You are on page 1of 22

LT Hari II

TOPIK : Sistem Imun

HARI/TANGGAL : Rabu,9 September 2009

DOSEN : Ns.I Ketut Suardana,S.Kep.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN ALERGI MAKANAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian/Definisi
 Alergi makanan adalah respon abnormal tubuh terhadap suatu makanan
yang dicetuskan oleh reaksi spesifik pada sistem imun dengan gejala yang
spesifik pula
 Alergi makanan adalah kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan
sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap bahan makanan.
 Dalam beberapa kepustakaan alergi makanan dipakai untuk menyatakan
suatu reaksi terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi
hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas terhadap makanan yang
dasaranya adalah reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV.

2. Epidemiologi
Alergi makanan bisa menyerang siapa saja dengan kadar yang berbeda
beda. Pada saat seseorang menyantap makanan kemudian timbul perasaan
tidak enak pada tubuhnya maka mereka akan beranggapan bahwa mereka
alergi terhadap makanan tersebut. Fakta membuktikan, tidak semua
anggapan tersebut benar. Hanya 1% pada orang dewasa dan 3% pada anak
anak yang terbukti jika mereka memang benar benar alergi terhadap
makanan tertentu.
Alergi makanan umumnya terjadi pada anak-anak. Sekitar 1-2% bayi
alergi terhadap susu sapi, sekitar 8% anak menunjukkan reaksi yang tidak
diinginkan terhadap makanan, dan 2% orang dewasa juga menderita alergi
makananPerkiraan insidensi alergi makanan yang diantara IgE dan
merupakan hipersensitivitas tipe I berkisar dari 0,1% hingga 7,0%
populasi.

3. Etiologi

Faktor yang berperan dalam alergi makanan kami bagi menjadi 2 yaitu :

a. Faktor Internal

 Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi :


asam lambung, enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi
imunologis (misalnya : IgA sekretorik) memudahkan penetrasi alergen
makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus mentoleransi
makanan tertentu.
 Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai
janin sampai masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan
dan norma kehidupan setempat.

 .Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan


penyerapan alergen bertambah.

b. Fakor Eksternal

 Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis


(sedih, stress) atau beban latihan (lari, olah raga).
 Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut
prevalensinya

Ikan 15,4 % Apel 4,7 %


Telur 12,7 % Kentang 2,6 %
Susu 12,2 % Coklat 2,1 %
Kacang 5,3 % Babi 1,5 %
Gandum 4,7 % Sapi 3,1 %
 Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat

menimbulkan reaksi alergi.

4. Patofisiologi
Saat pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh seseorang
yang mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun
ketika untuk kedua kalinya orang tersebut mengkonsumsi makanan yang sama
barulah tampak gejala – gejala timbulnya alergi pada kulit orang tersebut.Setelah
tanda – tanda itu muncul maka antigen akan mengenali alergen yang masuk yang
akan memicu aktifnya sel T ,dimana sel T tersebut yang akan merangsang sel B
untuk mengaktifkan antibodi ( Ig E ). Proses ini mengakibatkan melekatnya
antibodi pada sel mast yang dikeluarkan oleh basofil. Apabila seseorang
mengalami paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan
terjadi 2 hal yaitu,:

1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan


efek terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel – sel radang
misalnya netrofil dan eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan
yang menyebabkan panas.

2. Alergen tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang


merangsang sel mast kemudian melepaskan histamin,bradikinin dan
prostaglandin dalam jumlah yang banyak , kemudian ketika zat tersebut
tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh darah. Saat mereka
mencapai kulit, alergen akan menyebabkan terjadinya
gatal,prutitus,angioderma,urtikaria,kemerahan pada kulit. Pada saat
mereka mencapai paru paru, alergen dapat mencetuskan terjadinya asma.
Gejala alergi yang paling ditakutkan dikenal dengan nama anafilaktik
syok. Gejala ini ditandai dengan tekanan darah yang menurun, kesadaran
menurun, dan bila tidak ditangani segera dapat menyebabkan kematian
5. Klasifikasi

 Hipersensitivitas anafilaktif ( tipe 1 )


Keadaan ini merupakan hipersensitivitas anafilaktif seketika dengan reaksi
yang di mulai dalam tempo beberapa menit sesudah kontak dengan
antigen.

 Hipersensitivitas sitotoksik ( tipe 2 )

Hipersensitivitas sitotoksik terjadikalau sistem kekebalan secara keliru


mengenali konsituen tubuh yang normal sebagai benda asing.

