You are on page 1of 7

POLA SENSITIFITAS KUMAN DARI ISOLAT HASIL USAP TENGGOROK

PENDERITA TONSILO-FARINGITIS AKUT TERHADAP BEBERAPA


ANTIMIKROBA DI PUSKESMAS JAKARTA PUSAT**

Ani Isnawati*, Retno Gitawati*, M.J. Herman*

THE SENSITIVITY PATTERN OF BACTERIA ISOLATED FROM THROAT


SWABS OF ACUTE TONSILLO PHARYNGlTlS PATIENTS AGAINST SOME
ANTIMICROBIALS AT CENTRAL JAKARTA HEALTH CENTRE

Abstract Acute tonsillopharyngitis is an acute respiratory tract infection mainly caused by


viruses, often complicated by secondary bacterial injection. The irrational use o f
antimicrobial drugs (antibiotics)for acute respiratory tract infections are stilljound in public
health centers (puskesmas), hospitals, and also in private practices. The irrational used o f
antibiotics may lead to the increase of drug resistance. A cross-sectional study is conducted
to -find out the sensitivity of microbes isolated from the throat's swabs of acute
tonsillopharyngitis patients to some antibiotics. Eighty-three subjects were enrolled in the
study,jrom September to November 1999 at two health centers in Central Jakarta, and their
throat's swabs were collected, cultured and analyzed at the Laboratory o f Microbiology -
FKUI .for antibiotics ' sensitivity test. The results showed that the Jve most-common species
.found in the isolate were Streptococcus viridans (54.2%), Branhamella catarrhalis (22.9%),
Streptococcus phemolyticus (6.1I I) Streptococcus
, pneumoniae (3.82%) and Streptococcus
nonhemolyticus (3.82%) respectively. The sensitivity of those microbes to four antibiotics,
namely Penicillin G, amoxycillin, erythromycin and co-trimoxazole were: Branhamella
catarrhalis: 90%; 100%; 76.7%and 60%; Streptococcus viridans: 9 7.2%;9 7.2%: 76.1%and
76.1%; Streptococcus phemolyticus: 100%; 100%; 87.5% and 50%; Streptococcus
pneumoniae: 100%; 100%; 80% and 80%; Streptococcus nonhemolyticus: 100%; 100%:
60%; and 60%, respectively. The highest (i.e., 27.5%) total resistance ojyive species -foundin
the isolates was to co-trimoxazole.
Key words: Tonsillophatygitis, Penicillin G. Amoxycillin, Erythromycin, Co-trimoxazole.
Streptococcus sp., B. catarrhalis.

PENDAHULUAN
Tonsilofaringitis akut merupakan sa- Staphylococcus, Klebsiella, Branhamella.
lah satu ISPA (infeksi saluran pernapasan Pseudomonas, Escherichia, Proteus,
akut) bagian atas, terutama disebabkan Haemphillus (I). Jika tejadi infeksi sekun-
oleh virus tapi tidak jarang disertai ada- der bakterial, maka antimikroba yang se-
nya ~nfeksi sekunder bakterial. Kuman- ring digunakan adalah golongan beta-
kurnan yang pemah diisolasi dari hasil laktam, makrolida, kotrimoksazol, dan la-
usap tenggorok adalah Streptococcus, in-lain (2)

** Dibawakan pada acara Musyawarah Wilayah Ketiga (MUSWIL) PATELKI,


Daerah Khusus lbukota Jakarta, Jakarta 17-18 April 2001
* Pencliti Puslitbang Farmasi dan Obat Tradisional
Bul.Penel. Kesehatan, Vol. 30,No.1.2002:39 - 45

