You are on page 1of 25

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Demam dengue/DF dan Demam berdarah dengue/DBD (dengue

hemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri

sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan

diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi pembesaran plasma yang ditandai

dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan

cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome)

adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.3

2.2 Epidemiologi

Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai telah terjadi di Surabaya

pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun

1970. Di Jakarta, kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian

DBD berturut-turut dilaporkan di Bandung dan Jogjakarta (1972). Epidemi

pertama di luar Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan

Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara dan Bali (1973). Pada tahun

1974, epidemi dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara

Barat. Pada tahun 1994 DBD telah menyebar ke seluruh propinsi di


4

Indonesia. Pada saat ini DBD sudah endemis di banyak kota besar, bahkan

sejak tahun 1975 penyakit ini telah terjangkit di pedesaan.3

Berdasarkan jumlah kasus DBD, Indonesia menempati urutan

kedua setelah Thailand. Sejak tahun 1968 angka kesakitan rata-rata DBD

di Indonesia terus meningkat dari 0,05 (1968) menjadi 8,14 (1973)

menjadi 8,65 (1983) dan mencapai angka tertinggi pada tahun 1988 yaitu

27,09 per 100.000 penduduk dengan penderita sebanyak 57.573 orang,

dengan 1.527 orang penderita dilaporkan meninggal dari 201 daerah

tingkat II.

Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara

bervariasi disebabkan beberapa faktor antara lain status umur penduduk,

kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe

virus dengue dengan kondisi metereologis.3

Pada awal terjadinya wabah di suatu negara, distribusi umur penderita

memperlihatkan jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur

kurang dari 15 tahun (86-95%). Namun, pada wabah-wabah selanjutnya,

jumlah penderita yang digolongkan dalam usia dewasa muda meningkat.

Di Indonesia virus DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 telah berhasil

diisolasi dari darah penderita. Di Jakarta daerah endemis tinggi, dari

sebagian besar penderita DBD derajat berat maupun yang meninggal dapat

diisolasi virus DEN-3. Survei virologis penderita DBD telah dilekukan di


5

beberapa rumah sakit di Indonesia sejak tahun 1972 sampai dengan tahun

1995. Keempat serotipe virus dengue berhasil diisolasi baik dari penderita

DBD derajat ringan maupun berat. Selama 17 tahun, serotipe yang

berdominasi adalah virus dengue serotipe DEN-2 atau DEN-3.1

Laporan kepustakaan mengenai demam berdarah dengue dalam kehamilan

dan persalinan masih sangat sedikit. Penelitian di Haiti dan Republik

Dominika melaporkan bahwa setengah dari semua anak yang telah

mencapai usia 2 tahun di negara tersebut mempunyai antibodi terhadap

dengue. Pada saat periode non epidemik, surveilens di Republik Dominika

terhadap darah dari 54 ibu hamil dan darah tali pusat bayi yang

dilahirkannya menunjukkan bahwa attack rate adalah 6%. Dilaporkan pula

bahwa kadar antibodi di dalam darah tali pusat lebih tinggi daripada di

dalam darah ibu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam

kehamilan telah terjadi imunisasi pasif transplasental.3

2.3. Patogenesis

Virus Dengue berasal dari monyet yang ditularkan ke manusia

melalui vector nyamuk. Virus ini merupakan Virus RNA positif berserat

tunggal yang termasuk di dalam anggota Flavivirus. Morfologik, virion

dengue berbentuk sferis dengan diameter nukleokapsid 30 nm dan

ketebalan selubung 10 nm sehingga diameter virion kira-kira 50 nm.

Selubung virion mempunyai peranan dalam fenomena hemaglutinasi,

netralisasi, dan interaksi antara virus dengan sel pada saat awal infeksi8
6

Pnyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini,

patogenesis DBD masih kontroversial dan sedikit dimengerti. Berbagai

teori telah dikemukakan oleh para ahli, tetapi sampai saat ini belum ada

yang dapat menjelaskan patogenesis DBD secara pasti.

