You are on page 1of 23

DEFINISI

URBAN : Kawasan perkotaan (urban) adalah wilayah yang mempunyai kegiatan


utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi.
AKUPUNTUR : Akupuntur (Bahasa Inggris: Acupuncture; Bahasa Latin: acus, "jarum" (k benda),
dan pungere, "tusuk" (k kerja)) atau dalam Bahasa Mandarin standard, zhēn jiǔ (針灸 arti
harfiah: jarum - moxibustion) adalah teknik memasukkan atau memanipulasi jarum ke dalam
"titik akupunktur" tubuh. Menurut ajaran ilmu akupunktur, ini akan memulihkan kesehatan dan
kebugaran, dan khususnya sangat baik untuk mengobati rasa sakit.
URBAN AKUPUNTUR : Urban acupuncture bukanlah sebuah disiplin ilmu atau teknik, tapi
merupakan sebuah filosofi sebagai pendekatan untuk menjawab masalah sosial dan perkotaan,
serta memperbaiki kualitas lingkungan perkotaan. Perencanaan kota (urban planning) yang
berdasarkan kebijakan pemerintah biasa memerlukan waktu yang lama dengan prosedur yang
rumit. Perencanaan kota kerap lebih menekankan pada kuantitas daripada kualitas, sehingga
banyak sekali program dan proyek penataan yang dilakukan namun hasilnya kurang mampu
dirasakan secara luas. Urban Acupuncture hadir sebagai suatu pendekatan untuk memberikan
solusi penataan untuk mendapatkan dampak yang signifikan (sensitive effect) dalam waktu
singkat dengan tetap berdasarkan pada aturan perencanaan kota (planning) yang telah
dirumuskan sebelumnya. Penataan dilakukan dalam skala kecil namun mampu menghasilkan
dampak dan kualitas yang baik bagi kota. Urban Acupuncture menghasilkan reaksi berantai
(chain react), dimana penataan satu spot akan memberikan pengaruh pada spot lain dan
akhirnya akan berdampak luas bagi kota tersebut.Profesor Marco Casagrande dari Tamkang
University of Taiwan, mengambarkan urban acupuncture sebagai suatu metoda kombinasi
antara urban design dengan teknik akupuntur (tusuk jarum) medis Cina. Kota memiliki enery
yang komplek dan terus mengalir (complex energy and flows) sejalan dengan perkembangan
kota yang ada. Dengan fokus pada sebuah point dengan pemberian energi positif maka akan
mampu berdampak pada energy makro yang ada pada kota. Sehingga penataan pada suatu
spot/ pinpoint tertentu pada kota mampu memberi dampak besar pada kualitas kehidupan
kota tersebut

URBAN AKUPUNTUR MENURUT JAIME LERNER


Jaime Lerner merupakan seseorang yang berjasa dalam penerapan urban acupuncture pada
kota Curitiba - Brazil, ia berpendapat bahwa urban acupuncture sebagai pendekatan untuk
merevitalisasi kota dengan dukungan kebijakan (policy) kota yang ada. Penataan kota secara
fokus dan terpadu pada suatu point/ titik yang dapat secara cepat memberikan energi positif
bagi kota. Urban acupuncture tidak hanya pada penataan lingkungan fisik, tapi juga dapat
berupa kebijakan kota
"menurut prinsip Akupunktur, tindakan harus sederhana, menghasilkan efek langsung, biaya
terjangkau dan berlaku untuk setiap situasi untuk memfasilitasi kehidupan sehari-hari warga
serta untuk mengatasi kebutuhan mendesak, baik itu di jantung Kota-kota atau di daerah
perifer, membawa enery positif untuk seluruh kota ".
Jaime Lerner mendefinisikan perkotaan akupuntur sebagai serangkaian skala kecil, intervensi
yang terfokus yang memiliki kemampuan untuk meregenerasi atau untuk memulai sebuah
proses regenerasi dalam ruang yang sudah mati atau rusak dan lingkungannya.
Pesannya jelas: bertindak dalam sektor berpenghasilan rendah tidak dapat menjadi identik
dengan standar rendah solusi, bahan murah, arsitektur biasa-biasa saja, proyek-proyek yang
lambat dan cepat melupakan. Sejauh ini, pengalaman dan investasi yang tinggi telah sebanding
dengan usaha yang dilakukan.
https://www.archdaily.com/882554/medellins-comuna-13-shows-why-all-great-public-spaces-
should-be-kid-friendly
konsep yang dikenalkan oleh Jaime Lerner ini adalah solusi untuk memberikan perubahan yang
cepat dan kontekstual pada ruang kota yang bermasalah. Hal ini disebabkan oleh tuntutan
adanya partisipasi tidak hanya dari perancang, tetapi juga pemangku kepentingan dan warga.
“Akupuntur Urban mensyaratkan partispasi (kolaborasi, iterasi) para pemangku kepentingan
http://upj.ac.id/news/83/kuliah-umum-arsitektur-akupuntur-intervensi-urban
Jadi sementara kebijaksanaan konvensional menyatakan bahwa urban redevelopment
memerlukan perombakan blok seluruh kota, orang-orang dari Selatan dan de Monchaux
bersikeras bahwa jalan median, rumah dan lahan kosong diperbolehkan untuk lebih
berkelanjutan, demokratis dan pengembangan ekologi. Orang-orang selatan percaya bahwa
daripada menjadikan taman sebagai ruang destinasi, warga bisa mendapatkan keuntungan dari
serangkaian "taman-mikro" atau "ruang public perkotaan" yang dapat dinikmati saat mereka
berjalan ke restoran atau kafe favorit mereka. Di era dibatasi anggaran dan sumber daya yang
terbatas, pendekatan ini bisa secara demokratis dan murah menawarkan tempat persitirahatan
untuk penduduk kota.
https://www.theguardian.com/sustainable-business/urban-acupuncture-community-localised-
renewal-projects
KATA KUNCI URBAN AKUPUNTUR : respon cepat, terintegrasi dan bersinergi, efisiensi biaya,
generator, selektif dan kritikal, penargetan mikro, demokratis, dan memberdayakan taktik.
TARGET URBAN AKUPUNTUR : Pengangguran, Kesehatan, efisiensi energi,
kejahatan, pelestarian bersejarah, revitalisasi masyarakat, perumahan.

