You are on page 1of 38

Case Study

limfadenitis TB

Pembimbing:
dr.Benita deselina, Sp.A

Disusun oleh:
Mohammad Fajar Akbar

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG
PERIODE 7 AGUSTUS -14 OKTOBER 2017
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
SMF KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG

Nama Mahasiswa : Mohammad Fajar Akbar TandaTangan :


NIM : 11.2016.038
Dokter Pembimbing : dr. Benita deselina., Sp.A

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 25 Desember 2017 Suku Bangsa : -
Umur : 8 bulan Agama : Islam
Pendidikan :
Alamat : JL.NURUL AMAL 24 RT:015. RW:005 Cengkareng Timur

IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ayah : Tn. A Nama Ibu : Ny. E


Umur : 38 tahun Umur : 37 tahun
Pendidikan Terakhir : SMA Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Pedagang Pekerjaan : Ibu Rumah
Tangga
Alamat : JL.NURUL AMAL 24 RT:015. RW:005 Cengkareng Timur

Tanggal Masuk RS : 26 Agustus 2017


Tanggal Pemeriksaan : 28 Agustus 2017
Keluar RS : 7 september 2017
Dilakukan di : Melon
No.RM : 89-49-54
ANAMNESIS
Diambil dari : Alloanamnesis Tanggal: 28 Agustus 2017
Keluhan Utama:
Benjolan pada ketiak kanan
Keluhan Tambahan:
nyeri (+) batuk (+) pilek (+)

Riwayat Penyakit Sekarang:


Orang tua os mengatakan muncul benjolan pada ketiak kanan
sejak 6 bulan SMRS, ibu nya mengatakan os sering menangis kalau
benjolannya tersentuh, orang tua os juga mengatakan benjolannya semakin
hari semakin bertambah besar dan berwarna kemerahan. Awalnya
benjolannya sebesar klereng semakin lama benjolan tersebut terlihat
semakin membesar, orang tua os juga mengatakan benjolan pada ketiak
kanan anaknya muncul pasca imunisasi BCG kurang lebih sekitar sebulan
pasca imunisasi muncul benjolan di ketiak kanan anaknya. Orang tua os juga
mengeluhkan satu hari SMRS anaknya demam dengan suhu 38,4 0C os juga di
sertai dengan adanya batuk pilek sekitar dua bulanan ingus ada berwarna
bening. Belum pernah ada riwayat berobat sebelumnya ke puskesmas
maupun kerumah sakit. Riwayat imunisasi belum lengkap hanya kurang
imunisasi campak.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Os tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya .

Riwayat Penyakit Keluarga:


Riwayat eyang nya terkena TB paru.
Riwayat Sosial:
Ibu os mengaku tidak ada riwayat pengobatan paru dalam rumah tempat
tinggalnya, namun eyang dari orang tua ayahnya mempunya riwayat pengobatan
paru, Ibu os mengatakan sering di bawa berkunjung ke rumah eyangnya sampai
menginap. Kebersihan lingkungan rumah baik. Os asi ekslusif sampai usia 6
bulan dan masih asi sampai sekarang.
Os adalah anak ke-4 dari 4 bersaudara. Os dilahirkan Seksio sesarea
dengan indikasi partus tak maju dan cukup bulan dengan berat lahir 2800 gram
panjang badan saat lahir 50 cm. Ibu os tidak ada riwayat sakit saat kehamilan.
Tumbuh kembang os baik dan tidak ada yang terlambat. Imunisasi dasar belum
tinggal nunggu campak.

Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran


1. Kehamilan
 Perawatan antenatal : setiap bulan selama kehamilan

 Tempat perawatan : Bidan

 Penyakit kehamilan : Tidak ada

2. Kelahiran
 Tempat kelahiran : RSUD Cengkareng

 Penolong persalinan : dokter obsgyn

 Cara persalinan : Seksio sesarea

 Masa gestasi : 37-38 minggu

 Keadaan bayi

o Berat badan lahir : 2800 gram

o Panjang badan lahir : 50 cm

o Langsung menangis : ya

o Pucat/Biru/Kuning/Kejang :-

o Nilai APGAR : 8/9


o Kelainan bawaan :-

Riwayat Perkembangan
 Pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan
 Psikomotor
- Tengkurap : 3 bulan
- Duduk :
- Berdiri :
- Berbicara :
- Membaca dan menulis :
 Perkembangan pubertas
- Rambut pubis : tidak ada
- Perubahan suara : tidak ada
 Gangguan perkembangan (jelaskan bila ada)
Mental/emosi : tidak ada
Riwayat Imunisasi

VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)


BCG 0
bln
DPT/DT 2 4 bln 6 bln
bln
POLIO 0 2 bln 4 bln 6 bln
bln
CAMPAK

HEPATITIS 0 1 bln 6 bln


B bln

PEMERIKSAAN FISIK
28 Agustus 2017, pukul 13.00
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : compos mentis
Tanda-Tanda Vital
Suhu : 36,5°C
Frrekuensi Nadi : 122x/mnt
Frekuensi Pernafasan : 32x/mnt
Data Antropometri
Berat Badan : 10,2 kg
Tinggi Badan : 70cm
IMT : 20,4 kg/m2 Normal/ideal
Status Gizi :(SD)
PEMERIKSAAN SISTEMATIS

