Professional Documents
Culture Documents
70 Desember 2008
322
Metode Hermeneutik dalam Pendidikan; Sembodo Ardi Widodo
Dilthey menyebut proses ini dengan oleh para penulis atau filosof klasik seperti
“pemahaman empatik” atau Verstehen. Plato, Xenophon, Plutarch, Euripides,
Pemahaman empatik, bagi Dilthey Epicurus, Lucretius, dan Longinus
merupakan metode yang benar bagi studi- (Palmer,1969).
studi kemanusiaan (human studies). Human Munculnya istilah hermeneuein atau
Studies, termasuk di dalamnya studi hermeneia terkait dengan tokoh mitologis,
kependidikan mengkaji tindakan dan hasil Hermes, yaitu seorang utusan yang
karya manusia sebagai “ekspresi” mempunyai tugas menyampaikan pesan
kehidupan bagian dalam pengarang atau Jupiter kepada manusia. Hermes
penciptanya. Untuk memahami ekspresi digambarkan sebagai seseorang yang
seperti itu, kita harus merekonstruksi apa mempunyai kaki bersayap. Tugas Hermes
yang dimaksud oleh pengarang. Untuk adalah menerjemahkan pesan-pesan dari
memahami sekolah misalnya, kita harus dewa di Gunung Olympus ke dalam bahasa
bertanya tentang apa yang dicita-citakan yang dapat dimengerti oleh umat manusia.
oleh mereka yang terlibat dalam Tugas Hermes ini sangat penting bagi
pengembangan sekolah tersebut (Ibid., p. kehidupan manusia, karena jika terjadi
66-67) kesalahpahaman manusia dalam
Tulisan ini dimaksudkan untuk mengkaji memahami pesan-pesan dewa maka
lebih mendalam bagaimana hermeneutika akibatnya akan fatal bagi seluruh umat
itu menjadi wacana dalam dunia pendidikan manusia. Hermes harus mampu
dan sekaligus sebagai salah satu alternatif menginterpretasikan pesan ke dalam
metode pembelajaran. bahasa yang dipergunakan oleh
pendengarnya. Sejak saat itu Hermes
Kajian Pustaka menjadi simbol seorang duta yang
mengemban misi tertentu. Keberhasilan
misi ini tergantung sepenuhnya pada metode
1. Makna Hermeneutika
bagaimana misi itu disampaikan. Oleh
Akar kata hermeneutika berasal dari karena itu, hermeneutika pada akhirnya
kata kerja bahasa Yunani hermeneuein, diartikan sebagai proses mengubah sesuatu
yang secara umum diterjemahkan “to inter- atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti
pret”, dan kata bendanya hermeneia yang (Sumaryono,1999).
berarti “interpretation”. Eksplorasi atas asal Misi “memahamkan pesan kepada
usul dua kata ini membawa kita kepada umat manusia” yang diemban oleh Hermes
penggunaannya pada masa lampau dalam ini secara implisit berhubungan dengan tiga
wilayah teologi dan literatur. Hermeneuein dasar makna direktif hermeneuein dan
dan hermeneia dalam berbagai bentuknya hermeneia. Tiga makna direktif ini digunakan
telah dipakai dalam teks-teks klasik seperti untuk tujuan seperti: 1) Mengekspresikan
yang ditulis oleh Aristoteles dalam Peri suara dalam kata-kata, atau “mengatakan”.
Hermeneias atau On Interpretation, yaitu 2) Menjelaskan, seperti menjelaskan situasi,
bahwa kata-kata yang kita ucapkan adalah dan 3) menerjemahkan, seperti
simbol dari pengalaman mental kita, dan menerjemahkan bahasa asing ke dalam
kata-kata yang kita tulis adalah simbol dari bahasanya sendiri. Ketiga arti ini dapat
kata-kata yang kita ucapkan. Selain diekspresikan dengan kata “to interpret” atau
Aristoteles, dua kata tersebut digunakan “menafsirkan”. Masing-masing tujuan
323
UNISIA, Vol. XXXI No. 70 Desember 2008
324
Metode Hermeneutik dalam Pendidikan; Sembodo Ardi Widodo
325
UNISIA, Vol. XXXI No. 70 Desember 2008
manusia dalam temporalitas dan yang menyerupai kajian interpretatif yang ada
historisitasnya (Bleicher:ix-x,2007). dalam hermeneutika (Recoueur, 2005).
