You are on page 1of 100

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at:


https://www.researchgate.net/publication/291765892

Modul metode Numerik

Book · December 2015

CITATIONS READS

0 2,496

1 author:

Hanna Arini Parhusip


Universitas Kristen Satya Wacana
82 PUBLICATIONS 44 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Pusnas 2015/2016 View project

All content following this page was uploaded by Hanna Arini Parhusip on 25 January 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Dr. Hanna A Parhusip

Penerbit Tisara Grafika


SALATIGA
2015
Katalog Dalam Terbitan
518.6
PAR Parhusip, Hanna A.
m Modul metode numerik / Hanna A. Parhusip. -- Salatiga :
Tisara Grafika, 2015.
viii, 90 hlm. ; 25 cm.

ISBN 978-602-9493-27-6

1. Numerical analysis I. Title.

Cetakan pertama : Desember 2015


ISBN : 978-602-9493-27-6
Hak Cipta : Pada Penulis
Desain Sampul : Tisara Grafika
Tata letak : Harrie Siswanto
Percetakan : Tisara Grafika
Penerbit : Tisara Grafika

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh buku ini
tanpa seijin penulis

Diterbitkan oleh:

JL. DIPONEGORO 98 D - SALATIGA 50714 - JAWA TENGAH


Telp.: 0298-321798 | Fax : 0298-321798
Mobile: 081 228 598 985 | 0819 0488 340| 0298-6138702
GRAFIKA email: harisis_05@yahoo.com, harriesiswanto@gmail.com
PRAKATA

Metode Numerik muncul karena kemampuan analitik sangat terbatas dalam


menyelesaikan masalah-masalah aplikasi yang banyak membutuhkan komputer.
Selain itu, modul praktikum belum dibuat di Fakultas Sains dan Matematika
dimana pembelajaran dengan menggunakan praktikum komputer untuk berbagai
cabang matematika modern sangatlah diperlukan. Hal itu sangat mendorong
penulis untuk mengisi kekurangan ini.
Modul ini juga dapat sebagai panduan praktikum baik untuk mata kuliah
Metode Numerik maupun aljabar linear dan persamaan diferensial. Mahasiswa
seringkali tidak dapat memahami teori dengan baik karena visualisasi yang kurang
dan adanya kesenjangan yang sangat besar antara teori dan bahasa pemrograman.
Padahal banyak sekali bagian teori yang digunakan khususnya pada MATLAB
untuk memberikan jawaban yang user friendly. Sebagai matematikawan dan
akademisi maka sewajarnyalah harus mengetahui alasan yang melatarbelakangi
jawaban yang diperoleh dari komputasi dan hal ini diperoleh dari teori.
Oleh karena itu modul ini tidak mengesampingkan teori, tetapi lebih
membantu para mahasiswa untuk lebih memperhatikan teori dan dapat memanfaatkan
software seperti MATLAB dalam membantu memahami teori. Pada buku ini
digunakan MATLAB 6.5.
Sebagian materi buku ini telah digunakan untuk Pendidikan Matematika di
Soe STKIP pada September 2015. Mengingat keterbatasan mahasiswa dan tempat
perkuliahan, maka banyak kegiatan praktikum sebagian besar dengan Excel. Oleh
karena itu buku ini juga cukup baik bagi pemula dalam mempelajari metode
numerik dengan Excel.

Salatiga, 11 Desember 2015

Penulis

Modul METODE NUMERIK |iii


iv | Dr. Hanna A Parhusip
DAFTAR ISI

PRAKATA iii
DAFTAR ISI v
Bab 1 METODE NUMERIK UNTUK SISTEM PERSAMAAN 1
LINEAR
1.1 Operasi Baris Elementer 1
1.2 Cara mencari koefisien regresi (linear) 9

Bab 2 METODE NUMERIK UNTUK PERSAMAAN 16


DIFERENSIAL
2.1. Metode Euler 17
2.2. Pembahasan soal 22
2.3 Metode Heund 26
2.4 Metode Midpoint 31
2.5 Ringkasan Metode Faktor Integral 32

Bab 3 PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE SATU 34


3.1 Pendahuluan 34
3.2 Cara penyelesaian 38
3.2.1 Untuk Persamaan diferensial biasa yang dapat 38
dipisahkan
3.2.2 Metode Faktor Integral 45

Bab 4 METODE INTERPOLASI 54


4.1 Interpolasi cubic spline 54
4.2 Interpolasi Chebyshev 54
4.3 Interpolasi polinomial dan turunan 58

Bab 5 PROYEK METODE NUMERIK 64


5.1 Studi kasus Mocorin 64
5.1.1 Model dan Algoritma yang Digunakan 65
5.1.2 Data untuk diolah 66
(i) Data Kadar Karbohidrat pada Mocorin 66
(ii) Data Kadar Protein pada Mocorin 70
5.2 Program MATLAB untuk mendapatkan parameter fungsi 72
tujuan karbohidrat dengan metode kuadrat terkecil

Modul METODE NUMERIK |v


5.3 Program untuk mengoptimalkan fungsi tujuan karbohidrat 75
dengan menggunakan Algoritma Genetik (AG)
5.4 Program Interpolasi Data Protein terhadap Data 79
Karbohidrat
5.5 Pengembangan Model dan Analisa 83
5.5.1 Algoritma Genetik dengan Multiobjective Function 84
5.5.2 Model Fungsi Tujuan untuk Protein, Lemak, dan Serat 85
5.5.3 Mencari parameter fungsi tujuan protein menggunakan 87
SVD
DAFTAR PUSTAKA 89

vi | Dr. Hanna A Parhusip


DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data x (kolom 1), data y (kolom 2) 1


Tabel 2.1 Tabel soal A dan Soal B untuk Tugas 2.1 dan Tugas 2.2 20
Tabel 2.2 Solusi soal no B.9 untuk 10 iterasi pertama 30
Tabel 2.3 Hasil solusi dengan metode Heund 32
Tabel 4.1 Fungsi Analitik 55
Tabel 4.2 Penyelesaian dengan MATLAB 60
Tabel 4.3 Penyelesaian dengan MATLAB Kasus 2 61
Tabel 4.4 Penyelesaian dengan MATLAB Kasus 3 63
Tabel 5.1 Data Karbohidrat pada Mocorin dengan berbagai 67
perbandingan

Modul METODE NUMERIK | vii


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Hasil regresi linear dan dibandingkan dengan data 13


Gambar 2.1 Lokasi data dan formula pada excel 24
Gambar 2.2 Solusi dengan Excel 24
Gambar 2.3 Perbandingan visualisasi solusi pada h=0.1 (bertanda *) dan 25
pada h=0.2 (bertanda 0)
Gambar 2.4 Solusi A.9 27
Gambar 2.5 Langkah-langkah Excel, misal: nilai h pada B11 27
Gambar 2.6 Hasil soal A-9 dengan metode Heund 28
Gambar 2.7 Solusi dari excel untuk no. B.9 dengan excel 30
Gambar 2.8 Hasil visualisasi penyelesaian dengan excel 31
Gambar 4.1 Tanda * adalah fungsi analitik y=cos(x) 55
Gambar 4.2 Hubungan data (x,y) secara grafik 56
Gambar 4.3 Keluaran /Jawaban soal test 1 58
Gambar 4.4 Kasus 1 59
Gambar 4.5 Kasus 2 61
Gambar 4.6 Kasus 3 62

viii | Dr. Hanna A Parhusip


BAB 1
METODE NUMERIK
UNTUK SISTEM PERSAMAAN LINEAR

1.1 Motivasi
Diberikan pasangan data pada Tabel 1.1 berikut.
Tabel 1.1. Data x (kolom 1), data y (kolom 2)

0.01 2
0.02 3.5
0.03 4
0.04 2
0.05 5

Bagaimana menyatakan data kolom ke-2 sebagai fungsi dari data kolom ke-1. Hal
ini akan menjadi masalah sistem persamaan linear. Secara umum sebagai berikut:
   
menyelesaikan Ax  b dimana A  m  n , x  n , b  
m
dimana A dan b

disusun dari data. Yang dicari adalah x  n . Sebelum diskusi lebih lanjut maka
kita perlu mengingat kembali bagaimana menyelesaikan sistem persamaan linear
dengan Operasi baris elementer (OBE).

1.2 Operasi Baris Elementer

Untuk memperkenalkan OBE maka perhatikan contoh 1.1 berikut.

Contoh 1.1 Tentukan apakah sistem persamaan linear berikut konsisten (punya
penyelesaian).

x1  2 x2  x3  0
2 x2  8 x3  8
 4 x1  5 x2  9 x3  9

Modul METODE NUMERIK |1


Ide menyelesaikan adalah menyusunnya menjadi sistem persamaan linear yang
lebih sederhana (lebih mudah diselesaikan). Misal menyusunnya menjadi sistem
persamaan linear dengan matriks koefisien dalam bentuk segitiga atas (dibawah
elemen diagonal 0) sehingga kita dapat menyelesaikan dengan substitusi mundur
(mencari nilai variabel mulai dari yang terakhir). Kita menuliskan matriks
augmented (matriks A dan ruas kanan)

 1 2 1 0
0 2  8 8  ~ karena baris pertama kolom pertama sudah bernilai 1

 4 5 9  9
maka kita dapat mengalikan baris 1 dengan 4 dan menambahkan pada baris ketiga
atau ditulis b1 x 4  b (kita pilih bentuk ini agar pada baris ketiga kolom pertama
3
~

bernilai 0 ) atau ditulis

 1 2 1 0 1  2 1 0
0 2  8 8  b x 4  b3 0 2  8 8 
 1   b2 x 1 2
 4 5 9  9 ~ 0  3 13  9 ~

1  2 1 0
0 1  2 2  .
 
0  3 13  9

Kita akan membuat nol untuk baris ke-3 kolom ke-2 yaitu dengan mengalikan baris
ke-2 dengan 3 dan menambahkan pada baris ke-3 atau ditulis b2 x3  b 3
~

1  2 1 0
 
Sehingga diperoleh 0 1  4 4 . Kita telah memperoleh matriks segitiga
 
0 0 1 3
atas sehingga kita dapat menuliskan persamaan mula-mula menjadi

2 | Dr. Hanna A Parhusip


x1  2 x 2  x3  0
x 2  4 x3  4
x3  3

Bagaimana dengan penyelesaian ?.

Diperoleh dari baris ketiga x3  3 , dan substitusikan pada baris kedua diperoleh

x2  4  4(3)  16 ,sehingga x1  2 x2  x3  2(16)  3  32  3  29 . Jadi


sistem persamaan linear tersebut punya penyelesaian tunggal yaitu (29,16,3).

Jadi secara umum terdapat sistem persamaan linear dalam bentuk umum
   
Ax  b dimana A merupakan matriks real m x n dan x  R n , b  R m . Sebelum
menyelesaikan, terdapat 2 hal utama yang perlu diperhatikan bahwa sistem
persamaan dapat konsisten (mempunyai penyelesaian) ataupun tidak konsisten
(tidak mempunyai penyelesaian). Sistem yang konsisten juga mempunyai
penyelesaian tunggal atau banyak. Ada beberapa sifat yang diperhatikan kapan
sistem tersebut punya penyelesaian atau tidak (harap mempelajari kembali aljabar
linear).

Demikian pula sistem persamaan linear juga dibedakan atas bentuknya yaitu
   
homogen ( b  0  R m ) dan tidak homogen b  0  R m .

Contoh 1.2 Sistem persamaan linear homogen

 
Untuk mencari nilai eigen dan eigen vektor kita perlu menyelesaikan Ax  x
 
(definisi nilai eigen dan eigenvektor) atau ditulis ( A  I ) x  0 atau ditulis
 
Cx  0 menjadi sistem persamaan linear homogen.

Tentukan apakah sistem persamaan linear homogen ini mempunyai penyelesaian


tak nol (nontrivial) untuk

Modul METODE NUMERIK |3


3x1  5 x2  4 x3  0,
 3x1  2 x2  4 x3  0,
6 x1  x2  8 x3  0.

Jawab: secara analitik dari aljabar linear kita menyusun matriks augmented

[A 0 ] menjadi bentuk echelon

3 5  4 0  3 5  4 0 3 5  4 0
  3  2 4 0  ~ 0 3 0 0 ~ 0 3 0 0 .
  
 6 1  8 0 0  9 0 0 0 0 0 0

Untuk selanjutnya kita dapat mengalikan 1/3 terhadap baris ke-1 dan

1 5 / 3  4 / 3 0

baris ke-2 diperoleh 0 1 0 0
 b2 x(5 / 3) b1
0 0 0 0 ~

1 0  4 / 3 0
0 1 0 0 (bentuk echelon tereduksi).

0 0 0 0

Diperoleh sistem persamaan linear homogen menjadi

4
x1  x3 0
3
x2 0
00
4
Artinya haruslah x 2  0 sedangkan x1  x3 . Kita mengatakan x3
3
variabel yang bebas dipilih (free variable). Bisa juga kita memilih x1
yang merupakan variabel yang bebas dipilih, akan tetapi kita lebih memilih
variabel yang disebutkan terakhir yang bebas dipilih.

4 | Dr. Hanna A Parhusip


Berdasarkan ada tidaknya solusi (existence solution) maka sistem persamaan di
atas mempunyai penyelesaian (sistem dikatakan konsisten). Sedangkan
tunggal tidaknya penyelesaian (uniqueness) maka sistem dikatakan banyak
penyelesaian (not unique). Kita dapat mengenali bahwa jika paling sedikit
ada 1 variabel bebas dipilih (free variable) maka sistem mempunyai banyak
penyelesaian. Secara umum penyelesaian itu ditulis

x  43 a 0 a , a bebas.
 T

Contoh 1. 3

Pasangan data (x,y) ditunjukkan padaTabel 1.1

Masalah matematika: bagaimana y sebagai fungsi x ?

Asumsi bahwa data berupa: polinomial derajat 2, yaitu

y  a0  a1 x  a2 x 2 (1.1)
Artinya setiap pasangan data memenuhi persamaan (1.1).

