Professional Documents
Culture Documents
II.1. DEFINISI
Ada sejumlah definisi tentang demensia, tetapi semuanya harus mengandung tiga hal
pokok, yaitu gangguan kognitif, gangguan tadi harus melibatkan berbagai aspek fungsi kognitif
dan bukannya sekedar penjelasan defisit neuropsikologik, dan pada penderita tidak terdapat
gangguan kesadaran, demikian pula delirium yang merupakan gambaran yang menonjol.
Definisi lain mengenai demensia adalah hilangnya fungsi intelektual seperti daya ingat,
pembelajaran, penalaran, pemecahan masalah, dan pemikiran abstrak, sedangkan fungsi vegetatif
(diluar kemauan) masih tetap utuh.
Di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-
IV) demensia dicirikan oleh adanya defisit kognitif multipleks (termasuk gangguan memori)
yang secara langsung disebabkan oleh gangguan kondisi medik secara umum, bahan-bahan
tertentu (obat, narkotika, toksin), atau berbagai faktor etiologi. Demensia dapat progresif, statik
atau dapat pula mengalami remisi. Reversibilitas demensia merupakan fungsi patologi yang
mendasarinya serta bergantung pula pada ketersediaan dan kecepatan terapi yang efektif.
II.2. KLASIFIKASI
Demensia berhubungan dengan beberapa jenis penyakit.
a. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Medik: Hal ini meliputi
hipotiroidisme, penyakit Cushing, defisiensi nutrisi, kompleks demensia AIDS,
dan sebagainya.
b. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Neurologi: Kelompok ini meliputi
korea Huntington, penyakit Schilder, dan proses demielinasi lainnya; penyakit
Creutzfeldt-Jakob; tumor otak; trauma otak; infeksi otak dan meningeal; dan
sejenisnya.
c. Penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau tanda yang mencolok:
Penyakit Alzheimer dan penyakit Pick adalah termasuk dalam kategori ini.
1
Demensia dari segi anatomi dibedakan antara demensia kortikal dan demensia
subkortikal. Dari etiologi dan perjalanan penyakit dibedakan antara demensia yang
reversibel dan irreversibel (tabel).
2
Tabel 2. Beberapa penyebab demensia pada dewasa yang belum dapat diobati/ irreversibel.
Primer degeneratif
- Penyakit Alzheimer
- Penyakit Pick
- Penyakit Huntington
- Penyakit Parkinson
- Degenerasi olivopontocerebellar
- Progressive Supranuclear Palsy
- Degenerasi cortical-basal ganglionic
Infeksi
- Penyakit Creutzfeldt-Jakob
- Sub-acute sclerosing panencephalitis
- Progressive multifocal leukoencephalopathy
Metabolik
- Metachromatic leukodyntrophy
- Penyakit Kuf
- Gangliosidoses
Dikutip dari Guberman A. Clinical Neurology. Little Brown and Coy, Boston, 1994, 67.
3
subdural, multiple sclerosis, normal pressure hydrocephalus.
Keadaan defisiensi vitamin B12, defisiensi folat, pellagra (niacin).
Gangguan collagen-vascular systemic lupus erythematosus, temporal arteritis, sarcoidosis,
syndrome Behcet.
Intoksikasi eksogen alcohol, carbon monoxide, organophosphates, toluene,
trichloroethylene, carbon disulfide, timbal, mercury, arsenic,
thallium, manganese, nitrobenzene, anilines, bromide,
hydrocarbons.
Dikutip dari Gilroy J. Basic Neurology. Pergamon press, New York, 1992, 195.
II.3. ETIOLOGI
Demensia mempunyai banyak penyebab, tetapi demensia tipe Alzheimer dan demensia
vaskular sama-sama berjumlah 75 persen dari semua kasus. Penyebab demensia lainnya yang
disebutkan dalam DSM-IV adalah penyakit Pick, penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit
Parkinson, Human Immunodeficiency Virus (HIV), dan trauma kepala.
II.3.1. Demensia tipe Alzheimer
Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang selanjutnya diberi
nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia menggambarkan seorang wanita berusia 51
tahun dengan perjalanan demensia progresif selama empat setengah tahun. Diagnosis akhir
penyakit Alzheimer didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak; namun demikian,
demensia tipe Alzheimer biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab
demensia lainnya telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostik.
