You are on page 1of 11

UNISIA, Vol. XXXI No.

70 Desember 2008

Metode Hermeneutik dalam Pendidikan


Sembodo Ardi Widodo
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
sembodo_aw@yahoo.com
Hermeneutics is an art of interpretation or a philosophical study of understanding. It has wider
range of understanding; not only canonical texts, but also all texts, from teaching manuals to
literary classics. Human acts and products, such as the act of teaching and the institution of
school or university are interpreted. Here, we can see that the formulation of vision, mission,
and the goal of any school and university is a result of interpretation or dialogue. Not only in this
educational aspect hermeneutics plays its role, but also in teaching-learning aspect. Accord-
ing to hermeneutics, teaching is an art, not a science or technology. Teaching-learning process
is like a dialogue or game in which participants are carried by something larger than them-
selves toward an insight they have not anticipated. Dialogue presupposes a subject and a
desire to understand it. Openness on both sides is essential. No one must come with his mind
made up. In a give and take, each participant arrives at a new understanding. Finally, genuine
dialogue makes fusion of each participant’s mental horizon.
Keywords: hermeneutics, interpretation, philosophy, understanding, education.

Pendahuluan Pada abad ke-19, beberapa filosof


Jerman, terutama sekali Wilhelm Dilthey
H ermeneutika sebagai bagian dari filsafat
dan metode berpikir sering digunakan
dalam kajian human sciences. Dalam empat
menganggap bahwa
sesungguhnya adalah pusat bagi
interpretasi

pemahaman dalam skala luas, tidak hanya


dasawarsa belakangan ini, hermenetika
interpretasi atas teks-teks hukum, tetapi
muncul kepermukaan sebagai salah satu
meliputi semua teks, dari literatur-literatur
alternatif pendekatan keilmuan yang bisa
kuno sampai pada teks atau materi
dikatakan sebagai respon terhadap filsafat
pembelajaran. Selain itu, perbuatan dan hasil
positivisme yang “menyangga” peradaban
karya manusia seperti tindakan-tindakan
modern akan tetapi tidak memberikan solusi
dalam pembelajaran dan institusi sekolah
bagi problem-problem kemanusiaan yang
juga dapat diinterpretasikan (Kneller,1984).
muncul akibat berbagai kemajuan di bidang
teknologi, industri, dan informasi. Ada keterkaitan antara teks dan
tindakan. Suatu tindakan, seperti tindakan
Secara historis, pada masa Yunani
dalam pembelajaran adalah penuh makna.
Kuno, hermeneutika sudah menjadi wacana
Memahaminya serupa dengan memahami
dan kajian filsafat. Kemudian pada masa
sebuah teks. Dalam setiap kasus kita
scholastik, para teolog Kristen
bermaksud mendapatkan apa yang dicari
menggunakan metode hermeneutik untuk
oleh pengarang untuk diselesaikan. Untuk
menginterpretasikan Kitab Suci, dan para
melakukan hal itu, kita mengambil alih
hakim menggunakannya ketika menerapkan
tempatnya, mengasumsikan anggapan-
hukum lama untuk kasus-kasus baru yang
anggapan dan menyelami pemikirannya.
sebelumnya belum pernah muncul.