(a) Matriks A disusun sebagai berikut

a0  a1x1  a2 x1  y1 atau a0  a1 (0.01)  a2 (0.01)2  2


2

a0  a1x2  a2 x2  y2 atau a0  a1 (0.02)  a2 (0.02)2  3.5


2

a0  a1x3  a2 x3  y3 atau a0  a1 (0.03)  a2 (0.03)2  4


2

a0  a1x4  a2 x4  y4 atau a0  a1 (0.04)  a2 (0.04)2  2


2

a0  a1x5  a2 x5  y5 atau a0  a1 (0.05)  a2 (0.05)2  5


2

Jadi A adalah

1 0.01 0.012  2


 2  a0   
1 0.02 0.02      3.5
A  1 0.03 0.032  dengan x   a1  , b   4 
  a2   
1 0.04 0.04 2  2
1 2  5 
 0.05 0.05 

Modul METODE NUMERIK |5


Jadi ke-5 persamaan di atas dapat ditulis dalam sistem persamaan linear
 
Ax  b yaitu

1 0.01 0.012  2


  3 . 5 
1 0.02 0.02 2  a0   
1 a 
0.03 0.032   1
 4 
   
1 0.04 0.04 2  a2  2
1 0.052   5 
 0.05
Cara penyelesaian:
 
Tahap 1: Kalikan ruas kiri dan ruas kanan dari Ax  b dengan AT dimana

 1 1 1 1 1 
A   0.01
T
0.02 0.03 0.04 0.05 
0.012 0.02 2 0.03 2 0.04 2 0.05 2 

Tahap 2: MenyusunC= AT A

1 0.01 0.012 
 
 1 1 1 1 1  1 0.02 0.02 2 
 0.05  1
C= 0.01
 0.02 0.03 0.04 0.03 0.032 
 
0.012 0.02 2 0.032 0.04 2 0.052  1 0.04 0.04 2 
1 0.052 
 0.05

 5 0.15 0.0055 

C   0.15 0.0055 0.000055 
0.0055 0.000055 0.00000055

Dengan OBE (Operasi Baris Elementer) akan dicari C 1 :

Tulis bentuk C I 33 yaitu

 5 0.15 0.0055 1 0 0 
 
 0.15 0.0055 0.000055 0 1 0 
 0.0055 0.000055 0.00000055 0 0 1 
 

6 | Dr. Hanna A Parhusip


 5 0.15 0.0055 1 0 0 
 
 0.15 0.0055 0.000055 0 1 0  b1 (1 / 5)
 0.0055 0.000055 0.00000055 0 0 1  
 
 1 0.03 0.0011 1 / 5 0 0 
 
 0.15 0.0055 0.000055 0 1 0 
 0.0055 0.000055 0.00000055 0 0 1 
 

 1 0.03 0.0011 1/ 5 0 0
 
b1 ( 0.15)  b2  0 0.001  0.00011  0.03 1 0 
  0.0055 0.000055 0.00000055 0 0 1 

1 0.03 0.0011 1/ 5 0 0
 
b1 ( 0.0055)  b3  0 0.001  0.00011  0.03 1 0 
  0  0.00011 - 0.0000055  0.0011 0 1 

1 0.03 0.0011 1/ 5 0 0
 
b2 (1000)  0 1  0.11  30 1000 0 
  0  0.00011 - 0.0000055  0.0011 0 1 

1 0 0.0044  0.7  30 0 
 
b2 ( 0.03)  b1  0 1  0.11  30 1000 0 
  0  0.00011 - 0.0000055  0.0011 0 1 

1 0 0.0044  0.7  30 0 
 
b2 (0.00011)  b3  0 1  0.11  30 1000 0 
 0 0 - 0.0000176 - 0.0044 0.11 1 

b3 (1 / 0.0000176)

 1 0 0.0044  0.7  30 0 
 
 0 1  0.11  30 1000 0 
0 0 1 44/0.176  11 / 0.00176  1 / 0.0000176 

Modul METODE NUMERIK |7


 1 0 0.0044  0.7  30 0 
 
b3 ( 0.11)  b2  0 1 0  2.5 312.5  6250 
 0 0 1 44/0.176  11 / 0.00176  1 / 0.0000176 

b3 ( 0.0044)  b1

 1 0 0  1.8  2.5 250 


 
 0 1 0  2.5 312.5  6250 
 0 0 1 250  6250  56818.2 
 

  1.8  2.5 250 


Jadi C 1 
  2.5 312.5  6250 
 250  6250  56818.2

Tahap 3: Ruas kanan adalah


2
 1 1 1 1 1  3.5
    
bbaru  A b   0.01
T
0.02 0.03 0.04 0.05   4 
 
0.012 0.02 2 0.03 2 0.04 2 0.05 2   2 
 5 

 16.5 

= 0.5

 
0.0209

 
Tahap 4: Cari Ax  b
 
x  C 1bbru

  1.8  2.5 250   16.5   25.725



=  2.5 312.5  6250   0.5  =   15.625 
    
 250  6250  56818.2 0.0209   187.5 

8 | Dr. Hanna A Parhusip


 25.725
Jadi koefisien regresi adalah   15.625 
 
  187.5 

Sehingga fungsi parabola mempunyai bentuk

y  25.725  15.625 x  187.5 x 2

1.2 Cara mencari koefisien regresi (linear)


  
Tujuan pada bab ini adalah menyelesaikan Ax  b dimana A  m  n , x  n
  
, b   . Matriks A dan b   disusun dari data. Yang dicari adalah x  n .
m m

 
Tahap 1. Kalikan ruas kiri dan ruas kanan dari Ax  b dengan AT (jadi perlu

dicari AT )
   
Artinya: A Ax  A b (jangan terbalik menjadi AxA  b A , ini tidak benar)
T T T T

Tahap 2.
  
Sebut C= AT A (berarti perlu disusun C), sebut AT b  bbaru (perlu disusun bbaru )

Jadi
   
Cx  bbaru , C  n  n , x  n , bbaru  n
  
Tahap 3. Cari x dengan cara: kalikan ruas kiri dan kanan Cx  bbaru dengan C 1
 
C 1C x  C 1bbaru

Jadi kita harus mencari C 1 .


 
Tahap 4. Diketahui C 1C  I (matriks identitas). Oleh karena itu C 1C x  C 1bbaru

menjadi
 
x  C 1bbaru .
Jadi ruas kanan perlu dihitung.

Kesimpulan: nilai vektor diperoleh dan x merupakan vektor koefisien regresi.
Menurut aljabar linear, invers matriks dapat ada dapat juga tidak ada.
Dengan bantuan MATLAB, diperoleh det C dekat ke 0 (diberikan oleh MATLAB

Modul METODE NUMERIK |9


sebesar 7.0000e-010 artinya 7 1010 . Matriks yang demikian disebut matriks
singular (matriks yang determinannya bernilai 0/sangat dekat 0 atau sebaliknya
determinan matriks besar sekali). Sekalipun invers C nampak bagus, hasil di atas
tidak bermakna. Artinya j ika dipaksakan digunakan untuk mencari koefisien
regresi, maka hasil pendekatan tidak tepat.

Analisa: Hasil menunjukkan bahwa hasil tidak tepat. Diselidiki mengapa hasil
tidak tepat ?
Ternyata hasil C merupakan matriks singular karena det(C) dekat ke 0. Jadi model
fungsi kuadratik /parabola tidak tepat untuk model ini.

Contoh 1.4
Jika sistem persamaan sudah diperoleh:
  
Carilah x yang memenuhi Ax  b

2 4  1  2
    
A 1 3 2  , b  1 
 1  2 5  4
 
  
Carilah x yang memenuhi Ax  b

 1.3  4.15  1.12   1.12 


   
A   1.6  1.2 2.4  , b   2.1 .
  2.5 2.35 5.09   4.36 

Latihan 1.1
Diberikan pasangan data yaitu (1,2), (2,3) dan (3,3)
Anggaplah bahwa ketiga titik itu dalam suatu garis lurus yaitu a 0  a1 x  y .

Carilah a0 dan a1 terbaik dengan regresi linear.

Petunjuk:

10 | Dr. Hanna A Parhusip


Tahap 1: Bentuklah sistem persamaan linear dengan dengan menggunakan (1,2),
(2,3) dan (3,3) pada persamaan a 0  a1 x  y diperoleh berturut-turut

a0  a1  2,
a0  2a1  3,
a0  3a1  3.
Cara pelaporan :

1 1   2

A = 1 2 b =  3
   
1 3 3
 
Tahap 1. Kalikan ruas kiri dan ruas kanan dari Ax  b dengan AT (jadi perlu dicari AT
)

1 1 1
AT   
1 2 3

Tahap 2.
  
Sebut C= AT A (berarti perlu disusun C), sebut AT b  bbaru (perlu disusun bbaru )

1 1    2  8 
C  1 1 1 1 2 = 3 6  , bbaru  1 1 1  3 =  
1 2 3   6 14 1 2 3   17 
1 3 3

Jadi
   
Cx  bbaru , C  n  n , x  n , bbaru  n

  
Tahap 3. Cari x dengan cara: kalikan ruas kiri dan kanan Cx  bbaru dengan C 1
 
C 1C x  C 1bbaru

Jadi kita harus mencari C 1 . Yaitu sebagai berikut

Modul METODE NUMERIK | 11


3 6 
Cara 1: dengan rumus klasik , dimana C=   maka
6 14

1  14  6 1  14  6
C 1  
(3(14)  (6)(6))  6 3  42  36  6 3 
 

1  14  6 7 / 3  1 
  
6  6 3    1 1 / 2

Cara 2: Dengan OBE (Operasi baris elementer) :

3 6 1 0 1 2 1 / 3 0
  b1 (1 / 3)  
6 14 0 1  6 14 0 1
1 2 1 / 3 0 1 2 1 / 3 0
b1 ( 6)  b2   b2 (1 / 2)  
  0 2  2 1   0 2  2 1 

1 2 1 / 3 0  1 0 7 / 3  1 
  b2 ( 2)  b1  .
0 1  1 1 / 2 
0 1  1 1 / 2

Jadi jelas.

 
Tahap 4. Diketahui C 1C  I (matriks identitas). Oleh karena itu C 1C x  C 1bbaru

menjadi
 
x  C 1bbaru .

Jadi ruas kanan perlu dihitung. Yaitu

  7 / 3  1   8  5 / 3
x  C 1bbaru =       .
  1 1 / 2 17  1 / 2 

5 1
Hasil polinomial regresi: y  a0  a1 x   x
3 2
Gambar data dan fungsi:

12 | Dr. Hanna A Parhusip


Gambar 1.1 Hasil regresi linear dan dibandingkan dengan data

Analisa: error yang diperoleh : ……………………………………………………..


Komentar : Latihan 1.2
1. Diberikan data berikut ini
x -2 -1 0 1 2 3 4
y -5 -1 4 7 6 5 -1

(i) Tentukan m dan c untuk regresi linear untuk data tabel tersebut
dengan menganggap y=f(x) =mx + c.
(ii) Tentukan a, b, c untuk regresi fungsi kuadratik untuk data tabel
tersebut yaitu
y  a0  a1 x  a2 x 2

Modul METODE NUMERIK | 13


Cara pelaporan:
(i) Regresi linear
  m
A = ……………… b = ……………….. x   
c
Sistem persamaan linear yang diperoleh : ………………………...
Tipe sistem persamaan linear adalah: (kosisten/tak kosisten/
underdetermined) : ……………………………………………….
Karena ……………………………………………………………
Sehingga sistem persamaan linear diselesaikan dengan cara sbb:
……………………………………………………………………
Diperoleh m = ……………………dan c = ……………………...
Jadi fungsi linearnya adalah …………………………………….
(ii) Regresi fungsi kuadrat

 a0 
   
A = ……………… b = ……………….. x   a1 
a 
 2
Sistem persamaan linear yang diperoleh : ……………………….
Tipe sistem persamaan linear adalah: (kosisten/tak
kosisten/underdetermined) :……………………………………..
karena …………………………………………………………….
Sehingga sistem persamaan linear diselesaikan dengan cara sbb:
……………………………………………………………………
Diperoleh
Jadi fungsi kuadrat yang diperoleh adalah ………………………

Tugas Praktikum 1.1


Suatu hasil eksperimen menunjukkan bahwa pada setiap pengukuran nilai x
berikut diperoleh nilai y :
x=[-6.332 -4.911 -3.4902 -2.0944 -0.6981 0.6981 2.0944 3.4907 4.911 6.332]
y=[0.1 -1.6321 1.5321 -0.2 -1.821 1.7521 -0.2 -1.5321 1.6321 -0.1]

14 | Dr. Hanna A Parhusip


Asumsikan bahwa y=f(x) dengan asumsi:

Fungsi cubik y  ax  bx  cx  d
3 2

a. Tuliskan sistem persamaan linear untuk mencari koefisien dari fungsi


tersebut
b. Selesaikan sistem persamaan linear tersebut dengan cara yang anda
kenal dan buatlah tabel nilai y pendekatan yang anda peroleh.
c. Apakah hasil anda cukup baik ? Jelaskan.

Modul METODE NUMERIK | 15


BAB 2
METODE NUMERIK
UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL

Mata kuliah ini dibentuk sebagai bentuk komputerisasi dari matematika,


aljabar linear dan persamaan diferensial yang dipelajari mahasiswa pendidikan
matematika, misal dalam menyatakan diferensial dan menyatakan integral.

Motivasi
dy df
Pada kalkulus operator differensial ditulis   f ' ( x ) pada suatu interval
dx dx
di R, misal [a,b]. Bagaiman menghitung pada komputer ? Hal ini dinyatakan
sebagai metode numerik.
dy df
1. Jika y= x 2 maka   f ' ( x )  2 x secara manual. Bagaimana
dx dx
dengan komputer ?
Pertama-tama kita harus mendefinisikan dimanakah domain y= x 2
didefinisikan. Jadi harus ditulis domain definisi.
Dari definisi
dy df lim f ( x  x )  f ( x )
  f ' ( x) 
dx dx x  0 x (2.1)
Secara numerik maka semua operator dinyatakan dalam bentuk diskrit.
Artinya operator diferensial ditulis dalam bentuk
dy df y f ( x  x )  f ( x )
  
dx dx x x (2.2)
Jadi persamaan (2.2) dapat digunakan untuk mendekati dengan secara
numerik. Hal ini sebagai berikut. Dianggap
f ( x  x )  f ( x ) y

x x

16 | Dr. Hanna A Parhusip


Kita akan menggunakan ekspresi terakhir ini untuk menjadi materi mengembang-
kan metode Euler sebagai metode paling dasar dalam metode numerik untuk
menyelesaikan persamaan diferensial khususnya orde 1.

2.1 Metode Euler

Misal persamaan diferensial orde 1 ditulis dalam bentuk umum yaitu


dy
y'   f (t , y ) , y (t 0 ) diketahui. (2.1)
dt
Perhatikan bahwa peubah bebas adalah t dan peubah tak bebas adalah y. Masalah
ini disebut masalah nilai awal karena nilai awal y(0) diketahui. Ide metode Euler
adalah menggunakan ekspansi Taylor untuk y=y(t) di sekitar t  t 0 sehingga

berlaku

dy t  t 0 2 d2y
y (t )  y (t 0 )  (t  t 0 )   ... (2.2.a)
dt t0 2 dt 2 t0

Dengan hanya memperhatikan suku hingga turunan pertama maka kita dapat
dy (t 0 , y0 )
mendefinisikan f (t 0 , y 0 ) : sehingga persamaan (2.2.a) menjadi
dt
y (t )  y (t 0 )  (t  t 0 ) f (t 0 , y 0 ) . (2.2.b)

Tetapi sekarang kita memerlukan informasi y(t) pada t  t 0 . Untuk itu kita perlu

mendiskritisasi interval waktu pengamatan dengan subinterval yang sama yaitu

t j  t j 1  h sehingga t j 1  t j  h , j=0,1..N. (2.2.c)

Jadi untuk setiap titik diskrit, persamaan (2.2.a) dapat ditulis


y1  y(t1 )  y(t 0 )  (t1  t 0 ) f (t 0 , y 0 )
y 2  y(t 2 )  y(t1 )  (t 2  t1 ) f (t1 , y1 )

y N  y(t N )  y(t N 1 )  (t N  t N 1 ) f (t N 1 , y N 1 ) .

Secara umum kita dapat menuliskan dalam bentuk formula

Modul METODE NUMERIK | 17


t j 1  t j  h (2.3.a)

y j 1  y (t j 1 )  y (t j )  (t j  t j 1 ) f (t j 1 , y j 1 ) , j=0,…N-1

y j 1  y (t j 1 )  y (t j )  hf (t j 1 , y j 1 ) (2.3.b)

Contoh 2.1. Selesaikan dengan metode


dy
 t  2 y , y(0) = 1.
dt

dy
Tahap 1: Soal harus dalam bentuk  f (t , y ) . AWAS y tidak sama dengan f
dt

dy
Soal sudah dalam bentuk  f (t , y ) = t-2y AWAS y(t) tidak diketahui (yang
dt
dicari ) .

Dicari y1  y (t1 )  y (t 0 )  (t1  t 0 ) f (t 0 , y 0 ) .

Perlu disusun waktu t dalam bentuk diskrit dari 0 (awal pengamatan)


hingga akhir pengamatan. Misal dipilih T = 1 (akhir pengamatan), maka
t1 , t 2 ,...,t N perlu disusun sebanyak yang dikehendaki yaitu N.
Selesaikan 2.1 dengan : T = 1, N=10 dan dipilih subinterval tj sama, misal
T  t0 1  0
t j 1  t j    0.1
N 10
maka t0 , t1 , t 2 ,...,t N  0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5,...,1 .

dy
Sehingga  f (t0 , y0 ) = t-2y= t0  2 y0  0  2(1)  2 .
dt t0

Jadi: y1  y (t1 )  y (t 0 )  (t1  t 0 ) f (t 0 , y 0 )

1 +(0.1-0)(-2)=1+(0.1)(-2)=1-0.2=0.8

18 | Dr. Hanna A Parhusip


Tahap 2. Cari y 2  y(t 2 )  y(t1 )  (t 2  t1 ) f (t1 , y1 )

dy
Perlu  f (t1 , y1 )
dt t1

f (t1 , y1 )  t1  2 y1  0.1  2(0.8)  0.1  1.6  1.5


y2  y (t 2 )  y (t1 )  (t 2  t1 ) f (t1 , y1 )
Sehingga  0.8  (0.2  0.1)(1.5)  0.8  (0.1)(1.5)
 0.8  0.15  0.65
Dengan cara yang sama dapat dihitung hingga y10 (hitung di buku kerja)

Dicoba dengan excel supaya lebih cepat.