Penyakit Alzheimer adalah suatu jenis demensia umum yang tidak diketahui
penyebabnya. Penelitian otopsi mengungkapkan bahwa lebih dari setengah penderita yang
meninggal karena demensia senil mengalami penyakit jenis Alzheimer ini. Pada kebanyakan
penderita, berat kasar otak pada saat otopsi jauh lebih rendah dan ventrikel dan sulkus jauh lebih
besar dibandingkan yang normal untuk seukuran usia tersebut. Demielinasi dan peningkatan
kandungan air pada jaringan otak ditemukan berdekatan dengan ventrikel lateral dan dalam
beberapa daerah lain di bagian dalam hemisfer serebrum pada penderita manula, khususnya
mereka yang menderita penyakit Alzheimer.
4
Pada penderita dengan demensia senil jenis Alzheimer terdapat peningkatan dramatis
(dibandingkan dengan penderita manula normal) dalam jumlah kekusutan neurofibril dan plak
neuritik dan juga penurunan 60-90 persen dalam kadar kolin asetiltransferase (enzim yang
menghasilkan sintesis asetilkolin) di korteks.
Neuropatologi. Observasi makroskopis neuro-anatomik klasik pada otak dari seorang pasien
dengan penyakit Alzheimer adalah atrofi difus dengan pendataran sulkus kortikal dan
pembesaran ventrikel serebral. Temuan mikroskopis klasik dan patognomonik adalah bercak-
bercak senilis, kekusutan neurofibriler, hilangnya neuronal (kemungkinan sebanyak 50 persen di
korteks), dan degenerasi granulovaskular pada neuron. Kekusutan neurofibriler bercampur
dengan elemen sitoskeletal, terutama protein berfosforilasi, walaupun protein sitoskeletal lainnya
juga ditemukan. Kekusutan neurofibriler adalah tidak unik pada penyakit Alzheimer, karena
keadaan tersebut juga ditemukan pada sindroma Down, demensia pugilistic (punch-drunk
syndrome), kompleks demensia Parkinson dari Guam, penyakit Hallervorden-Spatz, dan otak
orang lanjut usia yang normal. Kekacauan neurofibriler biasanya ditemukan di korteks,
hipokampus, substansia nigra, dan lokus sereleus.
Plak senilis juga dikenal sebagai plak amiloid, adalah jauh lebih indikatif untuk penyakit
Alzheimer, walaupun keadaan tersebut juga ditemukan pada sindroma Down dan sampai derajat
tertentu, pada penuaan normal.
Protein prekursor amiloid. Gen untuk protein prekursor amiloid adalah pada lengan panjang
kromosom 21. Melalui proses penyambungan diferensial, sesungguhnya terdapat empat bentuk
protein prekursor amiloid. Protein beta/A4, yang merupakan kandungan utama dari plak senilis,
adalah suatu peptida dengan 42 asam amino yang merupakan produk penghancuran protein
prekursor amiloid. Pada sindroma Down (trisomi 21), terdapat tiga cetakan protein prekursor
amiloid, dan pada penyakit dimana terjadi mutasi pada kodon 717 dalam gen protein prekursor
amiloid, suatu proses patologis menghasilkan deposisi protein beta/A4 yang berlebihan.
Pertanyaan apakah proses pada protein prekursor amiloid yang abnormal adalah penyebab utama
yang penting pada penyakit Alzheimer masih belum terjawab. Tetapi, banyak kelompok peneliti
5
secara aktif mempelajari proses metabolik normal dari protein prekursor amiloid dan prosesnya
pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer dalam usaha untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Penyebab potensial lainnya. Teori kausatif lainnya telah diajukan untuk menjelaskan
perkembangan penyakit Alzheimer. Satu teori adalah bahwa kelainan dalam pengaturan
metabolisme fosfolipid membran menyebabkan membran yang kekurangan cairan yaitu lebih
kaku dibandingkan normal. Beberapa peneliti telah menggunakan pencitraan spektroskopik
resonansi molekular (molecular resonance spectroscopic: MRS) untuk memeriksa hipotesis
tersebut pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer. Toksisitas aluminium juga telah
dihipotesiskan sebagai faktor kausatif, karena kadar aluminium yang tinggi telah ditemukan
dalam otak beberapa pasien dengan penyakit Alzheimer.
