You are on page 1of 45

http://repository.ipb.ac.

id/jspui/bitstream/123456789/46603/9/2010ubi_Bab%20VI%20(Efektifitas%20
Penyuntikan%20dan%20Ketinggian%20Air).pdf

http://www.smknegeri2metro.sch.id/uploaddata/file/59Panduan-Budidaya-Ikan-Gabus.pdf

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://eprints.unsri.ac.id/5794/2/isi_jpk_syar
if15.pdf
PublikasiIPenulls Tahun Sumber Dana' “tromol
JURNAL PERlKANANAN DAN KELAUTAN
ISSN 0853~7607
Peudederan Larva Ikan Gabus (Channa striata) di Kolam Terpal
dengan Padat Tebar Berbeda
Hearing ofSnakehead Larvue (Channel striala) in Plastic Linea' Pend
With Dfizrenl Stocking Density
Oleh
Syarif Hidayatullah, Muslim, dan Ferdinand Hukama Taqwag
Program Studi Akuakullur, F almllas Pertanian Universitas Skiwijaya
Eferdinand_unsri@yahoo.co.id
Diterima (12 Maret 2015) dan disetujui (22 April 2015)
ABSTRACT
Snakehead fish (Charm-2 sir-fara) is one of economically valued fieshwater fish species,
which is potential to be cultivated intensively. However, it has still mirred in the production
because of low survival f_ry rate. The current research aimed to obtain the best stocking density
on the survival and growth snakehead lawae rearing in plastic lined pond. Research was
conducted in Batanghari Sembilan Fish Breeding Units fi'om 3nd June until 3rd July 2014. This
research used a completely randomized design with four treatments and three replications. The
treatments were P, (2 larvae per-litre), P; (4 larvae per-Eiue), P; (6 larvae per-litre), and P,, (8
lan/ae per-litre). The result showed that the difference of stocking density was significant on
survival rate, length and weight growth. Stocking density PI with 2 Iarvae per-line was
resulted the highesovalue consist of survival rate (63.83 %), absolute length growth (3.61 cm),
and-absolute weight growth (3.88 g). Water quality parameters during research in optimal
range were temperature 27-32°C, pH 52-73, dissolved oxygen 208-106 mgL'i, and
ammonia concentration 0.006 - 0.072 mgL'I.
Keywords: snakehead fish larvae, stocking density, plastic lined pond
ABSTRAK
Ikan gabus (Channa sm'afa) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki
nilai ekonomis yang cukup tinggi. Namun, budidaya ikan tersebut masih terkendala dalam
produksi karena fase larva merupakan fase kritis dimana tingkat mortalitasnya sangat tinggi.
Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui padat tebar yang terbaik terhadap kelangsungan hidup
dan pertumbuhan larva ikan gabus pada pendederan di kolam terpal. Penelitian ini telah
dilaksanakan di Unit Pembenihan Rakyat Batanghari Sembilan pada tanggal 3 Juni sampai
dengan 3 Juli 2014. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan
3 ulangan. Perlakuan terdiri dari PI (padat tebar 2 ekor/liter), P; (padat tebar 4 ekor/liter), P;
(padat tebar 6 ekor/liter), dan Pr (padat tebar 8 ekorfliter. Hasil penelitian menunjukan bahwa
perlakuan padat tebar yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup dan
pertumbuhan panjang mutlak serta bobot mutlak. Perlakuan terbaik terdapat pada P] dengan
padat tebar 2 ekor per liter yang menghasilkan nilai tertinggi pada kelangsungan hidup (63,83
%), pertumbuhan panjang mutlak (3,61 cm), dan pertumbuhan bobot mutlak (3,88 g)-
Parameter fisika kimia air masih dalam kisaran optimal yaitu suhu 27-320C, pl-l 5,2-7,8,
oksigen :enam Loewe. mgt". dan monta Qoosomz mgt".
Kata kunci: lan'a ikan gablm. padat tebar, kolam tel-pal
JPK20.1.JUN12015/08/61-70

Page 2
IPKVd 20 ND. 1 luni 2015 Pendedemn Ima Ikan Gabus'
I. PENDAHULUAN
ikan gabus (Channa striata) merupakan salah satu ikan yang mempunyai
distribusi yang luas dari China, India, Srilanka kemudian India Timur, Philiphina,
Nepal, Burma, Pakistan, Singapura, Malaysia dan Indonesia (Allington 2002 dalam
Fitriliyani, 2005). Di perairan Indonesia ikan ini tersebar di beberapa Daerah Aliran
Sungai (DAS), Seperti daerah aliran sungai di Sumatera, Jawa dan Kalimantan. lkan ini
sangat digemari karena memiliki daging yang tebal dan rasa yang khas. Di Sumatera
Selatan nilai ekonomisnya terus meningkat karena ikan gabus selain dapat
dimanfaatkan dalam bentuk segar juga telah digunakan sebagai bahan pembuatan
kerupuk, pempek dan olahan lainnya (Muthmainnah et al., 2012). Menurut Muslim
(2007), ikan gabus mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar dapat dimanfaatkan.
Pemanfaatan ikan gabus dari berbagai ukuran tersebut menyebabkan kebutuhan ikan
gabus semakin meningkat. Produksi ikan gabus di Sumateral Selatan masih
mengandalkan tangkapan dari alam. Untuk memenuhi permintaan ikan gabus yang
semakin meningkat, maka intensitas penangkapan ikan gabus di alam Juga semakin
meningkat. Semakin intensifiiya penangkapan ikan gabus memberikan dampak
terhadap menurunnya populasi ikan gabus di alam (Muslim, 2007).
Dalam rangka pengembangan budidaya ikan gabus telah banyak dilakukan
penelitian mengenai ikan tersebut, mulai' dan pembem'lian sampai' dengan pembesaran.
Hasil penelitian Muslim dan Syaifudin (2012), tentang domestikasi ikan gabus telah
menunjukkan hasil yang menggembirakan dimana kelangsungan hidup yang diperoleh
mencapai 90 %. Selain itu menurut Koi-di (201 i), Balai Budidaya Air Tawar (BBAT)
Mandiangin Kalimantan Selatan telah berhasil dalam hal pembenihan ikan gabus.
Namun demikian meskipun pengembangan ikan gabus sudah berhasil dilakukan tetapi
permasalahan yang dihadapi adalah masih rendahnya kelangsungan hidup pada fase
larva (Ramli dan Rifai 2010). Miller (1988) dalam Rahardjo ef al., (2010),
menyatakan bahwa pada saat fase larva ikan masih belum mampu beradaptasi dengan
lingkungan, selain itu faktor lain yang menjadi tingginya mortalitas pada fase larva
karena larva ikan kesulitan dalam mendapatkan makanan yang cocok dengan ukuran
bukaan mulut larva. Untuk itu perlu dilakukan suatu upaya agar dapat meningkatkan
kelangsungan hidup larva ikan gabus.
Salah satu cara adalah melalui optimasi padat penebaran pada sistem yang
terkontrol. Berdasarkan Mollah er al., (2009), padat tebar larva ikan gabus sebanyak 2
ekor per liter yang berukuran l±0,5 cm yang dipelihara selama 21 hari di akuarium
menunjukkan hasil terbaik dimana menghasilkan kelangsungan hidup sebesar 80 %.
Belum adanya” informasi mengenai kajian padat tebar dalam pendederan larva ikan
gabus yang eptimal di kolam terpal membuat penelitian ini penting untuk dilakukan.
II. METODE PENELITIAN
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lawa ikan gabus yang
berukuran l,5±0,5 cm, Tubfier sp. pelet komersil dengan protein 39-41 0/0, pupuk
kandang sebanyak 500 g, dan eceng gondok. Sedangkan alat-alat yang digunakan pada
penelitian ini adalah kolam terpal dengan ukutan 1 x l x 0,5 m, jaring dengan mesh
size 0,5 m, timbangan, milimeter bloek` serok larva, pil-meter, D0_meter serta kamera
digital. Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pembenihan Rakyat (UPR) Batanghari
Sembilan, Kecamatan Indralaya Utara Kabupaten Ogan Ilir, pada tanggal 3 Juni
sampai dengan tanggal 3 Juli ZOM.
Hal 62