Tugas 2.1

1. PR : manual Euler dengan h=0.1


2. PR : Excel dimainkan untuk h=02 dan 0.25
3. PR : menyatakan soal pada kolom A dan B sesuai jenis kelompok
soal menjadi bentuk umum PDB yang bisa diselesaikan dengan
Euler.

Tugas 2.2

Selesakan dengan metode Euler dengan 5 macam h yaitu dari 0.3, 0.2, 0.1, 0.05,
0.01 Untuk masalah berikut.

Modul METODE NUMERIK | 19


Tabel 2.1 Tabel soal A dan Soal B untuk Tugas 2.1 dan Tugas 2.2

No Soal A No Soal B

1. xy 2
 4 x dx  ( x  2)dy  0 1. xdx  3  2 y  y 3 e x dy  0;
2

;y(-1)=2 y (1)  0.

2. y ' ytg x  cos4 x ; 2.  y  13 dx  x4  x 3  y  1dy  0; y(-


y( / 4)  1 . 1)=2.

3. y 3. ydx  ( x  y ln y)dy  0; y(0)  1 .


y' ; y(0)=2.
x  1x  2
4. 1 4.
y ' yctgx  , dx  xy ln 2 x 1  y 2 dy; y(e)  0.
sin x
y( / 6)  1.

5.

x y 2  9 dx  x 2  1 dy  0;  5. xy ' y  x 3  x 2  x ; y (2)  5.
y (0)  0.

6. y ' ytg x  sin 2 x ; y (0)  2 6. xe y  x dx  dy  0; y (1)  2.

7. cos3 y 7. xy ' y  x 2 cos 2 x; y ( / 2)  0.


cos x sin 2 ydx  dy  0;
sin 2 x
  
y   .
4 4

8.  
x sin x  tg 2 y  1 y '  0; 8. xe  x  y dx  ydy  0 ; y (0)  1.
y  / 2  0.

20 | Dr. Hanna A Parhusip


9. y '2 xy  x 3 ; y(0)  3 / 2 . 9.  ln 2
xy '2 y  xarctg x; y (1)   .
12 6

10. x y
2 2
  
 x 2 dx  x 3  1 dy  0; 10.
e1 / x y 2  1dx  x 2 ydy  0;
y ( 0)  2. y (1)  1

11. y ' y cos x  cos3 x ; y(0)  1.

Jenis tugas tiap mahasiswa sebagai berikut :

No. 1 A: 1,8,10 dan B: 3,4


No 2. A: 2,5,9 dan B:7,9
No.3 A : 4,6,10 dan B=1,5
No.4 A:3,7 dan B=2,8,10
No.5 A :9,10 dan B: 6,7,11
No. 6 A: 3,8,5 dan B: 1,7
No. 7 A 6,7 dan B: 2,6,9
No.8 A:4,9 dan B=3,8,11
No. 9 A=8,10 dan B=4,5,8
No.10 A=2,7 dan B=3,6,10
No. 11 A=5,10 dan B=5,9,11
No. 12 A=3,7 dan B=2,7,8
Tujuan :

1. Menulis soal PDB ke bentuk umum yang bisa diselesaikan dengan


metode Euler dan menyelesaikan dengan bantuan Excel
2. Menganalisa hasil excel (membandingkan dengan solusi analitik)

Materi: Soal 2 PDB pada Tabel

dy
Catatan: Bentuk umum :  f ( x, y ) dimana y ( x0 )  y0 diketahui.
dx

Modul METODE NUMERIK | 21


2.2. Pembahasan soal

Contoh 2.2. No. A.4

1
Soal dalam bentuk : y ' yctgx  , y( / 6)  1
sin x

Tahap 1. Peubah bebas : x ; Peubah tak bebas : y . Jadi perlu dicari y(x)

1 dy 1
Tahap 2 : y ' yctgx  ditulis  yctgx 
sin x dx sin x

Dalam bentuk umum soal menjadi :

dy 1
 yctgx  dengan y( / 6)  1 (*)
dx sin x

1
Jadi f ( x, y )  yctgx  .
sin x

Tahap 3. Soal (*) diselesaikan dengan metode Euler

dy
y j 1  y j  h  y j  hf ( x j , y j ) .
dx yj

Perlu memilih h (cukup kecil). Karena y( / 6)  1, x0   / 6 maka dipilih

h=0.1, sehingga x1  x0  h   / 6  0.1

x2  x1  h  x0  2h   / 6  2(0.1)

x3  x2  h  x0  3h   / 6  3(0.1)

x4  x3  h  x0  4h   / 6  4(0.1)

22 | Dr. Hanna A Parhusip


Demikian seterusnya (sekehendak sehingga kurva digambar cukup masuk akal).

dy
Dengan memperhatikan y j 1  y j  h  y j  hf ( x j , y j ) dan posisi x j
dx yj

Maka:

1 1
f ( x0 , y0 ) = y0ctgx0   1ctg / 6 
sin x0 sin  / 6

3
= cos / 6  2  2 2 32
sin  / 6 1/ 2

12  3
=1+0.1*( 3  2 )=
10

1 12  3   
f ( x1 , y1 )  y1ctgx1   ctg   0.1
sin x1 10 6 

1
+
 
sin   0.1
6 

y2  y1  hf ( x1 , y1 ) = dilanjutkan dengan excel.

Sebagai berikut: Catatan file : JawabA_No4

Cara excel : Perlu didefinisikan nilai xj .


Nilai yo diinput. Nilai f(x0,y0) dihitung terlebih dahulu dengan perintah excel
=C10*COS(B10)/SIN(B10)+1/SIN(B10)
Kemudian hitung y1, dengan excel sebagai berikut:
=C10+$B$8*D11

Modul METODE NUMERIK | 23


Perintah excel tersebut mengikuti posisi kita mengetik sebagaimana pada
Gambar 2.1 . Nilai f(x1,y1) dihitung terlebih dahulu. Solusi pada Gambar 2. 2.

Gambar 2.1. Lokasi data dan formul pada excel

0 Series1
0 1 2 3 4 5
-2

-4

-6

Gambar 2.2. Solusi dengan Excel

Analisa hasil (Pembahasan) :

Pada h =0.1 diperoleh hasil yang ditunjukkan pada Gambar 2. Perlu diselidiki
benar tidaknya/ bagus tidak hasil pendekatan dengan

(a) membandingkan penyelesaian yang diperoleh dengan solusi analitik.


(b) Memvariasi nilai h

24 | Dr. Hanna A Parhusip


Untuk (b) kita menggantikan nilai h pada program .

0
y

-1

-2

-3

-4

-5
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
x

Gambar 2.3 Perbandingan visualisasi solusi pada h=0.1 (bertanda *) dan pada h=0.2
(bertanda 0)

Contoh 2.3

Membahas:

dx  xy ln 2 x 1  y 2 dy; y(e)  0

Tahap 1.

dy 1


dx xy ln 2 x 1  y 2  ; y(e) =0
Dengan metode Euler perlu dihitung f ( x0 , y0 )

dy 1 1
Diperoleh 

dx e(0) ln x 1  y
2 2

0 
Pada bagian ini Euler gagal.

Sehingga proses perhitungan tidak bisa dilanjutkan.

Modul METODE NUMERIK | 25


Catatan: Secara analitik soal mungkin dapat dikerjakan. Jadi
dy 1
 
 diselesaikan dengan pemisahan variable , faktor integral
dx xy ln x 1  y 2
2

atau dengan pemilihan PDB eksak/tidak eksak.

2.3 Metode Heund

Perlu ralat /koreksi Euler sebagai berikut


Tahap 1.
dy
k1   f (x j , y j )
dx x x j

Tahap 2 y *j  y j hf (t j , y j )  y j hk1

dy
Tahap 3 : k2   f ( x j  h, y*j )  f ( x j  h, y j  hk1 )
dx x x j h / 2

k1  k 2
Tahap 4. y j 1  y j  h
2

Contoh 2.4 No. A.9 Selesaikan dengan metode Heund untuk

y '2 xy  x 3 ; y(0)=3/2 .

dy
Tahap 1.  x 3  2 xy  f ( x, y )
dx

Euler : pilih h= 0.1 ; y j 1  y j  hf ( x j , y j )

x0  0 -> f ( x0 , y0 )  x0  2x0 y0  0
3

y1  y0  hf ( x0 , y0 )  3 / 2  0.1(0)  3 / 2

x1  x0  h  0.1 ->

26 | Dr. Hanna A Parhusip


f ( x1 , y1 )  x13  2 x1 y1  0.13  2(0.1)(3 / 2)

=0.001 -0.3=-0.299.

y2  y1  hf ( x1 , y1 )  3 / 2  0.1(0.299)

 1.5  0.0299  excel yok

Solusi dengan Excel pada Gambar 2.4.

2.00

1.50

1.00
Series1
0.50

0.00
0 0.5 1 1.5

Gambar 2.4. Solusi A.9

Dengan Metode Heund dengan bantuan Excel sebagai berikut:

Gambar 2.5. Langkah-langkah Excel , misal : nilai h pada B11

Modul METODE NUMERIK | 27


1. Tulis nilai x0 dan y0 sebagai yang diketahui
2. Hitung k1 berdasarkan nilai x0 dan y0 (menggunakan rumus) ,
missal : =B13^3-2*B13*C13
3. Hitung yj* (dengan rumus lokasi nilai-nilai yang diperlukan)
4. Hitung k2
5. Hitung y1 (pada baris selanjutnya; dis ini pada Gambar 4, y1
dihitung pada baris C14).
Selanjutnya hitung k1 pada baris 14, juga yj* dan k2 pada baris 14
Demikian seterusnya.

1.60
1.40
1.20
1.00
0.80
Series1
0.60
0.40
0.20
0.00
0 0.5 1 1.5

Gambar 2.6 Hasil soal A-9 dengan metode Heund

Analisa Euler vs Heund


1. Perbandingan nilai
Euler Heund
0 1.50 0 1.50
0.1 1.5 0.1 1.48505
0.2 1.4701 0.2 1.441541
0.3 1.4109 0.3 1.372919
0.4 1.325394 0.4 1.284552
0.5 1.218922 0.5 1.183211
0.6 1.098883 0.6 1.076457
0.7 0.974212 0.7 0.971998
0.8 0.854668 0.8 0.87709
0.9 0.749994 0.9 0.798057
1 0.669054 1 0.739951

28 | Dr. Hanna A Parhusip


Tujuan: penggunaan Excel untuk Euler, Heund , RK4 dan mungkin Geogebra,
MATLAB

Contoh 2.5 No B.9 Selesaikan dengan metode Heund

 ln 2
x y '  2 y  x arctg x; y (1)  
12 6

dy  ln 2
 x  2 y  x arctg x; y (1)  
dx 12 6

dy  ln 2
 x  2 y  x arctg x; y (1)  
dx 12 6

dy  2 y  x arctg x  ln 2
  ; y (1)  
dx x 12 6

Bentuk tersebut sudah dalam bentuk umum untuk diselesaikan dengan Euler.

Dengan Euler dan bantuan excel sebagai berikut :

  ln 2 
 2    arctg 1
x0 =1, maka f ( x0 , y0 )   2 y0  x0 arctg x0   12 6  = 0.03075.
x0 1

 ln 2
y1  y0  hf ( x0 , y0 ) =  +0.1(0.03075)= 0.380399
12 6

h=0.1, x1  x0  h  1  0.1  1.1

y2  y1  hf ( x1 , y1 ) =0.380399 + 0.1(0.14135)= 0.394534.

Solusi selanjutnya ditulis pada Tabel 2.1 untuk 10 iterasi pertama. Solusi pada
Gambar 2.6.

Modul METODE NUMERIK | 29


Tabel 2.2. Solusi soal no B.9 untuk 10 iterasi pertama

h=0.1

Indeks x y f(x,y)
0 1 0.377324 0.03075

1 1.1 0.380399 0.14135

2 1.2 0.394534 0.21850

3 1.3 0.416384 0.27451

4 1.4 0.443835 0.31650

5 1.5 0.475485 0.34881

6 1.6 0.510366 0.37424

7 1.7 0.54779 0.39461

8 1.8 0.587251 0.41120

9 1.9 0.628371 0.42488

10 2 0.670858 0.43629

0.8

0.6

0.4

0.2
Serie…
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5

Gambar 2.7 Solusi dari excel untuk no. B.9 dengan excel

30 | Dr. Hanna A Parhusip


2.4 Metode Midpoint

Metode ini menghitung kemiringan (dy/dt) 2 kali untuk setiap step h. Dengan
dy
menyimbolkan k1   f ( x j , y j ) . Pada h/2 kita mengaplikasikan metode
dx t t j

Euler yaitu
h h
y j 1 / 2  y j  f ( x j , y j )  y j  k1 (2.4.a)
2 2

h
Kemudian kita hitung kembali dy/dt tetapi pada x  x j  yaitu
2

dy h h
k2   f ( x j  , y j  k1 ) (2.4.b)
dt x x j h / 2 2 2

Kemudian pada seluruh subinterval h kita dapat memperoleh

y j 1  y j  hk 2 .

Contoh 2.6

Dengan midpoint , No. B 9 dikerjakan dengan bantuan excel

0.6

0.4
Series
0.2 1
0
0 1 2

Gambar 2.8 Hasil visualisasi penyelesaian dengan excel

Modul METODE NUMERIK | 31


Tabel 2.3 Hasil solusi dengan metode Heund

Indeks xj xj+h/2 y k1 yjsetengah yj+h/2*k1 k2


1 1.05 0.377324 0.03075 0.3788614 0.37886 0.08814
1.05 1.1 0.386138 0.07428 0.3898523 0.38985 0.12416
1.1 1.15 0.398554 0.10834 0.403971 0.40397 0.15249
1.15 1.2 0.413804 0.13539 0.4205733 0.42057 0.17510
1.2 1.25 0.431314 0.15720 0.4391739 0.43917 0.19338
1.25 1.3 0.450652 0.17501 0.4594022 0.45940 0.20833
1.3 1.35 0.471484 0.18974 0.4809713 0.48097 0.22070
1.35 1.4 0.493554 0.20206 0.5036569 0.50366 0.23104
1.4 1.45 0.516658 0.21246 0.527281 0.52728 0.23976

Cara analisa : menggunakan perbandingan dengan solusi analitik.

Contoh 2.7. Dicari solusi analitik dari contoh 1 (soal B.9)

 ln 2
x y '  2 y  x arctg x; y (1)  
12 6

(Cara pada PDB : dengan cara: faktor integral, pemisahan variabel)

2.5 Ringkasan Metode Faktor integral

Dapat diketahui penyelesaian persamaan diferensial biasa (PDB) orde 1 yang


berbentuk dy  P ( x) y  Q ( x) secara umum adalah
dx

y ( x)  e 
 P ( x ) dx  P ( x ) dx dx .
 Q( x) e (2.7)

Bukti:

Formula (2.7) diperoleh dengan dy  P ( x) y  Q ( x) mencari faktor integral


dx

I ( x)  e 
P ( x ) dx

32 | Dr. Hanna A Parhusip


Dengan mengalikan kedua ruas I ( x)  e 
P ( x ) dx
diperoleh

atau e   P ( x) ye   Q ( x )e 
P ( x ) dx dy P ( x ) dx P ( x ) dx
 dy  P ( x ) dx
  P( x) y e   Q ( x )e 
P ( x ) dx

 dx  dx

Dengan mengintegralkan kedua ruas diperoleh

  P ( x ) dx dy P ( x ) dx 
  e  P( x) ye  dx   Q( x)e 
P ( x ) dx
dx .
dx 

Integral ruas kiri adalah

  P ( x ) dx dy P ( x ) dx   P ( x ) dx .
  e  P( x) ye  dx = y( x)e
dx 

Jadi solusi dy  P ( x) y  Q ( x) adalah


dx

y ( x )e  = Q( x)e 

P ( x ) dx
P ( x ) dx
dx atau

y ( x)  e 
 P ( x ) dx  P ( x ) dx dx .
 Q( x ) e

Jadi ingat bahwa soal harus dalam bentuk :

dy
 P( x) y  Q( x)
dx

Jadi x y '  2 y  x arctg x; kalikan dengan (1/x) sehingga masalah yang harus
dikerjakan adalah menyelesaikan

dy 2  ln 2
 y  arctg x; y (1)  
dx x 12 6

Selanjutnya metode analitik dalam menyelesaikan PDB ditunjukkan pada


Bab 3.

Modul METODE NUMERIK | 33


BAB 3
PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE SATU

3.1 Pendahuluan

Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial. Kita akan


membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu Persamaan Diferensial
dengan satu peubah bebas.

