You are on page 1of 11

Betahistine in the treatment of vertiginous syndromes: a meta-analysis

Betahistine dalam pengobatan sindrom vertiginuos: meta analisis

C. DELLA PEPA, G. GUIDETTI1, M. EANDI


Department of Anatomy, Pharmacology and Forensic Medicine, University of Turin; 1
Service of Audio-Vestibology and Vestibular Rehabilitation, A.S.L. (Local Health Service) of
Modena, Modena, Italy

Kata kunci:
Vertigo, cupulo-canalolitiasis, insufisiensi vertebrobasilar, pengobatan medis,
betahistin

Ringkasan

Vertigo merupakan penyakit yang sering dialami, berhubungan dengan gejala


disabilitas tinggi. Etiologinya tidak selalu dapat dengan mudah diidentifikasi, pengobatan
sering diberikan berdasarkan gejala. Betahistine, sebuah obat dengan mode karakterisasi
multifactorial aksi dari tipe modulator, telah secara luas digunakan pada manajemen sindrom
vertiginous. Penggunaan betahistine di itali, sekarang, disahkan menjadi pengobatan sindrom
vertiginous yang berhubungan dengan penyakit Meniere. Maka, penelitian meta analisis telah
dibawakan untuk menganalisis, efikasi betahistin pada pengobatan sindrom vertiginous
lainnya, seperti vertigo posisi paroksismal (cupulo-canalolithiasis) dan vertigo sekunder akibat
defisiensi arteri ke area vertebrobasilar, tanpa memandang penyebab spesifiknya. Sebuah
tinjauan pustaka literature telah dilakukan mengingat percobaan klinis yang dilakukan dengan
betahistine versus palsebu dalam penelitian randomisasi double-blind, grup parallel, atau
desain potong lintang. Hanya studi yang mengevaluasi betahistine pada gejala-gejala
vertiginious yang tidak berhubungan dengan penyakit Meniere dipilih. Dari 104 publikasi dari
“medline”, “EMBASE”, dan “CINAHL”, 7 studi klinis, yang memenuhi kriteria, dengan total
367 pasien, semua diteliti dan dianalisis. Meta analisis yang dilakukan menggunakan perangkat
halus kolaborasi Cochrane’s Review Manager pada semua deretan kasus dan pada identifikasi
sub-grup yang diidentifikasi menggunakan desain eksperimental (parallel atau potong lintang),
dosis (32-48 mg/hari) dan durasi pengobatan (3 minggu-4 bulan). Parameter digunakan untuk
mengevaluasi efikasi, digunakan pada percobaan, dan diambil poin pada meta analisis, sebagai
penilaian keseluruhan pasien atau dokter, angkat episode vertigo dan durasinya, juga
diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi biner “meningkat” dan “tidak meningkat”.
Hasil dari meta analisis mengkonfirmasi keuntungan terapetik dari betahistine versus
plasebo. Secara khusus, investigasi yang dibawakan pada semua sampel menunjukkan odds
ratio (OR) 3,52 (95% CI 2,4-5,18) dan RR 1,78 (95% CI 1,48-2,13), sedangkan analisis dari
subgroup mencatat efikasi maksimum setelah dosis 32-36 mg dan pengobatan 3-8 minggu.
Meta analisis terkini mengkonfimasi keuntungan dari pengobatan betahistine untuk gejala-
gejala vertigo yang berhubungan dengan cupulo-canalolithiasis dan insufisiensi arteri vertebra-
basilar.

Pendahuluan

Vertigo merupakan senasi pergerakan dari lingkungan sekitar terhadap tubuh kita yang
salah (vertigo objektif) atau tubuh kita terhadap lingkungann (vertigo subjektif), menyebabkan
disfungsi labirin, sarah vestibular, struktur batang otak, serebelum, atau lebih jarang, area lain
dari sistem saraf pusat (SSP). Pada bentuk vestibular, vertigo sering disertai disfungsi
pendengaran (hipoakusus, tinnitus, dan auricular terasa penuh) dan terutama pada periode
kritis, gejala neuro-vegetatif.

Secara umum, mekanisme adaptasi SSP memiliki fungsi perbaikan setelah episode akut
yang pertama. Namun, banyaknya sindrom vertigous memiliki evolusi yang kembali muncul,
baik subakut atau kronis, dan kadang, berubah menjadi instabil dan kecemasan statis atau
dinamis.