322
Metode Hermeneutik dalam Pendidikan; Sembodo Ardi Widodo

Dilthey menyebut proses ini dengan oleh para penulis atau filosof klasik seperti
“pemahaman empatik” atau Verstehen. Plato, Xenophon, Plutarch, Euripides,
Pemahaman empatik, bagi Dilthey Epicurus, Lucretius, dan Longinus
merupakan metode yang benar bagi studi- (Palmer,1969).
studi kemanusiaan (human studies). Human Munculnya istilah hermeneuein atau
Studies, termasuk di dalamnya studi hermeneia terkait dengan tokoh mitologis,
kependidikan mengkaji tindakan dan hasil Hermes, yaitu seorang utusan yang
karya manusia sebagai “ekspresi” mempunyai tugas menyampaikan pesan
kehidupan bagian dalam pengarang atau Jupiter kepada manusia. Hermes
penciptanya. Untuk memahami ekspresi digambarkan sebagai seseorang yang
seperti itu, kita harus merekonstruksi apa mempunyai kaki bersayap. Tugas Hermes
yang dimaksud oleh pengarang. Untuk adalah menerjemahkan pesan-pesan dari
memahami sekolah misalnya, kita harus dewa di Gunung Olympus ke dalam bahasa
bertanya tentang apa yang dicita-citakan yang dapat dimengerti oleh umat manusia.
oleh mereka yang terlibat dalam Tugas Hermes ini sangat penting bagi
pengembangan sekolah tersebut (Ibid., p. kehidupan manusia, karena jika terjadi
66-67) kesalahpahaman manusia dalam
Tulisan ini dimaksudkan untuk mengkaji memahami pesan-pesan dewa maka
lebih mendalam bagaimana hermeneutika akibatnya akan fatal bagi seluruh umat
itu menjadi wacana dalam dunia pendidikan manusia. Hermes harus mampu
dan sekaligus sebagai salah satu alternatif menginterpretasikan pesan ke dalam
metode pembelajaran. bahasa yang dipergunakan oleh
pendengarnya. Sejak saat itu Hermes
Kajian Pustaka menjadi simbol seorang duta yang
mengemban misi tertentu. Keberhasilan
misi ini tergantung sepenuhnya pada metode
1. Makna Hermeneutika
bagaimana misi itu disampaikan. Oleh
Akar kata hermeneutika berasal dari karena itu, hermeneutika pada akhirnya
kata kerja bahasa Yunani hermeneuein, diartikan sebagai proses mengubah sesuatu
yang secara umum diterjemahkan “to inter- atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti
pret”, dan kata bendanya hermeneia yang (Sumaryono,1999).
berarti “interpretation”. Eksplorasi atas asal Misi “memahamkan pesan kepada
usul dua kata ini membawa kita kepada umat manusia” yang diemban oleh Hermes
penggunaannya pada masa lampau dalam ini secara implisit berhubungan dengan tiga
wilayah teologi dan literatur. Hermeneuein dasar makna direktif hermeneuein dan
dan hermeneia dalam berbagai bentuknya hermeneia. Tiga makna direktif ini digunakan
telah dipakai dalam teks-teks klasik seperti untuk tujuan seperti: 1) Mengekspresikan
yang ditulis oleh Aristoteles dalam Peri suara dalam kata-kata, atau “mengatakan”.
Hermeneias atau On Interpretation, yaitu 2) Menjelaskan, seperti menjelaskan situasi,
bahwa kata-kata yang kita ucapkan adalah dan 3) menerjemahkan, seperti
simbol dari pengalaman mental kita, dan menerjemahkan bahasa asing ke dalam
kata-kata yang kita tulis adalah simbol dari bahasanya sendiri. Ketiga arti ini dapat
kata-kata yang kita ucapkan. Selain diekspresikan dengan kata “to interpret” atau
Aristoteles, dua kata tersebut digunakan “menafsirkan”. Masing-masing tujuan

323
UNISIA, Vol. XXXI No. 70 Desember 2008

menentukan independensi dan signifikansi Kalangan “positivis” menegaskan bahwa


makna interpretasi. Suatu interpretasi, oleh pemahaman makna mencakup rekonstruksi
karenanya, dapat merujuk kepada ketiga imajinatif intensi dan tujuan aktornya.
tujuan tersebut. Seseorang dapat mencatat Rekonstruksi semacam itu bermanfaat
bahwa fondasi “proses Hermes” adalah kerja; untuk memformulasikan sebuah hipotesis
dan kerja dalam ketiga kasus tersebut dengan mencoba menjelaskan sebab-sebab
kadang-kadang berbentuk asing, munculnya tindakan. Namun demikian,
keterpisahan dalam waktu, ruang, atau pemahaman tidak bisa dimasukkan sebagai
pengalaman, dan kadang-kadang bagian dari logika keilmuan itu sendiri.
membutuhkan representasi, eksplanasi, Aspek ilmiah dari studi tindakan (tingkah
atau terjemahan yang membawa laku) cenderung mengkonstruksi penjelasan
konsekuensi pemahaman. Semua hal hipotesis yang dapat dimasukkan dalam
tersebut perlu diinterpretasikan teori-teori umum tingkah laku manusia, dan
(Palmer,1969). mengujinya melalui metode-metode
Interpretasi literal dapat dimasukkan observasi empirik yang reliable. Dari sini,
dalam kerangka interpretasi ini. Wilayahnya kemudian dapat dirumuskan hukum-hukum
bisa mencakup proses pertama dan kedua atau teori-teori universal yang dengannya
(mengatakan dan menjelaskan), atau dapat meramalkan atau menjelaskan
bahkan mencakup proses yang ketiga peristiwa atau tindakan-tindakan yang akan
(menerjemahkan). Literatur membuat terjadi (Gadamer,1987).
representasi dari sesuatu yang harus Berbeda dengan model penjelasan ini,
dipahami. Suatu teks bisa jadi terpisah di teori hermeneutika menegaskan bahwa
dalam subyeknya dari kita yang disebabkan logika sejarah dan ilmu sosial tidak sama
oleh waktu, tempat, bahasa, dan rintangan- dengan logika ilmu kealaman (natural sci-
rintangan lain dalam memahami. Hal ini ences), karena pemahaman interpretatif
dapat juga terjadi dalam memahami teks bermain di dalamnya. Dalam pandangan ini,
skriptural atau kitab suci. Tugas interpretator memahami tindakan atau keyakinan
harus menjadikan sesuatu yang tidak tertentu termasuk bagian dari tugas ilmiah
familier, jauh, dan kabur maknanya menjadi itu sendiri yang mencoba menjelaskan
sesuatu yang riil, dekat, dan dapat dinalar. mengapa hal itu terjadi. Tugas ini mencakup
Aspek yang beragam dari proses interpretasi “membaca” situasi, menempatkan gerakan-
ini sangatlah vital dan integral dalam kajian gerakan dan kata-kata dalam konteks
literatur dan demikian juga dalam kajian pemahaman dengan warna tindakan atau
teologi. keyakinan yang lain. Dalam kerangka
Dalam kajian filsafat sejarah dan ilmu- pemahaman model inilah Gadamer
ilmu sosial (social sciences) dibedakan membangun pemikiran hermeneutiknya.
antara penjelasan (eksplanasi) tindakan dan Gadamer membedakan antara dua bentuk
keyakinan-keyakinan manusia dan pemahaman, yakni pemahaman kebenaran
pemahaman maknanya, yakni antara isi dan pemahaman intensi. Yang pertama
penjelasan mengapa ada tindakan atau merujuk kepada bentuk pengetahuan
keyakinan tertentu dalam kehidupan dan substanstif. Di sini, pemahaman berarti
pemahaman agen apa yang terlibat dalam melihat “kebenaran” sesuatu. Bentuk
gerakan-gerakan atau keyakinan-keyakinan pemahaman kedua, berlawanan dengan
apa yang merepresentasikan hal itu. yang pertama, mencakup pengetahuan

