You are on page 1of 10

A.

PENJABARAN KASUS
Keracunan Massal 'Ayam Bakar Balado' di Purbalingga karena
Bakteri Salmonella
Dinas Kesehatan Purbalingga belum bisa memastikan apakah infeksi
bakteri Salmonella tersebut terjadi sebelum ayam dimasak atau
sesudah proses pengolahan.
Rabu, 08 Mar 2017 19:58 WIB
KBR, Purbalingga – Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah
memastikan penyebab keracunan massal pada 132 warga Desa Serayu Larangan,
Kecamatan Mrebet, awal bulan lalu disebabkan karena bakteri. Berdasarkan pemeriksaan
laboratorium, ratusan orang itu keracunan zat mengandung bakter di dalam sampel ayam
bakar balado yang dikonsumsi para korban.
Kepala Dinas Kesehatan Purbalingga, Hanung Wikanto mengatakan sampel
makanan itu positif mengandung bakteri jenis Salmonella enterica sv
choleraesuis dan Salmonella sp. Sedangkan sampel usap anus dan feses korban hanya
mengandung bakteri jenis Escherichia coli (E.coli) dalam kadar normal. Disimpulkan,
kedua bakteri Salmonella tersebut yang menyebabkan warga keracunan.
Meski begitu, Hanung Wikanto belum bisa memastikan apakah infeksi bakteri
tersebut terjadi sebelum ayam dimasak atau sesudah proses pengolahan. Ia mengatakan
bisa jadi infeksi bakteri terjadi pada ayam saat masih hidup. Ketika dimasak, karena ayam
hanya dibakar, maka bakteri tidak mati. Meski begitu, tidak menutup kemungkinan
kontaminasi bakteri Salmonella terjadi setelah ayam diolah.
Hanung menjelaskan, Dinas Kesehatan hanya berkepentingan untuk mengetahui
penyebab keracunan tersebut. Sedangkan pengusutan peristiwa ini dilakukan oleh
kepolisian."Untuk sampel makanan itu positif bakteri Salmonella. Itu untuk sampel
makanan. Kita juga mengirim sampel usap anus, usap rechtal, dan juga feses, ternyata itu
positifnya bakteri E-coli. Kalau E-coli itu kan normal di kita kadarnya. Di tinja atau di
rektum. Berarti itu, kalau melihat inkubasinya, mulai dari makan hingga terserang penyakit
itu berarti Salmonella," kata Hanung Wikantono, Rabu (8/3/2017).
Dengan adanya temuan itu, Dinas Kesehatan kini menggiatkan sosialisasi
higienitas makanan di seluruh Purbalingga, mulai dari tingkat Puskesmas, PKK dan
Posdaya yang ada di tiap desa. Dia berharap kejadian serupa tak terulang di masa
mendatang.
Pada 9 Februari 2017, ada 132 warga Serayu Larangan mengalami keracunan ayam
bakar balado. Ayam balado tersebut dijual keliling oleh pengusaha katering ibu KRT.
Pemerintah Kabupaten Purbalingga menetapkan peristiwa ini sebagai Kejadian Luar Biasa
(KLB).
Kasat Reskrim Polres Purbalingga, Junaidi mengatakan polisi telah menyita
delapan sampel makanan untuk diuji. Kepolisian juga telah meminta keterangan penyedia
ayam bakar balado tersebut. Dia mengatakan kasus keracunan itu masih dalam
penyelidikan.

Editor: Agus Luqman


Sumber : Kabar Luar Biasa (http://kbr.id/berita/03-
2017/keracunan_massal__ayam_bakar_balado__di_purbalingga_karena_bakteri_salmone
lla/89091.html)