6
Suatu gen (E4) telah dihubungkan dalam etiologi penyakit Alzheimer. Orang dengan satu
salinan gen menderita penyakit Alzheimer tiga kali lebih sering daripada orang tanpa gen E4.
Orang dengan dua gen E4 mempunyai kemungkinan menderita penyakit delapan kali lebih
sering daripada orang tanpa gen E4.
7
II.3.4. Penyakit Creutzfeldt-Jakob
Penyakit Creutzfeldt-Jakob adalah penyakit degeneratif otak yang jarang, yang
disebabkan oleh agen yang progresif secara lambat, dan dapat ditransmisikan (yaitu, agen
infektif), paling mungkin suatu prion, yang merupakan agen proteinaseus yang tidak
mengandung DNA atau RNA. Penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan prion adalah
scrapie (penyakit pada domba), kuru (suatu gangguan degeneratif sistem saraf pusat yang fatal
pada suku di dataran tinggi Guinea dimana prion ditransmisikan melalui kanibalisme ritual), dan
sindroma Gesrtman-Straussler (suatu demensia progresif, familial, dan sangat jarang). Semua
gangguan yang yang berhubungan dengan prion menyebabkan degenerasi berbentuk spongiosa
pada otak, yang ditandai dengan tidak adanya respon imun inflamasi.
Bukti-bukti menunjukkan bahwa pada manusia penyakit Creutzfeldt-Jakob dapat
ditransmisikan secara iatrogenik, melalui transplantasi kornea atau instrumen bedah yang
terinfeksi. Tetapi, sebagian besar penyakit, tampaknya sporadik, mengenai individual dalam usia
50-an. Terdapat bukti bahwa periode inkubasi mungkin relatif singkat (satu sampai dua tahun)
atau relatif lama (delapan sampai 16 tahun). Onset penyakit ditandai oleh perkembangan tremor,
ataksia gaya berjalan, mioklonus, dan demensia. Penyakit biasanya secara cepat progresif
menyebabkan demensia yang berat dan kematian dalam 6 sampai 12 tahun. Pemeriksaan cairan
serebrospinal biasanya tidak mengungkapkan kelainan, dan pemeriksaan tomografi komputer
dan MRI mungkin normal sampai perjalanan gangguan yang lanjut. Penyakit ditandai oleh
adanya pola elektroensefalogram (EEG) yang tidak biasa, yang terdiri dari lonjakan gelombang
lambat dengan tegangan tinggi.
8
II.3.6. Penyakit Huntington
Penyakit Huntington biasanya disertai dengan perkembangan demensia. Demensia yang
terlihat pada penyakit Huntington adalah tipe demensia subkortikal, yang ditandai oleh kelainan
motorik yang lebih banyak dan kelainan bicara yang lebih sedikit dibandingkan tipe demensia
kortikal (tabel 1). Demensia pada penyakit Huntington ditandai oleh perlambatan psikomotor dan
kesulitan melakukan tugas yang kompleks, tetapi ingatan, bahasa, dan tilikan tetap relatif utuh
pada stadium awal dan menengah dari penyakit. Tetapi, saat penyakit berkembang, demensia
menjadi lengkap dan ciri yang membedakan penyakit ini dari demensia tipe Alzheimer adalah
tingginya insidensi depresi dan psikosis, disamping gangguan pergerakan koreoatetoid yang
klasik.
9
II.4. GAMBARAN KLINIK
Gambaran utama demensia adalah munculnya defisit kognitif multipleks, termasuk
gangguan memori, setidak-tidaknya satu di antara gangguan gangguan kognitif berikut ini:
afasia, apraksia, agnosia, atau gangguan dalam hal fungsi eksekutif. Defisit kognitif harus
sedemikian rupa sehingga mengganggu fungsi sosial atau okupasional (pergi ke sekolah, bekerja,
berbelanja, berpakaian, mandi, mengurus uang, dan kehidupan sehari-hari lainnya) serta harus
menggambarkan menurunnya fungsi luhur sebelumnya.