Page 3
Hidayatullah el a]
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 3
ulangan. Penentuan padat tebar ikan berdasarkan pengembangan hasil penelitian
Mollah et al., (2009). Perlakuan yang dicobakan adalah perbedaan padat tebar
pendederan larva ikan gabus yaitu sebagai berikut:
PI = Padat tebar 2 ekor per liter
P2 = Padat tebar 4 ekor per liter
P3 = Padat tebar 6 ekor per liter
P4 I Padat tebar 8 ekor per liter
Persiapan Kolam
Wadah yang digunakan untuk pemeliharan larva ikan gabus berupa kolam terpal
yang berukuran i x l x 0,5 m dengan volume air ± 20 em (pengembangan hasil
penelitian Extrada er al., 2013). Pada masing-masing kolam diletakkan tumbuhan air
berupa eceng gondok yang berfungsi sebagai perlindungan ikan dari panas terik
matahari dan pada bagian atas kolam ditutupi dengan jaring guna menghindari
masuknya predator yang dapat memangsa ikan. Selanjutnya setiap kolam diberi kode
perlakuan.
Pengelolaan Air Kolam
Pengisian air kolam dilakukan dari air yang bersumber dari sumur. Selanjutnya
dilakukan pemupukan yang berasal dari kotoran ayam dengan dosis 500 g/rn:a dan
dikondisikan selama 7 hari. Pemupukan ini berfungsi sebagai menumbuhkan pakan
alami. Selanjutnya apabila terjadi kekurangan air akibat penguapan, dapat ditambahkan
air baru sampai batas yang telah ditentukan.
Adaptasi Larva Sebelum Pemeliharaan
Larva ikan gabus yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari nelayan
pengumpul benih ikan gabus di daerah Tanjung Pering, lndralayaH Larva yang
digunakan dalam penelitian ini berukuran l,5±0,5 cm. Selanjutnya larva ikan gabus
diadaptasikan terlebih dahulu selama dua hari. Selama proses adaptasi larva ikan gabus
diberikan pakan alami Tubg'fex sp. secara adlibitum. Sebelum dilakukan pemeliharaan,
diambil sampel larva sebanyak 20 % kemudian ditimbang bobot dan diukur panjang
tubuhnya sebagai data awal.
Pemeliharaan dan Pemberian Pakan
Pemeliharaan dilakukan di kolam terpal selama 30 hari. Selama pemeliharaan
diberikan pakan yang berdasarkan hasil penelitian Amomsakun et al., (2011)`dan
Mollah et al., (2009). Pada pemeliharaan hari ke-l hingga hari ke-ll berupa Tubifiax
sp. yang diberikan secara adi'ibitum, pada hari ke-lZ hingga hari ice-15 pemeliharaan
diberikan pakan berupa kombinasi antara Tubüfex sp. dan pelet komersil. Sedangkan
pada hari ke-l6 hingga hari ke-30 pemeliharaan diberikan pakan berupa pelet komersil
secara at satiation. Frekuensi pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari dengan
waktu pemberian pada pukul 08.00 WIB, 12.00 WIB dan l7.00 WIB. Pada akhir
pemeliharaan dilakukan penghitungan jumlah ikan serta penimbangan bobot dan
panjang ikan.
Parameter dalam Penelitian
Adapun parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Hal I 63

Page 4
IPKVOI 20 NO. 1 Ilmi 2015 Pendadaran Larva Ikan Gabus
Kelangsungan Hidup
Metode yang digunakan untuk mengukur kelangsungan hidup ikan yang
dipelihara adalah dengan membandingkan jumlah ikan yang hidup pada akhir
pemeliharaan dengan jumlah ikan pada awal penebaran. Perhitungan nilai
kelangsungan hidup larva ikan gabus dengan menggunakan rumus Effendie (1979),
sebagai berikut:
ISL.
Kelangsungan Hidup (KH)= x 100%
No
Keterangan:
KH =Kelangsungan hidup (%)
Nt 2 Jumlah ikan akhir pemeliharaan (ekor)
No = Jumlah ikan pada awal penebaran (ekor)
Pertumbuhan
Untuk mengetahui pertumbuhan bobot dan panjang larva ikan gabus dilakukan
dengan cara menimbang bobot ikan gabus dengan timbangan dan pengukuran panjang
dengan kertas milimeter blok. Perhitungan bobot dilakukan pada awal dan akhir masa
pemeliharaan. Jenis data yang diambil meliputi :
Pertumbuhan panjang mutlak
Rumus pertumbuhan panjang mutlak yang digunakan berdasarkan Effendie
(1979), adalah Sebagai 'berikut :
L I Lt-F L0
Keterangan :
L = Pertambahan panjang mutlak (em)
Lt = Panjang larva ikan gabus pada akhir pemeliharaan (em)
L0 = Panjang larva ikan gabus pada awal pemeliharaan (em)
Pertumbuhan bobot mutlak
Rumus pertumbuhan bobot mutlak yang digunakan berdasarkan Effendie (l97'9)5
adalah sebagai berikut :
W = Wt - Wo
Keterangan :
W = Pernunbuhan bobot mutlak (g)
Wt = Bobot larva ikan gabus pada akhir pemeliharaan (g)
Wo 2 Bobot larva ikan gabus pada awal pemeliharaan (g)
Fisika dan Kimia Air
Parameter fisika dan kimia air yang diukur antara lain yaitu suhu, pH, oksigen
terlarut dan amonia. Pengukuran fisika dan kimia air yang meliputi suhu dan pH
dilakukan setiap hari, sedangkan oksigen terlarut dan amonia diukur pada awal, tengah
dan akhir masa pemeliharaan.
Analisis Data
Data kelangsungan hidup, pertumbuhan panjang mutlak dan pertumbuhan bobot
mutlak diuji dengan analisis sidik ragam (Uji ii) pada selang kepercayaan 95%. Bila
terdapat perbedaan nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT)
Hai 64

