You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejarah sebagai ilmu masih dipertentangkan oleh sebagian ilmuan, namun

tetap tidak dapat dipungkiri, bahwa sejarah telah memberikan sumbangan yang

sangat besar dalam perkembangan tidak hanya pengetahuan (knowledge) tapi juga

dalam ilmu (sains) yang terealisasikan dalam wujud kemajuan teknologi saat ini.

Telah menjadi persepsi sebagian masyarakat bahkan juga ilmuwan bahwa

sejarah merupakan deskripsi atau narasi dari fenomena atau kejadian yang telah

berlalu masanya. Kecenderungan para intelektual untuk menulis ulang prestasi

atau hasil-hasil produk sejarah dengan simpel dan singkat, sering menjadikan

seorang penulis sejarah menafikan peristiwa-peristiwa penting dalam pembahasan

ilmiah sehingga menjadikan sejarah rentan terhadap kesalahan (inakurasi).

Kejadian ironis dalam penulisan sejarah ini, bisa dikatakan hampir terjadi

dalam semua dimensi keilmuan. Tidak luput dari itu, juga terjadi dalam sejarah

ilmu (history of science). Faktor-faktor kesalahan dalam filsafat ilmu ini, yang

dianggap fatal adalah tidak adanya spesialisasi dan profesionalitas dalam bidang

tersebut. Sehingga secara singkat dan mengarah pada solusi yang mungkin

diambil, bahwa dalam penulisan sejarah ilmu dituntut di dalamnya manusia-

manusia yang mempunyai spesialisasi dan profesionalitas dalam bidang keilmuan

tersebut.

Kontiunitas dalam penulisan sejarah ilmu ini adalah merupakan keharusan

dalam setiap generasi. Tingginya urgenitas dalam penulisan ini, setidaknya bisa
dikembalikan pada dua poin penting dalam pembahasan sejarah ilmu. Pertama,

untuk menentukan siapa penemu atau yang menyingkap teori-teori atau hukum

sains; kedua, menjelaskan beberapa kesalahan, hal mistikal dan legenda yang

masuk dalam akselerasi akumulasi sains. (Dalam hal ini, para filsuf logika empiris

berpendapat bahwa peran dan fungsi sejarah ilmu adalah menepis segala bentuk

khurafat dan hal-hal berbau mistik yang menghalangi perkembangan dan

kemajuan ilmu pengetahuan. (Thomas S. Kuhn dalam Ghozi M. Ihsan)

Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan

munculnya ilmu-ilmu baru dengan berbagai disiplin yang akhirnya memunculkan

pula sub-sub ilmu pengetahuan baru kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus

lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Ilmu pengetahuan hakekatnya dapat dilihat

sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-

ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan dengan patokan-patokan

serta tolok ukur yang mendasari kebenaran masing-masing bidang. (Muhlisin,

2010).

Upaya manusia manusia untuk mengetahui tentang apa saja yang terjadi di

dunia ini biasanya dilakukan dalam tiga bentuk metode, yakni baik secara

abduktif, deduktif maupun induktif (Damang, 2011).

Kemampuan untuk mengetahui inilah yang menjadikan manusia memiliki

nilai yang lebih tinggi dari makhluk lain. Kemampuan ini menurut Soetriono

(2007) terletak pada kreativitas, karena itu langsung berhubungan dengan

Pencipta. Kreativitas inilah yang merupakan pemula di segala bidang, nalar, ilmu,

etika, dan estetika.

2
Perkembangannya, metode ilmiah tidak lepas dari filsafat ilmu. Berfilsafat

berarti berfikir. Metode dalam berfikir yakni secara deduktif, induktif maupun

abduktif dapat memberikan suatu metodologi ilmiah sehingga format

penulisannya dapat dibakukan.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat ditentukan rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah sejarah perkembangan filsafat?

2. Bagaimanakah dasar-dasar dari ilmu pengetahuan ?

1.3 Tujuan

Sejalan dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pembuatan

makalah ini adalah untuk mengetahui lebih terperinci tentang sejarah

perkembangan filsafat dan dasar-dasar Ilmu Pengetahuan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengetian Filsafat

Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat

berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos

(cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia(hikmah,

kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman, praktis, inteligensi).

Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Plato

menyebut Socrates sebagai philosophos (filosof) dalam pengertian pencinta

kebijaksanaan. Kata falsafah merupakan arabisasi yang berarti pencarian yang

dilakukan oleh para filosof. Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat

menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan

dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya.

Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal

sebagaimana ia juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual.

Sebelum Socrates ada satu kelompok yang menyebut diri mereka sophist (kaum

sofis) yang berarti cendekiawan. Mereka menjadikan persepsi manusia sebagai

ukuran realitas dan menggunakan hujah-hujahyang keliru dalam kesimpulan

mereka.

Plato (427–348 SM) menyatakan filsafat ialah pengetahuan yang bersifat

untuk mencapai kebenaran yang asli. Sedangkan Aristoteles (382–322 SM)

mendefenisikan filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang

terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi,

4
politik, dan estetika. Sedangkan filosof lainnya Cicero (106–043 SM) menyatakan

filsafat ialah ibu dari semua ilmu pengetahuan lainnya. Filsafat ialah ilmu

pengetahuan terluhur dan keinginan untuk mendapatkannya. Menurut Descartes

(1596–1650), filsafat ialah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam

dan manusia menjadi pokok penyelidikannya. Sedangkan Immanuel Kant (1724–

1804) berpendapat filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan

pangkal segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya 4 persoalan:

a. Apakah yang dapat kita ketahui? Jawabannya termasuk dalam bidang

metafisika.

b. Apakah yang seharusnya kita kerjakan? Jawabannya termasuk dalam bidang

etika.

c. Sampai di manakah harapan kita? Jawabannya termasuk pada bidang agama.

d. Apakah yang dinamakan manusia itu? Jawabannya termasuk pada bidang

antropologi.

Pada mulanya kata filsafat berarti segala ilmu pengetahuan yang dimiliki

manusia. Mereka membagi filsafat kepada dua bagian yakni, filsafat teoretis dan

filsafat praktis. Filsafat teoretis mencakup: (1) ilmu pengetahuan alam, seperti:

fisika, biologi, ilmu pertambangan, dan astronomi; (2) ilmu eksakta dan

matematika; (3) ilmu tentang ketuhanan dan metafisika. Filsafat praktis

mencakup: (1) norma-norma (akhlak); (2) urusan rumah tangga; (3) sosial dan

politik.

Adapun beberapa pengertian pokok filsafat menurut kalangan filosof

adalah:

5
1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap

tentang seluruh realitas.

2. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar secara nyata.

3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan sumber

daya, hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.

4. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan

yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.

5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu Anda melihat apa yang Anda

katakan dan untuk menyatakan apa yang Anda lihat.

2.2 Karakteristik atau Ciri-Ciri Berpikir Filsafat Yakni

1. Sifat menyeluruh: seseorang ilmuwan tidak akan pernah puas jika hanya

mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin tahu

hakikat ilmu dari sudut pandang lain, kaitannya dengan moralitas, serta ingin

yakin apakah ilmu ini akan membawa kebahagian dirinya. Hal ini akan

membuat ilmuwan tidak merasa sombong dan paling hebat. Di atas langit

masih ada langit. contoh: Socrates menyatakan dia tidak tahu apa-apa.

2. Sifat mendasar: yaitu sifat yang tidak saja begitu percaya bahwa ilmu itu

benar , menimbulkan pertanyaan mengenai kebenaran ilmu. Mengapa ilmu itu

benar? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan?

Apakah kriteria itu sendiri benar? Lalu benar sendiri itu apa? Seperti sebuah

pertanyaan yang melingkar yang harus dimulai dengan menentukan titik yang

benar.

6
3. Spekulatif: dalam menyusun sebuah lingkaran dan menentukan titik awal

sebuah lingkaran yang sekaligus menjadi titik akhirnya dibutuhkan sebuah

sifat spekulatif baik sisi proses, analisis maupun pembuktiannya. Sehingga

dapat dipisahkan mana yang logis atau tidak.