PENDEKATAN URBAN AKUPUNTUR :

 Objek perancangan berskala kecil-menengah


 Menghasilkan efek yang cepat dan langsung, biaya terjangkau, dapat diaplikasikan di
situasi apapun untuk memfasilitai aktivitas sehari-hari masyarakat dan juga kebutuhan-
kebutuhan yang mendesak.
 Merupakan pedekatan process-oriented dimana pendekatan ini tidak menutup
kemungkinan akan perkembangan objek desain sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan
baru di masa yang akan dating
 Dibangun dengan memanfaatkan dan mengakomodasi sumber daya fisik, social, budaya,
religi, teknologi, material, dan cara hidup masyrakat setempat
 Belajar dari lingkungan informal kawasan, bukan memaksakan ide-ide komunitas
masyarakat
 Peningkatan kualitas ruang dengan tiga strategi, yaitu revitalisasi struktur yang
terabaikan, rancangan struktur permanen yang baru, dan/atau rancangan ruang yang
temporer, dengan tujuan membuat efek menyembuhkan dari keseluruhan pemukiman
 Formasi urban eksisting sebagai titik awal untuk pengembangan dengan bentuk-bentuk
organic dan jaringan social masyarakat eksisting dipertahankan
 System unit modular dan/atau prefabrikasi yang disambung ke struktur eksisting yang
data disesuaikan dengan beragam penggunaan (residensial, non-residensial, gabungan
fungsi semi public dsb)
 Dimensi dan skala ruang yang ekonomis didasarkan pada tipologi bangunan-bangunan
eksisting pada kawasan
 Material yang tidak asing dari desain eksisting setempat. Material-material local yang
pernah digunakan dapat didaur ulang dan digunakan kembali.
http://www.coroflot.com/giovannimdchutagalung/Kampung-Vertikal-di-Kawasan-Waterfront-
910-Ulu-Palembang-dengan-Pendekatan-Urban-Acupuncture
PEDEKATAN DAN FOKUS PERHATIAN DALAM URBAN ACUPUNTURE ADALAH:
• Publik space sebagai pembentuk kualitas kehidupan kota.
• Heritage and Sustainable issue, untuk menjawab permasalah global dan tantangan kota masa
depan, serta menjaga citra karakter kota.
• Solidarity, perubahan akan datang dari level lokal sehingga penataan dari tingkatan lokal akan
sangat berperan penting bagi kota. Renspon dari level lokal / masyarakat akan sangat
berpengaruh.
• Mixed-use development
• TOD, Adanya publik transportasi yang baik.
http://arcaban.blogspot.co.id/2010/01/urban-acupuncture-definisi.html

STUDI PRESEDEN
La Ascension del Senor Church
Case type : Menciptakan bangunan religious yang menyatukan komunitas
Arsitek : AGI Architects
Lokasi : Spanyol
Type of building : Cultural Building
Gedung yang diusulkan oleh AGi Architects, merupakan penyelesaian Paroki Center lima belas
tahun lalu dan pemberdayaannya sebagai fokus kegiatan komunitas untuk lingkungan di mana
lebih dari 2.500 apartemen telah baru-baru ini dibangun untuk rumah sekitar 7.000 orang,
sehingga meningkatkan populasi yang ada untuk mencapai 20.000 jiwa. Gedung baru ini
memiliki luas wilayah sekitar 1.000 meter persegi yang termasuk ruang utama ibadah dan
kelengkapannya, dan mencapai total area seluas 2.000 meter persegi.
Seperti kata Paus Fransiscus, Gereja Katolik merupkan hal yang paling tidak disukai, proyek
bertujuan memperkuat Paroki Center sebagai tempat rapat dan tempat bersosialisasi, untuk
mengembangkan tugas-tugas kesejahteraan dan spiritual, memungkinkan partisipasi dalam
berbagai peran di lingkungan di sekitar tujuan regenerasi komunitas. Proyek ini juga sangat
sensitif terhadap keadaan ekonomi saat ini, sehingga kami telah terpaksa memilih bahan dan
teknik konstruksi berdasarkan tabungan ekonomis dan tempat keberlanjutan.
AGi arsitek mengusulkan sebuah bangunan yang dihasilkan dari perspektif ganda yang
memungkinkan pemikiran ulang peran arsitektur religious di masyarakat dan apa yang dapat
ditawarkan, sementara memberikan kawasan suatu identitas untuk membantu memerangi
perasaan kecewa rakyat, dimana sangat umum terjadi di daerah pinggiran kota ekspansi.
Halaman tengah yang besar merupakan tahap pertama Parsih Center, sudah didirikan sebagai
tempat interaksi untuk rapat dan komunitas, dimaksudkan kini menjadi oasis perkotaan untuk
menarik para tetangga sambil mengartikulasikan hubungan antara ibadah Ruang dan fasilitas
selebihnya. Binomial yang ditetapkan oleh dimensi keagamaan dan social diperkuat dan secara
halus membantu untuk menjalin fitur penting Paroki tersebut karena susunan hubungan sosial
dan emosional, bahkan orang-orang budaya, yang pada akhirnya merupakan identitas
komunitas paroki dan maknanya dalam lingkungan.
Selain itu, terdapat dua halaman yang berskala lebih kecil, salah satunya terhubung dengan
wilayah pembaptisan, yang lain untuk pertobatan Kapel dan sakristi, dan akan digunakan untuk
menjadi tuan rumah penampungan berbeda kegiatan (pasar amal), hiburan musim panas
(bioskop), pendidikan (pengajaran religi) dan istirahat spiritual/rohani.