Page 5
Hrdayarullah er a!
(Hanaiiah, 2004). Data fisika kimia air `yang diperoleh dari setiap perlakuan berupa
data suhu, pI-I, oksigen terlarut dan amonia dianalisis secara deskriptif.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelangsungan Hidup
Berdasarkan hasil penelitian, kelangsungan hidup larva ikan gabus yang diberi
perlakuan padat tebar berbeda menunjukkan adanya perubahan terhadap persentase
kelangsungan hidup pada akhir pemeliharaan.(Gambar 1)
70" 63,83d
š' 60~ 5'

g /%
anš4°“ % 30,58c
šv3°_ / 21,02b a
g 20 % E 14,58

e IL” ,a I š g
Perlakuan
Angka-angka yang diikuti huruf superskrip yang berbeda menunjukkan respon berbeda nyata pada
taraf 5%
Gambar l. Kelangsungan hidup larva ikan gabus selama penelitian
Keberhasilan suatu produksi dapat dilihat dari nilai kelangsungan hidupnya.
Kelangsungan hidup suatu populasi ikan merupakan nilai presentase jumlah ikan
yang hidup dari jumlah yang ditebar dalam suatu wadah selama masa pemeliharaan
tertentu (Effendi, 1997).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil kelangsungan
hidup tertinggi pada perlakuan dengan padat tebar 2 ekor per liter dengan persentase
kelangsungan hidup sebesar 63,83 %, sementara perlakuan terendah 8 ekor per liter
dengan persentase kelangsungan hidup sebesar 14,58 %. Analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa perbedaan padat tebar berpengaruh nyata terhadap
kelangsungan hidup lai-va ikan gabus. Selanjutnya dilakukan uji lanjut menggunakan
BNT pada taraf 0,05% menunjukkan bahwa pada perlakuan padat tebar 2 ekor per
liter berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan pada perlakuan
dengan padat tebar 2 ekor per liter memiliki ruang gerak yang cukup luas sehingga
mampu bergerak secara bebas dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Selain itu
juga pada perlakuan padat tebar yang rendah ikan akan mampu memanfaatkan pakan
secara optimal. Terdapat kecenderungan nilai rata-rata kelangsungan hidup bahwa
semakin tinggi padat tebar maka tingkat kelangsungan hidup semakin menurun.
Selaras dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Lenawan (2009), yang
menyatakan bahwa pada kepadatan yang rendah larva ikan gurami mampu
memanfaatkan ruang gerak dan pakan secara maksimal meskipun terjadi persaingan
dalam hal memperoleh ruang gerak dan makanan namun masih dalam batas toleransi
ikan sehingga menghasilkan persentase kelangsungan hidup yang tinggi.
Hal l 65

Page 6
IPKVO] 20 ND, 1 juni 2015 Pendea'emn Larva Ikan Gabus
Nilai kelangsungan hidup yang terendah diperoleh pada perlakuan dengan padat
tebar 8 ekor per liter. Rendahnya tingkat kelangsungan hidup larva ikan gabus selama
penelitian ini diduga terjadinya persaingan antar individu ikan dalam hal
memperebutkan ruang gerak dan makanan. Pada kepadatan yang tinggi akan terjadi
pertumbuhan larva yang beragam yang mengakibatkan persaingan dalam hal
mendapatkan makanan, meskipun kebutuhan pakan larva ikan gabus pada penelitian
ini terpenuhi. Larva yang berukuran lebih besar akan lebih menguasai makanan yang
tersedia selain itu dengan ditunjang oleh ukuran tubuh yang lebih besar sehingga
kesempatan makannya lebih tinggi dan akan tumbuh lebih cepat. Sedangkan larva
yang keeil kesempatan untuk mendapatkan makanan rendah karena kalah dalam
memperebutkan makanan dengan larva yang berukuran lebih besar. Kondisi yang
demikian diduga dapat memicu terjadinya sifat kanibalisme pada larva ikan gabus. Hal
ini sesuai dengan Hartini (2007), menyatakan bahwa pada pendederan benih ikan lele
dumbo yang berukuran 5-6 em menghasilkan kelangsungan hidup yang rendah sebesar
13 % yang diakibatkan oleh terjadinya dominasi makanan oleh benih ikan yang
memiliki ukuran lebih besar.
Selanjutnya rendahnya kelangsungan hidup larya ikan gabus diduga akibat dari
ruang gerak yang terbatas dibandingkan dengan jumlah larva yang ditampung akan
menyebabkan bertumpuknya larva satu sama lain, akibatnya akan terjadi persaingan
dalam memperoleh tempat. Berdasarkan Nurhamidah (2007) dalam Almaniar et al.,
(2012), menyatakan bahwa pada tingkat kepadatan yang terlalu tinggi akan
mengakibatkan kompetisi ruang gerak, sehingga menjadi terbatas dikarenakan ikan
semakin berdesakan, hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan individu, pemanfaatan
' elain itu, peningkatan kepadatan
dapat mempen i proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak. Hal
ini pada. akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis ikan sehingga
pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup mengalami penurunan
(Handajani dan Hastuti, 2002 dalam Yulianti, 2007).
Pertumbuhan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapat rata-rata pertumbuhan
panjang mutlak dan bobot mutlak Iarva ikan gabus yang disajikan pada Gambar 2 dan
Gambar 3
4,00 3,609 3,610

__fi 3,50 ff
5 'g 3,00 //
Q' o 2 39b
c V 2,50 % a
.g 3 2,00 % j l 40,
'â g 1,50 j / j i .
1,00 / ._P-:I

e ml é E
Pl PQ P3
Perlakuan
Angka~angka yang diikuti huruf superskrip yang sama pada kolom yang berbeda
menunjukkan respon tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Gambar 2. Rata-rata pertumbuhan panjang mutlak larva ikan gabus
Hal I 66

Page 7
Hidayuhdlaii ei ml
3,73c
UI

@atau
“ut to “ul w “
Pertumbuhan bobot

HUHHHHHIHHH
P
out*
Perlakuan
Angka'angka yang diikuti huruf superskrip yang sama pada kolom yang berbeda
menunjukkan respon tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Gambar 3. Rata-rata pertumbuhan bobot mutlak larva ikan gabus
Berdasarkan Gambar 2. dan 3, selama satu bulan mma pemeliharaan diperoleh
rata-rata pertumbuhan panjang mutlak larva ikan gabus tertinggi yaitu pada
perlakuan padat tebar 4 ekor per liter yaitu sebesar 3,61 cm dan rata~rata
pertumbuhan panjang mutlak terendah pada perlakuan padat tebar 8 ekor per liter
yaitu sebesar 1,40 em. Nilai rata~rata pertumbuhan bobot mutlak tertinggi berada
pada perlakuan padat tebar 2 ekor per liter yaitu sebesar 3,88 g dan terendah pada
perlakuan padat tebar 8 ekor per liter yaitu sebesar 1,71 g. Analisa sidik ragam
menunjukkan bahwa perlakuan padat tebar yang berbeda pada pendederan larva ikan
gabus berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak dan bobot mutlak.
Selanjutnya dilakukan uji lanjut dengan menggunakan BNT 0,05% menunjukkan
bahwa rata-rata pertumbuhan panjang mutlak pada perlakuan padat tebar 2 ekor per
liter tidak berbeda nyata dengan perlakuan 4 ekor per liter, tetapi berbeda nyata
dengan perlakuan 6 ekor per liter dan 8 ekor per liter. Sementara pada pertumbuhan
bobot mutlak pada perlakuan 2 ekor per liter berbeda nyata terhadap perlakuan
lainnya. Pada kepadatan yang rendah diduga larva ikan gabus mampu memanfaatkan
wadah, ruang gerak, dan pakan secara efisien serta akan berdampak pada
pertumbuhan ikan. Perlakuan dengan padat tebar tinggi menyebabkan kondisi ikan
menjadi kurang sehat sehingga pemanfaatan pakan tidak optimal dan mengakibatkan
terganggunya pertumbuhan ikan (Hartini, 2007). Menurut Hepher dan Pruginin
(EQSI) dalam Yulianti (2007), selain faktor internal seperti jenis ikan dan sifat
genetik, pertumbuhan ikan juga dipengaruhi oleh faktor eksternal antara lain faktor
lingkungan, pakan, serta ruang gerak.
ruang gerak dengan baik dibandingkan dengan kepadatan yang tinggi, karena dengan
padat tebar yang berbeda dalam wadah yang luasnya sama pada masing-masing
perlakuan terjadinya persaingan antar individu juga akan meningkat, terutama
persaingan memperebutkan ruang gerak sehingga individu yang kalah akan
terganggu pertumbuhannya dan juga dimungkinkan terdapat persaingan dalam hal
mendapatkan pakan. Dengan adanya ruang gerak yang cukup luas ikan dapat
bergerak secara maksimal. Hal ini didukung oleh pendapat Rahmat (2010) dalam