Penggunaan antimikroba yang tidak Penelitian mengenai pola sensitivitas


rasional pada penderita ISPA dilaporkan kuman hasil usap tenggorokan banyak di-
dari beberapa hail penelitian, baik diting- lakukan di rumah salut, sedangkan pene-
kat pelayanan kesehatan dasar maupun di litian serupa di puskesmas mash jarang
tingkat pelayanan yang lebih tinggi, bah- dilakukan. Makalah ini melaporkan hasil
kan di tempat praktek swasta Penelitian penelitian pola sensitivitas kurnan yang
yang dilakukan di enam puskesmas Jakarta berasal dari isolat usap tenggorokan pasien
pada tahun 1990 mendapatkan 93,1% tonsilofaringitis akut di puskesmas ter-
kasus influenza diberi antibakteri walau- hadap beberapa antimikroba. Selain untuk
un tidak jelas adanya komplikasi bakteri mengetahui pola kuman isolat usap teng-
g! Hal yang hampir serupa, juga terungkap gorok, penelitian ini juga bertujuan me-
pada penelitian tahun 1993 yang dilakukan netapkan sensitivitas kuman yang terba-
pada lima puskesmas di Sumatera Selatan, nyak ditemukan pada isolat tersebut ter-
yakn~50% prekripsi antibiotik ditujukan hadap empat antimikroba penisilin G,
untuk ISPA (4), sedangkan penelitian yang amoksisilin, eritromisin dan kotrimoksa-
dilakukan oleh Dwiprahasta dkk. pada zol, dan menetapkan pola resistensinya
1997 (5) melaporkan bahwa dari 93% pre-
kripsi antibiotik untuk ~pkderitaISPA di
bawah usia 5 tahun, berdasarkan kriteria
WHO untuk ISPA, seharusnya hanya 9%- Desain penelitian adalah cross sec-
14% penderita saja yang mendapat anti- tional, mengikutsertakan 83 subyek pen-
biotik. Dilaporkan jyga pada penelitian ter- derita tonsilofaringitis akut berusia 5 s.d.
sebut bahwa selain indikasi pemakaian 65 tahun yang berobat di dua puskesmas
yang tidak jelas, dosis, cara pemberian, wilayah Jakarta Pusat, yakni puskesmas
frekuensi dan lama pemberian juga tidak yang merniliki angka kesakitan ISPA ter-
tepat. tinggi di wilayah tersebut pada tri~vulan
Dampak negatif penggunaan antimi- pertama 1999 (Puskesmas Kecamatan
kroba yang tidak rasional adalah akan me- Senen dan Cempaka Putih).
nyebabkan meningkatnya resistensi ku- Subyek memenuhi kriteria inklusi
man. Beberapa penelitian mengenai resis- tertentu yakni: penderita tonsilofaringitis
tensi yang pemah dilakukan mengungkap- akut dengan tanda dan gejala klinik de-
kan adanya kecenderungan penurunan sen- mam tinggi, sering mencapai 40°C, sakit
sitivitas beberapa k u m terhadap antibio- menelan, tampak tonsil membesar dan me-
tika tertentu. Penelitian pada tahun 1987, rah dengan bintik-bintik putih (detrikus),
rnisalnya, melaporkan bahwa sensitivitas batuk, dinding belakang faring hiperemis,
kurnan Streptococcus 8erhadap golongan kadang-kadang disertai folikel berek-sudat,
betalaktam (92,2% s.d. loo%), Stap- belum rninurn antibiotik, dan telah me-
hylococus (33,3% s.d. 59,1%), Pseudomo-
nyaiakan kesediaannya untuk mengikurj
nus spp. (0% s.d. 126/01),Klebsiella (1 2,5%
penelitian ini dengan menandatangani in-
s.d. 25%) (5);sedangkan pada tahun. 1996 formed consent.
dilaporkan bahwa kman-kuman yang
sama cenderung berkurang sensitivitasnya Dari setiap subyek diambil sampel
terhadap betalaktam, yakni Streptococcus (spesimen) usap tenggorok untuk peme-
(87,8%-loo%), Staphylococcus (3,2%- riksaan mikrobiologik. Sampel dikum-
16,2%), Pseudomonas aeruginosa (2,9%- pullran dalam media transport dan dikirim
13,5%) dan Kliebsiella spp. (0%-33,3%) ke Laboratorium Mikrobiologi FK-UI
(6) untuk pemeriksaan mikrobiologi. Kultur
I'ola Setisitifitas Ku~nandari lsolat (Is~lawatiet.al)