Kulit Kepala dan Rambut


Warna kulit sawo matang. Tidak ada luka pada kulit kepala. Warna rambut
hitam. Distribusi merata, tidak mudah rontok, tidak ada alopesia, rambut tidak
kering, tidak ada kutu, tidak ada ketombe.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan : 28 Agustus 2017
Keadaan Umum
Kesadaran : Kompos mentis
Nadi : 129 x/menit
Pernapasan : 34 x/menit
Suhu : 36,8°c
Berat Badan : 10,2 kg
Tinggi Badan : 70 cm
Lingkar Kepala :
Status Gizi : BB/U :
TB/U :
BB/TB :
Kesan :

Keadaan Spesifik
 Kepala
Bentuk : Normosefali, simetris, UUB membonjol (-)
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut.
Mata : Cekung (- ), Pupil bulat isokor ø 3mm, reflek cahaya +/+,
konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-).
Hidung : Sekret (-), napas cuping hidung (-).
Telinga : Sekret (-).
Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-).
Tenggorokan : Faring hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat.
 Thorak
Paru-paru
 Inspeksi : Statis, dinamis simetris, retraksi -/-
 Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
 Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-).
Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Thrill tidak teraba
 Auskultasi : HR: 129 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal, bising (-)
 Abdomen
 Inspeksi : Datar
 Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba, turgor baik
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
 Lipat paha dan genitalia : Pembesaran KGB (-)
 Ekstremitas : Akraldingin(-),sianosis(-),edema(-),benjolan ketiak kanan
(+)
Pemeriksaan Neurologis
 Fungsi motorik
Pemeriksaan Tungkai Tungkai Kiri Lengan Lengan Kiri
Kanan Kanan
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan +5 +5 +5 +5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - -
Reflek fisiologis + normal + normal + normal + normal
Reflek patologis - - - -
 Fungsi sensorik : Dalam batas normal
 Fungsi nervi craniales : Dalam batas normal
 GRM : Kaku kuduk tidak ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
26 Agustus 2017, pukul 15:02 WIB
Hematologi I
Hb : 12,8 g/dl (N: 10,8-15,6 g/dl)
Ht : 40 % (N: 33-45 vol%)
Leukosit : 10,3 rb/uL (N: 5,0-14,5 ribu/uL)
Trombosit : 339.000/uL (N: 181-521 ribu/uL)

Hasil Foto Thorax PA tanggal 26 Agustus 2017 pukul 12:26:15 WIB


Pulmo : tak tampak coin lesion

Diafragma dan sinus : normal


Pleuranormal : tulang – tulang dan jaringan lunak normal
Tulang dan soft tissue : Tulang-tulang kesan intak
Cor : tidak dinilai
Kesan :*Sugestif proses spesifik paru, mohon konfirmasi lab
(Mantoux)

Ringkasan
Seorang anak laki-laki berusia 8 bulan datang di antar orang tuanya
dengan keluhan benjolan di ketiak kanan yang muncul sejak 6 bulan ini, awal nya
benjolan sebesar biji klereng semakin lama benjolan terlihat semakin membesar
dan terlihat berwarna kemerahan, orang tua os mengatakan ketika benjolannya
tersentuh os sering rewel. Ibu mengakui benjolannya muncul Post imunisasi BCG
kurang lebih satu bulan os juga masuk ke RSUD cengkareng dengan keluhan
batuk pilek sudah lebih dari 2 bulan dahak (-) lendir (-) darah (-), sehari sebelum
masuk orang tua os juga mengatakan anak nya demam dari pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : Kompos mentis
Nadi : 129 x/menit
Pernapasan : 34 x/menit
Suhu : 36,8°c
Berat Badan : 10,2 kg
Tinggi Badan : 70 cm
Os lahir di bidan dengan berat lahir 2800 gram dan panjang badan 50 cm.
Imunisasi lengkap(+) dan gangguan tumbuh kembang(-). Terdapat benjolan
sebesar bola ping pong yang semakin lama membesar menjadi 5 cm x 2 cm x 3
cm Nyeri tekan(-) dan nyeri menelan(-), demam(-). Os tidak ada riwayat penyakit
sebelumnya. Riwayat penyakit pada keluarga(+) TB paru eyang dari ayahnya. Os
lahir di RSUD Cengkareng secara sc dengan indikasi partus tak maju dengan berat
lahir 2800 gram dan panjang badan 50 cm. Imunisasi belum lengkap( campak )
dan tidak ada gangguan tumbuh kembang(-).
Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan pada lengan kanan bagian axila
dengan
ukuran 5 cm x 5 cm, teraba lunak, fluktuasi (+) mobile(-), difus,
hiperemis(+).Auskultasi terdengar ronkhi pada hemithorax sinistra dan dextra.
Pada pemeriksaan penunjang, dilakukan pemeriksaan hematologi lengkap dalam
batas normal, namun ditemukan gambaran Sugestif proses spesifik paru, mohon
konfirmasi lab (Mantoux) pdaa foto rontgen thorax PA.

