You are on page 1of 9

Ketahui Cara Mengendalikan Emosi,

Sebelum Ia Mengendalikanmu!!
Posted on September 21, 2014 - 1,306 views -
“Pagi itu kamu sibuk membalas email-email
complain customer, tiba-tiba atasan meminta kamu
mengubah proposal proyek untuk diajukan ke
rapat direksi yang dimulai 2 jam lagi. Kamu
kemudian meminta bantuan Bunga, rekan satu tim.
Sayangnya ia menolak secara kurang
menyenangkan dengan alasan ia juga sangat
sibuk. Akhirnya kamu berusaha mengerjakan
proposal tersebut sendiri sambil membalas email-
email dari customer yang juga harus diselesaikan
saat itu. Dua jam kemudian proposal tersebut
selesai, dan kamu berjalan ke arah ruangan bos.
Lalu tak sengaja kamu melihat Bunga ternyata
sedang asyik bergosip dengan rekan kerja yang
lain. Ketika kamu menyerahkan proposal ke
atasan, ia mengatakan bahwa ternyata proposal
tidak perlu diganti.”
Apa yang akan kamu lakukan jika berada pada kondisi
di atas? Mungkin kamu pernah berada pada situasi
yang mirip dengan ilustrasi tersebut. Di mana
kemampuan kamu untuk mengendalikan emosi diuji.
Seperti apa respon kita dalam situasi penuh
tantangan, menggambarkan tingkat kecerdasan emosi
kita. Pada artikel sebelumnya, kita telah mengetahui
pentingnya kecerdasan emosional dalam karir.
Sekarang kita akan membahas bagaimana cara
supaya kita dapat membuat diri kita lebih cerdas
secara emosional.

Berbagai buku telah ditulis berkaitan dengan


peningkatan cara mengendalikan emosi. Saya
mencoba mengambil intisari dari beberapa literatur
tentang pengelolaan emosi dan merangkum hal-hal
yang dapat membantu kita meningkatkan kecerdasan
emosi. Saya akan menjabarkan cara peningkatan
kecerdasan emosi pada dua aspek, yaitu aspek diri
pribadi dan aspek sosial.

Melatih kecerdasan emosional yang berkaitan dengan


diri, dapat dilakukan dengan cara berikut:

1. Kenali Munculnya Emosi


Langkah awal untuk menjadi lebih cerdas secara
emosional adalah dengan mengenal diri kita secara
lebih baik. Sadari reaksi tubuh kita ketika kita mulai
merasakan emosi tersebut. Misalnya jantung yang
berdebar lebih keras atau tangan yang berkeringat
ketika kita akan marah. Selain itu, kita juga perlu
mengenali kapan dan hal-hal apa saja yang memicu
kita merasakan suatu emosi, terutama emosi-emosi
negatif yang mungkin akan berpotensi merusak

2. Beri Otak Kita Waktu untuk Berpikir

Bagaimana otak memroses emosi? Informasi yang


ditangkap oleh panca indera kita diterima dan
disalurkan ke dua channel, yaitu ke bagian pengatur
emosi (amygdala) dan bagian berpikir (neocortex).
Menariknya, proses penyampaian informasi ke
amygdala berlangsung lebih cepat dari pada proses ke
neocortex.
Ketika kita merasakan emosi yang sangat kuat,
amygdala akan segera mengambil alih otak kita dan
mengambil tindakan untuk kabur, berkelahi atau…
mematung. Akibatnya, neocortex tidak sempat bekerja
dan kita tidak bisa menilai informasi dengan rasional.
Proses ini diberi istilah “pembajakan amygdala” oleh
Daniel Goleman. Inilah alasannya kenapa seringkali
kita menyesal melakukan tindakan atau mengambil
keputusan di saat emosi kita sedang intens.

Oleh karena itu, ketika kita berada kondisi yang


mungkin memicu emosi yang intens, berhentilah. Beri
waktu pada otak kita untuk berpikir. Salah satu teknik
manajemen emosi menyatakan bahwa berhenti
melakukan apapun selama 6 detik memberi waktu
yang cukup untuk membuat amygdala berhenti
membajak otak berpikir kita.