B. QUALITY CONTROL TERHADAP KASUS


Pada kasus keracunan makanan “Ayam Bakar Balado” yang terjadi pada 132 warga
serayu, Larengan di Purbalingga tersebut diduga akibat cemaran bakteri Salmonella sp. dan
Salmonella enterica sv choleraesuis. Adanya cemaran atau infeksi bakteri tersebut dapat
terjadi sebelum dilakukannya pengolahan dan sesudah dilakukan pengolahan. Jika dilihat
dari jenis bakterinya, Salmonella adalah bakteri gram negatif dan terdiri dari famili
Enterobacteriaceae. Salmonella merupakan bakteri patogen enterik dan penyebab utama
penyakit bawaan dari makanan (foodborne disease).
Bakteri yang menyebabkan diare atau foodborne diease masuk melalui berbagai
cara yaitu oral, lingkungan yang tercemar, makanan dan lain-lain sehingga kondisi seperti
ini sangatlah tergantung dengan pedagang, bagaimana pedagang tersebut tetap
mempertahankan kehigienisan makanan yang dijualnya agar tidak terkontaminasi. Sesuai
dengan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang pedoman persyaratan
higienis sanitasi makanan jajanan yang terdapat beberapa aspek yang diatur dalam
penanganan makanan jajanan yaitu penjamah 3 makanan, peralatan air, bahan makanan,
bahan tambahan makanan, penyajian dan sarana penjaja. Beberapa aspek yang telah diatur
oleh Menteri Kesehatan RI sangat mempengaruhi kualitas makanan jajanan tetapi pada
kenyataannya pedagang di Indonesia kurang memahami prosedur kebersihan seperti
contoh membiarkan makanan terbuka ketika tidak ada pembeli, proses pencucian peralatan
makan yang terkadang tidak menggunakan sabun, membiarkan sampah terbuka dan
letaknya berdekatan dengan tempat penyajian, dan lain-lain sehingga dengan kondisi
tersebut sangatlah mudah makanan untuk terkontaminasi.
Kontaminasi pangan yang disebabkan oleh bakteri dapat menyebabkan foodborne
disease yang dapat berdampak pada kesehatan sehingga untuk mencegah agar makanan
yang akan dikonsumsi tidak tercemar oleh mikroorganisme maka kita perlu mengetahui
cara pencegahan, Menurut WHO terdapat 5 langkah menuju keamanan pangan yakni
sebagai berikut:
1. Menjaga kebersihan
2. Memisahkan bahan pangan mentah dan matang
3. Memasak hingga matang
4. Menyimpan makanan pada suhu yang aman
5. Menggunakan air bersih dan bahan pangan yang masih segar.

Menurut departemen kesehatan (2000) terdapat empat aspek yang dapat


menyehatkan makanan sehingga dapat terhindar dari pencemaran makanan yaitu
kontaminasi, keracunan, pembusukan dan pemalsuan.

Spesies Salmonella dapat dibagi kepada dua yakni spesies typhoidal dan non
typhoidal. Bagi kelompok typhoidal bisa menyebabkan demam tifoid dan untuk spesies
non thypoidal bisa menyebabkan diare atau disebut enterokolitis dan juga infeksi
metastase seperti oesteomielitis. Spesies typhoidal adalah bakteri S.typhi dan S.paratyphi
dan bakteri S.enteriditis adalah spesies non-typhoidal. Bakteri S.choleraesuis adalah
spesies yang tersering menyebabkan infeksi metastase.

Bakteri Salmonella sp dapat terkontaminasi pada makanan dan minuman yang


telah tercemar oleh feses manusia, penularan yang paling sering terjadi akibat menelan
pangan yang terdapat bakteri Salmonella sp. Bakteri Salmonella sp biasanya mencemari
makanan seperti telur, ikan, dan daging ayam. Pada kasus ini keracunan yang terjadi akibat
warga yang mengkonsumsi ayam bakar balado yang sesuai dengan sifat pertumbuhan
bakteri Salmonella sp. yang dapat berasal dari unggas termasuk daging ayam yang
merupakan dan tidak menutup kemungkinan kontaminas terhadap daging ayam yang telah
di olah. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 7,2 dan pada suhu optimum 35-430C tetapi akan
berhenti pertumbuhannya pada suhu 46,60C oleh karena itu ketika proses pengolahan
makanan yang terbuat dari bahan daging ayam, ikan, dan telur harus diperhatikan baik
proses pemanasan maupun kebersihan sehingga tidak terkontaminasi. Narasumber dari
kasu tersebut menjelaskan kemungkina infeksi bakteri salmonella sp. pada ayam bakar
blado disebabkan pengolahan makanan tersebut hanya dilakukan dengan pembakaran dan
kemungkinan bakteri masih dapat bertahan hidup.