Contoh 3.1

Misal P adalah fungsi variabel bebas t yaitu P(t) memenuhi:

dp 
 kP 
dt  (3.1)
P (t  0)  P0 

dengan k  R (bilangan real) .

Persamaan (3.3.1) disebut persamaan differensial tingkat 1. Dikatakan tingkat 1


karena notasi diferensial adalah diferensial pertama P(t) terhadap t. Ada juga yang
menyebut tingkat 1 sebagai orde 1. Pada buku ini digunakan istilah tingkat 1.

d2
Notasi diferensial P(t) yang kedua ditulis , diferensial P(t) yang ketiga/atau
dt 2
d 3 P (t )
disebut tingkat 3 yang . Diferensial yang ada dalam persamaan (3.3.1)
dt 3
dP
adalah sehingga persamaan (3.3.1) disebut persamaan diferensial tingkat satu.
dt

Persamaan diferensial (3.1) dapat pula ditulis sebagai

34 | Dr. Hanna A Parhusip


dP 
 kP  0  dP
dt  atau  kdt
P(t  0)  P0  P

Keadaan / kondisi P(t=0)=P0 disebut sebagai nilai awal P. Variabel P sebagai


variabel tak bebas dan t sebagai variabel bebas. Fungsi P(t) yang memenuhi
persamaan (3.3.1) disebut penyelesaian/solusi. Bagaimana mendapatkan solusi
tersebut ?

Jawab:

Perhatikan terlebih dahulu persamaan diferensial

dP
 kdt (3.2)
P

Ingat ruas kiri sebagai diferensial terhadap P saja dan ruas kanan adalah diferensial
k terhadap t saja.

dx 1
Pada kalkulus 2 kita mengenal  dx . Jika kita integralkan diperoleh
x x
1
 x dx  Inx  c dengan c
1 1 sebagai konstan sembarang. Jadi untuk mendapatkan

solusi dari suatu persamaan diferensial kita perlu mengintegralkan persamaan


(3.3.2) ruas kiri dan ruas kanan. Yaitu:

dP
 kdt
P
dP (3.3)
    kdt
 P 
dalam P saja dalam t saja

Penyelesaian ruas kiri adalah

Modul METODE NUMERIK | 35


dP
 P
 P  c1 . (3.4)

(ingat bahwa P sebenarnya fungsi t tetapi tidak dimunculkan agar tidak


membingungkan). Sedangkan ruas kanan persamaan (3.3) adalah

 kdt  k  dt  kt  c . 2

(3.5)

Ruas kiri dan ruas kanan sama pada persamaan (3.3). Jadi

ln P  c1  kt  c2 . (3.6)

Atau karena c1 dan c2 masih konstanta bebas, persamaan (3.3.6) dapat ditulis

ln P  kt  C, dengan C  c2  c1 .

Tampak bahwa ln P  ln Pt   kt  c. Nilai C dapat ditentukan dari nilai awal.


Umumnya, kita lebih menyukai bentuk bentuk eksponensial, akan tetapi tidak
boleh berubah artinya. Yaitu

ln P  kt  C .
dapat ditulis sebagai

 
ln P  ln e kt  ln C (3.7)
Dari relasi
ln x   ln y  ln xy  .
Sehingga persamaan (3.7) menjadi
ln P  ln Ce kt .
Jadi
P  Ce kt atau Pt   Ce kt .
Kesimpulan :

dP dP
Persamaan diferensial  kdt atau  kP mempunyai penyelesaian
P dt

Pt   Ce kt (3.8)

36 | Dr. Hanna A Parhusip


dan disebut sebagai penyelesaian umum karena nilai awal belum digunakan.
Konstanta C dapat ditentukan dari nilai awal Pt  0  P0 yaitu :

Pt  0  P0  Ce k 0   C 1 =C.


Jadi
Pt  0  C  P0 .
Sehingga Persamaan (3.8) menjadi
Pt   P0 e kt . (3.9)

Pembelajaran dengan matakuliah kalkulus

Sebagai pembelajaran terhadap mata kuliah kalkulus maka perlu diselidiki apa
hubungan hasil tersebut dengan kalkulus. Dalam kalkulus kita telah mengenal
berbagai fungsi sebagai berikut.

a. Fungsi polinomial, misalnya

 f. konstan, misal y  a
 f. linear, misal y  f(x)  ax  b


 f. kuadratik, misal y  f x   ax  bx  c
2

f. kubik, misal y  f x   ax 3  bx 2  cx  d .

b. Fungsi Eksponensial, ditulis y  f  x   e


x

c. Fungsi Trigonometri dalam bentuk umum : y = Asin(B x) atau y = Acos (Bx)

Apa gunanya fungsi-fungsi tersebut ?.

Kita dapat menyatakan data dalam fungsi-fungsi tersebut. Dengan persamaan


diferensial berarti kita mencari solusi dari persamaan diferensial sebagai fungsi
yang kita harapkan. Jadi kesulitan yang muncul adalah menyusun persamaan
diferensial dengan solusi sebagai fungsi yang kita harapkan.

Modul METODE NUMERIK | 37


Pada tulisan ini lebih diutamakan cara menyelesaikan berbagai persamaan
diferensial (bukan cara menyusun persamaan diferensial). Cara penyusunan data
dalam persamaan diferensial disajikan dalam kuliah pemodelan matematika.

3.2 Cara penyelesaian

3.2.1 Untuk Persamaan diferensial biasa yang dapat dipisahkan

Tipe 1.
dP
k konstan 
dt
Hal ini dapat ditulis
dP  kdt .
Pada bagian ini kita telah menyatakan persamaan diferensial secara terpisah yaitu
ruas kanan diferensial terhadap P saja dan diferensial terhadap t saja pada ruas
kanan . Oleh karena itu persamaan tersebut dapat diintegralkan. Yaitu :

 dP   kdt
diperoleh P = kt + c dengan dengan c adalah konstan sembarang.

Diperoleh fungsi P yaitu fungsi linear terhadap t.

Contoh 3.2

Jika data berpola linear, dalam kalkulus disajikan dalam bentuk fungsi linear sebut
sebagai P  kt  c . Sedangkan dengan persamaan diferensial disajikan dalam
dP
bentuk persamaan diferensial. Dapat berarti k (gradien dari P) untuk
dt
berbagai nilai t adalah konstan.

Tipe 2.
dP
 kP
dt

38 | Dr. Hanna A Parhusip


yang mempunyai penyelesaiaan Pt   Ce kt . Bagaimana perilaku Pt  saat
t   ?. Perhatikan bahwa nilai P(t) tergantung dari parameter pada eksponen.
Hal ini dapat ditulis dalam bentuk simbol sebagai berikut

  , ketika t  
P(t )  
 0 , ketika t  

Tanda  menunjukkan bahwa saat C dan k positif maka P(t) bernilai positif dan
negatif ketika C negatif dan k positif. Sedangkan P(t) bernilai 0 ketika k negatif
baik C positif maupun negatif.

Tipe 3. (persamaan diferensial logistik)

Bentuk persamaan diferensial logistik adalah

dP  P 
 k P1  
dt  K 
K,k : parameter

Untuk dapat menyelesaikan persamaan diferensial ini, marilah kita lakukan tahap
demi tahap.
Tahap 1
Dapatkah dipisahkan ? Diselidiki sebagai berikut.
Ruas kanan : kdt  merupakan diferensia l dalam t
dP 1
Ruas kiri :  dP
 P  P
P1   P1  
 K   K 
Jadi persamaan diferensial logistik dapat dipisahkan yaitu ruas kiri diferensial
dalam P dalam dan ruas kanan diferensial dalam t. Jadi dapat diintegralkan masing-
masing untuk mendapatkan fungsi P dari kiri dan mendapatkan fungsi t dari kanan.
Yaitu
dP . ($)
  P 
 kdt
P1  
 K

Modul METODE NUMERIK | 39


Tahap 2. Mengintegralkan masing-masing ruas

dP  ? bentuk yang tidak standard


1
Ruas kiri : 
 P
P1  
 K

Kita mengatakan bentuk tidak standard karena tidak mengikuti bentuk rumus baku
yang biasa muncul. Oleh karena itu perlu dicari bentuk standard yang mirip.
Bentuk standard yang dimaksud adalah

1 du
 u du   u
 ln u  c . (*)

1dP 1
Oleh karena itu kita harus menyusun dalam bentuk du sebagai
 P u
P 1  
 K
berikut. Perhatikan caranya. Tulis
1 A B
  dengan A dan B dicari
 P P  P
P1   1  
 K  K
Jadi
 P
A1    BP
 
K
1
menyamakan penyebut 
 P  P
P 1   P 1  
 K  K
 P
 1  A1    BP
 K
 A
1  A   B  P
 K
Dengan menyamakan ruas kiri dan ruas kanan diperoleh
A
1  A dan B   0.
K

1
Karena A  1 maka B  . Sehingga
K

40 | Dr. Hanna A Parhusip


1
1 1
  K .
 P P  P
P 1   1  
 K  K
Oleh karena itu
  1
 1  1 .
  dP  dP  K dP
 P 1  P   P 1
P
  K  
  K
Jadi
1
1 1 . (a)
  P  dP   P dP   KP dP
P1   1
 K K

Suku pertama ruas kanan sudah standard (lihat *) yaitu


1
 P dP  ln P  c .
1
(b)

Suku kedua ruas kanan belum standard. Oleh karena itu perlu dihitung secara
tersendiri.
1
1 1
 KP dP  K  P dP . (**)
1 1
K K
1 P 1
Bentuk disubstitusi yaitu U  1   1 P.
P K K
1
K
Cara memilih bentuk yang disubstitusi tidak ada aturan khusus. Anda perlu banyak
berlatih (jam terbang dalam menyelesaikan soal). Selanjutnya perlu semua
ekspresi dalam integral terhadap variabel baru yang digunakan dalam substitusi.
dU 1 dU
Yaitu perlu dU yaitu   . Sehingga dP  . Sehingga
dP K 1

K
dU
dP    KdU . Oleh karena itu persamaan (**) menjadi
1

K

Modul METODE NUMERIK | 41


1 1 1 dU dU
 
K 1 P
dP   ( K ) 
K U

U
 ln U  C2

K
(c)
Kesimpulan: dari hasil (a)-(c) dapat diperoleh
1
1
1 dP
  P  dP   P   KP dP
P 1   1
 K K
 P
 ln P  C1  ln 1    C2
 K
 P
 ln P  ln 1    C1  C2
 K
 P
 ln P  C1  ln 1    C2
 K
P
 ln  C , dengan C  C1  C2 .
 P
1  
 K
P P ~
Persamaan ($) menjadi ln  C  kt  c atau ln  kt  C
 P  P
1   1  
 K  K
Hingga saat ini , P(t) belum dinyatakan secara eksplisit. Umumnya, kita lebih
menyukai bentuk eksponen, sehingga solusi ini masih disederhanakan yaitu
P ~ ~ P ~
ln  ln e kt  ln C  ln Ce kt sehingga  Ce kt
 P  P
1   1  
 K  K
P ~ PK ~
 Ce kt atau  Ce kt
K P K  P 
  
K K
 PK  Ce kt K  P   CKe kt  PCe kt .
~ ~ ~

 ~ ~

 P K  Ce kt  CKe kt Jadi

42 | Dr. Hanna A Parhusip


~
CKe kt
P ~
K  Ce kt
.
  (s.1)

~
Untuk mendapatkan skalar C maka gunakan nilai awal sebutlah pada t=0 nilai P0
~ ~
diketahui. Jadi  P0 
CKe k ( 0 )
~

K  Ce k ( 0)

CK
K C
~
 atau  ~
 ~
P0 K  C  C K atau

~ ~
P0 K  P0C  CK
~ ~ ~
Sehingga P0 K  CK  P0C  C ( K  P0 ) . Jadi

~ KP0 P0
C  . (s.2)
K  P0 P0
1
K

Jadi substitusikan persamaan (s.2) ke persamaan (s.1) diperoleh


~ ~
CKe kt 1 / C Ke kt Ke kt Ke kt dengan
P ~  
 ~ kt

K  Ce 1 / C   K  P0  kt    K  P0  kt  A  e 
 K   e     e 
kt

  KP    P  
  0    0  
K  P0
A= . Jadi
P0

Ke kt K  P0
P(t ) 

Ae kt

dengan
P0
.

Solusi ini yang biasa digunakan dalam pemodelan dan dibahas dengan
pengembangan yang melibatkan faktor yang lain(Stewart, Kalkulus II,1998).

Contoh 3.3 Perhatikan


dy
 xy .
dx
Apakah persamaan diferensial ini dapat disusun terpisah sebagaimana dimaksud
pada penjelasan di atas? Jika ya lakukan pemisahan (tidak perlu diintegralkan),
sebutkan manakah yang variabel bebas dan tak bebas

Modul METODE NUMERIK | 43


Jawab:

y : variabel tak bebas

x : variabel bebas

Persamaan diferensial dapat dipisahkan yaitu

dy
 xdx

y diferensial dalam
x saja
diferensial dalam y saja

 t u  2  . Apakah dapat dipisahkan ?.


du
2. Perhatikan
dt

Jawab :

Variabel u adalah variabel tak bebas dan t adalah variabel bebas. Persamaan
diferensial dapat dipisahkan yaitu

 t u  2 
du
dt
du
 tdt
u2

Latihan soal 3.1

Tuliskan variabel bebas dan tak bebas untuk masing-masing soal berikut. Selidiki
apakah metode pemisahan variabel dapat digunakan?. Jika ya selesaikan, dan jika
tidak berikan penjelasan anda.

dy dy e 3 x
3.  y2 4. 
dx dx 4 y 3

dy te t xy
5. yy   x 6.  7. y  
dt y 1  y 2 2 Iny

du dz
8.  2  2u  t  tu 9.  etz  0
dt dt

44 | Dr. Hanna A Parhusip


Kesimpulan

Selama ini kita telah belajar persamaan diferensial dapat dipisahkan. Secara umum
dapat ditulis

 dP
  f P g t  yang dapat disajikan sebagai
 dt
 dp
  g t  atau
 f P 
 U P dP  g t dt , dengan U P  
1

 f P 

Jadi ruas kiri diferensial dalam P saja dan ruas kanan sebagai diferensial dalam t
saja.

Akan tetapi tidak semua persamaan diferensial dapat disajikan dalam persamaan
diferensial terpisah. Oleh karena itu perlu dikembangkan teknik penyelesaian yang
lain.

3.2.2 Metode Faktor Integral

Contoh 3.4 Perhatikan masalah nilai awal

t 2 y   ty  1 dengan y1  2 .

Disebut masalah nilai awal karena persamaan diferensial tersebut ditentukan nilai

awal yaitu pada t  1 maka y  2 yang ditulis y1  2 . Perhatikan t y   ty  1 .


2

Sebelum memperkenalkan teknik lain, apakah persamaan diferensial dapat


diselesaikan dalam bentuk persamaan diferensial terpisah?. Jika ya, ikuti cara
penyelesaian Persamaan Diferensial terpisah.

t 2 y   ty  1
variabel tak bebas : y, variabel bebas : t 
dy
y 
dt

Modul METODE NUMERIK | 45


dy
Sehingga t
2
 ty  1. (dicoba disajikan dalam bentuk U(P)dP=f(t)dt).
dt

dy  1  ty dt
dy
Ditulis t 2  1  ty atau t2

dt  
memuatt dan y memuatt dan y

Jadi tidak dapat diselesaikan secara terpisah. Bagaimana cara menyelesaikannya ?

Penyelesaian Persamaan Diferensial yang tidak dapat terpisah diselesaikan dengan


cara faktor integral (J. Stewart, kalkulus 2, hal 48-49).

Sebagai bentuk umum persamaan diferensial yang dapat diselesaikan dengan


faktor integral adalah sebagai berikut:

 Pt U  Qt 
dU
(3.10.a)
dt

disebut persamaan diferensial tingkat (orde) 1 dengan P dan Q sebagai fungsi


kontinu pada selang yang diberikan.

