You are on page 1of 52

ORGANOGENESIS

Oleh:

Sarah Nadya Rosana G99142104


Syarifah Aini Khairunisa G99151070

Pembimbing:

dr. Eka Budi Wahyana, M.Kes., Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD Dr. SOEDIRAN MANGUN
SUMARSO WONOGIRI
2015

1
PRAKATA

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah ini sebagai syarat seleseinya stase Ilmu Kebidanan
dan Kandungan di RSUD DR Soediran Mangun Sumarso, Wonogiri.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang tidak
dapat kami sebutkan satu persatu yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini untuk kedepannya.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang
“Organogenesis” ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap
pembaca.

Penulis

Dokter Muda FK UNS

2
BAB I
PENDAHULUAN

Organogenesis adalah proses pembentukan organ tubuh pada hewan dan


manusia. Organ yang dibentuk berasal dari lapisan-lapisan dinding tubuh embryo
pada fase gastrula, yaitu endoderm, mesoderm, dan ektoderm. Suatu organ
dikatakan turunan/derivat dari suatu lapisan germinal, bukan berarti seluruh
bagian organ itu terbentuk dari lapisan germinal tersebut, tetapi karena bagian
yang terbentuk pertama kali dari organ itu dibentuk pada lapisan germinal
tersebut.
Organogenesis terdiri dari dua periode, yaitu pertumbuhan antara dan
pertumbuhan akhir. Pada periode pertumbuhan antara atau transisi terjadi
transformasi dan differensiasi bagian-bagian tubuh embryo dari bentuk primitif
menjadi bentuk definitif. Pada periode ini embryo akan memiliki bentuk yang
khas bagi suatu spesies. Pada periode pertumbuhan akhir, penyelesaian secara
halus bentuk definitif menjadi ciri suatu individu, seperti jenis kelamin, watak
(karakter fisik dan psikis) serta wajah yang khas bagi setiap individu (Wildan
Yatim,1984).
Organogenesis melibatkan induksi embrionik. Induksi embrionik adalah
peristiwa berinteraksinya dua macam jaringan pada embrio yang menyebabkan
berdiferensasinya jaringan yang mendapat rangsangan menjadi suatu struktur
yang baru. Jaringan yang memberi rangsangan pada jaringan lain untuk bereaksi
dan berdiferensiasi disebut jaringan inductor, sedangkan jaringan yang tanggap
terhadap rangsangan induktor disebut jaringan kompeten.
Induksi embrionik terdiri dari induksi primer dan Induksi sekunder.
Induksi primer adalah induksi yang terjadi dimana kedua jaringan induktornya
merupakan struktur utama (lapisan germinal). Induksi sekunder adalah induksi
yang terjadi dimana jaringan induktornya merupakan struktur yang dihasilkan dari
induksi sebelumnya.
Contoh induksi primer adalah keping neural yang terbentuk dari korda
mesoderm dan ektoderm. Mesoderm sendiri terbentuk dari endoderm dan epiblas.
Contoh induksi sekunder adalah plakoda lensa yang terbentuk dari vesikula optik

3
dan ectoderm. Vesikula optik sendiri terbentuk dari rombensefalon dan
ectoderm. Zat induktor yang dikeluarkan oleh jaringan induktor untuk
merangsang jaringan kompeten adalah suatu substansi kimia berupa protein
atau ribonukleoprotein.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

4
A. PEMBUAHAN, NIDASI DAN PLASENTASI
Untuk terjadi kehamilan harus ada spermatozoa, ovum, pembuahan ovum
(konsepsi) dan nidasi (implantasi) hasil konsepsi. Setiap spermatozoa terdiri atas
tiga bagian yaitu kaput atau kepala yang berbentuk lonjong agak gepeng dan
mengandug bahan nukleus, ekor, dan bagian yang silindrik (leher)
menghubungkan kepala dengan ekor. Dengan getara ekornya spermatozoa dapat
bergerak cepat.
Dalam pertumbuhan embrional spermatogonium berasal dari sel-sel
primitif tubulus-tubulus testis. Setelah janin dilahirkan jumlah spermatogonium
yang ada tidak mengalami perubahan sampai masa pubertas tiba. Pada masa
pubertas sel-sel spermatogonium tersebut dalam pengaruh sel-sel interstisial
Leydig mulai aktif mengadakan mitosis da terjadilah proses spermatogenesis yang
sangat kompleks. Setiap spermatogonium membelah dua dan menjadi dua
spermatosit sekunder kemudian spermatosit sekunder membelah dua lagi dengan
hasil dua spermatid yang masing-masing memiliki jumlah kromosom setengah
dari jumlah yang khas untuk jenis itudari spermatid ini kemudian tumbuh
spermatozoa.

Proses Spermatogenesis

5
Pertumbuhan embrional oogonium yang kelak menjadi ovum terjadi di
genital ridge janin dan di dalam janin jumlah oogonium bertambah terus sampai
usia kehamilan enam bulan. Pada waktu dilahirkan bayi mempunyai sekuran-
kurangnya 750.000 oogonium. Jumlah ini berkurang akibat pertumbuhan dan
degenerasi folikel-folikel. Pada anak berumur 6-15 tahun ditemukan 439.000
oogonium dan pada umur 16-25 tahun hanya 34.000 oogonium. Pada masa
menopause semua oogonium menghilang.
Sebelum janin dilahirkan, sebagian besar oogonium mengalami
perubahan-perubahan pada nukleusnya. Terjadi pula migrasi dari oogonium ke
arah korteks ovarium sehingga pada waktu dilahirkan korteks ovarium terisi
dengan folikel ovarium primordial. padanya dapat dilihat bahwa sel menjadi
tetraploid. Pertumbuhan selanjutnya terhenti oleh sebab yang belum diketahui
sampai folikel itu terangsang dan berkembang lagi ke arah kematangan. Sel yang
terhenti dalam profase meiosis dinamakan dinamakan oosit primer. Oleh
rangsangan FSH meiosis berlangsung terus. Polar body pertama disisihkan dengan
hanya sedikit sitoplasma sedangkan oosit sekunder ini berada di dalam sitoplasma
yang cukup banyak. Proses pembelahan ini terjadi sebelum ovulasi. Proses ini
disebut pematangan pertama ovum, pematangan kedua ovum terjadi pada waktu
spermatozoa membuahi ovum.

6
Proses Oogenesis

1. Pembuahan
Ovum yang dilepas oleh ovarium disapu oleh mikrofilamen fimbria
infundibulum tuba ke arah ostium tuba abdominalis dan disalurkan terus ke
arah medial. Ovum ini mempunyai diameter 0,1 mm. Di tengah-tengahnya
dijumpai nukleus yang berada dalam metafase pada pembelahan pematangan
kedua, terapung-apung dalam vitelus. Vitelus ini mengandung banyak zat
karbohidrat dan asam amino.
Ovum dilingkari oleh zona pelusida. Di luar zona pelusida ini
ditemukan sel-sel korona radiata dan di dalamnya terdapat ruang perivitelina,
tempat benda-benda kutub. Bahan-bhan dari sel-sel korona radiata dapat
disalurkan ke ovum melalui saluran-saluran halus di zona pelusida. Jumlah
sel-sel korona radiata di dalam perjalanan ovum di ampula tuba makin
berkurang, sehingga ovum hanya dilingkari oleh zona pelusida pada waktu
berada dekat pada perbatasan ampula dan istmus tuba tempat pembuahan
umumnya terjadi.
Jutaan spermatozoa ditumpahkan ke forniks vagina dan di sekitar
porsio pada waktu koitus. Hanya beberapa ratus ribu spermatozoa dapat terus

7
ke kavum uteri dan tuba dan hanya beberapa ratus dapat sampai ke bagian
ampula tuba di mana spermatozoa dapat memasuki ovum yang telah siap
untuk dibuahi. Hanya satu spermatozoa yang mempunyai kemampuan
(kapasitasi) untuk membuahi. Pada spermatozoa ditemukan peningkatan
konsentrasi DNA di nukleusnya dan kaputnya lebih mudah menembus dinding
ovum oleh karena diduga dapat melepaskan hialuronidae.
Fertilisasi adalah penyatuan ovum (oosit sekunder) dan spermatozoa
yang biasanya berlangsung di ampula tuba. Fertilisasi meliputi penetrasi
spermatozoa ke dalam ovum, fusi spermatozoa dan ovum, diakhiri dengan fusi
materi genetik. Hanya satu spermatozoa yang telah mengalami proses
kapasitas mampu melakukan penetrasi membran sel ovum. Untuk mencapai
sel ovum, spermatozoa harus melewati korona radiata (lapisan sel di luar
ovum) dan zona pelusida (suatu bentuk glikoprotein ekstraselular), yaitu dua
lapisan yang menutupi dan mencegah ovum mengalami fertilisasi lebih dari
satu spermatozoa. Suatu molekul komplemen khusus di permukaan kepala
spermatozoa kemudian mengikat ZP3 glikoprotein di zona pelusida.
Pengikatan ini memicu akrosom melepaskan enzim yang membantu
spermatozoa menembus zona pelusida.
Pada saat spermatozoa, menembus zona pelusida terjadi reaksi korteks
ovum. Granula korteks di dalam ovum (oosit sekunder) berfusi dengan
memban plasma sel, sehingga enzim di dalam granula-granula dikeluarkan
secara eksositosis ke zona pelusida. Hal ini menyebabkan glikoprotein di zona
pelusida berkaitan satu sama lain membentuk suatu materi yang keras dan
tidak dapat ditembus oleh spermtozoa. Proses ini mencegah ovum dibuahi
lebih dari satu sperma.
Spermatozoa yang telah masuk ke vitelus kehilangan membran
nukleusnya yang tinggal hanya pronukleusnya sedangkan ekor spermatozoa
dan mitokondrianya berdegenerasi. Itulah sebabnya seluruh mitokondria pada
manusia berasal dari ibu (maternal). Masuknya spermatozoa ke dalam vitelus
membangkitkan nukleus ovum yang masih dalam metafase untuk proses
pembelahan selanjutnya (pembelahan meiosis kedua). Sesudah anafase

8
kemudian timbul telofase dan benda kutub (polar body) kedua menuju runag
perivitelina. Ovum sekrang hanya mempunyai pronukleus yang haploid.
Pronukleus spermatozoa juga telah mengandung jumlah kromosom yang
haploid.
Kedua pronukleus dekat mendekati dan bersatu membentuk zigot
yang terdiri atas bahan genetik dari perempuan dan laki-laki. Pada manusia
terdaat 46 kromosom, ialah 44 kromosom otosom dan 2 kromosom kelamin;
pada seorang laki-laki satu X dan satu Y. Sesudah pembelahan kematangan,
maka ovum matang mempunyai 22kromosom otosom serta satu kromosom X
atau 22 kromosom otosom serta satu kromosom Y. Zigot sebagai hasil
pembuahan yang memiliki 44 kromosom otosom serta 2 kromosom X akan
tumbuh sebagai janin perempuan, sedang yang memiliki 44 kromosom otosom
serta satu kromosom Y akan tumbuh sebagai janin laki-laki. Dalam beberapa
jam setelah pembuahan terjadi, mulailah pembelahan zigot. Hal ini dapat
berlangsung oleh karena sitoplasma ovum mengandung banyak zat asam
amino dan enzim. Segera setelah pembelahan ini terjadi, pembelahan-
pembelahan selanjutnya berjalan dengan lancar dan dalam 3 hari terbentuk
suatu kelompok selyang sama besarnya. Hasil konsepsi berada dalam stadium
morula. Energi untuk pembelahan ini diperoleh dari vitelus, hingga volume
vitelus makin berkurang dan terisi seluruhnya oleh morula. Dengan demikian,
zona pelusida tetap utuh, atau dengan perkataan lain besarnya hasil konsepsi
tetap sama. Dalam ukuran yang sama ini hasil konsepsi disalurkan terus ke
pars ismika dan pars interstisialis (bagian-bagian tuba yang smepit) dan terus
disalurkan ke arah kavum uteri oleh arus serta getaran silia pada permukaan
sel-sel tuba dan kontraksi tuba.