Bakteri Salmonella sp dapat tumbuh pada berbagai macam media differensial dan
selektif, media differensial berisi laktosa dengan indikator pH tetapi tidak mengandung
inhibitor non Salmonella, contoh media differensial adalah EMB (Eosin Methylene Blue)
dan MacConkey agar. Sedangkan media selektif adalah media yang mengandung inhibitor
Salmonella seperti SSA (Salmonella Shigella Agar), XLD (Xylose Lisine Deoxycholate),
dan Hektoen Enteric Agar. Pada media SSA koloni bakteri Salmonella sp akan tampak
berwarna putih berbintik hitam. Untuk mendeteksi dan isolasi Salmonella sp dari bahan
makanan dapat menggunakan beberapa metode rujukan yaitu berdasarkan U.S Food and
Drug Administration’s (FDA’S), Bacteriological Analytical Manual (BAM), dan
International Organization for Standarization (ISO) untuk mengidentifikasi Salmonella sp
terdapat 4 tahapan yaitu pra-pengkayaan nonselektif, tahap pengkayaan selektif,
penanaman pada media selektif, dan konfirmasi berdasarkan uji biokimia atau uji serologis.
Organisme ini hampir selalu masuk melalui rute oral biasanya bersamaan makanan
dan minuman yang terkontaminasi. Setelah itu, organisme itu akan menuju ke bagian
lambung dan akan menempel pada sel M (microfold) di bagian peyer patches juga di bagian
enterosit. Bakteri tersebut akan menetap dan bereplikasi di vakuola endosit. Infeksi bakteri
Salmonella choleraesuis, bakteri akan menginvasi ke aliran darah sehingga memungkinkan
adanya lesi fokal di paru, tulang, dan meningen tetapi tidak terdapat manifestasi dalam usus
yang akan menyebabkan penyakit bacteremia dengan lesi local bahkan keracunan.
Infeksi bakteri salmonella pada kasus ini, juga dapat disebabkan adanya infeksi
pada ungags ayam pada saat masih dalam kondisi hidup. Sumber infeksi Salmonella yang
paling sering terjadi pada ungga di duga berasal dari pakan. Tidak hanya pakan ungags
tetapi tempat penetasan merupakan sumber penularan salmonella yang dominan pada
peternakan ayam boiler. Disamping pakan dan tempat penetasan ternyata infeksi
salmonella melalui telur yang terkontaminasi sering pula ditemukan pada peternakan
ungags sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi baik pada usaha pembibitan maupun
komersil. Infeksi salmonella melalui telur terjadi secara kongenital sehingga abak ayam
yang menetas dari telur tersebut telah tertular. Infeksi salmonella melalui mesin penetas
terjadi secara aerogen dimana masa tunas penyaki ialah kira-kira 1 minggu (2-5 hari). Pada
ayam dewasa yang tidak menunjukkan gejala klinis dapat menyebabkan penyebaran
penyakit menjadi cepat dan dapat bersifat sebagai karier (pembawa).
C. UPAYA PENGENDALIAN
Pengawasan bahan pangan asal hewan terhadap kontaminasi Salmonella sp.
merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan produsen. Aspek pengawasan
bahan pangan asal ternak meliputi keamanan, kesehatan, keutuhan dan kehalalan (ASUH)
di seluruh mata rantai produksi yaitu dari praproduksi, produksi, transportasi, distribusi
sampai dengan dikonsumsi.
Beberapa kebijakan pemerintah terhadap pengamanan pangan asal ternak atau
hewan meliputi pengawasan dan pembinaan keamanan terhadap daging, susu dan telur.
Dalam pelaksanaan operasionalnya meliputi beberapa kegiatan yaitu pemberian sertifikat
bebas Salmonella pada Unit Usaha Pangan Asal Hewan, labelisasi produk pangan asal
hewan, penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), program monitoring
dan surveilans residu serta pengembangan sistem jaringan kerja pengawas Kesmavet .
Pengawasan Salmonella sp. di peternakan melibatkan pentingnya sanitasi dan
higienik terhadap kandang, peralatan dan lingkungan peternakan serta fumigasi penetasan
telur ayam untuk mengurangi keberadaan bakteri patogen dalam pengeraman di
peternakan. Meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat terhadap resiko yang
timbul. Pemberantasan vektor (burung-burung liar, rodentia dan serangga) di sekitar
peternakan. Diadakan rotasi tempat penggembalaan. Usaha ini dilakukan untuk mencegah
penularan Salmonella secara horizontal . Vaksinasi terhadap Salmonella sp. di Indonesia
tidak direkomendasikan. (Antibodi yang terbentuk karena vaksinasi dapat “mengacaukan”
pemeriksaan Pullorum test yang rutin dilakukan akibat adanya reaksi silang antara
Salmonella sp. yang terdapat dalam Grup D. Hal ini juga karena sistem proteksi humoral
yang tidak bagus, karena yang bekerja Cell Mediated Immunity (CMI).
Usaha lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi kontaminasi Salmonella sp.
pada bahan pangan asal ternak antara lain :
 Menyimpan telur ayam dalam refrigerator sampai akan digunakan, yang
sebelumnya telur ayam dicuci dengan bersih menggunakan air hangat suhu
65,50C selama 3 menit atau dengan larutan deterjen pada suhu 450C.
 Telur-telur yang retak dan kotor karena feses sebaiknya dibuang,
menyimpan telur-telur pada temperatur yang panas (40-140)0C selama lebih
dari 2 jam tidak dianjurkan.
 Menghindari makan telur mentah (minuman yang dicampur dengan telur
atau jamu, bahan dalam pembuatan es krim) atau telur setengah matang
 Menghindari restoran yang menyediakan makanan dari telur-telur mentah
yang tidak dimasak dengan matang dan tidak dipasteurisasi.
 Memasak dengan sempurna semua produk ternak seperti daging, telur, susu,
ikan dan produk olahannya. Mencuci tangan sebelum dan sesudah
memegang daging dan telur mentah. Menggunakan alat-alat memasak yang
telah dicuci bersih.