Sejauh ini, beberapa teori yang berkaitan dengan patogenesis DBD

yaitu:7,9

a). Teori virulensi virus

Virus dengue secara genetik sangat bervariasi dan selalu berubah

akibat proses seleksi ketika virus bereplikasi, baik di tubuh manusia

maupun nyamuk. Dengan demikian, terdapat beberapa serotipe/strain virus

yang memiliki virulensi lebih besar dari serotipe/strain yang lain.Diantara

serotipe dan diantara strain sendiri juga mempunyai susunan protein yang

berbeda Kurane I dkk. menyatakan bahwa berdasarkan data epidemiologi,

telah dipostulasikan bahwa respons imun terhadap virus dengue berperan

dalam patogenesis demam berdarah dengue dan sindroma syok dengue.

Respons imun pejamu juga berperan dalam mengontrol infeksi demam

dengue.

b). Teori Imunopatologi

Respon imun pada infeksi virus dengue mempunyai 2 aspek yaitu

respon kekebalan atau menimbulkan penyakit. Setelah mendapat infeksi

virus dengue satu serotipe maka akan terjadi kekebalan terhadap virus ini

dalam jangka panjang, namun tidak mampu memberi pertahanan terhadap


7

jenis serotipe virus yang lain, sehingga jika lain kali terinfeksi jenis virus

dengan serotipe beda akan terjadi infeksi yang berat.. Teori ini disebut

teori infeksi sekunder. Teori infeksi sekunder masih diyakini oleh para ahli

untuk menjelaskan patogenesis DBD. Berdasarkan teori ini, apabila dalam

jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun setelah terinfeksi virus dengue

pertama kali penderita kemudian mendapatkan infeksi kedua dengan virus

dengue serotipe yang berbeda, maka penderita tersebut akan memiliki

risiko lebih tinggi untuk menderita DBD maupun sindroma syok dengue.

Antibodi pre-infeksi yang berasal dari serotipe yang lain tersebut dikenal

sebagai antibody dependent enhacement (ADE). Ia dapat meningkatkan

infeksi dan replikasi virus dengue dalam sel mononuklear. Sebagai

tanggapan terhadap interaksi tersebut, terjedi sekresi mediator vasoaktif

yang kemudian menyebabkan peningkatan pembuluh darah, sehingga

mengakibatkan hipovolemia dan syok.

Bagan 2.1. Peran Kelompok imun dalam Hemostasis infeksi dengue8


8

2.4. Interaksi antara Sistem Pertahanan Tubuh dan infeksi Virus.

Akibat gigitan vector Aedes aegpty, Virus dengue masuk dan

menginfeksi jaringan tubuh. Di dalam jaringan virus menginfiltrasi sel-sel

tubuh terutama pada sel-sel retikulo endotelial dan sel endotel pembuluh

darah.10

Pertahanan pertama tubuh diperankan oleh Fixed makrofag yang

memang telah ada di dalam jaringan (ex : Sel Kupffer dan histiosit ). Efek

yang mula-mula terjadi adalah dengan pembesaran sel-sel ini dengan

cepat. Kemudian, banyak makrofag yang sebelumnya terikat menjadi

mobile. Jumlah makrofag yang termobilisasi secara dini ini seringkali

sangat banyak.10

Kedua, terjadi migrasi neutrofil ke tempat peradangan akibat pelepasan

substansi kimia dan cytokine oleh makrofag dan jaringan yang rusak. Juga

terjadi migrasi monosit dimana nantinya akan berubah menjadi makrofag

(histiosit) dalam jaringan. Kedua sel darah putih ini bekerja dengan cara

marginasi, diapedesis, gerak kemotaktik, dan fagositosis.10.

Sel-sel granulosit ini hanya dapat bekerja memfagositir sel-sel yang

telah terinfeksi oleh virus dengue dan debris sel sehingga pertahanan

seluler ini menjadi tidak efektif. Infeksi dengue yang merupakan infeksi

sistemik menyebabkan hal serupa terjadi di seluruh tubuh. Hal ini

menyebabkan timbulnya Leukopenia8


9

Pertahanan lebih lanjut dilakukan dengan dilepaskannya cytokine

(IL-1 dan TNF) yang dikeluarkan oleh makrofag. Zat ini merupakan suatu

mediator yang mengubah limfosit T menjadi sel-T teraktivasi (T-helper).