324
Metode Hermeneutik dalam Pendidikan; Sembodo Ardi Widodo

kondisi, yakni alasan di balik klaim dengan menggunakan serangkaian aturan


seseorang. Pemahaman seperti ini yang telah dirumuskan dalam rangka
mencakup juga pemahaman psikologis, memfasilitasi interpretasi yang benar. Teori
biografis, atau kondisi historis di belakang hermeneutika sebagai epistemologi dan
suatu klaim atau tindakan sebagai oposisi metodologi pemahaman selanjutnya
terhadap pemahaman substantif suatu klaim dikembangkan oleh Dilthey. Ia berurusan
atau tindakan itu sendiri. Apa yang dipahami dengan epistemologi dalam konteks “Cri-
bukan isi kebenaran suatu klaim atau poin tique of Historical Reason” yang
tindakan tertentu, tetapi dorongan-dorongan mengusahakan sebuah penelitian
di belakang rekayasa seseorang atas klaim transendental atas kondisi-kondisi mengenai
atau tindakan (Ibid;Gadamer, 1987). kemungkinan pengetahuan historis dengan
mengikuti contoh yang telah disediakan oleh
2. Bidang-bidang Hermeneutika Kant dalam “Critique of Pure Reason”.
Dilthey mempertajam aspek metodo-
Dalam sepanjang sejarahnya,
logisnya menjadi interpretasi atas dokumen-
hermeneutika secara sporadis tumbuh dan
dokumen yang secara linguistik sempurna
berkembang sebagai teori interpretasi saat
(Bleicher, 2007).
ia diperlukan untuk menerjemahkan literatur
otoritatif di bawah kondisi-kondisi yang tidak Filsafat hermeneutika memperingatkan
mengijinkan akses kepadanya karena alasan kita akan bahaya obyektivisme di balik
jarak ruang dan waktu atau pada perbedaan pendekatan metodis dan obyektivikasi atas
bahasa. Sebagai cara untuk memperoleh interpretasi ekspresi-ekspresi manusia.
pemahaman yang benar, hermeneutika pada Dengan mengembangkan kesadaran
awalnya dipergunakan dalam tiga jenis mengenai “pra struktur” pemahaman filsafat
kapasitas: pertama, membantu diskusi hermeneutik menghindarkan lebih jauh
mengenai bahasa teks, yaitu kosa kata dan asumsi naif mengenai adanya pengetahuan
tata bahasa, yang pada gilirannya yang obyektif atau netral sepenuhnya,
memunculkan filologi; kedua, memfasilitasi berdasarkan kenyataan bahwa kita
eksegesis literatur suci; dan ketiga, sesungguhnya menginterpretasikan obyek
menuntun yurisdiksi (Gadamer, 1987). sebagai sesuatu sebelum kita meng-
investigasinya (Bleicher:395-396,2007).
Hermeneutika belakangan ini muncul
Salah satu pandangan utama filsafat
dalam diskursus filsafat ilmu-ilmu sosial,
hermeneutik menegaskan bahwa ilmuwan
filsafat seni dan bahasa, dan dalam kritik
sosial atau interpretator dan obyek yang
sastra. Persoalan-persoalan hermeneutika
diinterpretasikan pada prinsipnya telah
yang berpusar pada subyektivitas dan
dihubungkan oleh sebuah konteks tradisi.
obyektivitas makna segera memunculkan
Hal ini mengindikasikan, bahwa ia telah
bidang-bidang hermeneutika yang jelas-jelas
memiliki sebuah pra-pemahaman atas objek
terpisah, yaitu teori hermeneutika, filsafat
tersebut, sehingga tidak mungkin untuk
hermeneutika, dan hermeneutika kritis.
memulai dengan sebuah pemikiran yang
Teori hermeneutika memusatkan diri netral. Filsafat hermeneutik tidak bertujuan
pada persoalan teori umum interpretasi mencapai sebuah pengetahuan objektif
sebagai metodologi bagi ilmu-ilmu dengan menggunakan prosedur-prosedur
humaniora. Sasaran yang ingin dicapai oleh metodis, melainkan pada pengungkapan dan
teori hermeneutika adalah sebuah deskripsi fenomenologis mengenai Dasein
pemahaman makna “yang relatif objektif”