Gejalanya merupakan gejala umum pada beberapa penyakit dengan mekanisme


patogenisis dan etiologi, vertigo sangat sering dilaporkan terjadi pada 5% pasien rawat inap di
pengobatan umum, dan 15-20% pada tingkat spesialis otolariongologi.

Pada semua kasus, gejala vertiginous sangat menyebabkan disabilitas, secara berat
membatasi kehidupan sosial pasien dan dapat menyebabkan kerusakan status psikologis
pasien.

Etiologi atau pathogenesis sindrom vertiginous tidak selalu dapat diidentifikasi dengan
kejelasan dan maka, target terapi adalah untuk mengurangi angka krisis atau adanya gejala
tanpa mengubah mekanisme fisiologis dari adaptasi menjadi patologi. Dengan demikian, lebih
mudah untuk mencegah kejadian untuk menghindari kondisi disabilitas dan maka membuat
pasien melanjutkan gaya hidup biasanya, yang tidak dapat dikompenasi oleh fungsi
penyembuhan.
Banyak bentuk pengobatan dengan aktivitas simptomatik yang potensial, namun,
secara umum, hal ini dikarakterisasi dengan menimbang efek inhibitor pada fungsi vestibular
dan efek sedatif pada SSP secara general.

Untuk alasan ini, dan juga efek lain yang tidak diinginkan, mereka harus dibatasi untuk
beberapa hari setelah kejadian akut dan tidak diperpanjang hingga minggu/bulan. Maka, terapi
simptomatik harus beraksi lebih tidak tiba-tiba pada fungsi yang terganggu dan pengamanan
lebih baik pada mekanisme pusat adaptasi dan kompensasi dari patologi vestibular.

Data eksperimental dan klnis, saat ini ada, menyarankan betahistine yang memiliki
beberapa hal. Betahistine adalah analog histamine yang meningkatkan sirkulasi dari telinga
dalam dan dengan aksi agonis parsial pada reseptor pos sinap H1 dan reseptor antagonis
presinaps H3 yang ada pada berbagai tipe neuron.

Normalnya, histamine menghambat pelepasan dirinya sendiri dengan menggunakan


autoreseptor. Maka, betahistine, sebuah antagonis dari reseptor H3, meningkatkan pelepasan
histamine di SSP dan sensor labirin. Aktivitas ini tidak dibatasi dengan sistem vestibular:
neuron histaminergik, yang terletak juga di nukleus mamar dan bagian posterior hipotalamus
dan akhir dari keduanya memiliki projeksi yang luas di SSP. Maka dari itu, betahistine
memiliki aktivitas potensial modulatori polimorfosis dan lebih kompleks. Akibat aktivitas
neurokimia dan pada mikrosirkulasi, betahistin diguankan secara luas pada pengobatan
berbagai tipe sindrom vertigo. Penggunaannya telah disahkan oleh Italian Regulatory
Authorities untuk pengobatan gejala vertiginous terkait penyakit Meniere.

Pada percobaan klinis, betahistine diadministrasikan secara oral, dan ditemukan lebih
efektif dari placebo atau penggunaan obat yang lain dalam memperbaiki gejala yang
berhubungan dengan penyakit Meniere, seperti sensasi vertigo. Pada praktek klinis, dosis yang
digunakan secara rata-rata 24-48 mg/hari 2 atau 3 kali per hari.

Efikasi betahistine, dalam pengobatan penyakit Meniere, telah didemostrasikan dan


penggunaan klinisinya telah disahkan, peneliti bertujuan dengan meta analisis, menganalisis
bukti potensial dari efikasi klinis dari obat untuk pengobatan berbagai tipe vertigo seperti
cupulo-canalolithiasis dan vertog, vertigo sekunder akibat insufisiensi arteri pada sistem
vertebrobasilar akibat semua penyebab.

