You are on page 1of 420
BUKU AJAR ENDOKRINOLOGI ANAK EDISI 1 Penyunting Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP Aman B.Pulungan Cetakan Pertama %, seh AN, a S UKK ENDOKRINOLOGI ANAK DAN REMAJA IDAI 2010 Ikatan Dokter Anak Indonesia Jakarta, 2010 BUKU AJAR ENDOKRINOLOGI ANAK, penyunting, Jose RL Batubara, Bambang Tridjaja AAR Aman B.Pulungan, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010 ISBN 978-979-8421-44-0 Kedokteran - Endokrinologi Anak Hak pengarang dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin Penyunting dan Penerbit ‘Type setting: Unggul HK Sodjo Diterbickan pettama kali tahun 2010 Edisi 1, Cetakan Pertama 2010 Penerbit : Badan Penerbit IDAI SAMBUTAN KETUA UMUM PP IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA Salam dari Ikatan Dokter Anak Indonesia Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAJ) mengucapkan selamat kepada Unit Kerja Koordinasi (UKK) Endokrinologi IDAI yang telah berhasil menerbitkan Buku Ajar Endokrinologi IDAI. Buku Ajar merupakan salah satu upaya UKK melakukan standarisasi perkembangan ilmu pengetahuan di bidangnya agar dipakai sebagai acuan baik oleh dokter spesialis anak maupun tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan kesehatan anak. Buku Ajor sebagai kinerja UKK sangat diperlukan oleh praktisi kesehatan anak. Perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran termasuk endokrinologi anak berlangsung dengan cepat, oleh karena itu diperlukan kajian secara terus menerus dan revisi berkala dari buku ajar yang telah diterbitkan agar materi buku ajar selalu ter ‘update’. Pada era ‘Millenium Development Goals’ (MDG), upaya pelayanan keschatan promotif dan preventif untuk setiap penyakit harus terus ditingkatkan karena kedua upaya tersebut jelas sangat berperan terhadap upaya peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan anak Indonesia dan konsep tersebut harus terlihat pada Buku Ajar, Untuk para penulis Buku Ajar Endokrinologi, Pengurus Pusat IDAT mengucapkan terima kasih atas pikiran, tenaga, dan waktu yang telah diberikan kepada IDAI khususnya dalam mempersiapkan dan menerbitkan buku ini. Semoga IDAI dapat selalu berperan dalam setiap upaya ‘Child survival - Child health - Child development’ Badriul Hegar Kerua Umum Tkatan Dokter Anak Indonesia 2008 - 2011 Tkatan Dokter Anak Indonesia iii SAMBUTAN KETUA KOLEGIUM IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA. Assalamu ’alaikum warahmatullahi wabarokatuh Puji syukur ke hadirat Allah swt karena atas berkat dan karuniaNya, maka buku ajar Endokrinologi Anak dapat diterbitkan bertepatan dengan kegiatan Pertemuan Ilmiah Tahunan ke XIV di Medan Sumatera Utara, sehingga tepatlah pula waktunya untuk menyebarluaskan buku tersebut kepada seluruh anggota IDAI yang sedang berkumpul dalam rangka kegiatan ilmiah tahunan ini. Buku ajar Endokrinologi Anak telah dirancang selama 10 tahun tetakhir ini dan disusun oleh para pakar dalam bidang Endokrinologi Anak dan seluruh anggota UKK-nya, yang sebagian besar merupakan staf pengajar Departemen IImu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran di berbagai Universitas di Indonesia. Pada saat yang baik ini, atas nama Kolegium Ikatan Dokter Anak Indonesia saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada para penulis/kontributor dan para editor yang telah bersusah payah meluangkan waktunya yang amat berharga baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dengan segenap ketekunan menuangkan pendapat dan pengetahuannya yang tidak ternilai harganya serta menyisir satu demi satu kalimat perkalimat untuk para editornya sehingga buku ajar ini dapat diterbitkan. Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia yang bertanggung jawab tethadap masalah pendidikan Dokter Spesialis Anak, telah menetapkan bahwa buku ajar dari setiap Unit Kerja Koordinasi (UKK) merupakan salah satu kelengkapan dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak Indonesia. Oleh karena itu kami menyambut baik dan bangga atas terbitnya buku ajar Endokrinologi Anak yang dapat menjadi salah satu acuan dalam proses pendidikan Dokter dan Dokter Spesialis Anak di semua Fakultas Kedokteran di Indonesia. Di samping itu buku ajar ini juga dapat digunakan sebagai acuan bagi para dokter untuk menjalankan profesinya dalam praktek. Akhirnya, saya berharap buku ajar ini dapat menjadi sumbangan yang tidak ternilai harganya dalam mencapai cita-cita kita bersama untuk meningkatkan kualitas hidup anak di Indonesia. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh Ketua Kolegium Imu Kesehatan Anak Indonesia Dr. Bambang Supriyatno, dz, SpA(K) iv Buku Ajar Endokrinologt IDAL SAMBUTAN KETUA UNIT KERJA KOORDINAS! ENDOKRINOLOGI ANAK & REMAJA Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh Dengan mengucap syukur kehadirat ALLAH SWT atas rahmat, hidayah dan ridho-Nya, mewakili seluruh jajaran UKK Endokrinologi PP IDAI kami menghadirkan buku ajar yang telah lama kami persiapkan tepat pada pelaksanaan Pertemuan Ilmiah Tahunan IDAI XIV di Medan, Februari 2010. Persiapan buku ajar ini memang memerlukan waktu yang lama, melalui beberapa periode kepengurusan UKK karena melibatkan seluruh anggota UKK Endokrinologi yang jumlahnya telah mencapai 32 dokter tersebar di Medan, Padang, Palembang, Cilegon, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Malang, Samarinda,, Denpasar, Makasar, dan Manado. Buku ajar endokrinologi ini merupakan buku ajar endokrinologi anak pertama yang terbit di Indonesia dan isinya mencakup ilmu dasar endokrinologi anak, aspek klinis hingga aspek molekuler endokrinologi anak. Tiada gading yang tak retak, demikian pula buku ajar ini, oleh karenanya kami mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan pada masa yang akan datang Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh penulis yang telah memberikan waktu dan jerih payahnya dalam menyusun penulisan buku ajar ini, bab per bab maupun kalimat per kalimat. Penghargaan yang setinggi tingginya dan ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada tim editor yang telah bekerja keras menyelesaikan proses editing buku ajar setebal lebih dari 400 halaman ini. Akhir kata kami berharap agar buku ajar Endokrinologi Anak dapat menjadi salah satu acuan bagi para dokter di seluruh Indonesia, para mahasiswa kedokteran, dan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak di seluruh pusat pendidikan Kedokteran di Indonesia. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh Ketua UKK Endokrinologi Anak & Remaja ‘Aman B. Pulungan, deSpA(K) Tkatan Dokter Anak Indonesia KATA PENGANTAR Buku ajar Endokrinologi Anak ini dimaksudkan untuk memberikan salah satu acuan bagi mereka yang ingin mempelajari seluk beluk bidang kerja hormon dan kelainan-kelainannya. Menangani anak yang memiliki kekhususan berupa pertumbuhan dan perkembangan sangat dipengaruhi oleh kerja seluruh perangkat hormon tersebut. Hormon tidak saja berfungsi menjaga sistem homeostasis dan metabolisme anak, namun juga sangat mempengaruhi kualitas tumbuh kembang yang akan dilalui seorang anak hingga menjelang dewasa. Oleh ‘arena itu, percumbuhan dan perkembangan terkait dengan kerja kelenjar hormon dan perangkat lainnya diuraikan dengan lengkap. Di samping itu semua kelainan yang terkait dengan sistim hormonal dengan reseptor dan kelenjar hormonnya serta hormonnya sendiri diuraikan terkait dengan penyakitnya. Kemasan isi dan alur topik diatur sedemikian rupa agar kesan ilmu endokrinologi itu sulit terhapus. Topik yang dibicarakan sangat luas sesuai dengan prevalensi kelainan endokrin yang seringkali ditemukan. Di antaranya adalah diabetes mellitus tipe-1 yang dahulu dikenal sebagai diabetes meilitus juvenilis dan ketoasidosis diabetik, hiperplasia adrenal kongenital, krisis adrenal, hipo/hipertiroid, hipoglikemia neonatus, perawakan pendek varian normal dan patologis, Disorder of Sexual Development, gangguan pubertas, dan lain-lain. Untuk hal itu maka buku ajar Endokrinologi Anak ini berupaya mengantisipasi hal itu. Kami menyadari pula bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami menanti saran perbaikan dari pembaca untuk perbaikan di kemudian hari. Untuk para penulis, dan kontributor lain terutama para penyunting yang telah bekerja keras meluangkan waktu dan tenagarya kami sangat menghargai jerih payahnya dan semoga upaya seluruh kontributor mendapat balasan dati ALLAH SW. Amin. Penyunting vi Bud Ajar Endokrinologi IDAL DAFTAR KONTRIBUTOR Jose RL Batubara Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI / RSUPN Ciptomangunkusumo Jakarta Bambang Tridjaja AAP Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/ RSUPN Ciptomangunkusumo Jakarta Aman B.Pulungan Bagian Ilmu Kesehagtan