Page 8
IPKVOI 20 NM 111012015 w
Arini er al., (2013), menyatakan bahwa pada padat penebaran yang tinggi ikan
mempunyai daya saing dalam memanfaatkan makanan, dan ruang gerak sehingga akan
mempengaruhi laju pertumbuhan ikan tersebut.
Fisika Kimia Air
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapat nilai fisika kimia air
kolam pendederan larva ikan gabus selama pemeliharaan satu bulan disajikan dalam
Tabel l di bawah ini.
Tabel l. Kisaran nilai fisika kimia air pendederan larva ikan gabus
Oksigen terlarut
Perlakuan Suhu (°C) pH (mglfl) Amonia (mgL'l)
Pi 22 _ 32 trs-2,2 3,40 - 2,00 0,000 - 0,045
P2 27 _ 32 53-23 2,70 - 7,06 0,000 - 0,060
03 27 - 32 52-16 2,00 - 6,13 0,000 - 0,042
04 22 - 32 6,011; 2,34 - 5,02 0,000 - 0,012
Kisaran @puma 25,5 - 32,7 I? 6,243 2) <4,0-7,0 3* 054-157 *l
sumber: Il1~.rus1im(2002)
2) syafei er al, (1095) dalam Fiauiyani (2005)
”kami (2011)
*l rangsang e: az, (2003) dalam sasana a ar, (2013)
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan nilai fisika kimia air
berupa suhu, pH, oksigen terlarut, dan amonia masih berada dalam kisaran toleransi.
Suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju metabolisme dan kelarutan gas
dalam air (Zonneveld et al., dalam Extrada er aI., 2013). Kisaran suhu yang
diperoleh adalah .TI-32°C, hal ini diakibatkan oleh perubahan cuaca yang
mengakibatkan terjadinya fluktuasi suhu. Kisaran nilai suhu tersebut masih berada
pada batas toleransi. Hal ini sesuai dengan pendapat Muslim (2007), menyatakan
bahwa kisaran toleransi suhu yang mampu ditolerir oleh ikan gabus adalah 25,5 -32,7
°C. Menurut Effendi (2003), peningkatan suhu akan menyebabkan penurunan kadar
oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen terlarut sering kali tidak mampu
memenuhi kebutuhan bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme
dan respirasi.
Hasil pengukuran nilai pH adalah 52-18. Berdasarkan Syafei et al., (l995)
dalam Fitriliyani (2005), nilai pH di perairan yang optimal untuk permmbuhan ikan
adalah 6,2-7,8- Sementara Effendi (2003), menyatakan sebagian besar biota akuatik
sensitif terhadap perubahan nilai pH sekitar 7-8,5. Pillay (1995) dalam Sasanti dan
Yulisman (2012), menyatakan ikan gabus merupakan ikan yang masih dapat
bertahan hidup pada kondisi air yang asam dan basa.
Kandungan oksigen terlarut selama penelitian ini berkisar 2,08-7,06 mgL'l.
Nilai tersebut menunjukkan kisaran kualitas air yang masih dapat ditolerir untuk
pemeliharaan larva. Menurut Kurdi (20l l), ikan gabus merupakan ikan yang mampu
hidup pada perairan dengan kandungan oksigen rendah hingga 2 mgL'l. Effendi
(2003), menyatakan kadar oksigen terlarut akan berfluktuasi secara harian dan
musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa
air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah (efllueni) yang masuk ke badan air.
Hull68

Page 9
Hidmlatullah ei a!
Kandungan amonia selama penelitian berkisar antara 0006-0072 mgL'l. Nilai
amonia ini masih berada dalam kisaran toleransi. Meskipun ikan gabus juga mampu
mentolerir kandungan amonia yang tinggi (Bijaksana, 2010). Menurut Jianguang et al.,
dalam Extrada et al., 2013), kemampuan toleransi ikan gabus terhadap kandungan
amoni terlarut pada pH berbeda yaitu pada konsentrasi amonia lebih dari 0,54 mgL'I
pada pH 8,0 sampai dengan 1,57 mgLJ pada pH 10,0.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Perlakuan padat tebar yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap
pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan gabus. Padat tebar terbaik pada
penelitian ini adalah 2 ekor per liter menghasilkan kelangsungan hidup sebesar
63,83%, pertumbuhan bobot mutlak sebesar 3,88 g dan panjang mutlak sebesar 3,61
em.
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, khususnya pendederan
larva, dengan padat tebar 2 ekor per liter merupakan padat tebar yang terbaik yang
dapat diterapkan. Selain itu perlu diperhatikan waktu peralihan jenis pakan dari
pakan alami ke pakan komersil.
V. DAFTAR PUSTAKA
Almaniar, S., Taqwa FH. dan Jubae-dah D. 2012. Kelangsungan hidup dan
pertumbuhan benih ikan gabus (Channa str-fara) pada pemeliharaan dengan
padat tebar berbeda- Majalah Ilmiah Srr'wy'aya. 21 (15): 46-55.
Arini, E-, Elfitasari T. dan Diansari RRVN. 2013. Pengaruh kepadatan yang berbeda
terhadap keiulushidupan dan pertumbuhan ikan nila (Oreocnromis niloficzar)
pada sistem resirkulasi dengan filter zeolit. Journal of Aquaculture
Management and Technology. 2 (3): 3745.
Bijaksana, U. 2010. Kajian Fisiologi Reproduksi ikan Gabus, Channa striata Blkr Di
Dalam Wadah dan Perairan Rawa sebagai Upaya Domestikasi. Disertasi
(tidak dipublikasikan). institut Pertanian Bogor. httpzllrepositoryipbauid
(diakses 28 November 2014). 80 him.
Effendi, H. 2003. Telaah Fisika Kima Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan- Kanisius, Yogyakarta. 258 hlm.
Effendie, MJ. 1997. Biologi' Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
163 hlm.
Effendie, MI.. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112
hlm.
Extrada E., Taqwa FH dan Yulisman. 2013. Kelangsungan hidup dan pertumbuhan
benih ikan gabus (Channa srriata) pada berbagai tingkat ketinggian air
media pemeliharaan. Jurnal Akzuakultur Rawa Indonesia. 1 (1): 103-1 14.
Fitriliyani, l. 2005- Pembesaran Larva Ikan Gabus (Channa striata) dan Efektifitas
Induksi Hormon Gonadotropin untuk Pemijahan Induk. Tesis.
(tidak dipublikasikan). institut Pertanian Bogor. httpi//repositoryipbaoid
(diakses 12 .luli 2014) 58 hlm.
Hanaiiah, K. A. 2004. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Fakultas Pertanian.
Hall 69