dan isolasi kuman dilakukan dengan meng- Lima jenis kuman terbanyak yang
gunakan media perbenihan agar darah dan berhasil d~isolasidari spesimen usap teng-
agar coklat pada suhu 37" C selama 24 jam. gorok berturut-turut adalah: S viridans
(54,2 %), Branhamella catarrhalrs
Identifikasi dilakukan berdasarkan
morfologi koloni. sifat hemolisis agar (22,9%), S. phemolyticus (6.1 1%), S.
darah, fermentasi karbohidrat dan uji-uji pneumoniae (3,82%) dan S, nonhemo-
khusus lainnya. Kuman hasil isolasi diuji lyticus (3,82%). Isolat kuman usap
kepekaannya dengan cara cakram (Kzrby- tenggorok yang terbanyak ditemukan ter-
h t l e r ) pada media Mueller-Hinton, sebut kemudian diuji sensitivitasnya ter-
terhadap antimikroba penicillin G, amok- hadap antimikroba penisillin G, ampisilin,
sisilin, eritromisin dan kotrimiksazol de- amoksisilin, eritromisin. (Lihat gambar 1).
ngan mengukur zona hambatan. Hasil uji sensitivitas lima jenis ku-
man dengan empat antimikroba me-
HASIL nunjukkan bahwa kuman Streptococcus P
Sampel diperoleh antara awal Sep- hemolyticu.s, S. pneumoniae dan kuman S.
tember 1999 sampai dengan akhir Nopem- non-haemolyticu.~masih mempunyai sensi-
ber 1999, dengan jumlah 83 spesimen usap tivitas tinggi (100%) terhadap Penicillin G
tenggorok penderita tonsilofaringitis akut. dan amoksisilin. Selanjutnya Branhamella
Kuman hasil isolat berjumlah 132 kuman catarrhnlis juga masih mempunyai sensiti-
yang terdiri atas 12 spesies kuman gram bitas 100% terhadap amoksisilin. Alian
po-sitif dan gram negatif Hasil dapat tetapi sensitivitas kuman S. nonhemo-
diketahui pada Tabel 1. lyticus terhadap antimikroba eritromisin
dan kotri moksazol hanya 60% begtu pula
dengan sensitivitas kuman B. mtarrhalis

Tabel 1. Frekuensi Distribusi Spesies Isolat Kuman Usap Tenggorok

No. Spesies Kuman Jumlah Presentase


(%)
1. Streptococcus viridnns 71 54,2
2. Branhamella catarrhnlis 30 22,9
3. Streptococczls O
, hemolyticus 8 6,11
4. Streptococczts pneumoniae 5 3.82
5. Streptococcus nonhemolytic7is 5 3,82
6. Klebsiella pneumoniae 4 3.05
7. Acinobacter spp. 2 1,53
8. Yeast (ragi) 2 1,53
9. Staphylococcus azireus 2 133
10. Alkaligenes dispar 1 0,76
11. Pseudornonas aernginoso 1 0.76
12. Staphylococcus epidemidis 1 0,76
Jumlah 132 100
Bul. Penel. Kesehatan, Vol. 30, No.l,2002:39 - 45

Gambar 1. Diagram Sensitivitas Lima Spesies Kuman


Terhadap Empat Antimikroba

100
S. viridans
5 80
U)
El B. catanhalis
g 60
c El S. beta hemolyticus
x
E 40
S. pneumoniae
$ 20
N S. unhemolyticus
0
Pen.G Amoks. Eritr. Kotrim.
antimikroba

terhadap kotrimoksazol. Sedangkan terha- resistensi tertinggi kuman usap tenggorok