Anak FKUI/ RSUPN Ciptomangunkusumo Jakarta Frida Soesanti Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/ RSUPN Ciptomangunkusumo Jakarta Diet Sadiah Rustama Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD / RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Dedi Subardja (Alm) Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD / RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Ryadi Fadil Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD /RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Rudi Susanto Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP /RSUP Dr Karyadi Semarang Ikatan Dokter Anak Indonesia Asri Purwanti Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP / RSUP Dr. Karyadi Semarang Madarina Julia Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UGM/RS D: Sardjito Yogyakarta Suryono Judha Patria Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UGM /RS Dr. Sardjito Yogyakarta Muhammad Faizi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya Haryudi Aji Cahyono Bagian IImu Kesehatan Anak FK UB /RSU Dr. Saiful Anwar Malang I Wayan Bikin Suryawan Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RSUD Wangaya Denpasar Charles Darwin Siregar (Alm) Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP Dr. H.Adam Malik Medan Melda Deliana Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU /RSUP Dr. H.Adam Malik Medan vii Eka Agustia Rini Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAND /RS Dr M. Djamil Padang Adityawati Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI / RSUP Palembang Satriono Bagian IImu Kesehatan Anak FK UNHAS / RSUP Dr. Wahidin SUDIROHUSODO Makassar Vivekenanda Pateda Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRAT /RSUP Prof. Dr. Kandaou M. Manado Annang Giri Moelyo Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta viii Erwin PSoenggoro Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Fatmawati Jakarta Endang Triningsih Bagian [mu Kesehatan Anak RSAB Harapan Kita Jakarta M.Connie Untario Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Mitra Keluarga Surabaya Niken Prita Yati Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Cilegon Banten A. Nanis Sacharina Marzuki Lembaga Eijkman Jakarta Buku Ajar Endckrinologi IDAL DAFTAR ISI SAMBUTAN KETUA UMUM PP IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA... SAMBUTAN KETUA KOLEGIUM IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA. SAMBUTAN KETUA UNIT KOORDINASI KERJA ENDOKRIN PP IDAI.. KATA PENGANTAI DAFTAR KONTRIBUTOR Vii DAFTARISL. DAFTAR SINGKATAN BAB 1. Endokrinologi Anak Jose RL Batubara..... BAB 2. Mekanisme kerja hormon Bambang Tridjaia, S.Yudha Patria, A.Nanis S.Margukieocscnssnsnnnnnnsennnen 9 BAB 3. Pertumbuban dan Gangguan Pertumbuhan Jose RL Batubara, Rudy Susanto, Haryudi Aji Cahyono... BAB 4. Disorders of sex development Bambang Tridjaja ... BAB 5. Testis dan gangguannya Jose RL Batubara.. BAB 6. Pubertas dan gangguannya Aman B, Pulungan..scssccsccseeesee eS BAB 7. Diabetes mellitus Diet $.Rustama, Dedi Subardja, M. Connie Oentario, Niken Prita Yati, Satriono, Netty Harjantien oc. BAB 8. Hipoglikemia pada Bayi dan Anak M. Connie Oentario BAB 9. Gangguan kelenjar Tiroid Rudy Susanto, Madarina Juli BAB 10. Korteks Adrenal dan gangguannya Aman B, Pubungan, Charles Darwin Siregar, Aditiawati, Erwin Scene, Endang ‘Triningsih, I Wayan Bikin Suryawan, Frida Soesanti .oeineemnnenn251 BAB 11. Kelenjar Paratiroid dan Gangguan Metabolisme Tolang de dan Kalsium Jose RL Batubara, R.M. Ryadi Fadil, A.Nanis S. Marzi... 297 Ikatan Dokter Anak Indonesia BAB 12. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Bambang Tridjaja, Eka Agustia Rini... BAB 13. Obesitas pada Anak Dedi Subardja, Haryudi Aji Cahyono, Annang Giri Moelyo BAB 14. Gagal Tumbuh Bambang Tridjaja, Vivekenanda Pateda .rusnssisnnnrninnnrnieinnniennnesiendT3 BAB 15. Pembedahan pada Penyakit Endokrin Netty Harjantien Ratna Indrawati, Muhammad. Fatah ...c.scesesseeteeseneteee 383 BAB 16. Aspek Psikologis pada Penyakit Endokrin Netty Harjantien, Muhammad. Faiz’. 391 BAB 17. Prosedur Diagnostik pada Endokrinologi Muhammad.Faiz, Melda Deliana, ! Wayan Bikin Suryawan, Eka Agustia Rini, Asri Purwanti, Niken Prita Yati, Frida Soesanti .....c.0ceseee399 LAMPIRAN..... INDEKS... 