Latar Belakang
Bangunan relugius kurang dihargai dan didukung
Kurangnya sosialisasi dan interaksi di lingkungan tersebut
Krisis ekonomi
Bangunan religuis justru memisahkan atau mengkotak-kotakkan masyarakat

Visi
Penguatan Paroki Center
Membuat daerah tersebut lebih manusiawi
Melibatkan masyarakat didalamnya
Mengutamakan kegiatan komunitas
Membuat pandangan bahwa agama sebagai penyatu, bukan diskriminasi
Penerapan
Struktur dan tempat berkelanjutan
Teknik konstruksi dan material sederhana
Ruang meeting terpisah dengan ruang ibadah
Pencahayaan alami
Pasar amal
Bioskop musim panas
Sekolah pengajaran agama

Transformasi
Merubah dari lahan yang sudah mulai ditinggal orang menjadi tempat perumpulan utama di
daerah tersebut
Menjadi pusat pengembangan pekerjaan kesejahteraan dan spiritual
Halaman terbuka kosong berubah menjadi tempat pertemuan dan interaksi social
Landmark
Menjadi focal point
Menyatukan keagamaan dengan masyarakat
Karena gedung ini, banyak masyarakat dapat berperan dalam upaya pengembangan
https://architizer.com/projects/la-ascension-del-senor-church/
http://www.agi-architects.com/blog/en/urban-acupuncture-healing-cities-times-of-crisis/
https://www.archdaily.com/445306/la-ascension-del-senor-church-agi-architects

daftar pertanyaan hutan kota srengseng


nama
umur
pekerjaan
alamat
buat yang di hutan kota (4):
1. sering mengunjungi hutan kota ini ga
2. ngapain aja kalo ke hutan kota
3. ada ga sih manfaatnya
4. ada keluhan ga tentang hutan kota ini, butuh apa sih di hutan ini
5. sama siapa kalo ke hutan
6. udah ideal belom hutan hota ini
buat yang di kampong depan (3):
1. alamat ini dimana detailnya
2. suka ke hutan kota ga
3. kalo iya ngapain, kalo ngga kenapa
4. kalo hutan dibagusin bakal lebisering kesana ga
5. butuh apa sih di hutan kota
buat yang di kali pesanggrahan (3):
1. ini tanaman siapa yg tanam? Apa ada kebiasaan warga menananm?
2. Suka ke hutan kota ga?
3. Kalo iya kenapa kalo ga kenapa
4. Ada pengaruhnya ga hutan kota ini ke kampong sana
5. Saran buat hutan kota ini apa?

Daftar pertanyaan buat yg di lapangan toram:


Nama
Umur
Pekerjaan
Buat yang di lapangan (3):
1. Sering ke lapangan ini?
2. Ngapain aja?
3. Biasa sama siapa?
4. Dulunya ini apa dan buat apa?
5. Bersosialisasi ga sm tetangga?
6. Caranya gimana?
7. Alamat?
Buat yang di perumahan gang2 toram (4)
1. Apa tau ada lapangan hijau terbuka?
2. Mnurtu mrka penting ga ada ruang hijau
3. Pengennya bias digunain buat apa
4. Sosialisasi sm tetangga ga?
5. Gimana caranya?
6. Ada cara taunan ga? Aktif ga?
7. Kalo hobi atau refreshing ngapain dan kemana?
8. Ada masalah ga di daerah sini? Air, sampah atau apa gitu
9. Pemerinthan perna adain usaha apa ga gitu?
10. Banjir ga?
Buat yang ngebelakangin lapangan (3):
1. Tau ga ada lapangan terbuka lumayan luas dibelakang?
2. Ada akses langusng ga kesana?
3. Sosialisasi gimana
4. Kalo ada acara taonan aktif ga?
5. Refreshing atau hobi ngapain dan kemana?
6. Ada masalah ga di daerah sini? Air, sampah atau apa gitu
7. Ada criminal ga?
8. Kalo siang aktivitasnya apa
9. Kalo malem aktifitasnya apa
10. Banjir ga?

Lapangan Toram
Jl. Toram Ujung No.3, RT.9/RW.10,
Tegal Alur, Kalideres,
Kota Jakarta Barat,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11820
VIVAnews - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus berupaya menambah ruang terbuka hijau
(RTH) yang kini jumlahnya masih di bawah 10 persen.

Padahal, Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) mengamanatkan, RTH
di ibu kota tahun 2030 mendatang harus mencapai 30 persen dari luas wilayah. Yakni, terdiri
dari 10 persen lahan privat, 14 persen publik, dan 6 persen lahan privat yang bisa dimanfaatkan
untuk publik.

Untuk mewujudkan rencana tersebut di Jakarta bukan hal mudah. Padatnya pemukiman dan
maraknya bangunan pencakar langit menjadi masalah utama.

Namun, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama akan mengawali penambahan RTH
dengan mengupayakan pembangunan enam taman percontohan yang tersebar di enam
wilayah Jakarta tahun depan. Keenam taman itu masing-masing berlokasi di Kelurahan Sungai
Bambu, Tanjung Priok Jakarta Utara, Kelurahan Gandaria Selatan Jakarta Selatan, Kelurahan
Cideng Jakarta Pusat, Kelurahan Cililitan Jakarta Timur, Kelurahan Kembangan Jakarta Barat dan
Pulau Untung Jawa Kepulauan Seribu.

"Bulan Maret tahun depan (2015) ada enam taman percontohan yang dikelola PKK
(Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga)," kata Ahok, sapaan Basuki, di Taman Monas, Jakarta
Pusat, Minggu 7 Desember 2014.

Di taman tersebut, Ahok berencana akan membangun PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini),
perpustakaan, Posyandu, tempat olahraga, tempat bermain anak, lansia dan disabilitas, hingga
pelatihan produk kreatif yang akan digerakkan oleh PKK.

"Jadi kita ciptakan satu tempat daerah yang padat dikasih taman, orang kan demen tuh kumpul
kalau di situ ada PAUD-nya, ada perpustakaannya," imbuhnya.

