You are on page 1of 24

Sub bagian Hand and Microsurgery

Referat : Cedera Tendon Fleksor akut


Nama : Widiyatmiko Arifin Putro
Pembimbing : dr. H.M. Rizal Chaidir, SpOT(K), Mkes (MMR), FICS.
Dr. Nucki Nursjamsi Hidajat, dr, SpOT(K), Mkes, FICS.
Dr. Widya Arsa, SpOT, FICS.

CEDERA TENDON FLEKSOR AKUT

1. Pendahuluan
Pengetahuan yang mendalam mengenai biologi, reparasi dan rehabilitasi
tendon fleksor telah ada sejak 1960, ketika laporan mengenai reparasi primer pada
laserasi tendon fleksor yang berada dalam jaringan fibrooseus berjalan dengan
sukses tanpa harus dilakukan eksisi dan tandur tendon.1,2
Pada penelitian terakhir lebih difokuskan terhadap pengertian dan
meningkatkan kualitas pergerakan permukaan (gliding surface) dan pengaruhnya
di bidang biomekanik dan biomolekular. Tujuan penatalaksanaan laserasi tendon
fleksor yaitu untuk mendapatkan tensile strength yang baik agar dapat melakukan
rehabilitasi post penyambungan tendon berupa pergerakan pasif agar tidak terjadi
adesi, menstimulasi permukaan selubung sinovial dan memfasilitasi penyembuhan
dari tempat penyambungan.1,2

2. Anatomi
FDS berasal dari berbagai tempat di bagian volar dari distal humerus, ulna
dan radius serta dihubungkan jaringan fibrous aponeurosis yang menyelimuti
saraf median dan selubung pembuluh darah ulna pada lengan bawah. Pada bagian
tengah lengan bawah, muscle belly superfisial dibagi menjadi empat, bagian
superfisial dan profunda. Bagian superfisial menjadi tendon pada jari tengah dan
jari manis, bagian profunda menjadi tendon pada jari telunjuk dan jari kelingking.
FDS pada jari kelingking tidak selalu ditemukan pada setiap orang. FDP berorigin

1
pada anteromedial aspek dari ulna dan jaringan interoseus membran dan lebih
dorsal dari FDS. FDP dari jari telunjuk, mempunyai muscle belly sendiri.1,2
Kleinert dan Verdan membagi tendon fleksor menjadi lima zona anatomi.
Zona V : perbatasan tendon otot sampai dengan pintu masuk canalis
Carpalia.
Zona IV : berada pada bagian bawah ligamen transversum carpalia.
Zona III : bagian ujung transverse karpal ligamen sampai dengan
fibrooseus palmar crease
Zona II : origo dari fibrooseus fleksor sheath sampai dengan insersi FDS
Tendon
Zona I : bagian distal dari insersi FDS.1,2

Gambar 1. Zona tendon fleksor. Dikutip dari Netter.3

2
FDS tendon terletak sebelah depan ( bagian palmar ) dari FDP hingga mereka
memasuki selubung tendon jari pulley A l . Pada selubung tendon bagian proksimal
didaerah base phalang proksimal, tendon FDS terbelah jadi dua bagian yang pipih yang
membelit FDP secara obliq pada sisi lateral dan dorsal, dan bersatu kembali pada bagian
dorsal oleh jaringan ikat yang disebut sebagai: chiasma camper, dan berakhir sebagai dua
buah tendon yang berinsersi pada setengah proksimal phalang media. FDP berjalan
melewati decusatio FDS dan berinsersi pada bagian proksimal phalang distal.1

Gambar 2. Struktur FDS dan FDP dalam selubung tendon.


Dikutip dari Netter.3

FDP berfungsi sebagai fleksor jari utama, sedangkan FDS dan intrinsic muscle
bergabung untuk memperkuat cengkeraman. Kekuatan tendon FDS dua hingga tujuh kali
lebih kecil daripada yang dihasilkan FDP saat menggenggam dan mencubit Pada jari,
tendon fleksor terbungkus oleh selubung tendon yang dilapisi oleh lapisan synovial visceral
dan parietal yang berisi cairan synovial.1

3
Selubung tendon fleksor jari merupakan suatu trowongan ligamen yang kuat
(fibro osseous tunnel) yang terdiri dari bagian yang tebal yaitu 5 buah annular pulleys (Al -
A5 ) dan bagian yang tipis berupa 3 buah cruciate ligamen / pulleys (C1 - C3 ).
Pulley A2 dan A4 berasal dari periosteum setengah proksimal phalang proksimal
dan pertengahan phalang media, sedangkan pulleys A l , A3 dan A5 merupakan pulley
pada persendian yang berasal dari bagian palmar sendi metacarpophalangeal
(MP), proksimal interphalangeal (PIP) dan distal interphalangeal (DIP). Pulleys
palmar apponeurosis terdiri dari fascia palmar serat vertikal dan serat transversal yang
secara klinis penting apabila komponen selubung tendon bagian proksimal lainnya hilang.
Cruciate pulleys yang tipis terdiri dari C l yang terletak antara annular pulley A2 dan A3,
C2 antara A3 dan A4 dan C3 antara A4 dan A5. Cruciate pulley memfasilitasi koiap dan
ekspansi tendon sheath selama gerakan jari. Selubung tendon jari mencegah tendon
tertarik keluar dari bagian konkaf aspek anterior jari saaat jari fleksi.1,2