DIAGNOSIS KERJA
1. Abses axilla
2. Limfadenitis TB
PENATALAKSANAAN
 Dextrose 5% ½ NS 12 TPM
 Puyer batuk 3x1 pulv
 Inhalasi NaCL 0.9% 2 cc + pulmikot 2cc 3x1
 Mantoux test bila (+) rencana OAT
 INH 1x70mg
 Rif 1x150ng
 PZA 2x175mg
 Ceftriaxon 2x500mg
 Metronidazole 3x125mg
 Ketorolac 2x1/2mg
 Rontgen thoraks 
 Cek lab hema 1 lengkap
 Insisi drainase
 Post OP insisi  cek kultur MO + Resistensi

PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad Fungsionam : Bonam
Ad kosmeticum : Malam
PROGRESS NOTE

26 Agustus 2017
S : orang tua os mengatakan anak nya sering menangis Karena menahan
sakit di benjolan axila nenek os juga mengatak cucu nya demam(+), batuk
kering(+), pilek(-), muntah(-), mual(-),
O : TTV : T: 37,8 oC, HR: 120 x/mnt, RR: 34 x/mnt, BB: 10,2 kg
Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal 26 Agustus 2017 pukul
15:02 WIB
Hematologi I
Hb : 12,8 g/dl (N: 10,8-15,6 g/dl)
Ht : 40 % (N: 33-45 vol%)
Leukosit : 10,3 rb/uL (N: 5,0-14,5 ribu/uL)
Trombosit : 339.000/uL (N: 181-521 ribu/uL)
A : Abses axila
Limfadenitis TB
P : - rencana operasi Rontgen thorax, cek lab, ada hasil lapor

27 Agustus 2107
S : ibu os mengatakan anaknya masih demam
O : TTV : T: 36,8 oC, HR: 120 x/mnt, RR: 34 x/mnt, BB: 10,2 kg
A : Abses axila
Limfadenitis TB
P : mantoux test baca tgl 29 agustus 2017

28 Agustus 2017
S : demam(+) batuk(+)
O : TTV : T: 36,9 oC, HR: 115x/mnt, RR: 34x/mnt, BB: 10,2 kg
A : Abses axila
Limfadenitis TB
P : - tunda operasi karena ps batuk
. - besok baca mantoux test bila (+) rencana OAT
- inhalasi NaCL 0,9% 2cc + pulmicot 2cc 3x1 / hari

29 Agustus 2017
S : demam(-)
O : TTV : T: 36,6 oC, HR: 110x/mnt, RR: 34x/mnt, BB: 10,2 kg
Mantoux test (+) : 15 mm
A : Abses axilla
Limfadenitis TB
P : - INH 1x70mg
- Rifampisin 1x 150mg
- PZA 1x175mg

30 Agustus 2017
S : Batuk(+), demam(-), dahak (-)
O : TTV : T: 36,6 oC, HR: 100x/mnt, RR: 32x/mnt, BB: 10,2 kg
A : Absess axila
limfadenitis TB
P : - OAT lanjut

31 Agustus 2017
S :Batuk kering (+), demam(-),
O : TTV : T: 37,1 oC, HR: 110x/mnt, RR: 30x/mnt, BB: 10,2 kg
A : Abses axilla
limfadenitis TB
P : - DS ½ NS 12TPM
- Puyerbatuk 3x1 pulv
- INH 1x70mg
- Rifampisin 1x150mg
- Pirazinamid 2x175mg
Injeksi
- Ceftriaxon 2x500mg
1 September 2017
S : Tidak ada keluhan
O : TTV : T: 37,2 oC, HR: 110x/mnt, RR: 30x/mnt, BB: 10,2 kg

A : Absess Axilla
Limfadenitis TB
P : - DS ½ NS 12TPM
- Puyerbatuk 3x1 pulv
- INH 1x70mg
- Rifampisin 1x150mg
- Pirazinamid 2x175mg

2 September 2017
S : Persiapan op insisi
O : TTV : T: 37,3 oC, HR: 100x/mnt, RR: 34x/mnt, BB: 10,2 kg
KULTUR MO + RESISTENSI tanggal 2 september 2017
Bahan pemeriksa : pus
A : Abses axilla
Limfadenitis TB
P : - DS ½ NS 12TPM
- Puyerbatuk 3x1 pulv
- INH 1x70mg
- Rifampisin 1x150mg
- Pirazinamid 2x175mg
3 September 2017
S : Post op insisi debridement
O : TTV : T: 37,0 oC, HR: 104x/mnt, RR: 28x/mnt, BB: 10,2 kg

A : - post op insisi debridement


- limfadenitis TB
P : - DS ½ NS 12TPM
- Puyerbatuk 3x1 pulv
- INH 1x70mg
- Rifampisin 1x150mg
- Pirazinamid 2x175mg
injeksi
- ceftriaxone 2x500mg
- metronidazole 3x125mg
- ketorolac 2x1/2

4 september 2017
S : batuk kering (+), pilek(-), demam(+),
O : TTV : T: 39,2 oC, HR: 100x/mnt, RR: 30x/mnt, BB: 10,2 kg
KULTUR MO + RESISTENSI tanggal 4 september 2017
Bahan pemeriksa : pus
Mikro Organisme : Tidak ada pertumbuhan
A : limfadenitis TB
Post op insisi debridement
P : - DS ½ NS 12TPM
- Puyerbatuk 3x1 pulv
- INH 1x70mg
- Rifampisin 1x150mg
- Pirazinamid 2x175mg
- Paracetmol syr 4x3/4cth
injeksi
- ceftriaxone 2x500mg
- metronidazole 3x125mg
- ketorolac 2x1/2
5 September 2017
S : demam (-) batuk (+) sedikit
O : TTV : T: 37,0 oC, HR: 100x/mnt, RR: 32x/mnt, BB: 10,2 kg
Hasil Pemeriksaan laboratorium tanggal 5 September 2017
Hematologi I
Hb : 11,7 g/dl (N: 10,8-15,6 g/dl)
Ht : 37 % (N: 33-45 vol%)
Leukosit : 7,1 rb/uL (N: 5,0-14,5 ribu/uL)
Trombosit : 308.000/uL (N: 181-521 ribu/uL)
A : Post op insisi debridement
Limfadenitis TB
P : - Puyerbatuk 3x1 pulv
- INH 1x70mg
- Rifampisin 1x150mg
- Pirazinamid 2x175mg
- Paracetmol syr 4x3/4cth

