You are on page 1of 96

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejalan dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan telah
menciptakan berbagai fasilitas demi kenyamanan dan kualitas hidup manusia,
oleh karena itu pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya manusia harus
terus ditingkatkan.
Disiplin ilmu pertambangan senantiasa ditumbuhkan dan dikembangkan
sesuai dengan kemajuan perubahan zaman dan peradaban manusia.
Pertambangan (mining) yang merupakan salah satu ilmu yang memegang
peranan penting dalam meningkatkan taraf hidup bangsa khususnya
pemanfaatan sumber daya alam sehingga menjadi pilar dasar dalam
menghadapi persaingan yang kompetitif dan mengglobal dalam berbagai
bidang.
Sehubungan dengan hal tersebut maka dunia pendidikan dituntut untuk
menciptakan tenaga-tenaga siap pakai sebagai sumber daya manusia yang
berpotensial dan berkualitas yang nantinya dapat dipercaya akan
kemampuannya dalam mengolah berbagai potensi sumber daya alam.
Salah satu cara bentuk untuk mengaplikasikan ilmu yang didapatkan dari
bangku kuliah yaitu dengan melakukan kerja praktek pada perusahaan-
perusahaan yang bergerak dan berkaitan dengan bidang tersebut. Kerja praktek
ini diharapakan dapat menjadi sarana untuk menimba pengalaman kerja serta
dapat terjun langsung ke lapangan melihat bagaimana mekanisme kerja dalam
perusahaan pertambangan yang profesional.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari kerja praktek ini adalah merupakan bentuk partisipasi
mahasiswa dalam pendidikan non formal dalam penyelesaian program strata
satu (S1) pada Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Ilmu dan

Laporan Kerja Praktek 1


Teknologi Kebumian Universitas Halu Oleo. Sedangkan tujuan dari kerja
praktek ini adalah:
1. Diharapkan dengan melakukan kerja praktek ini, mahasiswa dapat melihat
langsung aplikasi berbagai teori yang didapatkan pada bangku kuliah.
2. Mengetahui secara langsung proses dan metode penambangan Nikel laterit
yang dilakukan oleh PT. ANTAM (Persero) Tbk, UPBN.
3. Sebagai bekal dimasa depan dan menambah wawasan dan kemampuan
bagi mahasiswa dalam pengoptimalan pengetahuan serta pengalaman kerja
di lapangan

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah yang akan dikaji dalam kerja praktek ini mengenai
Mining Surveying, Impit Drilling, Mine Production, Preparation Sample, dan
Mine Enviroment pada PT. ANTAM (Persero) Tbk, UPBN.

1.4 Waktu dan Kesampaian Daerah Penelitian


Dalam proses kerja praktek ini dilaksanakan pada tanggal 02 november
2016 sampai 01 desember 2016 yang bertempat pada lokasi PT. ANTAM
(Persero) Tbk, UPBN yang merupakan termasuk dalam wilayah Kabupaten
Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara geografis terletak pada 2º00’-
5º00’ Lintang Selatan dan 120º45’- 124º06’ Bujur Timur.
Lokasi penambangan PT. ANTAM (Persero) Tbk, UPBN ini dapat
dicapai mulai jalur dari Kendari yang berjarak ± 240 km d e n g a n waktu
tempuh ± 4 jam.

1.5 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu:
1. Buku lapangan
2. Alat tulis menulis
3. Rompi
4. Kamera Digital

Laporan Kerja Praktek 2


5. Handphone
6. Perlengkapan Safety (Helmet dan sepatu)
7. Laptop

1.6 Metodologi Penelitian


1.6.1 Tahap persiapan
Pada tahap ini dilakukan sebelum kerja praktek, untuk menunjang
kelancaran tahapan-tahapan berikutnya. Selain itu, bertujuan agar seluruh
kegiatan dapat berjalan secara efisiensi dan efektif. Tahap ini dilakukan
sebelum berangkat ke lokasi penelitian.
1 Persiapan administrasi
Pada tahap persiapan administrasi berupa pengurusan prasyarat dari
jurusan dan fakultas untuk membuat surat rekomendasi kerja praktek
sebelum berangkat ke daerah kerja praktek.
2. Penyusunan Proposal
Tahap ini dilakukan di kampus sebelum melakukan kegiatan
kerja praktek pada PT. ANTAM (Persero) Tbk, BUMN Kabupaten Kolaka,
Provinsi Sulawesi Tenggara.
3. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum keadaan
daerah penelitian pada PT. ANTAM (Persero) Tbk, BUMN.
1.6.2 Tahap Pengumpulan Data.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan
sekunder. Oleh karena itu dilakukan beberapa pendekatan sebagai berikut.
1. Data primer terdiri dari
Data primer akan diperoleh langsung dari lokasi penelitian, antara lain:
a. Observasi lapangan
Obervasi lapangan dimaksud meninjau keadaan langsung daerah
penambangan, agar dapat diketahui proses-proses kegiatan penambangan
nikel laterit.

Laporan Kerja Praktek 3


b. Wawancara
Wawancara yang dilakukan ini untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai hal-hal yang dilakukan dilapangan
2. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang didapatkan dari perusahaan.
1.6.3 Tahap Pengolahan dan Analisis Data
Pada tahap ini mahasiwa menganalisis dan mengolah data yang telah diambil
langsung di lapangan.
1.6.4 Tahap Penyusunan Laporan Kerja Praktek
Setelah melalui evaluasi dan pembahasan maka akan mendapatkan
kesimpulan dan tujuan akhir dari penelitian ini, hasilnya disusun dalam bentuk
laporan. Laporan yang telah disusun sebagai laporan akhir diprsentasikan
alam bentuk presentase pada pembimbing lapangan dan bidang learning PT.
ANTAM (Persero) Tbk, UPBN.

Metode Penelitian Tahap Persiapan

1. Administrasi..
2. Studi Pustaka.
3. Penyusunan proposal
Tahap Pengumpulan Data Kerja Praktek
1. Data primer .
2. Data sekunder.
Tahap pengolahan dan
analisis data

Tahap penyusunan laporan

Gambar 1. Diagram alir penelitian

Laporan Kerja Praktek 4


BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Sejarah Perusahaan


Indonesia merupakan negara yang memilki kekayaan sumber daya alam
yang berlimpah , diantaranya adalah bijih nikel yang banyak tersebar di daerah
yang memiliki batuan ultrabasa. Terkhusus di Sulawesi Tenggara banyak
terdapat cebakan bijih nikel laterit yang diantaranya terdapat pada daerah
Pomalaa Kabupaten Kolaka. Pada daerah tersebut eksplorasi dimulai sejak
tahun 1964 oleh PT. Nikel (Pertambangan Nikel Indonesia), yang sebelumnya
pada tahun 1909 bijih nikel di daerah tersebut telah dieksplorasi dan ditambang
oleh E.C. Abendadon yang kemudian beralih ke eksplorasi berikutnya oleh
Oots Borneo Maatschappij (OBM) dan tahun 1934 perusahaan Bone Tolo
Maatschappij memproduksi dengan hasil yang didapatkan 150.000 ton bijih
nikel yang di ekspor di jepang. Hal tersebut berlangsung hingga tahun 1942.
Karena gangguan keamanan, usaha perusahaan tersebut gagal hingga pada
tahun 1957 petambangan bijjih nikel dapat dimulai lagi oleh NV. Pertro yang
melakukan operasi pada tahun 1959 hingga 1960 di pulau maniang yang hanya
memiliki IUP 100 Ha dengan kadaer nikel yang terkandung sebesar > 3 %.
Sejak tahun 1960, berlaku PP.29 Undang - Undang Pertambangan No. 37
yang menyatakan bahwa bahan galian nikel merupakan bahan galian strategis
sehingga aktifitas penambangannya akan diambil alih oleh pemerintah, maka
didirikanlah perusahaan yang bekerja sama antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah yang berstatus PT (Persero Terbatas).
Pada tahun 1968 terbentulah perusahaan negara Aneka Tambang (PN.
ANTAM) yang sebelumnya merupakan kontrak karya antara BPU Pertabun
dan Selawesi Nickel Development Coorporation Limited (SUNIDECO). Pada
tahun yang sama yakni 5 Juni 1968 PN. ANTAM mulai mendirikan pabrik di
daerah Pomalaa, Kabupaten Kolaka SULTRA. Pada 30 Desember 1974 PN.
ANTAM berubah nama menjadi PT. ANTAM (Persero). Dua tahun kemudian
yakni pada tahun 1976 pabrik FeNi PT. ANTAM diresmikan oleh Wakil

Laporan Kerja Praktek 5


Presiden Indonesia dan Sri Sultan Hamengkuuwono XI. Hingga saat ini PT.
ANTAM (Persero) telah berhasil membangun pabrik FeNi sebanyak 3.
Untuk memaksimalkan proses produksi sehingga target yang diinginkan
bisa tercapai maka pabrik PT. ANTAM menggunakan mesin diesel sebagai
pembangkit listrik yang terdiri dari unit PLT I dan PLT II yang
diinterkoneksikan secara parallel sebelum didistribusikan. Pada bulan Oktober
2005 Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan PLT III dual firing
yang memiliki daya masing – masing 17MW yang mendukung kebutuhan
listrik pada pabrik FeNi I, FeNi II dan FeNi III.
Segmen usaha nikel PT. ANTAM Pomalaa terdiri dari komoditi feronikel
dan bijih nikel. Bijih nikel yang dihasilkan memiliki karasteristik kadar nikel
dengan kisaran 1,0% sampai diatas 2,0%.

2.2 Visi dan Misi Perusahaan


A. Visi
“Mendaji korporasi global terkemuka melalui diversifikasi dan integrasi
usaha berbasis sumber daya alam”.
B. Misi
 Menghasilkan produk – produk berkualitas dengan memaksimalkan nilai
tambah melalui praktek – prktek industri terbaik dan operasional yang unggul
 Mengoptimalkan sumber daya dengan mengutamakan keberlanjutan,
keselamatan kerja, dan kelestarian lingkungan.
 Memaksimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dan pemangku
kepentingan.

2.3 Lingkungan Daerah


2.3.1 Lingkungan
Wilayah PT. ANTAM (Persero) Tbk, UBPN SULTRA bertempat di
Kabupaten Kolaka, Privinsi Sulawesi Tenggara dengan luas area 6918,38 Km²
yang ditempati dengan jumlah pendudukan 329.343 jiwa dan luas area untuk

Laporan Kerja Praktek 6


kecamatan pomalaa itu sendiri adalah 373,82 dengan jumlah penduduk 29.461
jiwa.
2.3.2 Mata Pencaharian Penduduk
Penduduk di daerah Kolaka Sulawesi Tenggara memiliki berbagai mata
pencaharian, yang di antaranya penduduk yang berdomisili di sekitar pantai
lebih condong untuk memjadi nelayan, adapun untuk masyarakat pada wilayah
daratan lebih condong untuk bertani.
2.3.3 Flora dan Fauna
Flora dan fauna yang terdapat di kawasan konservasi Provinsi Sulawesi
Tenggara memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Keanekaragaman
hayati ini tidak terlepas dari berbagai tipe ekosistem yang membentuk
kawasan konservasi tersebut. Berbagai tipe ekosistem tersebut diantaranya
ekosistem perairan laut, pesisir pantai dan daratan/terestrial. Berbagai flora dan
fauna (dilindungi maupun tidak dilindungi) yang dominan di
kawasankonservasi Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai berikut :
1. Flora
a. Orchidaceae
1. Anggrek serat
Anggrek serat dalam bahasa lokal (Sulawesi) disebut sebagai anomi,
anemi, atau alemi. Sedangkan dalam bahasa latin, nama ilmiah anggrek
serat semula adalah Dendrobium utile namun kemudian mengalami revisi
menjadi Diplocaulobium utile. Nama latin yang pertama, Dendrobium
utile sekarang dipakai sebagai sinonim.
2. Anggrek bulan
Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) merupakan jenis anggrek
(Orchidaceae) yang mempunyai ciri khas kelopak bunga yang lebar dan
berwarna putih. Meskipun saat ini sudah banyak anggrek bulan hasil
persilangan (anggrek bulan hibrida) yang memiliki corak dan warna
beragam jenis.

Laporan Kerja Praktek 7


b. Nephentaceae yaitu Kantong semar
Di Sulawesi ini sedikitnya terdapat 9 spesies bunga kantong semar alami
yang lima di antaranya merupakan tanaman endemik pulau ini. Sedangkan
empat jenis lainnya, meskipun asli Sulawesi namun bisa ditemukan di pulau
lainnya.
2. Fauna
a. Anoa (Bubalus depressicornis)
Anoa adalah satwa endemik pulau Sulawesi, Indonesia. Anoa juga menjadi
fauna identitas provinsi Sulawesi Tenggara. Satwa langka dan dilindungi ini
terdiri atas dua spesies (jenis) yaitu: anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) dan
anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis). Kedua satwa ini tinggal dalam
hutan yang jarang dijamah manusia. Kedua spesies anoa tersebut hanya dapat
ditemukan di Sulawesi, Indonesia. Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari
5000 ekor yang masih bertahan hidup. Anoa sering diburu untuk diambil
kulitnya, tanduknya dan dagingnya.
b. Babi Rusa
Babirusa yang dalam bahasa latin disebut sebagai Babyrousa babirussa
hanya bisa dijumpai di Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya seperti pulau
Togian, Sula, Buru, Malenge, dan Maluku. Sebagai hewan endemik, Babirusa
tidak ditemukan di tempat lainnya. Sayangnya satwa endemik ini mulai langka.

2.3.4 Iklim
Kolaka memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan penghujan.
Musim Kemarau terjadi antara Bulan Mei dan Oktober, dimana angin Timur
yang bertiup dari Australia tidak banyak mengandung uap air, sehingga
mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya Musim Hujan terjadi antara Bulan
November dan Maret, dimana angin Barat yang bertiup dari Benua Asia dan
Samudera Pasifik banyak mengandung uap air sehingga terjadi musim hujan.
Khusus pada Bulan April arah angin tidak menentu, demikian pula curah hujan
sehingga pada bulan ini dikenal sebagai musim pancaroba.

Laporan Kerja Praktek 8


Curah hujan dipengaruhi oleh perbedaan iklim, orografi dan
perputaran/pertemuan arus udara. Hal ini menimbulkan adanya perbedaan
curah hujan menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Di wilayah Kolaka,
curah hujan yang lebih dari 2.000 mm pertahun, meliputi wilayah sebelah
Utara jalur Kolaka, meliputi Kecamatan Kolaka, Latambaga, Wolo, Samaturu,
Mowewe, Uluiwoi, dan Tinondo. Sementara itu, curah hujan kurang dari 2.000
mm pertahun meliputi wilayah selatan dan timur, yaitu Watubangga, Toari,
Polinggona, Tanggetada, Pomalaa, Baula, Wundulako, Ladongi, Lambandia,
Poli-Polia, Lalolae, Loea, dan Tirawuta.
Tinggi rendahnya suhu udara dipengaruhi oleh letak geografis wilayah
dan ketinggian dari permukaan laut. Wilayah Kolaka pada umumnya berada
pada ketinggian kurang dari 1.000 meter, sehingga beriklim tropis. Pada tahun
2012, suhu udara maksimum ratarata berkisar antara 28,8 ºC – 33,9 ºC, dan
suhu minimum rata-rata berkisar antara 23,8 ºC – 25,0 ºC.
2.3.5 Sosial Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kolaka dalam sepuluh tahun
terakhir menunjukkan keadaan yang berfluktuasi. Pada saat krisis ekonomi
tahun 1998, ekonomi mengalami kontraksi sebesar -2,94%. Pertumbuhan
ekonomi tertinggi dicapai pada tahun 1995 yang mencapai 14,56%. Kondisi
terakhir menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2006 sebesar
10,58%.
Proses penciptaan nilai tambah dalam kegiatan produksi masih
tergolong rendah, hal itu ditandai dengan peranan Sektor Industri Pengolahan
yang masih rendah. Pangsa Sektor Industri Pengolahan (berdasarkan harga
berlaku) terhadap PDRB pada tahun 1996 sebesar 15,77%, dan pada tahun
2004 mencapai 13,11%, dan mengalami peningkatan pada tahun 2006 dengan
nilai 18,39%. Kondisi tersebut ditunjang dengan besarnya pangsa kelompok
sektor Primer khususnya Sektor Pertanian terhadap PDRB. Pada tahun 1995,
pangsa sektor Pertanian mencapai 33,61% dan sepuluh tahun kemudian, tahun
2005, telah mencapai 39,28%, dan mengalami penurunan pada tahun
berikutnya pada angka 36,20%. Dalam konteks transformasi ekonomi, peranan

Laporan Kerja Praktek 9


industri pengolahan akan dapat semakin besar jika secara relatif terjadi
penurunan pangsa pada kelompok sektor Primer RPJPD Kabupaten Kolaka,
2005 – 2025 sehingga peranan pada kelompok Sekunder, termasuk di
dalamnya sektor Industri Pengolahan, akan cenderung mengalami peningkatan.
Walau secara relatif lebih baik dari keadaan Provinsi Sulawesi
Tenggara, tetapi tingkat pengangguran masih tergolong tinggi. Sesaat setelah
krisis ekonomi tahun 1999, pengangguran meningkat pada angka 13,81% dari
tahun sebelumnya dengan besaran 4,44%. Pada tahun 2002,pengangguran
mencapai 5.156 orang atau 3,2% dari angkatan kerja, dan pada tahun 2005
jumlah pengangguran kembali meningkat menjadi 10.120 orang atau 8,69%,
sedangkan di Provinsi Sultra tingkat pengangguran sebesar 12,94% dari
angkatan kerja.
Dalam kegiatan ekspor-impor, kegiatan ekspor menunjukkan nilai yang
lebih besar daripada impor. Namun net ekspor tersebut belum menunjukkan
tingkat kegiatan dan keberhasilan usaha produksi masyarakat secara
keseluruhan. Hal itu disebabkan proporsi ekspor yang disumbangkan oleh PT
Aneka Tambang jauh lebih besar dari pada kegiatan dari produksi masyarakat.
Pada tahun 2000, ekspor mencapai 100.197,40 US $, dimana keseluruhan
ekspor tersebut merupakan produksi biji nikel dan ferro nikel dari PT Aneka
tambang. Pada tahun 2005 nilai ekspor mencapai 136.935.300,5 US $, di mana
sumbangan ekspor PT Aneka Tambang sebesar 124.125.268,5 US $ atau
90,6% dari total ekspor Kabupaten Kolaka.
Peran Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Koperasi pada
perekonomian Kabupaten Kolaka belum optimal. Walau mempunyai potensi
besar untuk berkembang tetapi masih terkendala dengan berbagai hal, yaitu (1)
Akses UMKM kepada perbankan masih sulit dan terbatas, (2) Manajemen
usaha, adminisrasi, keuangan tidak tertangani dengan baik, (3) Efisiensi dan
keterampilan tenaga kerja dalam proses produksi masih rendah.