Page 10
IPKVO] 20 ND, 1 lunj 2015 Pendadaran Larva Ikan Gabus
Universitas Sriwijaya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 259 hlm.
Hartini. 2002. Produksi Benih Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burch.) melalui Sistem
Pendederan. Skripsi (tidak dipublikasikan). Institut Pertanian Bogor. httpu'/
repositoryjpbacjd (diakses 12 Juli 2014) 45 hlm.
Kordi KMGH. 2011. Panduan Lengkap Bisnis dan Budidaya Ikan Gabus. Lily
Publisher. Yogyakarta. 234 hlm.
Lenawan, E. 2009. Pengaruh Padat Penebaran 10, 15, dan 20 ekor.1iter-l Terhadap
Kelangsungan dan Pertumbuhan Benih Ikan Gurami (Osphronemus gouramy
Lac.) Ukuran 0,5 em. Skripsi (tidak dipublikasikan). Institut Pertanian Bogor.
http://repository.ipb.ac.id (diakses 12 Juli 2014) 50 hlm.
Mnilah, MPA., Mamun, MSA. Sawor. MN. dan Roy A- 2009. Effects of stocking
density on the growth and breeding performance of broodfish and larval
growth and survival of shol, Channa striatus (Bloch). Journal Bangladesh
Agri! University. 7 (2):427-432.
Muslim. 2007. Potensi, peluang dan tantangan budidaya ikan gabus (Channa striara) di
Povinsi Sumatera Selatan. Prosiding. Forum Perairan Umum Indonesia IV.
Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Palembang. 7-11.
Muslim., dan Syaifixdin, M. 2012. Domestikasi calon induk ikan gabus (Channa
shinta) dalam lingkungan budidaya (kolam beton). Majalah Ilmiah Sriwijaya.
21 (15);20-27.
Muthmainnah, D., Nurdawati S. dan Aprianti S. 2012. Budidaya ikan gabus (Channa
striata) dalam wadah karamba di rawa Lebak. Prosiding lnsinas. Balai Riset
Perikanan Perairan Umum. Palembang. 319-322.
Rahardjo, MF., Sjafei DS, Aflandi R, Sulistiono, dan Hutabarat J. 2010. Iktialogy.
CV. Lubuk Agung, Bandung. 396 hlm.
Ramli, RH., dan Rifa9i MA. Telaah food habits, parasit dan bio-limnologi fase-fase
kehidupan ikan gabus (Charma srriafa) di perairan umum Kalimantan Selatan.
Jurnal Ecosystem. 10 (2):76-84.
Sasanti, AD., dan Yulisman. 2012. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan
gabus (Channa sm'ara) yang diberi pakan buatan berbahan baku tepung keong
mas (Pomacea sp.) Jurnal Lahan Suboptimal. 1 (2):158-162.
Yulianti, I). 2007. Pengaruh Padat Penebaran Benih Ikan Bawal (Collosoma
macropomum) yang Dipelihara dalam Sistem Resirkulasi Terhadap Pertum-
buhan dan Kelangsungan Hidup. Skripsi. (tidak dipublikasikan). Institut
Pertanian Bogor. httpzllrepositoryipbaeid (diakses 17 Oktober 2014) 30
him.
Berikut ini adalah versi HTML dari
file http://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jari/article/download/1783/738.
G o o g l e membuat versi HTML dari dokumen tersebut secara otomatis pada saat menelusuri web.

Page 1

103

KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GABUS

(Channa striata) PADA BERBAGAI TINGKAT KETINGGIAN AIR MEDIA

PEMELIHARAAN

Survival and Growth Rate of Snakehead Juvenile (Channa striata) at Different

Levels of Water Elevation on Rearing Media

Erick Extrada1, Ferdinand HT2, Yulisman3

1Mahasiswa Peneliti, 2Dosen Pembimbing I, 3Dosen Pembimbing II

Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

Universitas Sriwijaya, Indralaya, Ogan Ilir 30662

ABSTRACT
The purpose of this study was to determine survival rate and growth of

snakehead juvenile (C. striata) at water elevation different levels of rearing media.

The parameters observed during the study were survival, growth and water quality.

This study used a complete randomized design with four treatments, namely

maintaining the water level in rearing media of snakehead juvenile with the water

level P1 (5 cm), P2 (10 cm), P3 (15 cm) and P4 (20 cm) with three replications. The

results showed that the difference of culture media water levels significantly affect

the survival rate, but not significantly effect on the growth of snakehead juvenile.

The best survival rate obtained on media treatment P1 was to 96% and the lowest

survival obtained at the media P3 was to 30,66%. Value for absolute length growth

of snakehead juvenile highest in the treatment P2 with value 2,55 cm and the lowest

in P4 treatment with a value of 2,14 cm. While the absolute weight growth of

snakehead juvenile highest in treatment P3 with a value 0,81 g and the lowest

weights in the treatment P4 with value 0,65 g.

Keyword : Snakehead juvenile, water level, survival rate, growth, water quality

PENDAHULUAN
Pemanfaatan ikan gabus di

masyarakat telah banyak digunakan mulai

dari ukuran benih sampai ukuran dewasa.

Untuk ukuran benih ikan gabus banyak

dimanfaatkan sebagai pakan ikan hias

sedangkan untuk ukuran dewasa, selain

sebagai ikan konsumsi (lauk), ikan gabus

juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan

baku olahan seperti dalam pembuatan

pempek, kerupuk, tekwan dan sebagainya

(Makmur, 2003).

Pemanfaatan ikan gabus berbagai

ukuran dari kecil sampai besar tersebut

menyebabkan kebutuhan ikan gabus

semakin meningkat. Produksi ikan gabus

di Sumatera Selatan masih mengandalkan

hasil tangkapan nelayan dari alam. Untuk

memenuhi permintaan ikan gabus yang

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :103-114 (2013)

ISSN : 2303-2960

103

Page 2

104

semakin meningkat, maka intensitas

penangkapan ikan gabus di alam juga

semakin meningkat. Semakin intensifnya

penangkapan ikan gabus memberikan

dampak terhadap menurunnya populasi

ikan gabus di alam (Muslim, 2007).

Untuk mengantisipasi kekurangan

populasi di alam, sekaligus menjaga

kelestariannya maka perlu dilakukan


domestikasi, antara lain dengan cara

melakukan penangkaran induk atau benih

yang ditangkap dari alam selanjutnya

dipelihara pada kondisi terkontrol

(Muflikhah et al., 2008). Dalam upaya

pemeliharaan benih ikan gabus pada

kondisi terkontrol yang diperoleh dari

alam salah satunya dapat dilakukan dengan

pengaturan dalam wadah budidaya,

meliputi pengaturan ketinggian air.

Bijaksana (2010), menyatakan

bahwa larva benih ikan gabus yang

diperoleh dari hasil pemijahan dengan

penyuntikan sGnRH-a+ad dapat dipelihara

dalam akuarium dengan ketinggian air 5

cm selama 20 hari yang menghasilkan

ukuran panjang 45,5 mm. Syafei et al,

(1995)

dalam

Allington (2002),

menyatakan bahwa perkembangan larva

ikan gabus lengkap atau sempurna setelah

ikan gabus berumur 9 minggu. Pada fase

benih ikan gabus akan mulai bergerak aktif

naik turun dari dasar ke permukaan

perairan serta memperlihatkan tingkah

laku ikan dewasa. Berdasarkan hal tersebut

maka penelitian tingkat ketinggian air ini

ditingkatkan menjadi 20 cm. Hal ini

diduga berkaitan dengan tingkah laku

benih ikan gabus untuk memanfaatkan

oksigen langsung dari udara karena

memiliki alat bantu pernafasan tambahan


pada bagian atas insangnya.

Pemeliharaan benih ikan gabus

dengan ketinggian tertentu masih terbatas

informasinya. Penelitian mengenai ikan

budidaya yang dipelihara dengan

menggunakan ketinggian air tertentu

terutama untuk budidaya ikan lele telah

diteliti oleh Witjaksono (2009). Menurut

Witjaksono (2009), ketinggian air yang

tinggi menyebabkan jarak ke permukaan

semakin besar sehingga mempengaruhi

aktivitas ikan lele dalam mengambil

oksigen langsung ke udara. Semakin besar

jarak yang ditempuh untuk mengambil

oksigen ke permukaan maka semakin

besar pula energi yang terpakai sehingga

akan berpengaruh terhadap pertumbuhan

ikan lele. Oleh sebab itu perlu dilakukan

penelitian pada ikan gabus untuk

mengetahui dampak ketinggian air pada

media

pemeliharaan

terhadap

kelangsungan hidup dan pertumbuhan

benih ikan gabus.