Gambar 3. Pulley dan cruciate pulley. Dikutip dari Netter.3

4. STRUKTUR DAN KOMPOSISI TENDON


Tendon terdiri dari 70% kolagen dengan molekul kolagen panjang yang
terbuat dari rantai peptida dalam bentuk triple helix ( Tropokolagen ). Fascicle
tendon terdiri dari bundle berbentuk spiral panjang dan kecil dari fibroblast matur
(tenocytes ) dan kolagen tipe I.4
Kolagen yang menyusun tendon (tipe I), terdiri dari dua rantai, yaitu
polipeptida alfa-1 (I) dan satu rantai polipeptida alfa-2 (I) yang berbentuk triple-
helix dengan arah putaran ke kanan, yang dipertahankan oleh hidrogen dan ikatan
kovalen. Pada tingkat mikrofibril susunannya berbentuk quarter stagger yang

4
memberikan kekuatan yang tinggi dan stabil. Mikrofibril-mikrofibril ini
membentuk fibril bercampur dengan glikoprotein dan air dengan fibroblas
diantaranya. Fibroblas yang berbentuk kumparan hanya sedikit sekali. Fibril
tersusun menjadi suatu gelendong (bundle) yang dibungkus oleh endotenon.
Lapisan peritendineous-nya disebut epitenon dan lapisan terluar disebut
paratenon.
Komposisi tendon ini membuat tendon dapat berfungsi secara ideal untuk
menahan gaya regang yang tinggi. Dibandingkan dengan ligamentum, tendon
mengalami deformitas yang sedikit sekali waktu dibebani. Viskoelastisitas tendon
relatif agak kurang bila dibandingkan dengan jaringan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan komponen matriks.5
Fascicle tendon fleksor pada tangan dibungkus oleh lapisan adventitia
visceral dan parietal yang tipis yang disebut dengan paratenon. Yang termasuk
fleksor tendon jari adalah : Fleksor digitorum superfisialis ( FDS ), fleksor
digitorum profundus ( FDP ) dan fleksor policis longus ( FPL ). Tendon FDS
biasanya berasal dari satu muscle bundle dan bekerja secara independent,
sedangkan FDP sering mempunyai origo otot communis untuk beberapa tendon
dan menghasilkan fleksi yang simultan dari beberapa jari.
Pada pergelangan tangan, fleksor tendon jari bersama dengan n. medianus
memasuki carpal tunnel disebelah bawah atap pelindung ligamen transversal
carpal ( flexor retinaculum ) dan berada dalam common synovial sheath ( gambar.
1 ). Pada canal ini tendon profundus commmunis terpisah menjadi sendiri sendiri
untuk masing - masing tendon jari tengah, jari manis dan kelingking. Kira - kira
setinggi palmar crease distal masing - masing tendon tendon untuk ibu jari,
telunjuk, jari tengah, jari manis dan kelingking serta fleksor policis longus dari
FDP dan FDS masuk ke masing - masing selubung tendon (digital synovial
sheath). Tendon fleksor policis longus masuk ke tangan dibawah retinaculum
fleksor dengan selubung tendon tersendiri. Selubung tendon berfungsi sebagai
pelindung bagi tendon fleksor dan juga untuk memberikan permukaan gliding yang licin
(smooth) pada permukaan synovialnya sehingga tendon dapat bergerak/sliding secara
bebas pada persendian tangan dan diantara masing-masing tendon selama pergerakan.

5
Gliding pada tendon fleksor tangan berhubungan langsung dengan sarung
tendon (tendon sheath), lapisan sinovium parietal (di dalam sarung) dan viseral
(epitenon/bagian luar tendon) yang menghasilkan cairan sinovium yang berfungsi
untuk lubrikasi dan memberikan nutrisi. Sarung ini mengarahkan gerakan tendon
dan di daerah tendon mengalami lekukan tajam, sarung tendon mengalami
penebalan seperti struktur pulley. Pada daerah ini, tendon mendapat gaya tekan
yang besar, mengakibatkan tendon mengalami perubahan menjadi menyerupai
tulang rawan. Tendon tersebut kadang-kadang disebut tendon yang avaskular,
yang hanya menerima perdarahan dari vinkula. Tendon ini merupakan jaringan
ikat yang kecil, longgar dan fleksibel, serta berhubungan dengan mesotenon dan
paratenon. Tendon ini diduga menerima nutrisi, sebagian melalui difusi cairan
sinovial.
Vaskularisasi tendon tidak berhubungan dengan selubung tendon. Tendon
dikelilingi oleh jaringan ikat paratenon yang longgar yang berhubungan langsung
dengan epitenon dan memberikan vaskularisasi untuk tendon. Di dalam tendon
pembuluh – pembuluh darah ini beranastomosis dan membentuk sistem kapiler
longitudinal dan menembus endotenon.
Menurut Ricci (1999), tendon berfungsi sebagai kabel penyokong tubuh
pada lingkungan dengan kekuatan regangan tinggi. Tendon menghubungkan otot
skelet ke tulang.4