Laporan Kerja Praktek 10


2.3.6 Tata Guna Lahan
Secara keseluruhan, luas daratan Kabupaten Kolaka mencapai 688.878
ha, sebagian besar merupakan (digunakan sebagai) hutan negara.Penggunaan
lahan diklasifikasikan kedalam 13 kategori yaitu; sawah, tanah pekarangan/
tanah untuk bangunan dan halaman sekitarnya, tanah tegal/ kebun, tanah
ladang/ huma, tanah padang rumput, tanah rawa yang tidak dapat ditanami,
tanah tambak/kolam/ tebat dan empang, tanah lahan yang sementara tidak
diusahakan, lahan tanaman kayu-kayuan, tanah hutan negara, tanah perkebunan
dan tanah lain-lain. Konversi lahan menunjukkan adanya dinamika
pemanfaatan tanah, dimana telah terjadi peningkatan pemanfaatan lahan ladang
tambak, kolam, tebat dan empang.

Laporan Kerja Praktek 11


BAB III
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Nikel Laterit


Istilah “laterite” atau laterit berasal dari bahasa Latin “later” yang berarti
bata. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Buchanan Hamilton pada
tahun 1807 untuk bongkahan-bongkahan tanah (earthy iron crust) yang telah
dipotong menjadi bata (bricks) untuk bangunan dari orang Malabar – South
Central India. Masyarakat Malabar mengenali material ini dalam bahasa
mereka sebagai “brickstone” atau batu bata yang digunakan sebagai bahan
bangunan di Mysore, Canara dan Malabryang merupakan wilayah India
bagian selatan. Material tersebut sangat rapuh dan mudah dipotong, tetapi
apabila terlalu lama terekspos, maka akan cepat sekali mengeras dan sangat
kuat. Smith (1992) mengemukakan bahwa laterit merupakan regolith atau
tubuh batuan yang mempunyai kandungan Fe yang tinggi dan telah mengalami
pelapukan, termasuk di dalamnya profil endapan material hasil transportasi
yang masih tampak batuan asalnya.Batuan induk bijih nikel adalah
batuan peridotit. Menurut Vinogradov batuan ultra basa rata-rata mempunyai
kandungan nikel sebesar 0,2 %. Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi
kristal mineral olivin dan piroksin, sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe
dan Mg. Proses terjadinya substitusi antara Ni, Fe dan Mg dapat diterangkan
karena radius ion dan muatan ion yang hampir bersamaan di antara unsur-unsur
tersebut. Proses serpentinisasi yang terjadi pada batuan peridotit akibat
pengaruh larutan hydrothermal, akan merubah batuan peridotit menjadi
batuanserpentinit atau batuan serpentinit peroditit. Sedangkan proses kimia dan
fisika dari udara, air serta pergantian panas dingin yang bekerja kontinu,
menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk.
Pada pelapukan kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO2 berasal
dari udara dan pembusukan tumbuh-tumbuhan menguraikan mineral-mineral
yang tidak stabil (olivin dan piroksin) pada batuan ultra basa, menghasilkan
Mg, Fe, Ni yang larut; Si cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel

Laporan Kerja Praktek 12


silika yang sangat halus. Didalam larutan, Fe teroksidasi dan mengendap
sebagai ferri-hydroksida, akhirnya membentuk mineral-mineral seperti geothit,
limonit, dan haematit dekat permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu
ikut serta unsur cobalt dalam jumlah kecil.
Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus kebawah selama
larutannya bersifat asam, hingga pada suatu kondisi dimana suasana cukup
netral akibat adanya kontak dengan tanah dan batuan, maka ada kecenderungan
untuk membentuk endapan hydrosilikat. Nikel yang terkandung dalam rantai
silikat atau hydrosilikat dengan komposisi yang mungkin bervariasi tersebut
akan mengendap pada celah-celah atau rekahan-rekahan yang dikenal dengan
urat-urat garnierit dan krisopras. Sedangkan larutan residunya akan membentuk
suatu senyawa yang disebut saprolit yang berwarna coklat kuning kemerahan.
Unsur-unsur lainnya seperti Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan
terbawa kebawah sampai batas pelapukan dan akan diendapkan sebagai
dolomit, magnesit yang biasa mengisi celah-celah atau rekahan-rekahan pada
batuan induk. Dilapangan urat-urat ini dikenal sebagai batas petunjuk antara
zona pelapukan dengan zona batuan segar yang disebut dengan akar pelapukan
(root of weathering).

2.2 Genesa Nikel Laterit


Proses pembentukan nikel laterit diawali dari proses pelapukan batuan
ultrabasa, dalam hal ini adalah batuan harzburgit. Batuan ini banyak
mengandung olivin, piroksen, magnesium silikat dan besi, mineral-mineral
tersebut tidak stabil dan mudah mengalami proses pelapukan.
Proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit,
serpentinit), dimana batuan ini banyak mengandung mineral olivin, piroksen,
magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya mengandung 0,30 %
nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritic.
Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut
dan silika dari profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam, hangat dan

Laporan Kerja Praktek 13


lembab serta membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses
laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co.
Air permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfir dan terkayakan
kembali oleh material – material organis di permukaan meresap ke bawah
permukaan tanah sampai pada zona pelindian, dimana fluktuasi air tanah
berlangsung. Akibat fluktuasi ini air tanah yang kaya CO2 akan kontak dengan
zona saprolit yang masih mengandung batuan asal dan melarutkan mineral –
mineral yang tidak stabil seperti olivin / serpentin dan piroksen. Mg, Si dan Ni
akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan memberikan
mineral – mineral baru pada proses pengendapan kembali. Endapan besi yang
bersenyawa dengan oksida akan terakumulasi dekat dengan permukaan tanah,
sedangkan magnesium, nikel dan silika akan tetap tertinggal di dalam larutan
dan bergerak turun selama suplai air yang masuk ke dalam tanah terus
berlangsung. Rangkaian proses ini merupakan proses pelapukan dan
pelindihan/leaching.
Pada proses pelapukan lebih lanjut magnesium (Mg), Silika (Si), dan Nikel
(Ni) akan tertinggal di dalam larutan selama air masih bersifat asam . Tetapi
jika dinetralisasi karena adanya reaksi dengan batuan dan tanah, maka zat – zat
tersebut akan cenderung mengendap sebagai mineral hidrosilikat (Ni-
magnesium hidrosilicate) yang disebut mineral garnierit
[(Ni,Mg)6Si4O10(OH)8] atau mineral pembawa Ni.
Adanya suplai air dan saluran untuk turunnya air, dalam hal berupa kekar,
maka Ni yang terbawa oleh air turun ke bawah, lambat laun akan terkumpul di
zona air sudah tidak dapat turun lagi dan tidak dapat menembus batuan
dasar(bedrock). Ikatan dari Ni yang berasosiasi dengan Mg, SiO dan H akan
membentuk mineral garnierit dengan rumus kimia (Ni, Mg)
Si4O5(OH)4. Apabila proses ini berlangsung terus menerus, maka yang akan
terjadi adalah proses pengkayaan supergen/supergen enrichment. Zona
pengkayaan supergen ini terbentuk di zona Saprolit. Dalam satu penampang
vertikal profil laterit dapat juga terbentuk zona pengkayaan yang lebih dari

Laporan Kerja Praktek 14


satu, hal tersebut dapat terjadi karena muka air tanah yang selalu berubah-ubah,
terutama tergantung dari perubahan musim.
Di bawah zona pengkayaan supergen terdapat zona mineralisasi primer
yang tidak terpengaruh oleh proses oksidasi maupun pelindihan, yang sering
disebut sebagai zona batuan dasar (bed rock). Biasanya berupa batuan
ultramafik seperti Peridotit atau Dunit.

2.3 Fakor – Faktor Terbentuknya Nikel Laterit


Proses dan kondisi yang mengendalikan proses lateritisasi batuan
ultramafik sangat beragam dengan ukuran yang berbeda sehingga membentuk
sifat profil yang beragam antara satu tempat ke tempat lain, dalam komposisi
kimia dan mineral, dan dalam perkembangan relatif tiap zona profil. Faktor
yang mempengaruhi efisiensi dan tingkat pelapukan kimia yang pada akhirnya
mempengaruhi pembentukan endapan adalah:
2.3.1 Iklim
Iklim yang sesuai untuk pembentukan endapan laterit adalah iklim
tropis dan sub tropis, di mana curah hujan dan sinar matahari memegang
peranan penting dalam proses pelapukan dan pelarutan unsur-unsur yang
terdapat pada batuan asal. Sinar matahari yang intensif dan curah hujan
yang tinggi menimbulkan perubahan besar yang menyebabkan batuan akan
terpecah-pecah, disebut pelapukan mekanis, terutama dialami oleh batuan
yang dekat permukaan bumi.
Secara spesifik, curah hujan akan mempengaruhi jumlah air yang
melewati tanah, yang mempengaruhi intensitas pelarutan dan perpindahan
komponen yang dapat dilarutkan. Sebagai tambahan, keefektifan curah
hujan juga penting. Suhu tanah (suhu permukaan udara) yang lebih tinggi
menambah energi kinetik proses pelapukan.
2.3.2 Topografi
Geometri relief dan lereng akan mempengaruhi proses pengaliran dan
sirkulasi air serta reagen-reagen lain. Secara teoritis, relief yang baik untuk
pengendapan bijih nikel adalah punggung-punggung bukit yang landai

Laporan Kerja Praktek 15


dengan kemiringan antara 10 – 30°. Pada daerah yang curam, air hujan
yang jatuh ke permukaan lebih banyak yang mengalir (run-off) dari pada
yang meresap kedalam tanah, sehingga yang terjadi adalah pelapukan yang
kurang intensif. Pada daerah ini sedikit terjadi pelapukan kimia sehingga
menghasilkan endapan nikel yang tipis. Sedangkan pada daerah yang
landai, air hujan bergerak perlahan-lahan sehingga mempunyai kesempatan
untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau
pori-pori batuan dan mengakibatkan terjadinya pelapukan kimiawi secara
intensif. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang
landai sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan
pelapukan mengikuti bentuk topografi.
2.3.3 Tipe batuan asal
Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya
endapan nikel laterit. Batuan asalnya adalah jenis batuan ultrabasa dengan
kadar Ni 0.2-0.3%, merupakan batuan dengan elemen Ni yang paling
banyak di antara batuan lainnya, mempunyai mineral-mineral yang paling
mudah lapuk atau tidak stabil (seperti Olivin dan Piroksen), mempunyai
komponen-komponen yang mudah larut, serta akan memberikan
lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel. Mineralogi batuan asal
akan menentukan tingkat kerapuhan batuan terhadap pelapukan dan elemen
yang tersedia untuk penyusunan ulang mineral baru.
2.3.4 Struktur
Struktur geologi yang penting dalam pembentukan endapan laterit
adalah rekahan (joint) dan patahan (fault). Adanya rekahan dan patahan ini
akan mempermudah rembesan air ke dalam tanah dan mempercepat proses
pelapukan terhadap batuan induk. Selain itu rekahan dan patahan akan
dapat pula berfungsi sebagai tempat pengendapan larutan-larutan yang
mengandung Ni sebagai vein-vein. Seperti diketahui bahwa jenis batuan
beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga
penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut

Laporan Kerja Praktek 16


lebih memudahkan masuknya air dan proses pelapukan yang terjadi akan
lebih intensif.
2.3.5 Reagen-reagen Kimia dan Vegetasi
Reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang
membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung
CO2 memegang peranan paling penting di dalam proses pelapukan secara
kimia. Asam-asam humus (asam organik) yang berasal dari pembusukan
sisa-sisa tumbuhan akan menyebabkan dekomposisi batuan, merubah pH
larutan, serta membantu proses pelarutan beberapa unsur dari batuan induk.
Asam-asam humus ini erat kaitannya dengan kondisi vegetasi daerah.
Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan penetrasi air lebih dalam dan
lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan, meningkatkan
akumulasi air hujan, serta menebalkan lapisan humus. Keadaan ini
merupakan suatu petunjuk, dimana kondisi hutan yang lebat pada
lingkungan yang baik akan membentuk endapan nikel yang lebih tebal
dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi juga dapat berfungsi
untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi.
2.3.6 Waktu
Waktu merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pelapukan,
transportasi, dan konsentrasi endapan pada suatu tempat. Untuk
terbentuknya endapan nikel laterit membutuhkan waktu yang lama,
mungkin ribuan atau jutaan tahun. Bila waktu pelapukan terlalu muda maka
terbentuk endapan yang tipis. Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan
pelapukan yang cukup intensif karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi.
Banyak dari faktor tersebut yang saling berhubungan dan karakteristik
profil di satu tempat dapat digambarkan sebagai efek gabungan dari semua
faktor terpisah yang terjadi melewati waktu, ketimbang didominasi oleh satu
faktor saja.
Ketebalan profil laterit ditentukan oleh keseimbangan kadar pelapukan
kimia di dasar profil dan pemindahan fisik ujung profil karena erosi. Tingkat
pelapukan kimia bervariasi antara 10 – 50 m per juta tahun, biasanya sesuai

Laporan Kerja Praktek 17


dengan jumlah air yang melalui profil, dan 2 – 3 kali lebih cepat dalam batuan
ultrabasa daripada batuan asam. Disamping jenis batuan asal, intensitas
pelapukan, dan struktur batuan yang sangat mempengaruhi potensi endapan
nikel lateritik, maka informasi perilaku mobilitas unsur selama pelapukan akan
sangat membantu dalam menentukan zonasi bijih di lapangan.
2.4 Profil Nikel Laterit
Profil laterit dapat dibagi menjadi beberapa zona. Profil nikel laterit
tersebut didiskripsikan dan diterangkan oleh daya larut mineral dan kondisi
aliran air tanah.

Gambar 2.1. Profil endapan nikel laterit


2.4.1 Limonite
Lapisan ini terletak di bagian atas permukaan. Terdapat iron cap / iron
crust yang berwujud keras dan kaya akan besi (Fe) berwarna hitam. Iron
capping mempunyai kadar besi yang tinggi tapi kadar nikel yang
rendah. Lapisan limonite berwarna merah-coklat atau kuning, agak lunak,
berkadar air antara 30% - 40%, kadar nikel 0.3-1,5%, Fe 40-50%, MgO
0.5 - 5%, SiO2 3%, lapisan kaya besi dari limonit soil menyelimuti
seluruh area dengan ketebalan rata-rata 5 - 15 meter. Lapisan ini tipis pada

Laporan Kerja Praktek 18


lereng yang terjal, dan setempat hilang karena erosi. Sebagian dari nikel
pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide, lithiophorite.
Terkadang terdapat mineral talc, tremolite, chromiferous, kuarsa, gibsite,
maghemit. Pada bagian bawah kaya akan mineral manganese, cobalt, dan
nickel dalam bentuk asbolite.
Limonit dibedakan menjadi 2, yaitu : red limonite yang biasa disebut
hematit dan yellow limonite yang disebut goethit. Biasanya pada goetit
nikel berasosiasi dengan Fe dan mengganti unsur Fe sehingga pada zona
limonit terjadi pengayaan unsur Ni.
2.4.2 Smectite/Nontronite/Transition Zone
Lapisan ini merupakan zona peralihan antara Limonite bagian bawah
dan Saprolite bagian atas. Mengandung mineral Smectite
(Nontronite). Tekstur batuan induk (protolith) masih terlihat. Ukuran butir
cenderung lempung dan impermeable.
2.4.3 Lapisan Bijih (Saprolit)
Lapisan ini merupakan hasil pelapukan batuan ultramafik, berwarna
kuning kecoklatan agak kemerahan sampai kehijauan, terletak di bagian
bawah dari lapisan limonit. Campuran dari sisa-sisa batuan, butiran halus
limonit, saprolitic rims, vein dari endapan garnierit (nickeliferous quartz),
mangan dan pada beberapa kasus terdapat silica boxwork, bentukan dari
suatu zona transisi dari limonit ke bedrock.
Proses pelapukan batuan induk (protolith) masih terlihat dengan
jelas. Kehadiran boulder sebagai hasil dari pelapukan pada zona struktur
(joint & fault). Tekstur dan struktur protolith masih terlihat dengan
jelas. Pada batuan yang unserpentinised proses saprolitisasi hanya terjadi
pada permukaan batuan saja, sehingga unserpentinised boulder cenderung
bebas nikel dan masih banyak mengandung olivin. Pada batuan yang
serpentinised, proses saprolitisasi masuk ke dalam pori-pori batuan
sehingga serpentinised boulder memungkinkan mengandung nikel dan
sedikit mengandung olivin.

