang mempengaruhi kemantapan lereng adalah : kuat tekan (UCS), kuat tarik, kuat geser (kohesi dan sudut gesek-dalam). + Bobot isi (density) Semakin besar bobot isi suatu batuan, maka gaya penggerak yang menyebabkan lereng longsor juga semakin besar. Dengan demikian, kemantapan lereng tersebut semakin berkurang. + Porositas Batuan yang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap air. Dengan demikian bobot isinya menjadi lebih besar, sehingga memperkecil kemantapan lereng. : + Kandungan air . Semakin besar kandungan air dalam batuan, maka tekanan air pori menjadi semakin besar pula. Dengan demikian berarti bahwa kuat geser batuan menjadi seriakin kecil, sehingga kemantapan lereng menjadi berkurang pula. + Kuat tekan, kuat tarik dan kuat geser Kekuatan batuan biasanya dinyatakan dengan kuat tekan (confined and unconfined compressive strength), kuat tarik (tensile strength) dan kuat geser (shear strength). Batuan yang mempunyai kuat tekan, kuat tarik dan kuat geser yang besar, akan lebih mantap atau tidak mudah longsor. 2 KEMANTAPAN LERENG DIKLAT PELAKSANA INSPEKSI TAMBANG. DAERAH ANGKA TAN VI Kuat geser batuan dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai “berikut : : tec + (c-u) tang dimana : 1 = kuat geser batuan (ton/m*) c= kohesi batuan (ton/m?) = tegangan normal {tony/m?) = tekanan air pori (ton/m?) $ = sudut gesek-dalam (internat friction cee d) Gaya dari luar Gaya-gaya dari luar yang dapat mempengaruhi (mengurangi) kemantapan suatu lereng adalah : + Getaran yang diakibatkan oleh gempa, peledakan dan pemakaian alat-alat mekanis yang berat di dekat lereng. « Pemotongan pada dasar (toe) lereng. 3 KEMANTAPAN LERENG OIKLAT PELAKSANA INSPEKSI TAMBANG DAERAH ANGKA TAN VI BAB II ANALISIS KEMANTAPAN LERENG TANAH Faktor keamanan lereng yang terbentuk oleh batuan yang bersifat ketanahan (soil properties), sampai sekarang ini dihitung dengan rumus yang dikembangkan berdasarkan- metode keseimbangan batas (limit equilibrium method). Prinsip dari metode keseimbangan batas menyatakan:bahwa, batuan akan runtuh atau massa tanah akan longsor sepanjang permukaan runtuh (failure surface), apabila gaya geser yang bekerja telah melampaui kekuatan massa tanah. Metode keseimbangan batas yang banyak digunakan saat ini untuk menghitung faktor keamanan lereng tanah adalah a) metode Hoek's Chart dan b) metode Bishop. Perhitungan faktor keamanan menurut Hoek, dilakukan secara grafis, sedang menurut Bishop dihitung dengan pendekatan matematis, sehinoga mendapatkan hasil yang lebih teliti. 2.1 Metode Hoek's Chart Tahap-tahap perhitungan faktor keamanan lereng dengan metode Hoek's' Chart, seperti terlihat dalam gambar 2.1. Secara lengkap tahap perhitungan tersebut, dapat diljelaskan sebagai berikut : Tahap |: Tentukan kondisi air tanah dari lereng yang akan dianalisis berdasarkan data hasil penyelidikan di lapangan. Pilin nomor chart pada gambar 2.2 yang sesuai dengan kondisi tersebut. Selanjutnya gunakan chart dengan nomor terpilih, yang terdapat dalam lampiran 8 4 KEMANTAPAN LERENG DIKLAT PELAKSANA INSPEKSI TAMBANG DAERAH ANGKA TAN VI Tahap II: Hitunglah nilai dari : —— y.A.tang Tentukan nilai tersebut pada lingkaran luar grafik. Tahap Ill : Tarik garis lurus yang menghubungkan titik yeng didapat pada tahap 1! dengan titik pusat grafik. Tentukan titik potong garis tersebut dengan kurva yang