5. NUTRISI TENDON
Tendon fleksor mulai dari distal lengan bawah sampai pertengahan
phalank proksimal menerima suplai darah dari pembuluh darah segmental yang
berasal dari paratenon sekelilingnya. Pembuluh darah ini masuk ke tendon dan
berjalan secara longitudinal diantara fasikel-fasikel. Menurut Ochiai, dkk. system
vincula digital sheath terdapat di pertengahan phalank proksimal.
Difusi cairan synovial merupakan alternatif jalur nutrisi dan lubrikasi yang
efektif untuk tendon flexor. Penghantaran nutrisi yang cepat dipengaruhi oleh
mekanisme pompa yang disebut imbibisi dengan cairan didorong masuk kedalam

6
jaringan interstitial tendon melalui celah sempit pada permukaan tendon saat jari
melakukan gerakan fleksi dan ekstensi.1

5.1. Suplai darah sistem vincula


Vincula adalah lipatan mesotenon yang membawa pembuluh darah untuk
ke dua tendon. Biasanya terdapat dua buah vincula, yaitu vincula pendek dan
vincula panjang, yang masing-masing berfungsi untuk tendon superficialis dan
profundus. Sistem Vincula terdapat pada permukaan dorsal tendon dan disuplai
oleh tranverse communicating branches dari arteri digitorum communis.
Kebanyakan pembuluh-pembuluh intratendinous digital sheath berada di bagian
dorsal tendon, karena hal ini menurut beberapa penulis menganjurkan
menempatkan jahitan di setengah bagian volar tendon. Sebagian kecil suplai darah
juga berasal dari musculotendinous junction dan insersi di tulang 5.
Meskipun keberadaan pembuluh darah sudah pasti, tapi perannya dalam
nutrisi dan proses penyembuhan tendon fleksor masih diragukan oleh beberapa
peneliti. Manske, whiteside dan Lesker, menggunakan teknik pencucian hidrogen
(hydrogen washout), menunjukkan bahwa pada ayam, synovium adalah jalur
nutrisi yang bermakna untuk tendon fleksor, sedangkan pembuluh darah tidak.
Lundborg dan Rank menunjukkan bahwa pada kelinci walaupun suplai darahnya
rusak, tapi dapat sembuh dengan nutrisi yang disuplai melalui difusi cairan
synovial .5

7
Gambar 4. Suplai darah sistem vincula.

VBP : Veniculum Brevis Profundus; VLP : Veniculum Longum Profundus; VBS :


Veniculum Brevis Superficialis; VLS : Veniculum Longum Superficialis.
Dikutip dari : Stricland.1

6. BIOMEKANIK TENDON
Fungsi tendon merupakan suatu kabel fleksibel sebagai penghubung
struktur otot yang dinamis dan struktur tulang yang rigid, sehingga jaringan ini
harus mempunyai kemampuan untuk meredam goncangan (shock absorbing) dan
kemampuan untuk menahan tarikan (tensile strength).
Tendon merupakan penghubung antara otot dan tulang. seperti halnya
tulang rawan, tendon, di sini matriksnya sebagian besar terdiri dari kolagen tipe 1
dan sedikit proteoglikan. Serat kolagen tersusun longitudinal dengan pembuluh
darah dan saraf yang berada di sekeliling jaringan ikat longgar. Susunan geometris
pembuluh darah dan saraf ini berhubungan dengan fungsi tendon untuk menahan
gaya regangan yang dihasilkan otot untuk diteruskan ke tulang.1,4
Menurut fungsinya tendon dibagi menjadi tendon yang diselubungi oleh
selubung tendon (tendon sheath) dan tendon yang diselubungi jaringan ikat
longgar paratenon. Selubung tendon memungkinkan tendon untuk melekuk dan