Laporan Kerja Praktek 19


Kadar Ni 1,85%, Fe 16%, MgO 25%, SiO2 35%. Lapisan ini
merupakan lapisan yang bernilai ekonomis untuk ditambang sebagai bijih.
2.4.4 Lapisan Batuan Dasar (Bedrock)
Bagian terbawah dari profil laterit Lapisan ini merupakan batuan
peridotit sesar yang tidak atau belum mengalami pelapukan. Blok peridotit
(batuan dasar) dan secara umum sudah tidak mengandung mineral
ekonomis lagi (kadar logam sudah mendekati atau sama dengan batuan
dasar). Berwarna kuning pucat sampai abu-abu kehijauan. Zona ini
terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh mineral garnierit dan
silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab adanya root zone
yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi.
Ketebalan dari masing-masing lapisan tidak merata, tergantung dari
morfologi dan relief, umumnya endapan laterit terakumulasi banyak pada
bagian bawah bukit dengan relief yang landai. Sedang relief yang terjal
endapan semakin menipis, di samping adanya kecenderungan akumulasi
mineral yang berkadar tinggi dijumpai pada zona-zona retakan, zona sesar
dan rekahan pada batuan.

2.5 Proses Penambangan


Pertambangan ialah suatu rangkaian kegiatan mulai dari kegiatan
penyelidikan bahan galian sampai dengan pemasaran bahan galian. secara
umum tahapan kegiatan pertambangan terdiri dari Penyelidikan Umum
(Prospeksi), Eksplorasi, Penambangan, Pengolahan, Pengangkutan, dan
Pemasaran.
2.5.1 Penyelidikan Umum (Prospeksi)
Prospeksi merupakan kegiatan penyelidikan, pencarian, atau
penemuan endapan-endapan mineral berharga. Atau dengan kata lain
kegiatan ini bertujuan untuk menemukan keberadaan atau indikasi adanya
bahan galian yang akan dapat atau memberikan harapan untuk diselidiki
lebih lanjut. Jika pada tahap prospeksi ini tidak ditemukan adanya
cadangan bahan galian yang berprospek untuk diteruskan sampai ke

Laporan Kerja Praktek 20


tahapan eksplorasi, maka kegiatan ini harus dihentikan. Apabila tetap
diteruskan akan menghabiskan dana secara sia-sia. Sering juga tahapan
prospeksi ini dilewatkan karena dianggap sudah ditemukan adanya
indikasi atau tanda-tanda keberadaan bahan galian yang sudah langsung
bisa dieksplorasi.
Metoda prospeksi antara lain tracing float dan pemetaan geologi dan
bahan galian. metode tracing float ini digunakan terutama pada anak
sungai, yang lebih mudah dilakukan pada musim kemarau. Metode ini
dilakukan untuk mencari atau menemukan float bahan galian yang
diinginkan, yang berasal dari lapukan zone mineralisasi yang melewati
lereng bukit atau terpotong anak sungai dan terhanyutkan oleh aliran
sungai. Dengan melakukan tracing float dari arah hilir ke hulu sungai,
maka bisa diharapkan untuk menemukan adanya zone mineralisasi yang
tersingkap pada arah hulu sungai. Pada metode ini litologi setempat
sebagian besar sudah diketahui.
Kedua, metode pemetaan geologi dan bahan galian. Metode ini
dilakukan apabila litologi setempat pada umumnya tidak diketahui, atau
diperlukan data yang rinci lagi.
2.5.2 Eksplorasi
Eksplorasi merupakan kegiatan yang dilakukan setelah prospeksi atau
setelah endapan suatu bahan galian ditemukan yang bertujuan untuk
mendapatkan kepastian tentang endapan bahan galian yang meliputi
bentuk, ukuran, letak kedudukan, kualitas (kadar) endapan bahan galian
serta karakteristik fisik dari endapan bahan galian tersebut.
Selain untuk mendapatkan data penyebaran dan ketebalan bahan
galian, dalam kegiatan ini juga dilakukan pengambilan contoh bahan
galian dan tanah penutup. Tahap ekplorasi ini juga sangat berperan pada
tahan reklamasi nanti, melalui eksplorasi ini kita dapat mengetahui dan
mengenali seluruh komponen ekosistem yang ada sebelumnya.

Laporan Kerja Praktek 21


a. Metode eksplorasi
Setelah diketahui terdapatnya bahan galian di suatu daerah dalam
kegiatan prospeksi, yang mempunyai prospek untuk dilakukan
kegiatan selanjutnya, maka dilakukanlah eksplorasi dengan metode
atau cara antara lain sebagai berikut:
 Untuk mengetahui penyebaran secara lateral dan vertical dapat
dilakukan dengan cara membuat parit uji, sumur uji, pembuatan
adit dam pemboran inti.
 Untuk mengetahui kualitas bahan galian, diambil contoh bahan
galian yang berasal dari titik percontohan dan dianalisis di
laboratorium.
 Pada beberapa jenis bahan galian juga dapat dilakukan beberapa
penyelidikan geofisik seperti seismic, SP, IP dan resistivity.
 Setelah titik percontohan yang dibuat dianggap cukup memadai
untuk mengetahui penyebaran lateral dan vertical bahan galian,
maka dibuat peta penyebaran cadangan bahan galian dan
dilakukan perhitungan cadangan bahan galian.
 Selain dari itu, juga kadang-kadang diperlukan analisis contoh
batuan yang berada di lapisan atas atau bawah bahan galian untuk
mengetahui sifat-sifat fisik dan keteknikannya.
b. Tahapan Eksplorasi
Tahapan-tahapan eksplorasi secara umum ada dua, yaitu eksplorasi
awal atau pendahuluan dan eksplorasi detil. Penjelasan tahapan-
tahapan tersebut adalah sebagai berikut,
 Tahap Eksplorasi Pendahuluan
Dalam tahap eksplorasi pendahuluan ini tingkat ketelitian yang
diperlukan masih kecil sehingga peta-peta yang digunakan dalam
eksplorasi pendahuluan juga berskala kecil 1 : 50.000 sampai 1 :
25.000. Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini
adalah:

Laporan Kerja Praktek 22


1. Studi Literatur
Dalam tahap ini, sebelum memilih lokasi-lokasi eksplorasi
dilakukan studi terhadap data dan peta-peta yang sudah ada (dari
survei-survei terdahulu), catatan-catatan lama, laporan-laporan temuan
dll, lalu dipilih daerah yang akan disurvei. Setelah pemilihan lokasi
ditentukan langkah berikutnya, studi faktor-faktor geologi regional dan
provinsi metalografi dari peta geologi regional sangat penting untuk
memilih daerah eksplorasi, karena pembentukan endapan bahan galian
dipengaruhi dan tergantung pada proses-proses geologi yang pernah
terjadi, dan tanda-tandanya dapat dilihat di lapangan.
2. Survei Dan Pemetaan
Jika peta dasar (peta topografi) dari daerah eksplorasi sudah
tersedia, maka survei dan pemetaan singkapan (outcrop) atau gejala
geologi lainnya sudah dapat dimulai (peta topografi skala 1 : 50.000
atau 1 : 25.000). Tetapi jika belum ada, maka perlu dilakukan
pemetaan topografi lebih dahulu. Kalau di daerah tersebut sudah ada
peta geologi, maka hal ini sangat menguntungkan, karena survei bisa
langsung ditujukan untuk mencari tanda-tanda endapan yang dicari
(singkapan), melengkapi peta geologi dan mengambil conto dari
singkapan-singkapan yang penting.
Selain singkapan-singkapan batuan pembawa bahan galian atau
batubara (sasaran langsung), yang perlu juga diperhatikan adalah
perubahan/batas batuan, orientasi lapisan batuan sedimen (jurus dan
kemiringan), orientasi sesar dan tanda-tanda lainnya. Hal-hal penting
tersebut harus diplot pada peta dasar dengan bantuan alat-alat seperti
kompas geologi, inklinometer, altimeter, serta tanda-tanda alami
seperti bukit, lembah, belokan sungai, jalan, kampung, dll. Dengan
demikian peta geologi dapat dilengkapi atau dibuat baru (peta
singkapan).
Tanda-tanda yang sudah diplot pada peta tersebut kemudian
digabungkan dan dibuat penampang tegak atau model penyebarannya

Laporan Kerja Praktek 23


(model geologi). Dengan model geologi hepatitik tersebut kemudian
dirancang pengambilan conto dengan cara acak, pembuatan sumur uji
(test pit), pembuatan paritan (trenching), dan jika diperlukan dilakukan
pemboran. Lokasi-lokasi tersebut kemudian harus diplot dengan tepat
di peta (dengan bantuan alat ukur, teodolit, BTM, dll.)
Dari kegiatan ini akan dihasilkan model geologi, model penyebaran
endapan, gambaran mengenai cadangan geologi, kadar awal, dll.
dipakai untuk menetapkan apakah daerah survei yang bersangkutan
memberikan harapan baik (prospek) atau tidak. Kalau daerah tersebut
mempunyai prospek yang baik maka dapat diteruskan dengan tahap
eksplorasi selanjutnya.
 Tahap Eksplorasi Detail
Setelah tahapan eksplorasi pendahuluan diketahui bahwa cadangan
yang ada mempunyai prospek yang baik, maka diteruskan dengan
tahap eksplorasi detail (White, 1997). Kegiatan utama dalam tahap ini
adalah sampling dengan jarak yang lebih dekat (rapat), yaitu dengan
memperbanyak sumur uji atau lubang bor untuk mendapatkan data
yang lebih teliti mengenai penyebaran dan ketebalan cadangan
(volume cadangan), penyebaran kadar/kualitas secara mendatar
maupun tegak. Dari sampling yang rapat tersebut dihasilkan cadangan
terhitung dengan klasifikasi terukur, dengan kesalahan yang kecil
(<20%), sehingga dengan demikian perencanaan tambang yang dibuat
menjadi lebih teliti dan resiko dapat dihindarkan.
Pengetahuan atau data yang lebih akurat mengenai kedalaman,
ketebalan, kemiringan, dan penyebaran cadangan secara 3-Dimensi
(panjang-lebar-tebal) serta data mengenai kekuatan batuan sampling,
kondisi air tanah, dan penyebaran struktur (kalau ada) akan sangat
memudahkan perencanaan kemajuan tambang, lebar/ukuran bahwa
bukaan atau kemiringan lereng tambang. Juga penting untuk
merencanakan produksi bulanan/tahunan dan pemilihan peralatan
tambang maupun prioritas bantu lainnya.

Laporan Kerja Praktek 24


2.5.3 Studi Kelayakan
Merupakan tahapan akhir dari rentetan penyelidikan awal yang
dilakukan sebelumnya sebagai penentu apakah kegiatan penambangan
endapan bahan galian tersebut layak dilakukan atau tidak. Dasar
pertimbangan yang digunakan meliputi pertimbangan teknis dan ekonomis
dengan teknologi yang ada pada saat ini, dan dengan memperhatikan
keselamatan kerja serta kelestarian lingkungan hidup. Bila tidak atau
belum layak maka data tersebut diarsipkan.
2.5.4 Perencanaan Tambang
Perencanaan tambang akan dilakukan apabila sudah ditemukan
adanya cadangan bahan galian yang sudah layak untuk ditambang, dengan
tingkat cadangan terukur. Seperti kita ketahui bahwa cadangan itu
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu pertama, cadangan terukur merupakan
cadangan dengan tingkat kesalahan maksimal 20% dan pada cadangan
teukur ini telah dilakukan pengeboran untuk pengambilan sampel.Kedua,
cadangan terindikasi, merupakan cadangan dengan bahan galian dengan
tingkat kesalahan 40% dan belum ada dilakukan pengeboran. Ketiga,
cadangan tereka, merupakan cadangan dengan tingkat kesalahan 80% dan
belum dilakukan pengeboran. Apabila tahap telah sampai pada tahap
perencanaan tambang. Berarti cadangan bahan galiannya telah sampai
pada tingkat cadangan terukur.
Perencanaan tambang dilakukan untuk merencanakan secara teknis,
ekonomi dan lingkungan kegiatan penambangan, agar dalam pelaksanaan
kegiatannya dapat dapat dilakukan dengan baik, aman terhadap
lingkungan.
2.5.5 Persiapan/Konstruksi
Persiapan/konstruksi adalah kegiatan yang dilakukan untuk
mempersiapkan fasilitas penambangan sebelum operasi penambangan
dilakukan. Pekerjaan tersebut seperti pembuatan akses jalan tambang,
pelabuhan, perkantoran, bengkel, mes karyawan, fasilitas komunikasi dan

Laporan Kerja Praktek 25


pembangkit listrik untuk keperluan kegiatan penambangan, serta fasilitas
pengolahan bahan galian.
2.5.6 Penambangan
Penambangan bahan galian dibagi atas tiga bagian yaitu tambang
terbuka, tambang bawah tanah dan tambang bawah air. Tambang terbuka
dikelompokan atas quarry strip mine, open cut, tambang alluvial, dan
tambang semprot. Tambang bawah tanah dikelompokkan atas room and
pillar, longwall, caving, open stope, supported stope, dan shrinkage.
System penambangan dengan menggunakan kapal keruk dapat
dikelompokkan menjadi tambang bawah air, walaupun relative dangkal.
a. Metoda tambang terbuka
Tambang terbuka secara umum didefinisikan sebagai kegiatan
penambangan bahan galian yag berhubungan langsung dengan udara
luar. Terdapat tahapan umum dalam kegiatan penambangan terbuka
yaitu pembersihan lahan, pengupasan tanah pucuk dan menyimpannya
di tempat tertentu, pembongkaran dan penggalian tanah penutup
(overburden) dengan menggunakan bahan peledak ataupun tanpa
bahan peledak dan memindahkannya ke disposal area, penggalian
bahan galian atau eksploitasi, dan membawanya ke stockpile untuk
diolah dan dipasarkan serta melakukan reklamasi lahan bekas
penambangan (pembahasan selanjutnya).
b. Tambang Bawah Tanah
Tambang bawah tanah secara umum didefinisikan sebagai tambang
yang tidak berhubungan langsung dengan udara luar. Terdapat
beberapa tahapan dalam tambang bawah tanah yaitu, pembuatan jalan
utama (main road), pemasangan penyangga (supported), pembuatan
lubang maju untuk produksi, ventilasi, drainase, dan fasilitas tambang
bawah tanah lainnya. Setelah itu melakukan operasional penambangan
bawah tanah dengan atau tanpa bahan peledak dan kemudian
membawa bahan galian ke stock pile untuk diolah dan dipasarkan.

Laporan Kerja Praktek 26


c. Tambang bawah air
Tambang bawah air ialah metode penambangan di bawah air yang
dilakukan untuk endapan bahan galian alluvial, marine dangkal dan
marine dalam. Pralatan utama penambangan bawah air ini ialah kapal
keruk.
Secara umum, penambangan adalah kegiatan penggalian terhadap
bahan tambang yang kemudian untuk dilakukan pengolahan dan
pemasaran. Pada tahap ini kegiatannya terdiri dari
pembongkaran/penggalian, pemuatan ke dalam alat angkut, dan
pengankutan ke fasilitas pengolahan maupun langsung dipasarkan apabila
tidak dilakukan pengolahan terlebih dahulu.
2.5.7 Pengolahan
Bahan galian yang sudah selesai ditambang pada umumnya harus
diolah terlebih dahulu di tempat pengolahan. Hal ini disebabkan antar lain
oleh tercampurnya pengotor bersama bahan galian, perlu spesifikasi
tertentu untuk dipasarkan serta kalau tidak diolah maka harga jualnya
relative lebih rendah jika dibandingka dengan yang sudah diolah, dan
bahan galian perlu diolah agar dapat mengurangi volume dan ongkos
angkut, mningkatkan nilai tambah bahan galian, dan untuk mereduksi
senyawa-senyawa kimia yang tidak dikehendaki pabrik peleburan.
Cara Pengolahan bahan galian secara garis besar dapat dibagi atas
pengolahan secara fisika, secara fisika dan kimia tanpa ekstraksi metal,
dan pengolahan secra fisika dan kimia dengan ekstraksi metal. Pengolahan
bahan galian secara fisika ialah pengolahan bahan galian dengan cara
memberikan perlakuan fisika seperti peremukan, penggerusan, pencucian,
pengeringan, dan pembakaran dengan suhu rendah. Contoh yang tergolong
pengolahan ini seperti pencucian batu bara. Yang kedua pengolahan secara
fisika dan kimia tanpa ekstraksi metal, yaitu pengolahan dengan cara fisika
dan kimia tanpa adanya proses konsentrasi dan ekstraksi metal.
Contohnya, pengolahan batu bara skala rendah menggunakan reagen

Laporan Kerja Praktek 27


kimia. Ketiga, pengolahan bahan galian secara fisika dan kimia dengan
ekstraksi metal, yaitu pengolahan logam mulia dan logam dasar.
2.5.8 Pemasaran
Jika bahan galian sudah selesai diolah maka dipasarkan ke tempat
konsumen. Antara perusahaan pertambangan dan konsumen terjalin ikatan
jual beli kontrak jangka panjang, dan spot ataupun penjualan sesaat. Pasar
kontrak jangka panjang yaitu pasar yang penjualan produknya dengan
kontrak jangka panjang misalnya lebih dari satu tahun. Sedangkan
penjualan spot, yaitu penjualan sesaat atau satu atau dua kali pengiriman
atau order saja.
2.5.9 Reklamasi
Reklamasi merupakan kegiatan untuk merehabilitasi kembali
lingkungan yang telah rusak baik itu akibat penambangan atau kegiatan
yang lainnya. Reklamasi ini dilakukan dengan cara penanaman kembali
atau penghijauan suatu kawasan yang rusak akibat kegiatan penambangan
tersebut. Reklamasi perlu dilakukan karena Penambangan dapat mengubah
lingkungan fisik, kimia dan biologi seperti bentuk lahan dan kondisi tanah,
kualitas dan aliran air, debu, getaran, pola vegetasi dan habitat fauna, dan
sebagainya. Perubahan-perubahan ini harus dikelola untuk menghindari
dampak lingkungan yang merugikan seperti erosi, sedimentasi, drainase
yang buruk, masuknya gulma/hama/penyakit tanaman, pencemaran air
permukaan/air tanah oleh bahan beracun dan lain-lain. Dalam kegiatan
reklamasi terdiri dari dua kegiatan yaitu Pemulihan lahan bekas tambang
untuk memperbaiki lahan yang terganggu Ekologinya, dan
Mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya
untuk pemanfaatannya selanjutnya.