  P t U  Q t  .
dU
(3.10.b)
dt

Variabel bebas adalah t dan variabel tak bebas adalah U. Jadi kita perlu mencari
dU
U(t). Koefisien harus 1.
dt

Contoh 3.4 Selesaikan dengan faktor integral


t 2 y   ty  1, y1  2 . (3.11.a)

dy
Perhatikan t 2 y   ty  1 . Tanda y disini berarti y  . Sehingga
dt
dy
t 2 y   ty  1 dapat ditulis t 2  ty  1 . Bentuk tersebut harus disusun dalam
dt
bentuk umum (persamaan 3.10.b), yaitu:

46 | Dr. Hanna A Parhusip


dy
t2  ty  1 (3.7.b)
dt

1 dy
Kedua ruas dikalikan 2
karena koefisien belum 1. Sehingga persamaan
t dt
(3.3.7.b) dapat ditulis sebagai

1  2 dy  1
2 
t  ty  1  2
t  dt  t
dy 1 1
  y 2
dt t t

Dengan mengikuti notasi pada bentuk umum, maka diperoleh:

Pt   dan Qt   2 .


1 1
t t

Oleh karena sudah standard maka metode faktor integral dapat digunakan.

Kesimpulan (metode faktor integral)

Soal harus memiliki bentuk persamaan diferensial linear tingkat satu yang umum
yaitu:

 Pt U  Qt  .
dU
(3.8)
dt
Faktor integral disimbolkan I t  yaitu
P t dt
I t   e  . (3.9)

Kedua ruas persamaan (3.8) dikalikan dengan I t  yaitu

 dU 
  Pt U  I t   Qt I t  . (3.10)
 dt 
Kemudian selesaikan persamaan (3.3.10) dengan mengintegralkan.

Modul METODE NUMERIK | 47


Contoh 3.5

Kembali pada contoh 3. 4 : t 2 y   ty  1, y1  2 .

y  y  2 , y 1  2 .
1 1
Dapat ditulis sebagai
t t
Bentuk soal menjadi

dy 1 1 (*)
  y 2.
dt t t

Mengikuti bentuk umum persamaan maka diperoleh

Pt   dan Qt   2 .


1 1
t t
1
 t dt
I t   e 1 1
Sehingga disusun . Bentuk  t dt dicari yaitu  t dt  ln t  c
1 .

Jadi
1
 t dt
I t   e  e Int c1
 e Int  e c1  K1e Int dan K1  e c1
 K1t
Untuk selanjutnya digunakan K1  1. Kalikan kedua ruas dengan faktor integral

I t  pada persamaan (*) yaitu :


dy 1
t y .
dt t
Integralkan kedua ruas dalam t. Diperoleh

 dy  1
 t dt  y  dt   t dt . (**)

48 | Dr. Hanna A Parhusip


Perhatikan bahwa sesungguhnya y = y(t). Oleh karena itu akan menyusun

 dy  d .
t
 dt  y  dalam bentuk sebagai dan kita akan mencari yang harus termuat
dt
dalam tanda kurung akan tetapi tidak merubah makna. Hal ini dilakukan dengan
tujuan agar kita dapat menyusun persamaan (**) dalam bentuk umum sebagai
berikut:
d .
 dt  .  c . (***)
dt
d ty  dt dy dy
Kita mengetahui bahwa  y t  yt . Oleh karena itu
dt dt dt dt
persamaan (**) menjadi

ty  dt 
1
1 ty  c1   dt  ln t  c2
 d
dt  t dt . t
ty  ln t  K dengan K  c2  c1
Jadi penyelesaian umum untuk contoh 3.5 adalah
ln t K
y  .
t t
Agar memenuhi nilai awal y1  2 maka K harus ditentukan.

y 1 
ln 1 K
 
Untuk t 1 maka 1 1  2  In1  K  0  K . Jadi K = 2.

Sehingga penyelesaian yang memenuhi nilai awal adalah


ln t 2
y  atau ty  ln t  2 .
t t

Latihan soal 3.2 ( J.Stewart, kalkulus 2, hal 52-53)

I. Selesaikan persamaan diferensial berikut ini.

1. y   2 y  2e x
2. y  x  5 y

Modul METODE NUMERIK | 49


3. y   2 xy  x
4. y   2 xy  x

xy  2 y  e x
2
5.

  
6. y  cos x  y sin x  sin 2 x ;    x  
 2 2
7. 1  xy  xy
dy
8.  2 xy  x 2
dx
dy
9. x2  2 xy  cos x
dx

II. Selesaikan masalah nilai awal berikut

 2u  0.1, u 0   1.0 .
du
1.
dt

 2u  0.1t , u 0   0 .
du
2.
dt

 u  t , u 0   0 .
du
3
dt
Beberapa soal dibahas.

 2u  0.1, u 0   1.0
du
dt
du
Perhatikan  2u  0.1 .
dt

Dapat ditulis

du
 dt dapat sebagai PD terpisah  (3.11)
2u  0.1

Solusi yang diinginkan adalah u  u t  (yang dicari)

50 | Dr. Hanna A Parhusip


Ruas kiri :

 f u du dengan f u  
du 1
. Bagaimanakah menyelesaikan
2u  0.1 2u  0.1

du
 2u  0.1  ? .
Bentuk ini belum standard terhadap bentuk standard

d .
 .  ln .  c1 . (3.12)

du
Jadi  2u  0.1 perlu disusun dalam bentuk standard yaitu dengan substitusi.
dP dP
Misal P  2u  0.1 sehingga  2 . Jadi du  . Sehingga
du 2

du 1 dP
 2u  0.1  2  P
. (3.13)

Persamaan (3.13) sudah berbemtuk standard seperti persamaan (33.12). Jadi

du 1 dP 1 1
 2u  0.1  2   ln P  c1  ln 2u  0.1  c1 .
P 2 2

Ruas kanan dari persamaan (3.3.11) adalah

dt sehingga  dt  t  c2 . (3.14)

Dari persamaan(3.3.11)-(3.3.14) diperoleh


1
ln 2u  0.1  c1  t  c 2 .
2
1
Jadi ln 2u  0.1  t  K , dengan K  c 2  c1 . Dengan kata lain
2

Modul METODE NUMERIK | 51


ln 2u  0.1  2t  C, dengan C  2K . (3.15)

Disini u tidak dinyatakan sebagai fungsi t secara eksponen. Jika dikehendaki ,


ditunjukkan pada berikut ini. Ingat
e ln x  x .
Gunakan pada persamaan (3.15) diperoleh
ln 2u  0.1  2t  c
2u  0.1  e 2t c  e 2t .e c karena e ab  e a  eb

Sehingga kita dapat menulis sebagai

2u  0.1  Ae2t , A  e c .

Atau 2u  Ae2t  0.1 sehingga

Ae 2t  0.1
u .
2
Untuk mendapatkan A perlu digunakan u 0  1.0 .

1 A
1  0.1  2  A  0.1  2  0.1  A
2

Diperoleh A = 1.9. Jadi

1.9e 2t  1
u .
2
Kesimpulan
Persamaan Diferensial yang telah kita pelajari, persamaan diferensial tingkat satu
sebagai
1. 1 PD Terpisah
2. PD Linear Tingkat Satu dengan Faktor Integral

Dapat diketahui penyelesaian persamaan diferensial biasa (PDB) orde 1


yang berbentuk dy  P ( x) y  Q ( x) secara umum adalah
dx

52 | Dr. Hanna A Parhusip


y ( x)  e 
 P ( x ) dx  P ( x ) dx dx .
 Q( x ) e (3.16)

Bukti: Formula (3.16) diperoleh dengan dy  P ( x) y  Q ( x) mencari faktor integral


dx

I ( x)  e  .Dengan mengalikan kedua ruas I ( x)  e 


P ( x ) dx P ( x ) dx
diperoleh

atau e   P ( x) ye   Q ( x )e 
P ( x ) dx dy P ( x ) dx P ( x ) dx
 dy  P ( x ) dx
  P( x) y e   Q ( x )e 
P ( x ) dx

 dx  dx

Dengan mengintegralkan kedua ruas diperoleh

  P ( x ) dx dy P ( x ) dx 
  e  P( x) ye  dx   Q( x)e 
P ( x ) dx
dx .
dx 

Integral ruas kiri adalah

  P ( x ) dx dy P ( x ) dx 
  e  P( x) ye  dx = y( x)e
 P ( x ) dx .
dx 

Jadi solusi dy  P ( x) y  Q ( x) adalah


dx

=  Q( x)e  P ( x ) dx dx atau
y ( x )e 
P ( x ) dx

y ( x)  e 
 P ( x ) dx  P ( x ) dx
 Q( x) e dx .

Modul METODE NUMERIK | 53


BAB 4
METODE INTERPOLASI

Pada bagian ini kita banyak menggunakan MATLAB sehingga perlu dasar-
dasar pemrograman dengan MATLAB. Hal ini sudah dipelajari pada mata kuliah
yang lain sehingga kita hanya menggunakan saja.

Tema: Latihan soal interpolasi

Yang lalu kita lanjutkan dengan interpolasi cubic spline dan chebyshev

4.1 Interpolasi cubic spline


Diketahui fungsi analitik: y=cos(x) dan kita mempunyai beberapa pasang
( xk , yk )
Pasangan titik tersebut disediakan pada Tabel 4.1

Tahap 1. Kerjakan seperti pada Tahap 1 dengan interpolasi dengan Lagrange


dan Newton yaitu menyediakan titik-titik
Tahap 2. Edit program yang menggunakan spline (lihat dosplineku.m)

4.2 Interpolasi Chebyshev

File: fku2.m; cheby.m; Cobacheb1.m


Tahap 1. Menyusun fungsi cos(x)
function y = fku2(x)

y=cos(x);

Tahap 2. Menggunakan fungsi cheby.m untuk menyusun polynomial Chebyshev


pada file Cobacheb1.m
clear

close all

54 | Dr. Hanna A Parhusip


N = 5; %derajat polinomial

a = -pi; b = pi;

[c,x1,y1] = cheby('fku2',N,a,b) %Chebyshev polynomial ftn

xx = [-pi: 0.02 : pi]; yy = polyval(c,xx); %interpolate for [-2,2]

figure

clf, plot(xx,yy,'r-')

hold on

x=linspace(a,b,5);y=cos(x);

plot(x,y,'*') %plot the graph

Keluaran program

Gambar 4.1 Tanda * adalah fungsi analitik y=cos(x)

sedangkan kurva halus merupakan polynomial chebyshev dengan memperbanyak


titik.

Catatan :
Bagaimana menyusun polinomial Chebyshev ?.
Diketahui bahwa
N
f ( x)  c N ( x)   d mTm ( x' )
m 0 x '
2
ba

x  a 2 b 

Modul METODE NUMERIK | 55


Dari program diperoleh
c=[-0.0000 0.0248 0.0000 -0.4411 -0.0000 0.9680]

Penyusunan polinomial dalam bentuk itu telah dilakukan secara otomatis pada
fungsi cheby.m Jadi penulisan polinomial dapat mengikuti pola standard yaitu
p5 ( x)  -0.0000 x 5  0.0248 x 4 0.0000 x 3 -0.4411x 2 -0.0000 x  0.9680
 0.0248 x 4
 -0.4411x 2
 0.9680
Sedangkan untuk mengilustrasikan dalam bentuk grafik, kita telah menambah
beberapa titik lain pada interval domain dan menggunakan fungsi polyval (dari
MATLAB) untuk mencari nilai polinomial tiap titik, yaitu pada perintah:
xx = [-pi: 0.02 : pi]; yy = polyval(c,xx); %interpolasi untuk x pada [-2,2]

Latihan soal 4.1

Misalkan diberikan data


x=[0 0.6236 0.6854 1.2472 1.4708 1.6708 2.0708 1.3208 3.0416
3.3916 4.7124 2.3562 6.1832]

Misalkan diberikan data y adalah:


y=[0 0.5840 0.6330 0.7481 0.8950 0.9450 0.8576 0.9189 0.0928
-0.2474 -1.0000 0.6071 -0.1298]

Jika diilustrasikan pasangan xi , yi  ditunjukkan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Hubungan data (x,y) secara grafik

56 | Dr. Hanna A Parhusip


Pertanyaan:

Anggap pasangan data tersebut memenuhi fungsi kontinyu y=sin(x) artinya


diharapkan data (x,y) memenuhi fungsi tersebut.
(a) Nyatakan dalam interpolasi cubic spline
(b) Nyatakan pasangan data tersebut dengan interpolasi chebyshev order 8
(c) Nyatakan pasangan data tersebut dengan interpolasi Newton order 8
Analisalah hasil anda dan berilah keterangan analisa anda

Latihan soal 4.2 Lakukan data yang sama pada soal 1 dengan fitting kurva.
Anggap data tersebut merupakan polinomial derajat 5. Gunakan fungsi polyfit.m

Soal test 1.
Suatu hasil eksperimen menunjukkan bahwa pada setiap pengukuran nilai x berikut
diperoleh nilai y
x=[-6.332 -4.911 -3.4902 -2.0944 -0.6981 0.6981 2.0944 3.4907 4.911 6.332]
y=[0.1 -1.6321 1.5321 -0.2 -1.821 1.7521 -0.2 -1.5321 1.6321 -0.1]

Catatan: sketsalah jawaban anda dengan tangan sesuai dengan keluaran program
Posisi titik menyesuaikan

I. Asumsikan bahwa y=f(x) dengan asumsi

(1) Fungsi cubik y  ax  bx  cx  d


3 2

a. Tuliskan sistem persamaan linear untuk mencari koefisien dari fungsi


tersebut
b. Selesaikan sistem persamaan linear tersebut dengan cara yang anda
kenal dan buatlah tabel nilai y pendekatan yang anda peroleh.
c. Apakah hasil anda cukup baik ?. Jelaskan.

(2) Fungsi trigonometri y=2.1 sin(2.3*x)


a. Susunlah polinomial order 7 yang mendekati fungsi tersebut dengan
metode Newton melalui program newtonp.m

Modul METODE NUMERIK | 57


(b) Gambarkan ilustrasi data (ditandai dengan (*)) dan pendekatan
ditandai dengan (‘ro-‘) artinya bernoktah o- dan berwarna merah
(c) Jelaskan bagaimana anda mendefinisikan error dan berapa error yang
diperoleh
(d) Kerjakan dengan Chebyshev.
Ilustrasikan pada 1 gambar: hasil newtonp.m, hasil chebyshev dan
data
II.
(a) Gunakan fungsi spline dari MATLAB untuk mendekati y=f(x)
(tuliskan parameter yang anda gunakan). Ilustrasikan dalam grafik
dengan pola (‘o-‘)
(b) Gabungkan hasil (a) dengan fungsi polyfit (fungsi dari MATLAB)
untuk interpolasi polynomial order 7, tandai keluaran pada Gambar
(a) dengan (‘*’) Catatan: keluaran (a)-(b) adalah Gambar 4.3.

(c) Susunlah nilai y hasil pendekatan fungsi polyfit pada vektor baris.

(d) Bagaimana anda menganalisa hasil ini ? (berapa % error terhadap


data, mana yang lebih baik)

0
y

data
-2
spline
polyfit order 7
-4
-8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8
x

Gambar 4.3 Keluaran /Jawaban soal test 1

4.3 Interpolasi polinomial dan turunan


Pada bagian ini kita menggunakan fungsi-fungsi pada MATLAB seperti
lagranp untuk interpolasi polynomial dan polyder.m untuk mendapatkan

58 | Dr. Hanna A Parhusip


derivatif numerik apabila kita diberikan hanya file data yang mengandung
beberapa data. Langkah ini bisa untuk membuat fungsi interpolasi dengan
menggunakan salah satu metode yang dijelaskan dalam Bab 4.1 dan mendapatkan
turunan dari fungsi interpolasi. Beberapa contoh kegiatan diambil dari literature
(Wong,dkk,2005).
Pada Tabel 4.2 dibuat program menggunakan "lagranp()" untuk menemukan
polinomial interpolasi, juga sering menggunakan "polyder()" untuk membedakan
polinomial dan menghitung kesalahan yang dihasilkan turunan dari nilai
sebenarnya. Mari kita jalankan dengan x yang didefinisikan tepat sesuai dengan
serangkaian titik data yang diberikan dan melihat hasilnya.

Contoh 4.3

Misal kita akan mencari turunan dari f(x) = x pada x = π/4, dimana fungsi diberikan
sebagai salah satu set titik data berikut:

Kasus 1

        3 3 
 , sin ,  , sin ,  , sin 
 8 8 4 4  8 8 
Karena ada 3 titik data, dinyatakan dalam poliomial lagrang orde-2 sedangkan
turunannya sebagai polinomial orde-1. Dengan Geogebra kita dapat mencoba
menggambar.