Metode
Meta analisis ini meninjau percobaan klinis yang dipublikasi dalam Bahasa Inggris dan
Bahasa lainnya dari analisis “Medline”, “EMBASE”, dan “CINAHL” menggunakan kata kunci
“betahistine” dan “peripheral vertigo, atau “betahistine” dan “vertigo”. Lebih jauh lagi, artikel
yang dipublikasi dan menyebabkan dalam bibliografi dari literature yang dikonsultasikan juga
dipertimbangkan, sedangkan data yang berhubungan dengan studi yang tidak dipublikasi dan
pengulangan publikasi dieksklusi. Kriteria inklusi dari meta analisis dikembangkan terutama
pada penelitian bibliografi. Hanya studi klinis yang menggunakan terapi betahistine (drop dan
tablet) yang dibandingkan dengan penggunakan placebo diikutsertakan dan lebih lagi, dalam,
lagi pasien yang menggunakan desai penelitian randomisasi double blind. Percobaan klinis
randomisasi, diikutsertakan pada meta analisis. Kriteria klinis dari inklusi digunakan hanya
untuk pasien dengan cupulo-canalolithiasis atau vertigo sekunder akibat insufisiensi arteri pada
lingkaran posterior. Maka, pasien dengan penyakit Meniere, didiagnosis oada basis sindrom
labirin, yang ada dengan iktal tipikal, berulang, dan tidak terprediksi dari gejala kluster
(hipoakusis, tinnitus, baal, dan vertigo), terkadang berhubungan dengan serangan panik, yang
dieksklusikan. Pada kasus dengan etiologi yang bercampur, hanya pasien dengan vertigo
paroksismal atau insufisiensi vertebrobasilar dipertimbangkan, dengan pasien dengan penyakit
Meniere dieksklusikan. Untuk asesmen meta-analisis, sebagai parameter untuk evaluasi
efikasi, kami mempertimbangkan evaluasi subjektif dari pasien dan dokter, angka episode
vertiginous dalam periode waktu tertentu dikonsiderasikan dan durasinya. Sampel meta
analisis diekstrasi dan distratifikasi dari dasar dua batasan dosis betahistin dan dua durasi
pengobatan. Efikasi betahistine versus placebo dilakukan disemua kasus, juga pada grup
parallel atau potong lintang, dan eksperimental dan stratifikasi berdasarkan batasan dosis dan
batasan durasi pengobatan. Meta analisis dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak
Cohcrane Collaboration’s Review Manager. Menggunakan kata kunci yang telah dibangun,
104 publikasi diekstrasi dari data, 29 memiliki desain yang memenuhi kriteria, misalnya double
blind, studi randomisasi dengan kontrol placebo, untuk mengevaluasi efikasi betahistin versus
placebo. Dari 29 studi ini, 7 terpilih untuk analisis kami, sedangkan 22 studi dieksklusi karena
hanya menggunakan pasien Meniere atau efikasi akhir tidak memenuhi kriteria meta analisis.
Jadi meta analisis dilakukan pada 7, double blind, percobaan randomisasi klinis dengan kontrol
plasebo (tabel I).

Desain eksperimental, dosis, periode pengobatan, dan metode yang digunakan untuk
mendapatkan hasil klinis tidak dilaporkan secara homogen pada 7 artikel, karakteristik dari
masing-masing studi diikutsertakan pada meta analisis harus sepenuhnya dianalisis. Lebih jauh
lagi, kriteria dan konsiderasi diadopsi untuk pasien terpilih dan pembagian klasifikasi ulang
pada dasar hasil dari pengobatan dengan mengadopsi variasi dari titik akhir percobaan
berdasarkan klasifikasi biner “meningkat” atau “tidak meningkat”, perlu diperjelas.

1) “Studio in doppio cieco sull’efficacia del cloroidrato di betaistina nel trattamento