53 Buku Ajar Endokrinologi IDAL 17-OBP ACTH ADH ALD AMH AMP ANP AQP2 ARI AVP BMC BMD BNF cAMP CaSR CBP CDGP ccD cis CRH CSI csw CT-sean DAX1L pect DDAVP DEXA DHEA DHEAs DHT DI DIDMOAD DIT Tkatan Dokter Anak Indonesia DAFTAR SINGKATAN + 17-hidroksi progesteron : adrenocorticotropic hormone : antidiuretic hormone : adrenoleukodistrofi : anti Mullerian hormone : adenosine monophosphate . atrial natriuretic peptides : aquaporin-2 : aldose reductase inhibitor + arginine vasopressin : bone mineral content : bone mineral density : brain natriuretic factor : eyelic AMP : calsium-sensing receptor : caleium binding protein : constitutional delay of growth and puberty : complete gonadal dysgenesis carcinoma in situ : corticotropin-releasing hormone : continuous subcutaneous insulin infusion + cerebral salt wasting syndrome : computed tomography : dosage-sensitive sex-reversal locus on the X chromosome : the diabetes control and complication trial + desamino-D-anginine vasopressin : dual-energy x-ray absorptiometry dehidroepiandrosteron : dehidroepiandrosteron sulfat : dehidrotestsosteron : diabetes insipidus : diabetes insipidus, diabetes mellitus, optic atrophy, deafness : triiodotironin xi DM tipe-1 DM tipe-2 DMT DSD EGF Emx2 bags) FGD oa: FGFRI FISH FSH GAKI GCM2 GD GDP GDS GFN GH GHRH GnRH GnRHa GPCR GPRS4 GSD GIP HAK hCG HDR HGF HMG-box aon HRD HSD ICP xii : diabetes melitus tipe-1 : diabetes melitus tipe-2 : densitas mineral tulang : disorders of sex development : epidermal growth factor : empty-spericles homeobox gene 2 : free fatty acid familial glucocorticoid deficiency + fibroblast growth factors : fibroblast growth factor receptor + fluorescence in situ hybridization : follicle stimulating hormone gangguan akibat kekurangan yodium : glial cells missing 2 : gula darah : guanosine diphosphate : gula darah sewaktu : genitofemoral nerve : growth hormone : growth hormone releasing hormone : gonadotropin releasing hormone : gonadotropine-releasing hormone analog : G-protein coupled receptor : G protein-coupled receptor 54 : glycogen storage disease : guanosine triphosphate : hiperplasia adrenal kongenital : human chorionic gonadotropin : hypoparatiroidism, deafness, renal anomalies syndrome : hepatocyte growth factor +: high-mobility group box : hormon paratiroid : hypoparathyroidism retardation dysmorphism : hidroksisteroid dehidrogenase : infant, childhood, puberty Buku Ajar Endokrinologi IDAL IGF-4 IGFBP IMT IPEX IPF1 TRS-1 IRS-1 IUGR IZS JAK LDL LH LLA MEN MET MGD MHC MIF MIS MIS. MIT MRI MUFA. NAFLD NPH ol PARL PCR PCWP PET PMDS PNDM PRA oe + insulin-like growth factor 1 + insulin-like growth factor binding protein : indeks massa tubuh : immunodysregulation, polyendocrinopathy, and enteropathy : insulin promotor factor-1 + insulin receptor substrate-] : insulin receptor substrate-1 : intrauterine growth retardation : insulin zinc suspension : Janus kinase + ketoasidosis diabetik : low-density lipoprotein + luteinizing hormone : lingkar lengan atas : multiple endocrine neoplasia + metabolic equivalent : mixed gonadal dysgenesis : major histocompability complex : Mullerian Inhibiting Factor : Mullerian inhibiting substances + Miillerian-inhibiting substance : monoiodotironin : magnetic resonance imaging : monounsaturated fatty acids non-alcoholic fatty liver disease : neutral protamine Hagedorn : osteogenesis imperfekta + pseudoautosomal region | : polymerase chain reaction : pulmonary capillary wedge pressure : positron emission tomography : persistent Mullerian duct syndrome : permanent neonatal diabetes mellitus : plasma renin activity : prolaktin Tkavan Dokter Anak Indonesia xiii TPOAbs TRH TRSAbs TSH TTGO. UDT VLCFA : parathyroid hormone related peptide : propiltiourasil : polyunsaturated fatty acids : paraventrikulaer anteroventral + renin-angiotensin-aldosteron + resting energy expenditure : resting metabolic rate : sindrom autoimun poliglandular : cholesterol side-chain cleavage : steroidogenic factor-| : sindrom insensitivitas androgen : syndrome of inappropiate anti diuresis hormone secretion : sindrom insensitivitas androgen komplit : sindrom insensitivitas androgen parsial : senyawa oksigen reaktif : SR¥- related HMG-box gene 3 : sex determining region on chromosome Y signal transducer and activators of transcription : structured weight management : thyroid-binding globulin : testis determining factor : tiroiditis limfositik