Gambar 4.4 Kasus 1

Modul METODE NUMERIK | 59


Tabel 4.2 Penyelesaian dengan MATLAB

Program Keluaran
clear x = 0.3927 0.7854 1.1781
x = [pi/8 pi/4 3*pi/8] y =0.3827 0.7071 0.9239
y = [sin(pi/8) sin(pi/4) sin(3*pi/8)] px =-0.3490 1.2373 -0.0494
px = lagranp(x,y) % Lagrange polynomial ypolinomial =0.3827 0.7071 0.9239
interpolating (x,y) dpx =-0.6981 1.2373
ypolinomial=polyval(px,x) dfx =0.9632 0.6891 0.4149
dpx = polyder(px) % derivative of polynomial bandingfungsi =0.3827 0.3827
px 0.7071 0.7071
dfx = polyval(dpx, x) 0.9239 0.9239
bandingfungsi=[y' ypolinomial'] bandingturunan = 0.9239 0.9632
bandingturunan=[cos(x)' dfx'] 0.7071 0.6891
0.3827 0.4149

Pada tabel 4.2 kolom keluaran diperoleh nilai fungsi dan nilai turunan.
Nilai turunan eksak pada variabel bandingturunan kolom ke-1, sedangakan
pendekatannya pada kolom ke-2. Dapat dilihat bahwa keduanya mempunyai hasil
yang cukup dekat.

Kasus 2

Scara sama dengan kasus 1, dipelajari untuk proram-program titik berikut ini:

        3 3   4 4 
(0, sin 0),  , sin ,  , sin ,  , sin ,  , sin 
 8 8 4 4  8 8  8 8 
Yang diilustrasika dalam gambar 4.5.

60 | Dr. Hanna A Parhusip


Gambar 4.5 Kasus 2

Tabel 4.3 Penyelesaian dengan MATLAB Kasus 2

Program Keluaran
clear x =0 0.3927 0.7854 1.1781 1.5708
y =0 0.3827 0.7071 0.9239 1.0000
x = [0 pi/8 pi/4 3*pi/8 4*pi/8] px =0.0287 -0.2036 0.0200 0.9963 0
y = [sin(0) sin(pi/8) sin(pi/4) sin(3*pi/8) ypolinomial =0 0.3827 0.7071 0.9239
sin(4*pi/8)] 1.0000
px = lagranp(x,y) % Lagrange polynomial dpx =0.1149 -0.6108 0.0399 0.9963
interpolating (x,y) dfx =0.9963 0.9248 0.7066 0.3835 -
ypolinomial=polyval(px,x) 0.0028
dpx = polyder(px) % derivative of bandingfungsi = 0 0
polynomial px 0.3827 0.3827
dfx = polyval(dpx, x) 0.7071 0.7071
bandingfungsi=[y' ypolinomial'] 0.9239 0.9239
bandingturunan=[cos(x)' dfx'] 1.0000 1.0000
bandingturunan = 1.0000 0.9963
0.9239 0.9248
0.7071 0.7066
0.3827 0.3835
0.0000 -0.0028

Pada tabel 4.3 kolom keluaran diperoleh nilai fungsi dan nilai turunan. Nilai
turunan eksak pada variabel banding turunan kolom ke-1, sedangkan pendekatan-

Modul METODE NUMERIK | 61


nya pada kolom ke-2. Dapat dilihat bahwa keduanya mempunyai hasil yang cukup
dekat.

Kasus 3

Scara sama dengan kasus 1 dan kasus 2, dipelajari untuk proram-program titik

berikut ini:

 2 2   3 3   4 4   5 5   6 6 
 , sin ,  , sin ,  , sin ,  , sin ,  , sin 
 16 16   16 16   16 16   16 16   16 16 

Yang diilustrasikan dalam gambar 4.6 dan program ditunjukkan pada Tabel 4.4.

Gambar 4.6. Kasus 3

62 | Dr. Hanna A Parhusip


Tabel 4.4 Penyelesaian dengan MATLAB Kasus 3

Program Keluaran
Clear x = 0.3927 0.5890 0.7854
x = [2*pi/16 3*pi/16 4*pi/16 5*pi/16 0.9817 1.1781
6*pi/16]%[1,5], angka 5 menunjukkan jumlah y =0.3827 0.5556 0.7071
derajat 0.8315 0.9239
y = [sin(2*pi/16) sin(3*pi/16) sin(4*pi/16) px =0.0293 -0.2087 0.0298
sin(5*pi/16) sin(6*pi/16)]%nilai eksak 0.9897 0.0014
px = lagranp(x,y) % Lagrange polynomial ypolinomial =0.3827 0.5556
interpolating (x,y) 0.7071 0.8315 0.9239
ypolinomial=polyval(px,x) dpx = 0.1171 -0.6261 0.0596
dpx = polyder(px) % derivative of polynomial px 0.9897
dfx = polyval(dpx, x) dfx =0.9237 0.8315 0.7071
bandingfungsi=[y' ypolinomial'] 0.5556 0.3825
bandingturunan=[cos(x)' dfx'] bandingfungsi =
0.3827 0.3827
0.5556 0.5556
0.7071 0.7071
0.8315 0.8315
0.9239 0.9239
bandingturunan =
0.9239 0.9237
0.8315 0.8315
0.7071 0.7071
0.5556 0.5556
0.3827 0.3825

Pada tabel 4.4 kolom keluaran diperoleh nilai fungsi dan nilai turunan. Nilai
turunan eksak pada variabel bandingturunan kolom ke-1, sedangkan pendekatannya
pada kolom ke-2. Dapat dilihat bahwa keduanya mempunyai hasil yang cukup dekat.
Ini menggambarkan bahwa jika kita memiliki lebih banyak titik yang
dibagikan lebih dekat ke titik sasaran, kita mungkin mendapatkan hasil yang lebih
baik.

Modul METODE NUMERIK | 63


BAB 5
PROYEK METODE NUMERIK

5.1 Studi kasus Mocorin

Pada bagian ini akan dilakukan studi numerik yang berdasarkan data yang
ada di sekitar kita. Berbagai pendekatan data sebagai fungsi sudah ditunjukkan.
Sedangkan bagian ini akan dilakukan sebuah praktikum dimana data diambil dari
penelitian (Kristianingsih, dkk,2013). Data yang digunakan merupakan data
Mocorin sebagai hasil fermentasi dari jagung dengan penambahan bekatul.Salah
satu varietas unggul jagung yang dipilih sebagai benih adalah Bisi 2 (Silvia, 2012).
Pada penelitian Silvia analisa secara statistik telah dilakukan dalam menentukan
dan membandingkan nilai gizi mocorin antar berbagai perbandingan jagung kuning
varietas Bisi 2 untuk mengoptimalkan kandungan proksimat (kadar karbohidrat,
protein, air, abu, lemak, dan serat). Terdapat 5 macam proporsi penambahan
bekatul yang digunakan, yaitu 0%, 12,5%, 25%, 37,5%, dan 50%. Pada hasil
perhitungan secara statistik ini adalah tidak dapat dicari nilai-nilai kadar
kandungan proksimat yang optimal yang terbentuk dari para pengoptimalnya. Hal
inilah yang kemudian menjadi pokok bahasan dalam melakukan penelitian lebih
lanjut yaitu untuk mengetahui nilai kandungan proksimat optimal dari hasil
hubungan nilai-nilai pengoptimalnya.
Terdapat berbagai algoritma yang digunakan tetapi pada bagian ini akan
digunakan algoritma genetik (AG). Beberapa penelitian telah menggunakan
seperti untuk menyelesaikan permasalahan optimasi dan pemodelan pada berbagai
bidang. Pada bidang kimia digunakan untuk mengestimasi parameter pada model
kinetic (Katare, dkk. 2008) dan optimasi pada sekumpulan proses kimia (Mokeddem,
2010). Selain digunakan di bidang kimia. Pada bidang ekonomi, seperti memodelkan
penjadwalan yaitu cobweb-type (Dawid, dkk., 1998). AG juga digunakan untuk
mengoptimasi masalah penjadwalan flow-shop (Gunawan, 2003) dan optimasi
penjadwalan kegiatan belajar mengajar (Nugraha, 2008). Pada bidang fisika

64 | Dr. Hanna A Parhusip


mengatasi permasalahan pada acelerator fisika (Hofler, dkk. 2013) juga
menggunakan AG. Oleh karena itu, AG digunakan pada penelitian ini karena
algoritma ini termasuk teknik pencarian yang telah terbukti robust (tangguh),
adaptif, dan efisien (Goldberg, 1989).

5.1.1 Model dan Algoritma yang Digunakan

Di bawah ini adalah fungsi-fungsi yang digunakan untuk memodelkan


fungsi tujuan untuk karbohidrat dan protein.

Karbohidrat

Untuk menyatakan karbohidrat sebagai fungsi massa dan absorbansi digunakan


fungsi tujuan untuk karbohidrat yaitu fungsi eksponensial:

𝟐 −𝜷𝒚𝟐
𝒘 = 𝜸𝒙𝒆−𝜶𝒙 (5.1)
di mana 𝛼, 𝛽, 𝛾 pada persamaan (5.1) dicari dengan menggunakan metode kuadrat
terkecil, yaitu meminimalkan:

𝑅 = ∑𝑛𝑖=1(𝑊𝑖,𝑑𝑎𝑡𝑎 − 𝑊𝑖,𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙 )2 (5.2)


di mana 𝑊𝑖,𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙 adalah persamaan (5.1). Sebagaimana prosedur dalam kalkulus,

titik kritis R yang diperoleh harus memenuhi kondisi R  0 atau
T 
 R R R  = 0
R    (5.3)
    
Persamaan (5.3) merupakan sistem persamaan tak linier yang perlu diselesaikan
secara numerik. Algoritma yang digunakan adalah metode Newton (Peressini,
1988). Penyelesaian yang diperoleh merupakan penyelesaian kritis untuk R,
sebutlah (𝛼 ∗ , 𝛽 ∗ , 𝛾 ∗ ). Untuk menyelidiki sifat (𝛼 ∗ , 𝛽∗ , 𝛾 ∗ ) perlu diamati sifat
Hessian R di (𝛼 ∗ , 𝛽 ∗ , 𝛾 ∗ ) (Parhusip, 2012), yaitu
𝜕2𝑅 𝜕2 𝑅 𝜕2𝑅
𝜕𝛼 2 𝜕𝛼𝜕𝛽 𝜕𝛼𝜕𝛾
𝜕2𝑅 𝜕2 𝑅 𝜕2𝑅
𝐻𝑅 = (5.4)
𝜕𝛽𝜕𝛼 𝜕𝛽2 𝜕𝛽𝜕𝛾
𝜕2𝑅 𝜕2𝑅 𝜕2𝑅
[ 𝜕𝛾𝜕𝛼 𝜕𝛾𝜕𝛽 𝜕𝛾 2 ]

Modul METODE NUMERIK | 65


Jika matrik 𝐻𝑅 semi positive definite dimana nilai eigen λ ≥ 0, maka (𝛼 ∗ , 𝛽 ∗ , 𝛾 ∗ )
merupakan peminimum R (Peressini, 1988). Setelah diketahui parameter optimal,
dilakukan perhitungan dengan menggunakan algoritma genetik.
Protein
Untuk menyatakan protein sebagai fungsi karbohidrat, model yang digunakan
adalah fungsi eksponensial:

𝒑 = 𝒂𝒆−𝒃𝒌 (5.5)
di mana a dan b pada persamaan (5.5) dicari dengan menggunakan metode kuadrat
terkecil, yaitu meminimalkan :

𝑅 = ∑𝑛𝑖=1(𝑃𝑖,𝑑𝑎𝑡𝑎 − 𝑃𝑖,𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙 )2 (5.6)


dimana 𝑃𝑖,𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙 adalah persamaan (5.5) . Sebagaimana prosedur dalam kalkulus,

titik kritis R yang diperoleh harus memenuhi kondisi R  0 atau

 R R  =
T

R    0 (5.7)
 a b 
Sama seperti persamaan (5.3), persamaan (5.7) merupakan sistem persamaan tak
linier yang perlu diselesaikan secara numerik. Penyelesaian yang diperoleh
merupakan penyelesaian kritis untuk R, sebutlah (𝑎∗ , 𝑏 ∗ ). Untuk menyelidiki sifat
(𝑎∗ , 𝑏 ∗ ) perlu diamati sifat Hessian R di (𝑎∗ , 𝑏 ∗ ), yaitu

𝜕2 𝑅 𝜕2𝑅
2
𝐻𝑅 = [ 𝜕𝑎2 𝜕𝑎𝜕𝑏
] (5.8)
𝜕 𝑅 𝜕2𝑅
𝜕𝑏𝜕𝑎 𝜕𝑏 2

5.1.2 Data untuk diolah


(i) Data Kadar Karbohidrat pada Mocorin

66 | Dr. Hanna A Parhusip


Tabel 5.1 Data Karbohidrat pada Mocorin dengan berbagai perbandingan

MOCORIN dengan Perbandingan Jagung: Bekatul (100 : 0)


(artinya tanpa bekatul)
Kadar
Rata-
Ulangan Massa sampel (gram) Absorbansi Karbohidrat
rata
(%)
1 0.1035 0.706 60.5747 59.42
0.1035 0.68 58.2721
0.1035 0.634 54.1984
2 0.1035 0.721 61.9031 59.64
0.1035 0.638 54.5526
0.1035 0.67 57.3865
3 0.1084 0.382 60.8805 60.54
0.1084 0.37 58.8512
0.1084 0.388 61.8952
4 0.1116 0.371 57.328 59.63
0.1116 0.393 60.9418
0.1116 0.391 60.6132
5 0.1057 0.357 58.0999 59.4
0.1057 0.372 60.7013
0.1057 0.41 67.2918
MOCORIN dengan Perbandingan Jagung : Bekatul (87,5:12,5)
Kadar
Rata-
Ulangan Massa sampel (gram) Absorbansi Karbohidrat
rata
(%)
1 0.105 0.47 39.1079 46.79
0.105 0.557 46.7025
0.105 0.559 46.877
2 0.105 0.567 47.5754 48.36
0.105 0.585 49.1467
0.105 0.654 55.17
3 0.1065 0.364 58.8683 58.52
0.1065 0.36 58.1798
0.1065 0.427 69.7125

Modul METODE NUMERIK | 67


4 0.1026 0.294 48.599 48.06
0.1026 0.272 44.6681
0.1026 0.288 47.5269
5 0.1081 0.301 47.3134 46.97
0.1081 0.311 49.0092
0.1081 0.285 44.6
MOCORIN dengan Perbandingan Jagung : Bekatul (75:25)

Ulangan Massa sampel (gram) Absorbansi Kadar Karbohidrat (%) Rata- rata
1 0.1014 0.511 44.2024 43.03
0.1014 0.485 41.8522
0.1014 0.462 39.7731
2 0.1014 0.506 43.7505 43.49
0.1038 0.266 43.0921
0.1038 0.269 43.6219
3 0.104 0.298 48.6498 47.89
0.104 0.293 47.7685
0.104 0.29 47.2397
4 0.1461 0.373 44.0415 43.48
0.1461 0.364 42.9122
0.1461 0.325 38.0187
5 0.1047 0.264 42.3715 43.89
0.1047 0.276 44.4726
0.1047 0.278 44.8228
MOCORIN dengan Perbandingan Jagung : Bekatul (62,5:37,5)

Ulangan Massa sampel (gram) Absorbansi Kadar Karbohidrat (%) Rata – rata
1 0.1033 0.48 40.6388 40.33
0.1033 0.473 40.0176
0.1033 0.42 35.3149
2 0.0998 0.253 42.4313 39.74
0.0998 0.226 37.4718
0.0998 0.236 39.3087

68 | Dr. Hanna A Parhusip


3 0.1003 0.222 36.5539 40.39
0.1003 0.245 40.7577
0.1003 0.241 40.0266
4 0.1504 0.35 39.9789 40.41
0.1504 0.334 38.0288
0.1504 0.357 40.8322
5 0.1017 0.25 41.0979 40.20
0.1017 0.237 38.7546
0.1017 0.248 40.7373
MOCORIN dengan Perbandingan Jagung : Bekatul (50:50)