Dalam perkembangan selanjutnya, Selain Recoeur, sebelumnya Gadamer
hermeneutik meluas menjadi sebuah metode juga telah memperluas kajian hermenetika
kritik yang secara sistematis mengubah dalam berbagai bidang. Dalam karyanya
bentuk komunikasi. Apel dan Habermas “Hermeneutics, Religion, and Ethics”,
melangkah pada bidang hermeneutika kritis Gadamer secara nyata menerapkan
ini. Mereka mengkombinasikan pendekatan hermeneutika dalam kajian keagamaan dan
metodik dan objektif dengan mengusahakan etika. Bahkan dalam salah satu
pengetahuan yang secara praktis relevan. pembahasannya, Ia mendialogkan antara
Yang dimaksud “Kritis” di sini secara umum agama dan sains. Bagaimana kita
adalah penaksiran atas hubungan-hubungan memahami kembali agama (Kristen) yang
yang telah ada dalam pandangan standar dulu berada di bawah otoritas gereja dan
yang berasal dari pengetahuan mengenai makna agama yang sekarang dikelilingi oleh
sesuatu yang lebih baik yang telah ada kemajuan sains. Di sinilah Gadamer telah
sebagai sebuah potensi atau tendensi di menerapkan analisis hermeunetiknya
masa kini; ia dituntun oleh prinsip rasio secara menarik (Gadamer, 1999).
sebagai tuntutan komunikasi tanpa tekanan Pendidikan sebagai eksistensi yang
dan pembatasan diri (Bleicher:xii,2007). ada di dunia ini adalah suatu realitas sosial,
realitas yang memuat aktivitas atau
3. Pendidikan Sebagai Kajian tindakan-tindakan tertentu yang oleh aktor-
Hermeneutik aktornya dikembangkan untuk tujuan
Untuk pembahasan tentang “peleburan” tertentu. Pendidikan dengan segala aspek
pendidikan dalam pembahasan yang terkandung di dalamnya seperti visi,
hermeneutika, saya harus kembali kepada misi, dan tujuan lembaga, kurikulum, dan
pengertian hermeneutika sebagaimana yang strategi pembelajarannya adalah
dipahami oleh Richard Palmer. Menurut sekumpulan teks atau wacana yang bisa
Palmer, hermeneutika adalah sebuah teori dimasuki berbagai interpretasi. Sebagai
yang mengatur tentang metode penafsiran, sebuah teks atau wacana, pendidikan oleh
yaitu interpretasi terhadap teks dan tanda- karenanya menjadi lahan subur penerapan
tanda lain yang dapat dianggap sebagai teks hermeneutika, baik sebagai metode, filsafat,
(Palmer,1969). Perluasan makna teks ini maupun kritik.
berimbas kepada interpretasi wacana-wacana Perubahan paradigma pendidikan yang
lain selain teks yang tertulis itu sendiri. Paul ada di Indonesia pada dasarnya adalah hasil
Recoeur, misalnya memperluas konsep teks dari sebuah interpretasi aktor-aktornya
kepada setiap tindakan yang disengaja untuk melalui proses dialogis dengan realitas
mencapai tujuan tertentu. Pengertian ini empirik, dengan dinamika perkembangan
dikembangkan oleh Recoeur untuk iptek, globalisasi, tuntutan dunia kerja,
membangun sebuah epistemologi baru bagi demokrasi, pluralisme, dan ideologi-ideologi
ilmu-ilmu sosial maupun humaniora. Ia lainnya yang sekarang ini terus menjadi
menganggap bahwa objek kajian dari ilmu- wacana eksistensial.