8
terutama pada tendon fleksor. Pada tendon yang tidak melekuk dikelilingi
paratenon. Sekeliling tendon yang berupa jaringan ikat yang longgar.1,2,4
Jaringan ini mempunyai struktur kolagen tipe 1 yang tersusun longitudinal
sehingga mempunyai kemampuan untuk menahan tarikan yang besar (tensile
strength). Kurva stress/strain berbentuk khas yang mempunyai 3 daerah yang
berbeda. Daerah yang pertama ditandai dengan strain yang tinggi pada stress yang
rendah disebut toe region. Pada tendon daerah ini relatif sempit dan daerah ini
memberikan kemampuan tendon untuk meredam goncangan (shock-absorbing).
Daerah yang kedua disebut linear (straight region), yaitu daerah yang kemiringan
kurvanya lebih besar dan menunjukkan modulus elastik tendon tersebut. Daerah
yang ketiga disebut yield and failure region dengan kurva yang mencapai puncak
dan kemudian turun menunjukkan regangan yang permanen dan kemudian
kegagalan untuk menahan tarikan. Paramater utama kurva ini adalah modulus
elastis (pada linier region), puncak kekuatan tarikan (tensile strength) yang
disebut maximum load atau maximum stress, puncak strain (tergantung dari
kegagalan deformitas) dan energi regangan (strain energy) yaitu area dibawah
kurva. Kembalinya regangan elastik (elastic strain recovery) tendon mencapai 90-
96% setelah pembebanan.
Diperlukan sampai sekitar 9 cm ekskursi untuk mendapatkan gerakan
fleksi gabungan pada pergelangan tangan dan jari. Sedangkan pada gerakan
fleksi penuh dengan posisi pergelangan netral hanya sekitar 2,5 cm. Tekanan
antara pulley dengan tendon normal dapat mencapai 77 mmHg saat fleksi aktif.
Walaupun terdapat berbagai variasi dan metodologi untuk menentukan
berapa besar gaya yang dihasilkan pada berbagai aktivitas aktif dan pasif tangan,
data tersebut sangat penting untuk memperkirakan berapa besar gaya yang
diterima pada tendon pasca penyambungan selama proses penyembuhan. Contoh
besarnya gaya tersebut seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Gaya Tensil pada Tendon Fleksor Normal


Gerakan Pasif 500 gr
Genggaman ringan 1500 gr

9
Genggaman keras 5000 gr
Tekukan ujung jari ( FDP telunjuk ) 9000 gr
_____________________________________________________________
Dikutip dari : Stricland 1

Pada tendon fleksor yang mengalami penyambungan , terdapat perbedaan


beban gaya tarik “ tensile force” yang lebih berat seperti ditunjukkan pada tabel
2.

Tabel 2. Gaya Tensil pada Tendon Fleksor Pasca Penyambungan


Gerakan Pasif 750 gr
Genggaman ringan 2250 gr
Genggaman keras 7500 gr
Tekukan ujung jari ( FDP telunjuk ) 13500 gr
_____________________________________________________________
Dikutip dari: Stricland.1

7. Prinsip Operasi
Eksplorasi pada pembedahan dilakukan dikamar operasi dengan
menggunakan loop untuk pembesaran. Anestesi yang digunakan dapat umum atau
dengan blok aksila. Penggunaan torniket sangat perlu untuk hemostasis.
Penanganan terhadap jaringan lunak pada tangan harus halus (meticulous). Musuh
nomor satu pada reparasi tendon adalah jaringan fibrosis yang menjerat. Oleh
karena itu penanganan jaringan harus minimum. Insisi yang digunakan adalah
midlateral atau insisi Bruner. Berusaha untuk ekstensi dari laserasi luka bila
memungkinkan. Neurovaskular diidentifikasi dan dipreservasi.1,2,8
Ujung-ujung tendon yang terputus ditarik ke tempat laserasi melalui
jendela yang dibuat dari selubung tendon fleksor. Perdarahan pada selubung
kadang dapat dijadikan panduan lokasi dari tendon yang retraksi. Dapat dilakukan
“milking” dari ujung tendon dengan pergelangan tangan dan jari-jari pada posisi
fleksi. Atau dengan forcep bergigi yang kecil dan halus. Penarikan dengan

10
instrumen secara membuta harus dihindari. Apabila tendon tertarik terlalu jauh
maka dapat digunakan kateter pediatrik dengan melakukan insisi pada telapak
tangan secara oblik.1,2

8. Reparasi ruptur tendon pada zona I


Laserasi dari tendon FDP distal dari insersi FDS atau avulsi dari tempat
insersi pada base phalanx distal didefinisikan dengan cedera pada zona I dari
tendon fleksor. Bila terjadi ruptur dan bagian distal tendon kurang dari 1 cm
jaraknya dari tempat insersi maka tendon advancement dan reparasi primer ke
tulang diindikasikan. Bila lebih dari 1 cm panjang tendon yang tersisa pada bagian
distal maka dapat dilakukan tenorrhaphy primer diindikasikan karena apabila
terjadi pemendekan lebih dari 1 cm maka akan terjadi efek quadrigia. Pada
situasi klinis seperti ini laserasi dapat terjadi diantara pulley A4, sehingga
membuat reparasi teknik menjadi sulit.

Gambar 5. Salah satu cara melekatkan tendon ke tulang.