 Hipersensitivitas kompleks imun ( tipe 3 )


kompleks imun terbentuk ketika antigen terikat dengan antibodi dan
dibersihkan dari dalam sirkulasi darah lewat kerja fagositik.

 Hipersensitivitas Tipe lambat (tipe 4 )


Reaksi ini yang juga dikenal sebagai hipersensitivitas seluler, terjadi 24
hingga 72 jam sesudah kontak dengan alergen

6. Gejala Klinis

Adapun Gejala klinisnya :

 Pada saluran pernafasan : asma

 Pada saluran cerna: mual,muntah,diare,nyeri perut

 Pada kulit: urtikaria. angioderma, dermatitis, pruritus, gatal,


demam,gatal

 Pada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir

7. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : apakah ada kemerahan, bentol-bentol dan terdapat gejala
adanya urtikaria,angioderma,pruritus dan pembengkakan pada bibir
Palpasi : ada nyeri tekan pada kemerahan
Perkusi : mengetahui apakah diperut terdapat udara atau cairan
Auskultasi : mendengarkan suara napas, bunyi jantung, bunyi usus( karena
pada oarng yang menderita alergi bunyi usunya cencerung lebih
meningkat)

8. Pemeriksaan Penunjang

 Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen


hirup seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput,
atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).

 Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung
leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi
makanan.

 IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai
umur 20 tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan
bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan
depresi imun seluler.

 Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.

 Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.

 Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food


chalenge didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit
intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).

 Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.

 Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti

9. Diagnostik
- Gangguan saluran cerna dengan diare dan atau mual muntah,
misalnya : stenosis pilorik, Hirschsprung, defisiensi enzim,
galaktosemia, keganasan dengan obstruksi, cystic fibrosis, peptic
disease dan sebagainya.
- Reaksi karena kontaminan dan bahan-bahan aditif, misalnya : bahan
pewarna dan pengawet, sodium metabisulfite, monosodium glutamate,
nitrit, tartrazine, toksin, fungi (aflatoxin), fish related (scombroid,
ciguatera), bakteri (Salmonella, Escherichia coli, Shigella), virus
(rotavirus, enterovirus), parasit (Giardia, Akis simplex), logam berat,
pestisida, kafein, glycosidal alkaloid solanine, histamin (pada ikan),
serotonin (pisang, tomat), triptamin (tomat), tiramin (keju) dan
sebagainya.
- Reaksi psikologi

10. Therapy/Pengobatan

Ada beberapa regimen diet yang bisa digunakan :

1. ”ELIMINATION DIET”: beberapa makanan harus dihindari yaitu


Buah, Susu, Telur, Ikan dan Kacang, di Surabaya terkenal dengan
singkatan BSTIK. Merupakan makanan-makanan yang banyak
ditemukan sebagai penyebab gejala alergi, jadi makanan-makanan
dengan indeks alergenisitas yang tinggi. Indeks ini mungkin lain untuk
wilayah yang lain, sebagai contoh dengan DBPFC mendapatkan telur,
kacang tanah, susu sapi, ikan, kedelai, gandum, ayam, babi, sapi dan
kentang, sedangkan Bischop mendapatkan susu, telur, kedelai dan
kacang.

2. ”MINIMAL DIET 1” (Modified Rowe’s diet 1): terdiri dari beberapa


makanan dengan indeks alergenisitas yang rendah. Berbeda dengan
”elimination diet”, regimen ini terdiri dari beberapa bahan makanan
yang diperbolehkan yaitu : air, beras, daging sapi, kelapa, kedelai,
bayam, wortel, bawang, gula, garam dan susu formula kedelai. Bahan
makanan lain tidak diperbolehkan.
3. ”MINIMAL DIET 2” (Modified Rowe’s Diet 2): Terdiri dari makanan-
makanan dengan indeks alergenisitas rendah yang lain yang
diperbolehkan, misalnya : air, kentang, daging kambing, kacang
merah, buncis, kobis, bawang, formula hidrolisat kasein, bahan
makanan yang lain tidak diperkenankan.

4. ”EGG and FISH FREE DIET”: diet ini menyingkirkan telur termasuk
makanan-makanan yang dibuat dari telur dan semua ikan. Biasanya
diberikan pada penderita-penderita dengan keluhan dengan keluhan
utama urtikaria, angionerotik udem dan eksema.