6 September 2017
S : Tidak ada keluhan
O : TTV : T: 36,5 oC, HR: 100x/mnt, RR: 32x/mnt, BB: 10,2 kg
A : Post op insisi debridement
Limfadenitis TB
P : - Puyerbatuk 3x1 pulv
- INH 1x70mg
- Rifampisin 1x150mg
- Pirazinamid 2x175mg
- Paracetmol syr 4x3/4cth

7 September 2017
S : Tidak ada keluhan (Persiapan pulang)
O : TTV : T: 36,5 oC, HR: 105x/mnt, RR: 32x/mnt, BB: 10,2 kg
A : Post op insisi debridement
Limfadenitis TB
P : - Puyerbatuk 3x1 pulv
- INH 1x70mg
- Rifampisin 1x150mg
- Pirazinamid 2x175mg
- Paracetmol syr 4x3/4cth

ANALISA KASUS
Defenisi
Limfadenitis adalah peradangan pada kelenjar getah bening yang terjadi akibat
terjadinya infeksi dari suatu bagian tubuh maka terjadi pula peradangan pada
kelenjar getah bening regioner dari lesi primer. Limfadenitis TB atau TB kelenjar
getah bening termasuk salah satu penyakit TB di luar paru (Tb-extraparu).
Penyakit ini disebabkan oleh M.tuberkulosis,1

Epidemologi
Sekurang-kurangnya 200 anak di dunia meninggal setiap hari akibat TB,
70.000 anak meninggal setiap tahun akibat TB. Beban kasus TB anak di dunia
tidak diketahui karena kurangnya alat diagnostik yang “child-friendly” dan tidak
adekuatnya sistem pencatatan dan pelaporan kasus TB anak. Diperkirakan banyak
anak menderita TB tidak mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dan benar
sesuai dengan ketentuan strategi DOTS. Kondisi ini akan memberikan
peningkatan dampak negatif pada morbiditas dan mortalitas anak. Data TB anak
di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB
pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011 dan 8,2%
pada tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi, menunjukkan variasi proporsi
dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis TB anak masih
sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus TB Anak dikelompokkan dalam
kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan jumlah kasus pada kelompok
umur 5-14 tahun yang lebih tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun. Kasus BTA
positif pada TB anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak,
sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%.2
Limfadenitis TB disebabkan oleh M.tuberculosis complex, yaitu
M.tuberculosis (padamanusia), M.bovis (pada sapi), M.africanum, M.canetti dan
M.caprae. Secara mikrobiologi,M.tuberculosis merupakan basil tahan asam yang
dapat dilihat dengan pewarnaan ziehl- Neelsen atau kinyoun gabbetPada
pewarnaan tahan asam akan terlihat kuman berwarnamerah berbentuk batang halus berukuran 3
x 0,5m.M.tuberculosis dapat tumbuh dengan energi yang diperoleh dari
oksidasi senyawakarbon yang sederhana. CO 2dapat merangsang pertumbuhan.

Etiologi
M.tuberculosis merupakan mikroba kecil seperti batang yang tahan
terhadap desinfektan lemah dan bertahan hidup padakondisi yang kering
hingga berminggu-minggu, tetapi hanya dapat tumbuh di dalam organisme hospes.
Kuman akan mati pada suhu 600 C selama 15-20 menit, Pada suhu 300 atau 400-
450 sukar tumbuh atau bahkan tidak dapat tumbuh. Pengurangan oksigen dapat
menurunkan metabolisme kuman. Daya tahan kuman M.tuberculosis lebih besar
di bandingkan dengan kuman lainnya karena sifat hidrofobik pada permukaan
selnya. Kuman ini tahan terhadap asam, alkali dan zat warna malakiy. Pada
sputum yang melekat pada debu dapat tahan hidup selama 8-10 hari.
M.tuberculosis dapat di bunuh dengan pasteurisasi.3

Manifestasi klinis
tergantung pada lokasi limfadenopati dan status imun dari pasien. Lebih
dari sepertig pasien akan melaorkan adanya riwayat TB sebelumnya atau riwayat
keluarga menderita TB, gejala sistemik seperti demam, berkeringat, dan
penurunan berat badan sering di temukan tapi bukan menjadi patokan awal untuk
mendiagnosis suatu limfadenitis TB
Pada pasien ini di temukan riwayat keluarga menderita TB paru dan
menunjukkan gejala sistemik batuk, pilek, dalam 2 bulan teakhir ini orang tua os
juga bercerita satu hari sebelum masuk rumah sakit anaknya demam. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan ronkhi pada kedua lapang paru. orang tua os juga
mengatakan muculnya benjolan pasca anaknya melakukan vaksin BCG kurang
lebih sebulan benjolanya muncul pada daerah ketiak sebelah kanan dan terus
betambah besar dalam enam bulan ini. Kemudian di lakukan mantoux test pada
tanggal 27 agustus 2017 dan di dapatkan hasil pada tanggal 29 agustus 2017
dengan hasil nya positif (+) dengan ukuran 15 mm.