Penyimpanan telur dalam suhu rendah sangat penting untuk mencegah


pertumbuhan kontaminan Salmonella sp. dalam telur. Salmonella sp tidak dapat tumbuh
dan berkembang dalam kuning telur yang telah diinokulasi yang disimpan pada suhu 40C
dan 80C. Pada temperatur 100C Salmonella sp. tumbuh lambat tetapi bakteri tersebut
tumbuh relatif cepat dalam waktu yang pendek apabila disimpan pada temperatur 120C.
Jumlah Salmonella sp pada telur-telur yang terkontaminasi secara alam meningkat apabila
disimpan pada suhu 250C selama 7 hari namun tingkat kontaminasi tidak berubah apabila
disimpan pada suhu 70C selama 7 hari.

Pemanasan merupakan cara yang paling banyak dilakukan untuk membunuh


Salmonella sp. Bakteri Salmonella sp. akan mati dalam pemanasan 600C selama beberapa
menit dalam larutan telur namun temperatur tersebut tidak membunuh bakteri dalam telur
ayam karena panas tersebut lambat menembus masuk ke dalam isi telur ayam yang
mengandung masa yang kental. Pada telur ayam terinfeksi yang direbus dengan temperatur
1000C dapat membunuh Salmonella sp. pada kerabang telur, tetapi beberapa penelitian
menunjukkan bahwa cara tersebut menghasilkan putih telur yang matang tetapi sebagian
kuning telur masih setengah matang/lunak sehingga tidak membunuh bakteri dalam kuning
telur. Salmonella sp. masih dapat ditemukan pada kuning telur yang direbus atau
dikeringkan selama 4 menit, tetapi bakteri tersebut tidak dapat diisolasi dari telur ayam
terinfeksi yang direbus atau dikeringkan selama 8 menit.

Pemanasan yang direkomendasikan untuk membunuh Salmonella sp. di dalam


makanan umumnya adalah selama paling sedikit 12 menit pada suhu 660C atau 78-83 menit
pada suhu 600C. Perlakuan lain yang dapat membunuh Salmonella sp. adalah dengan asam
asetat, H2O2, radiasi ionisasi, radiasi ultraviolet, pemanasan dengan oven microwave.

