You are on page 1of 29

PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik (SN) merupakan kumpulan manifestasi klinis yang ditandai dengan

hilangnya protein urine secara masif (albuminuria), diikuti dengan hipoproteinemia

(hipoalbuminemia) dan akhirnya mengakibatkan edema. Dan hal ini berkaitan dengan

timbulnya hiperlipidemia, hiperkolesterolemia dan lipiduria.(1)

SN pada anak dapat terjadi pada semua usia, tetapi lebih banyak terjadi pada usia 1-2

tahun dan 8 tahun.(2). Pada anak-anak yang onsetnya dibawah usia 8 tahun, ratio antara anak

laki-laki dan perempuan bervariasi dari 2 : 1 hingga 3 : 2. Pada anak yang lebih tua, remaja

dan dewasa, prevalensi antara laki-laki dan perempuan kira-kira sama. Data dari International

Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menunjukkan bahwa 66% pasien dengan

minimal change nephrotic syndrome (MCNS) dan focal segmental glomerulosclerosis (FSGS)

adalah laki-laki dan untuk membranoproliferative glomerulonephritis (MPGN) 65 % nya

adalah perempuan. (1)

Di USA, SN merupakan suatu kondisi yang jarang terjadi. Dari seluruh pengalaman

praktek, ahli pediatri hanya menemukan 1-3 pasien dengan kondisi seperti ini. Dilaporkan

angka kejadian tahunan rata-rata 2-5 per 100.000 anak dibawah usia 16 tahun. Prevalensi

kumulatif rata-rata adalah kira-kira 15,5 per 100.000 individu.(1)

SN bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu petunjuk

awal adanya kerusakan pada unit filtrasi darah terkecil (glomerulus) pada ginjal, dimana urine

dibentuk.(2). Sekitar 20% anak dengan SN dari hasil biopsi ginjalnya menunjukkan adanya skar

atau deposit pada glomerulus. Dua macam penyakit yang paling sering mengakibatkan

kerusakan pada unit filtrasi adalah Glomerulosklerosis Fokal Segmental (GSFS) dan

Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP). Seorang anak yang lahir dengan kondisi

tersebut akan menyebabkan terjadinya Sindrom nefrotik.(2)


LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

1. Identitas penderita :

Nama penderita : An.DR

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat dan tanggal lahir : Banjarmasin, 12 Desember 1996

Umur : 8 tahun 5 bulan

2. Identitas orang tua/wali :

Ayah : Nama : Tn. A A

Pendidikan : SLTP

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Jl. Kelayan B, Gg.Baja Rt.7 No.89 Banjarmasin

Ibu : Nama : Ny. S A

Pendidikan : SLTP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. Kelayan B, Gg.Baja Rt.7 No.89 Banjarmasin

II. ANAMNESIS

Kiriman dari : Poliklinik Anak RSUD Ulin Banjarmasin

Dengan diagnosa : Sindrom Nefrotik

Aloanamnesa dengan : Orang tua pasien

Tanggal/jam : 30 April 2005/ 15.00 WITA

1. Keluhan utama : Bengkak seluruh badan


2. Riwayat penyakit sekarang :

Sejak 2 minggu sebelum masuk RS badan anak panas. Panas tidak terlalu tinggi dan

terjadi terutama pada malam hari. Panas turun pada pagi hari dan tidak terus

menerus. Tidak disertai menggigil dan tidak ada kejang. Dua hari kemudian anak

mengalami batuk dan badannya tidak panas lagi. Batuknya berdahak, dahaknya

berwarna putih kental dan terjadi terutama pada malam hari. Batuk tidak sampai

membuat anak terkencing-kencing. Kemudian anak diberi obat batuk yang dibeli di

warung. Setelah minum obat tersebut batuknya mulai berkurang. Anak juga

merasakan mual dan ada muntah sebanyak 2 kali, berisi makanan dengan volume

sekitar 50-100 cc.

Seminggu kemudian, pada tanggal 25 April badan anak tiba-tiba bengkak. Bengkak

dimulai dari kelopak mata, pipi dan kemudian menjalar pada kedua lengan dan

tungkai dan kemudian ke seluruh badan. Anak mengeluh jarang kencing dan

kencingnya sedikit, berwarna kuning bening dan tidak pernah berwarna merah. Anak

buang air besar setiap hari sebanyak 1 kali. Makan dan minum seperti biasa. Tidak

ada riwayat sakit kulit, trauma dan anak tidak mengeluh sakit pinggang maupun sakit

perut.

3. Riwayat penyakit dahulu :

Anak tidak pernah masuk rumah sakit sebelumnya. Anak kadang-kadang menderita

batuk dan pilek.

4. Riwayat kehamilan dan persalinan :

Riwayat Antenatal :

Ibu rajin memeriksakan kehamilan ke bidan Puskesmas tiap bulan sekali dan

mendapatkan suntikan TT sebanyak 2 kali.