Laporan Kerja Praktek 28


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Mine Surveying (Survei Tambang)


Survey didefenisikan sebagai pengumpulan data yang berhubungan dengan
pengukuran permukaan bumi dan digambarkan melalui peta atau digital.
Kegiatan survey dilakukan guna menunjang kegiatan penambangan pada suatu
lokasi yang bertujuan untuk memantau perubahan – perubahan yang terjadi
yang berupa :
- kemajuan tambang,
- kemiringan lereng,
- mengetahui volume suatu stockpile,
- mengetahui volume suatu stockyard,
- mengetahui volume suatu tupukan over burden (OB), dan
- mengukur tonase batubara yang nantinya digunakan sebagai umpan pabrik.
Hal tersebut dilakukan selama tambang tersebut masih aktif. Survei
penambangan (Mine Surveying) pada PT. ANTAM Tbk. UBPN Sultra
dilakukan oleh satuan kerja eksploration, mine plan dan surveying dengan
metode yang digunakan adalah metode resection.
Metode resection atau disebut juga cross bearing technic merupakan
suatu teknik dalam menentukan titik koordinat kedudukan di peta saat berada
di lapangan dengan menggunakan bantuan dua tanda medan atau lebih yang
kelihatan di lapangan dan diketahui di peta yang akan digunakan untuk sasaran
bidikan kompas, (pada beberapa kasus cukup dengan satu tanda medan).
Teknik resection membutuhkan bentangan alam terbuka untuk dapat
menentukan dan membidik tanda medan, seluruh tanda dan bentuk medan
tidak seluruhnya mesti dibidik dengan kompas.
Tanda-tanda medan yang dibidik merupakan tanda medan yang telah pasti
diketahui di lapangan dan penggambarannya di peta. Keberhasilan teknik
resection dalam menentukan titik koordinat suatu tempat di peta sangat
tergantung dari benar-tidaknya dalam melakukan orientasi medan. Jika salah

Laporan Kerja Praktek 29


dalam menyamakan tanda-tanda medan yang dibidik maka hasil yang didapat
dalam resection pula akan salah.
Data yang dihasilkan dari metode resection berupa data titik koordinat X,
Y, dan Z. yang sehingga akan memudahkan pada saat di olah menggunakan
sorfware supac atau autocad.

4.1.1 Alat Ukur Mine Surveying


Alat ukur yang digunakan oleh satuan kerja eksploration, mine plant dan
surveying PT. ANTAM Tbk. UBPN Sultra yaitu :
1) Total Station (Leica TCRP 1230 +)
Total station merupakan alat dirancang untuk mengukur jarak miring,
sudut horizontal dan vertikal dan peningkatan dalam topografi dan geodesi
bekerja, survei teknometrik, serta untuk solusi aplikasi geodesi tugas. Hasil
pengukuran dapat direkam ke memori internal dan ditransfer ke antarmuka
komputer pribadi. Berikut merupakan gambar dari total station :

Gambar 4.1.1 Total station


(Sumber : www.google.com/search?q=gambar+total+station)
2) Tripot
Tripot merupakan tempat dudukan atau kaki dari total station yang akan
menghasilakan ketinggian tertentu. Berikut merupakan gambar tripot :

Laporan Kerja Praktek 30


Gambar 4.1.2 Tripot
(Sumber : https://www.google.com/search?q=gambar+total+station)
3) Prisma dan Stick
Prisma dan stick merupakan alat bantu yang sangat penting dalam kerja
survey menggunakan alat total station. Kegunaan dari prisma sebagai target
pemantul sinar infra merah yang dikeluarkan dari total station. Stick
digunakan sebagai tempat duduk dari suatu prisma sehingga akan mengasilkan
ketinggian tertentu. Adapun gambar dari prisma dan stick dapat dilihat pada
gambar berikut :

Prisma

Stick

Gambar 4.1.3 Prisma dan Stick


(Sumber : foto pengamatan bukit Hilux)

Laporan Kerja Praktek 31


4.1.2 Pengolahan Data
1. Data yang telah didapatkan dilapangan kemudian diolah menggunakan
Microsoft Excel dengan ditambahkan keterangan string.

Gambar 4.1.4 Data pengukuran bukit Hilux


(Sumber : satuan kerja eksploration, mine plan dan surveying)
2. Save as dalam type file CSV (Comma delimited). Kegunaan dari
penyimpanan file dalam bentuk CSV (Comma delimited) adalah agar data
tersebut dapat disuport oleh aplikasi surpac.

Gambar 4.1.5 Penyimpanan data dalam type file CSV (Comma delimited)
(Sumber : satuan kerja eksploration, mine plan dan surveying)

Laporan Kerja Praktek 32


3. Open with file dalam bentuk Notepad agar pada saat dibuka dalam surpac
file dapat disuport. Sebab untuk laptop tertentu tidak dapat menyuport file
dalam bentuk CSV (Comma delimited) oleh aplikasi surpac jikalau tidak
open with dalam bentuk notepad.

Gambar 4.1.6 Data dalam bentuk notepad


(Sumber : satuan kerja eksploration, mine plan dan surveying)
4. Selanjutnya adalah membuka aplikasi surpac lalu klik kanan di folder
yang akan menjadi tempat penyimpanan daya yang di olah lalu pilih set as
work directory. Hal ini dilakukan agar setiap kegiatan yang dilakukan
dapat tersimpan dalam folder yang telah ditentukan tersebut.

Gambar 4.1.7 Pengolahan data survey

Laporan Kerja Praktek 33


(Sumber : satuan kerja eksploration, mine plan dan surveying)
5. Langkah berikutnya adalah Input data dengan cara klik open File > import
> Data from many files (string) seperti yang tertera pada lingkaran merah
di gambar 4.1.8.

Gambar 4.1.8 Pengolahan data survey


(Sumber : satuan kerja eksploration, mine plan dan surveying)
6. Masukan data yang telah di save as dalam bentuk CSV (Comma delimited)
seperti yang tertera pada lingkaran merah dan masukan nama file yang
akan menjadi nama dari hasil conver (lingkaran biru).

Gambar 4.1.9 Pengolahan data survey

Laporan Kerja Praktek 34


(Sumber : satuan kerja eksploration, mine plan dan surveying)
7. Masukan nomor sesuai dengan kolom pada data yang telah di save as
dalam bentuk CSV (Comma delimited) agar file tersebut dapat terbaca
dalam aplikasi surpac.

Gambar 4.1.10 Pengolahan data survey


(Sumber : satuan kerja eksploration, mine plan dan surveying)
8. Dari file yang telah di input akan menghasilkan bentuk model kamajuan
tambang seperti pada gambar 4.1.11.

Gambar 4.1.11 Pengolahan data survey


(Sumber : satuan kerja eksploration, mine plan dan surveying)

Laporan Kerja Praktek 35


9. Hilangkan garis berwarna ungu menjadi titik untuk menandakan bahwa
tanda tersebut dasarnya, dengan cara klik break a line by removing a
selected segment (pada lingkaran merah) lalu klik garis ungu sehingga
akan menghasilkan titik seperti pada gambar 4.1.12.

Gambar 4.1.12 Pengolahan data survey


(Sumber : satuan kerja eksploration, mine plan dan surveying)
10. Langkah akhir untuk menghasilkan model adalah dengan cara klik
surfaces lalu klik cread DTM from layer. Digital terrain model (DTM)
merupakan gambaran sebagai tiga dimensi permukaan medan yang terdiri
dari X, Y, Z koordinat yang disimpan dalam bentuk digital.

Gambar 4.1.13 Tampilan hasil survey dalam DTM


(Sumber : satuan kerja eksploration, mine plan dan surveying)

Laporan Kerja Praktek 36


4.2 Inpit Drilling
Tahap drilling dilakukan untuk mengetahui informasi geologi dan
mempelajari data geologi berupa batuan dasarnya, stratigrafi, struktur dan
mineralisasi. dari data hasil pemboran inilah yang nantinya dapat dilakukan
perhitungan cadangan suatu prospect area serta melakukan rancangan area
tambang.
Data yang diperoleh dari pemboran dicatat dan disimpan sebagai database.
sampel pemboran dibawa ke sample house untuk dilakukan preparasi sample
sebelum dianalisa mendapatkan data assay. Data hasil assay ditampilkan dalam
bentuk spreadsheet selanjutnya divalidasi untuk menentukan ore dan non ore.
Data yang sudah divalidasi kemudian ditampilkan dalam bentuk peta dan
sayatan vertikal untuk analisan dan interpretasi geologi lebih lanjut.
Pada PT. ANTAM Tbk, UBPN Sultra penulis mengamati mengenai inpit
drilling. Inpit drilling adalah kegiatan pemboran yang dilakukan pada daerah
pit. Inpit drilling ini merupakan bagian dari eksplorasi namun sudah
mencangkup pada eksplorasi yang rinci. Hal ini dibuktikan dengan jarak
pemboran yang dilakukan adalah 12,5 x 12,5 meter per segi.
Pada lokasi inpit drilling letak pemboran yakni vertikal (180°) sebab
medan yang dilakukan pemboran relative datar.
4.2.1 Komponen Alat
Dalam metode inpit drilling ini, ada beberapa alat yang digunakan,
diantaranya yaitu :
a) Mesin penggerak
Mesin penggerak yang digunakan dalam inpit drilling yaitu mesin
Yanmark Tipe 8,5 Pk dengan bahan bakar solar 15 Liter/hari.

Gambar 4.2.14 Mesin diesel


(Sumber : Foto pengamatan di lapangan)

Laporan Kerja Praktek 37


b) Transmisi
Transmisi merupakan mesin penggerak bor yang dimana trasnmisi ini juga
digerakan oleh mesin utama yaitu mesin diesel.

Gambar 4.2.15 Transmisi


(Sumber : Foto pengamatan di lapangan)
c) Spindel
Spindel memiliki kegunaan untuk menaikan dan menurunkan batang bor.
Untuk menurunkan batang bor, spindel diputar searah dengan arah jarum jam
sedangkan untuk menurunkan batang bor, spindel diputar berlawanan dengan
arah jarum jam.

Gambar 4.2.16 Spindel


(Sumber : Foto pengamatan di lapangan)
d) Gear Box
Gear box merupakan bagian yang akan memutar batang bor, sumber dari
putaran tersebut berasal ari mesin penggerak. Pada bagian Gear box memiliki
griss sebagai pelumas agar kerja dari alat lebih maksimal dan tidak
menimbulkan gesekan yang memicu timbulnya panas pada alat.

Laporan Kerja Praktek 38


Gambar 4.2.17 Gir Box
(Sumber : Foto pengamatan di lapangan)
e) Tripot
Tripot merupakan tiang penyangga dari tenda. Tenda tersebut yang
melindungi para pekerja dan mesin dari panasnya sinar matahari, hujan dan
sebagai tanda bahwa ditempat tersebut terdapat proses pemboran.

Gambar 4.2.18 Tripot


(Sumber : Foto pengamatan di lapangan)
f) Tube
Tube bertujuan untuk menangkap dan menyimpan core dalam proses
pemboran. Tube pula menghubungkan antara batang bor dan bit (mata bor.
Dalam peruses pemboran di PT. ANTAM Tbk, UBPN Sultra menggunakan 3
(tiga) tube, yakni satu tube yang memiliki panjang 50 cm dan dua tube yang
memiliki panjang 100 cm. Penggunaan tube 50 cm biasanya digunakan pada
titik bor yang baru akan dibor dan untuk penggunaan tube 100 cm untuk
lubang bor yang suda memilki kedalaman minimal 50 cm. Pengunaan tube
100 cm sebanyak dua untuk menunjang proses pemboran agar Cycle time yang
digunakan akan relative singkat.

Laporan Kerja Praktek 39


Gambar 4.2.19 Tube 50 cm
(Sumber : Foto pengamatan di lapangan)
g) Batang Bor
Batanng bor digunakan agar mata bor bisa mencapai kedalaman
pemboran. Pada proses inpit drilling dilapangan, batang bor yang digunakan
memiliki panjang 100 cm dan ada pula yang 150 cm.

Gambar 4.2.20 Batang Bor


(Sumber : Foto pengamatan di lapangan)
h) Mata Bor (Bit)
Mata bor memiliki kegunaan untuk menembus lapisan dari batuan. Mata
bor yang digunakan merupakan mata bor midifikasi / mata bor grandong yang
memiliki mata ortoklas, dimana ortoklas memiliki kekerasan 6 dalam skala
kekerasan mohs.

Gambar 4.2.21 Mata Bor


(Sumber : Foto pengamatan di lapangan)

Laporan Kerja Praktek 40


i) Body Protector Core
Body protector core merupakan alat penumbuk yang memilki kegunaan
untuk mengeluarkan core dari tube.

Gambar 4.2.22 Body Protektor Core


Sumber : Foto pengamatan di lapangan)
j) Core box
Core box digunakan sebagai tempat dari core dengan panjang 100 cm.

Gambar 4.2.22 Core Box


Sumber : Foto pengamatan di lapangan)
4.2.2 Perhitungan Inpit Drilling
a) Cycle Time
Cycle time merupakan waktu yang digunakan dalam satu kali edar mesin
bor. Rumus dari cycle time yaitu :
𝑪𝒚𝒄𝒍𝒆 𝑻𝒊𝒎𝒆 = 𝑷𝒂𝒔𝒂𝒏𝒈 + 𝑹𝒖𝒏𝒏𝒊𝒏𝒈 + 𝑪𝒂𝒃𝒖𝒕 + 𝑻𝒖𝒎𝒃𝒖𝒌
Dari Rumus diatas dan data pada lampiran II,III dan IV maka dihasilkan
hasil sebagai sebagai berikut :

Laporan Kerja Praktek 41


No Titik Bor Cycle Time (jam)
1 TB 13 2,42
2 TB 14 2,49
3 TB 15 2,85

b) Kecepatan Produktifitas Bor


Kecepatan dari produktitas alat bor ditentukan berdasarkan perbandingan
antara kedalam dari pemboran dengan Cycle time (waktu edar) dari proses
pemboran tersebut. Rumusnya yaitu :
𝑯
𝑽=
𝑪𝑻
Keterangan : V = Kecepatan produksi pemboran (Meter/Jam)
H = Kedalaman pemboran (Meter)
CT = Cycle time (Jam)
Dari Rumus diatas dan data pada lampiran II, III, dan IV, maka dihasilkan
hasil sebagai sebagai berikut :
Cycle time Kecepatan
No Titik Bor Kedalaman
(Jam) (Meter/Jam)
1 TB 13 12 2,42 4.96
2 TB 14 12 2,49 4.82
3 TB 15 11 2,85 3.86
Rata – rata 4.55

c) Efisiensi bor
Efisiensi kerja pemboran ditentukan berdasarkan perbandingan waktu
suatu bor beroprasi dengan hambatan dikali dengan 100% sehingga akan
menghasilkan berapa persen (%) efisiensi dari kerja alat terebut. Hambatan
dalam proses drilling ore yang jatuh, kerusakan mesin, terjepitnya batang bor,
tersumbatnya batang bor, dan menunggu doser untuk pindah lokasi bor.
Rumusnya yaitu :

Laporan Kerja Praktek 42


𝑾
𝑬 = 𝑾+𝑺 x 100%

Keterangan : E = Efisiensi (%)


W = Lama beroprasi (jam)
S = Hambatan (jam)
Dari Rumus diatas dan data pada lampiran II, III, dan IV, maka dihasilkan
hasil sebagai sebagai berikut :
No Titik Bor W (jam) S ( jam) E (%)
1 TB 13 2,42 1.12 68.32
2 TB 14 2,49 0.16 94.02
3 TB 15 2,85 0.58 83.13
Rata – rata 81.82

d) Produktifitas Bor
Produktifita pemboran dapat diketahui dari perkalian antara efektifitas
pemboran dengan kecepatan dari produktifitas pemboran tersebut. Rumusnya
yaitu :
𝑷𝒓𝒐𝒅𝒖𝒌𝒕𝒊𝒇𝒊𝒕𝒂𝒔 = 𝑬𝒇𝒊𝒔𝒊𝒆𝒏𝒔𝒊 𝒙 𝒌𝒆𝒄𝒆𝒑𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒑𝒓𝒐𝒅𝒖𝒌𝒔𝒊
Dari Rumus diatas maka dihasilkan hasil sebagai sebagai berikut :
No Titik Bor E V (Meter/jam) Produktifitas (Meter/jam)
1 TB 13 0.6832 4.96 3.39
2 TB 14 0.9402 4.82 4.53
3 TB 15 0.8313 3.86 3.21
Rata – rata 3.71

e) Core Secovery
Core Recovery merupakan perbandingan antara panjang core yang didapat
dengan kemajuan pemboran yang di capai. Untuk panjang core ditentukan
berdasarkan jumlah panjang core seharusnya dikurang dengan lose dari core.
Dalam proses pemboran, lose dari core bisa terjadi disebabkan formasi yang

Laporan Kerja Praktek 43


lunak dari suatu lapisan batuan, banyaknya air yang disuplai dalam lubang
bor, dan keahlian dari operator dalam running. Rumusnya yaitu :
𝑷𝒂𝒏𝒋𝒂𝒏𝒈 𝑪𝒐𝒓𝒆
𝑪𝒐𝒓𝒆 𝑹𝒆𝒄𝒐𝒗𝒆𝒓𝒚 = 𝑲𝒆𝒎𝒂𝒋𝒖𝒂𝒏 𝑩𝒐𝒓 x 100%

Dari Rumus diatas dan data pada lampiran II, III, dan IV, maka dihasilkan
hasil sebagai sebagai berikut :
Panjang Core Kemajuan Bor Core Recovery
No Titik Bor
(Meter) (Meter) (%)
1 TB 13 11.80 12 98.33
2 TB 14 12 12 100.00
3 TB 15 10.60 11 96.36
Rata – rata 98.23

4.3 Produksi
Secara umum produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk
menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih
bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Dalam dunia pertambangan produksi
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan suatu mineral
bernilai jual guna menunjang kebutuhan pasar.
Lokasi produksi dari PT. ANTAM Tbk, UBPN Sultra untuk saat ini yang
sedang melakukan kegiatan produksi hanya pada dua wilayah penambangan,
yakni pada tambang utara dan tambang selatan yang memiliki target produksi
yang berbeda-beda. Pada kegiatan kerja praktek kali ini, penulis memfokuskan
pada tambang utara yakti bukit Everest dan tambang selatan yakni bukit leand
Chruiser.
Pada PT. ANTAM Tbk, UBPN Sultra, metode penambangan yang
digunakan yakti metode open pit pada pit Everest dan open cast pada pit land
chruiser. Untuk kedua metode tambang tersebut memiliki perbedaan dari segi
penambangannya.
Dalam proses produksi juga terdapat dua berdasarkan meterialnya, yakni
produksi ore dan produksi overburden.