2. Nidasi
Selanjutkanya pada hari keempat hasil konsepsi mencapai stadium
blastula disebut blastokista (blastocyst), suatu bentuk yang di bagian luarnya
adalah trofoblas dan di bagian dalamnya disebut massa inner cell. Massa
inner cell ini berkembang menjadi janin dan trofoblas akan berkembang
menjadi plasenta. Dengan demikian, blastokista diselubungi oleh suatu simpai

9
yang disebut trofoblas. Trofoblas ini sangat kritis untuk keberhasilan
kehamilan terkait dengan keberhasilan nidasi (implantasi), produksi hormon
kehamilam, proteksi imunitas bagi janin, peningkatan aliran darah maternal ke
dalam plasenta, dan, kelahiran bayi. Sejak trofoblas terbentuk, produksi
hormon human chorionic gonadotropin (hCG) dimulai, suatu hormone yang
memastikan bahwa endometrium akan menerima (reseptif) dalam proses
implantasi embrio.

Proses nidasi
Trofoblas yang mempunyai kemampuan menghancurkan dan
mencairkan jaringan menemukan endometrium dalam masa sekresi, dengan
sel-sel desidua. Sel-sel desidua ini besar-besar dan mengandung lebih banyak
glikogen serta mudah dihancurkan oleh trofoblas. Nidasi diatur oleh suatu
proses yang kompleks antara trofoblas dan endometrium. Di satu sisi trofoblas
mempunyai kemampuan invasif yang kuat, di sisi lain endomtrium
mengontrol invasi trofoblas dengan menyekresikan faktor-faktor yang aktif
setempat (lokal) yaitu inhibitor cytokines dan protease. Keberhasilan nidasi
dan plasentasi yang normal adalah hasil keseimbangan proses antara trofoblas
dan endometrium.

10
Dalam perkembangan diferensiasi trofoblas, sitotrofoblas yang belum
berdiferensiasi dapat berkembang dan berdiferensiasi menjadi 3 jenis, yaitu
(1) sinsisiotrofoblas yang aktif menghasilkan hormon, (2) trofoblas jangkar
ekstravili yang akan menempel pada endometrium, dan (3) trofoblas yang
invasive.

Invasi trofoblas diatur oleh pengaturan kadar hCG. Sinsisiotrofoblas


menghasilkan hCG yang akan mengubah sitotrofoblas menyekresikan
hormone yang noninvasif. Trofoblas yang semakin dekat dengan endometrium
menghasilkan kadar hCG yang semakin rendah, dan membuat trofoblas
berdiferensiasi dalam sel-sel jangkar yang menghasilkan protein perekat
plasenta yaitu trophouteronectin. Trofoblas-trofoblas
Invasif lain yang lepas dan bermigrasi ke dalam endometrium dan
miometrium akan menghasilkan protease dan inhibitor protease yang diduga
memfasilitasi proses invasi ke dalam jaringan maternal.
Kelainan dalam optimalisasi aktivitas trofoblas dalam proses nidasi
akan berlanjut, dengan berbagai penyakit dalam kehamilan. Apabila invasi
trofoblas ke arteri spiralis maternal lemah atau tidak terjadi, maka arus darah
uteroplasenta rendah dan menimbulkan sindrom preeclampsia. Kondisi ini
juga akan menginduksi plasenta menyekresikan substansi vasoaktif yang
memicu hipertensi maternal. Kenaikan tekanan darah ibu dapat merusak arteri

11
spiralis dan tersumbat, sehingga terjadi infark plasenta. Sebaliknya, invasi
trofoblas yang tidak terkontrol akan menimbulkan penyakit trofoblas
gestasional seperti mola hidatidosa dan kariokarsinoma.
Dalam tingkat nidasi, trofoblas antara lain menghasilkan hormon
human chorionic gonadotropin. Produksi human chorionic gonadotropin
meningkatk sampai kurang lebih hari ke-60 kehamilan untuk kemudian turun
lagi. Diduga bahwa fungsinya ialah mempengaruhi korpus luteum untuk
tumbuh terus, dan menghasilkan terus progesteronm sampai plasenta dapat
membuat cukup progesteron sendiri. Hormon karionik gonadotropin inilah
yang khas untuk menentukan ada tidaknya kehamilan. Hormon tersebut dapat
ditemukan di dalam air kemih ibu hamil.
Blastokista dengan bagian yang mengandung massa inner-cell aktif
mudah masuk ke dalam lapisan desidua, dan luka pada desidua kemudian
menutup kembali. Kadang-kadang pada sat nidasi yakni masuknya ovum ke
dalam endometrium terjadi perdarahan pada luka desidua (tanda Hartman).
Pada umumnya blastokista masuk di endometrium dengan bagian di
mana massa inner-cell berlokasi. Dikemukan bahwa hal inilah yang
menyebabkan tali pusat berpangkal sentral atau parasentral. Bila sebaliknya
dengan bagian lain blastokista memasuki endometrium, maka terdapatlah tali
pusat dengan insersio velamentosa. Umumnya nidasi terjadi di dinding depan
atau belakang uterus, dekat pada fundus uteri. Jika nidasi ini terjadi, barulah
dapat disebut adanya kehamilan.
Setelah nidasi berhasil, selanjutnya hasil konsepsi akan bertumbuh
dan berkembang di dalam endometrium. Embrio ini selalu terpisahkan dari
darah dan jaringan ibu oleh suatu lapisan sitotrofoblas (mononuclear
trophoblas) di sisi bagian dalam dan sinsisiotrofoblas (multinuclear
trophoblast) di sisi bagian luar. Kondisi ini kritis ini tidak hanya untuk
pertukaran nutrisi, tetapi juga untuk melindungi janin yang bertumbuh dan
berkembang dari serangan imunologik maternal. Bila nidasi telah terjadi,
mulailah diferensiasi sel-sel blastokista. Sel-sel yang lebih kecil, yang dekat
pada ruang eksoselom, membentuk entoderm dan yolk sac, sedangkan sel-sel

12
yang lebih besar menjadi ectoderm dan membentuk ruang amnion. Dengan ini
di dalam blastokista terdapat suatu embryonal plate yang dibentuk antara dua
ruangan, yakni ruang amnion dan yolk sac.
Pertumbuhan embrio terjadi dari embryonal plate yang selanjutnya
terdiri atas tiga unsur lapisan, yakni sel-sel ectoderm, mesoderm, dan
entoderm. Sementara itu, ruang amnion tumbuh dengan cepat dan mendesak
eksoseloml; akhirnya dinding ruang amnion mendekati korion. Mesoblas
antara ruang amnion dan embrio menjadi padat, dinamakan body stalk, dan
menjadi tali pusat. Yolk sac dan alantois pada manusia tidak tumbuh terus, dan
sisa-sisanya dapat ditemukan dalam tali pusat.
Dalam tali pusat sendiri yang berasal dari body stalk, terdapat
pembuluh-pembuluh darah sehingga ada yang menamakannya valskular stalk.
Dari perkembangan ruang amnion dapat dilihat bahwa bagian luar tali pusat
berasal dari lapisan amnion. Di dalamnya terdapat jaringan lembek, selei
Wharton, yang berfungsi melindungi 2 arteria umbilikalis dan 1 vena
umbilikalis yang berada di dalam tali pusat. Kedua arteri dan satu vena
tersebut menghubungkan satu system kardiovaskular janin dengan plasenta.
Sistem kardiovaskular janin dibentuk pada kira-kira minggu ke-10.
Organogenesis diperkirakan selesai pada minggu ke-12, dan disusul oleh
massa fetal dan perinatal. Ciri-ciri tersebut di atas perlu diketahui jika pada
abortus ingin diketahui tuanya kehamilan.

3. Plasentasi
Plasentasi adalah proses pembentukan struktur dan jenis plasenta.
Setelah nidasi embrio ke dalam endometrium, plasentasi dimulai. Pada
manusia plasentasi berlangsung sampai 12 – 18 minggu setelah fertilisasi.
Dalam 2 minggu pertama perkembangan hasil konsepsi, trofoblas
invasive telah melakukan penetrasi ke pembuluh darah endometrium.
Terbentuklah sinus intertrofoblastik yaitu ruangan-ruangan yang berisi darah
maternal dari pembuluh-pembuluh darah yang dihancurkan. Pertumbuhan ini
berjalan terus, sehingga timbul ruangan-ruangan interviler dimana vili korialis

13
seolah-olah terapung di antara ruangan-ruangan tersebut sampai terbentuknya
plasenta.
Tiga minggu pascafertilisasi sirkulasi darah janin dini dapat
diidentifikasi dan dimulai pembentukan vili korialis. Sirkulasi darah janin ini
berakhir di lengkung kapilar (capillary loops) di dalam vili korialis yang
ruang intervilinya dipenuhi dengah darah maternal yang dipasok oleh arteri
spiralis dan dikeluarkan melalui vena uterine. Vili korialis ini akan bertumbuh
menjadi suatu massa jaringan yaitu plasenta.
Lapisan desidua yang meliputi hasil konsepsi ke arah kavum uteri
disebut desidua kapsularis; yang terletak antara hasil konsepsi dan dinding
uterus disebut desidua basalis; di situ plasenta akan dibentuk. Desidua yang
meliputi dinding uterus yang lain adalah desidua parietalis. Hasil konsepsi
sendiri diselubungi oleh jonjot-jonjot yang dinamakan vili korialis dan
berpangkal pada korion. Sel-sel fibrolas mesodermal tumbuh di sekitar embrio
dan melapisi pula sebelah dalam trofoblas. Dengan demikian, terbentuk
chorionic membrane yang kelak menjadi korion. Selain itu, vili korialis yang
berhubungan dengan korion frondosum. Yang berhubungan dengan desidua
kapsularis kurang mendapat makanan, karena hasil konsepsi bertumbuh kea
rah kavum uteri sehingga lambat-laun menghilang; korion yang gundul ini
disebut korion leave.
Darah ibu dan darah janin dipisahkan oleh dinding pembuluh darah
janin dan lapisan koriuon. Plasenta yang demikian dinamakan plasenta jenis
hemokorial. Di sini jelas tidak ada percampuran darah antara darah janin dan
darah ibu. Ada juga sel-sel desidua yang tidak dapat dihancurkan oleh
trofoblas dan sel-sel ini akhirnya membentuk lapisan fibrinoid yang disebut
lapisan Nitabuch. Ketika proses melahirkan plasenta terlepas dari
endometrium pada lapisan Nitabuch ini.