Riwayat Natal :

Spontan/tidak spontan : Spontan

Nilai APGAR : Ibu tidak tahu

Berat badan lahir : 3200 gram

Panjang badan lahir : Ibu tidak tahu

Lingkar kepala : Ibu tidak tahu

Penolong : Bidan

Tempat : Rumah sendiri

Riwayat Neonatal :

Setelah lahir anak langsung menangis, kulit kemerahan, gerak aktif.

5. Riwayat perkembangan :

Tiarap : 3,5 bulan

Merangkak : 8 bulan

Duduk : 8 bulan

Berdiri : 1 tahun

Berjalan : 1 tahun 1 bulan

Saat ini : Anak duduk di kelas II SD tidak pernah tidak naik

kelas dan anak dapat naik sepeda

6. Riwayat imunisasi

BCG : umur 2 bulan

Polio : umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 5 bulan

Hepatitis : -

DPT : Umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan

Campak : Umur 9 bulan


6. Makanan :

Anak mendapatkan ASI sejak lahir sampai usia 2 tahun. Saat usia 1 tahun anak mulai

makan bubur SUN sampai usia 1,5 tahun. Pada usia 1,5-2 tahun anak makan nasi tim.

Usia 2 tahun sampai sekarang anak makan nasi biasa, dengan frekuensi 3 kali sehari.

Anak suka makan ikan dan tidak suka makan sayur.

7. Riwayat keluarga :
Ikhtisar keturunan :

An.DR

Susunan keluarga :

No. Nama Umur L/P Keterangan


1. Awang Ahmadi 27 th L Sehat
2. Siti Aisyah 25 th P Sehat
3. Denny Renaldi 8 th 5 bln L Sekarang sakit
4. Ichsan 3 th L Sehat
5. Helmi 1,5 th L Sehat
6. Marissa 1 bln P Sehat

8. Riwayat sosial lingkungan :

Anak tinggal di rumah (rumah kayu) dengan ukuran 10 x 14 cm bersama orang tua dan

saudaranya (3 orang) serta kakek dan neneknya dari pihak ibu. Rumah memiliki 4 kamar,

dengan ventilasi dan cahaya matahari yang cukup. Untuk masak, mandi dan cuci

menggunakan air leding. Jarak antar rumah tidak terlalu berdekatan.


III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Kompos mentis

GCS : 4-5-6

2. Pengukuran :

Tanda vital : Tensi : 130/100 mmHg

Nadi : 94 x/menit

Suhu : 36,7o C

Respirasi : 24 x/menit

Berat badan : 26,5 kg

Tinggi badan : 118 cm

Lingkar Lengan Atas (LLA) : 19 cm

Lingkar kepala : 51cm

3. Kulit : Warna : Kecoklatan

Sianosis : tidak ada

Hemangiom : tidak ada

Turgor : cepat kembali

Kelembaban : cukup

Pucat : tidak ada

4. Kepala : Bentuk : mesosefali

UUB : datar, sudah menutup

UUK : datar, sudah menutup

Rambut : Warna : hitam

Tebal/tipis : tebal

Jarang/tidak (distribusi) : tidak jarang


Alopesia : tidak ada

Mata : Palpebra : edema

Alis & bulu mata : tidak mudah dicabut

Konjungtiva : tidak anemis

Sklera : tidak ikterik

Produksi air mata : cukup

Pupil : Diameter : 3 mm/3 mm

Simetris : isokor, normal

Reflek cahaya : +/+

Kornea : jernih

Telinga : Bentuk : simetris

Sekret : tidak ada

Serumen : minimal

Nyeri : tidak ada

Hidung : Bentuk : simetris

Pernafasan cuping hidung : tidak ada

Epistaksis : tidak ada

Sekret : tidak ada

Mulut : Bentuk : normal

Bibir : mukosa bibir basah, sianosis tidak ada

Gusi : - tidak mudah berdarah

- pembengkakan tidak ada

Lidah : Bentuk : normal

Pucat/tidak : tidak pucat

Tremor/tidak : tidak tremor


Kotor/tidak : tidak kotor

Warna : kemerahan

Faring : Hiperemi : tidak ada

Edema : tidak ada

Membran/pseudomembran : (-)

Tonsil : Warna : kemerahan

Pembesaran : tidak ada

Abses/tidak : tidak ada

Membran/pseudomembran : (-)

5. Leher :

Vena Jugularis : Pulsasi : tidak terlihat

Tekanan : tidak meningkat

Pembesaran kelenjar leher : tidak ada

Kaku kuduk : tidak ada

Masa : tidak ada

Tortikolis : tidak ada

6. Thorak :

a. Dinding dada/paru :

Inspeksi : Bentuk : simetris

Retraksi : tidak ada

Dispnea : tidak ada

Pernafasan : thorakal

Palpasi : Fremitus fokal : simetris

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : Suara Napas Dasar : Suara napas vesikuler