kronik : transient neonatal diabetes mellitus thyroid antiperoxidase antibodies : thyrotropin releasing hormone : thyrothropin receptor stimulating antibodies : thyroid stimulating hormone + tes toleransi glukosa oral : undensensus testis : very long chain fatty acid Buku jar Endokrinologi IDAI BAB 1 ENDOKRINOLOGI ANAK Sistim endokrin mengkoordinasikan berbagai fungsi internal tubuh, mengatur perkembangannya selama hidup, dan membantu untuk beradaptasi terhadap nutrisi dan perubahan lingkungan eksternal lainnya. Sistim ini diatur oleh sejumlah kelenjar yang menghasilkan hormon, selanjutnya hormon ini disekresikan ke sirkulasi darah dan organ target. Hormon ini mengatur fungsi organ target yang letaknya jauh dari kelenjar penghasil hormon tersebut (fungsi endokrin) atau langsung secara lokal ke sel-sel di sekitarnya yang dikenal sebagai parakrin, seperti yang terjadi pada hormon steroid seks pada ovarium dan angiotensin I di ginjal. Sebagai varian dari kerja parakrin ini adalah hormon peptida yang tetap terikat pada membran sel dan berikatan dengan seseptor di sel juxta, hal ini dikenal sebagai kerja juxtakrin, Bila harmon dihasilkan dan bekerja di reseptor pada sel yang sama maka keadaan ini dikenal sebagai autokrin. Contoh kerja autokrin ini adalah hormon insulin dan somatostatin yang menghambat pengeluarannya dari sel beta dan sel delta pankreas. Hormon mula-mula berikatan dengan reseptor spesifik pada jaringan target baik di permukaan sel ataupun di dalam sel seperti pada sitoplasma dan inti sel. Aktivasi reseptor ini kemudian memulai proses kaskade reaksi biokimia dalam sel dengan hasil akhir produksi hormon. Organ endokrin dan organ target Dalam bidang endokrin terdapat kelenjarkelenjar endokrin klasik yang berfungsi memproduksi dan melepaskan hormon. Di otak terdapat kelenjar hipofisis anterior yang memproduksi hormon adrenokortikotropik (adrenocorticotropic_hormone/ACTH), follicle stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone (LH), thyroid stimulating hormone (TSH), growth hormone (GH), dan prolaktin (PRL); dan kelenjar hipofisis posterior yang menghasilkan antidiuretic hormone (ADH) dan oksitosin. Hipotalamus imenghasilkan berbagai releasing hormone seperti thyrotropin releasing hormone (TRH), GH releasing hormone (GHRH), gonadotropin releasing hormone (GnRH) serta faktor inhibitor yang mengatur sektesi hormon hipofisis anterior dan kelenjar pineal yang menghasilkan melatonin. Pada leher bagian depan terdapat kelenjar tiroid yang menghasilkan hormon tiroid dan kelenjar paratiroid yang menghasilkan hormon paratiroid (HPT). Kelenjar adrenal terletak di atas ginjal menghasilkan kortikosteroid dan epinefrin, sedangkan kelenjar pankreas terletak di belakang lambung menghasilkan insulin, glukagon, dan somatostatin. Endokrinologi Anak 1 Di samping kelenjar endokrin yang tradisional, terdapat beberapa organ lain yang juga menghasilkan hormon, Ginjal menghasilkan renin yang merubah angiotensinogen menjadi angiotensin I dan eritropoetin yang merangsang produksi sel darah. Sel lemak menghasilkan leptin yang penting untuk pengaturan berat badan. Jantung menghasilkan peptida natriuretik sedangkan hati menghasilkan insulin-like growth factor 1 (IGF-1) yang penting untuk proses pertumbuhan. Hormon disekresikan ke sirkulasi dalam konsentrasi kecil dan bekerja pada sel yang spesifik, misalnya TSH akan bekerja di kelenjar tiroid. Kemampuan sel melakukan respon terhadap hormon ini tergantung pada reseptor yang terdapat pada organ tersebut. Reseptor hormon terdapat pada organ target, bersifat sangat spesifik dan biasanya mempunyai afinitas tinggi terhadap hormon tertentu. Reseptor hormon merupakan protein yang memiliki 2 fungsi yaitu fungsi untuk membedakan hormon tertentu terhadap molekul-molekul lainnya dan fungsi transduksi informasi ke jalur berikutnya. Beberapa hormon berikatan pada permukaan sel seperti pada hormon pertumbuhan (growth hormone), prolaktin (PRL), insulin, leptin, sedangkan beberapa hormon lainnya berikatan dengan reseptor intraseluler seperti hormon tiroid dan hormon steroid. Beberapa hormon lainnya dapat berikatan baik di permukaan sel maupun di dalam sel, misalnya estrogen dan progestin. Hormon Hormon merupakan suatu zat kimia yang disekresikan oleh sel spesifik ke ruang ekstraseluler kemudian masuk ke aliran darah dan bekerja pada organ target