Untuk itu, Ahok mengatakan, tahun depan Pemprov DKI akan mengajukan anggaran kepada
DPRD DKI untuk membeli rumah atau tanah yang berada di kawasan padat penduduk. "Rumah
atau tanah itu akan kami jadikan taman terpadu. Mudah-mudahan DPRD menyetujui anggaran
yang kami ajukan," ujar dia.
Ia menambahkan, apabila ada warga yang ingin menjual lahannya kepada Pemprov DKI, maka
pihaknya akan bersedia membeli untuk membangun keenam taman tersebut. "Kalau ada di
kampung yang padat ada orang yang ingin jual rumah, kami mau beli dan dijadikan taman dan
tempat olahraga," tuturnya.

Adapun, untuk pendanaan pembangunan taman-taman terpadu itu, menurut Ahok akan
diambil dari coorporate social responsibility (CSR) baik dari perusahaan BUMD DKI maupun
swasta lainnya. Ia berharap agar taman terpadu dapat dibangun di setiap RW di Jakarta dapat
menjadi tempat rekreasi bagi warga, terutama warga yang tinggal di lingkungan padat.

"Masyarakat DKI bukan tidak mau olahraga, tapi karena nggak ada tempat, kalau dia kumpul-
kumpul mau jogging dan ada taman, kan jadi bagus," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Tim Penggerak PKK DKI Jakarta Veronica Tan telah membicarakan soal
pembangunan taman terpadu yang merupakan CSR PT Pembangunan Jaya Ancol. Luas taman
tersebut adalah 1.500-4.000 meter persegi dan statusnya sudah bebas dan sedang dalam tahap
pembangunan.

"Kita mau bikin taman layak anak, taman layak anak ini nantinya bisa jadi community center,
Jadi nanti anak-anak juga ada aktivitasnya, nggak hanya orangtuanya," ujar Veronica Tan, Rabu
4 Desember lalu.

Mahalnya RTH Jakarta

Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta mencatat, selama kurun waktu 2001 hingga
2012, luas ruang terbuka hijau (RTH) di Ibu Kota hanya 2.718,33 hektare. Angka ini sama saja
dengan 10 persen dari total luas DKI Jakarta, yaitu 66.233 hektare.

Jika dibandingkan dengan kota-kota besar lain di dunia, ruang terbuka hijau (RTH) yang dimiliki
Indonesia hanya 5-6 meter persegi per orang. Angka ini jauh lebih rendah dari Singapura yang
15-20 meter persegi per orang dan Australia 40-50 meter persegi per orang. Indonesia hanya
lebih baik sedikit dari Tokyo. [Baca: Satu Dekade, Ruang Hijau Jakarta Cuma Tambah 0,8%]
Banyak kendala ditemukan di lapangan, mulai dari sengketa lahan, tanah sudah masuk ke
dalam surat izin peruntukan penggunaan tanah milik pengembang, hingga masalah seperti
harga lahan di atas nilai jual obyek pajak.

Terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan
untuk Kepentingan Umum juga menambah deretan kendala. Dengan adanya peraturan ini,
pemerintah daerah tidak bisa lagi membebaskan lahan. Harus dari Badan Pertanahan Nasional.
Aturan ini, tentu sangat mempengaruhi pembebasan lahan.

Sebagai upaya jalan keluar, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan akan
menyiapkan anggara hingga Rp10 triliun untuk membuka ruang terbuka hijau (RTH).

"Pemprov DKI siapkan dana Rp10 triliun di BPKD ( Badan Perpustakaan, Kearsipan, dan
Dokumentasi) untuk beli lahan terbuka hijau sekitar masjid di wilayah DKI Jakarta," ujar Ahok
saat memberikan sambutan dalam acara Pelantikan Dewan Pengurus Wilayah Badan
Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia, di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat 5 Desember
2014 lalu.

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, dalam bukunya yang bertajuk 'RTH
30%!: Resolusi (Kota) Hijau' memaparkan delapan strategi dalam membangun RTH kota.

Pertama, sebuah kota harus menyusun rencana induk RTH dan melegalisasi Perda RTH, kedua,
menentukan daerah yang tidak boleh dibangun atau dipreservasi, ketiga, menghijaukan
bangunan. Kemudian keempat, menambah lahan RTH baru, dan kelima, meningkatkan kualitas
RTH kota.

Selanjutnya, keenam, Pemprov harus mengakuisisi RTH privat, ketujuh, mengembangkan


koridor hijau, dan terakhir kedelapan, meningkatkan peran serta masyarakat atau partisipasi
publik.
https://www.viva.co.id/indepth/fokus/566155-target-ambisius-ahok-dan-minimnya-ruang-
terbuka-hijau-di-jakarta
Pertumbuhan penduduk yang tinggi baik secara alamiah maupun sebagai dampak dari
urbanisasi menjadi perhatian khusus pemerintah daerah di wilayah perkotaan, karena memiliki
pengarus yang signifikan terhadap berbagai aspek pembangunan perkotaan lainnya. Dampak
yang paling dirasakan dari pertumbuhan penduduk yang tinggi ini, salah satunya terhadap
permukiman di perkotaan, yakni semakin tingginya kebutuhan masyarakat terhadap rumah
tinggal, sementara daya dukung lahan untuk pembangunannya tidak tersedia. Dari sinilah lahir
permukiman padat, kumuh dan bahkan rumah liar yang tumbuh di kawasan – kawasan tertentu
seperti sepanjang rel kereta api atau di bantaran kali, dan kolong jalan tol.

Untuk DKI Jakarta, usaha mengatasi pertumbuhan penduduk dan perbaikan kampung ini
menjadi dedicated program Gubernur DKI Jakarta yang tertuang dalam Rancangan
Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2007 – 2012. Beberapa kebijakan model pembangunan
yang pernah berlangsung, sebut saja KIP MHT I s.d. IV, Penataan Kawasan, Program Rumah
Sehat, pembangunan Rumah Susun dan lainnya telah dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta
melalui Dinas/Sudin Perumahan. Dari pengalaman pelaksanaan kegiatan – kegiatan yang telah
dilakukan tersebut menuntut untuk tetap diperlukannya upaya – upaya pengembangan,
khususnya menyangkut aspek manajemen dan pendekatan pembangunan permukiman yang
dilakukan secara berkelanjutan.