Selanjutnya, Sel T-helper ini menginduksi perubahan limfosit B menjadi

sel Plasma yang akan memproduksi Antibodi berupa immunoglobulin.

Semua reaksi imunitas ini tergabung dalam kompleks imun. Dimana reaksi

kompleks imun ini yang menjadi kunci terhadap patogenesis infeksi virus

dengue.8

Bagan 2.2. Perjalanan interaksi virus dengan tubuh inang yang


mengakibatkan terjadinya perubahan dinamika sirkulasi.

Zat-zat mediator yang diproduksi oleh kompleks imun juga

menginduksi terjadinya peradangan, sehingga memperpanjang peradangan

yang sudah ada. Efek dari peradangan ini mengakibatkan peningkatan


10

permeabilitas membran sehingga akan berpengaruh pada dinamika

sirkulasi. Beberapa Zat yang disebut Pirogen juga menginduksi terjadinya

febris (demam)8.

Sebagi tanggapan terhadap reaksi tersebut, terjadi :

1. Aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilatoksin yang

menyababkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan

plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular.

2. Agregasi trombosit sehingga jumlah trombisit menurun. Apabila kejadian

ini berlanjut, akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibat

mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang.

3. Kerusakan sel endotel pembuluh darah yang akan merangsang atau

mengaktivasi faktor pembekuan.

Ketiga faktor tersebut dapat menyebabkan :

1. Peningkatan permeabilitas kapiler sehingga mengakibatkan perembesan

plasma, hipovolemia, dan syok. Perembesan plasma pada DBD

mengfakibatkan adanya cairan dalam rongga pleura dan rongga peritoneal

yang berlangsung singkat, selama 24-48 jam.

2. Kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia,

dan koagulopati, sehingga mengakibatkan perdarahan hebat.

Pada kehamilan terjadi berbagai perubahan sistem imunologis,

sehingga menyebabkan ibu hamil rentan terhadap berbagai infeksi dan

memungkinkan infeksi berkembang menjadi berat. Pada kehamilan terjadi


11

peningkatan jumlah neutrofil, namun sebaliknya terjadi penurunan

limfosit. Jumlah limfosit B relatif tetap, sedangkan limfosit T (terutama T

helper) menurun. Selain penurunan jumlah sel T, terjadi penurunan fungsi

imunitas seluler yang terlihat dari penurunan produksi IL-2 dan interferon.

Untuk imunitas humoral jumlah imunoglobulin total relatif tetap, namun

didapatkan penurunan jumlah antibodi spesifik terhadap infeksi tertentu.

Hal itu akan berpengaruh terhadap respon imun selular yang diperlukan

dalam pertahanan terhadap infeksi virus.2

Hipotesis patogenasis infeksi Dengue menerangkan bahwa beratnya

penyakit dan manifestasi klinis ditentukan oleh banyaknya jumlah sel yang

terinfeksi, terjadinya kelelahan fagosit mononuklear, dan peningkatan

respon imun humoral yang menyebabkan kompleks imun secara

berlebihan. 2

Selain perubahan sistem imun, pada kehamilan juga terjadi

perubahan hemodinamik. Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan

dipengaruhi oleh adanya sirkulasi ke plasenta dan uterus yang membesar

dengan pembuluh darah yang membesar pula. Volume darah ibu dalam

kehamilan bertambah secara fisiologis dengan adanya hemodilusi. Volume

darah akan bertambah kira-kira 25%, dan puncaknya terjadi pada

kehamilan 12 minggu. Eritropoesis dalam kehamilan juga meningkat

untuk memenuhi kebutuhan transport zat asam. Walaupun terjadi

peningkatan jumlah eritrosit secara keseluruhan, akan tetapi peningkatan

jumlah plasma jauh lebih besar, sehingga kondisi akhir yang terjadi adalah
12

anemia relatif. Jumlah leukosit meningkat, demikian juga trombosit.

Segara setelah partus, sirkulasi darah antara uterus dan plasenta berhenti,

sehingga sirkulasi umum akan membebani kerja jantung. Setelah partus

terjadi pula hemokonsentrasi, dengan puncak pada hari ke-3 dan 5

postpartum. Konsentrasi trombosit pada masa ini juga meningkat.

