You are on page 1of 15

MAKALAH

CARA MENGHADAPI STRESS

Pembimbing

Ns. Suryani Hartati, M. Kep. Sp. Kep. Mat

Disusun oleh:

Usep suryadi

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

MANGGALA HUSADA

TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada zaman krisis global saat ini tentu bukanlah hal yang mudah bagi semua
orang. Bisa saja orang-orang yang termasuk ke dalam golongan menengah atas masih
bisa menyunggingkan senyum, tapi tidak demikian dengan orang-orang yang
perekonomiannya menengah kebawah. Mereka berada dalam sebuah dilema antara
tuntutan hidup dan kebutuhan dengan hasil kerja yang di dapat setiap hari.
Pengangguran di mana-mana, perusahaan bangkrut tak terhitung banyaknya dan
harga sembako yang terus melambung tinggi agaknya menjadi suatu beban dalam
pikiran setiap individu terutama bagi kepala keluarga.
Hal-hal semacam ini bisa saja memicu sesorang mengalami stress yang di
sebabkan ketidakmampuannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari keluarganya,
apalagi jika ditambah dengan biaya besar yang harus dikeluarkannya untuk sekolah
anak-anak mereka.
Lain hal pula dengan pelajar yang dapat mengalami stress kerena factor
lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarga. Di lingkungan sekolah si anak
terus berlomba dengan teman-temannya untuk mendapat nilai tertinggi agar tetap jadi
juara kelas, jika hal itu tidak terwujud maka otomatis hal tersebut akan dapat
mengganggu pikiran anak tersebut. Belum lagi masalah yang menyangkut pihak
sekolah seperti guru dan kepala sekolah., administrasi sekolah( iuran bulanan), atau
tinggal kelas maupun tidak lulus saat ujian naasional. Kemudian hal lain yang dapat
memicu stress pelajar saat di rumah, orang tua sibuk, atau suka bertengkar, orang tua
tidak punya cukup biaya untuk melanjutkan sekolah si anak dan lain-lain.
Sebenarnya banyak sekali pemicu stress ini dan tidak selalu penyebab stress
tersebut sama antara satu individu dengan individu lain, semua ini tergantung pada
individu sendiri bagaimana dia menyikapi dan sejauh apa pandangannya mengenai
masalah yang sedang dihadapinya, beratkah atau di bawa enjoy saja.
Namun perlu ditekankan disini, stress tidak selamanya membuat orang menjadi
tidak waras sehingga terpaksa harus berada di rumah sakit jiwa. karena stress
mempunyai beberapa tingkatan. Jadi selama individu tersebut masih mengalami stress
yang ringan, maka individu tersebut hanya akan sering memikirkannya dan berusaha
untuk memecahkan masalah yang menjadi penyebab stress. Tapi tidak juga menutup
kemungkinan bahwa semua orang mungkin saja sekarang dalam keadaan stress.
Tentunya jika kita mengetahui bahwa semua orang bisa dan rentan terkena stress,
maka akan timbul pertanyaan, “ jadi bagaimana cara menghilangkan atau mencegah
stress tersebut? “. Cara untuk mengatasi pemicu stress inilah yang dinamakan koping.
Koping yang ada pada diri individu berguna untuk mengarahkan individu tersebut
agar tidak ambil pusing terhadap masalah tersebut atau bisa juga membuat mereka
dapat menemukan solusi dari masalahnya. Secara umum cara menemukan pemecahan
masalah tersebut bisa dari pengalamn sebelumnya tentang masalah tersebut atau
curhat dengan sesorang yang dianggap dapat memberikan jalan keluar untuk masalah
yang dihadapinya.
Dengan koping masalah yang dihadapi bisa teratasi atau hilang untuk sementara
dan akan muncul jika ada pencetusnya. Namun individu yang sudah melakukan
koping adapula yang tidak hilang masalahnya sehingga mereka akan tidak dapat
berbuat apapun selain memikirkan maslahnya.hal ini dapat membahayakan individu
tersebut karena artinya individu ini pikirannya bisa terganggu dan mengalami
gangguan jiwa.
Lain pula dengan adaptasi. Yang dimaksud dengan adapatasi adalah cara pandang
individu terhadap masalahnya. Individu yang dapat selalu mengambil hikmah dan
tidak terlalu memikirkan masalahnya dapat menghilangkan masalah tersebut dari
pikirannya. Hidupnya akan dibawa happy terus. Orang semacam ini bisa dikatakan
sehat secara psikologi. Namun adapatasi juga bisa tidak berpengaruh terhadap alam
pikirnya jika masalah yang dating lebih dan semakin berat dari sebelumnya dan
individu ini selalu menghaadapinya dengan cara pandang yang sama dilakukannya
pada masalah sebelumnya yang lebih ringan.

B. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk menjelaskan:
a. Apa yang dimaksud dengan stress, stressor.
b. Apa saja yang tergolong dalam stressor
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Teori
Menurut beberapa ahli stress dapat diartikan sebagai berikut:
 Stress didefinisikan sebagai respon fisik dan emosional terhadap tuntutan
yang dialami individu yang diiterpretasikan sebagai sesuatu yang
mengancam keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986).
 Stres adalah suatu kekuatan yang mendesak atau mencekam, yang
menimbulkan suatu ketegangan dalam diri seseorang” (Soeharto Heerdjan,
1987).
 Secara umum, yang dimaksud “Stres adalah reaksi tubuh terhadap situasi
yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi, dan lain-lain”.
“Stres adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri, dan karena itu,
sesuatu yang mengganggu keseimbangan kita” (Maramis, 1999).
 Menurut Vincent Cornelli, sebagaimana dikutip oleh Grant Brecht (2000)
bahwa yang dimaksud “Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang
disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi baik
oleh lingkungan maupun penampilan individu di dalam lingkungan tersebut”
 Stress adalah realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari. Stres
disebabkan oleh perubahan yang memerlukan penyesuaian (Keliat, B.A.,
1999).
Pengertian Stressor
Menurut Emanualsen & Rosenlicht, stressor merupakan faktor internal
maupun eksternal yang dapat mengubah individu dan berakibat pada terjadinya
fenomena stress.
Jadi dapat disimpulkan stress adalah dampak dari stressor( penyebab stress)
yang dianggap sebagai tekanan oleh individu sehingga membuatnya terpaksa untuk
terus memikirkan hal tersebut dan akhirnya akan mengganggu kesehatan
psikologinya.
B. Pembahasan
I. Stress dan Stressor
1. Faktor yang Mempengaruhi Stress
Sesuatu yang merupakan akibat pasti memiliki penyebab atau yang disebut
stressor, begitupula dengan stress, seseorang bisa terkena stress karena menemui
banyak masalah dalam kehidupannya. Menurut Grant Brecht (2000), penyebab dari
stress dibedakan menjadi dua macam:
 Penyebab makro, yaitu menyangkut peristiwa besar dalam kehidupan, seperti
kematian, perceraian, pension, luka batin, dan kebangkrutan.
 Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil sehari-hari, seperti
pertengkaran rumah tangga, beban pekerjaan, masalah apa yang akan
dimakan, dan antri.
Seperti yang telah diungkapkan di atas, stress dipicu oleh stressor. Tentunya
stressor tersebut berasal dari berbagai sumber, yaitu :
1. Lingkungan
Yang termasuk dalam stressor lingkungan di sini yaitu :
 Sikap lingkungan, seperti yang kita ketahui bahwa lingkungan itu
memiliki nilai negatif dan positif terhadap prilaku masing-masing
individu sesuai pemahaman kelompok dalam masyarakat tersebut.
Tuntutan inilah yang dapat membuat individu tersebut harus selalu
berlaku positif sesuai dengan pandangan masyarakat di lingkungan
tersebut.
 Tuntutan dan sikap keluarga, contohnya seperti tuntutan yang sesuai
dengan keinginan orang tua untuk memilih jurusan saat akan kuliah,
perjodohan dan lain-lain yang bertolak belakang dengan keinginannya
dan menimbulkan tekanan pada individu tersebut.
 Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), tuntutan
untuk selalu update terhadap perkembangan zaman membuat sebagian
individu berlomba untuk menjadi yang pertama tahu tentang hal-hal
yang baru, tuntutan tersebut juga terjadi karena rasa malu yang tinggi
jika disebut gaptek.
2. Diri sendiri, terdiri dari
 Kebutuhan psikologis yaitu tuntutan terhadap keinginan yang ingin
dicapai
 Proses internalisasi diri adalah tuntutan individu untuk terus-menerus
menyerap sesuatu yang diinginkan sesuai dengan perkembangan.
3. Pikiran
 Berkaitan dengan penilaian individu terhadap lingkungan dan
pengaruhnya pada diri dan persepsinya terhadap lingkungan.
 Berkaitan dengan cara penilaian diri tentang cara penyesuaian yang biasa
dilakukan oleh individu yang bersangkutan.
Penyebab-penyebab stress di atas tentu tidak akan langsung membuat
sesorang menjadi stress. Hal tersebut dikarenakan setiap orang berbeda dalam
menyikapi setiap masalah yang dihadapi, selain itu stressor yang menjadi
penyebab juga dapat mempengaruhi stress. Menurut Kozier & Erb, 1983 dikutip
Keliat B.A., 1999, dampak stressor dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
 Sifat stressor . Pengetahuan individu tentang bagaimana cara mengatasi dan
darimana sumber stressor tersebut serta besarnya pengaruh stressor pada
individu tersebut, membuat dampak stress yang terjadi pada setiap individu
berbeda-beda.
 Jumlah stressor yaitu banyaknya stressor yang diterima individu dalam
waktu bersamaan. Jika individu tersebut tidak siap menerima akan
menimbulkan perilaku yang tidak baik. Misalnya marah pada hal-hal yang