Kelenjar limfe
Kelenjar limfe yang terletak di titik pertemuan antar pembuluh limfe,
menyaring organisme penginfeksi dari limfe. Kelenjar ini dipenuhi limfosit,
sejenis sel darah putih. Kelompok simpul limfe terdapat di banyak bagian tubuh,
termasuk di leher, ketiak, dan lipat-paha Kelenjar ini berbentuk bulat lonjong
denga ukuran kira-kira 10-25mm.Limfe juga disebut getah bening,merupakan
cairan yang susunan isinya hamper sa
ma dengan plasma darah dan cairan jaringan.Bedanya ialah dalam cairan limfe
banyak mengandung sel darah limfosit,tidak terdapat karbondioksida,dan
mengandung sedikit oksigen.Cairan limfe yang berasal dari usus banyak
mengandung zat lemak.Cairan limfe ini di bentuk atau berasal dari cairan jaringan
melalui difusi atau filtrasi ke dalam kapiler-kapiler limfe dan seterusnya akan
masuk ke dalam peredaran darah melalui vena

Fungsi
1. Mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke sirkulasi darah
2. Mengangkut limfosit dari kelenjar limfe ke sirkulasi darah
3. Untuk membaw lemak yang sudah di buat emulsi dari usus ke sirkulasi
darah. Saluran limfe yang melaksanakan fungsi ini ialah saluran lacteal
4. Kelenjar limfe menyaring dan menghancurkan mikroorganisme untuk
menghindarkan penyebaran organisme itu dari tempat masuknya ke dalam
jaringan, ke bagian lain tubuh.
5. Apabila ada infeksi, kelenjar limfe menghasikan zat anti (antibody) untuk
melindungi tubuh terhadap kelanjutan infeksi
I. Patogenesis
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB.
Kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat
kecil (<5 μm), akan terhirup dan dapat mencapai alveolus.. Pada
sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh
mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respons
imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak
seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat
menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit
kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian
kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang
biak di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag.
Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang
dinamakan fokus primer Ghon.
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran
limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang
mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini
menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak
di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah
kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer
terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal.
Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis
dinamakan kompleks primer (primary complex).

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga


terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa
inkubasi. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada
proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya
kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB bervariasi
selama 2−12 minggu, biasanya berlangsung selama 4−8 minggu.
Selama masa inkubasi tersebut, kuman berkembang biak hingga
mencapai jumlah 103–104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang
respons imunitas selular

Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan


telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh
terhadap TB terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif.
Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Pada sebagian
besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat
sistem imun selular berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan
tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma.
Bila imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke
dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik
(cellular mediated immunity, CMI).
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan
paru biasanya akan mengalami resolusi secara sempurna membentuk
fibrosis atau kalsifikasi setelah terjadi nekrosis perkijuan dan
enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan
enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus
primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan
gejala sakit TB.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat
fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru
dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal.
Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan
mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di
jaringan paru (kavitas).

Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran


normal pada awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang
berlanjut, sehingga bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada
bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen
distal paru melalui mekanisme ventil (ball-valve mechanism).
Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang
mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan
menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB
endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan
obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan
pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi segmental
kolaps-konsolidasi.

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular,


dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran
limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk
kompleks primer, atau berlanjut menyebar secara limfohematogen.
Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman
masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut
sebagai penyakit sistemik.

Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam


bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic
spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan
sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh,
bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling sering
di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat
juga bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-
lain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak
aktif (tenang), demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di
apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang di kemudian hari dapat
mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa.2,4

Limfa nodus hilus, mediastinum, dan paratrakhea merupakan


lokasi penyebaran pertama dari parenkim paru. Kelenjar limfa
supraklavikula terlibat sebagai reflex dari aliran drainase paru. Jalur
penyebaran basil tuberkel ke kelenjar limfa leher berasal parenkim
paru dimana paru kanan dan lobus inferior paru kiri biasanya
mengalirkan drainase ke kelenjar limfa supraklavikula kanan dan
kemudian dialirkan ke kelenjar limfa leher lainnya.
Pada tahap inisial akan terjadi multiplikasi progresif dari
M.tuberculosis di kelenjar limfe dan menimbulkan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat yang memberi gambaran hiperemis,
bengkak, nekrosis, dan caseasi pada bagian tengah benjolan. Hal ini
diikuti dengan proses inflamasi, pembengkakan yang progresif dan
konsolidasi dengan kelenjar limfe sekitarnya. Bagian tengah dari
benjolan menjadi lunak dan material caseosus rupture ke jaringan
disekitarnya atau ke kulit membentuk sinus.2,4
Jones dan Campbell mengklasifikasikan limfadenitis
tuberkulosa menjadi lima tahap, yaitu:
a. Tahap I, pembesaran kelenjar, padat, mobile, kelenjar limfe tidak
menunjukkan gambaran spesifik
b. Tahap II, nodus membesar dan kemerahan, terfiksir dengan
jaringan di sekitarnya diikuti periadenitis
c. Tahap III, perlunakan di tengah benjolan diikuti dengan
pembentukan abses
d. Tahap IV, terbentuk abses collar stud
e. Tahap V, terbentuk traktus sinus

Skrofuloderma timbul akibat penjalaran per kontinuitatum dari


organ di bawah kulit yang telah diserang penyakit tuberkulosis, yang
tersering berasal dari kelenjar getah bening, juga dapat berasal dari sendi
dan tulang. Oleh karena itu tempat predileksinya pada tempat-tempat yang
banyak didapati kelenjar getah bening superfisialis, yang tersering pada
leher, kemudian disusul di ketiak dan yang terjarang di lipatan paha.3
Gambar 2 : Alur Patogenesis Tuberkulosis2