2.3 Periode Filsafat

Pertama, periode filsafat Yunani (Abad 6 SM-0 M). Pada masa ini ahli

filsafatnya adalah Thales yang ahli filsafat, astronomi dan geometri, dalam

pengembaraanya intelektualnya menggunakan pola deduktif. Aristoteles sebagai

tokoh filsafat dan ilmu empiris menggunakan pendekatan induktif, sedangkan

Phytagoras menggunakan pendekatan mistis dan matematis dalam aritmatika dan

geometrinya. Plato sebagai orang yang ahli ilmu rasional dan filsafat

menggunakan pendekatan deduktif. Periode ini para filosof dan intelek pada masa

itu menggunakan dua metode yaitu metode filosofis deduktif dan filosofis induktif

dan empiris.

Kedua, periode kelahiran Nabi Isa (Abad 0-6 M). Pada masa ini

pertentangan antara gereja yang diwakili oleh para pastur dan para raja yang pro

kepada gereja, Sehingga pada masa ini filsafat mengalami kemunduran. Para raja

membatasi kebebasan berfikir sehingga filsafat seolah-olah telah mati suri.

Ilmu menjadi beku, kebenaran hanya menjadi otoritas gereja-gereja dan

para raja yang berhak mengatakan dan menjadi sumber kebenaran.

Ketiga, Periode kebangkitan Islam (Abad 6-13 M). Pada masa ini dunia

Kristen Eropa mengalami kegelapan, ada juga yang menyatkan periode ini

7
sebagai periode pertengahan. Masa keemasan atau kebangkitan Islam ditandai

dengan banyaknya ilmuan-ilmuan Islam yang ahli dibidang masing-masing,

berbagai buku ilniah diterbitkan dan ditulis. Di antara tokoh-tokoh tersebut

adalah Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali yang ahli dalam hokum Islam, Al-

farabi ahli astronomi dan matematika, Ibnu Sina ahli kedokteran dengan buku

terkenalnya yaitu The Canon of Medicine. Al-kindi ahli filsafat, Al-ghazali

intelek yangmeramu berbagai ilmu sehingga menjadi kesatuan dan

kesinambungan dan mensintesis antara agama, filsafat, mistik dansufisme .Ibnu

Khaldun ahali sosiologi, filsafat sejarah, politik, ekonomi, social dan

kenegaraan.Anzahel ahli dan penemu teoriperedaran planet.Tetapi setelah perang

salib terjadi umat Islam mengalami kemundurran, umat Islam dalam

keadaanporak-poranda oleh berbagai peperangan.

Keempat, periode kebangkitan Eropa (Abad14-20). Pada masa ini

Kristen yang alam berkauasa dan menjadi sumber otoritas kebenaran mengalami

kehancuran, abad kemunduran umat Islam berbagai pemikiran Yunai muncul,

alur pemikiran yang mereka anut adalah empirisrme dan rasionalitas. Peradaban

Eropa bangkit melampaui dunai islam. Pada masa itu juga muncul intelektual

Gerard Van Cromona yang menyalin buku Ibnu Sina The canon of medicine,

Fransiscan Roger Bacon, yang menganut aliran pemikiran empirisme dan

realisme berusaha menentang berbagai kebijakan gereja dan penguasa pada

waktu itu. Galileo dan Copernicus juga mengalami penindasan dari penguasa,

masa ini juga menyebabkan perpecahan dalam agama Kristen, yaitu Kristen

katolik dan protestan. Perlawanan terhadap gereja dan raja yang menindas terus

8
berlangsung, revolusi ilmu pengetahuan makin gencar dan meningkat, apakah

revolusoi dalam bidang teknik maupun intelektul. Pada masa ini banyak muncul

para ilmuwan seperti Newton dengan teori gravitasinya, John Locke yang

menghembuskan perlawanan kepada pihak gereja dengan mengemukakan

bahwa manusia bebas untuk berbicara, bebas mengeluarkan pendapat, hak untuk

hidup, hak untuk merdeka, hak berfikir.

J.J .Rousseau mengecam penguasa dalam bukunya yang berjudul Social

Contak. Hal berbeda terjadi didunai Islam, pada masa ini umat Islam tertatih

untuk bangkit dari keterpurukan spiritual. Intelektual Islam yang gigih menyeru

umat Islam untuk kembali pada ajaran al-Quran dan Hadis. Pada masa krisis

moral dan peradaban muncul ilmuwan lainnya yaitu Muhammad Abduh.

Muhammad Abduh berusaha membangkitkan umat Islam untuk menggunakan

akalnya. Dia berusaha mengikis habis taklid. Hal tersebut dilakukan oleh

Muhammad Abduh agara\ umat Islam menemukan ilmu yang berasal dari al-

Quran dan hadis.