Laporan Kerja Praktek 44


4.3.1 Produksi ore
Ore adalah endapan bahan galian yang dapat diekstrak (diambil) mineral
berharganya secara ekonomis baik itu logam maupun bukan logam. Bijih (ore)
dihasilkan melalui penambangan, yang kemudian hasilnya dimurnikan lagi
untuk mendapatkan unsur-unsur yang bernilai ekonomis. Untuk ore yang
memiliki kadar Ni high grade terdapat pada lapisan saprolit. Lapisan saprolit
ini memiliki ciri yang spesifik, yakni berwarna kuning kecoklatan agak
kemerahan sampai kehijauan dan terletak dibawah lapisan limonit.
Produksi ore merupakan suatu kegiatan untuk menghasilkan ore. Penulis
mengamati bahwa pada PT. ANTAM (Persero) Tbk, UBPN SULTRA kadar
ore yang diproduksi terbagi menjadi dua spesifikasi berdasarkan kadar Ni,
yakni kadar Ni 1,5 % - 1.79 % untuk spesifikasi low grade dan kadar Ni > 1,8
% untuk spesifikasi high grade. Untuk kadar Ni low grade akan melalui proses
blending.
4.3.1.1 Blending Ore
Blending merupakan suatu kegiatan pencampuran suatu meterial yang
memiliki kadar yang berbeda agar mencapai kadar COG (cut of grade) yang
telah ditentukan oleh Menagement suatu perusahaan. Dalam proses blending
pada PT. ANTAM (Persero) Tbk, UBPN SULTRA, ore yang diblending
adalah ore yang memiliki kadar Ni 1.5 % - 1.79 % (Low Grade Saprolit Ore)
dengan kadar Ni > 2.0 % (High Grade Saprolit Ore) agar menghasilkan ore 1.8
% Up. Sebab, pada PT. PT. ANTAM (Persero) Tbk, UBPN SULTRA COG
(cut of grede) yang ditetapkan oleh pihak Management adalah Ni 1.8 % Up.
Sebagai salah satu contoh metode blending diterapkan di bukit Everest
metode penambangannya adalah open pit, dimana pada produksi ore
menggunakan alat berat, yaitu 2 unit excavator dan 5 unit dump truck. Penulis
mengamati di lapangan bahwa formulasi alat berat yang digunakan sebagai
berikut :
 Pengunaan 3 unit dump truck dan 1 excavator dengan pola bottom
loading yakni di pit bawah dengan kadar Ni yang ditambang adalah
High Grade.

Laporan Kerja Praktek 45


 Untuk 2 unit dump truck dan 1 excavator ditempatkan pada pit atas
dengan material yang ditambang adalah material masa transisi antara
limonit dan saprolit yang memiliki kadar Ni yang Low Grade.
Adapun tujuan dari blending adalah :
a) Untuk meningkatkan kuantitas tonase HGSO (High Grade Saprolit Ore)
yang banyak.
b) Agar lingkungan front lebih teratur dalam hal penataan.
c) Untuk memanfaatkan kadar nikel yang memiliki kadar yang rendah
(LGSO). Dimana kita ketahui bahwa mineral merupakan nonrenewable
atau tidak terbarukan.
4.3.2 Produksi Overburden
Overburden merupakan lapisan tanah yang terletak di bagian atas
permukaan. Overbourden ini kaya akan besi (Fe) sehingga berwarna hitam
tetapi memiliki kadar nikel yang rendah.
Tahap pengupasan overburden dilakukan bila tahapan land clearing dan
top soiling telah selesai dilakukan. Endapan cadangan nikel dengan kadar high
grade biasanya terletak dibawah lapisan tanah overburden yang mengandung
atau memiliki kadar nikel yang rendah. Sehingga untuk menambangnya
diperlukan pengupasan dan pengangkutan lapisan tanah penutup (overburden)
terlebih dahulu.
Penulis mengamati proses dumping dari Overbourden (OB) pada bukit
Everest. Pada bukit Everest proses produksi dari overburden untuk kemajuan
tambang. Overburden yang diproduksi ditimbun di lokasi waste dump yakni
pada bukit 8 dan Humvee. Penempatan dari waste dump ini lebih diutamakan
pada wilayah yang dekat dengan front tambang. Penyimpanan overburden
dilakukan sebagai bahan untuk proses reklamasi.
4.3.3 Pola Loading
Secara umum pola Loading (muat) terbagi menjadi dua yakti pola top
loanding dan pola bottom loading. Untuk pola top loanding excapator
melakukan pemuatan dengan menempatkan dirinya tidak sejajar dengan dump

Laporan Kerja Praktek 46


track (DT) atau excavator berada diatas jenjang. Untuk pola bottom loading,
posisi excavator sejajar dengan dump track (DT).
Pada daerah kerja praktek penulis, mengamati bahwa untuk pengunaan
pola top loading dan bottom loading terdapat pada bukit Everest. Sedangkan di
bukit Land Chruiser hanya menggunakan pola muat bottom loading.

Gambar 4.3.23 Bottom Loading


Sumber : Foto pengamatan bukit Land Chruiser

Gambar 4.3.24 Top Loading


Sumber : Foto pengamatan bukit Everest

4.3.4 Alat Produksi


Alat produksi atau alat gali, muat dan angkut yang digunakan ada berbagai
macam, diantarnaya excavator, dump track, bulldozer, breaker, dan grader.
Segara alat tersebut digunakan untuk memaksimalkan dalam pengambilan ore
yang terlah terkira.

Laporan Kerja Praktek 47


a) Excavator
Excavator meruapakan alat yang memiliki kegunaan sebagai alat untuk
menganggali dan memuat material. Pada pengamatan dilapangan, penulis
mengamati bahwa untuk di bukit Everest dan bukit Land Chruiser masing-
masing menggunakan tiga excavator dengan tipe PC 200 guna mempercepat
produksi.

Gambar 4.3.25 Excavator


Sumber : Foto pengamatan di lapangan
b) Dump Track
Dump track meruapakan alat yang memiliki kegunaan sebagai alat untuk
mengangkut material. Pada pengamatan dilapangan, bahwa untuk di bukit
Everest dan bukit Land Chruiser menggunakan tujuh dump track.

Gambar 4.3.26 Dump track


Sumber : Foto pengamatan di lapangan

Laporan Kerja Praktek 48


c) Bulldozer
Bulldozer merupakan alat yang digunakan untuk merapikan timbunan dan
alat dorong atau alat gusur.

Gambar 4.3.27 Bulldozer


Sumber : https://www.pada+tambang+nikel
d) Breaker
Breaker meruapakan alat yang digunakan sebagai pemecah dari batu atau
bounder yang berukuran besar sehingga memudahkan proses gali, muat dan
angkut.

Gambar 4.3.28 Breaker


Sumber : Foto pengamatan di lapangan

Laporan Kerja Praktek 49


e) Grader
Alat Grader biasa digunakan untuk meratakan tanah timbunan dan
memperbaiki jalan yang rusak.

Gambar 4.3.29 Grader


Sumber : Foto pengamatan di lapangan

f) Water truck
Alat water truck biasa digunakan untuk penyiraman jalan tambang agar
tidak banyak menimbulkan debu.

Gambar 4.3.30 Water truck


Sumber : laporan kerja praktek sebelumnya

Laporan Kerja Praktek 50


4.3.5 Metode Penambangan
Metode penambangan acara suatu cara untuk mendapatkan suatu mineral
berharga. Secara umum metode penambangan terdiri dari open pit, open cast/
open cut, quary, dan hidrolik. Namun pada daerah pengamatan penulis yakni
pada bukit Everest dan bukit land chruiser menggunakan dua metode yang
berbeda yaitu open pit dan open cast.
1) Bukit Everest
Bukit Everest adalah nama dari salah satu wilayah tambang yang berada di
bagian utara dari pomalaa. Pada bukit Everest ini metode tambang yang
digunakan adalah tambang open pit. Opet pit adalah salah satu metode
penambangan yang dimana hal ini dilakukan pada daerah yang cenderung
datar yang memiliki cebakan mineral dibawahnya sehingga jikalau ditambang
maka akan membentuk kubangan/lubang yang berjenjang seperti pada gambar
4.3.31. Penambangan dengan metode open pit biasanya pada daerah yang
masih virgin.

Daerah produksi

Gambar 4.3.31 Pit Bukit Everest


Sumber : Foto pengamatan di lapangan

2) Bukit Land Chruiser


Bukit land chruiser adalah nama dari salah satu daerah tambang yang
sementara aktif produksi pada bagian selatan dari pomalaa. Pada bukit land
chruiser ini metode tambang yang digunakan adalah tambang open cast. Opet
cast adalah salah satu metode penambangan yang dimana hal ini dilakukan

Laporan Kerja Praktek 51


pada daerah yang bukit atau pegunungan yang memiliki mineral didalamnya
sehingga model penambangannya adalah mengintari bukit tersebut seperti
pada gambar 4.3.32. Penambangan dengan metode open pit biasanya pada
daerah yang telah tertambang sebelumnya.

Gambar 4.3.32 Pit Bukit Land Chruiser


Sumber : Foto pengamatan di lapangan
4.3.6 Perhitungan Produksi
Pada perhitungan produksi ini, penulis menghitung mengenai cycle time,
efisiensi alat, produktifitas, dan match factor (keserasian alat). Perhitungan
tersebut berdasarkan data pengamatan dilapangan selama empat hari di bukit
Everest, yaknik mulai tanggal 16 november - 19 november 2016 (lampiran
V,VI, VIII dan IX) dan dua hari di bukit land chruiser pada tangga 21
november – 22 november (lampiran VII dan X).

4.3.6.1 Cycle time


Cycle time (waktu edar) merupakan waktu kerja dari alat dalam satu
putaran. Waktu edar dari alat tergantung dari posisi loading dari alat dan
material yang digali. Cycle time dapat dirumuskan sebagai berikut :
1) Untuk alat angkut ore
 Bukit Everest
𝑪𝒊𝒄𝒍𝒆 𝑻𝒊𝒎𝒆 = 𝑴 + 𝑱𝑰 + 𝑻𝑰 + 𝑷𝑻 + 𝑻 + 𝑱𝑲 + 𝑻𝑲 + 𝑷𝑴
Keterangan : M = Muat JI = Jalan isi
TI = Timbangan isi PT = Posisi tumpah

Laporan Kerja Praktek 52


T = Tumpah JK = Jalan kosong
TK = Timbangan kosong PM = Posisi muat
 Bukit land chruiser
𝑪𝒊𝒄𝒍𝒆 𝑻𝒊𝒎𝒆 = 𝑴 + 𝑷𝑷 + 𝑷𝑨
Keterangan : M = Muat PP = Pergi dan pulang
PA = Posisi muat dan antri
Dari rumus diatas dan berdasarkan data pada lampiran V-VII, maka
diperoleh hasil sebagai berikut :
Cycle Time
No Tempat Pola
Menit Jam
1 Bottom Loading 19.19 0.32
Bukit Everest
2 Top Loading 18.17 0.30
Bukit Land
3 Bottom Loading 26.73 0.45
Chruiser

2) Untuk alat gali dan muat ore


𝑪𝒊𝒄𝒍𝒆 𝑻𝒊𝒎𝒆 = 𝑮𝒂𝒍𝒊 + 𝑺𝒘𝒊𝒎 𝒊𝒔𝒊 + 𝑻𝒖𝒎𝒑𝒂 + 𝑺𝒘𝒊𝒎 𝒌𝒐𝒔𝒐𝒏𝒈
Dari rumus diatas dan berdasarkan data pada lampiran VIII – X, maka
diperoleh hasil sebagai berikut :
Cycle Time
No Bukit Pola
Menit Jam
1 Bottom Loading 3.65 0.06
Everest
2 Top Loading 3.04 0.05
3 Land Chruiser Bottom Loading 4.10 0.07

4.3.6.2 Efisiensi Alat


Efisiensi kerja alat dapat diketahui melalu perbandingan antara waktu
efektif kerja dengan waktu kerja yang tersedia. Efisiensi kerja dapat
diketahuhi dengan rumus sebagai berikut :
𝑾𝒂𝒌𝒕𝒖 𝑬𝒇𝒆𝒌𝒕𝒊𝒇
𝑬𝒇𝒊𝒔𝒊𝒆𝒏𝒔𝒊 𝑲𝒆𝒓𝒋𝒂 = 𝑾𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒀𝒂𝒏𝒈 𝑻𝒆𝒓𝒔𝒆𝒅𝒊𝒂 x 100%

𝑾𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒆𝒇𝒆𝒌𝒕𝒊𝒇 = 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒕𝒆𝒓𝒔𝒆𝒅𝒊𝒂 − 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 𝒉𝒂𝒎𝒃𝒂𝒕𝒂𝒏

Laporan Kerja Praktek 53


1) Alat angkut ore
a) Alat angkut dump truck (DT) bottom loading (bukit Everest)
Dari rumus diatas dan berdasarkan data pada lampiran XI maka diperoleh
hasil sebagai berikut :
Waktu Waktu Hambatan Waktu Efektifitas
NO
Tersedia Hambata Waktu Efektif Kerja
1 Safty talk 8 menit
2 450 Turun di pit 2 menit
181 menit 40.22 %
3 menit Berheti karena
259 Menit
hujan
Nilai ini didapat karena kondisi pada saat dilapangan hujan sehingga
kegiatan produksi diberhentikan, dan dianggap bukan menjadi hambatan.
b) Alat angkut dump truck (DT) top loading (bukit Everest)
Dari rumus diatas dan berdasarkan data pada lampiran XI maka diperoleh
hasil sebagai berikut :
Waktu Waktu Hambatan Waktu Efektifitas
NO
Tersedia Hambata Waktu Efektif Kerja
1 Safty talk 3 menit
2 270 Turun di pit 2 menit
Berheti sebelum 244 menit 90.37 %
menit
3 jadwal kerja 21 menit
Catatan : waktu yang digunakan selama 270 menit sebab proses produksi dari
pola top loading hanya dilakukan sampai jam 12.00 WITA.
c) Alat angkut dump truck (DT) bottom loading (bukit Land Chruiser)
Dari rumus diatas dan berdasarkan data pada lampiran XI maka diperoleh
hasil sebagai berikut :
Waktu Waktu Hambatan Waktu Efektifitas
NO
Tersedia Hambata Waktu Efektif Kerja
1 Safty talk 8 menit
2 Turun di pit 1 menit
450 Berheti karena
3 hujan 60 menit 320 menit 71.11 %
menit
Berhenti sebelum
4 jadwal kerja 61 menit

Laporan Kerja Praktek 54


2) Alat gali muat ore
a) Alat gali muat (PC) bottom loading (bukit Everest)
Dari rumus diatas dan berdasarkan data pada lampiran XI maka diperoleh
hasil sebagai berikut :
Waktu Waktu Hambatan Waktu Efektifitas
NO
Tersedia Hambata Waktu Efektif Kerja
1 Pemanasan alat 2 menit
2 Turun di pit 8 menit
480
3 Select mine 35 menit 356 menit 74.17 %
menit
Berhenti sebelum
4 79 menit
jadwal kerja
b) Alat gali muat (PC) top loading (bukit Everest)
Dari rumus diatas dan berdasarkan data pada lampiran XI maka diperoleh
hasil sebagai berikut :
Waktu Waktu Hambatan Waktu Efektifitas
NO
Tersedia Hambata Waktu Efektif Kerja
1 Selective mine 34 menit
270
Berhenti sebelum 213 menit 78.89 %
2 menit 23 menit
jadwal kerja
Catatan : waktu yang digunakan selama 270 menit sebab proses produksi dari
pola top loading hanya dilakukan sampai jam 12.00 WITA.