menunjukkan kemiringan dari lereng yang dianalisis. _ Tahap IV: Dari titik potong yang didapat pada tahap Ill, tariklah garis horisontal dan tentukan nilai me atau garis vertikal untuk mendapatkan nilai — Hitung yA faktor keamanan lereng (F) berdasarkan nilai tersebut. ar Gambar 2.1 Urutan perhitungan faktor keamanan lereng dengan Hoek's chart KEMANTAPAN LERENG DIKLAT PELAKSANA INSPEKSI TAMBANG DAERAH ANGKA TAN VI Metode Bishop Perhitungan faktor keamanan lereng dengan metode Bishop, pada ipnya adalah menghitung besarnya kekuatan geser yang mempertahankan litas, dibandingkan dengan besarnya tegangan geser yang bekerja. Harga gesbandingan ini disebut faktor keamanan lereng, dimana persamaan metematiknya adalah sebagai berikut : fo SGama> coer.) ang ane - Rumus ini dikenal dengan rumus Bishop. Terlihat bahwa sebelah kiri maupun kenan dari persamaan di atas mengandung F. Untuk menghitung harga F, kita erus melakukan pengulangan (iterasi), yaitu kita ambil suatu harga F sebagai percobaan, dan dimasukkan pada ruas sebelah kanan, kemudian dihitung harga F sebelah kiri, Hasil perhitungan ini dimasukkan lagi di sebelah kanan dan seterusnya sampai mendapatkan hasil F coba sama dengan F hasil Gambar 2.3 Perhitungan faktor keamanan lereng dengan metode Bishop 8 KEMANTAPAN LERENG OAERAH ANGKATAN VI Tabel II-2 Perhitungan faktor keamanan lereng dengan Metode Bishop Ss ) Q (3) (4) (5) 6) E = <|T~v = G Z B Ww a W.sine cb W(1-tu) (2) seca (4) M a tan g.tana x E (3) a. (5) N m M ton a ton ton ton ton 1 |ar|92 | as |-g] @8 | a8 10:8 080 th} 2 [ea la2 | 4 [003 IG.4 . leis 3 | Gol 19] ea [ow by 3 Jd * | as | a2 | 32.8 [ove 1212 16,4 5 | iow | 2, 4eb |o, 38 22,2 204 & [| 93fa2] atu | owe 2016 2.0// 7 |co3}a2 | aged fo bap 7 __ 23,2. | 8 [3221 set lo]. SAS Lose ag] MF ege) | fer | a 2216 | 1,20 _- oe ED = Jumlah | 15 0 : a Jumlah | 2OH z | LIS 9 KEMANTAPAN LERENG “DIKLAT PELAKSANA INSPEKSI TAMBANG DAERAH ANGKATAN VI BAB III ANALISIS KEMANTAPAN LERENG BATUAN Masalah kemantapan lereng pada batuan merupakan suatu hal yang menarik, karena sifat-sifat dan perilakunya yang berbeda dengan kemantapan lereng pada tanah. Kemantapan lereng pada batuan lebih ditentukan oleh adanya bidang-bidang lemah yang disebut diskontinuitas, sedang kemantapan lereng pada tanah ditentukan oleh kekuatan tanah dan gaya yang bekerja pada masse tanah tersebut. Berdasarkan proses terjadinya kelongsoran, maka longsoran pada lereng batuan dibedakan menjdi 3 (tiga), yaitu : a) Longsoran bidang (plane failure) b) Longsoran baji (wedge failure) c) Longsoran guling (topling failure) 3.1 Longsoran bidang Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi sepanjang bidang gelincir yang dianggap rata. Bidang gelincir tersebut dapat berupa bidang sesar, rekahan, kekar maupun bidang perlapisan batuen Syarat-syarat terjadinya longsoran bidang adalah a) Terdapat bidang luncur bebas, berarti kemiringan bidang luncur harus lebih kecil dari pada kemiringan lereng (lihat.gambar 3.1) b) Arah bidang luncur sejajar atau mendekati sejajar dengan arah lereng (maksimum berbeda 20°). c) Kemiringan bidang luncur lebin besar dari pada sudut gesek-dalam batuan pembentuk lereng. d) Terdapat bidang bebas (tidak terdapat gaya penahan) pada kedua sisi longsoran. 