Dikutip dari : Campbell.8

8.1. Reparasi tendon ke tulang


Berbagai teknik untuk melakukan penjahitan inti telah direkomendasikan
untuk menjahit dari ujung tendon ke tulang. Secara teoritis tekniknya hampir sama
dengan penyambungan tendon ke tendon. Penggunaan material jahit yang sangat
kuat yang diabsorbsi setelah beberapa bulan semakin meningkatkan teknik
penjahitan inti. Penggunaan jangkar pada reparasi fleksor tendon sudah sangat
meluas.1,2

11
Teknik klasik untuk reparasi FDP tendon ke tulang meliputi penarikan
ujung stump yang telah dijahit masuk menembus phalang distal dengan
menggunakan jarum lurus dan mengikatkannya pada ujung kancing diatas kuku
bagian distal dari lunula. Penelitian in vivo menunjukkan bahwa penggunaan
teknik Becker sangat baik. Apapun teknik yang digunakan aposisi dari FDP ke
tulang harus dikonfirmasi secara visual. Sebelum mengencangkan dan mengikat
simpul.

Gambar 6. Teknik penjahitan Becker. Dikutip dari Green.1

8.2. Avulsi FDP


Leddy dan Packer menggolongkan avulsi FDP ke dalam tiga jenis. Pada
tipe I tendon FDP menarik kembali ke dalam telapak tangan. Sesuai dengan
definisinya terjadi gangguan vincula sehingga aliran darah terganggu. Selubung
tendon setelah beberapa hari menjadi terganggu sehingga gliding FDP
terganggu. Pada avlusi tipe II ujung tendon retraksi ke PIP. kontraktur pada
tendon tidak terjadi. Usaha yang dilakukan adalah memasukan kembali ujung
tendon ke dalam selubung terutama pada pulley A4. Usaha perbaikan ini
sebaiknya dilakukan pada minggu ke 6 atau lebih. Pada tipe III bagian besar dari
tulang di attach ke ujung tendon untuk mencegah penarikan dari ujung tendon
lebih jauh dari pulley A4. Reparasi dari fraktur dapat dilakukan dengan
menggunakan K wire atau Screw.1,2,8

12
Gambar 7. Avulsi FDP kalsifikasi Leddy dan Pecker. Dikutip dari Green.1

9. Reparasi Tendon pada Zona II


Usaha untuk meningkatkan kekuatan hasil reparasi secara dini dengan
menguji berbagai macam teknik dan material yang digunakan pada penjahitan
inti.
9.1. SUTURE MATERIAL
Berbagai macam suture material dapat digunakan, idealnya suture
material bersifat non-reaktif, non-rigid, ukurannya kecil, kuat, mudah di’pegang’,
dan mempunyai kemampuan menahan simpul yang baik. beberapa jenis yang
sering digunakan adalah monofilament stainless steel wire, Prolene, Ethilon,
Supramid, Mersilene, Tevdek dan Silk. Monofilament stainless steel wire adalah
yang paling kuat dan paling non-reaktif, serta sangat baik menahan simpulnya.
Sayangnya bahan ini kurang elastis dan mudah patah, sehingga tidak
menguntungkan terutama di zona II, di terowongan fibroosseous yang sempit.
Akan tetapi, bahan ini merupakan bahan yang sangat baik untuk reinsersi tendon
profundus ke phalank distal dengan teknik pull-out wire and button dari Bunnel.
Di lain pihak, Silk, merupakan bahan yang sangat mudah di’pegang’, tapi terlalu
reaktif. Green lebih menyukai menggunakan Mersilene atau Prolene untuk
perbaikan tendon fleksor, Keduanya cukup kuat, menimbulkan reaksi jaringan
yang minimal, dan mudah untuk di’pegang’. Prolene mempunyai kecenderungan
untuk merosot dan lepas simpulnya, sehingga harus sangat hati-hati saat
melakukan simpul. Kekurangan relatif dari prolene adalah simpulnya agak tebal,

13
sehingga kadang-kadang tersangkut pulley. Ukuran yang biasa digunakan adalah
4-0, tapi pada zona II atau pada tendon anak-anak digunakan 5-0.1

9.2. TEKNIK JAHITAN TENDON


Terdapat bermacam-macam jenis penjahitan tendon fleksor yang telah
diteliti. Urbaniak membaginya menjadi 3 kelompok.
1. Kelompok pertama (interrupted suture) adalah jahitan yang
sederhana, yang gaya tariknya paralel terhadap gelendong kolagen
(collagen bundles), tegangan jahitan ditransmisikan langsung ke
ujung tendon yang berseberangan.
2. Kelompok kedua adalah penjahitan yang tegangannya
ditransmisikan langsung menyebrangi pertemuan kedua tendon
melalui benang jahit, kekuatan regangannya (tensile strength)
bergantung pada kekuatan penjahitan itu sendiri, sebagai contoh
adalah teknik Bunnel.
3. Pada kelompok ketiga, penjahitan ditempatkan perpendicular
terhadap gelendong kolagen (collagen bundles), dan kemudian
dikencangkan, contohnya dalah jahitan Puuvertaft (fish-mouth
weave). Urbaniak menyatakan bahwa teknik jahitan kelompok
pertama, menghasilkan kekuatan regang yang paling lemah,
sehingga tidak dianjurkan untuk perbaikan tendon. Teknik jahitan
kelompok ketiga, menghasilkan kekuatan regang yang paling kuat,
tapi mempunyai kekuranga yaitu jahitannya menumbung (bulky).
sedangkan kelompok kedua berada diantara keduanya.
Beberapa peneliti menyatakan bahwa teknik jahitan intratendinous
crisscross (Bunnel; Kleinert modification of Bunnel) cenderung untuk merusak
sirkulasi intratendinous. Wray dan Weeks menggunakan fleksor ayam. Keduanya
membandingkan rupture rate dan tensile strength dari tendon jahitan Bunnel,
Kessler, dan Tsuge. Mereka menyimpulkan bahwa keseluruhan teknik tersebut
menunjukkan hasil yang kurang lebih sama. Sehingga kebanyakan ahli bedah
menganjurkan suatu core suture seperti pada teknik Kessler atau modifikasinya.