yang spesifik pula. Beberapa jenis hormon diklasifikasikan berdasarkan struktur biokimianya, pertama yang berasal dari asam amino, kedua yang berasal dari protein dan peptida, ketiga berasal dari steroid, dan keempat yang berasal dari eikosanoid. Hormon tiroid dan katekolamin berasal dari derivat asam amino; hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus, hipofisis, kelenjar paratiroid, kelenjar di traktus gastrointestinal serta kelenjar pankreas berasal dari kelompok protein dan peptida; hormon steroid berasal dari kolesterol. Hormon steroid antara lain adalah hormon. yang berasal dari gonad, adrenal, dan plasenta. Prostaglandin dan leukotrien merupakan bagian dari hormon eikosanoid yang disintesis dari asam arakidonat. Modulasi dan regulasi pelepasan hormon Hormon diproduksi oleh kelenjar sebagai respon terhadap berbagai sinyal, meliputi hormon, persarafan maupun sinyal dari lingkungan. Hormon hipofisis anterior sebagian besar diatur melalui mekanisme umpan balik dan berfungsi merangsang produksi hormon di kelenjar endokrin perifer. Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin perifer ini akan menghambat produksi hormon di hipofisis dan hipotalamus, misalnya produksi ACTH diatur oleh sekresi hormon kortisol di adrenal, sedangkan FSH dan LH diatur oleh hormon steroid seks gonad. Pengaturan hormon ini akan terjadi dalam rentang yang sempit, disebut sebagai set point. 2} Buku Ajar Endokrinologi Sistim lain yang agak berbeda mekanisme kerjanya adalah hormon paratitoid, hormon ini akan menyebabkan meningkatnya konsentrasi Ca* plasma yang selanjutnya berfungsi sebagai mekanisme umpan balik yang menghambat produksi hormon paratitoid. Produksi insulin akan menyebabkan penurunan gula darah dan keadaan ini selanjutnya menyebabkan berhentinya stimulus untuk produksi insulin lebih lanjut. Sistim persarafan juga berperan dalam produksi hormon, kelenjar pineal. Kelenjar ini menerima rangsangan fotosensoris melalui saraf simpatis yang akan menyebabkan produksi melatonin dari serotonin. Contoh lainnya adalah stress-related katekolamin dari medula adrenal yang akan dilepaskan sebagai respon terhadap adanya rangsangan saraf otonom. Lingkungan juga dapat merangsang produksi hormon, misalnya peningkatan gula darah akan menyebabkan pelepasan insulin dari sel B pankreas. Secara umum produksi hormon ini akan diatur oleh berbagai mekanisme input baik sebagai stimulator maupun inhibitor. Produksi hormon diatur melalui satu atau lebih proses, yang terdiri dari 1. Sintesis hormon 2. Pelepasan hormon 3. Sintesis fungsional dan sekresi dari organ yang memproduksi hormon Oleh Karena perbedaan kimia berbagai hormon, produksi hormon akan melalui berbagai jalur (pathway) dan pengaturan yang berbeda. Endokrinologi Anak Endokrinologi anak merupakan satu subspesialisasi yang berhubungan dengan variasi pertumbuhan fisik dan perkembangan sekstal pada masa anak dan remaja, diabetes, dan gangguan kelenjar endokrin lainnya. Sesuai dengan terminologinya, endokrinologi anak ini mengurusi segala sesuatu masalah endokrin mulai dari bayi baru lahirsampai fase akhirremaja. Kelainan urama yang ditemukan antara lain adalah gangguan pertumbuhan, gangguan pubertas, diabetes melitus tipe-1, gangguan kelenjar tiroid, adrenal dan hipofisis Gangguan pertumbuhan anak seperti perawakan pendek, baik yang disebabkan oleh kelainan non endokrin maupun kelainan endokrin merupakan kelainan yang cukup sering ditemukan. Diperlukan pemeriksaan klinis cermat yang ditunjang dengan pemeriksaan endokrinologis untuk mencari etiologi. Pemeriksaan usia tulang merupakan pemeriksaan radiologis penting untuk evaluasi pertumbuhan. Gangguan pubertas baik pubertas prekoks maupun pubertas terlambat juga cukup sering ditemukan. Gangguan pubertas memerlukan pendekatan Klinis, pemeriksaan hormon dan pencitraan yang kromprehensif uncuk tata laksana optimal, Gangguan perkembangan reproduksi atau disorders of sex development (DSD) serta kelainan adrenal juga tidak jarang ditemukan dalam praktik schari-hari. Kelainan lainnya yang sering ditemui adalah kelainan metabolisme seperti hipoglikemia pada neonatus, kelainan metabolisme lipid, kelainan metabolisme tulang, adolescent gynecology, dan kelainan metabolik bawaaan ddokrinologt Anal 3 Kemajuan mutakhir di bidang endokrinologi Ilmu endokrin berkembang sangat pesat dalam 2 dekade