10 KEMANTAPAN LERENG DIKLAT PELAKSANA INSPEKSI TAMBANG DAERAH ANGKA TAN VI For sliding epee keterangan keoiringan. lereng kemiringan bidang Luncur sudut geser dalam 7 mt t "oy wig Gambar 3.1 Longsoran bidang Dalam menganalisis longsoran bidang menurut metode Hoek dan Bray, maka suatu lereng ditinjau dalam dua dimensi dengan anggapan-anggapan sebagai berikut : : a) Semua syarat untuk terjadinya longsoran bidang terpenuhi. b Terdapat regangan tarik tegak (vertikal) yang terisi air sampai kedalaman Zy. Regangan tarik ini dapat terletak pada muka lereng maupun di atas lereng (lihat gambar 3.2). Tekanan air pada regangan tarik dan di sepanjang bidang luncur 2 tersebar secara linier. me Semua gaya yang bekerja pada lereng melalui titik pusat massa batuan yang akan longsor, sehingga tidak terjadi rotasi ( gambar 3.1) 4 KEMANTAPAN LERENG DIKLAT PELAKSANA INSPEKSI TAMBANG DAERAH ANGKATAN VI Faktor keamanan lereng dari longsoran bidang dapat dihitung dengan persamaan berikut : C.A + (cos gp I’ sin gp)tang F 5 TF sin gp + F cos gp dimana ; iz = faktor keamanan lereng Cc = kohesi batuan pembentuk lereng pada bidang !uncur (tony?) A = panjang bidang luncur (m) Wp = sudut kemiringan bidang luncur (°) ¢ = sudut gesek-dalam batuan pembentuk lereng (°) Ww = berat massa batuan yang akan longsor (ton) W = Yay.H?[{ 1-(Z/H)? Jootg yp - cotg yr] U = gaya angkat yang ditimbulkan oleh tekanan air di sepanjang bidang luncur (ton;) ‘U = 2 Yw Zw (H-Z) cosec wp = gaya mendatar yang ditimbulkan oleh tekanan air pada regangan tarik (ton) Vio = a yw Zw? yw = bobot isi air (ton/em>) Lu = tinggi kolom air yang mengisi regangan tarik (m) “Z = kedalaman regangan tarik (m) H = tinggi lereng (m) Jika terjadi getaran yang diakibatkan oleh adanya gempa, peledakan maupun aktivitas manusia lainnya, maka persamaan di atas menjadi C.4+(W(Cosgp -asingp)-U-!’singpjtang + W (sin gp + a cos yp) + cose F ~ dimana : « = percepatan getaran pada arah mendatar 12 KEMANTAPAN LERENG DIKLAT PELAKSANA INSPEKSI TAMBANG DAERAH ANGKATAN VI idens luncur Gambar 3,1 Regangan tarik pada longsoran bidang 3.2 Longsoran baji (wedge failure) 13 KEMANTAPAN LERENG DIKLAT PELAKSANA INSPEKSL |/AMBANG DAERAH ANGKATAN VI Longsoran baji dapat terjadi pada suatu batuan jika terdapat lebih dari satu bidang lemah yang bebas dan saling berpotongan. Sudut perpotongan antara bidang lemah tersebut harus lebih besar dari sedut gesek-dalam batuannya (lihat gambar 3.2). Bidang lemah ini dapat berupa bidang sesar, rekahan, maupun bidang perlapisan batuan. Sebagai contoh analisis akan dibahas tentang longsoran baji yang dibentuk oleh dua bidang lemah. Dalam analisis dengan menggunakan metode Hoek dan Bray, longsoran baji dianggap hanya akan terjadi pada garis perpotongan kedua bidang lemah. Faktor keamanan lereng dihitung dengan persamaan sebagai berikut : a Sylcos+carh{4-Zex}ong, [2 -Zar}on dimana : C, =kohesi batuan pada bidang lemah | (tond/m’) Cp» -- = kohesi batuan pada bidang lemah II (ton/m*) On = sudut gesek-dalam batuan pada bidang lemah | (°) do = sudut gesek-dalam batuan pada bicang lemah II (°) y = bobot isi batuan (tond/m*) yw = bobot isi air (tond/m®) Wa = kemiringan (dip) dari bidang lemah | Yo = kemiringan (dip) dari bidang lemah I! Ws = sudut penunjaman perpotongan bidang lemah Idan Ul Grane = sudut perpotongan bidang lernah | dan Il @,,» = Sudut antara bidang lemah | dengan garis perpotongan bidang lemah | dan muka lereng. 