325
UNISIA, Vol. XXXI No. 70 Desember 2008

manusia dalam temporalitas dan yang menyerupai kajian interpretatif yang ada
historisitasnya (Bleicher:ix-x,2007). dalam hermeneutika (Recoueur, 2005).
Dalam perkembangan selanjutnya, Selain Recoeur, sebelumnya Gadamer
hermeneutik meluas menjadi sebuah metode juga telah memperluas kajian hermenetika
kritik yang secara sistematis mengubah dalam berbagai bidang. Dalam karyanya
bentuk komunikasi. Apel dan Habermas “Hermeneutics, Religion, and Ethics”,
melangkah pada bidang hermeneutika kritis Gadamer secara nyata menerapkan
ini. Mereka mengkombinasikan pendekatan hermeneutika dalam kajian keagamaan dan
metodik dan objektif dengan mengusahakan etika. Bahkan dalam salah satu
pengetahuan yang secara praktis relevan. pembahasannya, Ia mendialogkan antara
Yang dimaksud “Kritis” di sini secara umum agama dan sains. Bagaimana kita
adalah penaksiran atas hubungan-hubungan memahami kembali agama (Kristen) yang
yang telah ada dalam pandangan standar dulu berada di bawah otoritas gereja dan
yang berasal dari pengetahuan mengenai makna agama yang sekarang dikelilingi oleh
sesuatu yang lebih baik yang telah ada kemajuan sains. Di sinilah Gadamer telah
sebagai sebuah potensi atau tendensi di menerapkan analisis hermeunetiknya
masa kini; ia dituntun oleh prinsip rasio secara menarik (Gadamer, 1999).
sebagai tuntutan komunikasi tanpa tekanan Pendidikan sebagai eksistensi yang
dan pembatasan diri (Bleicher:xii,2007). ada di dunia ini adalah suatu realitas sosial,
realitas yang memuat aktivitas atau
3. Pendidikan Sebagai Kajian tindakan-tindakan tertentu yang oleh aktor-
Hermeneutik aktornya dikembangkan untuk tujuan
Untuk pembahasan tentang “peleburan” tertentu. Pendidikan dengan segala aspek
pendidikan dalam pembahasan yang terkandung di dalamnya seperti visi,
hermeneutika, saya harus kembali kepada misi, dan tujuan lembaga, kurikulum, dan
pengertian hermeneutika sebagaimana yang strategi pembelajarannya adalah
dipahami oleh Richard Palmer. Menurut sekumpulan teks atau wacana yang bisa
Palmer, hermeneutika adalah sebuah teori dimasuki berbagai interpretasi. Sebagai
yang mengatur tentang metode penafsiran, sebuah teks atau wacana, pendidikan oleh
yaitu interpretasi terhadap teks dan tanda- karenanya menjadi lahan subur penerapan
tanda lain yang dapat dianggap sebagai teks hermeneutika, baik sebagai metode, filsafat,
(Palmer,1969). Perluasan makna teks ini maupun kritik.
berimbas kepada interpretasi wacana-wacana Perubahan paradigma pendidikan yang
lain selain teks yang tertulis itu sendiri. Paul ada di Indonesia pada dasarnya adalah hasil
Recoeur, misalnya memperluas konsep teks dari sebuah interpretasi aktor-aktornya
kepada setiap tindakan yang disengaja untuk melalui proses dialogis dengan realitas
mencapai tujuan tertentu. Pengertian ini empirik, dengan dinamika perkembangan
dikembangkan oleh Recoeur untuk iptek, globalisasi, tuntutan dunia kerja,
membangun sebuah epistemologi baru bagi demokrasi, pluralisme, dan ideologi-ideologi
ilmu-ilmu sosial maupun humaniora. Ia lainnya yang sekarang ini terus menjadi
menganggap bahwa objek kajian dari ilmu- wacana eksistensial.
ilmu sosial dan humaniora memiliki karakter Lembaga pendidikan dengan segala
sebagai teks; oleh karena itu, metodologi kandungannya adalah sebuah mekanisme,
yang digunakannya harus berupa metodologi