5. ”HIS OWN’S DIET”: menyingkirkan makanan-makanan yang


dikemukakan sendiri oleh penderitanya sebagai penyebab gejala alergi.

Diet dilakukan selama 3 minggu, setelah itu dilakukan provokasi


dengan 1 bahan makanan setiap minggu. Makanan yang menimbulkan gejala
alergi pada provokasi ini dicatat. Disebut alergen kalau pada 3 kali provokasi
menimbulkan gejala alergi. Waktunya tidak perlu berturut-turut. Jika dengan salah
satu regimen diet tidak ada perbaikan padahal sudah dilakukan dengan benar,
maka diberikan regimen yang lain. Sebelum memulai regimen yang baru,
penderita diberi ”carnaval” selama seminggu, artinya selama 1 minggu itu semua
makanan boleh dimakan (pesta). Maksudnya adalah memberi hadiah setelah 3
minggu diet dengan baik, dengan demikian ada semangat untuk menjalani diet
berikunya. Selanjutnya diet yang berikutnya juga dilakukan selama 3 minggu
sebelum dilakukan provokasi.
Bila diet tidak bisa dilaksanakan maka harus diberi farmakoterapi dengan obat-
obatan seperti yang tersebut di bawah ini :

i. Kromolin, Nedokromil.

Dipakai terutama pada penderita dengan gejala asma dan rinitis alergika.
Kromolin umumnya efektif pada alergi makanan dengan gejala Dermatitis Atopi
yang disebabkan alergi makanan. Dosis kromolin untuk penderita asma berupa
larutan 1% solution (20 mg/2mL) 2-4 kali/hari untuk nebulisasi atau berupa
inhalasi dengan metered-dose inhaler 1,6 mg (800 µg/inhalasi) 2-4 kali/hari.
Untuk rinitis alergik digunakan obat semprot 3-4 kali/hari yang mangandung
kromolin 5.2 mg/semprot. Untuk konjungtivitis diberikan tetes mata 4% 4-6 x 1
tetes mata/hari.Nedokromil untuk nebulisasi tak ada. Yang ada berupa inhalasi
dengan metered-dose inhaler dan dosis untuk asma adalah 3,5 mg (1,75
mg/inhalasi) 2-4 kali/hari. Untuk konjungtivitis diberikan tetes mata nedokromil
2% 4-6 x 1-2 tetes mata/hari.

ii. Glukokortikoid.

Digunakan terutama bila ada gejala asma. Steroid oral pada asma akut
digunakan pada yang gejala dan PEF nya makin hari makin memburuk, PEF yang
kurang dari 60%, gangguan asma malam dan menetap pada pagi hari, lebih dari 4
kali perhari, dan memerlukan nebulizer serta bronkodilator parenteral darurat.
menggunaan bronkodilator. Steroid oral yang dipakai adalah : metil prednisolon,
prednisolon dan prednison. Prednison diberikan sebagai dosis awal adalah 1-2
mg/kg/hari dosis tunggal pagi hari sampai keadaan stabil kira-kira 4 hari
kemudian diturunkan sampai 0,5 mg/kg/hari, dibagi 3-4 kali/hari dalam 4-10 hari.
Steroid parenteral digunakan untuk penderita alergi makanan dengan gejala status
asmatikus, preparat yang digunakan adalah metil prednisolon atau hidrokortison
dengan dosis 4-10 mg/kg/dosis tiap 4-6 jam sampai kegawatan dilewati disusul
rumatan prednison oral. Steroid hirupan digunakan bila ada gejala asma dan rinitis
alergika.

iii. Beta adrenergic agonist

Digunakan untuk relaksasi otot polos bronkus. Epinefrin subkutan bisa


diberikan dengan dosis 0,01 mg/kg/dosis maksimum 0,3 mg/dosis.

iv. Metil Xantin

;Digunakan sebagai bronkodilator. Obat yang sering digunakan adalah


aminofilin dan teofilin, dengan dosis awal 3-6/kg/dosis, lanjutan 2,5
mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam.

v. Simpatomimetika
Simpatomimetika terdiri atas :