2.4 Pengertian Ilmu (Ilmu Pengetahuan)

Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima –

ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui, sementara itu secara istilah ilmu

diartikan sebagai Idroku syai bi haqiqotih(mengetahui sesuatu secara hakiki).

Dalam bahasa Inggeris ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang

pengetahuan dengan knowledge. Pada Kamus Bahasa Indonesia kata

science(berasal dari bahasa lati dari kata Scio, Scire yang berarti tahu)

9
umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan,

meskipun secara konseptual mengacu pada makna yang sama. (Suharsaputra,

2004)

2.5 Dasar-Dasar Ilmu pengetahuan

Ilmu bertujuan menjelaskan segala yang ada di alam semesta ini, untuk

menjelaskan itu ilmu memiliki sifat dan asumsi dasar. Perkembangan ilmu

didasarkan atas sifat dan asumsi dasar tersebut. Ada tiga sifat dasar yang melekat

pada ilmu. Soetriono dan Rita Hanafie (2007: 140) mengemukakan bahwa ada

tiga sifat dasar ilmu: (1) ilmu menjelajah dunia empirik tanpa batas sejauh dapat

ditangkap oleh panca indera (dan indera yang lain), (2) tingkat kebenarannya

relatif dan tidak sampai kepada tingkat kebenaran yang mutlak, (3) ilmu

menemukan proposisi-proposisi (hubungan sebab akibat) yang teruji secara

empirik.

Mengacu kepada tiga sifat-sifat dasar di atas, dapat dikemukakan tiga

asumsi dasar ilmu. Ketiga asumsi itu adalah (1) dunia ini ada (manipulable), (2)

fenomena yang ditangkap oleh indera manusia berhubungan satu sama lain, (3)

percaya akan kemampuan indera yang menangkap fenomena itu, dan (4) ilmu

adalah pengetahuan yang sistematik.

Ilmu identik dengan dunia ilmiah, karenanya ilmu mengindikasikan tiga

ciri, yaitu ilmu harus merupakan suatu pengetahuan yang didasarkan pada logika,

terorganisasikan secara sistematis, dan berlaku secara umum.

2.6 Ciri Ilmu Pengatahuan

10
Secara umum dari pengertian ilmu dapat diketahui apa sebenarnya yang

menjadi ciri dari ilmu pengetahuan, secara lebih khusus disebutkan ciri-ciri ilmu

pengetahuan sebagai berikut :

 Empiris (berdasarkan pengamatan dan percobaan)

 Sistematis (tersusun secara logis serta mempunyai hubungan saling

bergantung dan teratur)

 Objektif (terbebas dari persangkaan dan kesukaan pribadi)

 Analitis (menguraikan persoalan menjadi bagian-bagian yang terinci)

 Verifikatif (dapat diperiksa kebenarannya).

2.7 Fungsi dan Tujuan Ilmu (Ilmu Pengetahuan)

Lahirnya dan berkembangnya Ilmu Pengetahuan telah banyak membawa

perubahan dalam kehidupan manusia, terlebih lagi dengan makin intensnya

penerapan Ilmu dalam bentuk Teknologi yang telah menjadikan manusia lebih

mampu memahami berbagai gejala serta mengatur Kehidupan secara lebih efektif

dan efisien. Hal itu berarti bahwa ilmu mempunyai dampak yang besar bagi

kehidupan manusia, dan ini tidak terlepas dari fungsi dan tujuan ilmu itu sendiri

Kerlinger dalam melihat fungsi ilmu, terlebih dahulu mengelompokan dua

sudut pandang tentang ilmu yaitu pandangan statis dan pandangan dinamis. Pada

pandangan statis, ilmu merupakan aktivitas yang memberi sumbangan bagi

sistimatisasi informasi bagi dunia, tugas ilmuwan adalah menemukan fakta baru

dan menambahkannya pada kumpulan informasi yang sudah ada, oleh karena itu

ilmu dianggap sebagai sekumpulan fakta, serta merupakan suatu cara menjelaskan

11
gejala-gejala yang diobservasi, berarti bahwa dalam pandangan ini penekanannya

terletak pada keadaan pengetahuan/ilmu yang ada sekarang serta upaya

penambahannya baik hukum, prinsip ataupun teori-teori. Dalam pandangan ini,

fungsi ilmu lebih bersifat praktis yakni sebagai disiplin atau aktivitas untuk

memperbaiki sesuatu, membuat kemajuan, mempelajari fakta serta memajukan

pengetahuan untuk memperbaiki sesuatu (bidang-bidang kehidupan).