B. PLASENTA DAN CAIRAN AMNION


Setelah nidasi, trofoblas terdiri dari atas 2 lapis, yaitu bagian dalam
disebut sitotrofoblas dan bagian luar disebut sinsisiotrofoblas. Endometrium atau
sel desidua di mana terjadi nidasi menjadi pucat dan besar disebut sebagai reaksi

14
desidua. Sebagian lapisan desidua mengalami fagositosis oleh trofoblas. Reaksi
desidua agaknya merupakan proses untuk menghambat invasi, tetapi berfungsi
sebagai sumber pasokan makanan.
Sebagian sel trofoblas terus menembus bagian dalam lapisan endometrium
mendekati lapisan basal endometrium di mana terdapat pembuluh spiralis,
kemudian terbentuk lakuna yang berisi plasma ibu. Proses pelebaran darah arteri
spiralis sangat penting sebagai bentuk fisiologik yaitu model mangkuk. Hal ini
dimungkinkan karena penipisan lapisan endotel arteri akibat invasi trofoblas yang
menumpuk lapisan fibrin di sana.
Proses invasi trofoblas tahap ke dua mencapai bagian miometrium arteri
spira;is terjadi pada kehamilan 14-15 minggu dan saat ini perkembangan plasenta
telah lengkap. Apabila model mangkuk tersebut kurang sempurna, akan timbul
kekurangan pasokan darah ibu yang berakibat iskemia plasenta dan terjadi
preeklamsia. Lakuna yang kemudian terbentuk akan menjadi ruang intervili.
Sel trofoblas awal kehamilan disebut sebagai vili primer, kemudian akan
berkembang menjadi sekunder dan tersier pada trisemester akhir.
Bagian dasar sel trofoblas akan menebal yang disebut korion frodosum
dan berkembang menjadi plasenta. Sementara itu bagian luar yang menghadap ke
kavum uteri disebut korion laeve yang diliputi oleh desidua kapsularis. Desidua
yang menjadi tempat implantasi plasenta disebut desidua basalis.
Pada usia kehamilan 8 minggu (6 minggu dari nidasi) zigot telah
melakukan invasi terhadap 40 – 60 arteri spiralis di daerah desidua basalis. Vili
sekunder akan mengapung di kolam darah ibu, di tempat sebagian vili melekatkan
diri melalui integrin kepada desidua.

1. Plasenta
a. Struktur Plasenta
Vili akan berkembang seperti akan pohon di mana di bagian tengah
akan mengandung pembuluh darah janin. Pokok vili (stem villi) akan
berjumlah lebih kurang 200, tetapi sebagian besar yang di perifer akan
menjadi atrofik, sehingga tinggal 40 – 50 berkelompok sebagai kotiledon.

15
Luas kotiledon pada plasenta aterm diperkirakan 11 m 2. Bagian
tengah vili adalah stroma yang terdiri dari atas fibroblast, beberapa sel
besar (sel Hoffbauer), dan cabang kapilar janin. Bagian luar vili ada 2
lapis, yaitu sinsisiotrofoblas dan sitotrofoblas, yang pada kehamilan akhir
lapisan sitotrofoblas akan menipis. Ada beberapa bagian sinsisiotrofoblas
yang menebal dan melipat yang disebut sebagai simpul (syncitial knots).
Bila sitotrofoblas mengalami hipertrofi, makan itu petanda hipoksia.

b. Arus Darah Utero-plasenta


Janin dan plasenta dihubungkan dengan tali pusat yang berisi 2
arteri dan satu vena. Vena berisi darah penuh oksigen, sedangkan arteri
yang kembali dari janin berisi darah kotor. Bila terdapat hanya satu arteri
ada risiko 15 % kelainan kardiovaskuler, ini dapat terjadi pada 1 : 200
kehamilan.
Tali pusar berisi massa mukopolisakarida yang disebut jeli
Wharton dan bagian ini disebut epitel amnion. Panjang tali pusar
bervariasi, yaitu 30 – 90 cm.
Pembuluh darah tali pusar berkembang dan berbentuk seperti
heliks maksudnya agar terdapat fleksibilitas dan terhindar dari torsi.
Tekanan darah arteri pada akhir kehamilan diperkirakan 70/60 mmHg,
sendangkan tekanan vena diperkirakan 25 mmHg. Tekanan darah yang
relative tinggi pada kapilar, termasuk pada vili maksudnya ialah
seandainya terjadi kebocoran darah ibu tidak masuk ke janin.
Pada kehamilan aterm arus darah pada tali pusar berkisar 350
ml/menit. Pada bagian ibu di mana arteri spiralis menyemburkan darah,
tekanan relatif rendah yaitu 10 mmHg. Arus darah uteroplasenta pada
kehamilan aterm diperkirakan 500 – 750 ml/menit2.
Patologi pada berkurangnya arus uteroplasenta, misalnya pada
preeclampsia mengakibatkan perkembangan janin terhambat (PJT).
Konsep yang diterima saat ini ialah implantasi plasenta yang memang
tidak normal sejak awal menyebabkan model arteri spiralis tidak sempurna

16
(relative kaku). Hal ini menyebabkan sirkulasi uteroplasenta semua
abnormal dan berakibat risiko preeklampsia.
Ada beberapa kondisi akut yang juga mempengaruhi fungsi
plasenta, yaitu solusio plasenta, plasenta previa, kontraksi hipertonik, dan
obat epinefrin.
Angiotensin II pada kadar faali merupakan zat yang
mempertahankan arus darah uteroplasenta karena pengaruh pada produksi
prostasiklin. Namun, bila kadar tinggi akan terjadi vasokonstriksi.
Obat penghambat angiotensin, misalnya ACE inhibitor, merupakan
kontraindikasi pada kehamilan.
Posisi tidur ibu terlentang pada kehamilan aterm dapat mengurangi
arus darah aortokaval yang disebabkan himpitan uterus sehingga arus
darah ke uterus berkurang.

c. Transfer Plasenta
Plasenta merupakan organ yang berfungsi respirasi, nutrisi,
ekskresi, dan produksi hormone. Transfer zat melalui vili terjadi melalui
mekanisme difusi sederhan, difusi terfasilitasi, aktif dan pinositosia.
Faktor-faktro yang mempengaruhi transfer tersebut ialah berat molekulm
solubilitas, dan muatan ion.
Difusi sederhana juga diatur oleh epitel trofoblas, tetapi dapat
terjadi seperti pada membrane semipermeabel, misalnya oksigen, akan
terjadi pertukaran akibat perbedaan kadar pada janin dengan ibu.
Difusi terfasilitasi (facilitated diffusion) terjadi akibat perbedaan
(gradient) kadar zat dan juga dapat terjadi akselerasi akibat peran enzin
dan reseptor, misalnya perbedaan kadar glukosa antara ibu dan janin.
Transport aktif terjadi dengan melibatkan penggunaan energi,
misalnya pada asam amino dan vitamin.
Pinositosis terjadi pada transfer zat bermolekul besar, yaitu
molekul ditelan ke dalam sel kemudian diteruskan ke dalam sirkulas janin,
misalnya zat IgG, fosfolipid, dan lipoprotein.

17
Sel janin seperti eritrosit dan limfosis dalam jumlah sangat sedikit
mungkin dapat ditemukan pada sirkulasi perifer ibu. Ini menandakan
bahwa tidak sepenuhnya terisolasi. Hal ini memungkinkan deteksi
kelainan bawaan janin setelah seleksi sel darah dari ibu.

d. Fungsi Plasenta
Pertukaran gas yang terpenting ialah transfer oksigen dan karbon
dioksida. Saturasi oksigen pada ruang intervili plasenta ialah 90%,
sedangkan tekanan parsial ialah 90 mmHg. Sekalipun tekanan pO2 janin
hanya 25 mmHg, tingginya hemoglobin F janin memungkinkan
penyerapan oksigen dari plasenta. Di samping itu, perbedaan kadar ion H
+ dan tingginya karbondioksida dari sirkulasi janin memungkinkan
pertukaran dengan oksigen (efek Bohr).
Perbedaan tekanan 5 mmHg antara ibu dan janin memungkinkan
pertukaran CO2 (dalam bentuk asam karbonat, karbamino Hb, atau
bikarbonat) pada plasenta. Ikatan CO2 dengan Hb bergantung pada faktor
yang mempengaruhi pelepasan oksigen. Jadi karbamino Hb meningkat
dilepas - disebut sebagai efek Haldane.
Keseimbangan asam basa bergantung pada kadar H+, asam laktat,
dan bikarbonat pada sirkulasi janin-plasenta. Pada umumnya asidosi
terjadi akibat kekurangan oksigen.
Metabolisme karbohidrat terutama ditentukan oleh kadar glukosa
yang dipasok oleh ibu. Sebanyak 90 % dari kebutuhan energy berasal dari
glukosa. Kelebihan glukosa akan disimpan sebagai glikogen dan lemak.
Glikogen disimpan di hati, otot, dan plasenta sendangkan lemak di sekitar
jantung dan belakang scapula. Glukosa dan monosakirada dapat langsung
melewati plasenta, teteapi disakarida tidak dapat. Kadar glukosa janin
berkaitan dengan kadar ibu dan tidak dipengaruhi oleh hormone karena
mereka tidak melewati plasenta. Plasenta mengatur utilisasi glukosa dan
mampu membuat cadangan separuh dari kebutuhan.
Pada pertengahan kehamilan, 70 % glukosa akan mengalami
metabolism dengan cadangan glikolisism 10 % melalui jalur pentosafosfat,

18
dan sisanya disimpan dalam bentuk glikogen dan lemak. Pada kehamilan
aterm utilisasi glukosa menurun 30 %. Cadangan glikogen janin amat
diperlukan sebagai sumber energi, misalnya pada keadaan asfiksia di mana
terjadi glikolisis anerobik.
Janin membutuhkan asam lemak untuk pembentukan membrane
sel dan cadangan yang berguna untuk sumber energi pada periode
neonatus dini.
Asam lemak bebas yang berikatan dengan albumin atau lipoprotein
seperti trigliserida akan dipasok melalui sirkulasi darah bentuk silomikra.
Asam lemak bebas dapat melalui plasenta, dan ternyata janin mampu
mengubah asam linoleat menjadi arakidonat. Bila ibu puasa, janin akan
menggunakan cadangan trigliserida.
Janin mampu menyintesis protein dari asam amino yang dipasok
lewat plasenta. Asam amino masuk melalui plasenta, dan ternyata
kadarnya lebih tinggi darpada ibunya. Plasenta tidak berperan dalam
sintesis protein; ia memang membentuk protein yang di ekskresi ke
sirkulasi ibu, seperti korionik gonadotropin dan human placental lactogen.
Pada aterm, janin menumpuk 50 g protein. Globulin imun juga
diproduksi janin seperti IgM yang terbentuk pada kehamilan 20 minggu, di
samping IgA dan IgG.
Konsentrasi ureum lebih tinggi pada janin dibandingkan ibu
sebanyak 0,5 mmol/l dan bersihan diperkirakan 0,54 mg/menit/kg.

e. Hormon dan Protein Plasenta


Plasenta dan janin merupakan suatu kesatuan organ endokrin yang
berperan memproduksi hormone.