ambulatoriale di un gruppo di pazienti affetti da vertigine di posizione e acufeni” . Dari 20
pasien berusia 29-67 tahun diikutsertakan dalam studi, hanya 14 yang mengembalikan
asesmen dari efikasi terapi setelah kurang lebih 4 minggu dan kemudian dapat disimpulkan
secara umum (gejala tidak berubah atau membaik). Untuk tes pengobatan, 8 mg betahistine
tablet dengan menggunakan dosis per hari 32 mg, digunakan. Sejauh pengamatan, pada
titik akhir penelitian pada table III, penulis melaporkan hasil pengobatan, membagi subjek
menjadi dua grup berdasarkan membaik atau tidak adanya perubahan gejala.
2) Betahistine in peripheral vertigo. Sebuah doubleblind, kontrol plasebo, studi cross over
Serc versus plasebo. Akibat pengeluaran selama studi, dari 32 subjek yang mendaftarkan
diri, 29 dapat di meta analsiis dan 20 pada grup kontrol. Semua pasien pada kedua grup
berusia 70 tahun. Berhubungan dengan desain studi, kedua grup pasien mendapat tes
pengobatan (2 tablet betahistine 2x per hari, 32 mg/hari) untuk 8 minggu, diikuti dengan
periode durasi yang sama menggunakan plasebo. Dari studi ini, kami menggunakan tabel
I, tempat penulis melaporkan jumlah nilai dari gejala vertiginous, direkam oleh seorang
pasien pada diari mereka masing-masing selama pengobatan.
3) Betahistine dihydrochloride in the treatment of vertigo of peripheral vestibular origin. A
double-blind placebo-controlled study. Terdapat 24 pasien yang dapat mengikuti, dibagi
menjadi dua grup, menerima obat selama 6 minggu, pada sekuens yang berbeda, plasebo
dan tes pengobatan (1 betahistine tablet (12 mg), 3 kali per hari – dosis harian 36 mg). Dala
studi ini, kedua asesmen diekspresikan oleh pasien mengenai perbaikan dan gejala mereka
diikuti dengan pengobatan betahistine atau plasebo (tabel 5), dan penilaian dilakukan oleh
investigator untuk intervensi gejala vertiginous, dengan aktivitas sehari-hari, masuk dalam
perjanjian.
4) Vertiges paroxystiques itératifs et Serc. Étude clinique contrôlée. Sebuah seri dari
pengobatan 39 pasien selama 90 hari dengan dosis per hari 48 mg betahistine yang
dibandingkan dengan 42 pasien yang diobati dengan plasebo. Dari studi Legent, kami
mempertimbangkan melaporkan data di figur 3 dan angka pasien yang diobat melaporkan
secara keseluruhan hasil yang baik. Maka, penemuan melengkapi adalah data mengenai
angka episode, intensitas, dan durasi episode.
5) Betahistine versus placebo in paroxysmal vertigo; a double-blind trial. Studi dianalisis 82
dari 114 pasien yang mendaftar (usia 65 tahun) diobati selama 5 minggu dengan plasebo
dan untuk periode yang sama dengan betahistine tablet (16 mg) selama 3 kali per hari
(48mg/hari) dengan sekuens yang berbeda. Dalam studi Oosterveld W.J., data yang
digunakan untuk mengekspresikan angka pasien yang menunjukkan perkembangan, dalam
dua grup, yang dilaporkan pada tabel VI (perubahan tingkat serangan vertigo) dan tabel XI
(opini pengobatan).
6) Betahistine bij de behandeling van aanyalsgewijs optredende duizeligheid. Een
Dubbelblind onderzoek. Secara keseluruhan, 36 pasien diobati menggunakan betahistine
tablet (16 mg) tiga kali per hari (48 mg per hari), sedangkan 37 pasien menerima plasebo.
Periode observasi yang digunakan adalah 4 bulan. Penilaian mengenai perkembangan
gejala yang berhubungan dengan hal tersebut diekspresikan investigator (tabel II.2a) dan
juga kepada pasien (tabel II.2b).
7) Betahistine dihydrochloride in the treatment of peripheral vestibular vertigo. Dalam
metanalisis, pasien yang didiagnosis Ménière’s, dieksklusi dan, maka, 29 pasien diobati
dengan plasebo dan 34 diobati dengan betahistine 16 mg dua kali per hari selama 3 bulan,
dengan dosis maksimal harian 32 mg. Angka pasien yang gejalanya membaik pada akhir
studi ditampilkan pada figur 2, yang menggambarkan perkembangan di skor intensitas
gejala intensitas vertiginous.

Hasil

Sebuah analisis awal dari studi diambil untuk metanalisis, untuk mengungkan
vairabilitas dosis harian (dari 32 sampai 48 mg) dan dari periode pengobatan dari 1 ke 3 bulan.
Saat subjek diikutsertakan dalam penelitian double-blind potong lintang, penilaian dilakukan
setelah kedua pengobatan dengan betahistine dan plasebo, 251 subjek diobati dengan
betahistine dan 251 dengan plasebo tersedia.
Pada periode waktu, ketika studi dibawa (dari 1979 ke 2003) menyebabkan adanya
estimasi, seperti disebutkan sebelumnya, dari variabilitas klinis pada titik akhir yang
diperhitungkan dalam beberapa studi. Untuk membuat titik akhir dari beberapa studi yang
berbeda sebagai data yang seragam, kami mengklasifikasikan evaluasi eubjektif dari dokter
dan/atau pasien pada variable biner “membaik” dan “tidak membaik”.