dap kotrimoksazol sensitifitas kuman adalah terhadap antimikroba kotrimoksazol
Streptococcus /%hemolyticus ditemukan (27,5%), selanjutnya total resistensi kuman
hanya berkisar 50 %. yang juga cukup tinggi adalah terhadap
antimikroba eritromisin (9.7%), sedangkan
Penghitungan total resistensi antimi-
terhadap amoksisilin total resistensi dite-
kroba dapat dilakukan berdasarkan hail mukan paling rendah, yakni 1.5%
uji kepekaan lima kuman tersebut terhadap
keempat antimikroba 'g'. Penghitungan di-
sesuaikan dengan frekuensi isolat kuman PEMBAHASAN
dengan resistensi kuman terhadap empat Dari hasil penelitian ditemukan ku-
antimikroba, sehingga diperoleh tabel pro- man terbanyak yaitu Streptococcus viri-
fil resistensi isolat kuman terhadap anti- duns sebesar 54,2%, jurnlah ini hampir
mikroba (Tabel 2). sesuai dengan yang diperoleh pada pe-
Selanjutnya, terhadap hasil dari pe- nelitian yang dilakukan oleh Abdoerrach-
ngelompokan (clustering) seperti tabel di man dkk. pada tahun 1989 yaitu sebesar
atas dilakukan penghitungan total resis- 42,5 8%, sedangkan Streptococcus phemo-
tensi dengan cara : lyticus pada penelitian ini ditemukan 6,4%
(I), hampir serupa dengan yang dilaporkan
% R total antirnikroba kotrimoksazol = (%
S. viridans x % R kotrimoksazol S. viri- oleh Suprihati dkk. pada 1998 yakni sebe-
dans)/100 + (% S. ~ h e m o l y i c u sx % R sar 4,46% (7). Kurnan S. /%h-molyticus
kotrimoksazol S. /%hemolyticus)/lOO + (% merupakan kuman yang dicuri-gai sebagai
S. pneumoniae x % R kotrimoksazol S. penyebab endokarditis.
pneumoniae)/100 + (% S. nonhemolyticus Berkurangnya sensitivitas lima isolat
x % R kotrimoksazol S. nonhemolyticus) kurnan terbanyak dari usap tenggorok dite-
11 00. (R = resistensi) mukan terutama terhadap antimikroba
Berdasarkan penghitungan total re- kotrimoksazol dan eritromisin. Hal ini ter-
sistensi lima spesies kuman terbanyak gambar dari hail penghitungan total re-
dengan empat antimikroba rnaka diperoleh sistensi kuman terhadap ernpat antimi-
hasil seperti terlihat pada Tabel 3. Total kroba (Tabel 4 ) yang menunjukan persen-
Pola Sensitifitas Kuman dari Isolat (isnawati et.al)

Tabel 2. Profil Resistensi Isolat Kuman Usap Tenggorok Terhadap Antimikroba


%Isolat % Resistensi Antimikroba
Isolat Kwnan kuman Pen G Amoksisilin Eritromisin Kotrimoksaml
B. catarrhalis 22.9 10 0 23,3 40
S. viridans 54,2 23 2.8 23,9 23.9
S fi hemolyticus 6,11 0 0 12.5 50
S. pneumoniae 3,82 0 0 20 20
S.nonhemo1yticus 3,82 0 0 40 40

Tabel 3. Total Resistensi Isolat Kuman Usap Tenggorok


Terhadap EmpatAntimikroba
No. Antimikroba % Total Resistensi
1. Kotrimoksazol 27,5
2. Eritromisin
3. Penisilin G
4. Amoksisilin

