You are on page 1of 8

REFLEKSI KASUS

TONSILITIS KRONIK HIPERTROFI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu THT RSUD Temanggung

Disusun oleh:

Valdi Muharam K.

20120310271

Pembimbing:

dr. Pramono, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT RSUD TEMANGGUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2017
A. PENGALAMAN

Seorang perempuan berusia 16 tahun datang ke poliklinik THT dengan keluhan nyeri
telan sejam sejak 1 bulan sebelum datang ke Poli THT. Keluhan disertai dengan batuk tidak
berdahak. Keluhan tidak disertai dengan demam, mual, dan muntah.

B. MASALAH YANG DIKAJI

1. Apa itu tonsilitis?

2. Bagaimana patofisiologi tonsilitis?

3. Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi dari kasus tonsilitis?

C. PEMBAHASAN

Definisi
Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel.
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer.
Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu:
tonsil faringeal ( adenoid ), tonsil palatina ( tosil faucial), tonsil lingual ( tosil pangkal lidah ),
tonsil tuba Eustachius ( lateral band dinding faring / Gerlach’s tonsil ).
Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada tonsila
palatina yang menetap. Tonsilitis Kronis disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut
yang mengakibatkan kerusakan yang permanen pada tonsil. Organisme patogen dapat menetap
untuk sementara waktu ataupun untuk waktu yang lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut
kembali ketika daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan. Anamnesa dan pemeriksaan
fisik diagnostik diperlukan untuk menegakkan diagnosa penyakit ini. Pada Tonsilitis Kronis
tonsil dapat terlihat normal, namun ada tanda-tanda spesifik untuk menentukan diagnosa
seperti plika anterior yang hiperemis, pembesaran kelenjar limfe, dan bertambahnya jumlah
kripta pada tonsil.

Patofisiologi

Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel atau tonsil
berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut. Hal ini akan memicu
tubuh untuk membentuk antibodi terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadang
amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus.
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli
morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning
yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas,
suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis, bila bercak detritus
berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakunaris.

Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien
hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat
menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah
didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit,
sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh
sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang tidak
menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.

Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membrane semu
(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang
maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan,
jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara
kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga
menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris.
Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibular.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus tonsillitis adalah:


A. Abses peritonsil. Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan
sekitarnya. Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan otot-otot yang
mengelilingi faringeal bed. Hal ini paling sering terjadi pada penderita dengan serangan
berulang. Gejala penderita adalah malaise yang bermakna, odinofagi yang berat dan
trismus. Diagnosa dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi abses
B. Abses parafaring. Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar
angulus mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring sehingga
menonjol kearah medial. Abses dapat dievakuasi melalui insisi servikal.
C. Abses intratonsilar. Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil.
Biasanya diikuti dengan penutupan kripta pada Tonsilitis Folikular akut. Dijumpai nyeri
lokal dan disfagia yang bermakna. Tonsil terlihat membesar dan merah. Penatalaksanaan
yaitu dengan pemberian antibiotika dan drainase abses jika diperlukan; selanjutnya
dilakukan tonsilektomi. Tonsilolith (kalkulus tonsil). Tonsililith dapat ditemukan pada
Tonsilitis Kronis bila kripta diblokade oleh sisa-sisa dari debris. Garam inorganik kalsium
dan magnesium kemudian tersimpan yang memicu terbentuknya batu. Batu tersebut dapat
membesar secara bertahap dan kemudian dapat terjadi ulserasi dari tonsil. Tonsilolith lebih
sering terjadi pada dewasa dan menambah rasa tidak nyaman lokal atau foreign body
sensation. Hal ini didiagnosa dengan mudah dengan melakukan palpasi atau ditemukannya
permukaan yang tidak rata pada perabaan.
D. Fokal infeksi dari demam rematik dan glomerulonephritis. Dalam penelitiannya Xie
melaporkan bahwa anti-streptokokal antibodi meningkat pada 43% penderita
Glomerulonefritis dan 33% diantaranya mendapatkan kuman Streptokokus beta
hemolitikus pada swab tonsil yang merupakan kuman terbanyak pada tonsil dan faring.
Hasil ini megindikasikan kemungkinan infeksi tonsil menjadi patogenesa terjadinya
penyakit Glomerulonefritis.
E. Kista tonsilar. Disebabkan oleh blockade kripta tonsil dan terlihat sebagai pembesaran
kekuningan diatas tonsil. Sangat sering terjadi tanpa disertai gejala dan dapat dengan
mudah di drainase.
D. DOKUMENTASI
1. Identitas Pasien
Nama : Nn. L
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kandangan
2. Anamnesis
a. Keluhan Utama :
Seorang perempuan berusia 16 tahun datang ke poliklinik THT dengan
keluhan nyeri telan sejam sejak 1 bulan sebelum datang ke Poli THT Riwayat
Penyakit Sekarang
Keluhan disertai dengan batuk tidak berdahak. Keluhan tidak disertai dengan
demam, mual, dan muntah.Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat otitis media sebelumnya disangkal
b. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada memiliki riwayat penyakit serupa maupun penyakit
lainnya.
3. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : CM
Vital sign :
 N : 72
 RR : 22
 Suhu : 36,3 ° C
 TD : 100/70
1. Kepala
Mata : Konjungtiva anemis(-/-), sklera iterik (-/-)
Bibir : Sianosis (-), sariawan (-)
Mandibula : Sikatrik (-), fraktur (-)
2. Leher
Limfonodi tidak teraba membesar, JVP tidak meningkat, massa (-)
3. Thorax
Pulmo (Paru) Cor (Jantung)