D. IDENTIFIKASI Salmonella sp.


Diagnosa infeksi Salmonella dilakukan berdasarkan pada sejarah penyakit, gejala
klinis atau kelainan pascamati dan pemeriksaan laboratorium dengan cara mengadakan
isolasi dan identifikasi Salmonella baik secara biokemik maupun serotiping. Pemeriksaan
sampel yang berupa bahan makanan yang diberikan, air minum, dan bahan lain seperti
sampel muntahan, feses atau darah, perlu dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan
adanya Salmonella.
Isolasi dan identifikasi Salmonella dalam bahan pangan dengan menggunakan
metode konvensional memerlukan waktu selama 7 hari untuk hasil positif sedangkan
apabila hasil negatif diperlukan waktu sekitar 3-4 hari. Selain itu diperlukan banyak bahan
media. alat, biaya dan tenaga. Akhir-akhir ini telah banyak dikembangkan beberapa metode
deteksi cepat terhadap Salmonella seperti enzyme-linked immunosorbent assays (ELISAs),
metode immunodifusi, metode hibridisasi asam nukleat maupun polymerase chain reaction
(PCR). Beberapa keunggulan metode deteksi cepat tersebut adalah waktu pemeriksaan
yang lebih cepat, hasil pemeriksaan yang lebih tepat, lebih sensitif dan lebih spesifik
dibandingkan dengan metode konvensional.
Sebagai seorang analis identifikasi bakteri Salmonella sp. dapat dilakukan dengan :
a. Persiapan sampel
Sampel yang berupa makanan diambil secara aseptip kemudian dimasukkan
kedalam plastic klip steril. Setelah itu sampel dihaluskan dengan blender. Sampel
diambil sebanyak 25 gram dan segera dibawa ke laboratorium untuk dilakukan
pengujian.
b. Tahap pengujian
1. Pra-enrichment (pra pengayaan)
Sampel yang didalam plastic klip stril ditimbang sebnayak 25 gram secara
aseptik kemudian masukka kedalam wadah yang steril. Tambahkan dengan larutan
LB (lactose broth) sebanyak 225 ml kedalam wadah steril yang berisi sampel.
Kemudian dihomogenkan hingga larutannya menjadi homogeny satu sama lain
lalu pindahkan suspense ke labu Erlenmeyer. Setelah itu diinkubasi pada
temperature 350C selama 24 jam.
2. Isolasi dan identifikasi
Dari lactose broth diambil menggunakan ohse kemudia diinokulasikan pada
media Salmonella Shigella Agar (SSA). Inkubasi pada temperature 350C selam 24
jam. Setelah itu amati koloni Salmonella sp. yang tumbuh pada media SSA. Koloni
yang terbentuk pada media SSA adalah berwarna bening berbintik hitam (mata
ikan).
Isolasi Salmonella sp. dapat dilakukan pada meda McConkey karena media
tersebut besifat selektif terhadap bakteri gram negative. Adanya agen selektif
Kristal violet dan bile salt akan menhambat pertumbuhan bakteri lain termasuk
gram positif sehingga pada media tersebut hanya akan ditumbuhi oleh bakteri gram
negative seperti bakteri Salmonella sp. yang merupakan salah satu jenis bakteri
gram negative.
3. Uji TSIA
Koloni yang di duga salmonella sp. pada media SSA diambil sebanyak 1-2
koloni kemudian diinokulasikan ke TSIA dengan cara menusukan ke dasar agar
lalu digoreskan ke agar miring. Inkubasi pada temperature 350C selama 24 jam.
Setelah itu amai koloni Salmonella sp. berupa pada dasar agar berwarna kuning,
pada agar miring berwarna merah, terdapat H2S berwrna hitam sert terdapat gas
ataupun tidak.
4. Pewarnaan Gram
Kaca objek dilewatkan diatas api untuk menghilangkan lemak, kemudian
kaca objek ditandai dengan spidol untuk menandai tempat meletakkan koloni.
Kemudian ambil larutan NaCl dengan Ohse bulat kemudian ratakan pada kaca
objek. Fiksasi preparat dengan melewatkan diatas api sebayak 3 kali dan dinginkan
preparat pada suhu ruangan. Untuk pewarnaan gram yang pertama dilakukan
adalah preparat diteteskan larutan Kristal violet didiamkan selama 5 menit
kemudian dibilas dengan air yang mengalir, setelah itu tetskan lugol atau gram B
dan didiamkan maksimal 30 detik kemudian dibilas dengan air mengalir lalu
meneteskan alcohol 96 % atau gram c lalu dibilas dengan air mengalir. Teteskan
safranin diamkan selama 2 hingga 5 menit kemudian bilas dengan air yang
mengalir. Setelah itu kering anginkan dan kemudian teteskan dengan minyak
emersi kemudian preparat diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran
1000X. hasil yang didapatkan merupakan Salmonella sp, dengan sifat gram
negative yang ditandai dengan warna sel merah dan berbentuk batang.
5. Uji biokimia
Koloni yang telah diamati secara mikroskopis ditanam pada nutrient agar
untuk ditanam pada media eosin methylen, MacConkey agar, uji biokimia indol,
methyl red, voges proskauer, sulfid indol motility, simmons citrate (IMVIC), triple
sugar iron agar (TSIA), dan uji gula-gula yaitu glukosa, sukrosa, maltose, laktosa,
dan manitol.
Hasil Uji biokimia Salmonella sp.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyanti, T. dan Supar. 2005. Problematik salmonellosis pada manusia. Lokakarya
Nasional Penyakit Zoonosis. Balai Penelitian Veteriner, Bogor.
BAHRI, S., 2004. Beberapa aspek keamanan pangan asal ternak di Indonesia.
Disampaikan pada orasi pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor, 2 Oktober 2003.

You might also like