tase resistensi paling tinggi adalah ter- infeksi saluran urin, infeksi saluran pema-
hadap kotrimoksazol(27.5%), dan berikut- pasan. Penggunaan antimikroba yang luas,
nya terhadap eritromisin (9.7%), sedang- rnisalnya kotrimoksazol, apabila dosisnya
kan terhadap amoksisilin total resistensi tidak adekuat dapat menyebabkan penuru-
relatif cukup rendah, hanya 1.5%. nan sensitifitas kuman terhadap anti-
Resistensi kuman terbanyak penye- mikroba tersebut.
bab ifeksi tonsilofaringitis, yakni S. Resistensi S. viridans terhadap eritro-
viridans, terhadap kotrimoksazol (Tabel 2) misin pada penelitian ini (23.9%) temyata
ditemukan lebih tinggi (23.9%) dibanding- tidak berbeda dengan yang pernah dite-
kan dengan resistensi kuman tersebut dari mukan pada tahun 1995, yakni 23.8% (').
isolat usap tenggorok yang pemah dite- Eritromisin digunakan sebagai altematif
mukan pada tahun 1995 terhada anti- untuk penderita yang alergi terhadap
mikroba yang sama, yakni 13.1% (t ).r Na- penisillin. Penggunaan Gtimikroba ini cu-
mun resistensi S. viridans terhadap kotri- kup luas untuk berbagai infeksi Gram po-
moksazol ini rnasih lebih rendah bila sitif terutama yang disebabkan oleh
dibandingkan dengan hasil penelitian lain Streptococcus spp., dan Clostridium spp.
yang dilakukan atas isolat beberapa jenis (C. diphteriae, C. per-pingens, C. tetani).
spesimen yang masuk di Laboratorium Hanya sebagian kuman Staphylococcus
Mikrobiologi FKUI, yakni 60% telah aureus yang peka terhadap eritromisin, dan
resisten (9). Pada faringitis akut yang di- di rumah sakit sering dijumpai S. aureus
sebabkan S. pyogenes obat antimikroba (strain nosokornial) ang telah resisten
pilihan utama adalah penisilin V, sedang- 7
terhadap eritromisin (' . Eritromisin relatif
kan altematifhya adalah eritromisin dan aman dan jarang ditemukan efek samping
Penisilin G, bukan kotrimoksazol (lo). Da- yang serius (I2). Namun absorpsinya di-
lam penatalaksanaan ISPA, kotrimoksazol pengasuhl (diperlambat) oleh adanya ma-
digunakan untuk pengobatan bronco- kanan sehingga bioavailabilitasnya k e
pneumonia pada anak ("). Namun dari segi mungkinan dapat lebih rendah diban-
ekonomi, kotrimoksazol relatif cukup dingkan amoksisilin, dengan dernikian
murah, penggunaannyapun sangat luas efikasinya kemungkinan lebih rendah di-
untuk berbagai indi-kasi, antara lain diare, bandingkan amoksisilin (lo). Penggunaan
Bul. Penel. Kesehatan, Vol. 30, No. 1,2002: 39 - 45