Inspeksi Gerakan respirasi Ictus kordis tidak tampak


simetris
Palpasi Ketinggalan gerak (-)

Perkusi Sonor diseluruh lapang

Auskultasi Suara dasar vesikuler, S1-S2 reguler


suara tambahan (-)
4. Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak ada tanda tanda radang
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
Palpasi : nyeri tekan (-)
5. Ekstermitas
Superior : Akral hangat, edema (-/-)
Imferior : Akral hangat, edema (-/-)

Status lokalis
1. Telinga
- Inspeksi
o Aurikula :
o AD : Hyperemis(-), edema(-), discharge (-), laserasi (-)
o AS : Hyperemis(-), edema(-), discharge (-), laserasi (-)
o Kanal auditori eksterna :
o AD : serumen (-), edema(-), lumen sempit (-), sekresi purulen (-)
o AS : serumen (-), edema(-), lumen sempit (-), sekresi purulen (-)
o Palpasi
o Nyeri tragus : AD (-), AS(-)
o Nyeri auricula : AD (-), AS(-)
- Otoskopi
- AD : membrana timpani intak
- AS : membrana timpani intak

2. Hidung dan sinus paranasal


Rinoskopi anterior Kanan Kiri

Vestibulum nasi Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Kavum nasi Sekret (-), hiperemis (-) Sekret (-), hiperemis (-)
Edema mukosa (-) Edema mukosa (-)

Selpaut lendir Dbn Dbn

Septum nasi Deviasi (-) Deviasi (-)

Lantai + dasar hidung Dbn Dbn

Konka inferior Hipertrofi (-),hiperemis Hipertrofi (-),hiperemis


(-) (-)

Meatus nasi inferior Dbn Dbn

Polip - -

Korpum alineum - -

Massa tumor - -

3. Tenggorokan dan laring


Inspeksi, palpasi : Trakhea letak sentral ,glandula thyroid tidak teraba.massa
(-), nyeri tekan (-), retraksi (-)
Faring : mukosa hiperemis, edema (-), massa (-)
Tonsil : hiperemis (+), T3- T3, kripte melebar (+)
4. Pemeriksaan penunjang
Hasil lab :
-Hemoglobin : 12,7 (N)
-Hematokrit : 39
-Leukosit : 7,2
-Netrofil : 65
-Limfosit : 31,2
5. Diagnosis Kerja
Tonsilitis Kronik Hipertrofi
6. Diagnosis Banding
Peritonsil Abses
7. Penatalaksanaan
Tonsilektomi
8. Edukasi
- Edukasi dilakukan operasi dan kemungkinan komplikasi.

E. DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi, EAS, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. Edisi Ke-6. Jakarta : Badan Penerbit FK UI
2. Adam GL, Boies LR, Higler PA. Boies buku ajar penyakit THT. Alih bahasa:Caroline
W. Edisi VI. Jakarta. EGC Penerbit buku kedokteran, 1993
3. Cummings W Charles, Fint W Paul, Haughey H Bruce, Richardson A Mark, Robbins
K Thomas, et al. Cumming otolaryngology head and neck surgery 4th edition.
Philadelphia, Pennsylvania: Elseiver Inc; 2007.
4. Probst R, Grevers G, Iro H. Basic otorhinolaryngology: a step by step learning guide.
New York: Thieme; 2006.
5. Pasha R. Otorhinolaryngology head and neck surgery: clinical reference guide. Singular
Thomas Learning; 2005.
6. Van de Water TR, Grevers G, Iro H. Ballenger’s otorhinolaryngology: a step by step
learning guide. New York: Thieme; 2006.
7. Snow JB, Ballenger JJ. Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck surgery. 16th
Edition. Hamilton: BC Decker Inc; 2003.
8. Lalwani AK. Current diagnosis and treatment : otolaryngology head and neck surgery.
2nd Edition. New York: Mc Graw Hill Publication; 2008.
9. Tanto C, Liwang F. Kapita Selekta Kedokteran Essensials of Medicine. Edisi IV.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014
10. Mangunkusumo E, Rifki N. Sinusitis dalam: Soepardi EA, Iskandar N (editor). Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Edisi ke-5. Jakarta.
Balai Penerbit FK UI, 2002; 120-4.

You might also like