Secara keseluruham 175 pasien menunjukkan hasil “membaik” pada grup yagn diobati
dengan betahistine dan 92 dalam studi kontrol yang diobat dengan plasebo.

META-ANALISIS SAMPEL KESELURUHAN

Meta analisis dilakukan pada sampel secara keseluruhan pada studi klinis terpilih,
menghitung Odds Ratio (OR) dalam menghitung pengobatan dengan betahistine 3.52, dengan
CI 2.40-5.18 (Fig. 1). Semua studi menunjukkan hasil yang signifikan mengikuti pengobatan
dengan betahistine, kecuali studi klinisi oleh Fischer dan Van Elferen dimana OR yang
didapatkan 2,24 namun dengan 95% CI antara 0.77 dan 6.52. Total Relative Risk (RR) adalah
1.78, 95% CI 1.48-2.13 (Fig. 2). Pada kasus ini, untuk studi Singarelli, Fischer dan Van Elferen,
serta Legent, RR dan 95% CI, secara berurutan 6.00 (0.95-37.76), 1.24 (0.93-1.65) dan 1.45
(0.99-2.13).

META ANALISIS DARI SUB GRUP HOMOGEN UNTUK DESAIN


EKSPERIMENTAL
Hasil dari subanalisis yang berhubungan dengan desain yang digunakan pada
percobaan klinis, dibagia menjadi grup (3 studi) yang, selain double blind, randomisasi, juga
potong lintang dipakai dan dilaporkan pada figur 3. Figur 4 menunjukkan hasil dari meta
analisis yang mempertimbangkan hanya studi double-blind tanpa desain potong lintang (4
studi).
Meta analisis untuk sub grup, homogeny untuk desain eksperimental, dapat sepenuhnya
mengkonfirmasi hasil yang diobservasi dengan meta analisis yang dibawa pada seluruh sampel.

META ANALISIS UNTUK SUB GRUP HOMOGEN UNTUK KISARAN DOSIS


Hasil dari meta analisis pada 4 studi yang dikarakteristikan dengan dosis betahistine
antara 32-36 mg/hari dilaporkan pada figur 5, sedangkan hasil dari meta analisis pada 3 studi
dengan dosis 48 mg/hari dilaporkan pada fig. 6.
Secara global, hasil dari sub analisis ini mencatat efek maksimum dari betahistine, pada
kasus vertigo sebagai contoh, dapat mencapai erbaikan dengan dosis 32-36 mg/hari dan dosis
lebih tinggi tidak akan membantu pada perbaikan sedang atau yang lebih jauh lagi.
Secara singkat, sub analisis tidak menunjukkan adanya hubungan langsung antara level
dosis dan persentasi perbaikan gejala vertigo.