Efedrin : 0,5 – 1,0 mg/kg/dosis, 3 kali/24 jam

Orciprenalin : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

Terbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

Salbutamol : 0,1 – 0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

11. Prognosis

Alergi makanan biasanya akan membaik pada usia tertentu. Setelah usia 2
tahun biasanya imaturitas saluran cerna akan membaik. Sehingga setelah usia
tersebut gangguan saluran cerna karena alergi makanan juga akan ikut berkurang.
Bila gangguan saluran cerna akan membaik maka biasanya gangguan perilaku
yang terjadipun akan berkurang. Selanjutnya pada usia di atas 5 atau 7 tahun
alergi makananpun akan berkurang secara bertahap. Perbaikan gejala alergi
makanan dengan bertambahnya usia inilah yang menggambarkan bahwa gejala
Autismepun biasanya akan tampak mulai membaik sejak periode usia tersebut.
Meskipun alergi makanan tertentu biasanya akan menetap sampai dewasa, seperti
udang, kepiting atau kacang tanah.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

Pengkajian
1. ( Data subjektif dan Data Objektif)
A. Data dasar, meliputi :
 Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status
perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat,
diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi)
 Identitas Penanggung (nama, jenis kelamin, umur,
status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan,
alamat, dan hubungan dengan pasien)

B. Riwayat Keperawatan,
meliputi :
 Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengkaji data subjektif yaitu data yang didapatkan dari klien,
meliputi:

 Alasan masuk rumah sakit:

Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya


bengkak,tibul kemerahan pada kulit,mual muntah,dan
terasa gatal

 Keluhan utama

a. Pasien mengeluh sesak nafas


b. Pasien mengeluh bibirnya bengkak
c. Pasien mengaku tidak ada nafsu makan, mual dan muntah
d. Pasien mengeluh nyeri di bagian perut
e. Pasien mengeluh gatal-gatal dan timbul kemerahan di sekujur
tubuhnya.
f. Pasien mengeluh diare
g. Pasien mengeluh demam
 Kronologis keluhan
Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya
bengkak,tibul kemerahan pada kulit,mual muntah,dan terasa gatal
tertahankan lagi sehingga pasien dibawa ke rumah sakit.
 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang
sama atau yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini
diderita. Misalnya, sebelumnya pasien mengatakan pernah
mengalami nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul
kemerahan pada kulit,mual muntah,dan terasa gatal dan pernah
menjalani perawatan di RS atau pengobatan tertentu.

 Riwayat Kesehatan Keluarga


Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami
penyakit yang sama.

 Riwayat Psikososial dan Spiritual


Mengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga,
dampak penyakit pasien terhadap keluarga, masalah yang
mempengaruhi pasien, mekanisme koping terhadap stres, persepsi
pasien terhadap penyakitnya, tugas perkembangan menurut usia
saat ini, dan sistem nilai kepercayaan.

 Dikaji berdasarkan 14 kebutuhan dasar menurut Virginia Handerson, yaitu :

a. Bernafas
Dikaji apakah pasien mengalami gangguan pernafasan, sesak, atau
batuk, serta ukur respirasi rate.

b. Makan
Dikaji apakah klien menghabiskan porsi makan yang telah
disediakan RS, apakah pasien mengalami mual atau muntah
ataupun kedua-duanya.

c. Minum
Dikaji kebiasaan minum pasien sebelum dan saat berada di RS,
apakah ada perubahan (lebih banyak minum atau lebih sedikit dari
biasanya).
d. Eliminasi (BAB / BAK)
Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar.

e. Gerak dan aktifitas


Dikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam
melakukan aktivitasnya saat menderita suatu penyakit (dalam hal
ini adalah setelah didiagnosa mengalami alergi) atau saat menjalani
perawatan di RS.

f. Rasa Nyaman
Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala
penyakitnya, misalnya pasien merasa nyeri di perut bagian kanan
atas (dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya,
kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala nyeri)

g. Kebersihan Diri
Dikaji kebersihan pasien saat dirawat di RS

h. Rasa Aman
Dikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan
keperawatan yang diberikan kepadanya, dan apakah pasien merasa
lebih aman saat ditemani keluarganya selama di RS.

i. Sosial dan komunikasi


Dikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga, petugas RS
dan lingkungan sekitar (termasuk terhadap pasien lainnya).

j. Pengetahuan
Dikaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya yang
diderita saat ini dan terapi yang akan diberikan untuk
kesembuhannya.

k. Rekreasi
Dikaji apakah pasien memiliki hobi ataupun kegiatan lain yang ia
senangi.

l. Spiritual
Dikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah
pasien menerima penyakitnya adalah karena murni oleh penyakit
medis ataupun sebaliknya.