eritromisin sebagai alternatif penisilin jika sitivitas kuman terhadap Penisilin G dan
diberikan atau diminum dengan dosis tidak Amoksisilin rnasih 100% pada kuman S. P
adekuat, misalnya diminum dalarn keadaan hemolyticus, S. pneumoniae, S nonhemo-
lambung terisi makanan sehingga absorpsi- lyticus, sedangkan sensitivitas 5 60%
nya terganggu dan berakibat kadarnya ditemukan pada kuman S. nonhemolytict~s
dalam darah tidak optimal, akan dapat terhadap eritromisin, dan pada kuman-
mempercepat terjadinya resistensi kuman kuman R. catarrhalis, S. phemolyticus, S.
terhadap antimikroba tersebut. nonhemo-lyticus terhadap kotrimoksazol.
Penelitian di Finlandia dilaporkan Total resistensi lima jenis kuman di-
bahwa terjadi kenaikan resisten eritromisin temukan tertinggi terhadap antimikroba
terhadap Streptococcus Group A dari 5% kotrimoksazol, yaitu 27,5 %.
pada tahun 1988-1989 menjadi 13% pada
tahun 1990. Adapun total konsurnsi rnakro-
DAFTAR RUJUKAN
lid 1 dosis perhari per 1000 penduduk per-
hari pada tahun 1970 dan pada tahun 1988 1. Abdoerachman H, Fachruddin D. Infieksi
sudah mencapai tiga kali lipat, tetapi campuran aerob clan anaerob di bidang
setelah ada kebijakan pengurangan THT. Majalah Kedokteran Indonesia
konsurnsi pada tahun 1991 konsurnsi 1989;4:56-60.
menurun menjadi 1,4 dosis perhari per 2. Dwiprahasta I. In appropriate use of
1000 penduduk per hari tahun 1992 sampai antibiotics in treatment of acute respiratory
1996. Penurunan resistensi eritromisin infections for the under five children
setelah pengurangan konsumsi pada 1993 among general practitioners. Berkala Ilmu
sebesar 19% berkurhg menjadi 8,6% pada Kedokteran 1997;29.
tahun 1996 . Dengan kata lain, 3. Gitawati R, Wijaya E. Observasi terhadap
berkurangnya konsumsi antimikroba penulisan resep atibiotik pada beberapa
makrolid dapat menyebabkan penurunan apotek di Jakarta. Majalah Kedokteran
resistensi. Indonesia 1987;37:560-64.
Kepekaan kuman terhadap antimi- 4. Munaf S. Pola penggunaan antibiotik di
kroba tertentu tidak menjarnin efektivitas empat puskesrnas Kotamadya Palembang
klinik. Beberapa faktor lain dapat menjadi dan dua puskesnas dl dua Kabupaten
penyebab kegagalan terapi, antara lain: Propinsi Sumatera Selatan. Majalah Ke-
dosis dan masa terapi tidak adekuat, ada- dokteran Indonesia 1993;43: 507-11.
nya faktor mekanik seperti abses, jaringan 5. Trihendrokesowo. dkk.. Macam kurnan
nekrotik, benda asing dll, kesalahan dalam dari pel-bagai bahan pemeriksaan di
menetapkan etiologi, faktor farmakokinetik Yogyakarta dan pola kepekaannya
(tidak semua bagian tubuh dapat diternbus terhadap beberapa antibiotika. Majalah
oleh antimikroba), faktor penderita seperti Kedokteran Indonesia 1987;2:6-12.
gangguan mekanisme pertahanan tubuh. 6. Josodiwondo Perkembangan kuman terha-
clap antimikroba saat ini. Majalah
SIMPULAN Kedokteran Indonesia, 1996; 46, p. 467-76
Lima kuman terbanyak yang dite- 7. Suprihati. Faktor- faktor risiko Strep-
mukan dalarn isolat usap tenggorok adalah: tococcus Phemolyticus Group A pada
penderita infeksi saluran nafas atas di
Streptococcus viridans 54,2%, Branha- RSUP Dr. Kariadi Semarang, Bagian
mella catarrhalis 22,9% Streptococcus Kedokteran Komunitas Fakultas
/%hemolyticus6,11%, Streptococcuspneu- Kedokteran UNDIP, Laporan Penelitan
moniae 3,82% dan Streptococcus non- Risbinkes; 1998
hemolyticus 3,82%. Ditemukan bahwa sen-
l'ola Sensitifitas Kuman dari lsolat (Istuwati et.al)

8. Soebandrio. A. dkk. Resistance pattern of 1 1. Pedoman Pengobatan Dasar dl


respiratory and nosocomial infection. Puskesmas berdasarkan gejala. Ditjen
National Workshop on Emergence and Binkesmas, Depkes RI, 1996.
Surveillance of Antimicrobial resistance, 12. Chow. A.W. Eq-thromycin. In: Anti-
Surabaya; 1996 microbial Therapy. Ed: Ristuccia, AM and
9. Soebandrio, A. Pola baliieri aerob saluran Cunha, BA.. New York: Raven Press;
napas dan kepekaannya terhadap 1 9 8 4 , ~209-1
. 6.
antibiotika. 1998- 1999. .I. Hespirologi 13. Sepala,H. et al, (1997) The Eff'ect of
Indonesia; 2000. p. 69-74.
Changes In The Consumption of
10. Setiabudy, R, dan V.H.S. Gan. Anti- Macrolide Antibiotics On Erytromycin Re-
mikroba. Dalam: firmakologi dan Terapi. sistance In Group A Streptococci In
Edisi 4. Bagian Farmakologi Fakultas Finland, The New England Journal of
Kedokteran Universitas Indonesia: 1995, Mdcine, 1997; 337, p. 441 - 46.
p.571-80

You might also like