Perubahan tersebut sangat penting untuk menentukan persangkaan

diagnosis infeksi Dengue yang mungkin tidak selalu lengkap sesuai

kriteria diagnosis DBD seperti pada orang normal.2

Bunyavechevin et al pada tahun 1997 melaporkan pengamatan 3 kasus

DBD pada kehamilan pada saat antepartum, intrapartum, dan post partum.

Gejala klinis yang tampak selama masa antepartum tidak berbeda dengan

DBD tanpa kehamilan yaitu ditemukan hemokonsentrasi, trombositopenia

dan hasil pemeriksaan serologis positif.2

2.5 Gejala Klinis

1. Manifestasi klinis 5

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau

dapat berupa demam yang tidak jelas, demam dengue, demam berdarah

dengue dengan kebocoran plasma yang mengakibatkan syok atau sindroma

syok dengue (SSD).


13

a. Demam Dengue

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14

hari), timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri

tulang belakang, dan perasaan lelah. Demam dengue merupakan penyakit

demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi

klinis sebagai berikut: Nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia/atralgia,

ruam kulit, manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif),

leukopenia.

b. Demam Berdarah Dengue

Adalah infeksi dengue dengan kecenderungan perdarahan, disertai dengan

satu atau lebih manifestasi klinis sebagai

berikut6,8 :

a. Uji bendung positif

b. Petekie, ekimosis, atau purpura

c. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau

perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain.

d. Hematemesis atau melena

e. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/mm3)

Ditemukan bukti kebocoran plasma diakibatkan peningkatan permiabilitas

kapiler, yang ditandai oleh satu atau lebih gejala sebagai berikut6,11:

f. Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standard sesuai dengan umur

dan jenis kelamin


14

g. Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

h. Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asistes, atau

hipoproteinemia.

Dari keterangan di atas terlihat perbedaan utama antara DD dan DBD

ditemukan adanya kebocoran plasma.

c. Sindroma Syok Dengue

Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi

dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤ 20

mmHg), hipotensi dibandingkan standard sesuai umur, kulit dingin dan

lembab serta gelisah.


15

2) Derajat klinis

Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu

diketahui klasifikasi derajat penyakit seperti tertera pada tabel 2.1.5

Tabel 2.1. klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue11

DD/D Deraja Gejala Laboratorium


BD t

DD Demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit Lekopeni, trombositopenia, tidak


kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ditemukan bukti kebocoran
atralgia. plasma.

DBD I Gejala di atas ditambah uji bendung Trombositopenia (<100.000


positif. mm3), bukti ada kebocoran
plasma.

DBD II Gejala di atas ditambah pendarahan Trombositopenia (<100.000


spontan. mm3), bukti ada kebocoran
plasma.

DBD III Gejala di atas ditambah kegagalan Trombositopenia (<100.000


sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta mm3), bukti ada kebocoran
gelisah). plasma.

DBD IV Syok berat disertai dengan tekanan darah Trombositopenia (<100.000


dan nadi tidak terukur. mm3), bukti ada kebocoran
plasma.

*DBD derajat III dan IV disebut juga sindroma syok dengue(SSD)

*Uji bendung dilakukan dengan membendung lengan atas menggunakan manset

pada tekanan sistolik ditambah diastolik dibagi dua selama 5 menit. Hasil uji

positif bila ditemukan 10 atau lebih petekie per 2,5 cm2 (1 inci).
16

2.6 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien

demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar

hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya

limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru. Diagnosis pasti

didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi

antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase

Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang rumit, yang

berkembang saat ini adalah tes serologis (adanya antibodi spesifik

terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG).5

Parameter laboratori:5,6

a. Leukosit, awalnya menurun/normal, pada fase akhir ditemui limfositosis

relatif disertai adanya limfosit plasma biru (LPB > 15%) yang pada fase

syok akan meningkat.