Suara Napas Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

b. Jantung :

Inspeksi : Iktus : tidak terlihat

Palpasi : Apeks : tidak teraba

Thrill : tidak ada

Perkusi : Batas kanan : ICS IV LPS dextra

Batas kiri : ICS V LMK sinistra

Batas atas : ICS II LPS dextra

Auskultasi :

Frekuensi : 102 x/menit

Suara dasar : S1 dan S2 tunggal

Bising : tidak ada

7. Abdomen

Inspeksi : Bentuk : cembung

Palpasi : Hati : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ginjal : tidak teraba

Masa : tidak ada

Undulasi : (+)

Perkusi : Timpani/pekak : timpani, shifting dullness (+)

Asites : ada

Auskultasi : bising usus (+) normal

8. Ekstremitas :

Umum : akral hangat, edem ( + + ) , tidak parese


( + +)
Neurologis
Lengan Tungkai
Tanda
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan normal normal normal normal
Tonus normal normal normal normal
Trofi - - - -
Klonus - - - -
Refleks BPR (+) BPR (+) KPR (+) KPR (+)
Fisiologis TPR (+) TPR (+) APR (+) APR (+)
Refleks Hoffman Hoffman Babinsky (-), Babinsky (-),
patologis Tromner (-), Tromner (-), Chaddok (-), Chaddok (-),
Leri (-), Leri (-), Oppenheim (-) Oppenheim (-)
Meyer (-) Meyer (-)
Sensibilitas normal normal normal normal
Tanda
- - - -
meningeal

9. Susunan saraf : Nervi Craniales I – XII normal

10. Genetalia : Laki-laki dan tidak ada kelainan

11. Anus : Ada dan tidak ada kelainan


IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEDERHANA

1. Pemeriksaan Darah Rutin tanggal 26 April 2005


Jenis Nilai Jenis Nilai Jenis Nilai
Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan

Leukosit 7.620 MCV 78,9 Neutrofil 57,5


(per mm3) (/l) (%)
Eritrosit 5,06 MCH 26,9 Lymphosit 28,7
(juta/mm3) (pg) (%)
Hemoglobin 13,6 MCHC 34,1 Monosit 5,6
(gr%) (g/dl) (%)
Hematoktrit 39,9 RDW-SD 37,7 Eosinofil 7,3
(%) (pl) (%)
Trombosit 458.000 RDW-CV 13,6 Basofil 0,92
( per mm3) (pl) (%)

2. Pemeriksaan Kimia Darah tanggal 26 April 2005


Kolesterol total : 510 mg/dl
Protein total : 3,5 gr/dl
Albumin : 2,2 gr/dl
Globulin : 1,3 gr/dl
Urea : 45 mg/dl
Kreatinin : 0,7 mg/dl
Asam urat : 6,8 mg/dl

3. Pemeriksaan Urin (Urinalisa)


Makroskopik :
Warna : Kuning muda
Kekeruhan : Jernih
Mikroskopik :
Leukosit : 1 – 2 / lpb
Eritrosit : 15 – 30 / lpb
Epitel : (+) pH :6
Kristal : (-) Protein :3+
Silinder : (-) Urobilin : 0,2 Eu/dl
Glukosa : (-) Bilirubin : (-)
Blood :3+
V. RESUME

Nama : An. DR

Jenis kelamin : laki-laki

Umur : 8 tahun 5 bulan

Berat badan : 26,5 kg

Keluhan utama : Badan bengkak

Uraian : Dua minggu SMRS selama 2 hari febris, intermitten, menggigil (-),

kejang (-). Dua hari kemudian batuk (+), dahak (+) warna putih

kental. Mual (+) , muntah (+) sebanyak 2 kali, isi makanan, volume

50 – 100 cc. Seminggu kemudian (25 April) terjadi edema anasarka

(+). Miksi jaran dan sedikit. Defekasi (+), sehari 1 kali. Makan dan

minum seperti biasa. Riwayat sakit kulit (-), trauma (-), sakit

pinggang (-), sakit perut (-).

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Kompos mentis GCS : 4-5-6

Tensi : 130/100 mm/Hg

Denyut Nadi : 94 kali/menit

Pernafasan : 24 kali/menit

Suhu : 36,7 oC

Kulit : Turgor cepat kembali, kelembaban cukup

Kepala : Mesosefali, UUB dan UUK sudah menutup

Mata : Edema palpebrae (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

produksi air mata cukup

Telinga : Simetris, sekret (-/-), serumen minimal


Mulut : Sianosis (-), mukosa bibir basah

Thorak/paru : Retraksi (-), suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung : S1 dan S2 tunggal