14 KEMANTAPAN LERENG OIKLAT PELAKSANA INSPEKSI TAMBANS DAERAH ANGKATAN VI TE (ganbar ‘tiga dimensi) air tanah " taupek samping tegdk lurus perpotongan bidang lemah kketerangan : { Y= kemiringan lereng Yp * keniringan garis perpotongan bidang lesan g° > sudut geser dalam Gambar 3.3 Longsoran baji ~ O2na = Sudut antara bidang lemah II dengan garis perpotongan KEMANTAPAN LERENE DIKLAT PELAKSANA INSPEKSI TAMBANG DAERAH ANGKATAN VI bidang lemah II dan muka lereng. Ox = sudut antara garis perpotongan bidang lemah Il dan muka lereng dengan garis perpotongan bidang lemah II dan bagian atas lereng (upper slope). 0:3 = sudut antara garis perpotongan bidang lemah | dan muka lereng dengan garis perpotongan bidang lemah | dan bagian atas lereng (upper slope). Q35 = sudut antara garis perpotongan bidang lemah | dan bidang lemah II dengan garis perpotongan bidang lemah | dan bagian atas lereng (upper slope). Gas = sudut antara garis perpotongan bidang lemah | dan bidang lemah II dengan garis perpotongan bidang lemah I! dan bagian atas lereng (upper slope) ___ sing, * sin @ 508, ___ sinus * Sin Q 45-605 A syn cosy/ — cos, £08 Oi oe sinOesin Om A= cosy, — COSY, COS O vars “ sin 9e-Si Oamum Jika pada bidang | dan Il tidak terdapat kohesi, serta kondisi lereng kering, maka persamaan di atas menjadi : F =A tand, + B tando Dimana A dan B adalah suatu faktor tanpa satuan yang besarnya tergantung pada jurus (strike) dan kemiringan (dip) kedva bidang lemahnya. Bidang lemah 16 KEMANTAPAN LERENG | un ANGKATAN VE Tabel Ill-1 Perhitungan faktor keamanan lereng longsoran baji dengan Metode Hoek, Bray and Boyd DATA NILAI . MASUKAN FUNGSI PERHITUNGAN ya = Cos ys = cosy — cosy .cos, m= | Cos 4a SEU gO vs = Sinys = sinW sin Ou Ona.ob = CosGha.no = oo cosy, — cosy .cos 6, 2 sihYesin Ou Dea = SinOza= 8. F045 = Siny5= a nA .cosM. ®na= CosO2a= Bar 65O ang Sind;3= \ sin, F yo Gs Sints= Joe = oe : Sin _-0O), 5 Tanda So ~ 7 7 R y 7 _ ~ | i 3 lial Mts Tanga = Fe rylCok +c? H oy vse, ‘| “31 fond, 3ca/yH = KLEMANTAPAN LERENG OIKLAT PELAKSANA INSPEKSI TAMBANG DAERAH ANGKATAN VI 3.3 Longsoran guling (toppling failure) j _ Longsoran guling menurut metode Hoek dan Bray dapat dianalisis dengan menggunakan suatu model yang sederhana. Oleh sebab itu, model tersebut hanya berlku untuk kasus-kasus yang sederhana. Untuk. keperluan analisis lereng yang sebenarnya dilakukan analogi dengan mempertimbangkan variabel-variabel di lapangan. Model analisis berupa balok-balok yang disusun pada suatu tangga yarg miring (lihat gambar 3.5). Dengan model tersebut akan dianalisis kemantapan (kestabilan) batas suatu lereng terhadap longsoran guling. Kemantapan batas adalah suatu keadaan dimana lereng pada saat akan longsor. | Pagian vaxvan -lereng Gambar 3.5 Longsoran guling’ 19 KEMANTAPAN LERENG OIKLAT PELAKSANA INSPEKSI. TAMBANG DAERAH ANGKA TAN VI Gaya-gaya yang bekerja pada setiap balok dihitung | dengan nilai (angka) sudut gesek-dalam (6) tertentu, sampai diperoleh nilai Po positif terkecil. Nilai Po tersebut merupakan gaya yang menahan balok 1 (lihat gambar35).- Nilai sudut gesek-dalam ($) yang menghasilkan Po terkecil, kemudian dipakai sebagai sudut gesek-dalam pada keadaan batas. Faktor kemantapan lereng terhadap longsoran guling kemudian dapat dinyatakan dengan persamaan dimana : F = faktor kemantapan gt = sudut gesek-dalam yang sebenarnya di lapangan (‘) 2° = sudut gesek-dalam kritis (kemantapan batas) (°). 