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis2
Pasien datang diantar Orang tua nya dengan keluhan muncul benjolan
pada ketiak kanan sejak 6 bulan SMRS, ibu nya mengatakan os sering
menangis kalau benjolannya tersentuh, orang tua os juga mengatakan
benjolannya semakin hari semakin bertambah besar dan berwarna
kemerahan. Awalnya benjolannya sebesar klereng semakin lama
benjolan tersebut terlihat semakin membesar, orang tua os juga
mengatakan benjolan pada ketiak kanan anaknya muncul pasca
imunisasi BCG kurang lebih sekitar sebulan pasca imunisasi muncul
benjolan di ketiak kanan anaknya. Orang tua os juga mengeluhkan
satu hari SMRS anaknya demam dengan suhu 38,4 0C os juga di sertai
dengan adanya batuk pilek sekitar dua bulanan ini dahak ada warna
bening. Belum pernah ada riwayat berobat sebelumnya ke puskesmas
maupun kerumah sakit. Riwayat imunisasi belum lengkap hanya
kurang imunisasi campak. benjolan di ketiak baik tunggal ataupun
multiple, benjolan dirasakan tidak nyeri, semakin membesar atau
persisten. Selain itu perlu ditanyakan :
a. Anak yang kontak erat dengan pasien TB menular. Yang dimaksud
dengan kontak erat adalah anak yang tinggal serumah atau sering
bertemu dengan pasien TB menular. Pasien TB menular adalah
terutama pasien TB yang hasil pemeriksaan sputumnya BTA positif
dan umumnya terjadi pada pasien TB dewasa.
b. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak
naik dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan
upaya perbaikan gizi yang baik.
c. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain).
Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan
merupakan gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan
gejala-gejala sistemik/umum lain.
d. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah
reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain
batuk telah dapat disingkirkan.
e. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal
tumbuh (failure to thrive).
f. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
g. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan
pengobatan baku diare.

2. Pemeriksaan fisik2,4
Pada infeksi oleh mycobacterium, pembesaran kelenjar limfe
berjalan berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, namun dapat juga
terjadi secara mendadak. Tahap dini pemeriksaan kelenjar limfe
teraba massa keras dengan batas tegas, tidak sakit dan dapat
digerakkan. Pada tahap selanjutnya dapat ditemukan pembesaran
kelenjar limfe yang saling berlengketan satu sama lain. Kelenjar limfe
ini akan membentuk suatu abses dingin. Lesi biasanya unilateral. Bila
mengenai kulit, kulit akan meradang, memerah, bengkak dan
mungkin sedikit nyeri. Kulit akhirnya menipis dan jebol,
mengeluarkan bahan seperti keju. Tukak yang terbentuk akan
berwarna pucat dengan tepi yang membiru disertai secret yang jernih.
Tukak ini dapat sembuh dan meninggalkan jaringan parut yang tipis
dan berbintil-bintil. Suatu saat tukak meradang lagi dan mengeluarkan
bahan seperti keju lagi, demikian berulang-ulang. Kulit seperti ini
dinamakan skrofuloderma.Kelenjar limfe yang paling sering terkena
adalah kelenjar limfe servikal pada segitiga posterior servikal dan
supraklavikula.
Gambar 3. Limfadenitis tuberkulosa

3. Pemeriksaan penunjang2,4
a. Tes tuberculin
Tes intradermal (tes mantoux) dapat menunjukkan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat melawan agen mycobacterium. Tes
akan positif 2-10 minggu setelah infeksi mycobacterium. Tes ini
dibaca setelah 48-72 jam setelah suntikan. Reaksi positif bila
terdapat indurasi >10mm yang menandakan adanya infeksi
M.tuberculosis. Reaksi intermediet (indurasi 5-9mm) dapat terjadi
setelah vaksinasi BCG, infeksi M.tuberculosis dan non tuberculosis
mycobacterium. Reaksi negatif (indurasi <4mm) menandakan
kurangnya sensitisasi tuberculin. 75% pasien dengan limfadenitis
tuberkulosa mempunyai hasil tes tuberculin yang positif.
Tes dapat positif palsu pada mereka yang telah divaksinasi BCG,
sedangkan negative palsu terjadi pada orang yang menderita AIDS,
malnutrisi, dan pasien yang memakai steroid.
Gambar 3. Hasil tes tuberculin

b. Pemeriksaan mikrobiologi
Sediaan mikroskopis untuk identifikasi kuman BTA dapat
dilakukan dengan pewarnaan Ziehl Neelsen. Pengambilan sampel
pemeriksaan dapat diperoleh melalui drainase sinus atau Fine
Needle aspiration (FNA).

Gambar 4. Kuman BTA (mikroskopis)13

Kultur mycobacterium merupakan alat diagnostik untuk


menentukan limfadenitis tuberkulosa, namun hasil kultur yang
negatif seharusnya tidak menghilangkan kemungkinan terhadap
penyakit ini. Adanya 10.000 basil per millimeter kubik
menunjukkan hasil kultur yang positif. Dibutuhkan beberapa
minggu untuk melihat hasil kultur.3,8,10
c. Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah salah satu pemeriksaan yang
cukup penting untuk menegakkan diagnosis limfadenitis
mikrobakterial. Pada pemeriksaan ditemukan tuberkel yang terdiri
dari beberapa unsur yakni sel epiteloid yang berinti lonjong dengan
batas sel yang tidak jelas. Unsur kedua adalah sel datia
lagerhans/giant cell, sebuah sel yang besar berinti banyak. Basil
M.tuberculosis dapat ditemukan di antara sel epiteloid, kadang
dalam sel datia.3,8,10