326
Metode Hermeneutik dalam Pendidikan; Sembodo Ardi Widodo

struktur, dan sekaligus menjadi wadah bagi Dalam perjalanan pendidikan Islam di
lahirnya interpretasi sebagaimana Indoensia, kita melihat adanya interpretasi-
dibakukannya wacana dalam teks. Jika teks interpretasi yang dilakukan oleh organisasi-
tidak bisa lepas dari interpretasi, maka organisasi keislaman seperti Muha-
lembaga pendidikan pun tidak bisa mmadiyah, al-Irsyad, Mathla’ul Anwar, dan
dilepaskan dari interpretasi, yang kemudian NU dalam masalah pendidikan. Masing-
terwujud dalam visi, misi, dan tujuan, serta masing mendirikan lembaga-lembaga
diimplementasikan dalam kurikulum dan pendidikan. Muhammadiyah dan al-Irsyad
proses pembelajaran. lebih cenderung mengembangkan
Tidak hanya itu saja, kompetensi yang sekolah(Nata,1997),Mathla’ul Anwar
sekarang ini menjadi acuan dalam mengaktualisasikan pendidikan Islam
pengembangan kurikulum juga merupakan dengan sistem madrasah (Djuwaeli,1997)
proses interpretasi. Merumuskan sebuah dan NU lebih mengutamakan pendidikan
kompetensi pada hakikatnya adalah sebuah Islam ala pesantren. Masing-masing
interpretasi, yaitu menginterpretasikan organisasi mempunyai ideologi sendiri-
kemampuan atau kecakapan dengan sendiri. Dalam peta pembaharuan Islam di
tuntutan dunia luar dalam berbagai aspek. Indonesia, secara kasar barangkali bisa
Guru dalam merumuskan kompetensi tidak dipetakan sebagai berikut; Muhammadiyah
ubahnya sebagai seorang hermenet yang (juga al-Irsyad): modernis-puritan, Mathla’ul
berusaha menerjemahkan atau Anwar: modernis-moderat, dan NU:
menginterpretasikan bagaimana sebuah modernis-kultural. Dengan meminjam
kompetensi itu sesuai dengan kebutuhan kacamata Gadamer, kita bisa melihat di sini
dan tuntutan riil di lapangan. bahwa tradisi, dalam hal ini adalah ideologi-
ideologi keagamaan Islam, turut
Dalam skala yang lebih luas, untuk
mempengaruhi interpretasi atas eksistensi
menegaskan bahwa pendidikan itu tidak
pendidikan.
bisa dilepaskan dari hermeneutika, kita bisa
menanyakan mengapa dalam sejarah Dalam wilayah keagamaan dan
perkembangan pendidikan Islam di Indone- pendidikan, kita bisa mengambil contoh
sia terjadi heterogenitas lembaga analisis hermeneutik yang dipraktekkan oleh
pendidikan; ada pesantren, sekolah, K.H. Ahmad Dahlan dalam menentukan
madrasah, dan lembaga-lembaga non for- tindakan dan tujuan. Dalam menafsirkan al-
mal lainnya. Ini tidak lain adalah hasil Qur’an, K.H. Ahmad Dahlan berusaha
interpretasi. Interpretasi ini terus mendialogkannya secara intens, kritis, dan
berkembang sampai pada hal-hal yang fun- serius dengan realitas historis kekhalifahan
damental yang dipengaruhi oleh faktor-faktor dan keumatan yang selalu berubah-ubah
ideologis, ekonomis, maupun politis, (Suara Muhammadiyah,2000).Ketika
sehingga melahirkan visi, misi, tujuan, dan menafsirkan surah al-Mâ’ûn, beliau tidak
kurikulum yang relatif berbeda walau pun memahaminya secara tekstual, tetapi
lembaganya sama. Sekarang ini banyak kita mendialogkannya secara hermeneutis
jumpai sekolah-sekolah yang berbeda visi, dengan realitas historis yang konkret dalam
misi, dan tujuannya antara sekolah yang kehidupan sehari-hari, lalu diwujudkan
satu dengan yang lainnya. Demikian juga dalam bentuk amal nyata. Sebagai buahnya
dengan pesantren, madrasah, dan adalah didirikannya rumah miskin, yayasan
perguruan tinggi. yatim piatu, dan rumah sakit. Begitu juga