Abdomen : Cembung, asites (+), hati dan limfa tidak teraba, bising usus (+)

normal

Ekstremitas : Akral hangat, terdapat edem pada kedua lengan dan tungkai, parese

tidak ada

Susunan saraf : Nervi craniales I-XII tidak ada kelainan

Genitalia : Laki-laki, tidak ada kelainan

Anus : Ada, tidak ada kelainan

VI. DIAGNOSA

1. Diagnosa banding : Sindrom Nefrotik

Glomerulonefritis Akut

2. Diagnosa kerja : Sindrom Nefrotik

3. Status gizi : Gizi baik (83%) standar DEPKES

V. PENATALAKSANAAN

1. IVFD D5 ¼ NS 6 tetes/menit

2. Injeksi Furosemid 1 x 20 mg IV

3. Prednison 3 x 3 tab

VI. USULAN PEMERIKSAAN

1. Foto thorak

2. USG Abdomen dan Ginjal


VII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

VIII. PENCEGAHAN

1. Sanitasi dan hygiene lingkungan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.

2. Pada orangtua diberikan penerangan yang cukup mengenai semua risiko yang

mungkin terjadi dan mengenai diet anak, yakni menghindari makanan yang banyak

mengandung garam dan memperbanyak makan makanan yang mengandung protein,

seperti putih telur, tahu, tempe dan ikan.


FOLLOW-UP

Tanggal 1-5-2005 2-5-2005 3-5-2005 4-5-2005 5-5-2005 6-5-2005 7-5-2005


S
Bengkak (+) (+) (+) /  (+) /  (+) /  (+) / Min. (-)
Batuk (+) (+) (+) /  (+) /  (+) /  (-) (-)
Sesak (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)
Makan (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+)
Minum (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+)
350 cc 400 cc 500 cc 800 cc 750 cc 1350 cc 1400 cc
BAB (-) (-) (+) (+) (+) (+) (+)
BAK (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+)
24 jam 300 cc 320 cc 850 cc 1000 cc 1100 cc 2500 cc 2100 cc
O
TD 130/100 130/90 120/90 100/70 100/60 90/60 100/60
(mmHg)
Nadi 96 94 92 86 84 80 82
(x/mnt)
RR 20 22 20 27 20 22 20
(x/mnt)
T (oC) 36,9 36,5 36,5 36,9 36,8 37,1 36,8
BB (kg) 26,5 26,5 26,3 22,5 22 20 20
LA (cm) 76 75 72 70 68 60 59
A Sindroma Nefrotik
P
IVFD D5 6 tts/mnt 6 tts/mnt - - - - -
¼ NS
Inj.Furo- 1 x20 mg 1 x20 mg - - - - -
semid IV IV
Prednison 3 x 3 tab 3 x 3 tab 3 x 3 tab 3 x 3 tab 3 x 3 tab 3 x 3 tab 3 x 3 tab
tablet
Sanvita B - - 2 x Cth I 2 x Cth I 2 x Cth I 2 x Cth I 2 x Cth I
Syrup
Furosemid - - 2 x 12mg 2 x 12mg 2 x 12mg 1 x 10mg 1 x 10mg
Diet + + + + + + +
TKTPRG
Susu - - 4 x/hari 4 x/hari 4 x/hari 2x/hari 2x/hari
Protifar pagi dan pagi dan
sore sore
DISKUSI

DEFINISI

Sindrom nefrotik dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan klinis yang terdiri dari

proteinuria berat, hipoalbuminemia, edema generalisata dan hiperlipidemia.(3)

GAMBARAN KLINIS

Edema (sembab) merupakan keluhan pertama (utama), tidak jarang merupakan satu-

satunya keluhan dari pasien dengan SN. Lokasi sembab pada daerah kelopak mata (puffy

face), dada, perut, tungkai dan genitalia.(8) Episode pertama penyakit sering mengikuti sindrom

seperti influenza, bengkak periorbital dan oliguria.(4) Edema kadang-kadang mencapai 40%

dari berat badan dan didapatkan anasarka. Penderita sangat rentan terhadap infeksi sekunder.

Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria, azotemia dan hipertensi ringan.(5)

Pada beberapa pasien SN (anasarka), tidak jarang ada keluhan-keluhan menyerupai

akut abdomen seperti mual dan muntah, dinding perut sangat tegang. Keluhan jarang selain

malaise ringan dan nyeri perut. Hipertensi terjadi 15% pada minimal change disease dan 33%

pada pasien dengan glomerulosklerosis fokal segmental.(6 )

ETIOLOGI

Sebab yang pasti belum diketahui; akhir-akhir ini dianggap sebagai penyakit autoimun.

Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi.

Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi :

16

I. Sindrom nefrotik bawaan


Diturunkan sebagai resesif autosomal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya

adalah edema pada masa neonatus. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal

dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.

II. Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh :

1. Malaria kuartana atau parasit lain

2. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus deseminata, purpura anafilaktoid.

3. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis , trombosis vena renalis.

4. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa.

III. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui sebabnya)

Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan

mikroskop biasa dan elektron, Churg dkk.membagi dalam 4 golongan yaitu :

1. Kelainan minimal

Dengan mikroskop biasa glomerulus nampak normal, sedangkan dengan mikroskop

elektron tampak foot processus sel epitel berpadu. Golongan ini lebih banyak terdapat

pada anak daripada orang dewasa. Prognosis lebih baik dibandingkan dengan golongan

lain.

2. Nefropati membranosa

Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa

proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis kurang baik.

3. Glomerulonefritis proliferatif

Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkakan

sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan ini sering

ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan streptococcus yang berjalan

progresif.
4. Glomerulosklerosis fokal segmental (5)

Pada anak-anak, 85-90% kasus sindrom nefrotik adalah idiopatik dan sensitif terhadap

steroid, sehingga respon terhadap prednisolon sangat baik. Pada biopsi ginjal akan didapatkan

gambaran histologis dengan kelainan minimal. (7)

Pada literatur lain dinyatakan pula tipe terbanyak SN pada anak-anak adalah minimal

change disease (MCD). Kondisi ini disebut MCD karena anak-anak dengan sindrom nefrotik

pada hasil biopsi ginjalnya menunjukkan normal atau hampir normal. Selain itu mikroskopik

hematuria terdapat pada 23% penderita dengan MCD dan 48% penderita dengan

glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS). Makroskopik hematuria umumnya terjadi pada

GSFS.(2)

Untuk mengetaui secara pasti tipe dari SN adalah dengan melakukan biopsi ginjal,

namun ada beberapa indikasi dalam melakukan biopsi ginjal yaitu :

 Resisten steroid

 Onset terjadi pada usia > 10 tahun atau < 6 bulan.

 Gejala mula-mula yang timbul adalah hematuria makroskopik

 Kadar C3 yang rendah

 Adanya hipertensi dan hematuria makroskopik yang persisten

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

Pemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting dan merupakan pedoman

pengobatan rasional untuk sebagian besar pasien SN.(8)

Proteinuria

Indikator utama pada SN adalah adanya proteinuria masif yaitu lebih dari 3,5 gram per

1,73 m2 luas permukaan badan perhari atau 25 x nilai normal (pada orang normal protein
dalam urine + 150 mg/hari).(10) Proteinuria ini sebagian besar berasal dari kebocoran

glomerulus (proteinuria glomerulus) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus

(proteinuria tubular). Pada dasarnya proteinuria masif ini mengakibatkan dua hal :

Pertama : jumlah serum protein yang difiltrasi glomerulus meningkat sehingga serum protein

tersebut masuk ke dalam lumen tubulus.

Kedua : kapasitas faal tubulus ginjal menurun untuk mereabsorbsi serum protein yang telah

difiltrasi glomerulus.

PERMEABILITAS GLOMERULUS MENINGKAT

Kebocoran PBH melalui urin kenaikan filtrasi LIPIDURIA


(protein-bound hormon) plasma protein

penurunan plasma T-4 HIPERKOLESTEROLEMIA

Kenaikan reabsorbsi ALBUMINURIA kenaikan sintesis protein


Plasma protein dalam sel hepar

Katabolisme albumin HIPOPROTEINEMIA Penurunan volume


Dalam sel tubulus intravaskular

Malnutrisi Kenaikan volume cairan


interstitial

Kehilangan protein melalui


Usus (enteropati)

Kerusakan sel tubulus

AMINOASIDURIA SEMBAB

Mekanisme atau patogenesis proteinuria masif sangat kompleks, dan tergantung dari

banyak faktor. Albumin merupakan serum protein yang mempunyai berat molekul kecil dan

jumlahnya banyak sehingga mudah keluar bila terdapat kerusakan membran basalis ginjal.

Keadaan demikian sering ditemukan pada pasien dengan kerusakan minimal.(8)


Sebagian besar penderita SN pada usia muda dengan proteinuria selektif biasanya

mempunyai lesi histopatologik minimal atau minimal change lesion dan memperlihatkan

respon baik terhadap kortikosteroid.(8)

Hipoproteinemia

Plasma mengandung banyak macam protein dan sebagian besar mengisi ruangan

ekstravaskular. Plasma atau serum protein terutama terdiri dari albumin karena itu istilah

hipoproteinemia identik dengan hipoalbuminemia.