Pandangan ke dua tentang ilmu adalah pandangan dinamis atau pandangan

heuristik (arti heuristik adalah menemukan), dalam pandangan ini ilmu dilihat

lebih dari sekedar aktivitas, penekanannya terutama pada teori dan skema

konseptual yang saling berkaitan yang sangat penting bagi penelitian. Pada

pandangan ini fungsi ilmu adalah untuk membentuk hukum-hukum umum yang

melingkupi prilaku dari kejadian-kejadian empiris atau objek empiris yang

menjadi perhatiannya sehingga memberikan kemampuan menghubungkan

berbagai kejadian yang terpisah-pisah serta dapat secara tepat memprediksi

kejadian-kejadian masa datang

2.8 Struktur Ilmu Pengetahuan

Struktur ilmu menggambarkan bagaimana ilmu itu tersistimatisir dalam

suatu lingkungan (boundaries), keterkaitan antara unsur-unsur nampak secara

jelas. Struktur ilmu tersebut yaitu :

 A body of Knowledge (kerangka ilmu) yang terdiri dari fakta, konsep,

generalisasi, dan teori yang menjadi ciri khas bagi ilmu yang bersangkutan

sesuai dengan boundary yang dimilikinya

12
 A mode of inquiry. Atau cara pengkajian/penelitian yang mengandung

pertanyaan dan metode penelitian guna memperoleh jawaban atas

permasalahan yang berkaitan dengan ilmu tersebut.

Kerangka ilmu terdiri dari unsur-unsur yang berhubungan, dari mulai yang

konkrit yaitu fakta sampai level yang abstrak yaitu teori, makin ke fakta makin

spesifik, sementara makin mengarah ke teori makin abstrak karena lebih bersifat

umum.

2.9 HUBUNGAN FISAFAT DENGAN ILMU

 Perbedaannya, filsafat dengan metodenya mampu mempertanyakan

keabsahan dan kebenaran ilmu, sedangkan ilmu tidak mempu

mempertanyakan asumsi, kebenaran, metode, dan keabsahannya sendiri.

 Ilmu lebih bersifat ekslusif, menyelidiki bidang-bidang yang terbatas,

sedangkan filsafat lebih bersifat inklusif, dengan demikian filsafat berusaha

mendapatkan pandangan yang lebih komprehensif tentang fakta- fakta.

 Ilmu dalam pendekatannya lebih bersifat analitik dan deskriptif :

menganalisis keseluruhan unsur-unsur yang menjadi bagian kajiannya,

sedangkan filsafat lebih sintetik atau sinoptik menghadapi objek kajiannya

sebagai keseluruhan.

 Filsafat berusaha mencari arti fakta-fakta.

 Jika ilmu condong menghilangkan faktor-faktor subjektivitas dan

menganggap sepi nilai-nilai demi menghasilkan objektivitas, maka filsafat

mementingkan personalitas, nilai-nilai dan bidang pengalaman keduanya

tumbuh dari sikap refleksif, ingin tahu, dan dilandasi kecintaan pada

13
kebenaran

 Filsafat itu tidak salah satu ilmu di antara ilmu-ilmu lain. "Filsafat itu

pemeriksaan('survey') dari ilmu- ilmu, dan tujuan khusus dari filsafat itu

menyelaraskan ilmu-ilmu dan melengkapinya."

 Filsafat mempunyai dua tugas: menekankan bahwa abstraksi-abstraksi dari

ilmu bersifat abstraksi (maka tidak merupakan keterangan yang menyeluruh),

dan melengkapi ilmu-ilmu dengan cara ini: membandingkan hasil ilmu-ilmu

dengan pengetahuan intuitif mengenai alam raya, pengetahuan yang lebih

konkret, sambil mendukung pembentukan skema-skema berpikir yang lebih

menyeluruh.