2. Selaput dan Cairan Amnion


a. Selaput dan Cairan Amnion
Selaput amnion merupakan jaringan avaskular yang lentur tetapi
kuat. Bagian dalam selaput yang berhubunghan dengan cairan merupakan
jaringan sel kuboid yang asalnya ectoderm. Jaringan ini berhubungan
dengan lapisan interstisial mengandung kolagen I, IIIm dan IV. Bagian

19
luar dari selaput ialah jaringan mesenkim yang berasal dari mesoderm.
Lapisan ini berhubungan dengan korion laeve.
Lapisan dalam amnion merupakan mikrovili yang berfungsi
mentransfer cairan dan metabolik. Lapisan ini menghasilkan zat
penghambat metalloproteinase.
Sel masenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput
menjadi lentur dan kuat. Disamping itu, jaringan tersebut menghasilkan
sitokin IL-6,IL-8, MCP-1 (monosit chemoattactant related protein-1); Zat
ini bermanfaat untuk melawan bakteri. Di samping itu,selaput amnion
menghasilkan zat vasoaktif: endotelin-1 (vasokonstriktor), dan PHRP
(parathyroid hormone related protein), suatu vasorelaksan. Dengan
demikian, selaput amnion mengatur peredaran darah dan tonus pembuluh
lokal.
Selaput amnion juga meliputi tali pusat. Sebagian cairan akan
berasal pula dari difusi pada tali pusat. Pada kehamilan kembar dikorionik-
diamniotik terdapat selaput amnion dan masing-masing yang bersatu.
Namun, ada jaringan korion laeve di tengahnya (pada USG tampak
sebagai huruf Y. Pada awal kehamilan); sedangkan pada kehamilan
kembar di korion monoamniotik (kembar satu telur) tidak akan ada
jaringan korion di antara kedua amnion (pada USG tampak gambaran
huruf T).
Masalah pada klinik ialah pecahnya ketuban berkaitan dengan
kekuatan selaput. Pada perokok dan infeksi terjadi pelemahan pada
ketahanan selaput sehingga pecah. Pada kehamilan normal tidak ada IL-
1B, tetapi pada persalinan preterm IL-1B akan ditemukan. Hal ini
berkaitan dengan terjadinya infeksi.
Sejak awal kehamilan cairan amnion telah dibentuk. Cairan
amnion merupakan pelindung dan bantaan untuk proteksi sekaligus
menunjang pertumbuhan. Osmolalitas, kadar natrium, ureum, kreatinin
tidak berbeda dengan kadar serum ibu, artinya kadar di cairan amnion
merupakan hasil difusi dari ibunya. Cairan amnion mengandung banyak

20
sel janin (lanugo, berniks kaesosa). Fungsi cairan amnion yang juga
penting ialah menghambat bakteri karena mengandung zat seperti fosfat
dan seng.

b. Pembentukan Cairan
Selaput amnion yang meliputi permukaan plasenta akan
mendapatkan difusi dari pembuluh darah korion di permukaan. Volume
cairan amnion pada kehamilan aterm rata-rata ialah 800 ml, cairan amnion
mempunyai pH 7,2 dan massa enis 1,008. Setelah 20 minggu produksi
cairan berasal dari rembesan kulit, selaput amnion, dan plasenta. Janin
juga meminum cairan amnion (diperkirakan 500 ml/hari). Selain itu cairan
ada yang masuk ke paru sehingga penting untuk perkembangannya.

c. Makna Klinik
Secara klinik cairan amnion akan dapat bermanfaat untuk deteksi
dini kelainan kromoson dan kelainan DNA dari 12 minggu sampai 20
minggu.
Cairan amnion yang terlalu banyak disebut polihidramnion (> 2
liter) yang mungkin berkaitan dengan diabetes atau trisomi 18. Sebaliknya,
cairan yang kurang disebut oligohidramnion yang berkaitan dengan
kelainan ginjal janin, trisomi 21 atau 13, atau hipoksia janin.
Oligohidramnion dapat dicurigai bila terdapat amnion yang kurang dari 2
x 2 cm, atau indeks cairan pada 4 kuadran kurang dari 5 cm. Setelah 38
Minggu volume akan berkurang, tetapi pada possterm oligohidramnion
merupakan penanda serius apalagi bercampur mekonium.
Pada cairan amnion juga terdapa alfa feto protein (AFP) yang
berasal dari janin sehingga dapat dipakai untuk menentukan defek tabung
saraf. Mengingat AFP cukup spesifik, pemeriksaan serum ibu dapat
dilakukan pada kehamilan trimester 2. Namun sangat disayangkan
kelainan tersebut terlambat diketahui.
Sebaliknya, kadar AFP yang rendah, estriol, dan kadar tinggi hCG
merupakan penanda sindrom Down. Gabungan penanda tersebut dengan

21
usia ibu > 35 tahun akan mampu meningkatkan likelihood ratio menjadi
60 % untuk deteksi sindrom Down. Gabungan dengan penanda PAPP-A
dan pemeriksaaan nuchal translucency (NT) yang pembengkakan kulit
leher janin ≥ 3 mm pada usia kehamilan 10 – 14 minggu memungkinkan
deteksi sindrom Down lebih dini.
Pada akhir kehamilan dan persalinan terjadi peningkatan
corticotrophin-releasing hormone (CRH), sehingga diduga hormon ini
(dihasilkan di hipotalamus, adrenal, plasenta korion, selaput amnion)
berperan pada persalinan.

3. FISIOLOGI JANIN
a. Perkembangan Konseptus
Sejak konsepsi perkembangan konseptus terjadi sangat cepat yaitu
zigot mengalami pembelahan menjadi morula (terdiri atas 16 sel
blastomer), kemudian menjadi blastokis (terdapat cairan di tengah) yang
mencapai uterus, dan kemudian sel-sel mengelompok, berkembang
menjadi embrio (sampai minggu ke-7). Setelah minggu ke-10 hasil
konsepsi disebut janin. Konseptus ialah semua jaringan konsepsi yang
membagi diri menjadi berbagai jaringan embrio, korion, amnion, dan
plasenta.

b. Embrio dan Janin


Dalam berberapa jam setelah ovulasi akan terjadi fertilisasi di
ampula tuba. Oleh karena itu, sperma harus sudah ada di sana sebelumnya.
Sehingga terjadilah fertilisasi ovum oleh sperma. Namun, konseptus
tersebut mungkin sempurna, mungkin tidak sempurna. Kebesaran dan
penciptaanNya-lah yang memungkinkan diferensiasi jaringan yang
mengagumkan di mana terbentuk organ.
Embrio akan berkembang sejak usia 3 minggu hasil konsepsi.
Secara klinik pada usia gestasi 4 minggu dengan USG akan tampak
sebagai kantong gestasi berdiameter 1 cm, tetapi embrio belum tampak.
Pada minggu ke -6 dari haid terakhir – usia konsepsi 4 minggu – embrio
berukuran 5 mm, kantong gestasi berukuran 2 - 3 cm. pada saat ini akan

22
tampak denyut jantung secara USG. Pada akhir minggu ke-8 usia gestasi –
6 minggu usia embrio – embrio berukuran 22-24 mm, dimana akan tampak
kepala yang relative besar dan tonjolan jari. Gangguan akan mempunyai
dampak berat apabila terjadi pada gestasi kurang dari 12 minggu, terlebih
pada minggu ke-3.
Berikut ini akan diungkapkan secara singkat hal-hal yang utama dalam
perkembangan organ dan fisiologi janin.
Usia gestasi Organ
6 Pembentukan hidung, dagu, palatum, dan tonjolan paru. Jari-jari
telah berbentuk, namun masih tergenggam. Jantung telah terbentuk
penuh
7 Mata tampak pada muka. Pembentukan alis dan lidah.
8 Mirip bentuk manusia, mulai pembentukan genitalia eksterna.
Sirkulasi melalui tali pusat dimulai. Tulang mulai terbentuk.
9 Kepala meliputi separuh besar janin, terbentuk ‘muka’ janin;
kelopak mata terbentuk namun tak akan membuka sampai 28
minggu.
13-16 Janin berukuran 15 cm. ini merupakan awal dari trimester ke-2.
Kulit janin masih transparan, telah mulai tumbuh lanugo (rambut
janin). Janin bergerak aktif, yaitu menghisap dan menelan air
ketuban. Telah terbentuk mekonium (faeses) dalam usus. Jantung
berdenyut 120 - 150/menit.
17-24 Komponen mata terbentuk penuh, juga sidik jari. Seluruh tubuh
diliputi oleh verniks kaseosa (lemak). Janin mempunyai refleks.
25-28 Saat ini disebut permulaan trimester ke-3, di mana terdapat
perkembangan otak yang cepat. Sistem saraf mengendalikan
gerakan dan fungsi tubuh, mata sudah membuka. Kelangsungan
hidup pada periode ini sangat sulit bila lahir.
29-32 Bila bayi dilahirkan, ada kemungkinan untuk hidup (50 – 70 %).
Tulang telah terbentuk sempurna, gerakan napas telah regular, suhu
relative stabil.
33-36 Berat janin 1500 – 2500 g. bulu kulit janin (lanugo) mulai
berkurang, pada saat 35 minggu paru telah matur. Janin akan dapat
hidup tanpa kesulitan.
38-40 Sejak 38 minggu kehamilan disebut aterm, di mana bayi meliputi
seluruh uterus. Air ketuban mulai berkurang, tetapi masih dalam
batas normal.

c. Sistem Kardiovaskular

23
Mengingat semua kebutuhan janin disalurkan melalui vena
umbilikal, maka sirkulasi menjadi khusus. Tali Pusat berisi satu vena dan 2
arteri. Vena ini menyalurkan oksigen dan makanan dari plasenta ke janin.
Sebaliknya, kedua arteri menjadi pembuluh balik yang menyalurkan darah
kea rah plasenta untuk dibersihkan dari sisa metabolism
Perjalanan darah dari plasenta melalui vena umbilikal adalah
sebagai berikut. Setiba melewati dinding abdomen, pembuluh vena
umbilikal mengarah ke atas menuju hati membagi menjadi 2, yaitu sinus
porta ke kanan – memasok darah ke hati- dan duktus venosus yang
berdiameter lebih besar, akan berganbung dengan vena kava inferior
masuk ke atrim kanan. Darah yang masuk ke jantung kanan ini
mempunyai kadar oksigen seperti arteri – meski bercampur sedikit dengan
darah dari vena kava.