Hipoproteinemia dapat terjadi akibat kehilangan protein melalui urin (proteinuria),

katabolisme albumin meningkat, intake protein berkurang karena penderita anoreksia atau

bertambahnya pemakaian asam amino.(8)

Hiperlipidemia

Pada sebagian besar pasien sindrom nefrotik ditemukan kenaikan kadar total

kolesterol. Hal ini terjadi akibat penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik

yang akhirnya merangsang sel hati untuk membentuk lipoprotein lipid atau lipogenesis.(8)

Sembab atau edema

Klinis sembab atau edema menunjukkan adanya penimbunan cairan dalam ruang

interstitial di seluruh tubuh. Sembab atau edema sering merupakan keluhan pertama dan satu-

satunya dari pasien-pasien SN. Mekanisme sembab seperti terlihat pada skema dapat melalui

sistem kapiler dan renal.(8)

PATOGENESIS (MEKANISME) SEMBAB PADA SINDROM NEFROTIK

SINDROM NEFROTIK

PROTEINURIA MASIF

HIPOALBUMINEMIA
TEKANAN ONKOTIK KAPILER

Volume darah efektif

Aktivasi simpatetik Renin angiotensin

Circulating catecholamin Humoral

Tahanan vaskular ginjal

Aktivasi aldosteron

Desakan starling & tekanan

Kapiler peritubular

Reabsorbsi Na+ pada tubulus

LFG

NATRIURESIS

VCES

SEMBAB

GAMBARAN LABORATORIUM

Pada pemeriksaan urin (urinalisa), jumlah protein pada sampel urine penderita SN

biasanya melampaui 100 mg/dl, dan nilainya dapat mencapai 1000 mg/L. (1) Mikroskopik

hematuria tampak pada permulaan penyakit 20-30% penderita dengan MCD, dan setelah itu

dapat tidak tampak. Sedimen urin dapat normal atau berupa torak hialin,granula, lipoid;

terdapat pula sel darah putih.(4)

Kimia darah menunjukkan konsentrasi serum albumin kurang dari 2,5 g/dl dan

hiperkolesterolemia (> 250 mg/dl). Laju endap darah dapat meninggi.(5)


DIAGNOSA BANDING

Sindrom nefrotik dapat didiagnosa banding dengan glomerulonefritis akut (GNA).

GNA ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang

sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Sering ditemukan pada anak usia 3-7

tahun, dan lebih sering pada anak laki-laki. GNA didahului oleh infeksi ekstra-renal, di traktus

respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemolyticus golongan A.(5)

Gejala yang sering ditemukan ialah hematuria/kencing berwarna merah daging.

Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau diseluruh tubuh.(5)

Edema bukan karena hipoproteinemia, tetapi karena retensi natrium oleh ginjal yang

mengakibatkan hipertensi berat atau edema paru.(7) hipertensi terdapat pada 60-70% anak

dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal

kembali.(5)

KOMPLIKASI

 Tipe Lesi Glomerular

Gagal ginjal akut dapat terjadi pada semua tipe sindrom nefrotik, tetapi lebih jarang

terjadi pada penderita dengan minimal change disease (MCD). Hipertensi lebih sering

terjadi pada tipe glomerulonephritis membranoproliferatif (GNMP) dan

glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS).(1)

 Hipoproteinemia

Hilangnya protein urine secara masif menyebabkan malnutrisi protein pada anak-anak

dengan SN dan akhirnya dapat menyebabkan gagal tumbuh. Hiperlipidemia mempunyai

risiko besar timbulnya penyakit-penyakit kardiovaskular.(1)

 Terapi obat-obatan
Penggunaan obat-obatan seperti prednison atau prednisolon dapat mengakibatkan moon

face, obesitas, dan kelainan lainnya. Namun hal ini tergantung dosis, frekuensi dan

lamanya pengobatan.(1)

 Infeksi Sekunder

Terutama infeksi kulit yang disebabkan oleh streptococcus, staphylococcus,

bronkopneumonia dan tuberkulosis.(5)

 Kolaps Hipovolemia

SN berat dengan proteinuria > 60 gr/hari (terutama pada pasien anak-anak) dapat

menyebabkan penurunan circulating protein pool dan diikuti hipovolemia berat. Klinis

ditemukan tanda-tanda sindrom rejatan : penurunan tekanan darah, berkeringat banyak

dan kulit dingin, pucat dan sebagainya.(8)

PENATALAKSANAAN

Non Medikamentosa

1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit.

2. Membatasi asupan Na sampai + 1 gr/hr

secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dalam makanan dan menghindari

makanan yang diasinkan.

3. Diet kalori 130-140 kal/kgbb/hari dan


(9)
diet tinggi protein 3-4 gr/kgbb/hari atau dengan pemberian susu tinggi protein (susu

protifar).

4. Pungsi acites maupun hidrotoraks

dilakukan bila ada indikasi vital.

Medikamentosa

1. Pemberian Kortikosteroid berdasarkan ISKDC


Prednison dosis penuh : 60 mg/m2 luas permukaan badan/hari atau 2 mg/kgbb/hari (max.80

mg/kgbb/hari) selama 4 minggu dilanjutkan pemberian prednison dosis 40 mg/m 2 luas

permukaan tubuh/hari atau 2/3 dosis penuh, yang diberikan 3 hari berturut-turut dalam

seminggu (intermitten dose) atau selang sehari (alternating dose) selama 4 minggu,

kemudian dihentikan tanpa tappering off.

Bila terjadi relaps diberikan prednison dosis penuh seperti terapi awal sampai terjadi remisi

(max.4 minggu), kemudian dosis diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh.