Di Kota Administrasi Jakarta Barat, terdapat beberapa titik kawasan yang menurut survey awal
Dinas/Sudin Perumahan perlu mendapat perhatian khusus. Hal tersebut disebabkan karena
kondisi permukiman yang tidak saja padat dan kumuh, tapi juga menjadi kawasan yang rawan
banjir dan sarat dengan permasalahan baik secara sosial maupun secara ekonomi. Salah satu
kawasan tersebut adalah Kawasan Kelurahan TEGAL ALUR Kecamatan Kalideres, dimana
kawasan tersebut merupakan kawasan perbatasan DKI Jakarta dengan Tangerang Provinsi
Banten.

Kelurahan Tegal Alur memiliki luas 496,69 Ha dan penduduk 17.982 KK / Jumlah Jiwa 37.059
Jiwa dengan kepadatan 69 jiwa/Ha. RW yang terdapat di Kelurahan ini sebanyak 15 RW.
Sebagian dari RW tersebut merupakan RW kumuh yang mana bila melihat kondisi permukiman
dan sarana serta fasilitas lingkungan yang ada di RW kumuh tersebut, terlihat sangat terbatas
dan masih terdapat rumah – rumah yang kondisinya semi permanen dan tidak permanen
(darurat).
Sudah menjadi Tupoksi dari Sudin Perumahan Kota Administrasi Jakarta Barat untuk melakukan
upaya perbaikan dan penataan kawasan yang padat dan kumuh di Kelurahan TEGAL ALUR
Kecamatan Kalideres, menjadi kawasan permukiman yang baik dan layak huni sesuai Rencana
Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) dan peraturan tentang permukiman lainnya. Kegiatan yang
dilakukan adalah melalui Penataan kawasan sebagai salah satu dedicated program Gubernur
DKI Jakarta.

Agar upaya yang akan dilakukan efektif, maka diperlukan perencanaan yang matang. Salah satu
tahapan perencanaan yang telah dilakukan dalam menata kawasan tersebut adalah melalui
studi dan persiapan program. Kegiatan persiapan pelaksanaan Penataan Kawasan Permukiman
di Kelurahan TEGAL ALUR Kecamatan Kalideres telah dilaksanakan oleh Suku Dinas Perumahan
di penghujung tahun 2008. Kegiatan persiapan tersebut telah melibatkan pihak : (i). Pemprov
DKI Jakarta (dalam hal ini adalah : Kasi Dinas Perumahan Kecamatan, Kasie Sarana dan
Prasarana, Unsur Kelurahan yang berkompeten langsung terhadap penataan permukiman) dan
(ii). Masyarakat skala lokal (dalam hal ini adalah : Pengurus RT, RW, Dekel dan Ketua Organisasi
Kemasyarakatan Skala RW).

Kegiatan Pengembangan Masyarakat dalam Perbaikan Kampung ini merupakan tindak lanjut
dari Millenium Development Goals yang yang dilaksanakan dengan pendekatan CBD
(community based development) yakni pendekatan pembangunan yang bertumpu pada peran
serta masyarakat dan kelembagaan masyarakat bagi tertatanya kawasan secara terfokus,
terorganisir dan berkelanjutan.
http://tegalalurjakbar.blogspot.co.id/2009/09/latar-belakang_8213.html
JAKARTA, KOMPAS.com - Kondisi tata ruang Jakarta saat ini ternyata sudah melenceng jauh dari
perencanaan yang telah disusun dalam Rencana Umum Tata Ruanng (RUTR) 1985-2005.

Begitu banyak kawasan yang dulunya ditetapkan sebagai daerah resapan air dan ruang terbuka
hijau tetapi kini menjadi permukiman dan area perdagangan.

Berdasarkan RUTR 1985-2005 yang dimiliki Litbang Kompas, tercatat ada delapan daerah yang
kini sudah berubah fungsi. Daerah-daerah tersebut adalah Kemang, Antasari, Pantai Indah
Kapuk, Kelapa Gading, Cengkareng, Pondok Indah, Senayan, dan Sunter.
RUTR 1985-2005 telah mengatur bahwa pengembangan kota hanya ke arah timur dan barat
serta mengurangi tekanan pembangunan di utara. Adapun pembangunan di wilayah selatan
dibatasi karena lebih diperuntukan sebagai daerah resapan.

Pada RUTR 1985-2005, Kemang adalah kawasan yang dulunya hanya diperuntukan bagi
permukiman dan daerah resapan air. Namun, kini kawasan tersebut sudah berubah menjadi
kawasan perdagangan dan jasa. Pada peta Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) 2014, kawasan itu
sudah berubah menjadi zona campuran.

Seperti Kemang, kawasan Antasari juga mengalami hal yang sama, yakni berubah menjadi
kawasan perdagangan dan jasa, dari sebelumnya permukiman dan daerah resapan air.

Bergeser ke Jakarta Utara, salah satu daerah yang mengalami perubahan fungsi adalah Pantai
Indah Kapuk (PIK). Dulunya, kawasan itu ditetapkan sebagai zona hutan lindung bakau, hutan
wisata, dan pengamanan banjir Cengkareng. Namun, kini kawasan tersebut sudah berubah
menjadi perumahan dan area komersial, walaupun masih ada sebagian kecil yang diperuntukan
untuk hutan bakau.

Demikian pula dengan Kelapa Gading. Kini kawasan tersebut sudah berubah menjadi
permukiman dan area komersial. Padahal, dulunya ditetapkan sebagai kawasan yang berfungsi
sebagai rawa, sawah, dan daerah resapan air.

Selain PIK dan Kelapa Gading, Sunter juga mengalami perubahan fungsi. Dulunya, kawasan ini
ditetapkan sebagai daerah resapan air murni. Tetapi kini, malah menjadi kawasan permukiman
dan industri.

Daerah resapan air lain di Jakarta yang kini telah berubah fungsi adalah Cengkareng, Jakarta
Barat. Kini, kawasan tersebut dikenal sebagai kawasan bisnis properti dan pergudangan.