kecil.
 Lama stressor, maksudnya seberapa sering individu menerima stressor yang
sama. Semakin sering individu mengalami hal yang sama maka akan timbul
kelelahan dalam mengatasi masalah tersebut.
 Pengalaman masa lalu, yaitu pengalaman individu yang terdahulu
mempengaruhi cara individu menghadapi masalahnya.
 Tingkat perkembangan, artimya tiap individu memiliki tingkat
perkembangan yang berbeda.
Selain itu adapula beberapa faktor yang juga ikut mempengaruhi stress, yaitu :
 Faktor biologis-herediter, kondisi fisik, neurofisiologik dan neurohormonal.
 Faktor psikoedukatif/ sosio cultural, perkembangan kepribadian,
pengalaman dan kondisi lain yang memengaruhinya.
2. Jenis-Jenis Stress
Seperti yang sudah disebutkan bahwa stressor dan sumbernya memiliki
banyak keragaman, sehingga dapat disimpulkan stress yang dihasilkan beragam
pula. Menurut Sri Kusmiati dan Desminiarti (1990), berdasarkan penyebabnya
stress dapat digolongkan menjadi :
 Stres fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu tinggi atau
rendah, suara amat bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus
listrik.
 Stres kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun,
hormone, atau gas.Stres mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri,
atau parasit yang menimbulkan penyakit.
 Stres fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan,
organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak
normal.Stres proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh
gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga tua.
Menurut Maramis (1999), ada empat sumber atau penyebab stres
Psikologis, yaitu :
a. Frustasi
Timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada rintangan,
frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan
ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai,
kegoncangan ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain).
b. Konflik
Timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam-macam
keinginan, kebutuhan, atau tujuan. Bentuknya approach-approach conflict,
approach-avoidance conflict, avoidance -avoidance conflict.
c. Tekanan
Timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal
dari dalam diri individu, misalnya cita-cita atau norma yang terlalu tinggi.
Tekanan yang berasal dari luar individu, misalnya orang tua menuntut
anaknya agar disekolahkan selalu rangking satu atau istri menuntut uang
belanja yang berlebihan kepada suami.
d. Krisis
Krisis yaitu keadaan yang mendadak, yang menimbulkan stres pada
individu, misalnya kematian orang yang disayangi, kecelakaan dan
penyakit yang harus segera operasi.
Namun keadaan stres yang dialami oleh individu dapat terjadi beberapa
sebab sekaligus, misalnya kombinasi antara frustasi, konflik dan tekanan.
 Stres psikis/ emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan
interpersonal, sosial, budaya, atau keagamaan
3. Tahap-Tahap Terjadinya Stress dan Tingkatannya
Suatu stimulus(stressor) yang datang tidak akan langsung membuat individu
tersebut mengalami stress, tentunya setiap individu dibekali cara, teman atau tempat
untuk menhgilangkan stress sejenak atau untuk selamanya. Tahapan-tahapan tersebut
oleh Dr. Robert J. Van amberg (1979) dibagi menjadi enam tahapan, yaitu :
 Stres Tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stres paling ringan, dan biasanya disertai
dengan perasaan-perasaan seperti :
1) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting)
2) Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya.
3) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya; Namun
tanpa disadari cadangan energi dihabiskan (all out) disertai rasa gugup
yang berlebihan pula.
4) Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin bertambah semangat,
Namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.
 Stres Tahap II
Dalam tahapan ini dampak stres yang semula “menyenangkan” sebagaimana
diuraikan pada tahap I mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang
disebabkan karena cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari karena tidak
cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat yang dimaksud seperti tidur yang
cukup bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang
mengalami pengurangan. Analoginya seperti handphone (HP) yang sudah
lemah harus kembali diisi ulang (di-charge) agar dapat digunakan lagi dengan
baik.
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada
stres tahap II adalah sebagai berikut :
1) Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar.
2) Merasa mudah lelah sesudah makan siang.
3) Lekas merasa capai menjelang sore hari.
4) Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort).
5) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar)
6) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang.
7) Tidak bisa santai.