b. Trombositopenia harus ditemukan pada DD dan DBD

c. Kebocoran plasma hanya ditemukan pada DBD

d. Kelainan pembekuan darah dapat ditemukan sesuai dengan sesuai derajat

penyakit

e. Hipoproteinemia dapat terjadi pada kebocoran plasma

f. Serum alanin-aminotransferase dapat meningkat (SGPT/SGOT)

g. Isolasi virus terbaik saat viremia (3-5 hari)

h. IgM terdeteksi hari ke 5, meningkat sampai minggu III, menghilang

setelah 60-90 hari


17

i. IgG pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke 14

2.7 Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks

kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat

dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto roentgen dada

sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi

badan sebelah kanan). Atesis dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan

pemeriksaan USG.5

2.8 Etiologi dan Penularan

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok

Arbovirus B, yaitu arthopod-bone virus atau virus yang disebarkan oleh

artropoda. Virus ini termasuk genus Flavivirus dari famili Flaviviridae.

Ada empat serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4.

Serotipe DEN-3 merupakan jenis yang paling sering dihubungkan dengan

kasus-kasus parah. Infeksi oleh salah satu serotipe akan menimbulkan

kekebalan terhadap serotipe yang bersangkutan, tetapi tidak untuk serotipe

yang lain. Keempat jenis virus tersebut semuanya terdapat di indonesia. Di

daerah endemik DBD, seseorang dapat terkena infeksi semua serotipe

virus pada waktu yang bersamaan.3

David Bylon (1779) melaporkan bahwa epidemiologi dengue di

batavia disebabkan oleh 3 faktor utama, yaitu virus, manusia, dan nyamuk.

Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aides Aigypti ( di

daerah perkotaan ) dan Aiedes albopictus (di daerah pedesaan ). Nyamuk


18

yang menjadi vektor penyakit DBD adalah nyamuk yang menjadi

terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia (terdapat

virus dalam darahnya ). Menurut laporan terakhir, virus dapat pula

ditularkan secara transovarial dari nyamuk ke telur-telurnya.3

Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama

dalam kelenjar air liurnya, dan jika nyamuk ini menggigit orangg lain

maka virus dengue akan dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam

tubuh manusia, virus ini akan berkembang selama 4-6 hari dan orang

tersebut akan mengalami sakit demam berdarah dengue. Virus dengue

memperbanyak diri dalam tubuuh manuusia dan berada dalam darah

selama satu minggu.3

Orang yang didalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak

semuanya akan sakit demam berdarah dengue. Ada yang mengalami

demam ringan dan sembuh dengan sendirinya, atau bahkan ada yang sama

sekali tanpa gejala sakit. Tetapi semuanya merupakan pembawa virus

dengue selama satu minggu, sehingga dapat menularkan kepada orang lain

di berbagai wilayah yang ada nyamuk penularannya. Sekali terinfeksi,

nyamuk menjadi infektif seumur hidupnya.3


19

Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah :3

1. Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih

2. Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak

mandi, wc, tempayan,drum, dan barang-barang yang menampung air

seperti kaleng, ban bekas,pot tanaman air, serta tempat minum burung.

3. Jarak terbang ±100 m

4. Nyamuk betina bersifat ‘multiple biters’ (menggigit beberapa orang karena

sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat).

5. Tahan dalam suhu panas dalam kelembaban tinggi

Gambar 2.1 Nyamuk Aides Aigypti

2.9 Penatalaksanaan 7

Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip utama adalah

terapi suportif. Akan tetapi, penanganan klinis yang tepat oleh dokter dan

perawat yang berpengalaman pada umumnya akan menyelamatkan pasien


20

DBD. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat

diturunkan kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi

merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD.

Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan

cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan

suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan

hemokonsentrasi secara bermakna.

Bunyavejchevin S., dkk., melaporkan penatalaksanaan DBD dengan

kehamilan antepartum, intrapartum, dan masa nifas. Penatalaksanaan DBD

dengan kehamilan sebagai berikut:

2.9.1 Penatalaksanaan Antepartum 7

Setiap penderita DBD sebaiknya dirawat di tempat yang terpisah

dengan penderita lain dan seyogianya kamar yang bebas nyamuk

(berkelambu). Penatalaksanaan antepartum tanpa penyulit biasanya

dilakukan secara konservatif, antara lain:

a. Tirah baring.

b. Makanan lunak. Bila tidak ada nafsu makan dianjurkan untuk minum

banyak 1,5--2 liter dalam 24 jam, air tawar ditambah garam saja.

c. Medikamentosa yang bersifat simptomatis yaitu:

 Untuk demam tinggi dan sakit kepala diberikan dari golongan

asetaminofen, eukinin atau dipiron, tetapi pemakaian asetosal

harus dihindari mengingat bahaya perdarahan.