Gambar 5. Sel langerhans14

d. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan penunjang lain yang cukup penting adalah
pemeriksaan foto toraks. Namun gambaran foto toraks pada TB
tidak khas karena juga dapat dijumpai pada penyakit lain. Dengan
demikian pemeriksaan foto toraks saja tidak dapat digunakan untuk
mendiagnosis TB, kecuali gambaran TB milier. Secara umum,
gambaran radiologis yang menunjang TB adalah ditemukan
pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat
(visualisasinya selain dengan foto toraks AP, harus disertai foto
toraks lateral), konsolidasi segmental/lobar, efusi pleura, milier,
atelektasis, kavitas kalsifikasi dengan infiltrate, tuberkuloma
Gambar 3 : Sistem scoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB2

II. Tatalaksana TB Anak2,4


Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan)
dan profilaksis (pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB,
sedangkan profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis
primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder).

Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak adalah:

• Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai


monoterapi.
• Pemberian gizi yang adekuat.
• Mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan.

A. Paduan OAT Anak

• OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk


mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman
intraseluler dan ekstraseluler
• Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. pemberian obat jangka
panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya kekambuhan
• Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:
o Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif, diberikan
minimal 3 macam obat, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan
berat ringannya penyakit.
o Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil
pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit.
Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap hari
untuk mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi
jika obat tidak diminum setiap hari.
• Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:
o Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
o Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR
• Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat
Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan
dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk
satu pasien.
• OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak
untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping
OAT KDT.

Tabel 1 : Obat OAT yang biasa dipakai dan dosisnya2

B. Kombinasi dosis tetap OAT KDT (FDC=Fixed Dose Combination)


Untuk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan
keteraturan minum obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk paket
KDT/ FDC. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa
pengobatan. Paket KDT untuk anak berisi obat fase intensif, yaitu
rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg, serta
obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket. Dosis
yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2 : Dosis Kombinasi Pada TB Anak2

C. Tatalaksana pencegahan dengan Isoniazid


Sekitar 50-60% anak yang tinggal dengan pasien TB paru dewasa
dengan BTA sputum positif, akan terinfeksi TB juga. Kira-kira 10% dari
jumlah tersebut akan mengalami sakit TB. Infeksi TB pada anak kecil
berisiko tinggi menjadi TB berat (misalnya TB meningitis atau TB milier)
sehingga diperlukan pemberian kemoprofilaksis untuk mencegah
terjadinya sakit TB.

Tabel 3 : Pemberian Isoniazid2


Keterangan
• Obat yang diberikan adalah INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/ kgBB
(7-15 mg/kg) setiap hari selama 6 bulan.
• Setiap bulan (saat pengambilan obat Isoniazid) dilakukan pemantauan
terhadap adanya gejala TB. Jika terdapat gejala TB pada bulan ke 2, ke 3,
ke 4, ke 5 atau ke 6, maka harus segera dievaluasi terhadap sakit TB dan
jika terbukti sakit TB, pengobatan harus segera ditukar ke regimen terapi
TB anak dimulai dari awal
• Jika rejimen Isoniazid profilaksis selesai diberikan (tidak ada gejala TB
selama 6 bulan pemberian), maka rejimen isoniazid profilaksis dapat
dihentikan.
• Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu
diberikan BCG setelah pengobatan profilaksis dengan INH selesai.