 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
- Tingkat kesadaran CCS
 Tanda-tanda vital
-Tekanan Darah:
-Denyut nadi:
-Suhu:
-RR:
 Keadaan fisik
 Kepala dan leher
 Dada
 Payudara dan ketiak
 Abdomen
 Genitalia
 Integument
 Ekstremitas
 Pemeriksaan neurologist

 Pemeriksaan Penunjang
 Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen
hirup seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput,
atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).

 Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung
leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi
makanan.
 IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai
umur 20 tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan
bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan
depresi imun seluler.

 Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.

 Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.

 Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food


chalenge didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit
intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).

 Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.

Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti

 Analisa Data
 Data Subjektif

 Sesak nafas
 Mual, muntah
 Meringis, gelisah
 Terdapat nyeri pada bagian perut
 Gatal – gatal
 Batuk

 Data objektif
 Penggunaan O2
 Adanya kemerahan pada kulit
 Terlihat pucat
 Pembengkakan pada bibir
 Demam ( suhu tubuh diatas 37,50C)

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

 Adapun diagnose keperawatan yang dapat kami ambil:

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan terpajan


allergen ditandai dengan sesak napas
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai
dengan demam dan pembengkakan bibir

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi


dermal,intrademal sekunder ditandai dengan gatal, kulit
kemerahan,urtikaria,pruritus dan angioderma

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan


cairan berlebih ditandai dengan diare,mual dan muntah

5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( allergen,ex:


makanan) ditandai dengan nyeri pada abdomen

III. RENCANA KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan terpajan allergen


ditandai dengan sesak napas

Tujuan : setelah diberikan askep selama ....x15 menit. diharapkan


pasien menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi
dan kedalaman rentang normal.
Kriteria hasil :
 Frekuensi pernapasan pasien normal (16-20 kali per menit)
 Pasien tidak merasa sesak lagi
 Pasien tidak tampak memakai alat bantu pernapasan
 Tidak terdapat tanda-tanda sianosis
Intervensi :
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi paru. Catat
upaya pernapasan, termasuk pengguanaan otot bantu/ pelebaran
masal.
R/ : kecepatan biasanya meningkat. Dispenea dan terjadi
peningakatan kerja napas. Kedalaman pernapasan berpariasi
tergantung derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas yang
berhubungan dengan atelektasis atau nyeri dada pleuritik.
2. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas
adventisius seperti krekels, mengi, gesekan pleura.
R/ : bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi
sekunder terhadap pendarahan, bekuan/ kolaps jalan napas
kecil (atelektasis). Ronci dan mengi menyertai obstruksi jalan
napas/ kegagalan pernapasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan
pasien turun dari tempat tidur dan ambulansi sesegera
mungkin.
R/ : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan
memudahkan pernapasan. Pengubahan posisi dan ambulansi
meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga
memperbaiki difusi gas.
4. Observasi pola batuk dan karakter secret.
R/ : kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering atau iritasi.
Sputum berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan
atau antikoagulan berlebihan.
5. Berikan oksigen tambahan
R/ : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas
6. Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebulizer ultrasonic
R/ : memberikan kelembaban pada membran mukosa dan
membantu pengenceran secret untuk memudahkan
pembersihan.

2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan


demam dan pembengkakan bibir
Tujuan : setelah diberikan askep selama ....x.24 jam diharapkan suhu
tubuh pasien menurun
Kriteria hasil :
 Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5 oC)
 Bibir pasien tidak bengkak lagi

Intervensi :
1. Pantau suhu pasien ( derajat dan pola )
R/ : Suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses penyakit infeksius
akut.
2. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen
tempat tidur sesuai indikasi
R/: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk
mempertahankan mendekati normal
3. Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan
alcohol
R/: Dapat membantu mengurangi demam

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi


dermal,intrademal sekunder ditandai dengan gatal,kulit kemerahan,
urtikaria,prutitus,angioderma