327
UNISIA, Vol. XXXI No. 70 Desember 2008

halnya dalam memahami normativitas tradisi. Tugas guru tidak hanya sekedar
wahyu yang berkenaan dengan perintah mentransmisikan tradisi agar siswa dapat
“membaca” dan menuntut ilmu, beliau juga menafsirkannya, tetapi lebih dari itu, guru
mendialogkannya dengan realitas historis memberi jalan bagi tradisi itu sendiri untuk
pada saat itu, yaitu arus modernisasi yang berjalan terus secara kontinyu. Walaupun
dibawa oleh Belanda dengan model guru memegang otoritas, namun
pendidikan ala sekolah yang mengajarkan pengetahuan dan skillnya digunakan untuk
ilmu-ilmu umum modern dan realitas umat memberikan semangat kepada siswa-siswa
Islam yang masih memahami ilmu agama agar mau berpikir melalui apa yang mereka
itu terbatas pada ilmu-ilmu Islam klasik interpretasikan daripada sekedar menelan
seperti fiqh, tauhid, hadis, al-Qur’an, kalam, informasi secara mentah-mentah
dan lainnya dalam lembaga pendidikan (Kneller,1984).
model pesantren. Dan sebagai hasil Model yang digunakan dalam metode
penafsirannya adalah didirikannya sekolah- pembelajaran seperti itu adalah dialog, di
sekolah umum dan perguruan tinggi mana dua atau lebih dari siswa-siswa yang
Muhammadiyah ((Suara Muhammadiyah, ada yang semuanya membawa penge-
1996). tahuan dan pandangan yang terbatas,
Demikian juga dalam hal pemurnian secara bersama-sama mencapai
agama, beliau juga mempertanyakan dan pemahaman yang tidak diantisipasi
mendialogkan antara pesan doktrin dan sebelumnya. Dialog memberikan ruang bagi
realitas yang ada di masyarakat; apakah kebenaran untuk memunculkan diri dan
adat kebiasaan dan kepercayaan yang dapat dimengerti oleh setiap siswa. Sebagai
berkembang di masyarakat sesuai dengan guru, secara jelas dia adalah pemimpin dari
al-Qur’an dan hadis. Ternyata beliau melihat siswa; tetapi dalam sebuah dialog dia tidak
ada yang tidak sesuai antara doktrin dan boleh memberikan ramalan atau penafsiran-
kenyataan. Kemudian beliau bergerak penafsiran yang mungkin muncul, kapan dan
meluruskan ajaran Islam dengan salah satu bagaimana modelnya. Dialog mempunyai
caranya yakni memberantas bid’ah dan momentum untuk melahirkan interpretasinya
khurafat (Asrofie,1983). sendiri. Setiap siswa mempertanggung-
Apa pun yang terjadi dan berlangsung jawabkan dirinya, mengambil posisi yang
dengan kerja-kerja sosial Muhammadiyah belum pernah ia pertaruhkan sebelumnya.
dengan berbagai kekurangan dan Gadamer mengkontraskan proses ini
kelebihannya, itu semua adalah hasil dengan resitasi, di mana ia mengatakan,
interpretasi atas teks keagamaan yang bahwa siswa memberikan kepada guru
berimplikasi dalam dimensi ideologi, sosial, sebuah jawaban yang diharapkan. Resitasi
dan pendidikan. ini akan mengetahui apa yang akan muncul
dari ide-ide yang keluar secara spontan.
Pembahasan Akhir dari dialog adalah pandangan (insight)
dan penemuan (discovery). Yang dimaksud
Pembelajaran, menurut Gadamer, penemuan (discovery) di sini adalah
adalah dialog dalam kerangka tradisi. Guru membuka arti dan makna yang terkandung
menginterpretasikan karya-karya, peristiwa, dalam materi pembelajaran ketika terjadi
atau teks-teks budaya dan peradaban. Guru diskusi. Dengan kata lain, materi
menjadi penafsir (interpreter) dari sebuah memberikan ruang wacana untuk

328
Metode Hermeneutik dalam Pendidikan; Sembodo Ardi Widodo

diinterpretasikan secara dinamis dan Kemerdekaan US mengandung sekian


menyeluruh. Apa yang ditemukan dalam banyak kejadian dan sebab-sebabnya,
dialog tidak harus berupa proposisi pra- namun kita juga dapat membedakannya dan
eksistensi, tetapi satu dari kemungkinan- membubuhkan hal-hal (peristiwa dan sebab-
kemungkinan interpretasi dari teks, tradisi, sebab) yang penting terhadapnya. Akhirnya,
atau materi yang tidak terhingga jumlahnya pandangan baru muncul, yaitu sebuah
(Kneller, 1984). pencarian pemahaman yang belum pernah
Dialog diproses melalui tanya-jawab. ditentukan sebelumnya. Sekarang terjadilah
Ada beberapa alasan untuk hal itu. Pertama, apa yang dikatakan oleh Gadamer “the fu-
menurut Gadamer, materi atau teks itu sion of horizons”. Sebagai hasil dari diskusi,
sendiri adalah sebuah jawaban atas sebuah masing-masing dari kita sekarang membawa
pertanyaan atau banyak pertanyaan. mind-set yang sama terhadap subjek
Misalnya, sejarah Perang Kemerdekaan (materi). Kita semua melihat, misalnya,
Amerika yang komprehensif menceritakan bahwa Perang Kemerdekaan adalah sebuah
mengapa perang meletus, bagaimana bentuk perang tertentu atau yang secara
peristiwanya, bagaimana akhir dan hasilnya. luas merupakan hasil dari bentuk sebab-
Kedua, bahwa siswa-siswa, terlepas dari sebab tertentu. Walapun demikian, kita boleh
interesnya terhadap materi, menanyakan saja tidak setuju terhadap hal-hal yang
persoalan-persoalan di atas. Sementara guru spesifik dalam kerangka kerja atau hasil
akan memberi stimulus kepada mereka diskusi tersebut (Ibid).
untuk memecahkan persoalan-persoalan Dialog yang sukses akan merubah guru
tersebut. Oleh karena itu, guru akan dan siswa. Dalam pandangan Gadamer
menanyakan kepada mereka untuk disebutkan “The participants part from one
mengelisitasi pra-konsepsi-nya, yaitu ide- another as changed beings. The individual
idenya yang terkait dengan materi (Ibid). perspectives with which they entered upon
Dialog yang sejati mensyaratkan the discussion have been transformed, and
adanya subjek dan keinginan yang kuat so they are transformed themselves”
untuk memahaminya. Keterbukaan atas (Gadamer, 1981). Guru harus familier
kedua aspek ini merupakan masalah yang dengan materi dalam wacana yang baru. Dia
esensial. Seseorang tidak harus bisa merasakan sesuatu yang baru dari
memaksakan pandangannya untuk diterima. pandangan siswa-siswanya. Dia bisa
Dialog berada dalam format memberi dan berubah melalui beberapa cara, dan harus
menerima (in the give and take), yang lebih apresiatif terhadap sejarah dan urusan-
diharapkan adalah sebuah pemahaman urusan publik. Oleh karena itu, guru harus
yang baru. Setiap siswa bisa menumpahkan banyak membaca dan mengamati
pandangannya atau merubahnya jika hal itu perubahan sosial dan wacana yang
dirasakan kurang kuat argumentasinya. Jika berkembang. Pengetahuan dan pandangan
diskusi berjalan sukses, horizon mental kita kita bersifat tentatif, karena materi selalu
akan bertemu, selanjutnya siswa dan guru terbuka bagi banyak interpretasi, dan
akan melihat kesamaan elemen atau interpretasi kita merefleksikan horizon kita
struktur yang terkandung dalam subjek atau yang sekarang.
materi walaupun masing-masing dari kita Siswa-siswa mengikuti proses
menginterpretasikannya secara berbeda. interpretasi yang serupa ketika mereka
Misalnya, kita menyetujui bahwa Perang membaca teks atau mengkaji materi.