ilmu sosial dan humaniora memiliki karakter Lembaga pendidikan dengan segala
sebagai teks; oleh karena itu, metodologi kandungannya adalah sebuah mekanisme,
yang digunakannya harus berupa metodologi
326
Metode Hermeneutik dalam Pendidikan; Sembodo Ardi Widodo
struktur, dan sekaligus menjadi wadah bagi Dalam perjalanan pendidikan Islam di
lahirnya interpretasi sebagaimana Indoensia, kita melihat adanya interpretasi-
dibakukannya wacana dalam teks. Jika teks interpretasi yang dilakukan oleh organisasi-
tidak bisa lepas dari interpretasi, maka organisasi keislaman seperti Muha-
lembaga pendidikan pun tidak bisa mmadiyah, al-Irsyad, Mathla’ul Anwar, dan
dilepaskan dari interpretasi, yang kemudian NU dalam masalah pendidikan. Masing-
terwujud dalam visi, misi, dan tujuan, serta masing mendirikan lembaga-lembaga
diimplementasikan dalam kurikulum dan pendidikan. Muhammadiyah dan al-Irsyad
proses pembelajaran. lebih cenderung mengembangkan
Tidak hanya itu saja, kompetensi yang sekolah(Nata,1997),Mathla’ul Anwar
sekarang ini menjadi acuan dalam mengaktualisasikan pendidikan Islam
pengembangan kurikulum juga merupakan dengan sistem madrasah (Djuwaeli,1997)
proses interpretasi. Merumuskan sebuah dan NU lebih mengutamakan pendidikan
kompetensi pada hakikatnya adalah sebuah Islam ala pesantren. Masing-masing
interpretasi, yaitu menginterpretasikan organisasi mempunyai ideologi sendiri-
kemampuan atau kecakapan dengan sendiri. Dalam peta pembaharuan Islam di
tuntutan dunia luar dalam berbagai aspek. Indonesia, secara kasar barangkali bisa
Guru dalam merumuskan kompetensi tidak dipetakan sebagai berikut; Muhammadiyah
ubahnya sebagai seorang hermenet yang (juga al-Irsyad): modernis-puritan, Mathla’ul
berusaha menerjemahkan atau Anwar: modernis-moderat, dan NU:
menginterpretasikan bagaimana sebuah modernis-kultural. Dengan meminjam
kompetensi itu sesuai dengan kebutuhan kacamata Gadamer, kita bisa melihat di sini
dan tuntutan riil di lapangan. bahwa tradisi, dalam hal ini adalah ideologi-
ideologi keagamaan Islam, turut
Dalam skala yang lebih luas, untuk
mempengaruhi interpretasi atas eksistensi
menegaskan bahwa pendidikan itu tidak
pendidikan.
bisa dilepaskan dari hermeneutika, kita bisa
menanyakan mengapa dalam sejarah Dalam wilayah keagamaan dan
perkembangan pendidikan Islam di Indone- pendidikan, kita bisa mengambil contoh
sia terjadi heterogenitas lembaga analisis hermeneutik yang dipraktekkan oleh
pendidikan; ada pesantren, sekolah, K.H. Ahmad Dahlan dalam menentukan
madrasah, dan lembaga-lembaga non for- tindakan dan tujuan. Dalam menafsirkan al-
mal lainnya. Ini tidak lain adalah hasil Qur’an, K.H. Ahmad Dahlan berusaha
interpretasi. Interpretasi ini terus mendialogkannya secara intens, kritis, dan
berkembang sampai pada hal-hal yang fun- serius dengan realitas historis kekhalifahan
damental yang dipengaruhi oleh faktor-faktor dan keumatan yang selalu berubah-ubah
ideologis, ekonomis, maupun politis, (Suara Muhammadiyah,2000).Ketika
sehingga melahirkan visi, misi, tujuan, dan menafsirkan surah al-Mâ’ûn, beliau tidak
kurikulum yang relatif berbeda walau pun memahaminya secara tekstual, tetapi
lembaganya sama. Sekarang ini banyak kita mendialogkannya secara hermeneutis
jumpai sekolah-sekolah yang berbeda visi, dengan realitas historis yang konkret dalam
misi, dan tujuannya antara sekolah yang kehidupan sehari-hari, lalu diwujudkan
satu dengan yang lainnya. Demikian juga dalam bentuk amal nyata. Sebagai buahnya
dengan pesantren, madrasah, dan adalah didirikannya rumah miskin, yayasan
perguruan tinggi. yatim piatu, dan rumah sakit. Begitu juga
327
UNISIA, Vol. XXXI No. 70 Desember 2008
halnya dalam memahami normativitas tradisi. Tugas guru tidak hanya sekedar
wahyu yang berkenaan dengan perintah mentransmisikan tradisi agar siswa dapat
“membaca” dan menuntut ilmu, beliau juga menafsirkannya, tetapi lebih dari itu, guru
mendialogkannya dengan realitas historis memberi jalan bagi tradisi itu sendiri untuk
pada saat itu, yaitu arus modernisasi yang berjalan terus secara kontinyu. Walaupun
dibawa oleh Belanda dengan model guru memegang otoritas, namun
pendidikan ala sekolah yang mengajarkan pengetahuan dan skillnya digunakan untuk
ilmu-ilmu umum modern dan realitas umat memberikan semangat kepada siswa-siswa
Islam yang masih memahami ilmu agama agar mau berpikir melalui apa yang mereka
itu terbatas pada ilmu-ilmu Islam klasik interpretasikan daripada sekedar menelan
seperti fiqh, tauhid, hadis, al-Qur’an, kalam, informasi secara mentah-mentah
dan lainnya dalam lembaga pendidikan (Kneller,1984).