14
Teknik ini memberikan tensile strength yang memuaskan yang dapat
dipertahankan selama fase awal penyembuhan. Teknik ini juga menghindarkan
jahitan memotong dan keluar dari tendon dan sangat berguna pada daerah jari-jari.
Harus diingat bahwa tidak satupun suture material maupun teknik yang dapat
memelihara perbaikan tendon terhadap gerakan aktif tidak terbatas pada periode
awal pasca operasi. Kebanyakan peneliti mengemukakan bahwa kekuatan
perbaikan tendon sangat berkurang pada 10 hari pertama. Setelah itu kekuatan
perbaikan meningkat secara bertahap sampai pada akhir minggu ke 10 – 12 dapat
diaplikasikan daya yang cukup kuat selama program rehabilitasi.1,2

9.3. END TO END SUTURE


9.3.1. GRASPING SUTURE
Bunnell’s criss-cross adalah contoh klasik dari jenis jahitan ini. Teknik ini
jarang dipakai lagi, karena dianggap jahitan criss-crossnya akan mengganggu
sirkulasi intratendinous.
Teknik Kleinert yang merupakan modifikasi dari Bunnell, dianggap lebih
aman terhadap sirkulasi karena jahitan ini hanya satu kali menyilang, dan secara
teknis lebih mudah melakukannya.
Teknik Kessler merupakan modifikasi dari teknik Mason Allen. Teknik ini
efektif untuk perbaikan tendon di jari dan tangan. Kekurangannya adalah
simpulnya berada di permukaan luar tendon sehingga menghalangi gliding
tendon.
Modifikasi Kessler merupakan jahitan dengan dua buah core suture yang
ditambah dengan continous epitendinous suture pada tempat ruptur. Teknik ini
digunakan hanya mengunakan satu buah benang jahit dan simpulnya diletakan di
permukaan dalam tendon yang terpotong. Kekurangannya adalah benang jahitan
sulit untuk menggelincir melalui tendon untuk mendekatkan kedua ujung tendon
yang terpotong. Jarum melalui permukaan yang terpotong, keluar dari permukaan
tendon, kemudian jahitan masuk tendon kembali secara tranversal, keluar di sisi
sebelahnya. selanjutnya, jarum melalui permukaan tendon yang terpotong
menyeberang ke potongan tendon lawannya, keluar tendon, masuk ke tendon

15
kembali secara tranversal, masuk kembali ke tendon yang terpotong, tendon
diaproksimasi dan disimpulkan.
Teknik Tajima menggunakan dua benang jahit yang double arm (dua
jarum). dengan demikian benangnya dapat dipakai dengan tarikan tendon melalui
selubung tendon dan di bawah pulley di lokasi-lokasi sulit. Keuntungan lainnya
adalah simpulnya terletak di dalam permukaan tendon yang terpotong.
Teknik Strickland merupakan modifikasi gabungan dari teknik Kessler dan
Tajima. Pada teknik ini selain terdapat dua buah simpul di permukaan dalam
tendon yang terpotong juga terdapat empat simpul yang diketatkan di dalam
tendon, pada empat tempat saat jahitan akan melintang/tranversal.
Teknik Kubota menggunakan four strand core suture, dikombinasikan
dengan cross stitch circumferential suture. Pada dasarnya core suture-nya adalah
core suture Kessler yang diulang satu kali. Mula-mula jarum masuk secara
tranversal ke tendon membuat locking, kemudian ke luar dari permukaan tendon
yang terpotong, menyebrang, membuat locking, masuk tranversal, membuat
locking, ke luar permukaan tendon yang terpotong, menyebrang, dan selanjutnya
prosesnya diulang, pada daerah lebih luar dari core suture yang pertama,
kemudian dibuat simpul. Setelah core suturenya terbentuk, dilanjutkan dengan
cross stitch pada ujung-ujung tendon yang terpotong. Jahitan dimulai dari tepi
tendon, arah miring, kedalaman sekitar 1 mm, kemudian jahitan tranversal ke arah
tepi tendon, menyeberang ke ujung tendon lawannya dengan arah miring,
tranversal ke arah tepi tendon, menyeberang. Hal ini dilakukan berulang-ulang
sampai seluruh lingkar tendon terjahit. Silfverskiold meneliti jahitan cross stitch
ini dibandingkan dengan modifikasi Kessler dengan circumferential suture dia
mendapatkan jahitan cross stitch lebih kuat 117% dibandingkan dengan
modifikasi Kessler. Dasar ini dipakai oleh Kubota dalam pemilihan jahitan
epitendinous-nya.