II.4.1. Gangguan memori
Dalam bentuk ketidakmampuannya untuk belajar tentang hal-hal baru, atau lupa akan
hal-hal yang baru saja dikenal, dikerjakan atau dipelajari. Sebagian penderita demensia
mengalami kedua jenis gangguan memori tadi. Penderita seringkali kehilangan dompet dan
kunci, lupa bahwa sedang meninggalkan bahan masakan di kompor yang menyala, dan merasa
asing terhadap tetangganya. Pada demensia tahap lanjut, gangguan memori menjadi sedemikian
berat sehingga penderita lupa akan pekerjaan, sekolah, tanggal lahir, anggota keluarga, dan
bahkan terhadap namanya sendiri.
II.4.3. Afasia
Dapat dalam bentuk kesulitan menyebut nama orang atau benda. Penderita afasia
berbicara secara samar-samar atau terkesan hampa, dengan ungkapan kata-kata yang panjang,
dan menggunakan istilah-istilah yang tak menentu misalnya “anu”, “itu”, “apa itu”. Bahasa lisan
dan tertulis dapat pula terganggu. Pada tahap lanjut, penderita dapat menjadi bisu atau
mengalami gangguan pola bicara yang dicirikan oleh ekolalia (menirukan apa yang dia dengar)
atau palilalia yang berarti mengulang suara atau kata terus-menerus.
10
II.4.4. Apraksia
Adalah ketidakmampuan untuk melakukan gerakan meskipun kemampuan motorik,
fungsi sensorik dan pengertian yang diperlukan tetap baik. Penderita dapat mengalami kesulitan
dalam menggunakan benda tertentu (menyisir rambut) atau melakukan gerakan yang telah
dikenali (melambaikan tangan). Apraksia dapat mengganggu keterampilan memasak,
mengenakan pakaian, menggambar.
II.4.5. Agnosia
Adalah ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda maupun fungsi
sensoriknya utuh. Sebagai contoh, penderita tak dapat mengenali kursi, pena, meskipun visusnya
baik. Akhirnya, penderita tak mengenal lagi anggota keluarganya dan bahkan dirinya sendiri
yang tampak pada cermin. Demikian pula, walaupun sensasi taktilnya utuh, penderita tak mampu
mengenali benda yang diletakkan di tangannya atau yang disentuhnya misalnya kunci atau uang
logam.
11
keluarga dan pengasuhnya. Pasien dengan gangguan frontal dan temporal kemungkinan
mengalami perubahan kepribadian yang jelas dan mungkin mudah marah dan meledak-ledak.
12
seperti mengubah subjek, membuat lelucon, atau mengalihkan pewawancara dengan cara lain.
Tidak adanya pertimbangan atau control impuls yang buruk sering ditemukan, khususnya pada
demensia yang terutama mempengaruhi lobus frontalis. Contoh dari gangguan tersebut adalah
bahasa yang kasar, humor yang tidak sesuai, pengabaian penampilan dan higiene pribadi, dan
mengabaikan aturan konvensional tingkah laku sosial.
Sindroma Sundowner. Sindroma ini ditandai oleh mengantuk, konfusi, ataksia, dan
terjatuh secara tidak disengaja. Keadaan ini terjadi pada pasien lanjut usia yang mengalami
sedasi berat dan pada pasien demensia yang bereaksi secara menyimpang bahkan terhadap dosis
kecil obat psikoaktif. Sindroma juga terjadi pada pasien demensia jika stimuli eksternal, seperti
cahaya dan isyarat yang menyatakan interpersonal, adalah menghilang.
Pemeriksaan neurologis dasar tidak menemukan sesuatu yang abnormal. Hasil dari semua
pemeriksaan laboratorium adalah normal, termasuk B12, folat, T4 dan serologi; tetapi
pemeriksaan tomografi komputer menunjukkan atrofi kortikal yang nyata.
II.5. DIAGNOSIS
Diagnosis demensia didasarkan pada pemeriksaan klinis pasien, termasuk pemeriksaan
suatu mental, dan pada informasi dari anggota keluarga, teman-teman, dan perusahaan. Keluhan
perubahan kepribadian pada seorang pasien yang berusia lebih dari 40 tahun menyatakan bahwa
suatu diagnosis demensia harus dipertimbangkan dengan cermat.
Keluhan dari pasien tentang gangguan intelektual dan menjadi pelupa harus diperhatikan,
demikian juga tiap bukti pengelakan, penyangkalan, atau rasionalisasi yang ditujukan untuk
menyembunyikan defisit kognitif. Keteraturan yang berlebihan, penarikan sosial atau
kecenderungan untuk menghubungkan peristiwa-peristiwa dalam perincian yang kecil-kecil
dapat merupakan karakteristik. Ledakan kemarahan yang tiba-tiba atau sarkasme dapat terjadi.