Sementara itu, masalah pelanggaran ruang terbuka hijau terjadi di kawasan Senayan. Pada
RUTR 1985-2005, kawasan itu ditetapkan sebagai ruang terbuka hijau dengan keberadaan
bangunan fisik hanya 16-20 persen dari luas total kawasan. Tetapi kini, Senayan lebih dikenal
sebagai kawasan perdagangan dan jasa.
Perubahan fungsi kawasan lainnya juga terjadi di Pondok Indah. Namun, perubahan fungsi di
kawasan ini tidak terkait dengan pelanggaran daerah resapan air dan ruang terbuka hijau.
Perubahan fungsi yang terjadi di kawasan itu adalah keberadaan pusat perbelanjaan, hunian
vertikal, perkantoran, dan jasa hiburan. Pondok Indah dulunya hanya diperuntukan sebagai
kawasan permukiman berupa perumahan teratur.

Tak Bisa Membongkar

Banyaknya daerah resapan air dan ruang terbuka hijau yang telah berubah menjadi
permukiman dan area perdagangan itu sempat dipermasalahkan sejarahwan JJ Rizal. Ia
menghubungkannya dengan penertiban permukiman kumuh yang tengah digalakan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, salah satunya di kawasan Kalijodo.

Rizal menilai, jika Pemrprov DKI berani menertibkan permukiman kumuh yang berada di atas
RTH, hal yang sama seharusnya juga berlaku untuk perumahan mewah dan pusat-pusat
perbelanjaan.

"Kalo digusur dgn alasan nyelametin ruang hijau Jakarta, ngapa kok cuma yg miskin yang
digebah, ini yg kaya kuat koq kaga?" tulis Rizal lewat akun twitternya, @JJRizal.

Di sisi lain, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengaku tak bisa
membongkar bangunan komersial yang berdiri di atas wilayah yang dulunya merupakan ruang
terbuka hijau dan daerah resapan air. Karena, kini semua pemilik properti sudah memiliki lahan
tersebut secara sah. Hal yang tak pernah dilakukan oleh warga yang bermukim di kawasan
kumuh.

"Enggak bisa (bongkar), dong. Mereka sudah lengkap sertifikat segala macam," kata Ahok di
Balai Kota, Selasa (23/2/2016).

Menurut Ahok, dahulu tidak ada peraturan yang mengatur pengubahan peruntukan kawasan
hijau. Kini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berpedoman pada Perda Nomor 1 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030 dan Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) 2030.

"Makanya saya bilang, zaman dulu semuanya (kawasan) hijau, belum ada perda, dan boleh
diubah peruntukannya. Zaman dulu, semuanya bisa diatur," kata Ahok.

"Sama saja kayak bekas Kantor Wali Kota Jakarta Barat, dulu di peta peruntukannya warna
merah, sekarang sudah jadi ungu. Saya juga enggak tahu siapa yang mengubah dulu?” kata dia
lagi.
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/02/23/15130671/Inilah.Kawasan.yang.Telah.Berub
ah.dari.RTH.Jadi.Perumahan.dan.Area.Perdagangan

hasil wawancara warga sekitar Lapangan Toram

1. “Saya tinggal di kampong sini (sebelah lapangan Toram). Ya, sering. Saya ngangon
bebek saya kesini tiap sore sama pagi. Ya sendiri, toh saya tinggal dekat banget sama
lapangan, kadang-kadang anak saya gantian yang ngangon, terus cucu juga suka main disini.
Saya bukan asli sini, saya dari Purbalingga, waktu saya pindah Jakarta uda begini. Ya, sering
ngumpul-ngumpul ngopi bareng di pondok itu (menunjuk pondok kecil di pinggir lapangan). –
Waryo (56)

2. “Sering. Main sama temen-temen. Main sama bebek sama kambing. Suka nyari cacing
tuh disitu buat mancing.” – Dimas (6)

3. “Saya tinggal ujung sana, deket dari sini. Sering lewat sini soalnya saya kerja di seberang
pasar sana jaga counter pulsa. Pendapatnya yaa jorok sih ya suka bau juga banyak sampah,
terus kalo malem gelap lagi jadi agak serem juga. Pengennya sih kalo bisa ya dirapiin gitu, kalo
bisa jadi tempat futsal enak juga sih hehe.” – Imam (24), Jl. Toram I

4. “Saya tau tuh ada lapangan ga kepake. Sayang ya, padahal dulu pas kecil anak saya
suka main disana main bola, layangan gitu. Ini dulu hidup banget disini padahal. Penting sih,
soalnnya disini uda padet banget sama rumah-rumah semua. Kalo harapan, pengen sih ada
tempat buat ngumpul-ngumpul gitu biar akrab sama tetangga. Dulu sebelum saya pindah sini,
saya kenal tuh sama semua tetangga saya. Sekarang boro-boro deh. Aktif, saya suka
berpartisipasi soalnya. Masalah disini banjir, sama ga bisa senam saya. Ga ada tempatnya.” –
Darmawati (53), Jl. Toram Ujung

5. “Ini dulunya lapangan bola, rame banget semua anak RW 10 ngumpul disini. Kalo 17an
juga ngumpulnya disini. CUma sejak beberapa tahun belakangan kan banjir terus jadinya
sekarang Cuma jadi resapan aja. Aktivitas warga mah banyak banget Cuma jadi kurang
maksimal aja soalnya harus pake gedung RW . Kalo dulu kan semua ngumpulnya disini.
Pengen sih ada lagi tempat sosialisasi kaya dulu. Lagi nunggu Ahok aja bikin ini jadi RPTRA.” –
Marna (61), warung sebelah Lapangan Toram
6. “Ga tau, saya jarang ke jalan toram situ. Ya penting sih biar adem kan banyak pohon. Tapi
misalnya ada kayanya juga ga kesana. Panas. Lagian kan pulang sekolah sekarang uda sore.”–
Siti (18), Jl. Miranda