Sirkulasi darah janin


Darah ini akan langsung menyemprot melalui foramen ovale pada
septum. Masuk ke atrium kiri dan selanjutnya melalui ventrikel kiri akan
menuju aorta dan seluruh tubuh. Darah yang berisi banyak oksigent itu
terutama akan memperdarahi organ vital jantung dan otak.

24
Adanya kista dividens sebagai pembatas pada vena kava
memungkinkan sebagian besara darah bersih dari duktus venosus langsung
akan mengalir ke arah foramen ovale. Sebaliknya, sebagian kecil akan
mengalir ke ventrikel kanan.
Darah dari ventrikel kanan akan mengalir ke arah paru. Karena
paru berkembang, sebagian besar darah dari jantung kanan melalui arteri
pulmonalis akan dialirkan ke aorta melalui suatu pembuluh duktus
arteriosus. Darah itu akan bergabung di aorta desending, bercampur
dengan darah bersih yang akan dialirkan ke seluruh tubuh,
Curah jantung pada trimester akhir, sebagaimana pada domba,
ditujukan ke plasenta 40 %, karkas 35 %, otak 5 %, jantung 5 %, gastro
intestinal 5 %, paru 4 %, ginjal 2 %, lain-lain 4 %.
Darah balik akan melalui arteri hipogartrika, keluar melalui dinding
abdomen sebagai arteri umbilikal.
Setelah bayi lahir, semua pembuluh umbilikal, duktus venosus, dan
duktus arteriosus akan mengerut. Pada saat lahir akan terjadi perubahan
sirkulasi, di mana terjadi pengembangan paru dan penyimpatan tali pusat.
Akibat peningkatan kadar oksigen pada sirkulasi paru dan vena
pulmonalis, duktus arteriosus akan menutup dalam 3 hari dan total pada
minggu ke-2. Pada situasi di mana kadar oksigen kurang yaitu pada gagal
napas, duktus akan relative membuka (paten).

d. Darah Janin
Darah janin mengalami proses pembentukan yang unik yaitu
bermula diproduksi di yolk sac, kemudian di hati dan akhirnya di sumsum
tulang. Eritrosit janin relative besar dari berinti. Hemoglobin mengalami
peningkatan dari 12 g/dl pada pertengahan kehamilan menjadi 18 g/dl
pada aterm. Eritrosit janin berbeda dengan eritrosis orang dewasa secara
struktur dan metabolic yaitu lebih lentur karena berada dalam viskositas
tinggi, dan mempunyai banyak enzim. Eritropoesis janin dikendalikan oleh
hormone eritropoetin janin, terjadi peningkatan pada kondisi perdarahan,

25
persalinan, dan anemia akibat iso-imunisasi. Volume darah diperkirakan 78
ml/kg berat, sedangkan isi darah plasenta segera setelah pemotongan tali
pusat ialah 45 ml/kg.
Hemoglobin janin ialah suatu tetramer yang terdiri atas 2 pasang
masing-masing rantai β dan alfa. Gen alfa berasal dari kromosom 16
sedangkan gen β berasal dari kromosom 11. Eritropoesis yang terjadi di
yolk sac menghasikan hemoglobin awal yaitu Gower 1, 2 dan Portland;
setelah eritropoesis beralih ke hati dihasilkan hemoglobin F; dan setelah
beralih ke tulang akan dihasilkan hemoglobin A sampai janin matur.
Ada permbedaan fungsi hemoglobin A dan F. Pada tekanan oksigen
dan pH tertentu HbF akan mengikat lebih banyak oksigen dibandingkan
dengan HbA; hal ini disebabkan HbA mengikat 2,3 difosfogliserat (2,3
DPG) lebih kuat dibandingkan HbF sehingga afinitas Hba dengan oksigen
lebih rendah. Karena kadar 2,3 DPG lebih rendah, afinitas oksigen janin
menjadi lebih tinggi. Pada kehamilan aterm Hb lebih rendah dibandingkan
kehamilan awal, yaitu ¾ masih berupa HbF. Namun, setgelah kelahiran
sampai 6 bulan HbFsangat menurun, sementara HbA mendekati kadar ada
pramh dewasa. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh peran glukortikoid.

e. Sistem Respirasi
Gerakan nafas janin telah dapat dilihat sejak kehamilan 12 minggu
dan pada 34 minggu secara regular gerak nafas ialah 40 – 60/menit dan di
antara jeda adalah periode apnea. Cairan ketuban akan masuk sampai
bronkioli, sementara di dalam alveolus terdapat cairan alveoli. Gerak
napas janin dirangsang oleh kondisi hiperkapnia dan peningkatan kadar
glukosa. Sebaliknya, kondisi hipoksia akan menurunkan frekuensi napas.
Pada term normal, gerak napas akan berkurang dan dapat apnea selama 2
jam.

26
Perkembangan Paru-paru

Alveoli terdiri atas dua lapis sel sel epitel yang mengandung sel
tipe I dan II. Sel tipe II membuat sekresi fosfolipid suatu surfaktanyang
penting untuk fungsi pengembangan napas. Surfaktan yang utama ialah
sfingomiclin dan lesitin serta fofatidil gliserol. Produksi sfingomiclin dan
fosfatidil gliserol akan memuncak pada 32 minggu, sekalipun sudah
dihasilkan sejak 24 minggu. Pada kondisi tertentu misalnya diabetes,
produksi surfaktan ini kurangl; juga pada preterm. Ternyata dapat
dirangsang untuk meningkat dengan cara pemberian kortikosteroid pada
ibunya. Steroid dan faktor pertumbuhan terbukti merangsang pematangan
paru melalui suatu penekanan protein yang sama (HoxB5). Pemeriksaan
kadar L/S > 2 menandakan paru sudah matang.
Tidak saja fosfolipid yang berperan pada proses pematangan
selular. Ternyata gerakan napas juga merangsang gen untuk aktif
mematangkan sel alveoli.

27
f. Sistem Gastrointestinal
Perkembangan dapat dilihat di atas 12 minggu di mana akan nyata
pada pemeriksaan USG. Pada 26 minggu enzim sudah terbentuk meskipun
amilase baru nyata pada periode neonatal. Janin meminum air ketuban dan
akan tampak gerakan peristaltik usus. Protein dan cairan amnion yang
ditelan akan menghasilka mekonium di dalam usus. Mekonium ini akan
tetap tersimpan sampai partus, kecuali pada kondisi hipoksia dan stress,
akan tampak cairan amnion bercampur mekonium.

Perkembangan Saluran Pencernaan

Perkembangan Hati, Empedu, dan Pankreas

28
Perkembangan Lambung

g. Sistem Ginjal
Pada 22 minggu akan tampak pembentukan kospuskel ginjal di
zona jukstaglomerulus yang berfungsi filtrasi. Ginjal terbentuk sempurna
pada minggu ke-36. Pada janin hanya 2 % dan curah jantung mengalir ke
ginjal, mengingat sebagian besar sisa metabolisme dialirkan ke plasenta.
Sementara itu, tubuli juga mampu filtrasi sebelum glomerulus berfungsi
penuh. Urin janin menyumbang cukup banyak pada volume cairan
amnion. bila terdapa kondisi oligohidramnion itu merupakan petanda
penurunan fungsi ginjal ada kelainan sirkulasi.

h. Sistem Saraf
Mielinisasi saraf spinal terbentuk pada pertengahan kehamilan dan
berlanjut sampai usia bayi 1 tahun. Fungsi saraf sudah tampak pada usia
10 minggu yaitu jannin bergerrak, fleksibilitas kaki; sedangkan
genggaman tangan lengkap dapat dilihat pada 4 bulan. Janin sudah dapat
menelan pada 10 minggu, sedangkan gerak respirasi pada 14 – 16 minggu.
Janin sudah mampu mendengar sejak 16 minggu atau 120 harii. Ia
akan mendengar ibunya karena rambat suara internal lebih baik daripada

29
suara eksternal. Kemampuan melihat cahaya agaknya baru jelas pada akhir
kehamilan, sementara gerakan bola mata sudah lebih awal. Gerakan ini
dikaitkan dengan perilaku janin.
Janin mampu membuat hormon sendiri misalnya tiroid, ACTH.
Korteks adrenal dirangsang oleh ACTH. Uniknya kelenjar adrenal ini
mempunyai area yang sangat aktif selama in utero dan akan menghilang
menjelang partus. Sebaliknya pada anensefalus di mana adrenal atrofik,
persalinan akan tertunda.

i. Kelenjar Endokrin
Sistem endokrin janin telah bekerja sebelum system saraf mencapai
maturitas. Kelenjar hipofisis anterior mempunyai 5 jenis sel yang
mengeluarkan 6 hormon, yaitu (1) laktotrop, yang menghasilkan prolaktin;
(2) somatotrop, yang menghasilkan hormone pertumbuhan (GH); (3)
kortikotrop, yang menghasilkan kortikotropin (ACTH); (4) tirotrop, yang
menghasilkan TSH; dan (5) gonadotrop, yang menghasilkan LH, FSH.
Pada kehamilan 7 minggu sudah dapat diketahui produksi ACTH, dan
menjelang 17 minggu semua hormon sudah dihasilkan. Hipofisis juga
menghasilkan β-endorfin.
Nerohipofisis juga sudah berkembang pada usia 10 – 12 minggu
sehingga oksitoksin dan AVP (arginin vasopressin) sudah dapat dihasilkan,
AVP diduga berfungsi mempertahankan air terutama di dalam paru dan
plasenta.
Ada lobus intermediet hipofisis janin yang mengecil saat aterm dan
kemudian mengjhilang pada dewasa; kelenjar tersebut menghasilkan alpha
melanosit stimulating hormone (α-MSH) dan β-endorfin.
Kelenjar tiroid janin telah berfungsi pada usia 10 – 12 minggu.
Plasenta secara aktif memasok iodium pada janin yang terus meningkat
selama kehamilan, bahkan kadar TSH lebih tinggi dari kadar dewasa,
tetapi T3 dan total tiroid lebih rendah. Ini menunjukkan bahwa hipofisis
tidak sensitive terhadap umpan balik.