c) Alat gali muat (PC) bottom loading (bukit Land Chruiser)


Dari rumus diatas dan berdasarkan data pada lampiran XI maka diperoleh
hasil sebagai berikut :
Waktu Waktu Hambatan Waktu Efektifitas
NO
Tersedia Hambata Waktu Efektif Kerja
1 Terlambat mulai 14 menit
2 Turun di front 4 menit
3 Selective mine 30 menit
480
Berhenti karena 338 menit 70.42 %
4 menit 60 menit
hujan
Berhenti sebelum
5 34 menit
jadwal kerja

Laporan Kerja Praktek 55


4.3.6.3 Produktifitas
Suatu produktifitas alat gali, muat dan angkut dihitung untuk mengetahui
pendapatan dari produksi setiap harinya. Sehingga dari hasil tersebut maka
akan diketahui apakah alat yang digunakan produktif atau tidak. Berikut
merupakan perhitungan mengenai produktifitas..
1) Untuk alat angkut ore
𝑷𝒓𝒐𝒅𝒖𝒌𝒕𝒊𝒇𝒊𝒕𝒂𝒔
𝟔𝟎
= 𝒙 𝑲𝒂𝒑. 𝑩𝒂𝒌 𝒙 𝑭𝑭 𝒙 𝑬𝒇𝒊𝒔𝒊. 𝑲𝒆𝒓𝒋𝒂 𝒙 𝑱𝒖𝒎𝒍. 𝑫𝑻 𝒙 𝑫𝒆𝒏𝒔𝒊𝒕𝒊
𝑪𝒕

a) Alat angkut dump truck (DT) bottom loading (bukit Everest)


Dik : SG Loose : 1.58
Fill Faktor (FF) :1
Efisiensi kerja : 40.22 % = 0.40
Cycle time (Ct) : 19.19 menit
Jumlah DT : 3 unit
Kapasitas Bak : 0.97 x 12 = 11.64
Dit : Produktifitas
Peny. :
60
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑥 11.64 𝑥 1 𝑥 0.98 𝑥 3 𝑥 1.58
19.19
= 69 ton/jam
= 69 ton/jam x 3.02 jam/hari
= 208.3889 ton/hari

Catatan : waktu kerja selama 3.02 jam/hari disebabkan adanya hujan


sehingga tidak memungkinkan untuk lanjut produksi (lampiran XI).

b) Alat angkut dump truck (DT) top loading (bukit Everest)


Dik : SG Loose : 1.58
Fill Faktor (FF) :1
Efisiensi kerja : 90.37 % = 0.90
Cycle time (Ct) : 18.17 menit

Laporan Kerja Praktek 56


Jumlah DT : 2 unit
Kapasitas Bak : 11.64
Dit : Produktifitas
Peny. :
60
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑥 11.64 𝑥 1 𝑥 0.90 𝑥 2 𝑥 1.58
18.17
= 109.244 ton/jam
= 109.244 ton/jam x 4.07 jam/hari
= 444.622 ton/hari
Catatan : Waktu kerja untuk pola top loading hanya setengah hari kerja.
c) Alat angkut dump truck (DT) bottom loading (bukit Land Chruiser)
Dik : SG Loose : 1.58
Fill Faktor (FF) :1
Efisiensi kerja : 71.11 % = 0.71
Cycle time (Ct) : 26.73 menit
Jumlah DT : 7 unit
Kapasitas Bak : 11.64
Dit : Produktifitas
Peny. :
60
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑥 11.64𝑥 1 𝑥 0.71 𝑥 7 𝑥 1.58
26.73
= 204.746 ton/jam
= 87.748 ton/jam x 5.33 jam/hari
= 1091.294 ton/hari

2) Untuk alat gali muat ore


𝟔𝟎
𝑷𝒓𝒐𝒅𝒖𝒌𝒕𝒊𝒇𝒊𝒕𝒂𝒔 = 𝒙 𝑲𝒂𝒑. 𝑩𝒂𝒌𝒆𝒕 𝒙 𝑭𝑭 𝒙 𝑬𝒇𝒊𝒔𝒊. 𝑲𝒆𝒓𝒋𝒂 𝒙 𝑫𝒆𝒏𝒔𝒊𝒕𝒊
𝑪𝒕
a) Alat gali muat (PC) bottom loading (bukit Everest)
Dik : SG Loose : 1.58
Fill Faktor (FF) :1
Efisiensi kerja : 74.17 % = 0.74
Cycle time (Ct) : 3.65 menit

Laporan Kerja Praktek 57


Kapasitas Baket : 0.97 (terlampir)
Dit : Produktifitas
Peny. :
60
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑥 0.97 𝑥 1 𝑥 0.74 𝑥 1.58
3.65
= 18.65 ton/jam
= 18.65 ton/jam x 12 baket x 5.93 jam/hari
= 1327.524 ton/hari

b) Alat gali muat (PC) top loading (bukit Everest)


Dik : SG Loose : 1.58
Fill Faktor (FF) :1
Efisiensi kerja : 78.89 % = 0.81
Cycle time (Ct) : 3.04 menit
Kapasitas Baket : 0.97 (terlampir)
Dit : Produktifitas
Peny. :
60
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑥 0.97 𝑥 1 𝑥 0.79 𝑥 1.58
3.04
= 23.90 ton/jam
= 23.90 ton/jam x 12 baket x 3.55 jam/hari
= 1017.989 ton/hari

c) Alat gali muat (PC) bottom loading (bukit Land Chruiser)


Dik : SG Loose : 1.58
Fill Faktor (FF) :1
Efisiensi kerja : 70.42 %= 0.70
Cycle time (Ct) : 4.10 menit
Kapasitas Baket : 0.97 (terlampir)
Dit : Produktifitas
Peny. :
60
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑥 0.97 𝑥 1 𝑥 0.70 𝑥 1.58
4.10

Laporan Kerja Praktek 58


= 15.70 ton/jam
= 15.70 ton/jam x 12 baket x 5.63 jam/hari
= 1061.307 ton/hari

4.3.6.4 Match Factor (Keserasian Alat)


Match factor merupakan keserasian alat yang digunakan antara lata gali,
muat dan angkut guna menunjang tercapainya target produksi. Keserasian alat
tersebut dapat dicari dengan rumus :
𝑛𝐻 𝑥 𝐶𝑇 𝐿
𝑴𝑭 =
𝑛𝐿 𝑥 𝐶𝑇 𝐻
Keterangan : MF = Match Factor; nH = jumlah alat hauling;
nL = jumlah alat loading; CT L = Cycle time loading;
CT H = Cycle time hauling
1) Untuk di bukit Everest
a) Bottom Loading b) Top Loading
𝑛𝐻 𝑥 𝐶𝑇 𝐿 𝑛𝐻 𝑥 𝐶𝑇 𝐿
𝑀𝐹 = 𝑀𝐹 =
𝑛𝐿 𝑥 𝐶𝑇 𝐻 𝑛𝐿 𝑥 𝐶𝑇 𝐻
3 𝑥 3.65 2 𝑥 3.04
𝑀𝐹 = 1 𝑥 19.19 = 0.57 𝑀𝐹 = 1 𝑥 18.17 = 0.33

Keterangan :
Nilai match factor didapatkan 0.57 karena mengunakan dump truck 3 unit
untuk satu unit pc dan match factor dengan hasil 0.33 didapatkan karena
menggunakan 2 unit dump truck satu unit pc. Pada pola top loading kadar
Ni yang dihasilkan 1.7% - 1.79% (low grade) dan pada pola bottom
loading memiliki kadar Ni 2.0% Up, sehingga akan melalui proses
blending (penjelasan pada sub judul 4.3.1.1 tentang blending ore)

2) Untuk di bukit Land Chruiser pola Bottom Loading


𝑛𝐻 𝑥 𝐶𝑇 𝐿
𝑀𝐹 =
𝑛𝐿 𝑥 𝐶𝑇 𝐻
7 𝑥 4.10
𝑀𝐹 = 2 𝑥 26.73 = 0.53

Laporan Kerja Praktek 59


4.3 Preparation Sample
Preparation sample dilakukan untuk mengatahui kadar dari mineral yang
akan ditambang dan yang telah tertambang. Sebelum penulis membahas
mengenai preparation sample, penulis terlebih dahulu membahas mengenai
sampling. Sumber sample yang dilakukan preparation berasal dari berbagai
macam, yaitu :
a) Selective mine (SM), dimana sample ini didapatkan dari hasil sampling
yang dilakukan pada front tambang
b) Re chek, diman untuk sample ini didapatkan dari hasil samping yang
dilakukan pada daerah stock file
c) Umpan pabrik, dimana untuk sample ini didaptkan dari hasil samping pada
dua daerah, bisa dilakukan pada stock file dan bisa pula dilakukan pada
stock years. Untuk pada stock file dilakukan sampling pada saat loading,
dimana sample diambil pada backet ke-7 dan backet ke-13. Pada stock
years sampling dilakukan sama seperti pengambilan sample lainnya.
Untuk proses sampling di daerah stock file dilakukan dengan work
intruktion (WI) yang telah ditentukan. Untuk WI dari sampling dilakukan
seperti pada gambar berikut :

Gambar 4.4.33 Metode sampling


Gambar diatas menjelaskan bahwa dalam proses sampling dilakukan pada
daerah 2/3 dari atas atau 1/3 dari bawah, 1 meter dari belakang dan satu meter
dari depan sehingga mengahasilkan 1 incr sample yang terdiri ± 20 kg.

Laporan Kerja Praktek 60


4.4.1 Proses Preparatoin Sample
Dari hasil sampling tersebut maka sample dibawa ke tempat preparation
sample. Taham dari preparation sample dapat dilihat pada diagram alir berikut
ini :

Sample SM / Re Gross sample Scereening


chek / Umpan (10 incr) (-20 mm) lolos
pabrik
tidak

Jaw crusher Jaw crusher Mixing 3x


(-10 mm) (-20 mm)

tidak Scereening Matriks 4x5


Mixing 3x (-10 mm) Scop 20 D
lolos (6500 gram)

Matriks 4x5 Scereening Matriks 4x5


lolos
Scop 15 D Mixing 3x Scop 10 D
(-3 mm)
(4000 gram) (250 gram)
tidak

Roll crusher
(-3 mm) Drying oven
Temp. 105°C
(30 Menit)

Mixing in lolos Scereening


plastic bag Top grinding
(200 mesh)
(10 menit)
tidak
Matriks 4x5
Scop 1 D Dismill
(160 gram)

Lab. Instrument

Lab. Kimia

Arsip

Gambar 4.4.34. Diagram alir Preparatoin Sample

Laporan Kerja Praktek 61


1) Sample MS / Re check / Umpan pabrik
Sample MS / Re check / umpan pabrik merupakan sample yang
didapatkan dari hasil sampling dilapangan menggunakan alat dengan ukuran
125D dengan berat ± 10 kg.
2) Gross sample
Satu gross sample terdiri dari 10 incr dan satu 1 incr terdiri dari ± 20 kg.
3) Screening -20 mm
Screening -20 ini dilakukan dengan menggunakan ayakan -20 mm.
kegunaan dari screening ini adalah untuk menyeragamkan dari ukuran
material.
4) Jaw crusher -20 mm
Materila yang tidak lolos dalam screening -20 selanjutnya di masukan
pada jaw crusher -20 mm untuk dipecahkan. Yang kemudian setelah memalui
proses pemecahan maka bounder secara langsung akan lolos dalam proses
screening -20 mm.
Cara kerja dari jaw crusher adalah dengan menggerakan salah satu jepit,
sementara jepit yang lain diam. Tenaga yang dihasilkan oleh bagian yang
bergerak mampu menghasilakn tenaga untuk menghancurkan batuan yang
keras.
5) Mixing 3x
Langkah berikutnya setelah melalui screening dan crusher, maka material
tersebut di mixing dengan tujuan untuk memastikan bahwa semua ore bisa
tercampur secara merata. Mixing merupakan percampuran dari material yang
sama dengan ukuran yang berbeda. Proses mixing dilakukan dengan
menggunakan alat bantu scop.
6) Matriks 4x5
Setelah mixing, maka langkah berikutnya dilakukan matriks 4x5 dan pada
setiap kolom diambil materialnya menggunakan scop 20 D.
7) Screening -10 mm
Screening -10 mm dilakukan kembali dengan menggunakan ayakan -10
mm untuk mendapatkan keseragaman dari material.

Laporan Kerja Praktek 62


8) Jaw crusher -10 mm
Materila yang tidak lolos dalam screening -10 selanjutnya di masukan
pada jaw crusher -10 mm untuk dipecahkan. Yang kemudian setelah memalui
proses pemecahan maka bounder secara langsung akan lolos dalam proses
screening -10 mm
9) Mixing 3x
Langkah berikutnya setelah melalui screening dan crusher, maka material
tersebut di mixing dengan tujuan untuk memastikan bahwa semua ore bisa
tercampur secara merata.
10) Matriks 4x5
Setelah mixing, maka langkah berikutnya dilakukan matriks 4x5 dan pada
setiap kolom diambil materialnya menggunakan scop 15 D. Pengambilan
tersebut diasumsikan akan mewwakili dari banyaknya sample yang ada.
11) Screening -3 mm
Screening -3 ini dilakukan dengan menggunakan ayakan -3 mm. kegunaan
dari screening ini adalah untuk menyeragamkan dari ukuran material.
12) Roll crusher -3 mm
Roll Crusher atau pemecah batu jenis roll, memecah batu dengan
menjepitnya diantara satu roll, dua roll atau lebih, dimana roll-roll akan
berputar berlawanan dengan adanya berat tersendiri dan gusuran dari batu,
maka batu akan pecah.
Materila yang tidak lolos dalam screening -3 selanjutnya di masukan pada
roll crusher -3 mm untuk dipecahkan. Yang kemudian setelah memalui proses
pemecahan maka bounder secara langsung akan lolos dalam proses screening -
3 mm.
13) Mixing 3x
Langkah berikutnya setelah melalui screening dan crusher, maka material
tersebut di mixing dengan tujuan untuk memastikan bahwa semua ore bisa
tercampur secara merata. Pada proses mixing ditahap ini menggunakan scop
riffle sebab sample yang ada tinggal sedikit dan lebih mudah menggunakan
scop riffle.

Laporan Kerja Praktek 63


14) Matriks 4x5
Setelah mixing, maka langkah berikutnya dilakukan matriks 4x5 dan pada
setiap kolom diambil materialnya menggunakan scop 10 D.
15) Drying oven
Pada tahap ini, material dimasukan dalam oven yang memiliki panas
105°C dengan waktu 30 menit. Hal tersebut dilakukan untuk menghilangkan
kadar air dari sample tersebut
16) Top grinding
Setelah proses drying oven selesai maka taham terahir yaitu finishing.
Pada proses finishing, sample tersebut dimasukan pada top grinding untuk
menghasilkan sample dengan ukuran 200 mesh.
17) Screening 200 mesh
Sebelum dilakukan pemisahan maka tersebih dahulu material tersebut
melalui proses screening. Hal ini dilakukan kembali untuk memisahkan
sample yang memiliki ukuran 200 mesh
18) Dismill
Material yang tidak lolos dalam proses screening dengan menggunakan
ayakan 200 mesh kemudian dimasukan dalam dismill untuk dihaluskan
kembali.
19) Mixing in plastic
Setelah melalui proses dismill maka sample tersebut digabung dengan
sample yang telah lolos dalam proses screening 200 mesh. Setelah proses
penggabungan, sample tersebut di mixing dalam plastic selama 10 menit
untuk menghasilkan pengcampuran yang merata
20) Matriks 4x5
Setelah mixing, maka langkah berikutnya dilakukan matriks 4x5 dan pada
setiap kolom diambil materialnya menggunakan scop 1 D.
21) Akhir
Tahap akhir dari proses preparation sample ini kemudian dibagi menjadi
dua kantong. Kantong dengan lable A diperuntukan pada Lab. Instrumen dan
kantong dengan lable C disimpan sebagai arsip.

Laporan Kerja Praktek 64


4.4.2 Alat Preparation Sample

Gambar 4.4.35 Jaw Crusher -10 Gambar 4.4.36 Jaw Crusher -20

Gambar 4.4.37 Roll Crusher -3 Gambar 4.4.38 Raw Mill

Gambar 4.4.39 Save Shaker Gambar 4.4.40 Dismill

Laporan Kerja Praktek 65


Gambar 4.4.41 Ayakan Gambar 4.4.42 Scop

Gambar 4.4.43 Scop 1 D Gambar 4.4.44 Scop 10 D

Gambar 4.4.45 Scop 15 D Gambar 4.4.46 Scop 20 D

Laporan Kerja Praktek 66


Gambar 4.4.47 Oven Gambar 4.4.48 Batas matriks

Gambar 4.4.49 Talam sample Gambar 4.4.50 Talam sample

Gambar 4.4.51 Penahan scop Gambar 4.4.52 Scop Riffle


matriks

Laporan Kerja Praktek 67


Gambar 4.4.53 Hammer Gambar 4.4.54 Gerobak dorong

4.4 Reklamasi
Reklamasi merupakan suatu kegiatan yang berkaitan tentang usaha
memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi dalam kawasan
hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan dan energi agar
dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.
Istilah lain dari reklamasi yaitu rehabilitasi lahan dan revegetasi.
Rehabilitasi lahan adalah usaha memperbaiki, memulihkan kembali dan
meningkatkan kondisi lahan yang rusak (kritis), agar dapat berfungsi secara
optimal, baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air maupun sebagai
unsur perlindungan alam lingkungan. Revegetasi merupakan suatu usaha atau
kegiatan penanaman kembali lahan bekas tambang.