7. “Tau. Tapi mau ngapain kesana, toh ga ada apa-apa. Cuma genangan air doang sama
sampah. Ya kalo bisa itu dijadiin taman jogging kan jadi keren. Apalagi umur saya uda segini
kan perlu olahraga tapi ga ada tempatnya. Mau lari di gang sini juga ga aman banyak motor.
Jaman sekarang kayanya uda pada sibuk urusan masing-masing. Pada chat-chatan. Ga ada
kumpul-kumpul warga gitu uda ga ada. Paling kalo mau ya ke rumah tetangga aja.” – Harjo
(59), Jl. Taman Toram 10

8. “Gatau sih. Saya jarang maen ke daerah sana. Saya tinggal di belakang sana. Saya
seharian jaga toko jadi uda ga ada waktu buat santai-santai ke taman gitu. Palingan Minggu
doang saya ga kerja. Saya tinggalnya mah di Cengkareng. Saya jadinya gatau banyak tentang
daerah Toram. Cuma tau sekitar sini aja.” – Hadi (44), Jl. Raya Menceng

9. “Tau, dulu itu lapangan bola kayanya. Sekarang sih taunya ga keurus gitu. Saya tapi
jarang juga ke daerah sana, ga ada urusan. Dulu saya pernah ikutan 17an disana. Mau-mau aja
sih kalo disana bagus, adem, bisa ngumpul-ngumpul kalo sore-sore gitu kan enak. Sekarang
mah ya uda ada whatsapp jadi ya ngerumpinya di hape deh. Kalo lapangan itu disulap jadi kaya
Kalijodo atau Taman Jomblo gitu seru tuh saya pasti sering kesana foto-foto.” – Hana (41), Jl.
Musi

10. “Ga tau. Tapi kalo ada ya bagus dong jadi ada RTH. Sayang ya, harusnya itu bisa diolah
jadi apa kek gitu taman jogging atau apa gitu. Kan lumayan daerah sini jadi ada “destinasi
hiburan”. Disini mana ada ruang hijau, rumah semua gini numpuk-numpuk. Tinggal Ahok liat aja
disini pasti langsung digusur-gusurin. Disini banyak usia produktif gitu sih cuma lapangan kerja
disini ya gitu kurang memadai dan kurang layak juga.” – Niko (30), Jl. Bahagia

Analisa Wilayah
Lapangan Toram
Pemukiman Toran Ujung

keyword: individualism, pemukiman padat, tidak tersedianya ruang terbuka, multicultural,

Analisa:
1) informasi dasar :
Pertumbuhan penduduk yang tinggi baik secara alamiah maupun sebagai dampak dari
urbanisasi menjadi perhatian khusus pemerintah daerah di wilayah perkotaan, karena memiliki
pengarus yang signifikan terhadap berbagai aspek pembangunan perkotaan lainnya. Dampak
yang paling dirasakan dari pertumbuhan penduduk yang tinggi ini, salah satunya terhadap
permukiman di perkotaan, yakni semakin tingginya kebutuhan masyarakat terhadap rumah
tinggal, sementara daya dukung lahan untuk pembangunannya tidak tersedia. Dari sinilah lahir
permukiman padat, kumuh dan bahkan rumah liar yang tumbuh di kawasan – kawasan tertentu
seperti sepanjang rel kereta api atau di bantaran kali, dan kolong jalan tol.
Untuk DKI Jakarta, usaha mengatasi pertumbuhan penduduk dan perbaikan kampung ini
menjadi dedicated program Gubernur DKI Jakarta yang tertuang dalam Rancangan
Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2007 – 2012. Beberapa kebijakan model pembangunan
yang pernah berlangsung, sebut saja KIP MHT I s.d. IV, Penataan Kawasan, Program Rumah
Sehat, pembangunan Rumah Susun dan lainnya telah dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta
melalui Dinas/Sudin Perumahan. Dari pengalaman pelaksanaan kegiatan – kegiatan yang telah
dilakukan tersebut menuntut untuk tetap diperlukannya upaya – upaya pengembangan,
khususnya menyangkut aspek manajemen dan pendekatan pembangunan permukiman yang
dilakukan secara berkelanjutan.
Di Kota Administrasi Jakarta Barat, terdapat beberapa titik kawasan yang menurut
survey awal Dinas/Sudin Perumahan perlu mendapat perhatian khusus. Hal tersebut
disebabkan karena kondisi permukiman yang tidak saja padat dan kumuh, tapi juga menjadi
kawasan yang rawan banjir dan sarat dengan permasalahan baik secara sosial maupun secara
ekonomi. Salah satu kawasan tersebut adalah Kawasan Kelurahan TEGAL ALUR Kecamatan
Kalideres, dimana kawasan tersebut merupakan kawasan perbatasan DKI Jakarta dengan
Tangerang Provinsi Banten.
Kelurahan Tegal Alur memiliki luas 496,69 Ha dan penduduk 17.982 KK / Jumlah Jiwa
37.059 Jiwa dengan kepadatan 69 jiwa/Ha. RW yang terdapat di Kelurahan ini sebanyak 15 RW.
Sebagian dari RW tersebut merupakan RW kumuh yang mana bila melihat kondisi permukiman
dan sarana serta fasilitas lingkungan yang ada di RW kumuh tersebut, terlihat sangat terbatas
dan masih terdapat rumah – rumah yang kondisinya semi permanen dan tidak permanen
(darurat).
Sudah menjadi Tupoksi dari Sudin Perumahan Kota Administrasi Jakarta Barat untuk
melakukan upaya perbaikan dan penataan kawasan yang padat dan kumuh di Kelurahan TEGAL
ALUR Kecamatan Kalideres, menjadi kawasan permukiman yang baik dan layak huni sesuai
Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) dan peraturan tentang permukiman lainnya. Kegiatan
yang dilakukan adalah melalui Penataan kawasan sebagai salah satu dedicated program
Gubernur DKI Jakarta.
Agar upaya yang akan dilakukan efektif, maka diperlukan perencanaan yang matang.
Salah satu tahapan perencanaan yang telah dilakukan dalam menata kawasan tersebut adalah
melalui studi dan persiapan program. Kegiatan persiapan pelaksanaan Penataan Kawasan
Permukiman di Kelurahan TEGAL ALUR Kecamatan Kalideres telah dilaksanakan oleh Suku Dinas
Perumahan di penghujung tahun 2008. Kegiatan persiapan tersebut telah melibatkan pihak : (i).
Pemprov DKI Jakarta (dalam hal ini adalah : Kasi Dinas Perumahan Kecamatan, Kasie Sarana dan
Prasarana, Unsur Kelurahan yang berkompeten langsung terhadap penataan permukiman) dan
(ii). Masyarakat skala lokal (dalam hal ini adalah : Pengurus RT, RW, Dekel dan Ketua Organisasi
Kemasyarakatan Skala RW).
Kegiatan Pengembangan Masyarakat dalam Perbaikan Kampung ini merupakan tindak
lanjut dari Millenium Development Goals yang yang dilaksanakan dengan pendekatan CBD
(community based development) yakni pendekatan pembangunan yang bertumpu pada peran
serta masyarakat dan kelembagaan masyarakat bagi tertatanya kawasan secara terfokus,
terorganisir dan berkelanjutan.
Lingkungan ideal:
1. Udara