 Stres tahap III


Bila seseorang itu tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa
menghiraukan keluhan-keluhan sebagaimana diuraikan pada stres tahap II, maka
individu tersebut akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan
mengganggu, yaitu :
1). Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan “maag”
(gastritis), buang air besar tidak teratur (diare)
2). Ketegangan otot semakin terasa.
3). Perasaan ketidak-tenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat.
4). Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur
(early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur
(middle insomnia), atau bangun terlalu pagi/ dini hari dan tidak dapat
kembali tidur (late insomnia).
5). Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa sempoyongan dan serasa mau
pingsan). Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter
untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi
dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah
suplai energi yang berkurang.
 Stres Tahap IV
Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri karena keluhan-keluhan
stres tahap III , oleh dokter individu tersebut dinyatakan tidak sakit karena tidak
ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan
yang bersangkutan terus memaksakan diri untuk bekerja tanpa mengenal
istirahat, maka gejala stres tahap IV akan muncul :
1) Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit.
2) Aktivitas menjadi membosankan dan terasa lebih sulit.
3) Kehilangan kemampuan untuk merespon secara memadai (adequate)
4) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari.
5) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan.
6) Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiidak ada semangat dan
kegairahan.
7) Daya konsentrasi dan daya ingat menurun.
8) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa
penyebabnya
 Stres Tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V yang
ditandai dengan hal-hal berikut :
1) Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical and
psychological exhaustion)
2) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan
dan sederhana.
3) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastro-intestinal disorder).
4) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat,
mudah bingung dan panik
 Stres Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik
(panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stres
tahap VI ini berulang-kali dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ke ICCU,
meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik
organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut :
1) Debaran jantung teramat keras
2) Susah bernafas (sesak dan mengap-mengap)
3) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran
4) Tidak ada tenaga untuk hal-hal yang ringan
5) Pingsan atau kolaps (collapse)
Bila dikaji maka keluhan atau gejala-gejala sebagaimana digambarkan di atas
lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan
faal (fungsional) organ tubuh sebagai akibat stresor psikososial yang melebihi
kemampuan seseorang untuk mengatasinya.
Selain tahapan, stress juga memiliki tingkatan-tingkatan. Manfaaat yang dapat
diambil dari menetahui tingkatan stress sama manfaatnya dengan mengetahui
tahapan-tahapan dari stress, sebab dengan hal tersebut setiap individu dapat segera
mengetahui apakah mereka memiliki stress dan dalam tahap atau tingkatan apa stress
yang sedang dialami. Tentunya tujuan yang pasti ingin dicapai adalah supaya stress
tersebut tidak berlanjut. Stuart dan Sundeen (1998) mengklasifikasikan tingkat stres,
sebagai berikut :
a. Stres Ringan
Stress pada tingkat ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dan
kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada dan bagaimana
mencegah berbagai kemungkinan yang akan terjadi.