30
Hormon tiroid sangat penting bagi pertumbuhan terutama otak.
Hipertiroid pada janin dapat terjadi pada situasi di mana antibody stimulasi
tiroid dari ibu masuk ke janin. Sebenarnya plasenta mempunyai
kemampuan mencegah hormone tiroid ibu masuk ke janin dengan cara
deiodinasi.
Kelenjar adrenal relatif lebih besar jika dibandingkan dengan
proporsi dewasal; ia menghasilkan 100 – 200 mg steroid per hari. Bahan
estrogen berasal dari korteks adrenal janin; steroid tersebut dibuat dari
kolesterol.

j. Pembentukan Kelamin
Kelamin janin sudah ditentukan sejak konsepsi. Apabila terdapat
kromoson Y, akan membentuk testis. Sel benih primordial yang berasal
dari yolk sac bermigrasi ke lekukan bakal gonad. Perkembangan testis
diatur oleh gen testis determining factor (TDF) atau disebut sex
determining region (SRY). Sel Sertoli pada testis mengeluarkan zat
mullerian.-inhibiting substance yang berfungsi represi duktus Muller.
Testosteron diproduksi oleh testis akibat rangsang hCG dan LH.

Diferensiasi testis dan ovarium dari gonad primordial

Sebaliknya, apabila tidak terdapat testis, akan terbentuk gonad dan


fenotip perempuan. Pada kondisi janin perempuan, akibat terpapar

31
androgen berlebihan, akan timbul genitalia ambiguitas; misalnya pada
hyperplasia adrenal, luteoma, arenoblastoma atau ibu memakai steroid.

4. ORGANOGENESIS

Organogenesis memiliki 3 tahapan, yaitu:

a. Histogenesis

Histogenesis adalah suatu proses diferensiasi dari sel yang semula


belum mempunyai fungsi menjadi sel yang mempunyai fungsi khusus.
Dengan kata lain, histogenesis adalah differensiasi kelompok sel menjadi
jaringan, organ, atau organ tambahan. Ketiga lapisan benih akan
mengalami spesialisasi selama periode ini dan karena itu, setiap lapis
benih menghasilkan sel yang fungsional pada jaringan tempatnya berbeda.
(Puja et.al. 2010)

b. Organogenesis (Morfogenesis)
Organogenesis dimulai akhir minggu ke 3 dan berakhir pada akhir
minggu ke 8. Dengan berakhirnya organogenesis maka ciri-ciri eksternal
dan system organ utama sudah terbentuk yang selanjutnya embryo disebut
fetus. Organ yang dibentuk ini berasal dari masing-masing lapisan dinding
tubuh embrio pada fase gastrula, yang terdiri dari:

1) Lapisan Ektoderm akan berdiferensiasi menjadi cor (jantung),


otak (sistem saraf), integumen (kulit), rambut dan alat indera.
2) Lapisan Mesoderm akan berdiferensiasi menjadi otot, rangka
(tulang/osteon), alat reproduksi (testis dan ovarium), alat
peredaran darah dan alat ekskresi seperti ren.

3) Lapisan Endoderm akan berdiferensiasi menjadi alat


pencernaan, kelenjar pencernaan, dan alat respirasi seperti
pulmo.

32
Lapisan ektoderm, Mesoderm dan endoderm

c. Transformasi Dan Differensiasi


Pada akhir dari proses gastrulasi, lapisan benih telah
berdiferensiasi, tetapi belum dapat berfungsi. Sel masih tidak berfungsi
sampai pada proses diferensiasi khusus yang disebut histological
differentiation atau cytodifferentiation. Hasil dari proses diferensiasi
khusus ini adalah terbentuknya protein baru dalam sel. Protein khusus ini
memungkinkan sel tertentu mampu berfungsi untuk hanya satu fungsi.

33
Asal dan turunan lapisan-lapisan lembaga ektoderm, mesoderm dan endoderm
pada embrio manusia (Sumber: Moore, 1989). Catatan: mesoderm paraxial =
mesoderm dorsal (epimer, somit); mesoderm intermediate = mesomer; mesoderm
lateral = hipomer.

34
Transformasi dan diferensiasi bagian-bagian embrio bentuk primitif
berupa:
1) Ekstensi dan pertumbuhan bumbung-bumbung yang terbentuk
pada tubulasi.
2) Evaginasi dan invaginasi daerah tertentu setiap bumbung.
3) Pertumbuhan yang tak merata pada berbagai daerah bumbung.
4) Perpindahan dari sel-sel dari setiap bumbung ke bumbung lain
atau ke rongga antara bumbung-bumbung.
5) Pertumbuhan alat yang terdiri dari berbagai macam jaringan,
yang berasal dari berbagai bumbung.
6) Pengorganisasian alat-alat menjadi sistem : sistem pencernaan,
sistem peredaran darah, sistem urogenitalia, dan seterusnya.
7) Penyelesaian bentuk luar (morfologi, roman) embrio secara
terperinci, halus dan individual.

Kemudian, setiap lapisan germinal akan berdiferensiasi menjadi


organ dan sistem organ sebagai berikut:
a. Lapisan Ektoderm
Lapis ektoderm menghasilkan bagian epidermal, neural tube, dan
sel neural crest.

1) Epidermal ectoderm akan menumbuhkan organ antara lain:


a) Lapisan epidermis kulit, dengan derivatnya yang seperti
sisik, bulu, kuku, tanduk, cula, taji, kelenjar minyak bulu,
kelenjar peluh, kelenjar lugak, kelenjar lendir, dan
kelenjar mata
b) Organ perasa sepertai lensa mata, alat telinga dalam, indra
pembau, dan indra peraba.
c) Epithelium dari rongga mulut ( stomodium), rongga
hidung, sinus paranasalis, kelenjar ludah, dan kelenjar
analis (proctodeum).

35
2) Neural tube akan menumbuhkan organ antara lain: otak, spinal
cord, saraf feriper, ganglia, retina mata, beberapa reseptor pada
kulit, reseptor pendengaran, dan perasa, neurohifofisis.
3) Neural crest akan menumbuhkan organ antara lain : neuron
sensoris, neuron cholinergik, sistem saraf parasimpapetik,
neuron adrenergic, sel swann dan ginjal, sel medulla adrenal,
sel para folikuler kelenjar tyroid,sel pigmen tubuh, tulang dan
yang lainnya (Majumdar, N.N, 1983).

Sistem saraf terdiri atas sistem sistem saraf pusat (SSP) dan sistem
saraf tepi (perifer), yaitu system saraf kranial, spinal, dan autonom. SSP
berasal dari bumbung neural yang dihasilkan oleh proses neurulasi.
Bumbung neural beserta salurannya (neurosoel) berdiferensiasi menjadi
otak dan medulla spinalis (sumsum tulang belakang: STB) Saluran di
dalam otak terdiri atas 4 ventrikel dan di dalam STB sebuah kanalis
sentralis.

Otak embrio mula-mula terdiri atas 3 wilayah, yaitu


prosensefalon, mesensefalon, rombensefalon. Kemudian, otak berkembang
menjadi 5 wilayah yaitu prosensefalon berkembang menjadi (1)
telensefalon (bakal serebrum) dan (2) diensesefalon. Adapun mesensefalon
tetap sebagai (3) mesensefalon. Sementara itu, rombensefalon berkembang
menjadi (4) metensefalon (bakal serebelum) dan (5) mielensefalon (bakal
PonsVarolii dan medula oblongata atau batang otak). Saluran di dalam
telensefalon (telosoel) lateral kiri dan kanan ialah ventrikel I dan ventrikel
II. Ventrikel III adalah telosoel median dan diosoel. Ventrikel IV ialah
metasoel dan mielosoel. Mesosoel tidak membentuk ventrikel, dan disebut
duktus Sylvius. Dinding SSP awalnya ialah neuroepitelium yang
merupakan sumber sel-sel saraf dan neuroglia. Kemudian, neuroepitelium
pada batang otak dan STB akan terdiri atas lapisan ependum/ventricular
(yang membatasi lumen), mantel (materi kelabu), dan marginal (materi
putih) Materi kelabu (mengandung banyak sel saraf dan neuroglia) dan

36
materi putih (berisi banyak akson bermielin) pada otak anterior dari batang
otak, letak kedua materi itu kebalikan dari kedudukannya di dalam STB

Hipofisis dibentuk dari 2 komponen, yaitu kantung Rathke (dari


stomodeum) dan infundibulum (dari diensefalon), masing-masing menjadi
lobus anterior dan lobus posterior dari hipofisis. Lobus intermedia terletak
pada perbatasan kantung Rathke bagian posterior dengan infundibulum.
Tiap lobus menghasilkan hormon yang berbeda. Pembentukan organ
indera ditandai dengan adanya penebalan (plakoda) pada ektoderm yang
berhadapan dengan otak. Plakoda nasal (olfaktorius), plakoda optik, dan
plakoda otik (auditorius) masing-masing berhadapan dengan telensefalon,
diensefalon, dan mielensefalon. Selain berasal dari plakoda optik (bakal
lensa), mata berasal juga dari bagian diensefalon, yaitu vesikula optik
(bakal retina) Bakal telinga yang mulai dibentuk adalah bakal telinga
dalam yang berasal dari plakoda otik, baru kemudian bakal telinga tengah,
dan terakhir bakal telinga luar (bagi hewan yang memiliki daun telinga
atau pina).