20 KEMANTAPAN LERENG DIKLAT PELAKSANA INSPEKSI TAMBANG DAERAH ANGKATAN VI 3.4 Data dasar analisis Data utama sebagai dasar analsis kemantapan lereng batuan adalah : geometri lereng, struktur batuan, serta sifat fisik dan mekanik batuan. a) Geometrilereng Geometri lereng yang perlu diketahui adalah : * Orientasi (strike dan dip) lereng * Tinggi dan kemiringan lereng tiap jenjang maupun keseluruhan (overall) , «Lebar jenjang (berm) b) Struktur batuan Struktur batuan yang mempengaruhi kemantapan suatu lereng adalah adanya bidang-bidang lemah, yaitu bidang-bidang sesar, perlapisan dan rekahan. c) Sifat fisik dan mekanik batuan * Sifat fisik dan mekanik batuan yang diperlukan sebagai dasar analisis kemantapan lereng adalah : « Bobot isi batuan « Porositas batuan « Kandungan air dalam batuan + Kuat tekan, kuat tarik dan kuat geser batuan Data utama tersebut di atas dapat diperoleh dari hasil penyelidikan di lapangan dan di laboratorium. ( Penyelidikan di lapangan dapat dilakukan dengan + Pengukuran untuk mendapatkan data geometri lereng 21 KEMANTAPAN LERENG 7 ~’ DIKLAT PELAKSANA INSPEKSI TAMBANG DAERAH ANGKATAN VI + Pemboran inti untuk mendapatkan data litologi dan sampel batuan untuk pengujian laboratorium. * Piezometer untuk mengetahui tinggi muka air tanah + Penyelidikan gedlogi teknik untuk pemetaan struktur dan klasifikasi massa batuan Penyelidikan di laboratorium adalah menguji sifat fisik dan mexanik batuan terhadap contoh (sampel) yang diambil dari lapangan. Penyelidixan di laboratorium meliputi : * Penentuan bobot isi batuan, kandungan air dan porositas batuen . « Kuat tekan uniaxial (UCS) + Kuat tekan triaxial + Kuat geser langsung (direct shear test) ‘ 22 KEMANTAPAN LERENG OIKLAT PELAKSANA INSPEKSI TAMBANG DAERAH ANGKATAN VI BAB IV PEMANTAUAN PERGERAKAN LERENG femantauan merupakan tindakan pengamatan yang terus menerus dan teratur (periodik). Pengamatan tersebut bertujuan untuk mengetahui kondisi (gerakan) lereng sedini mungkin sebelum terjadi kelonggoran. Pemantauan terhadap suatu lereng batuan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : a) Patok geser Adanya gerakan pada suatu lereng menunjukkan bahwa lereng tersebut dalam keadaan tidak mantap. Pergerakan yang terjadi di permukaan lereng tersebut dapat diamati dengan pemasangan patok yang ditanam, baik di dalam maupun di luar daerah longsoran. Pengukuran dilakukan dalam selang waktu tertentu, disesuaikan kecepatan gerakan, dengan menggunakan alat ukur yang mempunyai ketelitian tinggi (misalnya EDM). Prinsip kerja alat tersebut adalah mengukur koordinat suatu titik * pada lereng, Koordinat titik tersebut kemudian dibandingkan dengan koordinat titik tetap (reference), sehingga gerakkan lerong dapat diketahui. b) Pemasangan extensometer Selain dengan pengukuran (surveying), gerakan suatu lereng juga dapat © diukur dengan extensometer. Alat tersebut dimasukkan ke dalam lubang bor, kemudian dihubungkan ke alat baca diluar lubang bor, melalui kabel. Extensometer dipasang pada daerah (lereng) yang diperkirakan paling kritis (labil), biasanya pada tempat yang banyak terdapat bidang lemah, Besar gerakan lereng pada kedalaman tertentu dapat diukur dengan alat tersebut secara otomatis. 