3. Fokus pada Apa yang Dapat Kita Kontrol


Seringkali hal-hal yang mengganggu kita adalah hal-
hal yang sebenarnya berada di luar kontrol kita.
Atasan yang pemarah, rekan kerja yang ceroboh,
jalanan yang macet. Kita sering berpikir bahwa kita
harus mengubah situasi supaya kita bisa merasa lebih
baik, nyatanya kita tidak bisa melakukannya.
Lalu apa yang dapat kita lakukan? Fokuslah pada apa
yang bisa kita lakukan. Alih-alih menunggu atasan kita
untuk berubah menjadi tidak pemarah lagi, kita bisa
memfokuskan diri untuk mengatur mood kita atau
mengerjakan pekerjaan kita sebaik mungkin. Jadilah
pengatur bagi emosi Anda sendiri, jangan biarkan
pihak luar mengatur emosi Anda.
Selain kita mampu mengelola emosi pada diri kita, kita
juga perlu mengelola emosi orang lain, yaitu dengan
cara:

1. “Dengarkan” Emosi Orang Lain


Bila selama ini kita hanya mendengarkan kata-kata,
mari kita coba untuk memahami emosi dibalik pesan
yang ingin disampaikan. Kita bisa memulainya dengan
cara lebih memperhatikan bahasa tubuh, ekspresi,
maupun nada suara rekan yang bercerita pada kita.
2. Kembangkan Empati
Empati adalah kemampuan kita untuk memahami apa
yang dipikirakan, diinginkan, dan dirasakan oleh orang
lain. Bagaimana cara untuk melatih empati? Cobalah
untuk mendengarkan orang lain dengan tujuan untuk
memahaminya, bukan untuk sekedar menunggu giliran
berbicara. Ya, sesederhana mencoba memahami apa
yang dirasakan dan dipikirkan oleh rekan kamu. Tanpa
ada penilaian, anggapan-anggapan negatif, maupun
nasihat-nasihat yang mengajari.
3. Ingatlah untuk Terus Menabung di Rekening
Emosi
Dalam bukunya, 7 Habits for Highly Effective People,
Steven Covey mengenalkan konsep rekening emosi.
Ketika kita berinteraksi dengan orang lain, kita akan
membuka rekening emosi kita padanya. Kalau kita
berbuat baik pada rekan kita tersebut, rekening kita
akan bertambah. Sebaliknya, jika kita melakukan hal-
hal yang melukai hubungan kita, maka tabungan kita
akan berkurang. Tantangannya, tidak seperti tabungan
kita di bank yang ditentukan oleh kita kapan akan
bertambah dan berkurang, jumlah tabungan emosi kita
pada orang lain ditentukan oleh orang tersebut. Jadi,
ingatlah bahwa kita memiliki tabungan emosi pada
orang lain dan teruslah menabung karena kita tidak
tahu kapan dan seberapa banyak akan berkurang.
Memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan
memberikan manfaat bagi diri kita sendiri maupun bagi
orang lain yang berinteraksi dengan kita. Setiap orang
memiliki kecerdasan emosional yang bervariasi. Kabar
baiknya, karena kecerdasan emosional adalah sebuah
ketrampilan, ia bisa dilatih dan ditingkatkan. Kabar
buruknya, butuh waktu yang tidak sebentar untuk
meningkatkan kecerdasan emosional kita. Jadi, mari
kita terus berlatih untuk bisa menjadi “majikan” bagi
emosi kita sendiri!

Goleman, D. (1994). Emotional Intelligence: Mengapa


EI lebih penting daripada IQ. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama

Covey, S. R. (2010). 7 Kebiasaan Manusia yang


Sangat Efektif (The 7 Habits of Highly Effective
People). Tangerang: Binarupa Aksara Publisher

“Daniel Goleman’s five components of emotional


intelligenceDaniel Goleman’s five components of
emotional intelligence’.

Diunduh dari
http://www.sonoma.edu/users/s/swijtink/teaching/philo
sophy_101/paper1/goleman.html
Sumber: www.ruangpsikologi.com

You might also like