Pembentukan Alat Optik

b. Lapisan Mesoderm
Lapisan benih mesoderm akan menumbuhkan notochord, epimer,
mesomer dan hypomer. Notochord umumnya berkembang dengan baik
pada amphioxus, sedangkan pada vertebrata menumbuhkan sumsum

37
tulang belakang. Epimer akan berkembang menjadi dermatome (dermis
kulit), sklerotome (sumsum tulang), dan myotom (otot kerangkang).
Mesomer akan berkembang menjadi organ pengeluaran seperti ginjal dan
urethra, ovarium dan testis serta saluran genital dan korteks adrenalis.
Hypomere akan berkembang menjadi somatopleura (peritoneum),
splanchnopleura (masentrium, jantung, sel darah, sum – sum tulang,
pembuluh darah) dan coeclon (rongga tubuh).
1) Epimere
Bagian sclerotome memisahkan diri dari somit berupa
sekelompok sel mesenkim, pindah ke median mengelilingi
notochord dan ke dorsal mengelilingi bumbung neural. Kelompok
sel mesenkim ini membentuk vertebrae yang menyelaputi
notochord dan bumbung neural.
Somit kemudian kembali menyusun diri menjadi bumbung
yang terdiri dari 2 bagian :
1. Dermatome, sebelah luar
2. Myotome, sebelah dalam
Rongganya disebut myocoel sekunder. Dermatome
menghasilkan mesenkim yang akan berpindah ke bawah epidermis
membentuk lapisan dermis.
2) Mesomere
Dibedakan atas 2 daerah :
1. Genital ridge
2. Nephrotome
Genital ridge mengandung sel-sel untuk membina gonad.
Nephrotome tumbuh menjadi ginjal dan saluran-salurannya.
3) Hypomere
Somatic mesoderm dan splanchnic mesoderm akan
menumbuhkan :
1. Kantung insang (branchial pouches) di daerah pharynx
foregut. Kantung-kantung insang itu berpasangan, dibina oleh

38
endoderm sebelah dalam, ectoderm sebelah luar, dan mesoderm di
tengah.
2. Selaput rongga tubuh dan alat dalam : pericardium, pleura,
peritonium, mesenterium. Semua selaput ini terdiri dari sel sel
epitel gepeng disebut mesothelium, serta jaringan pengikat.
Splanchnic mesoderm sendiri di daerah jantung membina
epimyocardium, serta mesocardium yang merupaka selaput
penggantung jantung. Somatic mesoderm sendiri menumbuhkan
lapisan dermis kulit di daerah lateral dan ventral embrio.(Yatim et
al.1984)
4) Organogenesis Urogenital

Organ-organ turunan mesoderm, di antaranya ialah ginjal


dan gonad beserta saluran-salurannya, jantung dan pembuluh
darah, anggota badan, dan vertebra.Terdapat tiga macam ginjal,
berdasarkan kesempurnaan perkembangannya yaitu pronefros,
mesonefros, dan metanefros. Kepemilikan jenis-jenis ginjal ini
sejalan dengan derajat tingginya hewan. Selama perkembangan
embrio suatu hewan, ginjal yang lebih primitif dari ginjal
definitifnya selalu atau pernah dimilikinya meskipun hanya
sebentar dan mungkin tidak berfungsi, melainkan akan
berdegenerasi dan bersamaan dengan itu ginjal yang lebih maju
terbentuk posterior dari yang pertama. Komponen ginjal ialah
jaringan nefrogenik yang berasal dari mesoderm intermedier yang
perkembangannya diinduksi oleh saluran nefros.

39
Perkembangan Urogenital

Ginjal yang paling sempurna adalah metanefros, terletak


paling posterior. Ginjal ini dibentuk sebagai hasil induksi resiprokal
antara tunas metanefros (tunas ureter) dengan jaringan
metanefrogenik yang menghasilkan unit-unit nefron. Tunas
metanefros awalnya merupakan cabang dari saluran mesonefros,
tetapi kemudian memisahkan diri. Gonad berasal dari mesoderm
splanknik dekat mesonefros (mesoderm intermedier) berupa
pematang genital (epitel germinal), yang akan terdiri dari korteks
pada bagian luar dan medula di bagian dalam. Terdapat tahap
indiferen sebelum terdiferensiasi menjadi testis atau ovarium. Pada
tahap ini terdapat saluran Wolff, bakal vasa deferensia, dan juga
saluran Muller, bakal oviduk. Dari epitel germinal dibentuk pita-
pita seks primer ke dalam medula.

Pada bakal testis, pita seks berkembang pesat di dalam


medula sebagai pita medula (pita testis) yang menjadi terpisah dari
epitel germinal, dibatasi oleh tunika albuginea. Pita medula adalah
bakal tubulus seminiferus, terdiri atas sel-sel kelamin dan sel
Sertoli. Sel-sel medula lainnya menjadi sel Leydig. Korteks tetap

40
tipis, sedangkan medula tebal. Saluran Müller berdegenerasi,
sedangkan saluran Wolff menjadi vasa deferensia (Yohana et
al.2007).

c. Lapisan Benih Endoderm

Lapis benih ini akan menumbuhkan beberapa sel seperti,


epithelium saluran pencernaan dan derivatnya seperti hati, pancreas,
vesika urinaria. Lapis benih juga menumbuhkan sel epitel saluran
pernapasan, saluran perkencingan, dan beberapa kelenjar endokrin
seperti tyroid dan parathyroid. Organ-organ turunan endoderm yang
utama adalah saluran pencernaan makanan (SPM) dan kelenjar-
kelenjarnya, serta paru-paru dan saluran respiratori (pernapasan) Selain
itu, beberapa kelenjar endokrin berasal dari endoderm juga.
Pembentukan SPM diawali dengan terbentuknya arkenteron, yang pada
anamniota dari awal sudah berbentuk rongga yang akan membentuk
saluran. Pada amniota, saluran baru terbentuk melalui pelipatan-
pelipatan splanknopleura di bagian anterior, posterior, dan lateral. Di
bagian tengah saluran, terdapat bagian yang terbuka yaitu pada tangkai
yolk yang menghubungkan saluran dengan kantung yolk.

SPM terbagi menjadi wilayah usus depan, usus tengah, dan


usus belakang. Usus depan akan menjadi faring, esofagus, lambung,
dan duodenum anterior. Usus tengah adalah bakal duodenum posterior
dan sebagian dari kolon. Usus belakang ialah bakal kolon dan rektum.
Lubang mulut terdapat di ujung anterior usus depan, dari pertemuan
ektoderm stomodeum dengan endoderm faring yang kemudian pecah
membentuk lubang mulut Ektoderm stomodeum masuk ke dalam
rongga mulut. Oleh karena itu, epitel rongga mulut adalah ektoderm.
Hal yang sama terjadi di bagian kaudal, epitel rongga anus atau rongga
kloaka adalah ektoderm yang berasal dari ektoderm proktodeum.

41
Faring memperlihatkan banyak derivat yaitu evaginasi laterad
berupa kantung faring yang selengkapnya ada 6 pasang. Pada kantung
faring bagian distal terdapat bakal tonsil, timus dan paratiroid. Bakal
tiroid berupa divertikulum, tampak medioventral dari faring. Kantung
faring nomor 2 adalah saluran timpani bagian telinga. Kantung faring
bertemu dengan lekukan ektoderm bermesoderm yaitu lekuk/celah
faring (viseral), yang dibatasi oleh lengkung faring ke arah anterior dan
posterior. Lengkung faring 1 adalah lengkung mandibula, yang kedua
ialah lengkung hioid. Celah di antara kedua lengkung itu ialah celah
hiomandibula. Lengkung III dan seterusnya adalah lengkung insang.
Derivat-derivat SPM lainnya keluar dari medioventral usus depan ialah
laringotrakea, hati, pankreas ventral dan pankreas dorsal. Dari pangkal
divertikulum hati, dibentuk kantung empedu dengan duktus sistikus.
Divertikulum hati bercabang-cabang membentuk pita-pita hati dan
duktus hepatikus. Duktus hepatikus bertemu dengan duktus sistikus
membentuk saluran empedu (ductus choledochus) yang bermuara di
dalam duodenum. Kedua bakal pankreas (ventral dan dorsal) bergabung
di bagian dorsal dan berdiferensiasi, sampai terjadi sitodiferensiasi.
Saluran pankreas bermuara di dalam duodenum Pankreas
berdiferensiasi membentuk bagian eksokrin dan bagian endokrin (pulau
Langerhans) Hasil sitodiferensiasi ialah terbentuknya berbagai sel
khusus di dalam pulau Langerhans. Masing-masing sel khusus (A, B,
dan C) menghasilkan hormon tertentu, misalnya hormon glukagon dan
hormon insulin yang masing-masing dihasilkan oleh sel A dan sel B.

Divertikulum laringotrakea tumbuh ventroposteriad dan


bercabang dua (bifurkasi) menjadi bronkus ekstrapulmonalis. Ujung
percabangan selalu menggelembung yaitu bakal paru-paru. Selanjutnya,
percabangan berlangsung beberapa generasi menghasilkan bronkus
intrapulmonalis, bronkiolus, sampai ke terminal percabangan yaitu
alveolus-alveolus. Semua percabangan intrapulmonalis akan diselaputi

42
oleh mesoderm yang mengisi ruang antarcabang-cabang membentuk
paru-paru. Paru-paru terdiri atas 3 lobus sebelah kanan dan 2 lobus
sebelah kiri. Paru-paru merupakan organ yang paling akhir berfungsi,
yaitu saat lahir/ menetas. Agar alveoli tidak lengket satu sama lain
sehingga tidak collapse, dihasilkan senyawa surfaktan oleh sel-sel
alveoli, yang mengatur tegangan permukaan.

d. Organogenesis Pada Bumbung-Bumbung (Tubulasi)

Tubulasi adalah pertumbuhan yang mengiringi pembentukan


gastrula atau disebut juga dengan pembumbungan. Daerah-daerah bakal
pembentuk alat atau ketiga lapis benih ectoderm, mesoderm dan
endoderm, menyusun diri sehingga berupa bumbung, berongga. Yang
tidak mengalami pembumbungan yaitu notochord, tetapi masif.
Mengiringi proses tubulasi terjadi proses differensiasi setempat pada
tiap bumbung ketiga lapis benih, yang pada pertumbuhan berikutnya
akan menumbuhkan alat (organ) bentuk definitif.

Ketika tubulasi ectoderm saraf berlangsung, terjadi pula


differensiasi awal pada daerah-daerah bumbung itu, bagian depan tubuh
menjadi encephalon (otak) dan bagian belakang menjadi medulla
spinalis bagi bumbung neural (saraf). Pada bumbung endoderm terjadi
differensiasi awal saluran atas bagian depan, tengah dan belakang. Pada
bumbung mesoderm terjadi differensiasi awal untuk menumbuhkan otot
rangka, bagian dermis kulit dan jaringan pengikat lain, otot visera,
rangka dan alat urogenitalia.

e. Bumbung Epidermis

Menumbuhkan:

1) Lapisan epidermis kulit, dengan derivatnya yang bertexture


(susunan kimia) tanduk : sisik, bulu, kuku, tanduk, cula, taji.
2) Kelenjar-kelenjar kulit : kelenjar minyak bulu, kelenjar peluh,
kelenjar ludah, kelenjar lendir, dan kelenjar air mata.