23 KEMANTAPAN LERENG OIKLAT PELAKSANA INSPEKSI TAMBANG DAERAH ANGKATAN VI LAMPIRAN A CARA PENGGAMBARAN STRUKTUR BATUAN PADA SCHMIDT NET UNTUK ANALISIS KEMANTAPAN LERENG SECARA GRAFIS Dalam penggambaran struktur batuan, digunakan jaring Schmidt (Schmidt's net) sebagai pola, dan kertas kalkir untuk menggambarkannya. A. Penggambaran struktur bidang Sebagai contoh akan digambarkan sebuah bidang dengan orientasi N 40° E/S0° S. Maka tahap-tahap Penggambarannya adalah : | Tahap |: Kertas kalkir dihimpitkan Pada jaring Schmidt, kemudian titik Utara (N) " ditandai. Dari arah N diukur 40° kearah E, kemudian ditandai Tahap Il Arah yang ditandai di atas (40°) diputar‘ke arah N (dihimpitkan pada N), kemudian digambar busur pada lingkaran besar, 50° dari luar lingkaran. Kutub bidang tersebut diperoleh dengan menggambarkan sebuah titik; "80° dari pusat jaring (90° dari busur tadi). Tahap Ill: Titik utara (N) yang sudah ditandai pada tahap |, kemudian dikembalikan pada arah semula sehingga bidang dengan orientasi N 40° E/50° S i sudah tergambar. Dengan cara yang sama, bidang-bidang (struktur batuan) dengan erientasi yang lain dapat digambarkan. 25 KEMANTAPAN LERENG DIKLAT PELAKSANA INSPEKSI TAMBANE DAERAH ANGKATAN V> MTahap If Penggambaran struktur bidang pada jaring Schmidt 22 KEMANTAPAN LERENG OIKLAT PELAKSANA INSPEKSI TAMBANE DAERAH ANGKATAN VE 8. Penggambaran arah dan penunjaman perpotongan dua bidang Sebagai contoh akan digambarkan dua bidang A dan B yang saling berpotongan dengan orientasi N 40° E/50° S dan N 165° E/30° S, Maka ‘tahap- tahap penggambarannya adalah : Tahap |: Penggambaran kedua bidang tersebut dilakukan seperti yang telah diuraikan pada bagian A. Tahap Il: Arah perpotongan kedua bidang tersebut diperoleh dengan rmenarix garis lurus dari pusat jaring ke Perpotongan kedua bidang. Arah tersebu: adalah N 200,5° E Tahap Ill: Putarlah titik perpotongan kedua bidang di atas sampai berhimpit sumbu W-E, kemudian mengukur sudutnya dari luar lingkaran. Sudut tersebut merupakan sudut penunjaman perpotongan bidang A dan B, dimane besarnya adalah 2¢0,5°. 2a KEMANTAPAN LERENE OIKLAT PELAKSANA INSPEKSI TAMBANG DAERAH ANGKA TAN VI Yahap I den il Tahap III Penggambaran arah dan penunjaman perpotongan dua bidang KEMANTAPAN LERENG DIKLAT PELAKSANA INSPEKSI TAMBANG DAERAH ANGKATAN VI . Penggambaran sudut perpotongan dua bidang Sebagai contoh, akan digambarkan dua vidang A dan B yang saling berpotongan dengan orientasi N 330° E/50° N dan N 230° E/36° N. Maka tahap-tahap penggambarannya adalah : Tahap | Gambarkan kedua bidang tersebut pada jaring Schmidt, sehingga diperoleh kutub kedua bidang seperti cara pada bagian A Tahap |! : Memutar kedua kutub bidang tersebut sehingga berhimpit pada satu busur lingkaran. Sudut antara kedua kutub tersebut merupakan sudut perpotongan bidang A dan B, dimana besarnya adalah 64° D. Penggambaran sudut gesek-dalam (6) “Sudut gesek-dalam batuan pembentuk lereng, digambarxan sebagai sebuah lingkaran pada jaring Schmidt dengan pusatnya berimpit dengan _pusat jaring. Besar sudut tersebui diukur (digambarkan) dari luar jring ke arah pusat jaring. Sebagai contoh akan digambarkan sudut gesek-dalam. () sebesar 30° (lihat gambar) 29 KEMANTAPAN LERENG DIKLAT PELAKSANA INSPEKSI TAMBANG DAERAH ANGKATAN VI ct EB Vahap' I 140 . . Ganbar 13 Sudut perpetongan dua bidana 30 KEMANTAPAN LERENG DIKLAT PELAKSANA INSPEKSI TA.4:3ANG DAERAH ANGKA TAN VI KEMANTAPAN LE ENG

You might also like