Bila terjadi relaps (sering) atau tidak terjadi remisi dianggap steroid non responsif, maka

diberikan sitostatika (klorambusil 0,1-0,2 mg/kgbb/hari atau siklopospamid 2-3

mg/kgbb/hari) selama 6-8 minggu disertai dengan steroid intermitten.(4)

2. Diuretika

Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam dapat digunakan diuretika

furosemid 1-2 mg/kgbb/hari.

Bila tidak ada respon atau terdapat hipoalbuminemia berat (albumin darah < 1,5 g%)

diberikan plasma 10-20 cc/kgbb atau human albumin 0,5 g/kgbb.

3. Antibiotika

Hanya diberikan bila ada tanda-tanda infeksi.

4. Roboransia : multivitamin yang mengandung calcium dan vitamin D

Respon terhadap pengobatan

 Remisi : ekskresi protein urine < 4 mg/hr/m2 selama 3 hari berturut-turut.

 Relaps : setelah mencapai remisi, pemeriksaan protein urine 3 hari berturut-turut > 2+ .

 Relaps berulang (frequent) : relaps terjadi 2x atau lebih dalam 6 bulan atau > 4x relaps

dalam 12 bulan.
 Steroid dependen : terjadi relaps 2x berturut-turut selama pengobatan steroid atau dalam

waktu 14 hari penghentian terapi.

 Steroid resisten : gagal mencapai respon (klinis dan laboratorium tidak memperlihatkan

perubahan) setelah 28 hari pengobatan dengan steroid dosis 60 mg/kgbb/hari.

PROGNOSIS

Prognosis sindrom nefrotik idiopatik pada umur muda dan anak dan pada wanita lebih

baik dari pasien umur lebih tua atau dewasa dan laki-laki. MCD mempunyai prognosis baik,

dapat terjadi remisi spontan pada pasien anak-anak. Hanya sebagian kecil pasien dengan MCD

memperlihatkan progresivitas dan mempunyai prognosis buruk.(8)

PEMBAHASAN

Pada kasus ini ada seorang anak berusia 8 tahun 5 bulan datang ke rumah sakit Ulin

Banjarmasin. Berdasarkan alloanamnesa dengan orangtua penderita, dan setelah dilakukan

pemeriksaan fisik, didapatkan :

 Keluhan utama berupa badan bengkak atau sembab.

 Lokasi sembab pada daerah kelopak mata (puffy face), dada, perut, lengan dan tungkai.

 Adanya keluhan mual dan muntah

 Adanya hipertensi ringan dan sedang

 Adanya oliguria

Berdasarkan hal diatas diagnosa sementara yang dapat ditegakkan adalah sindrom

nefrotik (SN). Untuk lebih memastikannya maka dilakukan pemeriksaan laboratorium dan

diperoleh hasil :

 Kadar serum albumin 2,2 g/dl (hipoalbuminemia)

 Kadar kolesterol darah 510 mg/dl (hiperkolesterolemia)


 Terdapat protein dalam urine (proteinuria) 3+ atau protein urine 200-500 mg/dl

 Terdapatnya eritrosit dalam urine 15 – 30/lpb (hematuria mikroskopik)

Hasil pemeriksaan laboratorium ini mendukung ditegakkannya diagnosa sindrom

nefrotik. Dan hal ini sesuai dengan definisi dari SN yaitu keadaan klinis yang terdiri dari

edema generalisata (anasarka), hipoalbuminemia, hiperlipidemia (hiperkolesterolemia) dan

proteinuria.

Penyebab utama terjadinya SN pada anak ini tidak diketahui (idiopatik) dan sesuai

teori di atas diduga tipe dari lesi glomerularnya adalah minimal change disease (MCD).

Sebenarnya untuk lebih memastikan tipe dari SN ini adalah dengan melakukan biopsi ginjal.

Namun hal ini tidak dilakukan karena anak ini masih berumur 8 tahun 5 bulan dan tidak

dijumpai hematuria makroskopik.

SN pada kasus ini didiagnosa banding dengan GNA karena gejala klinis yang

ditimbulkan sama yakni berupa edema. Pada anak ini ditemukan adanya hipertensi. Sesuai

dengan teori di atas hipertensi lebih sering terjadi pada GNA. Namun pada literatur lain

dinyatakan bahwa hipertensi ringan sedang sering ditemukan pada SN dan menjadi

normotensi bersamaan dengan peningkatan diuresis, sehingga dalam penatalaksanaannya tidak

perlu diberikan anti hipertensi. Hal ini berbeda dengan hipertensi pada GNA, dimana sering

terjadi hipertensi berat sehingga memerlukan terapi anti hipertensi.