43
3) Lensa mata, alat telinga dalam, indra bau dan indra raba.
4) Stomodeum menumbuhkan mulut, dengan derivatnya seperti
lapisan enamel (email) gigi, kelenjar ludah, dan indra kecap.
5) Proctodeum, menumbuhkan dubur bersama kelenjarnya yang
menghasilkan bau tajam.
f. Bumbung Endoderm (metenterom)

Menumbuhkan :

1. Lapisan epitel seluruh saluran pencernaan sejak pharynx sampai


rectum.
2. Kelenjar-kelenjar pencernaan : hepar, pancreas, serta kelenjar
lendir yang mengandung enzim dalam oesophagus, gaster dan
intestinum.
3. Lapisan epitel paru atau insang.
4. Cloaca yang menjadi muara ketiga saluran : pembuangan
(ureter), makanan (rectum), dan kelamin (ductus genitalis).
5. Lapisan epitel vagina, uretra, vesica urinaria, dan kelenjar-
kelenjarnya.
g. Bumbung Neuran (saraf)

Menumbuhkan:

1) Otak dan sumsum tulang belakang


2) Saraf tepi otak dan punggung
3) Bagian persarafan indra, seperti mata, hidung, dan raba
4) Chromatophore kulit dan alat-alat tubuh yang berpigmen.

h. Bumbung Mesoderm

Menumbuhkan banyak ragam alat :

1) Jaringan pengikat dan penunjang


2) Otot : lurik, polos, dan jantung
3) Mesenchyme yang dapat berdiferensiasi menjadi berbagai macam sel
dan jaringan. (sedikit ada juga mesenchyme sesungguhnya dari
bumbung ectoderm epidermis)

44
4) Gonad, saluran serta kelenjar-kelenjarnya
5) Ginjal dan ureter
6) Lapisan otot dan jaringan pengikat (tunica muscularis, tunica
adventitia, tunica muscularis –mucosa dan serosa) berbagai saluran
dalam tubuh, seperti pencernaan, kelamin, dan pembuluh darah.
7) Lapisan rongga tubuh dan selaput-selaput berbagai alat pleura,
pericardium, peritonium, dan mesenterium.

5. KELAINAN KONGENITAL GENETIK


a. Sindrom Down

45
Penyebab :
1. Trisomi 21 bebas: dimana semua sel dalam tubuh memiliki materi
ekstra kromosom 21. Sekitar 94% dari orang dengan Sindrom
Down memiliki tipe ini.
2. Trisomi translokasi: dimana ekstra kromosom 21 melekat pada
kromosom lain (misalnya 13,14,15). Sekitar 4% dari orang-orang
dengan sindrom down memiliki jenis ini
3. Trisomi mozaik: dimana hanya beberapa sel memiliki ekstra
kromosom 21. Jenis ini biasanya kurang menunjukkan tanda-tanda
sindrom down tergantung pada seberapa banyak jumlah sel trisomi
yang dimiliki. Sekitar 2% dari orang dengan sindrom down
memiliki jenis ini.

Ciri-ciri : tinggi badan sekitar 120 cm, kepala lebar dan pendek, bibir
tebal, lidah besar dan menjulur, liur selalu menetes, jari pendek dan gemuk
terutama kelingking, telapak tangan menebal, mata sempit miring ke
samping, gigi kecil-kecil dan jarang, IQ rendah, umumnya steril.

b. Sindrom Klinefelter
Penyebab : Kariotipe (22 AA + XXY),
telah trisomik pada gonosom kromosom
nomor 23 dan 24.

Ciri-ciri : jenis kelamin pria,


kelebihan satu kromosom X,
mengalami
testicular disgenesis (testis tidak
tumbuh sempurna) akibatnya mandul,
dan tumbuh payudara.

c. Sindrom Turner

46
Penyebab : kariotipe (22AA + X0).
Jumlah kromosom 45 dan
kehilangan satu kromosom seks
pada kromosom nomor 46. Wanita
normal memiliki kromosom XX
dengan jumlah total kromosom
sebanyak 46, namun penderita
sindrom Turner hanya memiliki
kromosom XO dan total kromosom 45.

Ciri-ciri : jenis kelamin wanita, mengalami ovariculardisgenesis (ovarium


tidak tumbuh) sehingga mandul, kehilangan satu kromosom X, payudara
tidak tumbuh.

d. Sindrom Edwards

Penyebab : Sindrom Edward


adalah sindrom yang terjadi
karena kelebihan kromosom ke-
18 (trisomi 18) ketika terjadi
pembuahan. Sehingga disini
terdapat 3 untai kromosom 18
pada tiap sel penderita. Sindrom
ini biasanya terjadi sebanyak 1
dari 3.000 bayi baru lahir.

ciri-ciri : kepala kecil, telinga terletak lebih rendah, celah bibir/celah


langit-langit, tidak memiliki ibu jari tangan, clubfeet, diantara jari tangan
terdapat selaput, kelainan jantung & kelainan saluran kemih-kelamin. Para
penderitanya jarang bertahan sampai lebih dari beberapa bulan dan
keterbelakangan mental yg terjadi sangat berat.

47
e. Sindrom Patau

Penyebab : Sindrom ini terjadi jika


pasien memiliki lebih satu
kromosom pada
pasangan kromosom ke-13 karena
tidak terjadinya persilangan antara
kromosom saat proses meiosis.
Beberapa pula disebabkan oleh
translokasi Robertsonian. Lebih satu kromosom pada kromosom yang ke-
13 mengganggu pertumbuhan normal bayi serta
menyebabkan munculnya tanda-tanda Sindrom Patau. Sindrom Patau
disebabkan oleh adanya 3 untai kromosom 13 pada tiap sel penderita
sehingga jumlah kromosom tiap selnya adalah 47.

Ciri-ciri : kepala kecil, mata kecil, tuli, polidaktili, rumbing celah-celah


langit, dapat terjadi pada wanita atau pria, memiliki kelainan otak, jantung,
ginjal, usus dan mengalami keterbelakangan mental.

f. Sindrom Jacobs

Penyebab :Sindrom Jacobs merupakan kelainan


yang terjadi ketika sel telur dibuahi oleh sel
sperma dengan kromosom YY (akibat mengalami
gagal berpisah pada kromosom seksnya)

48
Pembuahan tersebut menghasilkan keturunan dengan 47 kromosom terdiri
atas 44 autosom dan 3 kromosom seks, yaitu XYY.

Ciri-ciri : laki-laki berperawakan tinggi, bertubuh normal, IQ di bawah


normal (80-95), wajah menakutkan, agresif, dan berperilaku kasar.

g. Sindrom cri du chat

Penyebab :Sindrom tangisan


kucing disebabkan kelainan
kromosom tubuh (autosomal).
Kromosom nomor 5 yang
terlibat mengalami delesi pada
lengan pendeknya (5p).
Kebanyakan kasus terjadi akibat
mutasi. Suatu mekanisme
translokasi genetik pada kromosom orang tua saat pembelahan sel juga
menjadi penyebab kelainan ini. Akibat
translokasi ini, risiko terjadinya kasus yang sama pada kehamilan
berikutnya akan meningkat. Tidak ditemukan hubungan antara usia
orangtua saat kehamilan dengan sindrom ini. Diagnosis kelainan ini dapat
dilakukan pada jaringan plasenta (teknik chorionic villus sampling) saat
kehamilan berusia 9-12 minggu atau dengan cairan ketuban
(amnioncentesis) saat usia kehamilan di atas 16 minggu.

Ciri-ciri : kepala kecil, leher pendek, hidung lebar, dengan penampakan


wajah yang tidak biasa, dan mengalami keterbelakangan mental.

i. Sindrom Super Female

49
Sindrom Triple-X adalah satu jenis variasi kromosom disebabkan oleh
perwujudan 3 kromosom X (trisomi) dalam gamet. Penderita mempunyai
fenotip perempuan. Sindrom Triple-X terjadi terjadi akibat abnormalitas
pembelahan kromosom menjadi gamet semasa meiosis. Kariotip penderita
sindrom Triple-X mempunyai 47 kromosom
• Individu ini jelas mempunyai fenotip perempuan, tetapi pada umur 22 ia
mempunyai alat kelamin luar seperti kepunyaan bayi.
• Alat kelamin dalam dan payudara tidak berkembang dan ia sedikit
mendapat gangguan mental
• menstruasi sangat tidak teratur
• Penelitian Jacobs pada seorang pasien perempuan berusia 37 tahun
menyatakan adanya menstruasi yang sangat tak teratu, ovarium dalam
keadaan seperti menopause, pemeriksaan mikroskopis dari ovarium
menunjukkan kelainan pada pembentukan folikel ovarium dan dari 63 sel
yang diperiksa maka 51 sel memiliki 47 kromosom, sedang kromosom
tambahannya ialah kromosom-X.
• Tes seks kromatis menunjukkan bahwa pasien itu mempunyai 2 buah
seks kromatin.
• Umumnya penderita lebih tinggi dari perempuan umunya tetapi berat
badan penderita tersebut tidak sebanding dengan tingginya
h. Stickler Syndrome
Syndrome Stickler adalah sekelompok kelainan genetik yang
mempengaruhijaringan ikat , khususnya kolagen.

Ciri-ciri penderita syndrome ini


adalah
• Orang dengan sindrom ini
memiliki masalah yang
mempengaruhi hal-hal lain
selain mata dan telinga.
• Arthritis, kelainan untuk ujung tulang panjang, kelainan tulang belakang,

50
kelengkungan tulang belakang, scoliosis, nyeri sendi, dan jointedness
ganda semua masalah yang dapat terjadi di tulang dan sendi.
• karakteristik fisik orang dengan Stickler dapat mencakup pipi datar,
jembatan hidung datar, rahang atas kecil, alur diu capkan bibir atas, rahang
bawah kecil, dan kelainan langit-langit, ini cenderung untuk mengurangi
dengan usia dan pertumbuhan normal dan kelainan langit-langit bisa
diobati dengan operasi rutin

DAFTAR PUSTAKA

51
1. Majumdar, N.N. 1983. Textbook of Vertebrates Embryology. Ed. 5. New
Delhi: Tata McGraw Hill.
2. Puja, I Ketut et al. 2010. Embriologi Modern, Udayana University Press :
Denpasar.
3. Sarwono, Prawirohardjo. 2008. Ilmu kebidanan, Edisi Keempat. PT Bina
Pustaka: Jakarta.
4. Yatim, Wildan et al. 1984. Embryologi untuk Mahasiswa Biologi dan
Kedokteran, Penerbit Tarsito : Bandung.
5. Yohana et al. 2007. Perkembangan Hewan. DDC 580 / ISBN 9796897571 :
http://pustaka.ut.ac.id. Diakses 3 November 2011.
6. http://www.sith.itb.ac.id/profile1/pdf/bumarsel/perkembangan-
hewan/Turunan%20endoderm.pdf – diakses 17 November 2015
7. http://embryology.ch/carnegie/carnegieen.html?number=18 – diakses 17
November 2015

52

You might also like