329
UNISIA, Vol. XXXI No. 70 Desember 2008

Mereka memperhatikan teks, mengalihkan mempermainkan kita. Permainan ini sama


kata-kata yang tertulis ke dalam seperti kita bermain dengan teks. Struktur
pembicaraan imajinatif. Mereka memberikan teks berhubungan dengan aturan-aturan
ruang bagi teks untuk menentukan point- dalam game. Masing-masing dari kita dapat
pointnya, dan membiarkannya mengkonter memainkannya, berada dalam aturan-aturan
pra konsepsi mereka (atau horizonnya yang tetapi mencapai hasil individual. Gambaran
sekarang). Mereka menyadari bahwa teks pemahaman seperti ini menuntut siswa-
memberikan sesuatu, bukan makna yang siswa respek kepada teks dan
determinan tetapi kemungkinan interpretasi menjadikannya bermakna bagi dirinya (Ibid).
yang harus diisi yang relevan dengan dunia Permainan, menurut Gadamer dapat
sekarang. Mereka berusaha meletakkan merupakan semacam kerangka berpikir di
pertanyaan yang ditunjukkan oleh teks. dalam proses memahami yang menjadi
Jawabannya adalah subjek dari teks, dan pokok bahasan dalam hermeneutik. Dalam
ini mirip dengan makna personal pengarang suatu permainan, misalnya main kartu,
teks yang ditujukan kepada siswa-siswa pemain tidak menyadari permainan itu
(atau pembaca). Dengan memutar balik atau sendiri sehingga permainan itu yang justru
merefleksikan antara perubahan horizon dan menguasai para pemainnya. Subjek
arti literal yang terkandung dalam teks, para permainan yang sesungguhnya bukan
siswa mencari pesan yang terkandung terletak pada pemainnya, tetapi permainan
dalam teks dan membuatnya bermakna itu sendiri. Siapa pun yang ikut dalam
secara personal (Kneller,Ibid). permainan, ia menjadikan permainan itu
Dalam bentuk analogi, Gadamer betul-betul permainan. Untuk dapat bermain
membandingkan proses pemahaman dengan baik, pertama-tama pemain harus
dengan game (permainan). Permainan ini mengetahui lebih dahulu aturan-aturan
bisa dimainkan oleh guru dan siswa-siswa mainnya. Hal ini karena setiap game
secara bersama-sama atau oleh siswa mempunyai aturan atau dinamika sendiri
sendiri dengan teks. Permainan mempunyai yang bersifat independen terhadap
aturan-aturan; pemain tunduk kepada aturan- kesadaran para pemainnya. Kemudian,
aturan tersebut dan mengikuti langkah- setelah pemain menguasai aturan-aturan
langkah dalam permainan. Dalam permainan dan dinamika permainan, maka ia akan tidak
ini, pemain disuruh menebak makna yang menyadari adanya peraturan tersebut,
ia ucapkan dalam teks. Teks ini atau apa bahkan ia juga tidak menyadari permainan
yang diucapkan dari teks tersebut akan itu sendiri (Sumaryono,1999).
menariknya dalam sebuah permainan
mencari makna yang tidak terhingga, dan Penutup
biarkan pemain terus mengembangkan
Dengan mencermati uraian-uraian
makna-maknanya. Dalam permainan ini,
sebelumnya, dapat diambil intisari
menurut Gadamer, kita tidak memainkan
pembahasan sebagai berikut:
game sebanyak game itu memainkan kita.
Dalam arti bahwa pencarian makna itu Pertama, hermeneutika mengambil
hanya sekedar secukupnya, hanya model pemahaman dari wilayah human stu-
permainan, bukan larut dalam pencarian dies daripada natural sciences. Pemahaman
makna yang terus membebani pikiran kita, tidak ubahnya seperti membaca teks atau
atau jangan sampai permainan itu terus mempelajari analog-analognya daripada