2. Pembuangan Sampah

3. Tersedianya Pengelolaan Sampah

4. Adanya Pengelompokan Sampah

5. Saluran Air

6. Terlengkapinya Sarana Kakus Yang Baik

7. Banyaknya Tumbuhan Hijau8. Pengelolaan Limbah Yang Baik

2. Pertama, lingkungan yang bebas dari penyakit.


Kedua, lingkungan yang memberikan kesempatan kerja.
Ketiga, lingkungan yang aman,
Keempat, lingkungan yang memberikan kesempatan rekreasi atau hiburan
Kelima, lingkungan yang layak bagi perumahan.atau pemukiman.
Keenam, lingkungan yang memberikan kesempatan pendidikan.
Ketujuh, lingkungan yang mendukung hidup sehat.

Memerhatikan karater tetangga

Anak-anak harus bergaul dengan sebayanya. Mereka perlu bermain sekaligus bersosialisasi.
Jika lingkungan perumahan lebih banyak dihuni oleh warga pensiunan, misalnya, anak-anak
akan kekurangan teman untuk bermain dan bersosialisasi.

Taman atau playground


Playground menjadi sarana sosialisasi anak-anak. Mereka bisa bergaul dengan teman
sebayanya. Di sini mereka belajar berinteraksi, belajar bersosialisasi, belajar antre,dan belajar
berbagi. Dengan bersosialisasi juga, anak-anak belajar menempatkan diri dan belajar
berkawan. Maka sebisa mungkin, pilih rumah yang memiliki taman atau playground di
lingkungannya.

Ruangan terbuka

Ruang terbuka diperlukan karena usia kanak-kanak adalah usia di mana mereka sedang aktif
bergerak. Anak-anak harus punya ruang untuk berlari, bermain sepeda, dan lain sebagainya.
Kegiatan-kegiatan ini akan merangsang saraf motorik anak-anak.

-keadaan eksisting luar batang (diagram peta dan foto) membahas tentang kegiatan keseharian
masyarakat, kondisi permukiman, kondisi transportasi, kebiasaan umum, event tertentu,
pengelolaan sampah, keluh kesah masyarakat)

Gambar 1. Tata Guna Lahan Kelurahan Tegal Alur


Sumber: RDTR DKI Jakarta 2014-2030
Gambar 2. Peta Lapangan Toram radius 1 km

1. Informasi:
Spesifik lokasi
Data-data administrative
Geografis
Demografis
Dan lain-lain
2. Analisis:
Hasil wawancara
Pengamatan lapangan
Sumber-sumber lain
3. Sintesis:
Apa urban acupuncture dapat bekerja?
Proses healing apa?
4. Rangkuman:
Masukan dari tanggapan masyarakat
5. Kesimpulan:
Usulan healing
6. Sumber data
Literatur
Gambar 3. Titik Ruang Publik Terpadu Ramah Anak

2.1) Informasi khusus :


 Warga rindu bersosialisasi
 Tidak ada sarana untuk berolahraga
 Kurang penghijauan
 Terlalu padat
 Banyak sampah
 Banyak genangan air
 Lingkungan tidak ramah anak

2.2) Sintesa :
 Lapangan Toram bisa menjadi pemicu untuk kesadaran warga untuk lebih sadar lingkungan
 Kerinduan warga untuk bersosialisasi dapat dijadikan alasan kuat untuk mewadahi kebutuhan
masyarakat
 Banyaknya usia produktif dapat menjadi potensi untuk menjadi generasi penerus bangsa yang
berkualitas

3) kesimpulan :
-diagram potensi luar batang berupa peta lokasi dengan pertalian pariwasa dapat menarik
pengunjung besar dan membuat pariwisata jakarta meningkat.
-pariwisata jakarta meningkat maka pendapatan daerah meningkat
-pelestarian situs bersejarah (sebuah situs bersejarah bukan hanya ada karena lokasinya tetapi
ada karena warga di dalamnya)
SNI 03-1733-2004
3.2.7
pembangunan penyisipan (infill development)
pembangunan suatu area dengan cara penyisipan satu atau lebih bangunan dengan
fungsifungsi
penunjang tertentu pada suatu kawasan/lingkungan terbangun dengan
mempertimbangkan kontekstualitasnya dengan bangunan dan lingkungan eksisting, dengan
maksud memperkuat/memperbaiki citra lingkungan dan kawasan yang bersangkutan
http://news.metrotvnews.com/metro/9K5j9mRN-58-warga-jakarta-menderita-penyakit-akibat-
polusi-udara

2.7. KONSEP DASAR DESAIN


 RPTRA
 Communal space yang dikelola ibu-ibu PKK
 Pelatihan dan pengajaran tentang urban farming/vertical farm
 Creative hub
 Irigasi buatan dan peampungan air

You might also like