model pesantren. Dan sebagai hasil Model yang digunakan dalam metode
penafsirannya adalah didirikannya sekolah- pembelajaran seperti itu adalah dialog, di
sekolah umum dan perguruan tinggi mana dua atau lebih dari siswa-siswa yang
Muhammadiyah ((Suara Muhammadiyah, ada yang semuanya membawa penge-
1996). tahuan dan pandangan yang terbatas,
Demikian juga dalam hal pemurnian secara bersama-sama mencapai
agama, beliau juga mempertanyakan dan pemahaman yang tidak diantisipasi
mendialogkan antara pesan doktrin dan sebelumnya. Dialog memberikan ruang bagi
realitas yang ada di masyarakat; apakah kebenaran untuk memunculkan diri dan
adat kebiasaan dan kepercayaan yang dapat dimengerti oleh setiap siswa. Sebagai
berkembang di masyarakat sesuai dengan guru, secara jelas dia adalah pemimpin dari
al-Qur’an dan hadis. Ternyata beliau melihat siswa; tetapi dalam sebuah dialog dia tidak
ada yang tidak sesuai antara doktrin dan boleh memberikan ramalan atau penafsiran-
kenyataan. Kemudian beliau bergerak penafsiran yang mungkin muncul, kapan dan
meluruskan ajaran Islam dengan salah satu bagaimana modelnya. Dialog mempunyai
caranya yakni memberantas bid’ah dan momentum untuk melahirkan interpretasinya
khurafat (Asrofie,1983). sendiri. Setiap siswa mempertanggung-
Apa pun yang terjadi dan berlangsung jawabkan dirinya, mengambil posisi yang
dengan kerja-kerja sosial Muhammadiyah belum pernah ia pertaruhkan sebelumnya.
dengan berbagai kekurangan dan Gadamer mengkontraskan proses ini
kelebihannya, itu semua adalah hasil dengan resitasi, di mana ia mengatakan,
interpretasi atas teks keagamaan yang bahwa siswa memberikan kepada guru
berimplikasi dalam dimensi ideologi, sosial, sebuah jawaban yang diharapkan. Resitasi
dan pendidikan. ini akan mengetahui apa yang akan muncul
dari ide-ide yang keluar secara spontan.
Pembahasan Akhir dari dialog adalah pandangan (insight)
dan penemuan (discovery). Yang dimaksud
Pembelajaran, menurut Gadamer, penemuan (discovery) di sini adalah
adalah dialog dalam kerangka tradisi. Guru membuka arti dan makna yang terkandung
menginterpretasikan karya-karya, peristiwa, dalam materi pembelajaran ketika terjadi
atau teks-teks budaya dan peradaban. Guru diskusi. Dengan kata lain, materi
menjadi penafsir (interpreter) dari sebuah memberikan ruang wacana untuk
328
Metode Hermeneutik dalam Pendidikan; Sembodo Ardi Widodo
329
UNISIA, Vol. XXXI No. 70 Desember 2008
330
Metode Hermeneutik dalam Pendidikan; Sembodo Ardi Widodo
331
UNISIA, Vol. XXXI No. 70 Desember 2008
rrr
332