Ulangan Massa sampel (gram) Absorbansi Kadar Karbohidrat (%) Rata – rata
1 0.1016 0.453 38.8829 38.25
0.1016 0.434 37.1688
0.1016 0.451 38.7025
2 0.1032 0.244 39.4347 38.37
0.1032 0.24 38.7242
0.1032 0.23 36.9478
3 0.1037 0.236 37.8303 37.96
0.1126 0.254 37.7707
0.1126 0.256 38.0963
4 0.1029 0.24 38.8371 38.30
0.1029 0.205 32.6018
0.1029 0.234 37.7682
5 0.1032 0.242 39.0794 38.64
0.1032 0.237 38.1913
0.1032 0.205 32.507

Modul METODE NUMERIK | 69


(ii) Data Kadar Protein pada Mocorin

MOCORIN dengan Perbandingan Jagung: Bekatul (100 : 0)


Absor- Faktor Abs-faktor Kadar Protein Rata -
Ulangan
bansi koreksi koreksi (%) rata
1 1.178 1.027 0.151 7.6042 7.97
1.187 1.027 0.16 8.0729
1.19 1.027 0.163 8.2292
2 0.548 0.484 0.064 6.1458 7.4
0.569 0.484 0.085 8.3333
0.563 0.484 0.079 7.7083
3 0.586 0.499 0.087 8.5417 8.04
0.594 0.499 0.095 9.375
0.867 0.743 0.124 6.1979
4 0.333 0.258 0.075 7.2917 7.85
0.337 0.258 0.079 7.7083
0.345 0.258 0.087 8.5417
5 0.441 0.354 0.087 8.5417 7.15
0.418 0.354 0.064 6.1458
0.424 0.354 0.07 6.7708

MOCORIN dengan Perbandingan Jagung: Bekatul (87,5:12,5)


Absor- Faktor Abs-faktor Kadar Protein Rata -
Ulangan
bansi koreksi koreksi (%) rata
1 0.35 0.229 0.121 12.083 11.94
0.354 0.229 0.125 12.5
0.342 0.229 0.113 11.25
2 0.474 0.36 0.114 11.354 11.56
0.485 0.36 0.125 12.5
0.469 0.36 0.109 10.833
3 0.518 0.407 0.111 11.042 11.67
0.53 0.407 0.123 12.292
0.544 0.407 0.137 13.75
4 0.482 0.365 0.117 11.667 11.56
0.485 0.365 0.12 11.979
0.484 0.365 0.119 11.875

70 | Dr. Hanna A Parhusip


5 0.387 0.276 0.111 11.042 11.53
0.389 0.276 0.113 11.25
0.399 0.276 0.123 12.292
MOCORIN dengan Perbandingan Jagung: Bekatul (75:25)
Absor- Faktor Abs-faktor Kadar Protein Rata -
Ulangan bansi koreksi koreksi (%) rata
1 0.352 0.21 0.142 14.271 14.24
0.35 0.21 0.14 14.063
0.353 0.21 0.143 14.375
2 0.521 0.354 0.167 16.875 14.79
0.367 0.236 0.131 13.125
0.497 0.354 0.143 14.375
3 0.313 0.189 0.124 12.396 13.51
0.333 0.189 0.144 14.479
0.325 0.189 0.136 13.646
4 0.373 0.226 0.147 14.792 14.34
0.367 0.226 0.141 14.167
0.366 0.226 0.14 14.063
5 0.499 0.311 0.188 19.063 14.64
0.481 0.329 0.152 15.313
0.468 0.329 0.139 13.958
MOCORIN dengan Perbandingan Jagung : Bekatul (62,5:37,5)
Absor- Faktor Abs-faktor Kadar Protein Rata -
Ulangan bansi koreksi koreksi (%) rata
1 0.454 0.314 0.14 28.125 28.06
0.299 0.158 0.141 28.333
0.296 0.158 0.138 27.708
2 0.287 0.146 0.141 28.333 28.33
0.288 0.146 0.142 28.542
0.286 0.146 0.14 28.125
3 0.447 0.297 0.15 30.208 28.89
0.43 0.297 0.133 26.667
0.319 0.171 0.148 29.792

Modul METODE NUMERIK | 71


4 0.228 0.09 0.138 27.708 28.33
0.247 0.101 0.146 29.375
0.229 0.09 0.139 27.917
5 0.297 0.159 0.138 27.708 28.26
0.304 0.159 0.145 29.167
0.289 0.15 0.139 27.917

MOCORIN dengan Perbandingan Jagung: Bekatul (50:50)


Absor- Faktor Abs-faktor Kadar Protein Rata -
Ulangan bansi koreksi koreksi (%) rata
1 0.287 0.132 0.155 31.25 31.32
0.289 0.132 0.157 31.667
0.283 0.129 0.154 31.042
2 0.319 0.17 0.149 30 31.46
0.293 0.132 0.161 32.5
0.287 0.129 0.158 31.875
3 0.288 0.132 0.156 31.458 31.6
0.288 0.138 0.15 30.208
0.302 0.138 0.164 33.125
4 0.377 0.221 0.156 31.458 31.18
0.345 0.192 0.153 30.833
0.356 0.201 0.155 31.25
5 0.308 0.157 0.151 30.417 31.11
0.326 0.164 0.162 32.708
0.307 0.157 0.15 30.208

5.2 Program MATLAB untuk mendapatkan parameter fungsi tujuan


karbohidrat dengan metode kuadrat terkecil

Tahap 1. Menuliskan fungsi tujuan

function R=cariLamdkkbaru(x)

load banyakk.dat; %data karbohidrat dengan 5 proporsi penambahan

bekatul

72 | Dr. Hanna A Parhusip


nokolom=3;

xdataasli=banyakk(:,nokolom);

xdata=xdataasli./max(xdataasli);

xmasaasli=banyakk(:,1); %data massa pada kolom 1

xmasa=xmasaasli./max(xmasaasli);

xabsasli=banyakk(:,2); %data abs pada kolom 2

xabs=xabsasli./max(xabsasli);

lam=x(1);beta=x(2);tau=x(3) %parameter yang akan dicari

for i=1:75

xmodel(i)=tau*xmasa(i)*exp(-lam*xmasa(i)^2-beta*xabs(i)^2);

beda(i)=(xdata(i)-xmodel(i));

end

R=beda;

x0 = [1 0.5 1] % Dugaan lam,beta, tau

[x,fval] = lsqnonlin(@cariLamdkkbaru,x0)

load banyakk.dat;

nokolom=3;

xdataasli=banyakk(:,nokolom);

xdata=xdataasli./max(xdataasli);

xmasaasli=banyakk(:,1);

xmasa=xmasaasli./max(xmasaasli);

xabsasli=banyakk(:,2);

xabs=xabsasli./max(xabsasli);

Modul METODE NUMERIK | 73


%fungsi

lam=x(1);beta=x(2);tau=x(3)

myfungsi=tau.*xmasa.*exp(-lam.*xmasa.^2-beta.*xabs.^2);

banding=[xdata myfungsi]

xdim=myfungsi*max(xdataasli);

bandingdim=[xdataasli xdim]

error=norm(xdata-myfungsi)/norm(xdata)*100 %sudah dalam %

lam=x(1);beta=x(2);tau=x(3)

optimizerpar=[lam beta tau]

%mencari matriks Hessian

xmasa=xmasa(1)

xabs=xabs(1)

G=xdata(1)-myfungsi(1)

ini=exp(-lam.*xmasa.^2-beta.*xabs.^2)

Vlam=tau.*xmasa.^3.*ini

Vtau=-xmasa.*ini

Vbeta=tau.*xmasa.*xabs.^2.*ini

Vlamlam=-tau.*xmasa.^5.*ini

Vlambeta=-tau.*xmasa.^3.*xabs.^2.*ini

Vlamtau=xmasa.^3.*ini

Vbetatau=xmasa.*xabs.^2.*ini

Vbetabeta=-tau.*xmasa.*xabs.^4.*ini

Vtautau=0

a11=2.*Vlam.*Vlam+G.*Vlamlam

a12=2.*(Vbeta.*Vlam+G.*Vlambeta)

74 | Dr. Hanna A Parhusip


a13=2.*(Vtau.*Vlam+G.*Vlamtau)

a21=a12

a22=2.*Vbeta.*Vbeta+G.*Vbetabeta

a23=2.*(Vtau.*Vbeta+G.*Vbetatau)

a31=a13

a32=a23

a33=2.*Vtau.*Vtau+G.*Vtautau

Hes = [ a11 a12 a13;

a21 a22 a23;

a31 a32 a33]

5.3 Program untuk mengoptimalkan fungsi tujuan karbohidrat dengan


menggunakan Algoritma Genetik (AG)

function P = gen_encode(X,Nb,l,u)

% mengubah populasi menjadi kode-kode

Np=size(X,1); %ukuran populasi

N = length(Nb); %dimensi dari variabel

for n = 1:Np

b2=0;

for m = 1:N

b1 = b2+1; b2 = b2 + Nb(m);

Xnm =(2^Nb(m)- 1)*(X(n,m) - l(m))/(u(m) - l(m));

P(n,b1:b2) = dec2bin(Xnm,Nb(m));

end

end

function X = gen_decode(P,Nb,l,u)

Modul METODE NUMERIK | 75


% mengubah kode-kode menjadi populasi

Np = size(P,1); %ukuran populasi

N = length(Nb); %dimensi dari variabel

for n = 1:Np

b2=0;

for m = 1:N

b1 = b2 + 1; b2 = b1 + Nb(m) - 1;

X(n,m) = bin2dec(P(n,b1:b2))*(u(m) - l(m))/(2^Nb(m) - 1) + l(m);

end

end

function chrms2 = crossover(chrms2,Nb)

% crossover diantara 2 kromosom

Nbb = length(Nb);

b2=0;

for m = 1:Nbb

b1 = b2 + 1; bi = b1 + mod(floor(rand*Nb(m)),Nb(m)); b2 = b2 + Nb(m);

tmp = chrms2(1,bi:b2);

chrms2(1,bi:b2) = chrms2(2,bi:b2);

chrms2(2,bi:b2) = tmp;

end

function P = mutation(P,Nb,Pm) % mutasi

Nbb = length(Nb);

for n = 1:size(P,1)

b2=0;

for m = 1:Nbb

76 | Dr. Hanna A Parhusip


if rand < Pm

b1 = b2 + 1; bi = b1 + mod(floor(rand*Nb(m)),Nb(m)); b2 = b2 + Nb(m);

P(n,bi) = ~P(n,bi);

end

end

end

function is = shuffle(is) % mengacak

N = length(is);

for n = N:-1:2

in = ceil(rand*(n - 1)); tmp = is(in);

is(in) = is(n); is(n) = tmp;

end

function [xo,fo] = genetic(f,x0,l,u,Np,Nb,Pc,Pm,eta,kmax)

% Algoritma genetic untuk meminimumkan f(x) s.t. l <= x <= u

N = length(x0);

if nargin < 10, kmax = 100; end %nomor iterasi (generations)

if nargin < 9 |eta > 1 |eta <= 0, eta = 1; end %learning rate(0 < eta < 1)

if nargin < 8, Pm = 0.01; end %probabilitas dari mutation

if nargin < 7, Pc = 0.5; end %probabilitas dari crossover

if nargin < 6, Nb = 8*ones(1,N); end %# dari genes(bits) untuk setiap

variabel

if nargin < 5, Np = 10; end %ukuran populasi (nomor dari kromosom)

%menginisialisasi populasi

NNb = sum(Nb);

xo = x0(:)'; l = l(:)' ; u = u(:)';

Modul METODE NUMERIK | 77


fo = feval(f,xo);

X(1,:) = xo;

for n = 2:Np, X(n,:) = l + rand(size(x0)).*(u - l); end

P = gen_encode(X,Nb,l,u);

for k = 1:kmax

X = gen_decode(P,Nb,l,u);

for n = 1:Np, fX(n) = feval(f,X(n,:)); end

[fxb,nb] = min(fX);

if fxb < fo, fo = fxb; xo = X(nb,:); end

fX1 = max(fxb) - fX; %membuat vektor fitness non negatif

fXm = fX1(nb);

if fXm < eps, return; end %berakhir jika semua kromosom sama

%reproduksi generasi berikutnya

for n = 1:Np

X(n,:) = X(n,:) + eta*(fXm - fX1(n))/fXm*(X(nb,:) - X(n,:));

end

P = gen_encode(X,Nb,l,u);

%Mating/Crossover

is = shuffle([1:Np]);

for n = 1:2:Np - 1

if rand < Pc, P(is(n:n + 1),:) = crossover(P(is(n:n + 1),:),Nb); end

end

%Mutasi

P = mutation(P,Nb,Pm);

End

clear, clf

78 | Dr. Hanna A Parhusip


f = inline('-1.5724*x(1)*exp((-1.1162*x(1)^2)+(0.6109*x(2)^2))','x');

l=[0.931 0.56]; %batas bawah xmasa dan xabs

u=[1 1]; %batas atas xmasa dan xabs

x0=[0.931 0.6]; %dugaan awal

Np = 30; %ukuran populasi

Nb = [15 15]; %angka bits untuk merepresentasikan setiap variabel

Pc = 0.5; Pm = 0.01; %Probabilitas crossover/mutation

eta = 1; kmax = 100; %learning rate dan jumlah iterasi maksimum

[xo_gen,fo_gen] = genetic(f,x0,l,u,Np,Nb,Pc,Pm,eta,kmax)

5.4 Program Interpolasi Data Protein terhadap Data Karbohidrat

function R=caripar_proH(x)

load 'Abs_mas_ca.dat'

M=Abs_mas_ca;

x1_=M(:,1)/max(M(:,1));

y1_=M(:,2)/max(M(:,2));

tx1=1:numel(x1_);

ti1=1:0.05:numel(x1_);

%interpolasi massa dan absorbance

yi1=interp1(tx1,y1_,ti1);

nn=length(yi1);

x2_ = x1_; %karbohidrat dan absorbance

y2_=M(:,3)/max(M(:,3));

ti2=ti1;

Modul METODE NUMERIK | 79


tx2=1:numel(x2_);

yi2=interp1(tx2,y2_,ti2);

%interp carbohidrat(yi2) thdp massa(yi1)

%%%%%%%%%%%%%

tx=1:numel(y1_);

ti=1:0.05:numel(y1_);

yikarbothdpmassa=interp1(tx,y1_,ti);

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%protein terhadap

absorbance

load 'Abs_pro_comp.dat'

P=Abs_pro_comp;

x_ =P(:,1)/max(P(:,1));

y_ =P(:,2)/max(P(:,2));

tx=1:numel(x_);

ti=1:0.05:numel(x_);

yi=interp1(tx,y_,ti);

a=x(1);b=x(2);c=x(3);

karbo=yikarbothdpmassa;

pro=yi;

for i=1:nn

xmodel(i)=a.*exp(-b.*karbo(i))+c;

beda(i)=(pro(i)-xmodel(i));

end

R=beda;

80 | Dr. Hanna A Parhusip


x0 = [0.5 1 1] % Dugaan a,b,c

x0 =[5 5 10]

[x,siR] = lsqnonlin(@caripar_proH,x0)

load 'Abs_mas_ca.dat'

M=Abs_mas_ca;

x1_=M(:,1)/max(M(:,1));

y1_=M(:,2)/max(M(:,2));

tx1=1:numel(x1_);

ti1=1:0.05:numel(x1_);

%interpolasi massa dan absorbance

yi1=interp1(tx1,y1_,ti1);

nn=length(yi1);

x2_ = x1_; %karbohidrat dan absorbance

y2_=M(:,3)/max(M(:,3));

ti2=ti1;

tx2=1:numel(x2_);

yi2=interp1(tx2,y2_,ti2);

%interp carbohidrat(yi2) thdp massa(yi1)

%%%%%%%%%%%%%

tx=1:numel(y1_);

ti=1:0.05:numel(y1_);

yikarbothdpmassa=interp1(tx,y1_,ti);

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%protein terhadap

absorbance

Modul METODE NUMERIK | 81


load 'Abs_pro_comp.dat'

P=Abs_pro_comp;

x_ =P(:,1)/max(P(:,1));

y_ =P(:,2)/max(P(:,2));

tx=1:numel(x_);

ti=1:0.05:numel(x_);

yi=interp1(tx,y_,ti);

%fungsi

karbo=yikarbothdpmassa; %hasil interpolasi

pro=yi; %hasil interpolasi

a=x(1);b=x(2);c=x(3);

myfungsi=a*exp(-b*karbo)+c;

banding=[yi myfungsi];

figure

plot(karbo,pro,'r*')

error=norm(pro-myfungsi)/norm(pro)*100 %sudah dalam %

a=x(1);b=x(2);c=x(3);

optimizerpar=[a b c]