Penampilan dan perilaku pasien harus diperhatikan. Labilitas emosional, dandanan yang kotor,
ucapan yang tidak tertahan, gurauan yang bodoh, atau ekspresi wajah atau gaya yang bodoh,
apatik atau kosong menyatakan adanya demensia, terutama jika disertai dengan gangguan
ingatan.
13
II.5.1. Demensia tipe Alzheimer
Kriteria diagnostik DSM-IV untuk demensia tipe Alzheimer menekankan adanya
gangguan ingatan dan disertai terdapatnya sekurang-kurangnya satu gejala lain dari penurunan
kognitif (afasia, apraksia, agnosia, atau fungsi eksekutif yang abnormal). Kriteria diagnostik juga
memerlukan suatu penurunan yang terus menerus dan bertahap pada fungsi, gangguan fungsi
sosial atau pekerjaan, dan menyingkirkan penyebab demensia lainnya. DSM-IV menyatakan
bahwa usia dari onset dapat digolongkan sebagai awal (pada usia 65 tahun atau kurang) atau
lambat (setelah usia 65 tahun) dan gejala perilaku yang predominan dapat diberi kode dengan
diagnosis, jika sesuai.
14
agak lebih cepat dibandingkan di masa lalu pada beberapa kasus. Suatu bidang penelitian yang
sedang giat dilakukan adalah menggunakan tomografi komputer emisi foton tunggal (single
photon emission computed tomography; SPECT) untuk mendeteksi pola metabolisme otak dalam
berbagai jenis demensia; dan tidak lama lagi, penggunaan pencitraan SPECT dapat membantu
dalam diagnosis banding klinis penyakit demensia.
II.6.1. Demensia tipe Alzheimer lawan demensia vaskular
Biasanya demensia vaskular telah dibedakan dari demensia tipe Alzheimer dengan
pemburukan yang mungkin menyertai penyakit serebrovaskular selama satu periode waktu.
Walaupun pemburukan yang jelas dan bertahap mungkin tidak ditemukan pada semua kasus,
gejala neurologis fokal adalah lebih sering pada demensia vaskular dibandingkan pada demensia
tipe Alzheimer, demikian juga faktor risiko standar untuk penyakit serebrovaskular.
II.6.3. Delirium
Gangguan memori terjadi baik pada delirium maupun pada demensia. Delirium juga
dicirikan oleh menurunnya kemampuan untuk mempertahankan dan memindahkan perhatian
secara wajar. Gejala delirium bersifat fluktuatif, sementara demensia menunjukkan gejala yang
relatif stabil. Gangguan kognitif yang bertahan tanpa perubahan selama beberapa bulan lebih
mengarah kepada demensia daripada delirium. Delirium dapat menutupi dejala demensia. Dalam
keadaan sulit untuk membedakan apakah terjadi delirium atau demensia, maka dianjurkan untuk
15
memilih demensia sebagai diagnosa sementara, dan mengamati penderita lebih lanjut secara
cermat untuk menentukan jenis gangguan yang sebenarnya.
II.6.4. Depresi
Depresi yang berat dapat disertai keluhan tentang gangguan memori, sulit berpikir dan
berkonsentrasi, dan menurunnya kemampuan intelektual secara menyeluruh. Kadang-kadang
penderita menunjukkan penampilan yang buruk pada pemeriksaan status mental dan
neuropsikologi. Terutama pada lanjut usia, sering kali sulit untuk menentukan apakah gejala
gangguan kognitif merupakan gejala demensia atau depresi. Kesulitan ini dapat dipecahkan
melalui pemeriksaan medik yang menyeluruh dan evaluasi awitan gangguan yang ada, urutan
munculnya gejala depresi dan gangguan kognitif, perjalanan penyakit, riwayat keluarga, serta
hasil pengobatan. Apabila dapat dipastikan bahwa terdapat demensia bersama-sama dengan
depresi, dengan etiologi yang berbeda, kedua diagnosis dapat ditegakkan bersama-sama.