PEMBAHASAN
Seorang anak laki-laki berusia 8 bulan datang di antar orang tuanya
dengan keluhan benjolan di ketiak kanan yang muncul sejak 6 bulan ini, awal nya
benjolan sebesar biji klereng semakin lama benjolan terlihat semakin membesar
dan terlihat berwarna kemerahan, orang tua os mengatakan ketika benjolannya
tersentuh os sering rewel. Ibu mengakui benjolannya muncul Post imunisasi BCG
kurang lebih satu bulan os juga masuk ke RSUD cengkareng dengan keluhan
batuk pilek sudah lebih dari 2 bulan dahak (-) lendir (-) darah (-), sehari sebelum
masuk orang tua os juga mengatakan anak nya demam dari pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : Kompos mentis
Nadi : 129 x/menit
Pernapasan : 34 x/menit
Suhu : 36,8°c
Berat Badan : 10,2 kg
Tinggi Badan : 70 cm
Os lahir di bidan dengan berat lahir 2800 gram dan panjang badan 50 cm.
Imunisasi lengkap(+) dan gangguan tumbuh kembang(-). nysesak napas sejak 15
hari SMRS. Sesak dirasa memberat semakin hari terutama pada malam hari dan
pagi hari setelah bangun tidur disertai bunyi mengi. Os lebih nyaman duduk dan
berbaring ke sebelah kiri. Sesak nafas disertai batuk keras, dahak(-), lendir(-),
darah(-), demam tinggi(-). Berat badan os sudah menurun 3 kg dalam waktu 15
hari ini. Nafsu makan baik. Terdapat benjolan sebesar ujung jari di colli sisnitra
yang semakin lama membesar menjadi 5 cm x 2 cm x 3 cm dan menjalar ke colli
dextra. Nyeri tekan(-) dan nyeri menelan(-), demam(-). Os tidak ada riwayat
penyakit sebelumnya. Riwayat penyakit pada keluarga(+) eyangnya terkena TB
paru.
Menurut Pedoman Nasional TB Anak, kriteria penegakan TB anak dengan
menggunakan skoring TB anak. Sistem scoring tersebut dikembangkan melalui
tiga tahap penelitian oleh IDAI, Kemenkes dan WHO dan disepakati sebagai salah
satu cara untuk mempermudah penegakan diagnosis TB anak. Adapun scoring TB
anak yaitu adanya kontak dengan pasien TB, uji tuberculin positif, keadaan gizi
yang kurang atau buruk, demam yang tidak diketahui penyebabnya, batuk kronik,
pembesaran kelenjer limfe colli, aksila atau inguinal, pembengkakan tulang sendi
dan foto thoraks mendukung TB. Pada pasien dari anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang menunjukkan scoring TB 10. Dimana pada pasien
terdapat kontak dengan penderita TB, mantoux positif > 15mm gizi cukup, batuk
kurang lebih dua bulan ini adanya pembesaran kelenjer limfe axilla dan rontgen
thoraks dengan kesan suspect tb
Pada pasien ditemukan adanya pembesaran kalenjer limfe daerah axilla,
ini merupakan bentuk TB ekstrapulmonal pada anak yang sering terjadi dan
terbanyak pada kelenjer limfe axilla. Kebanyakan kasus dapat timbul 6-9 bulan
setelah infeksi awal M.Tuberkulosis, tetapi beberapa kasus dapat timbul bertahun-
tahun. Lokasi pembesaran kelenjer limfe yang sering adalah di servikal anterior,
submandibula, supraklavikula, inguinal dan aksila. Kelenjar limfe biasanya
membesar perlahan-lahan pada stadium awal penyakit. Pembesaran kelenjar limfe
bersifat kenyal, tidak keras, discrete, dan tidak nyeri. Pada perabaan, kelenjar
sering terfiksasi pada jaringan di bawah atau di atasnya. Limfadenitis ini paling
sering terjadi unilateral, tetapi infeksi bilateral dapat terjadi karena pembuluh
limfatik di daerah dada dan leher-bawah saling bersilangan. Uji tuberkulin
biasanya menunjukkan hasil positif. Diagnosis definitif memerlukan pemeriksaan
histologis dan bakteriologis yang diperoleh melalui biopsi, yang dapat dilakukan
di fasilitas rujukan dan pada pasien akan direncanakan biopsi untuk selanjutnya
dilakukan pemeriksaan histopatologis.2,4
Adanya kelenjer yang pecah dan menjadi ulkus menunjukkan telah terjadi
manifestasi TB kulit dan yang paling khas adalah skrofuloderma. Skrofuloderma
terjadi akibat penjalaran perkontinuitatum dari kelenjar limfe yang terkena TB.
Manifestasi klinis skrofuloderma sama dengan gejala umum TB anak.
Skrofuloderma biasanya ditemukan di leher dan wajah, dan di tempat yang
mempunyai kelompok kelenjar limfe, misalnya di daerah parotis, submandibula,
supraklavikula, dan daerah lateral leher. Lesi awal skrofuloderma berupa nodul
subkutan atau infiltrat subkutan dalam yang keras (firm), berwarna merah
kebiruan, dan tidak menimbulkan keluhan (asimtomatik). Infiltrat kemudian
meluas/ membesar dan menjadi padat kenyal (matted and doughy). Selanjutnya
mengalami pencairan, fluktuatif, lalu pecah (terbuka ke permukaan kulit),
membentuk ulkus berbentuk linear atau serpiginosa, dasar yang bergranulasi dan
tidak beraturan, dengan tepi bergaung (inverted), berwarna kebiruan, disertai
fistula dan nodul granulomatosa yang sedikit lebih keras. Kemudian terbentuk
jaringan parut/sikatriks berupa pita/benang fibrosa padat, yang membentuk
jembatan di antara ulkus-ulkus atau daerah kulit yang normal. Pada pemeriksaan,
didapatkan berbagai bentuk lesi, yaitu plak dengan fibrosis padat, sinus yang
mengeluarkan cairan, serta massa yang fluktuatif.2,4
Tatalaksana pada pasien sudah tepat dimana pada pasien dengan
limfadenitis TB dan skrofuloderma tergolong TB ringan sehingga pengobatan
yang diberikan pada fase intensif berupa 2RHZ dan pada fase lanjutan 4HR.
Pada fase intensif pasien TB anak kontrol tiap minggu, untuk melihat kepatuhan,
toleransi dan kemungkinan adanya efek samping obat. Pada fase lanjutan pasien
kontrol tiap bulan. Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respon pengobatan pasien
harus dievaluasi. Respon pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis
berkurang, nafsu makan meningkat, berat badan meningkat, demam menghilang,
dan batuk berkurang. Apabila respon pengobatan baik maka pemberian OAT
dilanjutkan sampai dengan 6 bulan. Sedangkan apabila respon pengobatan kurang
atau tidak baik maka pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi pasien harus dirujuk
ke sarana yang lebih lengkap.
Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan
melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto
toraks. Pemeriksaan tuberkulin tidak dapat digunakan sebagai pemeriksaan untuk
pemantauan pengobatan, karena uji tuberkulin yang positif masih akan
memberikan hasil yang positif. Meskipun gambaran radiologis tidak menunjukkan
perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan klinis yang nyata, maka
pengobatan dapat dihentikan dan pasien dinyatakan selesai.2
DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland WA. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit buku


kedokteran EGC, 2006.
2. Kemenkes, 2013, Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.
4. UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008, Pedoman
Nasional Tuberkulosis Anak, edisi ke2 dengan revisi
5. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI, 2008.

You might also like