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

Extrada, et al. (2013)

Page 3

105

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada


bulan September sampai bulan Oktober

2012 bertempat di Laboratorium Dasar

Perikanan Program Studi Budidaya

Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas

Sriwijaya, Indralaya.

Alat dan Bahan

Alat

Peralatan yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu timbangan digital,

blower, termometer, pH meter, DO meter,

plastik hitam, jangka sorong dan akuarium.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu benih ikan gabus

dengan ukuran panjang 1,8-2,4 cm dan

bobot 0,09-0,18 g, Tubifex sp hidup,

mangan sulfat (MnSO4), klorox, phenate,

larutan standar amonia (NH4Cl) 0,30 ppm.

Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan

setiap perlakuan mendapat 3 ulangan

dengan kode perlakuan P. Perlakuan yang

dicobakan ialah perbedaan tingkat

ketinggian air media budidaya benih ikan

gabus dengan volume air 12,5 liter, yang

terdiri atas 4 perlakuan yaitu sebagai

berikut :

P1 = ketinggian air media 5 cm

P2 = ketinggian air media 10 cm

P3 = ketinggian air media 15 cm

P4 = ketinggian air media 20 cm


Cara Kerja

Penelitian ini terdiri dari beberapa

tahap kegiatan, yaitu sebagai berikut :

Persiapan Wadah

Persiapan dimulai dari proses

persiapan akuarium sebanyak 12 unit yang

dilengkapi dengan aerasi, wadah pakan

dan plastik hitam. Akuarium yang

digunakan dicuci dan dibilas hingga bersih

kemudian dikeringkan selama 1 hari.

Setelah 1 hari dikeringkan sisi akuarium

kemudian dilapisi dengan plastik hitam.

Setiap akuarium diisi air dengan volume

air sebanyak 12,5 liter dengan berbagai

ketinggian air sesuai dengan perlakuan

yang diujikan. Selanjutnya setiap akuarium

diberi kode perlakuan. Pemberian kode

perlakuan akuarium berdasarkan pada

hasil pengacakan terhadap kode-kode yang

sudah dibuat tersebut.

Penebaran dan adaptasi benih sebelum

pemeliharaan

Benih ikan gabus yang digunakan

dalam penelitian ini didapatkan dari

pedagang benih ikan gabus dipasar 16 Ilir

Palembang dengan harga Rp 50.000-Rp

75.000 untuk jumlah benih berkisar antara

500-1000 ekor/kaleng. Sebelum ditebar di

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

Extrada, et al. (2013)

Page 4

106
akuarium benih ikan gabus diseleksi.

Setelah mendapatkan ukuran yang

diinginkan, benih ikan gabus diadaptasikan

selama 3 hari di dalam akuarium dengan

ketinggian air yang berbeda. Benih ikan

gabus yang ditebar per akuarium sebanyak

50 ekor.

Pemeliharaan Benih

Pemeliharaan

dilakukan

di

akuarium selama 30 hari. Pakan yang

diberikan selama pemeliharaan adalah

cacing Tubifex sp. Selama penelitian, ikan

diberi makan secara adlibitum. Untuk

menjaga kualitas air media pemeliharaan,

maka dilakukan penyiponan sisa-sisa

pakan dan kotoran serta pergantian air

sebanyak 10% dari total volume air.

Penyiponan dan pergantian air dilakukan

setiap 7 hari pada pukul 08.00 WIB.

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada

penelitian ini yaitu :

Kelangsungan Hidup

Kelangsungan hidup ikan yang

dipelihara

dihitung

dengan

membandingkan jumlah ikan hidup pada

akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan

pada awal penebaran. Perhitungan dengan

menggunakan rumus Effendie (1979) :


SR =

%100x

No

Nt

Keterangan :

SR = Survival rate atau kelangsungan

hidup (%)

Nt = Jumlah benih ikan gabus yang

hidup pada waktu ke-t (ekor)

No = Jumlah benih ikan gabus pada

awal penelitian (ekor)

Pertumbuhan

Untuk mengetahui pertumbuhan

bobot dan panjang benih ikan gabus

dilakukan dengan cara menimbang bobot

ikan gabus dengan timbangan dan

pengukuran panjang dengan jangka

sorong. Perhitungan bobot dilakukan pada

awal dan akhir masa pemeliharaan

meliputi :

1. Pertumbuhan panjang mutlak

Rumus pertumbuhan panjang

mutlak yang digunakan berdasarkan

Effendie (1979) sebagai berikut :

L = Lt – Lo

Keterangan :

L = Pertambahan panjang mutlak

(cm)

Lt = Panjang benih ikan gabus pada

akhir pemeliharaan (cm)

Lo = Panjang benih ikan gabus pada

awal pemeliharaan (cm)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia


Extrada, et al. (2013)

Page 5

107

2. Pertumbuhan bobot mutlak

Rumus pertumbuhan bobot mutlak

yang digunakan berdasarkan Effendie

(1979) sebagai berikut :

W = Wt – Wo

Keterangan :

W = Pertumbuhan bobot mutlak

(gram)

Wt = Bobot ikan pada akhir

pemeliharaan (gram)

Wo = Bobot ikan pada awal

pemeliharaan (gram)

Fisika dan Kimia Air

Parameter fisika dan kimia air yang

diukur antara lain yaitu suhu, pH, oksigen

terlarut dan amonia. Pengukuran suhu dan

pH dilakukan setiap hari, oksigen terlarut

diukur sebelum dan setelah penyiponan

setiap 7 hari sekali dan amonia diukur

pada awal, tengah dan akhir masa

pemeliharaan.

Adapun

Prosedur

pengukuran parameter kualitas air

disajikan pada Tabel 1.

4. Analisis Data

Data

kelangsungan

hidup,
pertumbuhan panjang mutlak dan

pertumbuhan bobot mutlak diuji dengan

analisis sidik ragam (Uji F). Bila terdapat

perbedaan nyata dilanjutkan dengan uji

lanjut Beda Jarak Nyata Duncan (BJND)

pada taraf 95% (Hanafiah, 2004).

Sedangkan data fisika kimia air yang

diperoleh dari setiap perlakuan berupa data

suhu, pH, oksigen terlarut dan amonia

dianalisis secara deskriptif.

Tabel 1. Prosedur pengukuran parameter-parameter kualitas air

No Parameter

Alat

Buku acuan

1 Suhu

Termometer

APHA*

2 pH

pH meter

APHA*

3 Oksigen terlarut DO meter

APHA*

4 Amonia

Spektrofotometer/Phenate

APHA*

Keterangan : * American Public Health Asosiation, 1976.

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

Extrada, et al. (2013)

Page 6

108

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelangsungan Hidup
Rata-rata kelangsungan hidup

benih ikan gabus setiap perlakuan selama

masa pemeliharaan disajikan pada Tabel

2. Hasil uji BJND menunjukkan bahwa

persentase kelangsungan hidup benih

ikan gabus pada perlakuan ketinggian air

5 cm dengan nilai 96 % berbeda nyata

lebih tinggi dari persentase kelangsungan

hidup benih ikan gabus pada perlakuan

lainnya. Hal ini dikarenakan pada

perlakuan ketinggian air 5 cm media

pemeliharaan yang digunakan paling

rendah dan luasnya permukaan air

sehingga ikan gabus tidak perlu

melakukan gerak naik turun terlalu sering

ke permukaan karena ikan gabus

memiliki organ pernafasan tambahan

yaitu labirin dan energi yang diserap dari

makanan dapat digunakan untuk tumbuh

dan menjaga kelangsungan hidupnya.