Pasien anak ini dirawat inap selama 8 hari dan dilanjutkan dengan rawat jalan. Hal ini

dilakukan karena secara klinis edema sudah tidak ada, tekanan darah sudah kembali normal,

pemberian obat dapat dilakukan secara oral, anak sudah dapat beraktivitas seperti biasa dan

terlihat sehat, serta orangtua anak kooperatif untuk terus memberikan pengobatan kepada

anaknya selama dirumah. Pada pasien ini diberikan obat selama 28 hari dan dianjurkan pada

tanggal 25, 26 dan 27 Mei 2005 datang kembali untuk diperiksa kadar protein urinenya.

Sehingga dapat diketahui apakah telah mencapai remisi atau tidak.


Bila tercapai remisi pengobatan dilanjutkan dengan pemberian prednison dosis 40

mg/m2/hari (12,5 mg.kgbb/hari) yang diberikan 3 hari berturut-turut dalam seminggu

(intermitten dose) atau selang sehari (alternating dose) selama 4 minggu.

Jika ternyata ternyata tidak tercapai remisi atau terjadi relaps, maka terapi yang

diberikan seperti terapi awal yaitu 60 mg/m2/hari (2mg/kgbb/hari) selama 4 minggu. Setelah 4

minggu dilakukan kembali pemeriksaan protein urine selama 3 hari berturut-turut dan

pemeriksaan laboratorium. Bila tercapai remisi dosis diturunkan menjadi 1,5 mg/kgbb/hari

selama 4 minggu. Tetapi bila tetap tidak tercapai remisi ( 2x relaps) maka dianggap steroid

non responsif. Maka dalam hal ini diberikan sitostatika klorambusil 0,2 mg/kgbb/hari atau

siklofosfamid 2 mg/kgbb/hari dan steroid intermitten (prednison 0,2 mg/kgbb/hari).

Penatalaksanaan pada kasus ini yakni secara non medikamentosa dengan diet TKTPRG

(tinggi kalori tinggi protein dan rendah garam) serta pemberian susu protifar. Sedangkan

secara medikamentosa dengan pemberian diuretik berupa furosemid dengan dosis 1

mg/kgbb/hr dan pemberian kortikosteroid berupa tablet prednison dengan dosis 2

mg/kgbb/hari dan pemberian multivitamin berupa sirup Sanvita B yang mengandung vitamin

D, B-1, B-2, B-6, B-12 dan nikotinamida untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan

meningkatkan nafsu makan. Pada saat rawat jalan orangtua anak tetap dianjurkan untuk tidak

memberikan makanan yang banyak mengandung garam serta makanan yang berlemak kepada

anaknya, serta lebih banyak memberikan makanan yang mengandung protein seperti putih

telur, tahu dan tempe serta sayur dan buah-buahan.


PENUTUP

Telah dilaporkan kasus sindrom nefrotik (SN) pada seorang anak laki-laki, berumur 8

tahun 5 bulan dengan berat badan 26,5 kg yang datang ke RSUD Ulin Banjarmasin dengan

keluhan utama badan bengkak. Diagnosis Sindrom nefrotik (SN) ditegakkan berdasarkan

anamnesa dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa dan

pemeriksaan fisik didapatkan febris, batuk berdahak, nausea dan vomitus serta edema

anasarka. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan adanya proteinuria, hipoproteinemia

(hipoalbuminemia) dan hiperkolesterolemia.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Luther Travis, M.D. Nephrotic Syndrome 2005; (online)


(http://www.eMedicine.com/pediatrics/nephrology diakses 14 April 2005)

2. Vincent lannelli, M.D. Childhood Nephrotic Syndrome 2005; (online)


(http://www.eMedicine.com/pediatrics/kidney diakses May 2000)

3. Y. C. Tsao. Some Recent Advances in The Investigation and Treatment of The Nephrotic
Syndrome in Children in The Bulletin of The Hongkong Medical Association .
Departement of Pediatrics, University of Hongkong. Vol.23, 1971.

4. Mansjoer, A. Suprahaita. Sindrom Nefrotik. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2


Edisi III. Media Aesculapius FKUI. Jakarta : 2000

5. Abdoerrachman,M.H dkk. Sindrom Nefrotik. Dalam : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak
Jilid 2. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1997; 832-835

6. William Wong ed PK. Nephrotic Syndrome in Childhood 2001; (online)


(http://www.eMedicine.com/Paediatrics Clinical diakses July 2001)

7. Rendle John, et al. Penyakit Ginjal. Dalam : Ikhtisar Penyakit Anak Edisi ke-6 Jilid II.
Binarupa Aksara. Jakarta : 1994; 122-125

8. Sukandar Enday. Sindrom Nefrotik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit
FKUI . Jakarta : 1998 ; 282 – 305

9. Ramirez Felix, et al. Congenital Nephrotic Syndrome. Clinical Article; (online)


(http://www.eMedicine.com/International diakses 2000)

10. Anonimous . Nephrotic Syndrome (NS). (on line) (http://www.nephrologychannel.com


diakses 8 mei 2005)

29

You might also like