terakhir, dari suatu proses fisiologis tradisional yang kemudian diperkaya oleh perkembangan biologi molekuler dan genetik di bidang endokrinologi. Perkembangan terakhir dalam bidang teknologi berdampak besar terhadap kemajuan bidang endokrinologi. Adanya sekuens genomik manusia yang difasilitasi oleh perkembangan teknologi polymerase chain reaction (PCR) menyebabkan ilmu endokrin berkembang dengan pesat, Dengan adanya sekuens genomik maka dapat dilakukan penelitian tentang regulasi gen dan sekuens gen yang terjadi pada penyakit tertentu. Berkembangnya ilmu pencitraan semakin mendukung mendukung kemajuan endokrinologi misalnya penggunaan 18-(F) L-Dopa positvon emission tomography (PET) scanning yang dapat membedakan hiperinsulinemia difus dengan hiperinsulinemia fokal. IImu endokrin tidak dapat dipisahkan dengan laboratorium, Peran laboratorium sangat penting dalam diagnostik, terapi, dan pemantauan pasien, Tanpa bantuan pemeriksaan laboratorium agak sulit untuk melakukan diagnosis dan pemantauan penyakit endokrin tertent Pemahaman mengenai dasar-dasar molekuler kelainan endokrin telah berkembang pesat pada dekade terakhir ini dan hampir semua kelainan endokrin mempunyai komponen genetik. Pada kelainan monogenik seperti hiperplasia adrenal kongenital (HAK) memiliki Komponen genetik sebagai faktor etiologi wtama, sedangkan beberapa penyakic lain disebabkan oleh interaksi antara gen dengan faktor lingkungan dan gaya hidup. Pada penyakit endokrin yang disebabkan oleh kelainan genetik, analisis penyakit bawaan monogenik dapat dilihat dengan pemetaan (mapping) kromosom dan sekuens DNA. Hal ini membantu mendeteksi penyakit tertentu dengan menelusuri pedigree Gangguan sistim endokrin Gangguan sistim endokrin dapat berupa hipofungsi, hiperfungsi, dan resistensi terhadap hormon. Hipofungsi sistim endokrin dapat disebabkan oleh kerusakan jaringan, atau kelainan biosintesis hormon atau kelainan ekstra glandular. Kerusakan kelenjar ini bisa disebabkan oleh berbagai hal seperti penyakit autoimun pada diabetes melitus tipe-1, tiroiditis Hashimoto, insufisiensi adrenal ataupun gonadal failure. Sindrom autoimun poliglandular disebabkan oleh destruksi beberapa kelenjar karena proses autoimun. Kerusakan ini juga terjadi pada sistim lain seperti anemia pernisiosa dan vitiligo. Kerusakan hipofifis biasanya diakibatkan oleh tumor, perdarahan, dan proses infiltratif sehingga dapat disimpulkan bahwa hipofungsi kelenjar endokrin ini dapat disebabkan oleh tumor, infeksi ataupun perdarahan. Kelainan biosintesis hormon dapat disebabkan oleh kelainan pada gen yangmengkode regulasi produksi hormon, enzim yang memproduksi ormon atau pada metabolisme hormon. Kelainan ini dapat kita lihat pada defisiensi 21-hidroksilase yang menyebabkan ganggwan ptoduksi kortisol. Kelainan enzimatik di jalur sintesis adrenal juga termasuk dalam kategori 4 Buku Ajar Endokaimologt ini. Kekurangan yodium menyebabkan gangguan pada biosintesis hormon tiroid. Gangguan pettumbuhan dapat disebabkan oleh mutasi atau delesi gen yang mengatur GH atau gen lain yang bekerja pada jalur produksi GH. Hipofungsi kelenjar dapat disebabkan juga oleh kelainan di luar kelenjar endokrin. Pada beberapa keadaan hal ini terjadi hanya karena kerusakan jaringan yang memproduksi hormon atau yang mengubah prekursor hormon menjadi bentuk hormon aktif. Pada kelompok ini juga meliputi kelainan ginjal yang menyebabkan gangguan konversi 25- OH kalsiferol menjadi 1,25-(OH)2-kolekalsiferol dengan akibat gangguan keseimbangan kalsium dan fosfat. Hiperfungsi endokrin biasanya disebabkan oleh tumor hiperplasia kelenjar atau stimulasi autoimun. Tamor hipofisis dapat menyebabkan meningkaenya produksi hormon tropik seperti ACTH, LH dan FSH, GH, PRL, dan TSH, selanjutnya menyebabkan stimulasi kelenjar lainnya, Terkadang ditemukan tumor di luar sistim endokrin yang memproduksi hormon; biasanya hormon yang diproduksi adalah golongan peptida ACTH, ADH, dan kalsitonin. Hiperplasia dengan peningkatan kadar hormon dapat kita lihat pada berbagai keadaan seperti hiperplasia kelenjar paratiroid dan hiperplasia kelenjar adrenal. Stimulasi autoimun juga dapat menyebabkan peningkatan fungsi kelenjar seperti pada hipertiroid yang disebabkan oleh antibodi yang berikatan dengan reseptor TSH yang selanjutnya menstimulasi kerja kelenjar tiroid, Beberapa kelainan endokrin