4.5.1 Landasan Hukum Reklamasi


Landasan hukum yang mengharuskan suatu perusahaan tambang mineral
dan energy untuk melakukan suatu kegiatan reklamasi adalah :
a) Pasal 30 pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan
Pokok Pertambangan, bahwa apabila selesai melakukan penambangan
bahan galian pada suatu tempat pekerjaan, pemegang Kuasa Pertambangan
diwajibkan mengembalikan tanah sedemikian rupa sehingga tidak
menimbulkan bahaya bagi masyarakat sekitarnya.
a) Pasal 46 ayat (4) dan (5) Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun

Laporan Kerja Praktek 68


1969, bahwa sebelum meninggalkan bekas wilayah Kuasa
Pertambangannya, baik karena pembatalan maupun karena hal yang lain,
pemegang Kuasa Pertambangan harus terlebih dahulu melakukan usaha-
usaha pengamanan terhadap benda-benda maupun bangunan-bangunan
dan keadaan tanah di sekitarnya yang dapat membahayakan keamanan
umum.
b) Peraturan mentri energi dan sumber daya mineral nomor 07 tahun 2004
tentang pelaksanaan reklamasi dan pascatambang pada kagiatan usaha
pertambangan
c) Peraturan mentri energi dan sumber daya mineral nomor 18 tahun 2008
tentang reklamasi dan penutupan tambang.

4.5.2 Tahap Reklamasi


Suatu kegiatan reklamasi dapat berjalan dengan bain dan mengahasilkan
hasil yang maksimal jika mengikuti langkah - langkah kerja atau work
intruksion (WI) yang telah ditetapkan. Seperti yang tercantum pula pada bab 1
pasal 1 ayat 2 peraturan mentri energi dan sumber daya mineral nomor 07
tahun 2014 bahwa kegiatan pasca tambang harus dilakukan dengan sistematis,
terencana dan berlanjut. Langkah – langkah atau tahap – tahap dari kegiatan
reklamasi dapat dilihat pada diagram beriku :

Mine Out Pengukuran


lahan Re Greading

Pemantauan Penanaman Top soiling

Gambar 4.5.55 Diagram alir Tahap Reklamasi

a) Mine out
Suatu lahan tambang yang telah tertambang dan sudah tidak layak untuk
dilakukan proses produksi maka akan diserahkan kepada bagian lingkungan
untuk dilakukan reklamasi. Pada lingkup kerja lingkungan tidak akan

Laporan Kerja Praktek 69


malakukan kegiatan reklamasi pada daerah yang belum ada pengajuan dari
bagian kerja mining.
b) Pengukuran lahan
Setelah melakukan serah terima lahan pasca tambang maka satuan kerja
lingkungan akan malakukan pengukuran lahan. Hal tersebut dilakukan guna
dapat mengestimasi jumlah alat yang akan digunakan untuk proses regreading
dan top soiling, lama proses reklamasi dan untuk mengestimasi jumlah pohon
yang harus ditanami pada daerah tersebut.
c) Re Greading
Pada tahap regreading ini hal yang dilakukan adalah perataan atau
penataan kembali lahan yang telah tertambang. Hal ini dilakukan agar pada
saat penanaman dan pemantauan tidak terjadi kesulitan.
d) Top soiling
Top soiling merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara
menutupi daerah yang telah tertambang dengan top soil atau tanah penutup.
Pemilihan top soil disebabkan tanah tersebut memiliki tingkat humus yang
cukup tinggi sehingga akan memudahkan tanaman untuk tumbuh. Pada proses
top soiling, satuan kerja lingkungan telah memiliki standar ketebalan dari
lapisan tanah penutupnya, yakni ± 60 cm.
Pada proses top soiling, hal yang tidak perlu ditinggalkan adalah
pembuatan jalan untuk memudahkan akses penanaman, penyiraman,
pemupukan dan pemantaun. Selain dari beberapa hal tersebut, yang paling
penting juga adalah pembutan check dump agar air hasil erosi tidak langsung
ke laut yang akan merusak biota laut.
e) Penanaman
Proses penanaman dilakukan jikalau proses top soiling telah selesai.
Jikalau suatu wilayah tidak ingin ditanami tanaman, maka hal pertama yang
dilakukan adalah proses cover crop. Cover crop adalah suatu kegiatan
penanaman rerumputan local dan rerummputan tetenggala, hal ini dilakukan
untuk menjaga agar pada saat hujan tidak terjadi erosi.

Laporan Kerja Praktek 70


Tanaman yang ditanam pada PT. ANTAM Tbk, UBPN Sultra dalam
proses reklamasi yaitu :
1) Sengon laut

Gambar 4.5.56. Bibit sengon laut


Sumber : Foto pengamatan di lapangan
2) Trambesi

Gambar 4.5.57. Bibit trambesi


Sumber : Foto pengamatan di lapangan
3) Bitti

Gambar 4.5.58. Bibit bitti


Sumber : Foto pengamatan di lapangan

Laporan Kerja Praktek 71


4) Mangga – mangga

Gambar 4.5.59. Bibit mangga-mangga


Sumber : Foto pengamatan di lapangan
5) Tirotasik

Gambar 4.5.60. Bibit tirotasik


Sumber : Foto pengamatan di lapangan
6) Cemara

Gambar 4.5.61 Bibit cemara


Sumber : Foto pengamatan di lapangan

Laporan Kerja Praktek 72


7) Johar

Gambar 4.5.62 Bibit johar


Sumber : Foto pengamatan di lapangan
8) Dengeng

Gambar 4.5.63 Bibit dengeng


Sumber : Foto pengamatan di lapangan
9) Sogo

Gambar 4.5.64 Bibit sogo


Sumber : Foto pengamatan di lapangan

Laporan Kerja Praktek 73


Dalam pemilihan tanaman untuk ditanam adalah diuatamakan tanaman
andemik daerah setempat yang suda hamper punah dan tanaman yang cepat
dalam proses pertumbuhannya.
Proses penanaman dilakukan dengan menggali tanah dengan panjang lebar
dan dalam masing – masing 30 cm. Pengalian lubang untuk penanaman ini
dilakukan dengan model grid dengan jarak 3 meter x 3 meter. Setelah
dilakukan penggalian, lubang tersebut di simpankan pupuk sebanyak 3
kg/lubang agar tanaman yang ditanam bisa berkembang dengan baik.
f) Pemantauan
Pemantauan ini dilakukan oleh para karang taruna. Pemantauan ini
dilakukan untuk memantau tanaman yang telah ditanam. Apabila didapatkan
tanaman yang mati maka dilakukan penyulaman kembali.

Laporan Kerja Praktek 74


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dan saran penulis setelah melakukan pengamatan di lapangan,
yaitu :
5.1 Kesimpulan
Setelah penulis melakukan kerja praktek di PT. Antam Tbk. UBPN Sultra
mulai dari tanggal 07 November 2016 sampai 08 Desember 2016, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Nikel laterit terbagi menjadi 5 zona antara lain : zona overburden, zona
limonite, zona saprolite, zona saprock dan bedrock.
2. Kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh satuan kerja eksploration, mine
plan dan surveying menggunakan alat total station dengan metode
resection.
3. Pada inpit drilling kedalaman maksimal 12 meter/hari dengan waktu ± 3
jam.
4. Rata-rata kecepatan impit drilling adalah 4.55 meter/jam
5. Cepat dan lambatnya pomboran dilakukan tergantung dari lapisan tanah
yang dibor. Jika pada laisan tanah yang soft (lunak) maka akan lebih cepat
dari pada lapisan yang keras.
6. Core Loss dapat terjadi karena adanya faktor faktor seperti : Skill operator,
Tekstur material, Kondisi struktur tanah dan batuan, Penyuplaian air yang
berlebih.
7. Pemindahan alat bor dari titik bor satu ke yang lainnya menggunakan alat
berat seperti Excavator, Dozer, dll.
8. Pemboran menggunakan mata bor ortoklas dengan skala kekerasan 7 pada
skala mohs.
9. Pola loading yang digunakan pada bukit Everest adalah pola bottom
loading dan top loading.
10. Pola loading yang digunakan pada bukit land chruiser adalah pola bottom
loading.

Laporan Kerja Praktek 75


11. Pada bukit Everest menggunakan metode open pit sedangkan pada bukit
land chruiser menggunakan metode open cast.
12. Pada pemakaian alat tidak terjadi keserasian, pada daerah bukit Everest
dengan pola top loading harus ada penambahan dump treck sebanyak 3
(tiga), untuk pola bottom loading harus ada penambahan 2 (dua) dump
track, dan pada bukit land chruiser dengan pola bottom loading harus
penambahan 4 dump truck.
13. Adapun faktor penghambat dalam kegiatan produksi antara lain : waktu
istirahat pekerja di luar jamnya, kerusakan alat, pengaruh cuaca yang tidak
mendukung (hujan), dll.
14. Sample yang preparation bersumber dari sampling pada selective mine
(SM), re ceck, dan umpan pabrik.
15. Dalam preparation sample, sample yang berkisar 200 kg – 60 kg akan
menghasilkan 320 gram.
16. Hasil preparation sample 160 gram untuk Lab. Instrument dan 160 gram
untuk arsip.
17. Tahap dari proses reklamasi adalah pengukuran lahan, regreding, top
soiling, penanaman dan pemantauan.

5.2 Saran
1. Pada pemboran inpit sebaiknya menggunakan mesin pemboran automatis
agar kerja dan hasil lebih efektif.
2. Kurangnya tanda-tanda peringatan di jalan produksi bukit Everest

Laporan Kerja Praktek 76


DAFTAR PUSTAKA

Mabellamie A. dan Ramadhan I. 2016. Studi Penambangan Nikel Laterit PT.


ANTAM (Persero) Tbk, UBPN SULTRA. Teknik Pertambangan
Universitas Trisakti.Pomalaa.2016
http://adityawibawadani.blogspot.co.id/2014/04/genesa-nikel-laterit.html.Diakses
tanggal 12 November 2016
https://ardra.biz/sain-teknologi/mineral/pengolahan-mineral/tahap-proses-
pengolahan-bijih-nikel-laterite.Diakses tanggal 12 November 2016
http://downloadpetaindonesia.blogspot.co.id/2010/04/genesa-umum-
nikellaterit.html.Diakses tanggal 12 November 2016
http://www.geologinesia.com/2015/10/endapan-nikel-laterit-sorowako-
bahodopi.html. Diakses tanggal 13 November 2016
http://www.tukangbatu.com/2015/11/nikel-laterit.html. Diakses tanggal 12
November 2016
https://supardibarmawimie08.wordpress.com/2013/03/16/genesa-endapan-nikel
laterit. Diakses tanggal 12 November 2016

Laporan Kerja Praktek 77


Laporan Kerja Praktek 78
LAMPIRAN

Laporan Kerja Praktek 79


Lampiran I : Data Mine Surveying

NO X Y Z Keterangan String
B.1 345902.9 9536491 43.164 A 6
B.2 345901.5 9536487 43.162 A 6
B.3 345898.6 9536478 43.07 A 6
B.4 345896.2 9536470 43.108 A 6
B.5 345893 9536460 42.837 A 6
B.6 345890.4 9536452 42.837 A 6
B.7 345887.8 9536443 42.714 A 6
B.8 345885.3 9536436 42.675 A 6
B.9 345877.9 9536432 42.294 A 6
B.10 345876 9536424 42.354 A 6
B.11 345878.7 9536420 42.596 A 6
B.12 345878.5 9536412 42.61 A 6
B.13 345878.5 9536405 42.766 A 6
B.14 345878.6 9536398 42.924 A 6
B.15 345878.5 9536392 42.829 A 6
B.16 345878.4 9536387 42.826 A 6
B.17 345868.9 9536385 42.682 A 6
B.18 345860.7 9536383 42.275 A 6
B.19 345853.9 9536381 42.032 A 6
B.20 345847.5 9536379 41.869 A 6
B.21 345841.8 9536377 41.694 A 6
B.22 345843.8 9536379 39.313 B 7
B.23 345852.3 9536381 39.525 B 7
B.24 345860.7 9536384 40.059 B 7
B.25 345870.7 9536387 40.13 B 7
B.26 345876.8 9536389 40.232 B 7
B.27 345877.2 9536395 40.227 B 7
B.28 345876.9 9536404 40.125 B 7
B.29 345877.1 9536413 40.199 B 7
B.30 345876.2 9536420 40.246 B 7
B.31 345876.6 9536429 40.145 B 7
B.32 345876.5 9536433 40.041 B 7
B.33 345885.8 9536439 40.332 B 7
B.34 345887.9 9536446 40.297 B 7
B.35 345890.3 9536453 40.515 B 7
B.36 345892.6 9536461 40.551 B 7
B.37 345895.9 9536472 40.696 B 7
B.38 345898.2 9536479 40.833 B 7

Laporan Kerja Praktek 80


B.39 345900 9536485 40.858 B 7
B.40 345903 9536494 41.145 B 7
B.41 345841.3 9536386 39.333 D 9
B.42 345840.8 9536393 39.316 D 9
B.43 345849.6 9536387 39.506 D 9
B.44 345846.5 9536394 39.449 D 9
B.45 345855.7 9536391 39.703 D 9
B.46 345850.7 9536397 39.495 D 9
B.47 345864.4 9536392 39.961 D 9
B.48 345864 9536398 39.887 D 9
B.49 345854.3 9536402 39.487 D 9
B.50 345864.9 9536406 39.867 D 9
B.51 345853.8 9536407 39.391 D 9
B.52 345863.1 9536412 39.75 D 9
B.53 345849.9 9536410 39.266 D 9
B.54 345860.9 9536418 39.661 D 9
B.55 345853.1 9536420 39.135 D 9
B.56 345865.3 9536427 39.716 D 9
B.57 345829.8 9536403 38.5 D 9
B.58 345895.4 9536490 40.511 D 9
B.59 345884.5 9536467 39.974 D 9
B.60 345879.8 9536455 39.85 D 9
B.61 345874 9536440 39.786 D 9
B.62 345865.7 9536426 39.74 D 9
B.63 345857.3 9536423 39.336 D 9
B.64 345859.5 9536434 39.363 D 9
B.65 345864.3 9536447 39.54 D 9
B.66 345882.5 9536477 39.779 D 9
B.67 345874.1 9536470 39.578 D 9
B.68 345864 9536451 39.448 D 9
B.69 345856.7 9536433 39.195 D 9
B.70 345849.8 9536419 39.003 D 9
B.71 345844.5 9536410 39.088 D 9
B.72 345845.1 9536404 39.149 D 9
B.73 345846.1 9536398 39.384 D 9
B.74 345848.9 9536392 39.477 D 9
B.75 345839.1 9536396 39.192 D 9
G.1 345846.9 9536369 42.087 D 9
B.76 345764.8 9536342 37.596 JL 8
B.77 345758 9536333 36.997 JL 8
B.78 345743.8 9536318 35.996 JL 8

Laporan Kerja Praktek 81


B.79 345736.7 9536309 35.658 JL 8
B.80 345733.1 9536300 35.236 JL 8
B.81 345728.5 9536283 34.577 JL 8
B.82 345733.1 9536284 34.82 JL 8
B.83 345737 9536298 35.245 JL 8
B.84 345741 9536308 35.633 JL 8
B.85 345750.1 9536320 36.326 JL 8
B.86 345762.9 9536333 37.297 JL 8
B.87 345772.8 9536347 37.904 JL 8
B.88 345727.5 9536254 33.555 A 6
B.89 345737.4 9536252 34.046 A 6
B.90 345747.2 9536250 34.91 A 6
B.91 345759.9 9536245 35.338 A 6
B.92 345771.4 9536240 35.623 A 6
B.93 345774.8 9536236 35.652 A 6
B.94 345773 9536233 35.351 A 6
B.95 345769.5 9536231 35.593 A 6
B.96 345765.5 9536232 35.249 A 6
B.97 345759.3 9536234 34.361 A 6
B.98 345757.9 9536232 34.356 A 6
B.99 345754.5 9536231 33.713 A 6
B.100 345746.1 9536234 33.38 A 6
B.101 345739.3 9536236 32.892 A 6
B.102 345732.2 9536238 32.443 A 6
B.103 345725.9 9536243 32.644 A 6
B.104 345727 9536250 32.78 A 6
B.105 345727.5 9536254 33.341 A 6
B.106 345732.1 9536251 32.357 B 7
B.107 345730.1 9536250 32.114 B 7
B.108 345729.5 9536247 31.801 B 7
B.109 345728.9 9536242 31.772 B 7
B.110 345734.2 9536239 31.75 B 7
B.111 345741 9536237 31.672 B 7
B.112 345747.9 9536235 31.677 B 7
B.113 345755 9536234 31.824 B 7
B.114 345755.8 9536237 31.973 B 7
B.115 345758.6 9536238 32.324 B 7
B.116 345762.2 9536238 32.915 B 7
B.117 345769.1 9536234 33.429 B 7
B.118 345769.9 9536239 33.568 B 7
B.119 345761.6 9536243 33.03 B 7