II.6.5. Amnesia
Amnesia dicirikan oleh gangguan memori yang berat tanpa gangguan fungsi kognitif
lainnya (afasia, apraksia, agnosia, dan gangguan eksekutif/daya abstraksi).
II.6.7. Skizofrenia
Pada skizofrenia mungkin terjadi gangguan kognitif multipleks, tetapi skizofrenia muncul
pada usia lebih muda; disamping itu dicirikan oleh pola gejala yang khas tanpa disertai etiologi
yang spesifik. Yang khas, gangguan kognitif pada skizofrenia jauh lebih berat daripada gangguan
kognitif pada demensia.
16
II.7. TERAPI
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang disfungsional
dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan dilakukan tepat pada waktunya.
Riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium, termasuk pencitraan otak
yang tepat, harus dilakukan segera setelah diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu
penyebab demensia yang dapat diobati, terapi diarahkan untuk mengobati gangguan dasar.
Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk memberikan
perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan
farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang mengganggu. Pemeliharaan
kesehatan fisik pasien, lingkungan yang mendukung, dan pengobatan farmakologis simptomatik
diindikasikan dalam pengobatan sebagian besar jenis demensia. Pengobatan simptomatik
termasuk pemeliharaan diet gizi, latihan yang tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian
terhadap masalah visual dan audiotoris, dan pengobatan masalah medis yang menyertai, seperti
infeksi saluran kemih, ulkus dekubitus, dan disfungsi kardiopulmonal. Perhatian khusus karena
diberikan pada pengasuh atau anggota keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan
masalah psikologis saat mereka merawat pasien selama periode waktu yang lama.
Jika diagnosis demensia vaskular dibuat, faktor risiko yang berperan pada penyakit
kardiovaskular harus diidentifikasi dan ditanggulangi secara terapetik. Faktor-faktor tersebut
adalah hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, penyakit jantung, diabetes dan ketergantungan
alkohol. Pasien dengan merokok harus diminta untuk berhenti, karena penghentian merokok
disertai dengan perbaikan perfusi serebral dan fungsi kognitif.
17
4. Belum diketahuinya batas-batas biologik gangguan yang ada, sehubungan dengan aspek
farmakologik
5. Kesulitan dalam hal metodologi untuk mengevaluasi efek terapetik, terutama dalam
menginterpretasi hasil kelompok-kelompok penelitian
Untuk demensia tidak ada terapi spesifik atau drug of choice. Terapi demensia bukan
sekedar pemberian obat-obatan. Pihak keluarga harus diberi penyuluhan tentang situasi
demensia; dengan demikian keluarga dapat merawat penderita di rumah dengan tepat.
18
c. Neuropeptide, vasopressin dan ACTH
Pemberian neuropetida, vasopressin dan ACTH perlu memperoleh perhatian.
Neuropeptida dapat memperbaiki daya ingat semantik yang berkaitan dengan
informasi dan kata-kata. Pada lansia tanpa gangguan psiko-organik, pemberian
ACTH dapat memperbaiki daya konsentrasi dan memperbaiki keadaan umum.
d. Nootropic agents
Dari golongan nootropic substances ada dua jenis obat yang sering digunakan
dalam terapi demensia, ialah nicergoline dan co-dergocrine mesylate. Keduanya
berpengaruh terhadap katekolamin. Co-dergocrine mesylate memperbaiki perfusi
serebral dengan cara mengurangi tahanan vaskular dan meningkatkan konsumsi
oksigen otak. Obat ini memperbaiki perilaku, aktivitas, dan mengurangi bingung,
serta memperbaiki kognisi. Disisi lain, nicergoline tampak bermanfaat untuk
memperbaiki perasaan hati dan perilaku.
e. Dihydropyridine
Pada lansia dengan perubahan mikrovaskular dan neuronal, L-type calcium
channels menunjukkan pengaruh yang kuat. Lipophilic dihydropyridine
bermanfaat untuk mengatasi kerusakan susunan saraf pusat pada lansia.
Nimodipin bermanfaat untuk mengembalikan fungsi kognitif yang menurun pada
lansia dan demensia jenis Alzheimer. Nimodipin memelihara sel-sel
endothelial/kondisi mikrovaskular tanpa dampak hipotensif; dengan demikian
sangat dianjurkan sebagai terapi alternatif untuk lansia terutama yang mengidap
hipertensi esensial.
19
20