21

 Glukokortikosteroid merupakan pengobatan pertama untuk

menaikkan jumlah trombosit yang rendah, tetapi pada umumnya di

Indonesia hal ini tidak dilakukan karena terbukti tidak terdapat

perbedaan yang bermakna antara terapi tanpa atau dengan

kortikosteroid.

 Antibiotik dapat diberikan bila dicurigai infeksi sekunder.

d. Terapi cairan pengganti diberikan pada penderita sesuai derajat dehidrasi.

e. Transfusi trombosit jika diperlukan.

Para ahli hematologi umumnya tidak mengobati penderita dengan jumlah

trombosit di atas 20,000/mm3 atau bila tidak terjadi perdarahan spontan.

Batas usia trombosit yang ditransfusikan biasanya pendek.

f. Terhadap kehamilannya dilakukan pemantauan terhadap janin dan

perawatan secara konservatif.

Dilakukan pengawasan yang ketat terhadap tanda-tanda vital, Hb

(hemoglobin), dan Ht (hematokrit) setiap 4--6 jam pada hari-hari pertama

pengamatan, selanjutnya tiap 24 jam. Periode kritis timbulnya syok

umumnya 24--48 jam perjalanan penyakit.

2.9.2 Penatalaksanaan Intrapartum7

Penatalaksanaan ibu hamil aterm dengan DBD sama seperti antepartum,

namun terhadap kehamilannya sebagai berikut:

a. Obat-obat tokolitik dapat dipergunakan hingga periode kritis terlewati atau

trombosit kembali normal5. Obat-obat tokolitik umumnya menyebabkan


22

takikardia yang dapat menutupi keadaan status pasien. Magnesium Sulfat

dapat menjadi obat pilihan pada situasi ini karena tidak menyebabkan

takikardia.

b. Jika proses melahirkan tidak dapat dihindarkan, rute vaginal l disukai

daripada abdominal. Kontraksi uterus setelah melahirkan akan

menstrangulasi pembuluh-pembuluh darah yang menyebabkan hemostasis

walaupun gangguan koagulasi masih terjadi. Transfusi trombosit

diindikasikan pada proses melahirka melalui vagina bila jumlah trombosit

di bawah 20,000/mm3.

c. Bila perlu dilakukan tindakan pembedahan, terutama pada saat inpartum

perlu diberikan konsentrat trombosit preoperatif dan konsentrat trombosit

selama operasi serta pasca operasi jika diperlukan5. Transfusi trombosit

diindikasikan pada pembedahan jika jumlah trombosit maternal di bawah

50,000/mm3. Tranfusi trombosit pada saat insisi kulit dapat memberikan

hemostasis yang cukup. Setiap unit konsentrat trombosit yang

ditransfusikan dapat meningkatkan hitung trombosit hingga 10,000/mm3.

Sebelum melakukan operasi, sebaiknya telah dilakukan konsultasi dengan

tim anastesi, neonatologis, dan ahli jantung.

d. Pemberian plasma beku segar (30 mL/kg/hari) dapat diberikan bila ada

kelainan koagulopati, namun harus hati-hati kemungkinan terhadap

penumpukan cairan tubuh yang berlebihan.

Beberapa teknik pembedahan seksiosesaria yang perlu diperhatikan pada

pasien dengan trombositopenia berat:


23

e. Jika pasien mengalami perdarahan yang secara klinis nyata, lebih baik

gunakan insisi kulit garis tengah (midline). Walaupun demikian, insisi

Pfannenstiel masih dapat dipertimbangkan.

f. Gunakan elektrokauter untuk menghentikan perdarahan.

g. Jahit uterus dengan dua lapis.

h. Tinggalkan flap kandung kemih terbuka untuk mencegah terbentuknya

hematoma yang dapat menuntun terjadinya abses dan demam.