Laporan Kerja Praktek 82


B.120 345751.9 9536247 32.845 B 7
B.121 345743.3 9536249 32.601 B 7
B.122 345736.1 9536251 32.332 B 7
B.123 345735.1 9536275 35.188 BL 4
B.124 345745.7 9536264 34.676 BL 4
B.125 345776.1 9536241 35.996 BL 4
B.126 345788.6 9536230 36.231 BL 4
B.127 345778.7 9536211 35.153 BL 4
B.128 345771.3 9536196 34.535 BL 4
B.129 345744.3 9536188 35.041 BL 4
B.130 345729.1 9536189 34.827 BL 4
B.131 345715.9 9536192 34.115 BL 4
B.132 345717.6 9536226 33.672 BL 4
B.133 345720.7 9536244 32.864 BL 4
B.134 345718.8 9536259 32.986 BL 4
B.138 345765.6 9536209 34.187 D 9
B.139 345744.7 9536198 34.235 D 9
B.140 345737.9 9536227 33.03 D 9
B.141 345732.1 9536219 33.19 D 9
B.142 345725.2 9536223 32.769 D 9
B.143 345720.8 9536203 33.58 D 9
B.144 345755.9 9536219 33.49 D 9
B.145 345756.2 9536206 34.199 D 9
B.146 345729.7 9536235 32.854 D 9

Laporan Kerja Praktek 83


Lampiran II : Cycle Time Titik Bor 13

Waktu Waktu
Waktu Pasang Waktu Cabut Kedalaman
Nomor Runing Tumbuk
Bor
Minit Detik Minit Detik Minit Detik Minit Detik
1 1.00 50 1.00 16 0.00 18 0 37 0.2
2 16 22 0.00 28 0 48 0.4
3 29 27 0 47 0 42 0.3
4 1 3 1 51 1 9 0.6
5 1 28 1 18 1 21 0.5
6 1 12 38 1 32 0.5
7 1 14 59 1 37 0.5
8 1 20 50 1 37 0.2
9 1 30 40 1 41 0.3
10 1 43 48 3 30 0.4
11 1 46 42 1 27 0.4
12 1 25 1 16 1 33 0.5
13 1 45 30 2 0 0.4
14 1 23 1 7 1 27 0.8
15 1 47 2 0 3 39 0.6
16 1 45 1 40 2 28 1
17 2 2 1 58 3 22 0.9
18 3 18 1 12 2 43 0.8
19 2 37 1 45 5 33 0.7
20 2 41 1 1 3 50 0 44 0.4
21 2 25 2 7 5 1 0.6
22 3 9 3 44 4 1 0.4
23 2 11 7 2 4 35 0.4
24 3 2 2 43 5 27 0 0 0.2
Jumlah 33.00 621 26.00 716 50.00 666 - 171 12
Jumlah Jam Kerja 2.42

Hambatan Menit Detik


Ore jatuh 1 2
Kerusakan
1 18
Alat
Whiting
65 0
Dozer
Jumlah 67 20
Jumlah Jam 1.12

Lose 20 Cm

Laporan Kerja Praktek 84


Lampiran III : Cycle Time Titik Bor 14

Waktu Waktu Waktu


Waktu Cabut Kedalaman
Nomor Pasang Runing Tumbuk
Bor
Minit Detik Minit Detik Minit Detik Minit Detik
1 44 44 0 44 0 56 0.2
2 19 16 0 33 0 43 0.5
3 29 33 0 46 0 58 0.3
4 11 1 1 24 0.4
5 1 1 59 0 59 0.3
6 1 6 1 12 1 19 0.4
7 1 21 55 0 55 0.3
8 1 18 1 6 1 8 0.6
9 1 18 1 44 1 51 0.5
10 1 52 1 34 1 20 0.6
11 1 19 45 2 4 0.4
12 1 20 1 42 1 55 0.6
13 1 45 1 40 2 41 0.9
14 2 21 1 28 3 15 1
15 2 9 1 28 2 59 0.6
16 3 5 3 44 4 6 0.1
17 1 49 2 54 3 38 0.3
18 2 33 4 35 3 32 0.2
19 2 14 2 13 3 44 0.9
20 3 15 2 25 3 30 0.4
21 3 5 1 57 3 20 0.7
22 3 23 1 3 3 49 1
23 4 11 2 12 7 31 0.5
24 3 47 1 50 3 36 1 20 0.3
Jumlah 37.00 535 26.00 780 47.00 819 1.00 177 12
Jumlah Jam Kerja 3.48

Hambatan Menit Detik


Ore jatuh 1 27
Kerusakan
7 4
Alat
Pengisian
1 0
Air
Jumlah 67 20
Jumlah Jam 1.12

Laporan Kerja Praktek 85


Lampiran IV : Cycle Time Titik Bor 15

Waktu Waktu
Waktu Pasang Waktu Cabut Kedalaman
Nomor Runing Tumbuk
Bor
Minit Detik Minit Detik Minit Detik Minit Detik
1 2 17 2 8 2 3 0.6
2 2 28 1 45 3 47 0.4
3 1 3 1 50 1 53 0.4
4 1 1 2 2 2 7 0.4
5 1 38 1 33 1 49 0.5
6 1 44 1 17 3 0 0.4
7 1 24 3 58 3 9 0.5
8 2 12 1 11 2 12 0.4
9 2 0 2 19 2 59 0.4
10 1 25 3 31 4 18 0.9
11 2 20 2 9 3 43 1
12 2 22 2 21 4 14 0.9
13 1 42 2 47 4 10 0.6
14 3 3 1 35 4 17 0.4
15 2 45 4 55 5 31 0.3
16 6 36 3 27 4 52 2
17 3 30 7 27 8 53 1 1 0.4
18 2 35 7 4 6 0 2 48 0.5
Jumlah 35 425 45.00 499 61 477 3.00 49 11
Jumlah Jam Kerja 2.80

Hambatan Menit Detik


Ore jatuh 26 226
Kerusakan
0 45
Alat
Pembersihan
2 130
Alat
Jumlah 67 20
Jumlah Jam 1.12

Lose 40 Cm

Laporan Kerja Praktek 86


Lampiran V : cycle time dump truck bottom loading bukit Everest

Posisi Posisi Kembali Timbangan


Isi Jln. Isi Timbangan Tumpah Jumlah Jumlah
Muta Tumpah Kosong Kosong
(detik) (detik) Isi (detik) (detik) (detik) (Menit)
(detik) (detik) (detik) (detik)
38 158 461 28 42 22 372 25 1146 19.10
22 218 400 20 22 22 271 2 977 16.28
91 236 530 18 20 25 422 22 1364 22.73
18 209 502 19 19 26 437 17 1247 20.78
20 203 453 19 17 16 370 20 1118 18.63
22 157 450 15 24 37 392 17 1114 18.57
20 145 428 16 20 22 370 17 1038 17.30
16 131 486 12 18 29 401 15 1108 18.47
17 173 495 13 22 23 395 16 1154 19.23
Rata -Rata 19.01

Lampiran VI : cycle time dump truck top loading bukit Everest

Posisi Posisi Kembali Timbangan


Isi Jln. Isi Timbangan Tumpah Jumlah Jumlah
Muta Tumpah Kosong Kosong
(detik) (detik) Isi (detik) (detik) (detik) (Menit)
(detik) (detik) (detik) (detik)
23 127 439 27 7 23 380 10 1036 17.27
26 136 400 12 34 19 420 16 1063 17.72
90 154 422 8 15 20 446 30 1185 19.75
34 164 460 17 18 23 487 23 1226 20.43
31 165 440 20 37 20 380 14 1107 18.45
40 141 430 17 26 18 440 15 1127 18.78
28 189 396 10 18 17 362 13 1033 17.22
34 170 376 22 15 21 360 15 1013 16.88
33 151 370 12 58 26 360 11 1021 17.02
37 162 410 17 31 25 368 8 1058 18.17
39 240 470 11 66 20 340 40 1226 18.27
33 147 380 6 4 29 390 30 1019 18.33
Rata -Rata 18.17

Laporan Kerja Praktek 87


Lampiran VII : cycle time dump truck bottom loading bukit land chruiser

Waktu
Waktu
Pergi dan Antri
Nomor Isi Jumlah
Pulang (menit)
(menit)
(menit)
1 7 14 1 22
2 3 17 1 21
3 3 12 10 25
4 7 12 5 24
5 3 14 1 18
6 6 12 15 33
7 3 18 8 29
8 5 37 5 47
9 5 14 6 25
10 6 21 2 29
11 7 10 4 21
Rata -Rata 26.73

Laporan Kerja Praktek 88


Lampiran VIII : cycle time PC truck top loading bukit Everest

Cycle Time Jumlah


Nomor
Menit detik (detik)
1 2 48 168
2 2 47 167
3 2 52 172
4 2 33 153
5 2 52 172
6 2 37 157
7 3 1 181
8 2 52 172
9 2 54 174
10 2 49 169
11 3 29 209
12 3 1 181
13 3 2 182
14 2 50 170
15 2 50 170
16 2 49 169
17 3 5 185
18 2 38 158
19 2 58 178
20 2 39 159
21 2 34 154
22 2 322 442
23 2 30 150
Rata - Rata (detik) 182.26
Rata - Rata (menit) 3.04

Laporan Kerja Praktek 89


Lampiran IX : cycle time PC truck bottom loading bukit Everest

Cycle Time Jumlah


Nomor
Menit detik (detik)
1 3 25 205
2 4 47 287
3 3 27 207
4 2 58 178
5 3 6 186
6 3 43 223
7 2 38 158
8 3 45 225
9 8 3 483
10 3 9 189
11 3 15 195
12 4 3 243
13 3 31 211
14 3 39 219
15 3 7 187
16 3 37 217
17 4 35 275
18 2 57 177
19 3 11 191
20 3 27 207
21 4 21 261
22 2 40 160
23 3 51 231
24 3 40 220
25 2 57 177
26 4 16 256
27 3 25 205
28 3 26 206
29 3 31 211
30 3 0 180
Rata - Rata (detik) 222.39
Rata - Rata (menit) 3.71

Laporan Kerja Praktek 90


Lampiran X : cycle time PC truck bottom loading bukit Land chruiser

Cycle Time Jumlah


Nomor
Menit detik (detik)
1 4 29 269
2 4 18 258
3 4 8 248
4 4 36 276
5 3 53 233
6 4 53 293
7 4 50 290
8 4 55 295
9 2 56 176
10 3 41 221
11 3 9 189
12 3 7 187
13 4 15 255
14 4 5 245
15 4 16 256
Rata - Rata (detik) 246.07
Rata - Rata (menit) 4.10

Laporan Kerja Praktek 91


Lampiran XI : Waktu kerja

a) Bukit Everest
DT, Rabu 16/11/2016
No Nama Kegiatan Jam Durasi
1 Safty Talk 07.30 - 07.38 8 menit
2 Traveling 07.34 - 07.40 2 menit
3 Operasi 07.40 – 10.41 3 jam 1 menit
PC, Kamis 17/11/2016
No Nama Kegiatan Jam Durasi
1 Safty Talk 06.55 – 07.00 5 menit
2 Turun di front 07.00 - 07.10 10 menit
3 Persiapan front 07.10 - 07.45 35 menit
4 Loading DT 07.45 - 11.30 3 jam 55 menit
5 Istrahat 11.30 - 13.00 1 jam 30 menit
6 Loading DT 13.00 - 15.11 2 jam 11 menit
PC, Jum'at 18/11/2016
No Nama Kegiatan Jam Durasi
1 Safty Talk 06.50 – 06.55 5 menit
2 Turun di front 06.55 - 07.00 5 menit
3 Persiapan front 07.00 - 07.34 34 menit
4 Loading DT 07.34 - 11.30 3 jam 56 menit
5 Istrahat 11.30 - 13.00 1 jam 30 menit
6 Loading DT 13.00 - 15.18 2 jam 18 menit
7 Perapian front 15.18 - 15.23 5 menit
8 Kembali dari front 15.23 - 15.33 10 menit

DT, Jum'at 18/11/2016


No Nama Kegiatan Jam Durasi
1 Safty Talk 07.27 - 07.31 4 menit
2 Traveling 07.31 - 07.34 3 menit
3 Operasi 07.34 - 11.39 4 jam 5 menit
4 Istrahat 11.39 - 13.00 1 jam 21 menit
5 Operasi 13.00 - 15.25 2 jam 25 menit

PC, Sabtu 19/11/2016


No Nama Kegiatan Jam Durasi
1 Safty Talk 06.55-07.00 5 menit
2 Turun di front 07.00 - 07.05 5 menit

Laporan Kerja Praktek 92


3 Persiapan front 07.05 - 07.35 30 menit
4 Loading DT 07.35 - 11.37 4 jam 2 menit
5 Istrahat 11.37 - 12.55 1 jam 23 menit
6 Loading DT 12.55 - 15.15 2 jam 20 menit
7 Perapian front 15.15 - 15.27 12 menit
8 Kembali dari front 15.27 - 15.39 12 menit
DT, Sabtu 19/11/2016
No Nama Kegiatan Jam Durasi
1 Safty Talk 07.30 - 07.33 3 menit
2 Traveling 07.33 - 07.35 2 menit
3 Operasi 07.35 - 11.45 2 jam 10 menit
4 Istrahat 11.45 - 12.55 1 jam 10 menit
5 Operasi 12.55 - 15.24 2 jam 29 menit
b) Bukit Land Chruiser
PC, Senin 21/11/2016
No Nama Kegiatan Jam Durasi
1 Safty Talk 07.06 – 07 14 8 Menit
2 Turun di front 07.14 - 07.18 4 Menit
3 Persiapan front 07.18 - 07.48 30 Menit
4 Loading DT 07.48 - 11.44 3 jam 56 menit
5 Istrahat 11.44 - 12.50 1 jam 6 menit
6 Loading DT 12.50 - 14.00 1 jam 10 menit
7 Istrahat hujan 14.00 - 15.00 1 jam
8 Loading DT 15.00 - 15.42 42 menit

DT, Senin 21/11/2016 Durasi


No Nama Kegiatan Jam
1 Safty Talk 07.38 – 07.46 10 menit
2 Traveling 07.46 – 07.48 12 menit
3 Operasi 07.48 - 11.30 3 jam 42 menit
4 Istrahat 11.30 - 12.55 1 jam 25 menit
5 Operasi 12.55 - 14.00 1 jam 5 menit
6 Istrahat hujan 14.00 - 15.00 1 jam
7 Loading DT 15.00 - 15.55 55 menit

PC, Selasa 22/11/2016


No Nama Kegiatan Jam Durasi
1 Safty Talk 07.29 – 07.37 8 menit

Laporan Kerja Praktek 93


2 Turun di front 07.37 - 07.38 1 menit
3 Persiapan front 07.38 - 10.00 2 jam 22 menit
4 Loading DT 10.00 - 11.40 1 jam 40 menit
5 Istrahat 11.40 - 12.55 1 jam 15 menit
6 Loading DT 12.55 - 15.00 2 jam 5 menit
DT, Selasa 22/11/2016
No Nama Kegiatan Jam Durasi
1 Safty Talk 07.22 – 07.30 8 menit
2 Istrahat hujan 07.30 – 10.00 2 jam 30 menit
3 Operasi 10.00 - 11.47 1 jam 47 menit
4 Istrahat 11.47 - 12.55 1 jam 8 menit
5 Operasi 12.55 - 15.07 2 jam 12 menit

PC, Rabu 23/11/2016


No Nama Kegiatan Jam Durasi
1 Safty Talk 07.07 – 07.15 8 menit
2 Turun di front 07.15 - 07.20 5 menit
3 Persiapan front 07.20 - 07.39 19 menit
4 Loading DT 07.39 - 11.30 3 jam 51 menit
5 Istrahat 11.30 - 13.00 1 jam 30 meit
6 Loading DT 13.00 - 15.15 2 jam 15 menit
7 Perapian front 15.15 - 15.20 5 menit

DT, Rabu 23/11/2016


No Nama Kegiatan Jam Durasi
1 Safty Talk 07.31 – 07.39 8 menit
2 Operasi 07.39 - 11.37 3 jam 58 menit
3 Istrahat 11.37 - 13.00 1 jam 23 menit
4 Operasi 13.00 - 15.22 2 jam 22 menit

Laporan Kerja Praktek 94


Lampiran XII : Spesifikasi Excavator PC200

Gambar PC200
Berikut ini merupakan spesifikasi teknis PC200-8
Operation / Application
Boom size (m) & type 5700 Heavy Duty
Arm size (m) & type 2900 Heavy Duty
Bucket size – KGA standard GP (m3) 0.97
Arm crowd force – ISO (kgf) 11,000
Bucket crowd force – ISO (kgf) 15,200
Digging depth – maximum (mm) 6,620
Digging reach – maximum (mm) 9,875
Maximum reach @ ground level (mm) 9,700
Swing radius (mm) 2,750

Laporan Kerja Praktek 95


Lampiran XIII : Produksi

Data sekunder

Percapaian
Waktu kerja Pencapaian Target Pencapaian
No Bukit Bulan
(hari) Perhari Perhari (%)
November
1 Everest 30425.77 22 1382.98955 1000 138.30
Land 21
2 Chruiser 26164.6 1245.93333 1300 96

Data Pengamatan
Pencapaian
Hari Bukit Keterangan
Perhari (ton)
1 511.1033 Jam produksi 07.30 – 10.41, berhenti karena hujan
2 1327.524
Everest
3 444.622 Jam kerja 07.30 – 12.00
4 1017.989
5 Land 1091.294
6 Chruiser 1061.307

Laporan Kerja Praktek 96

You might also like