Tujuan : setelah diberikan askep selama ....x24 jam diharapkan pasien


tidak akan mengalami kerusakan integritas kulit lebih parah
Kriteria hasil :
 Tidak terdapat kemerahan,bentol-bentol dan odema
 Tidak terdapat tanda-tanda urtikaria,pruritus dan angioderma
 Kerusakan integritas kulit berkurang
Intervensi :
1. Lihat kulit, adanya edema, area sirkulasinya terganggu atau
pigmentasi
R/: Kulit berisiko karena gangguan sirkulasi perifer
2. Hindari obat intramaskular
R/: Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat
absorpsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan


berlebih ditandai dengan diare,mual dan muntah

Tujuan : setelah diberikan askep selama ....x24 jam diharapkan


kekurangan volume cairan pada pasien dapat teratasi.
Kriteria hasil :
 Pasien tidak mengalami diare lagi
 Pasien tidak mengalami mual dan muntah
 Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi
 Turgor kulit kembali normal
Intervensi :
1. Ukur dan pantau TTV, contoh peningakatan suhu/ demam
memanjang, takikardia, hipotensi ortostatik.
R/ : peningkatan suhu atau memanjangnya demam meningkatkan
laju metabolic dan kehilangan cairan melalui evaporasi. TD
ortostatik berubah dan peningkatan takikardia menunjukkan
kekurangan cairan sistemik.
2. Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa (bibir, lidah).
R/ : indicator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun
membrane mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan
oksigen.
3. Monitor intake dan output cairan
R/ : mengetahui keseimbangan cairan
4.Beri obat sesuai indikasi misalnya antipiretik, antiemetic.
R/ : berguna menurunkan kehilangan cairan
5. Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan
R/ : pada adanya penurunan masukan/ banyak kehilangan,
penggunaan parenteral dapat memperbaiki atau mencegah
kekurangan.

5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( alergen,ex:


makanan) ditandai dengan nyeri pada abdomen
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam
diharapkan nyeri pasien teratasi

Kriteria hasil :

 Pasien menyatakan dan menunjukkan nyerinya


hilang
 Wajah tidak meringis
 Skala nyeri 0
 Hasil pengukuran TTV dalam batas normal,
TTV normal yaitu :
 Tekanan darah : 140-90/90-60 mmHg
 Nadi : 60-100 kali/menit
 Pernapasan : 16-20 kali/menit
 Suhu : Oral (36,1-37,50C)
Rektal (36,7-38,10C)

Axilla (35,5-36,40C)
Intervensi :

1.Ukur TTV
R/ : untuk mengetahui kondisi umum pasien

2.Kaji tingkat nyeri (PQRST)

R/ : Untuk mengetahui faktor pencetus nyeri

3.Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan


R/ : memberikan rasa nyaman kepada pasien

4.Ciptakan suasana yang tenang


R/ : membantu pasien lebih relaks

5.Bantu pasien melakukan teknik relaksasi


R/ : membantu dalam penurunan persepsi/respon nyeri.
Memberikan kontrol situasi meningkatkan perilaku positif.

6.Observasi gejala-gejala yang berhubungan, seperti dyspnea, mual


muntah, palpitasi, keinginan berkemih.
R/ : tanda-tanda tersebut menunjukkan gejala nyeri yang dialami
pasien.

7..Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik


R/ : Analgesik dapat meredakan nyeri yang dirasakan oleh pasien.

IV.EVALUASI

Diagnosa Evaluasi

1 S : pasien mengeluh tidak sesak lagi

O : pasien bernafas normal (16-24 x/menit),tidak terdapat


tanda-tanda sianosis,pasien tidak mengalami gangguan
pola nafas,pasien tidak tampak menggunakan alat bantu
pernapasan.

A : tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien

2 S:Pasien mengatakan tidak demam lagi

O: Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5 oC),bibir


pasien tidak tampak bengkak lagi.
A:Tujuan tercapai

P:Pertahankan kondisi pasien

3 S : Pasien mengatakan kulitnya sudah tidak merah-merah lagi

O : kerusakan integritas kulit pada pasien berkurang,tanda-


tanda angioderma,pruritus dan urtikaria sudah mulai
berkurang,kulit pasien tidak terdapat kemerahan.
A: tujuan tercapai sebagian

P: lanjutkan intervensi ( no 1 dan 2)

4 S : pasien mengatakan tidak merasa mual,muntah dan


mencret lagi

O: intake & output pasien seimbang,TTV dalam batas


normal(TD : 120/80-140/90,Suhu aksila: 36,5 oC -37,5
o
C,Frekuensi pernapasan : 16-24 x / menit,Nadi: 60-
100x/menit),tidak terdapat tanda-tanda sianosis,turgor
kulit kembali normal.

A : tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi pasien

5 S : pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang

O: wajah pasien tampak tenang dan tidak meringis

A : tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi pasien


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 3,
Jakarta:EGC..
Carpenito LD.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Jakarta:
EGC.
www.medikaholistik.com

Price & Wilson.2003.Patofisiologi konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol


2.Edisi 6.Jakarta:EGC.

You might also like