i. Tutuplah peritoneum untuk mencegah perdarahan dari pembuluh-

pembuluh darah yang terdapat pada tepi sayatan peritoneum, yang sering

tidak terlihat dan dapat terbentuk suatu ruangan untuk drainase subfascial.

j. Tempatkan drain subfascial dan tinggalkan sampai tidak ada cairan yang

mengalir keluar.

k. Sebaiknya gunakan staples kulit, walaupun dengan insisi Pfannenstiel. Ini

memungkinkan kita membuka sebagian dari insisi jika terbentuk hematoma

subkutis.

l. Tempatkan balutan kuat dengan tekanan di atas insisi dan tidak dibuka

selama 48 jam, kecuali tanda-tanda perdarahan aktif ditemukan.

2.9.3 Penatalaksanaan Masa Nifas 7

 Bila DBD terjadi pada masa nifas, penatalaksanaannya hampir sama

dengan antepartum (tirah baring, terapi cairan pengganti, simtomatis,

pengawasan yang ketat terhadap tanda-tanda vital, hemoglobin,


24

hematokrit, dan trombosit). Demam berdarah dengue jarang sebagai

penyebab morbiditas demam nifas.

 Bayi-bayi yang dilahirkan umumnya sehat bila ibunya tidak memderita

komplikasi selama kehamilan. Pemberian air susu ibu dapat memberi

perlindungan pada bayi terhadap infeksi demam berdarah dengue karena

komponen lemak dari air susu ibu dan colostrum memiliki aktivitas anti

dengue.

2.10 Komplikasi 7

1. Ensefalopati Dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang

berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD

yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia,

hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya

ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka

kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak

sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular diseminata (KID).

2. Kelainan Ginjal

Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat

dari syok yang tidak teratasi dengan baik.


25

3. Edema Paru

Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat

berlebihan pemberian cairan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai

kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan

edema paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Akan tetapi

apabila pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstra, apabila

cairan masih diberikan (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan

kadar hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit) pasien

akan mengalami distres pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata,

dan tampak adanya gambaran edema paru pada foto dada.

2.11 Prognosis

Pada umumnya, kehamilan tanpa komplikasi kehamilan dengan demam

berdarah dengue adalah baik. Penanganan dini dan intensif sangat

menentukan keberhasilan. 7

2.12 Pencegahan

Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara

paling memadai saat ini. Vektor dengue khususnya A.aegypti sebenarnya

mudah diberantas karena sarang-sarangnya terbatas di tempat yang berisi

air bersih dan jarak terbangnya maksimum 100 meter. Tetapi karena

vektor terbesar luas, untuk keberhasilan pemberantasan diperlukan total


26

coverage (meliputi seluruh wilayah) agar nyamuk tak dapat berkembang

biak lagi. Terdapat 2 cara pemberantasan vektor:

1. Menggunakan insektisida.

Yang lazim dipakai dalam program pemberantasan demam berdarah

dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa (adultisida)

dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara

penggunaan malathion ialah dengan pengasapan (thermal fogging) atau

pengabutan (cold fogging). Untuk pemakaian rumah tangga dapat

digunakan berbagai jenis insektisida yang disemprotkan di dalam

kamar/ruangan, misalnya golongan organofosfat, karbamat atau

pyrethroid. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate

(sand granules) ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes, yaitu bejana

tempat penampungan air bersih. Dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1

gram Abate SG 1 % per 10 liter air.

2. Tanpa insektisida

Caranya adalah:

a. Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1x

seminggu (perkembangan telur ke nyamuk lamanya 7-10 hari.

b. Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.

c. Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas, botol-botol

pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.


27

Isolasi pasien agar pasien tidak digigit vektor untuk ditularkan kepada

orang lain sulit dilaksanakan lebih awal dari perawatan di rumah sakit

karena kesulitan praktis. Mencegah gigitan nyamuk dengan cara memakai

obat gosok maupun pemakaian kelambu memang dapat mencegah gigitan

nyamuk, tetapi cara ini dianggap kurang praktis. Imunisasi maupun

pemberian anti-virus dalam usaha memutuskan rantai penularan, saat ini

baru dalam taraf penelitian.7

You might also like