b. Stres Sedang
Pada tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting saat ini dan
mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan persepsinya.
c. Stres Berat
Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan cenderung
memusatkan perhatian pada hal-hal lain, semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi stres, individu tersebut mencoba memusatkan perhatian pada
lahan lain dan memerlukan banyak pengarahan.
4. Respon Individu Terhadap Stress
RESPON FISIOLOGI TERHADAP STRESS
Hans Selye (1956) Mengidentifikasi dua respon fisiologis terhadap Stress, yaitu :
1. Local Adaptation Syndrom (LAS)Tubuh menghasilkan banyak respons setempat
terhadap stress. Respon setempat ini termasuk pembekuan darah dan
penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dll. Responnya berjangka
pendek.
2. General Adaptation Syndrom (GAS)
a. Fase Alarm ( Waspada) Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari
tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Reaksi psikologis “fight or
flight” dan reaksi fisiologis. Tanda fisik : curah jantung meningkat, peredaran
darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala dan
ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala stress memengaruhi
denyut nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh menurun.
b. Fase Resistance (Melawan) Individu mencoba berbagai macam mekanisme
penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi.
Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada
keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stress.
Bila teratasi gejala stress menurun atau normal
c. Fase Exhaustion (Kelelahan) Merupakan fase perpanjangan stress yang belum
dapat tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras.
Timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit kepala,
gangguan mental, penyakit arteri koroner, dll. Bila usaha melawan tidak dapat
lagi diusahakan, maka kelelahan dapat mengakibatkan kematian
Sedangkan menurut Dadang Hawari (2001) respon tehadap stress dapat mengenai
hampir seluruh sistem tubuh, seperti :
a. Perubahan warna rambut dari hitam menjadi kecoklat-coklatan, ubanan atau
kerontokan.
b. Gangguan ketajaman penglihatan.
c. Thinitus (pendengaran berdenging)
d. Daya mengingat, konsentrasi, dan berpikir menurun.
e. Wajah tegang, serius, tidak santai, sulit tersenyum, dan kedutan pada kulit wajah
(tic facialis).
f. Bibir dan mulut terasa kering, tenggorokan terasa tercekik.
g. Kulit dingin atau panas, banyak berkeringat, kulit kering timbul eksim, biduran
(urtikaria), gatal-gatal, tumbuh jerawat (acne), telapak tangan dan kaki
berkeringat dan kesemutan.
h. Napas terasa berat dan sesak.
i. Jantung berdebar-debar, muka merah atau pucat.
j. Lambung mual, kembung dan pedih, mulas, sulit defekasi, atau diare.
k. Sering berkemih
l. Otot sakit, seperti ditusuk-tusuk, pegal, dan tegang.
m. Kadar gula meninggi, pada wanita terjadi gangguan menstruasi.
n. Libido menurun atau bisa juga meningkat