9.3.2. DOUBLED RIGHT-ANGLED SUTURE


Untuk menjahit ujung tendon yang compang-camping tanpa menyebabkan
pemendekan, digunakan teknik doubled right-angled suture. Teknik ini berguna

16
pada daerah proksimal dari telapak tangan. Meskipun aposisi dari kedua ujung
tendon tidak sebaik teknik end to end yang sudah dijelaskan, tapi teknik ini lebih
mudah untuk dilakukan, terutama pada kasus ruptur tendon multipel.1,2,7,8

Gambar 8. Beberapa teknik penjahitan tendon


Dikutip dari: Strickland.1

10. Reparasi ruptur Tendon Zona III, IV dan V.


Eksplorasi dan reparasi dari tendon fleksor proksimal dari pulley A1
dilakukan dengan cara yang sama dengan cedera pada bagian distal. Perbedaan
yang penting adalah restriksi akibat adesi lebih jarang terjadi pada bagian
proksimal setelah dilakukan reparasi dari laserasi ataupun tendon ruptur. Sebagai
tambahan laserasi yang kecil dapat menyebabkan ruptur pada beberapa tendon
dan cedera pada struktur neurovaskular. Persiapan preoperasi untuk reparasi
tendon pada segmen ini harus memikirkan mengenai intrumentasi mikro

17
contohnya mikroskop. Teknik penyambungan dan rehabilitasi pos operasi sama
dengan ruptur zona II.1,2

11. PENYEMBUHAN TENDON


Saat ini hampir semua peneliti percaya bahwa tendon mempunyai
kemampuan penyembuhan melalui intrinsik maupun ekstrinsik, walaupun secara
klinis tidak mungkin membedakan kedua tipe penyembuhan tersebut. Tehnik
operasi penyambungan , protokol rehabilitasi pasca operasi dapat mempengaruhi
kecepatan penyembuhan, kekuatan penyambungan dan gliding dari tendon
tersebut.7
Proses tendon healing melibatkan 3 fase yang saling bertumpuk satu sama
lain; fase inflamasi pada 3 sampai 5 hari pertama pasca operasi, fase fibroblastik
atau produksi kolagen yang dimulai sekitar hari ke 5 sampai 3 – 6 minggu,
dilanjutkan dengan fase pematangan yang berlanjut selama 6 – 9 bulan. Selama
fase inflamasi , kekuatan penyambungan sepenuhnya bergantung pada kekuatan
sambungan, dengan sedikit sekali perananan fibrin dan bekuan yang terbentuk
pada kedua ujung tendon. Kekuatan meningkat dengan cepat pada fase
fibroblastik dan pembentukan kolagen. Pada fase remodeling – pematangan,
sintesa kolagen terus terjadi . Serat –serat yang tersusun dari fibroblas dan
kolagen menjadi longitudinal serta semakin bertambah kuat. Bila penyembuhan
didominasi oleh proses ekstrinsik, maka adesi antara tendon dengan jaringan
sekitarnya sulit dihindari. Adesi lebih minimal dengan penyembuhan yang
didominasi aktivitas intrinsik.
Saat ini secara umum sudah diterima bahwa dengan memberikan latihan
gerakan pasif dini ( LGPD ) pada tendon pasca penyambungan akan
mempercepat penguatan tensile strength , adesi lebih minimal, perbaikan
ekskursi, nutrisi yang lebih baik dan perubahan pada lokasi penyambungan yang
lebih minimal dibandingkan dengan tendon yang diimobilisasi. Latihan gerak
berdampak positif pada penyembuhan tendon dengan meningkatkan difusi
nutrien dari cairan sinovial, meningkatkan produksi kolagen. Untuk itu