 Hubungan ilmu dengan filsafat bersifat interaksi. Perkembangan-

perkembangan ilmiah teoritis selalu berkaitan dengan pemikiran filsafati, dan

suatu perubahan besar dalam hasil dan metode ilmu tercermin dalam filsafat.

Ilmu merupakan masalah yang hidup bagi filsafat. Ilmu membekali filsafat

dengan bahan-bahan deskriptif dan faktual yang sangat perlu untuk

membangun filsafat. Tiap filsafat dari suatu periode condong merefleksikan

pandangan ilmiah di periode itu. Ilmu melakukan cek terhadap filsafat dengan

membantu menghilangkan ide-ide yang tidak sesuai dengan pengetahuan

ilmiah. Sedangkan filsafat memberikan kritik tentang asumsi dan postulat

ilmu serta analisa kritik tentang istilah-istilah yangdipakai

 Filsafat dapat memperlancar integrasi antara ilmu-ilmu yang dibutuhkan.

Searah dengan spesialisasi ilmu maka banyak ilmuwan yang hanya

menguasai suatu wilayah sempit dan hampir tidak tahu menahu apa

14
yangdikerjakan di wilayah ilmu lainnya. Filsafat bertugas untuk tetap

memperhatikan keseluruhan dan tidak berhenti pada detil-detilnya.

 Filsafat adalah meta ilmu, refleksinya mendorong peninjauan kembali ide-ide

dan interpretasi baik dari ilmu maupun bidang-bidang lain.

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Sejarah perkembangan filsafat terbagi menjadi beberapa Periode yaitu:

a) Periode filsafat Yunani (Abad 6 SM-0 M). Pada masa ini ahli filsafatnya

adalah Thales yang ahli filsafat, astronomidan geometri.

b) Periode kelahiran Nabi Isa (Abad 0-6 M). Pada masa ini pertentangan antara

gereja yang diwakili oleh para pastur dan para raja yang pro kepada gereja,

Sehingga pada masa ini filsafat mengalami kemunduran

c) Periode kebangkitan Islam (Abad 6-13 M). Pada masa ini dunia Kristen

Eropa mengalami kegelapan, ada juga yang menyatkan periode ini sebagai

periode pertengahan. Masa keemasan atau kebangkitan Islam ditandai dengan

banyaknyailmuan-ilmuan Islam yang ahli dibidang masing-masing, berbagai

buku ilniah diterbitkan dan ditulis

d) Periode kebangkitan Eropa (Abad 14-20). Pada masa ini Kristen yang alam

berkauasa dan menjadi sumber otoritas kebenaran mengalami kehancuran,

abad kemunduran umat Islam berbagai pemikiran Yunai muncul, alur

pemikiran yang mereka anut adalah empirisrme dan rasionalitas. Peradaban

Eropa bangkit melampaui dunai islam.

2. Mengacu kepada tiga sifat-sifat dasar, dapat dikemukakan tiga asumsi dasar

ilmu. Ketiga asumsi itu adalah (1) dunia ini ada (manipulable), (2) fenomena

yang ditangkap oleh indera manusia berhubungan satu sama lain, (3) percaya

akan kemampuan indera yang menangkap fenomena itu, dan (4) ilmu adalah

pengetahuan yang sistematik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Admin.2012. Pengertian & sejarah filsafat Online Tersedia,http://ibnuedy.


weebly.com/uploads/5/9/7/0/5970194/sejarah_filsafat_matematika.pdf.html.
[10 September 2014].

Damang, 2011. Filsafat hukum. Online Tersedia:http://www.


negarahukum.com/hukum/filsafat-hukum-diantara-hukum-penalaran-dan-
penalaran-hukum.html. [10 September 2014].

Ihsan M Ghozi, 2011. Thomas S. Kuhn: Kesadaran Sejarah & Filsafat Sains.
Online Tersedia :http://mizanis.wordpress.com/kajian/ke-arah-filsafat-ilmu-
islam/thomas-s-kuhn-kesadaran-sejarah-filsafat-sains.html. [10 September
2014]

Muhlisin. 2010. Filsafat dan Filsafat Ilmu. Surabaya: IAIN Sunan Ampel.

Soetriono dan Rita Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian.
Yogyakarta: Andi

Suharsaputra, 2004. Filsafat Ilmu. Kuningan: UNIKU

17

You might also like