Nilai rata-rata kelangsungan hidup

terdapat kecenderungan bahwa semakin

tinggi air media pemeliharaan maka

tingkat kelangsungan hidup semakin

menurun.

Pillay (1993) dalam Fitriliyani

(2005), menyatakan bahwa ikan gabus

sangat tahan terhadap ketersedian air

yang terbatas. Jika keadaan terus basah

ikan gabus dapat hidup di luar perairan

untuk beberapa lama dan dapat hidup

pada

masa
kekeringan

dengan

membenamkan diri di dalam lumpur

basah. Ikan gabus mampu menghirup

udara dari atmosfer karena memiliki

organ pernafasan tambahan pada bagian

atas insangnya, sehingga ikan gabus

mampu bergerak dalam jarak jauh pada

musim kemarau untuk mencari sumber

air.

Tabel 2. Hasil Uji Beda Jarak Nyata Duncan (BJND) pengaruh ketinggian air

terhadap kelangsungan hidup benih ikan gabus.

Perlakuan

(ketinggian air)

Rerata

Beda riil pada jarak P

BJND

0,05

P3 (15 cm)

30,66

P4 (20cm)

65,33

34,67

P2 (10 cm)

72

6,67
41,34

bc

P1 (5 cm)

96

24

30,67

65,34

P0,05 (8)

3,26

3,39

3,47

BJND 0,05 (8)

22,56

23,46

24,01

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

Extrada, et al. (2013)

Page 7

109

Nilai kelangsungan hidup yang

terendah diperoleh pada perlakuan

ketinggian air 15 cm. Rendahnya

tingkat kelangsungan hidup benih ikan

gabus pada perlakuan ketinggian air 15

cm kemungkinan juga dipengaruhi oleh

perbedaan tingkat ketinggian air media


pemeliharaan karena pada perlakuan

ketinggian air 15 cm media

pemeliharaan

yang

digunakan

ketinggian air nya cukup tinggi

sehingga

benih

ikan

gabus

membutuhkan energi yang cukup besar

untuk melakukan gerak naik turun

untuk mengambil oksigen ke

permukaan. Semakin besar jarak yang

ditempuh untuk mengambil oksigen ke

permukaan maka semakin besar pula

energi yang terpakai sehingga

berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

kelangsungan hidupnya.

Witjaksono (2009), menyatakan

bahwa ketinggian air yang tinggi

menyebabkan jarak ke permukaan

semakin besar sehingga mempengaruhi

aktivitas ikan lele dalam mengambil

oksigen dari udara. Semakin besar

jarak yang ditempuh untuk mengambil

oksigen ke permukaan maka semakin

besar pula energi yang terpakai

sehingga akan berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan kelangsungan hidup

ikan lele.

Pertumbuhan Benih Ikan Gabus

Pertumbuhan adalah perubahan


ukuran baik panjang dan bobot dalam

satuan waktu. Pada penelitian ini

pertumbuhan dievaluasi berdasarkan

pertumbuhan panjang mutlak dan

pertumbuhan bobot mutlak. Rata-rata

pertumbuhan panjang mutlak dan

pertumbuhan bobot mutlak selama

penelitian tertera pada Gambar 1 dan 2

berikut ini

Gambar 1. Rata-rata pertumbuhan panjang mutlak benih ikan gabus setiap perlakuan

yang dipelihara dengan tingkat ketinggian air yang berbeda

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

Extrada, et al. (2013)

Page 8

110

Gambar 2. Rata-rata pertumbuhan bobot mutlak benih ikan gabus setiap perlakuan

yang dipelihara dengan tingkat ketinggian air yang berbeda

Dari hasil pengukuran yang

dilakukan, selama satu bulan masa

pemeliharaan diperoleh pertumbuhan

panjang mutlak benih ikan gabus

tertinggi yaitu pada perlakuan

ketinggian air 10 cm yaitu sebesar 2,55

cm dan pertumbuhan panjang mutlak

terendah ditemukan pada perlakuan

ketinggian air 20 cm yaitu sebesar 2,14

cm.

Sedangkan

untuk

nilai

pertumbuhan bobot mutlak tertinggi

berada pada perlakuan ketinggian air 15


cm yaitu sebesar 0,81 g dan terendah

terdapat pada perlakuan ketinggian air

20 cm yaitu 0,65 g.

Hasil analisa sidik ragam pada

perhitungan pertumbuhan panjang

mutlak dan bobot mutlak pada

penelitian ini menunjukkan bahwa

pengaruh perlakuan tingkat ketinggian

air media yang berbeda memberikan

pengaruh tidak berbeda nyata terhadap

pertumbuhan panjang mutlak dan bobot

mutlak. Hal ini menunjukkan bahwa

pertumbuhan panjang mutlak dan bobot

mutlak pada penelitian ini tidak

dipengaruhi oleh tingkat ketinggian air

media budidaya.

Tidak adanya perbedaan yang

nyata baik terhadap pertumbuhan

panjang mutlak dan bobot mutlak pada

penelitian ini diduga dipengaruhi oleh

adanya jumlah benih ikan gabus akibat

dari tingkat kelangsungan hidup yang

berbeda antar perlakuan sehingga

dengan ketinggian air yang tertentu dan

pada jumlah individu yang tertentu pula

benih ikan gabus mendapatkan ruang

gerak yang cukup dan mampu

menunjang

pertumbuhannya.

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

Extrada, et al. (2013)


Page 9

111

Schaperclaus dalam Huet (1971),

menyatakan bahwa pertumbuhan hanya

akan terjadi jika energi makanan yang

dimakan lebih banyak dari pada energi

yang

diperlukan

untuk

mempertahankan berat tubuhnya

(maintenance).

Hoar et al. (1979) menyatakan

bahwa hubungan timbal-balik antara

setiap individu ikan dengan ikan

lainnya dipengaruhi oleh jumlah, ruang,

ukuran dan spesies. Hubungan ini

berpengaruh terhadap pertumbuhan

ikan dan besarnya interaksi yang terjadi

antara setiap individu ikan dan

mempengaruhi kemampuan ikan untuk

memperoleh makanan. Selanjutnya

dikatakan bahwa awal dari hasil

persaingan ruang dan pakan, ikan akan

mengembangkan pola tingkah laku

yang bermacam-macam, meliputi

pertahanan dan dominansi

Kualitas Fisika dan Kimia Air

Kisaran kualitas fisika dan

kimia air yang diperoleh dari masing-

masing perlakuan selama penelitian

disajikan dalam Tabel 3 berikut ini :

Tabel 3. Kisaran parameter fisika dan kimia air selama pemeliharaan

Parameter
Perlakuan

Kisaran

toleransi

P1

P2

P3

P4

Suhu (oC)

25-29

25-28

25-29

26-29

26,5-31,5 (a)

pH

6,0-7,1

6,0-7,1

6,0-7,0

6,0-7,0 4-9 (b)

Oksigen

terlarut

(mg.l-1)

1,78-4,51 0,60-4,38 1,68-3,45 0,86-4,31 2,0-3,7 (c)

Amonia

(mg.l-1)

0,04-1,10 0,010-0,05 0,015-0,05 0,010-0,04 0,54-1,57 (d)

Ket : (a) = Makmur (2003), (b) = Muflikhah et al, (2008), (c) = Adriani, 1995 (d) = Jianguang et al (1997)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

Extrada, et al. (2013)

Page 10

112

Berdasarkan Tabel 3 di atas

dapat diketahui bahwa nilai fisika dan


kimia air berupa suhu, pH, dan amonia

masih dalam kisaran toleransi.