18
diperlukan suatu tehnik penyambungan yang kuat ( gap resistant suture technique
) diikuti dengan latihan yang terkontrol.
Faktor –faktor yang berperan dalam terbentuknya adesi yang menghambat
ekskursi pada penyambungan tendon diantaranya kerusakan jaringan saat trauma
awal dan saat pembedahan, iskemia tendon, imobilisasi jari, adanya jarak pada
lokasi yang disambung serta eksisi selubung tendon.
Penyembuhan tendon setelah trauma akut sama seperti jaringan lunak
yang lain melalui proses inflamasi, proliferasi dan remodeling. Respon inflamasi
timbul akibat invasi sel dari luar yang meningkatkan terbentuknya jaringan
granulasi dan vaskularisasi pada beberapa hari setelah trauma. Akhir minggu ke-1
terjadi migrasi fibroblas dari paratenon, terjadi proses reparasi dan sintesis
kolagen. Orientasi sel dan komponen kolagen masih bersifat random dan tegak
lurus axis longitudinal, setelah terjadinya fase remodeling komponen ini menjadi
lebih teratur dan tersusun paralel sesuai aksis tendon. Fase ini berakhir sampai
dengan 6-12 bulan yang ditandai dengan maturasi kolagen yang terbentuk. Jika
tendon tidak mengalami stres, proses remodeling ini tidak terjadi. Stres terarah ini
akan meningkatkan sekresi kolagen dan ikatan antar serat kolagen sehingga
meningkatkan kekuatannya.
Pada tendon yang mempunyai selubung tendon (tendon sheath), sel-sel
untuk proses penyembuhan diduga berasal dari ujung tendon yang terpotong atau
dari selubung tendon dan akan membentuk parut 10.
Penyembuhan tendon eksogen dan endogen serta pengembalian fungsi
tendon yang baik memerlukan kemampuan teknik operasi yang baik sehingga
ujung tendon yang putus dapat tersambung rapat. Hal ini bergantung jenis benang
yang digunakan (suture material), kekuatan yang dihasilkan dengan teknik
penjahitan yang tepat dan teknik pengikatannya (knotting). Teknik operasi harus
dapat menjaga kemungkinan rusaknya vaskularisasi tendon.
Pasca operatif diperhatikan program mobilisasi aktif tendon untuk
mengurangi terbentuknya adesi dan meningkatkan kekuatan tendon.

19
12. Rehabilitasi
Berdasarkan laporan penelitian dari Gelberman dkk., mengkonfirmasikan
bahwa hasil yang memuaskan akan dapat dicapai dengan menggunakan dua buah
cara teknik mobilisasi. Pertama, metode Kleinert, aktif ekstensi dari jari dapat
dicapai dengan teknik pasif fleksi menggunakan karet yang dilekatkan pada kuku
jari dan pergelangan tangan. Teknik kedua metode Harmer, Young dan Harmon
serta Duran dan Houser. Mengontrol gerakan pasif dengan memblok bagian
belakang dari jari. Rentang keamanan lebih meningkat apabila teknik penjahitan
dengan teknik. Multistrand.8

Gambar 9. Teknik rehabilitasi menurut Kleinert.


Dikutip dari Campbell.8

Setelah dilakukan reparasi tendon fleksor, pergelangan tangan dan tangan


dilakukan pemasangan bidai posterior. Sebagai tambahan, jari yang tendonnya
putus diposisikan fleksi dengan menggunakan karet yang berjangkar di
pergelangan tangan. Pada posisi ini jari dapat aktif ekstensi dan pasif fleksi. Pada
jangka waktu 3 minggu dilakukan aktif fleksi dan ekstensi terbatas pada posisi
fleksi 40-60 derajat. Pada 3-8 minggu, karet elastik dilekatkan pada perban elastis
di pergelangan tangan. Setelah traksi karet dihilangkan dipasang bidai pada
malam hari selama 6-8 minggu.

20
Gambar 10. Teknik rehabilitasi menurut Duran dan Houser.
Dikutip dari : Campbell.8

13. Kesimpulan
Kemampuan untuk mengembalikan fungsi pada jari setelah terjadi cedera
semakin meningkat dengan semakin banyaknya penelitian. Walaupun hasil
penyambungan tendon dengan berbagai teknik serta rehabilitasi semakin baik
tetapi kita masih mengharapkan pemulihan yang lebih sempurna. Akan lebih
banyak lagi modifikasi di masa depan dan penangan yang lebih baik pada kasus-
kasus sulit.

21
Daftar Pustaka

1. Strickland JW. Flexor tendon – acute injuries. In: Green DID, Hotchkiss
RN, Pederson WC, editor. Green’s operative orthopedic hand surgery. 4th ed.
Philadelpia: Churchill Livingstone; 1999 : 1851 – 83.
2. Boyer MI, Strickland JW. Et al. Flexor Tendon Repair and Rehabilitation :
State of The Art in 2002. JBJS. 2002.
3. Thompson JC. Hand section. In: Netter’’s Concise Atlas of Orthopaedic
Anatomy. 1st ed. Philadelphia: Elsevier Inc; 2002 : 121 – 45
4. Ricci JL. Tissue anatomy. In: Orthopaedics a study guide. New York: Mc
Graw Hill; 1999: 13 – 14.
5. Thurman RT. Two, four, and six strand zone II flexor tendon repairs: an in
situ biomechanical comparison using a cadaver model. J Hand Surg 1998; 23A:
262 - 5
6. Leddy JP. Flexor tendons – acute injuries. In: Operative hand surgery.
New York: Churchill Livingstone; 1993: 1823 – 45.
7. Harrison R. Hand surgery – tendon healing project. J hand surg. 2003:
105 – 14.
8. Wright PE. Flexor and extensor tendon injuries. In: Campbell’s operative
orthopaedics. St. Louis: Mosby; 1992 : 3003 – 57.
9. Amadio PC. Tendon injuries in the upper extremity. In: Principles of
orthopaedic practice. New York: Mc. Graw-Hill Co; 1998: 699 – 715.

22
23
24

You might also like