META ANALISIS SUB GRUP HOMOGEN DARI KISASRAN DURASI


Hasil dari meta analisis pada 4 studi yang dikarakteristikan dengan durasi pengobatan
3-8 minggu, ditunjukkan pada fig. 7, sedangkan 3 studi lainnya dengan durasi 3-4 bulan,
dilaporkan pada fig. 8.
Secara global, hasil dari subanalisis ini membahas efek maksimum dari betahistine,
pada kasus vertigo, dapat dicapai pada 3-8 minggu pengoabtan. Meningkatan pengobatan
sampai 4 bulan tidak dapat membawa efikasi yang lebih baik, meskipun kami tidak dapat
mengeksklusi pengobatan yang lebih lama dapat berguna untuk mempertahankan dan
memperbaiki hasil klinis yang sudah dicapai.
Kesimpulan
Faktor pencetus vertigo, situs lesi, dan efek dari kehidupan sehari-hari pasien sulit
diidentifikasi, analisis yang kompleks dilakukan pada riwayat klinis dan pemeriksaan fisik
objektif dilakukan secara hati-hati untuk mendapatkan investigasi instrumental dan
laboratorium yang diperlukan untuk diagnosis yang tepat dan pencapaian pengobatan yang
menguntungkan.
Sebagai etiologi dari penyakit keseimbangan sering tidak diketahui, pengobatan vertigo
didasarkan pada penggunaan obat simptomatik dan akhir-akhir ini, dikombinasi dari
farmakologikal, rehabilitative, dan pembedahan. Pada lingkungan ini, pengobatan
farmakologis lebih sering digunakan.
Obat dengan efek antivertiginous dapat memodulasi aktivitas mediator neuron yang
terlibat pada kontrol sistem vestibular (GABA, asetilkolin, dan histamin). Secara umum,
mereka meicu penurunan pada aktivitas neuron (vestibuloplegic). Dari obat-obat ini,
betahistine mengambil peran yang signifikan dalam pengobatan pasien vertiginous karena
mode aksinya pada sistem histaminergik. Betahistine tidak hanya menyebabkan inhibisi
spesifik pada neuron pada nukleus vestibular lateral, namun juga melibatkan, dibagian pusat,
neurotransmitter dan di perfier, mikrosirkulasi sistem kokleo-vestibular, juga aktivitas dari sel
silia ampular.
Efek klinis betahistine pada penyakit Ménière’s dan, lebih umum, pada gejala
vertiginous didokumentasikan pada lebih dari 100 studi klinis, yang biasanya double-blind
verum- atau plasebo-terkontrol. Meta analisis ini bertujuan untuk meninjuai kembali efikasi
klinis dari betahistine pada kasus cupulocanalolithiasis dan kasus sekunder akibat insufisiensi
arteri vertebrobasilar, tidak termasuk vertigo yang berhubungan dengan penyakit Ménière’s.
Meta analisis nin, membawa 7, double-blind, placebo-kontrol, studi randomisasi, untuk
mengkonfirmasi keuntungan pengobatan di cupulo-canalolithiasis dan pada bentuk defisit
sekunder akibat defisit arteri vertebrobasilar, apapun yang menyebabkan defisit tersebut.
Efikasi klinis betahistine dapat dijelaskan dari efek vasodilatasi mirip histaminergik
pada mikrosirkualsi serebral dan telinga dalam dan dengan aksi pada level sistem histaminergik
sentral, selemah agonis H1 dan H3 antagonis, meningkatkan proses kompensasi vestibular dan
mengurangi aktivitas spontan dari reseptor vestibular.
Lebih lagi, pengurangan angka serangan vertigo paroksismal posisi, pada kasus
cupulocanalolithiasis, dapat berhubungan dengan perkembangan di aliran darah labirin, dengan
pertahanan relative dari trofis macular, dan ke modulasi aktivitas neuronal dengan reduksi
relatif dari kelebihan refleksitas dari vestibular perifer atau sentral. Mungkin, efikasi ini
menunjukkan, adanya penyakit mikrosirkulasi pada banyak kasus yang sudah ditangani.
Penyakit ini dapat, menyebabkan kondisi yang sudah disebutkan sebelumnya,
memfasilitasi onset gejala kronis. Lebih pasti, maneuver liberatory dan reposisi tetap menjadi
pilihan untuk pengobatan positional paroxysmal vertigo. Pada kasus ini, betahistine secara
primer adalah pengobatan simptomatik dan alat yang berguna untuk kasus berulang atau kasus
yang resisten pada terapi fisik.
Efikasi maksimum betahistine yang didapatkan dari pengoabtan periode yang 3-8
minggu dengan dosis 32-36 mg/hari. Dosis tinggi, sampai 48 mg/hari atau perpanjangan durasi
pengobatan tidak menunjukkan hasil yang lebih baik. Bagaimanapun, hal ini tidak dapat
mengeluarkan kemungkinan bahwa dosis tinggi dapat berguna untuk pasien dengan gejala
vertiginious, meskipun data meta analisis ini secara teknis tidak cocok untuk
mendemostrasikan keuntungan tersebut. Lebih jauh lagi, data eksperimental yang didapatkan
pada binatan, meskipun menggunakan dosis yang sangat tinggi(50-100 mg/kg), tidak
menimbulkan hubungan antara dosis dan efikasi klinis, mengindikasikan dosis rendah
betahistin dapat membatasi transmisi neuron polisinaptik dari nukleus lateral vestibular.

You might also like