330
Metode Hermeneutik dalam Pendidikan; Sembodo Ardi Widodo

mengobservasi objek. Sebuah teks selalu mereka antisipasi sebelumnya. Diskusi


mempunyai makna, tetapi karena sejati tidak pernah direncanakan kemajuan
pengarangnya tidak hadir, meninggal, atau dan hasilnya. Guru dan murid-murid
berasal dari kultur yang berbeda dengan berbicara secara spontan. Sebagaimana
kita, maka makna harus diinterpretasikan layaknya dalam permainan pemahaman,
untuk kondisi waktu sekarang. Bagi mereka bisa merubah pandangan atau
hermeneutik, interpretasi adalah “hati” respon-responnya terhadap teks tanpa
pemahaman. Pandangan ini akan cocok batas.l
bagi guru karena perannya adalah untuk
memahami manusia dan kreasi-kreasinya Daftar Pustaka
serta mengembangkan pemahaman ini
Abdullah, H.M. Amin,2000. “Kritis-
kepada murid. Mengajar dalam perspektif
Hermeneutis ala Muhammadiyah”,
hermeneutika adalah seni, bukan ilmu atau
dalam Suara Muhammadiyah, No. 12
teknologi. Sebagai guru kita harus
Th. Ke-85 Juni.
menanyakan apa makna materi pelajaran
yang kita ampu bagi kita, dan apa maknanya
________, “Pembaharuan Pemikiran Islam
bagi murid. Kita harus memperkenalkannya
Model Muhammadiyah”, dalam Suara
dan menolong murid untuk memahaminya.
Muhammadiyah, No.16 / 81/ 1996.
Dalam kacamata hermeneutik, core dari
proses pembelajaran adalah membaca dan Asrofie, M. Yusron, K.H. Ahmad Dahlan:
berdiskusi atas teks dan analog-analognya Pemikiran dan Kepemimpinannya,
yang muncul secara spontan. Yogyakarta: Yogyakarta Offset, 1983.
Kedua, menurut hermeneutik, kita
memulai dengan pra-pemahaman terhadap Bleicher, Josef,2007. Hermeneutika
teks dan analognya. Tanpa pra-pemahaman Kontemporer, Terj. Imam Khoiri,
ini kita tidak memiliki ide apa yang sedang Yogyakarta: Fajar Pustaka.
kita hadapi, lebih-lebih untuk dipahami.
Sebagai seorang guru, kita bertanya kepada Djuwaeli, H.M. Irsjad,1997. Membawa
murid-murid untuk topik terlebih dahulu mathla’ul Anwar ke Abad XXI,
dalam cakrawala pengetahuan dan Jakarta: PB Mathla’ul Anwar.
interesnya sekarang, dan kemudian
menyuruhnya untuk memodifikasi sikap- Gadamer, Hermeneutics,1999. Religion, and
sikap mereka dalam merespon apa yang Ethics, London: Yale University
oleh topik dikatakan kepada mereka. Press.
Dengan cara ini mereka akan
mengembangkan horizon mentalnya ________,1981. Reason in the Age of Sci-
terhadap horizon topik. Inilah langkah kreatif ence, Cambridge: Mass, M.I.T.
dari pra pemahaman. Press.
Ketiga, bagi hermeneutik, proses
pembelajaran itu seperti dialog atau Kneller, George F, 1984. Movements of
permainan di mana mereka yang terlibat Thought in Modern Education, New
dibawa oleh sesuatu yang lebih besar dari York: John Wiley & Sons.
dirinya kepada pandangan yang tidak
Nata, Abuddin,1997. Filsafat pendidikan Is-
lam 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,.

331
UNISIA, Vol. XXXI No. 70 Desember 2008

Palmer, Richard E., 1969.Hermeneutics: In- Sumaryono, E.,1999. Hermeneutik:


terpretation Theory in Sebuah Metode Filsafat, Yogyakarta:
Schleiermacher, Dilthey, Heidegger, Penerbit Kanisius.
and Gadamer, Evanston: Northwest-
ern University Press. Warnke, Georgia,1987. Gadamer: Herme-
neutics, Tradition and Reason, Cam-
Ricoeur, Paul, 2005.Filsafat Wacana: bridge: Polity Press.
Membelah Wacana dalam Anatomi
Bahasa, Terj. Musnur Hery,
Yogyakarta: IRCiSoD.

rrr

332

You might also like