Kemudian reaksi psikologis individu terhadap stress, adalah


a. Kecemasan adalah respon yang paling umum. Merupakan tanda bahaya yang
menyatakan diri dengan suatu penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan
Adalah emosi yang tidak menyenangkan seperti jantung berdebar, keluar keringat
dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan susah tidur.
b. Kemarahan dan agresi. Adalah perasaan jengkel sebagai respon terhadap kecemasan
yang dirasakan sebagai ancaman.Merupakan reaksi umum lain terhadap situasi stress
yang mungkin dapat menyebabkan agresi, agresi ialah kemarahan yang meluap-luap,
dan orang melakukan serangan secara kasar dengan jalan yang tidak wajar.Kadang-
kadang disertai perilaku kegilaan, tindak sadis dan usaha membunuh orang.
c. Depresi Keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan semangat. Terkadang
disertai rasa sedih
II. Mekanisme Koping
Individu dari semua umur mengalami stress dan mencoba untuk
mengatasinya. Karena ketegangan fisik dan emosional yang menyertai stress
menimbulkan ketidaknyamanan, seseorang menjadi termotivasi untuk melakukan
sesuatu untuk mengurangi stress.
Koping adalah cara yang dilakukan individu, dalam menyelesaikan masalah,
menyesuaikan diri dengan keinginan yang akan dicapai, dan respons terhadap situasi
yang menjadi ancaman bagi diri individu.
Mekanisme koping merupakan skumpulan strategi mental baik disadari
maupun tidak disadari yg digunakan untuk menstabilkan situasi yang berpotensi
mengancam dan membuat kembali ke dalam keseimbangan (Emanuelsen &
Rosenlicht, 1986).
Setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam menahan
stres. Hal tersebut bergantung pada :
a. Sifat dan hakikat stres, yaitu intensitas, lamanya, lokal, dan umum (general).
b. Sifat individu yang terkait dengan proses adaptasi.
Strategi koping klien merupakan upaya untuk menimbulkan stabilitas
emosional, menguasai lingkungan, mendefinisikan kembali tugas/tujuan hidup, dan
memecahkan masalah yang ditimbulkan oleh karena sakit/penyakit. Beberapa contoh
perilaku koping adalah humor, distraksi, bertanya untuk suatu informasiberbicara
dengan yang lain tentang keluhan/perasaan-perasaannya, mendefinisikan kembali
masalah kedalam istilah yang lebih disukai, menghadapi masalah dengan dengan
melakukan beberapa tindakan, negosiasi kemungkinan pilihan/alternatif, menurunkan
ketegangan dengan minum, makan atau menggunakan obat, menarik diri,
menyalahkan seseorang atau sesuatu, menyalahkan diri sendirimenghindar dan
berkonsultasi dengan ahli agama

Cara yang dapat dilakukan adalah:


1. Individu
a. Kenal diri sendiri
Merupakan tahap awal yang harus dilakukan. Karena individu yang sudah
kenal akan dirinya, akan siap untuk menghadapi stressor yang ada. Cara
yang dapat dilakukan adalah:
- Identifikasi diri
- Tanyakan pada orang lain siapa anda
- Mintalah umpan balik jika anda sudah kenal diri anda
b. Turunkan kecemasan
- Identifikasi penyebab cemas
- Cari tindakan yang menurut anda dapat menurunkan kecemasan
- Lakukan teknik relaksasi
c. Tingkatkan harga diri
- Identifikasi aspek positif yang dimiliki
- Mulai gali kemampuan positif yang dimiliki
- Pertahankan aspek positif yang dimiliki
d. Persiapan diri
- Tingkatkan kemampuan kognitif atau pengetahuan diri (belajar)
- Berdoa
- Mencari informasi
- Diskusi dengan orang yang sudah punya pengalaman bekerja
- Identifikasi kebutuhan yang perlu dipersiapkan
e. Pertahankan dan tingkatkan cara yang sudah baik

2. Dukungan sosial (keluarga, teman dan masyarakat)


a. Pemberian dukungan terhadap peningkatan kemampuan kognitif
b. Ciptakan lingkungan keluarga yang sehat, misalnya waktu berdikusi
dengan anggota keluarganya
c. Berikan bimbingan mental dan spiritual untuk individu tersebut dari
keluarga
d. Berikan bimbingan khusus untuk individu, misalnya konseling
Metode koping menurut Folkman & Lazarus (Folkman & Lazarus, 1988; Folkman et
al., 1986), skill dan strategi coping diuraikan sebagai berikut :
1. Planful problem-solving
2. Confrontive coping
3. Seeking social support
4. Distancing (emotion-focused)
5. Escape-avoidance
6. Self-control
7. Accepting responsibility
8. Positive reappraisal

You might also like