Sedangkan oksigen terlarut cenderung

berada di luar kisaran toleransi. Suhu

merupakan faktor yang mempengaruhi

laju metabolisme dan kelarutan gas

dalam air (Zonneveld et al, 1991).

Suhu yang semakin tinggi akan

meningkatkan laju metabolisme ikan

sehingga respirasi yang terjadi semakin

cepat. Hal tersebut dapat mengurangi

konsentrasi oksigen di air sehingga

dapat menyebabkan stres bahkan

kematian pada ikan. Berdasarkan hasil

pengukuran kisaran nilai suhu rata-rata

yang didapat berkisar antara 25-29oC,

kisaran suhu pada penelitian ini cukup

layak untuk menunjang pemeliharaan

benih ikan gabus. Hal ini sesuai dengan

pendapat Makmur

(2003), yang

menyatakan bahwa suhu air optimal

bagi perkembangan hidup ikan gabus

berkisar antara 26,5-31,5oC.

Dari hasil pengukuran pH selama

pemeliharaan benih ikan gabus diperoleh

nilai berkisar antara 6,0-7,1. Nilai pH

tersebut masih dalam kisaran toleransi

untuk menunjang kehidupan benih ikan

gabus. Hal ini sesuai dengan pendapat

Muflikhah et al, (2008), yang

menyatakan bahwa pH yang baik untuk

pemeliharaan benih ikan gabus adalah


dengan kisaran 4 – 9.

Kandungan oksigen terlarut

selama penelitian berkisar antara 0,60-

4,51 mg.l-1 Berdasarkan pengukuran

untuk nilai kandungan oksigen terlarut

pada penelitian ini cenderung berada di

luar kisaran toleransi. Nilai kandungan

oksigen terlarut yang tinggi pada

pemeliharaan benih ikan gabus ini

hanya cenderung pada awal masa

pemeliharaan

namun

memasuki

minggu

kedua

hingga

akhir

pemeliharaan kandungan oksigen

terlarut pada media pemeliharaan

cenderung menurun. Menurut Stickney

(1993), suplai oksigen di perairan

sebaiknya berbanding lurus dengan

kepadatan ikan dan jumlah pakan yang

dikonsumsi oleh ikan. Sehingga dengan

semakin meningkatnya kandungan

oksigen

diperairan

mengurangi

peningkatan

produktivitas

ikan.

Menurut Muflikhah et al., (2008)

kisaran oksigen terlarut yang baik


untuk pemeliharaan ikan gabus

minimal 3 mg.l-1..

Kandungan amonia selama

pemeliharaan berkisar antara 0,04-1,10

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

Extrada, et al . (2013)

Page 11

113

mg.l-1. Berdasarkan hasil pengukuran

diketahui bahwa kandungan amonia

pada penelitian ini masih dalam kisaran

toleransi untuk menunjang kehidupan

benih ikan gabus. Hal ini dikarenakan

ikan gabus mempunyai kelebihan yaitu

mampu mentolerir kondisi yang tidak

menguntungkan dibanding ikan lainnya

seperti kadar amonia yang tinggi

(Bijaksana, 2010). Jianguang et al

(1997), menyatakan bahwa besarnya

kemampuan toleransi ikan gabus

terhadap kadar amonia terlarut dalam

air pada pH yang berbeda yaitu pada

konsentrasi amonia lebih dari 0,54

mg.l-1 pada pH 8,0 sampai dengan 1,57

mg.l-1 pada pH 10,0.

KESIMPULAN

Kesimpulan

Hasil

penelitian

ini

menunjukkan bahwa tingkat ketinggian

air media budidaya 5 cm hingga 10 cm


memberikan hasil terbaik terhadap

kelangsungan hidup benih ikan gabus

sedangkan pertumbuhan panjang

mutlak dan bobot mutlak menunjukkan

hasil yang tidak berbeda nyata antar

perlakuan.

DAFTAR PUSTAKA

Allington N.L. 2002. Channa Striatus.

Fish Capsule Report for

Biology

of

Fishes.

http://www.umich.edu/-

bio440/fishcapsule96/channa

html. (di akses tgl 4 April

2002).

American Public Health Association

(APHA).

1976.

Standart

Methods for the Examination of

Water and Wastewater. 4th

edition. American Public Health

Association . Weashington

DCD. 1193p.

Brown, M.E. 1957. The Physiology of

Fish. Volume I : Metabolism.

Academic Press Inc., New

York. P. 361-397.

Bijaksana, U. 2010. Kajian Fisiologi

Reproduksi Ikan Gabus

(Channa Striata Blkr) di

Dalam Wadah dan Perairan


Rawa

sebagai

Upaya

Domestikasi. Disertasi. Institut

Pertanian Bogor. (Tidak

dipublikasikan).

Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi

Perikanan. Yayasan Pustaka

Nusantara. Bogor.

Fitriliyani, I. 2005. Pembesaran larva

ikan gabus (Channa striata) dan

efektifitas induksi hormon

gonadotropin untuk pemijahan

induk. Institut Pertanian Bogor :

Bogor.

Hanafiah, K. A. 2004. Rancangan

Percobaan Teori dan Aplikasi.

Fakultas Pertanian. Universitas

Sriwijaya. PT. Raja Grafindo

Persada. Jakarta.

Hoar, W.S., D.J. Randall, J.R. Brett.

1979. Fish Physiology. Vol III.

Bioenergenetics and Growth.

Academic Press. New York,

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

Extrada, et al. (2013)

Page 12

114

San Fransisco, London. P. 559-

667.

Huet, M. 1971. Textbook of Fish

Culture.
Breeding

and

Cultivation of Fish. Fishing

News Books. Ltd. London.

Jianguang, Q. Fast AW, Kai AT. 1997.

Tolerance

of

snakehead

(Channa striatus) to ammonia

at different pH. J World

Aquaculture. 28: 87-90

Makmur, S. 2003. Biologi reproduksi,

makanan dan pertumbuhan ikan

gabus (Channa striata Bloch) di

daerah banjiran Sungai Musi,

Sumatra

Selatan.

Tesis.

Program Pascasarjana. Institut

Pertanian Bogor. Bogor. (tidak

dipublikasikan).

Muflikhah, N., N.K. Suryati., S.

Makmur. 2008. Gabus. Balai

Riset Perikanan Perairan

Umum.

Muslim. 2007. Potensi, Peluang dan

Tantangan Budidaya Ikan

Gabus (Channa striata) di

Sumatera Selatan. Prosiding

Seminar Nasional Forum

Perairan Umum Indonesia IV,

Palembang 30 November 2007.

Badan Riset Kelautan dan


Perikanan.

Departemen

Kelautan dan Perikanan. ISBN :

978-979-1156-10-3

Stickney RR, 1993. Advanced in

Fisheries Science Culture

Nonsalmonid Freshwater Fishes

Second Edition. CRC Press.

Boca Ratio. Florida.

Witjaksono, A. 2009. Kinerja produksi

pendederan lele sangkuriang

(clarias sp.) melalui penerapan

teknologi ketinggian media air

15 cm, 20 cm, 25 cm, dan 30 cm.

Skripsi. Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan. Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Zonneveld N. EA Huisman and JH

Boon. 1991. Prinsip-Prinsip

Budidaya Ikan. Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia

Extrada, et al. (2013)


BIAWAN

http://digilib.unila.ac.id/6489/16/BAB%20II.pdf

You might also like