%Mencari Matriks Hessian


k=karbo(1);
G=pro(1)-myfungsi(1);

Va=-exp(-b*k);
Vb=k*a*exp(-b*k);
Vc=1;
Vaa=0;

82 | Dr. Hanna A Parhusip


Vab=k*exp(-b*k);
Vac=0;
Vbc=0;
Vbb=-(k^2)*exp(-b*k);
Vcc=0;

a11=2.*Va.*Va+G.*Vaa;
a12=2.*(Vb.*Va+G.*Vab);
a13=2.*(Vc.*Va+G.*Vac);
a21=a12;
a22=2.*Vb.*Vb+G.*Vbb;
a23=2.*(Vc.*Vb+G.*Vbc);
a31=a13;
a32=a23;
a33=2.*Vc.*Vc+G.*Vcc;
Hes = [ a11 a12 a13;
a21 a22 a23;
a31 a32 a33];
C = eig(Hes)

5.5 Pengembangan Model dan Analisa

Pada model di atas maka error yang dihasilkan cukup kecil, yaitu 13,4892%
(Kristianingsih,dkk,2013). Selanjutnya nilai kadar karbohidrat dioptimalkan
dengan menggunakan AG dan dihasilkan kadar karbohidrat maksimum yaitu pada
sekitar 𝑤 = 51,4269% dengan pemaksimum massa 0,1230 dan pemaksimum
absorbansi 0,6482 yaitu pada proporsi penambahan bekatul sebanyak 12,5%.
Namun pada penelitian pencarian nilai parameter fungsi tujuan kadar protein,
dihasilkan nilai error masih besar yaitu sebesar 33,2679% yang dimungkinkan
karena pemilihan model data yang kurang tepat. Pada pengoptimalan dengan

Modul METODE NUMERIK | 83


menggunakan AG dihasilkan nilai protein optimal 38,0104% dengan pemaksimum
karbohidrat sebesar 19,9167 % dan diketahui pada proporsi penambahan bekatul
agar protein optimal adalah 50%. Hasil ini diperoleh dimana fungsi tujuan
dioptimalkan secara terpisah.
Pada praktikum kali ini dicari fungsi tujuan untuk protein sehingga didapat
nilai error yang cukup kecil. Sekaligus juga dicari proporsi mocorin yang baik
untuk dikonsumsi oleh para penderita kolesterol. Menurut hasil studi di University
of Maryland Medical Center, makanan yang baik dikonsumsi oleh para penderita
kolesterol adalah makanan yang memiliki kandungan serat yang tinggi, namun
rendah protein dan lemak (Kompas, 2012). Serat, protein, dan lemak akan dibuat
dalam fungsi karbohidrat dan massa. Penelitian menggunakan AG dengan
multiobjective function untuk mencari proporsi penambahan bekatul mocorin yang
baik untuk dikonsumsi oleh para penderita kolesterol.

5.5.1 Algoritma Genetik dengan Multiobjective Function

Metode pemilihan yang dihitung fungsi tujuan yang lebih dari 1 adalah
metode Pareto (Popov, 2005) yaitu dimana tidak ada satu pun solusi yang mampu
memberikan hasil yang lebih optimal dari salah satu fungsi tujuan yang ada tanpa
mengorbankan fungsi tujuan lainnya (Mahmudy, dkk, 2011).
Diasumsikan ada k fungsi tujuan yang akan diminimumkan:
min 𝐹(𝑥̅ ) = (𝑓1 (𝑥̅ ), 𝑓2 (𝑥̅ ), … 𝑓𝑘 (𝑥̅ ))𝑇 , 𝑥̅ 𝜖 𝐶 (5.8)
dimana k ≥ 2 dan C = { 𝑥̅ ∶ ℎ(𝑥̅ ) = 0, 𝑔(𝑥̅ ) ≤ 0, 𝑎𝑖 ≤ 𝑥𝑖 ≤ 𝑏𝑖 }, ℎ(𝑥̅ ) dan 𝑔(𝑥̅ )
merupakan fungsi kendala, 𝑥̅ merupakan vektor dari variabel keputusan, 𝑎𝑖
merupakan batas bawah dan 𝑏𝑖 merupakan batas atas. Jika sebuah fungsi kendala
mempunyai bentuk 𝑔(𝑥̅ ) ≥ c maka dapat diubah menjadi – 𝑔(𝑥̅ )+c≤0. Konsep
skalar dari nilai optimum tidak biasa diterapkan secara langsung pada kasus
multiobjective. Konsep penggantinya adalah optimum pareto. Vektor 𝑥̅ 𝜖 𝐶
dikatakan optimum pareto jika semua vektor 𝑥̅ 𝜖 𝐶 yang lain mempunyai nilai yang
lebih tinggi setidaknya untuk satu fungsi objektif. Optimasi dengan multiobjective
function mendapatkan perhatian yang signifikan dari para peneliti. Telah dilakukan

84 | Dr. Hanna A Parhusip


penelitian dalam menyelesaikan optimasi dengan multiobjective function menggunakan
Particle Swarm Optimization (PSO) dengan hasil ditemukan beberapa solusi
pareto-optimal secara efisien. (Xiaohui, dkk, 2002) Selain itu ada beberapa
penelitian sejenis yaitu Ant Colony Optimization (ACO) untuk menyelesaikan
optimasi dengan multiobjective function pada penentuan portofolio proyek.
(Doerner, dkk, 2004) Simulated Anneling (SA) juga cukup berhasil dalam
menyelesaikan berbagai masalah optimasi dengan multiobjective function.
(Bandypadhyay, dkk, 2008)
Salah satu pengembangan dari algoritma genetik adalah untuk mencapai
suatu Multiple Objective Optimization dimana tujuan yang ingin dicapai lebih dari
satu. Pengembangan algoritma genetik ini disebut algoritma genetik pareto yang
diawali dengan suatu populasi dengan jumlah member yang banyak. Algortima
genetik pareto disini bekerja dengan dua objective function atau lebih. Algoritma
genetik pareto membutuhkan ukuran populasi yang besar untuk dapat bekerja
dengan baik dalam usahanya untuk membentuk suatu grafik pareto. (Umi P., dkk,
2011)
Pareto optimal set adalah sebuah kumpulan solusi non dominan yang
berhubungan satu sama lain ketika berpindah ke solusi pareto yang lain. Kumpulan
solusi optimal pareto seringkali mengacu kepada solusi tunggal karena dapat
diaplikasikan berdasarkan pada masalah yang terdapat dalam kehidupan nyata.
Pareto optimal set mempunyai ukuran yang bervariasi, namun ukuran pareto set
bertambah seiring dengan bertambahnya fungsi tujuan.

5.5.2 Model Fungsi Tujuan untuk Protein, Lemak, dan Serat

Di bawah ini adalah fungsi-fungsi yang digunakan untuk memodelkan fungsi


tujuan untuk protein, lemak, dan serat.

Modul METODE NUMERIK | 85


Protein dan Lemak
Pada penelitian ini, digunakan fungsi tujuan kuadratik untuk fungsi tujuan
protein dan lemak dengan parameter-parameternya dicari menggunakan Singular
Value Decomposition (SVD). Parameter-parameter fungsi tujuan yang akan dicari
adalah
𝑆𝑖 = 𝛼1 𝑥𝑖2 + 𝛼2 𝑦𝑖2 + 𝛼3 𝑥𝑖 𝑦𝑖 + 𝛼4 (5.9)

Persamaan (5.9) dalam bentuk matriks dapat ditulis:


𝐴𝑣⃑𝛼 = 𝑆⃑ (5.10)
dimana
𝑥12 𝑦12 𝑥1 𝑦1 1
2
A= 𝑥2 𝑦22 𝑥2 𝑦2 1 (5.11)
⋮ ⋮ ⋮ ⋮
[𝑥𝑛2 𝑦𝑛2 𝑥𝑛 𝑦𝑛 1]
𝑣⃑𝛼 = [𝛼1 𝛼2 𝛼3 𝛼4 ]
xi = data ke- i variabel 1

y i = data ke- i variabel 2

𝑆⃑ = Si = data ke- i variabel 3 i = 1,2,...,n; n= banyaknya data

𝛼𝑗 = parameter fungsi tujuan j = 1,2,...,4

𝐴 = 𝑈𝛴𝑉 𝑇 (5.12)
nxm
Menurut Watkins (1991) pada persamaan (5.12) jika matriks Aϵ R
mempunyai rank r, maka terdapat matriks dengan kolom-kolom dari nilai eigen
𝐴𝐴𝑇 U ϵ Rnxn, Σ adalah matriks diagonal dari akar nilai eigen 𝐴𝐴𝑇 Σ ϵ Rnxm, dan V
adalah matriks dengan kolom-kolom dari vektor eigen 𝐴𝐴𝑇 V ϵ Rmxm.

Dari persamaan (5.10) dan (5.12) diperoleh:


𝑈𝛴𝑉 𝑇 𝑣⃑𝛼 = 𝑆⃑ atau 𝛴𝑉 𝑇 𝑣⃑𝛼 = 𝑈 𝑇 𝑆⃑
Misal 𝑐⃗ = 𝑈 𝑇 𝑆⃑ dan 𝑦⃗ = 𝑉 𝑇 𝑣⃑𝛼 , maka 𝛴𝑦⃗ = 𝑐⃗ sehingga 𝑦⃗ = 𝛴𝑇 𝑐⃗
Persamaan (5.10) diselesaikan dengan:
𝑣⃑𝛼 = 𝑉𝑦⃗

86 | Dr. Hanna A Parhusip


Untuk mengetahui apakah parameter sudah optimal atau belum, dapat dicari error:
‖𝑆̅𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑘𝑎𝑡𝑎𝑛 −𝑆̅𝑑𝑎𝑡𝑎‖
Error= E = ̅
‖𝑆𝑑𝑎𝑡𝑎 ‖
. 100%

Serat

Model yang akan digunakan dalam memodelkan fungsi tujuan untuk karbohidrat
adalah fungsi eksponensial:

𝟐 −𝒄𝒎𝟐
𝑺 = 𝒂𝒆−𝒃𝒌
Fungsi ini digunakan untuk menyatakan Serat sebagai fungsi karbohidrat dan
massa dimana 𝑎, 𝑏, 𝑐 pada persamaan (5.8) dicari dengan menggunakan metode
kuadrat terkecil, yaitu meminimalkan :

𝑅 = ∑𝑛𝑖=1(𝑆𝑖,𝑑𝑎𝑡𝑎 − 𝑆𝑖,𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙 )2

5.5.3 Mencari parameter fungsi tujuan protein menggunakan SVD

clear
close all
load 'Karbosaja.dat'
load 'Massasaja.dat'
load 'proteinruth.dat'

P=proteinruth;
P=P./max(P);
M=Massasaja;
M=M./max(M);
K=Karbosaja;
K=K./max(K);

Datatakberdim=[K M P]
[m,n]=size(Datatakberdim)
x=K;
y=M;
i=ones(1,length(x))';

Modul METODE NUMERIK | 87


%meyusun matriks A
A=[x.^2 y.^2 x.*y i];
rank(A)
[U,sigma,V]=svd(A)
U*sigma*V'-A
b=P;
c=U'*b
ctopi=c;
ctopi(5:25,:)=[]
Stopi=sigma;
Stopi(5:25,:)=[]
ytopi=inv(Stopi)*ctopi
alpa=V*ytopi
hasil=alpa(1)*x.^2 + alpa(2)*y.^2 + alpa(3)*x.*y+alpa(4);
figure
plot(1:m,P,'*-',1:m,hasil,'o-')
legend('hasil','pendekatan')
xlabel('indeks')
ylabel('fungsi tujuan')
error=norm(P-hasil)/norm(P)*100 % sudah dalam persen

88 | Dr. Hanna A Parhusip


DAFTAR PUSTAKA

Bandypadhyay, S.S., Saha, U., Maulik, K., Deb., 2008. A Simulated Annealing-
Based Multiobjective Optimization Algorithm: AMOSA. Evolutionary
Computation, IEEE Transactions on 12(3): 269-283.
Dawid, H., Kopel, M.. 1998. On economic applications of genetic algorithm : a
model of cobweb-type, J Evol Econ 8 : 297-315.
Doerner, K., Gutjahr, W., Hartl R., Strauss C., Stummer C. 2004. Pareto Ant
Colony Optimization: A Metaheuristic Approach to Multiobjective
Portfolio Selection.Annals of Operations Research. 131(1): 79-99.
Goldberg, D.E., 1989. Genetic Algorithm in Search, Optimization, and Machine
Learning. Canada: Addison-Wesley Publishing Company, Inc.
Gunawan, H., 2003. Aplikasi Algoritma Genetik untuk Optimasi Masalah
Penjadwalan Flow-Shop. Skripsi. FTP. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hofler, A., Terzic, B., Kramer, M., Zvezdin, A., Morozov, V., Roblin, Y., Lin, F,
Jarvis, C., 2013. Innovative applications of genetic algorithms to
problems in accelerator physics. Phys. Rev. ST Accel. Beams 16.
Mokeddem,D., Khellaf.A., 2010. Multicriteria Optimization of Multiproduct
Batch Chemical Process Using Genetic Algorithm. Journal of Food
Process Engineering. Vol. 33 (6): 979-991.
Nugraha, I. 2008. Aplikasi Algoritma Genetik untuk Optimasi Penjadwalan
Kegiatan Belajar Mengajar. Jurnal. ITB: Sekolah Teknik Elektro dan
Informatika, Program Studi Teknik Informatika. Bandung.
Katare, S. A., Bhan, J. M., Caruthers, W. N., Delgass, Venkatasubramanian, V.
2004. A hybrid genetic algorithm for efficient parameter estimation of
large kinetic models. Computers and chemical engineering, Vol. 28 :
2569–2581.
Kristianingsih, R, Parhusip,H.A, Mahatma, T, 2013. Penggunaan Algoritma
Genetik dalam Mengoptimalkan Kandungan Karbohidrat dan Protein
Pada Mocorin, Prosiding, Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika UNY,9 Nov, ISBN:978-979-16353-9-4: MT – 207-214.

Modul METODE NUMERIK | 89


Mahmudy, W.F., Rahman, M.A. 2011. Optimasi Fungsi Multi-Obyaktif Berkendala
Menggunakan Algoritma Genetik Adaptif Dengan Pengkodean Real. Jurnal
Ilmiah ”Kursor” Vol 6 No. 1 Januari 2011. ISSN 0216-0544.
Mikail, B., 2012. Makanan Sumber Kolesterol Baik. Kompas, 18 Mei 2012.
Parhusip, H.A, Martono, Y. 2012. Optimization of Colour Reduction For
Producing Stevioside Syrup Using Ant Colony Algorithm Of Logistic
Function, proceeding of The Fifth International Symposium on
Computational Science. ISSN:2252-7761,Vol1,91 :101, GMU.
Peressini, A.L, Sullivan, 1988. The Mathematics of Nonlinear Programming,
Springer Verlag, New York, Inc.
Popov, A., 2005. Genetics Algorithm for Optimization.Germany : Hamburg.
Rao, S. S., 2009. Engineering Optimization, John Wiley & Sons, Inc, Canada.
Silvia,L., 2012. Mocorin (Modifikasi Tepung Jagung Kuning (Zea Mays L.)
Varietas Bisi 2 – Bekatul) Ditelaah Dari Nilai Gizi Dan Uji Organoleptik,
Skripsi, Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya
Wacana.
Yang, W.Y., Cao,W., Chung, T.S., Morris, J. 2005. Applied Numerical Methods
Using MATLAB ®. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc, Hoboken.
Umi P., Fitria S., Kristalina, P. 2011. Simulasi Coverage pada Wireless Sensor
Network dengan Menggunakan Algoritma Genetik Pareto. Surabaya :
Institut Teknologo Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
Watkins, D.S. 1991. Fundamentals of Matrix Computations, John Wiley & Sons,
New York.
Won, Y.Y., Chung.A., Wenwu, C.,Tae-Sang, C.,Morris,J., 2005. Applied
Numerical Methods Using Matlab, John Wiley & Sons, Inc., Canada.
Xiaohui, H., Eberhart R., 2002. Multiobjective Optimization Using Dynamic
Neighborhood Particle Swarm Optimization. In Proceedings of the 2002
Congress on Evolutionary Computation: 1677-1681.

90 | Dr. Hanna A Parhusip

View publication stats

You might also like