disebabkan oleh kerusakan pada reseptor sehingga tidak dapat merangsang fungsi organ target. Kelainan ini biasanya disebabkan oleh defek genetik. Resistensi hormon ini dapat bersifat kongenital atau didapat akibat proses infeksi yang merusak jaringan organ target sehingga mempengaruhi kemampuan berespon terhadap hormon tertentu. Asupan hormon eksogen yang berlebihan juga dapat menyebabkan gangguan sistim endokrin, misalnya pada sindrom Cushing yang terjadi akibat asupan atau terapi glukokortikoid berlebihan. Pada atlet yang mengkonsumsi androgen untuk meningkatkan performanya dapat ditemukan tanda-tanda virilisasi yang berlebihan. Pada anak yang mendapatkan hormon tiroid untuk supresi tumor tiroid juga dapat timbul gejala hipertiroid akibat dosis yang berlebihan. Pendekatan pada pasien dengan kelainan endokrin Kelainan endokrin tertentu diharapkan dapat dideteksi secara dini sehingga dapat segera diberikan terapi untuk mencegah terjadinya kecacatan (sequelae). Anamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisis yang cermat sangatlah penting. Terkadang dengan anamnesis yang teliti sudah mampu menduga diagnosis penyakir pasien. Dengan evaluasi klinis dapat kita ketahui awitan penyakit dan durasi lamanya gejala. Anamnesis keluarga tidak jarang membantu memberikan gambaran apakah penyakit ini diturunkan atau bukan, sehingga pendekatan dan terapi yang diberikan dapat lebih terarah. Endokrinologi Anak 5 Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang diperlukan meliputi_pemeriksaan hormonal, elektrolit, pemeriksaan radiologis dan berbagai uji endokrin dinamis. Pemeriksaan hormonal ini dapat dilakukan pada keadaan basal atau secara acak atau setelah provokasi. Pengukuran kadar hormon biasanya dilakukan dengan imunoassay pada sampel darah atau urin, Untuk hormon-hormon dengan waktu paruh pendek diperlukan beberapa kali pemeriksaan, karena nilainya hanya menggambarkan saat pengambilan sampel. Pemeriksaan urin kebanyakan hanya untuk mengukurmetabolithormonsteroid dan, hormon katekolamin, dan tidak bermanfaat untuk hormon yang berasal dari polipeptida. Sebagian besar hormon dalam darah terikat pada protein tertentu, sisanya dalam bentuk bebas. Hormon bebas inilah yang memiliki aktivitas biologis. Dalam praktik klinis, pemeriksaan kadar hormon bebas ini sering dilakukan dan banyak membanctu penegakkan diagnosis penyakit endokrin. Uji dinamik endokrin Berbagai uji dinamik endokrin dilakukan terutama untuk hormon yang kadamnya tidak stabil seperti growth hormone, Untuk uji ini dibutuhkan zat kimia tertentu untuk provokasi agar hormon dapat disekresikan secata optimal. Berbagai tes ini berkembang untuk diagnostik kelainan endokrin. Pemeriksaan pencitraan Pemeriksaan pencitraan diperlukan untuk membantu visualisasi kelenjar endokrin serta evaluasi pertumbuhan, Pemeriksaan usia tulang merupakan pemeriksaan pencitraan fundamental yang sangat membantu untuk evaluasi kelainan endokrin. Ultrasonografi dan genitografi membantu kita untuk visualisasi genitalia interna, sedangkan pemeriksaan MRI dan CT-Scan diperlukan untuk membantu visualisasi kelenjar endokrin Jainnya. Pemeriksaan radioaktif diperlukan untuk melihat fungsi kelenjar tiroid, Biopsi kelenjar Biopsi jarang sekali diperlukan, biasanya dilakukan pada kelenjar tiroid jika dicurigai adanya abses acau keganasan. Diagnostik kelainan genetik Pemeriksaan analisis kromosom, fluorescence in sittt hybridization (FISH), dan _pemeriksaan DNA terkadang diperlukan untuk diagnosis kelainan endokrin. Pemeriksaan kromosom diperlukan untuk DSD, sedangkan pemeriksaan DNA diperlukan untuk melihat mutasi atau delesi gen pada HAK. Untuk melihat SRY gene diperlukan pemeriksaan FISH. 6 Buku. Ajar Endokeinologi Sk ing kelainan endokrin Di negara-negara maju skrining neonatal untuk hipotiroid kongenital dan hiperplasia adrenal kongenital telah rutin dilakukan; hal ini karena insidens penyakit ini cukup tinggi dan pencegahan untuk efek sampingnya dapat dilakukan. Terapi kelainan endokrin Defisiensi hormon diterapi dengan substitusi hormon. Terapi substitusi hormon ini sangat efektif untuk hipotiroid, insufisiensi adrenal, dan hipogonad. Di sisi lain, terapi insulin pada diabetes melitus tipe 1 dapat mengatur metabolisme glukosa serta menghambat dan mencegah progresivitas komplikasi jangka panjang akibat diabetes melitus. Kekurangan hormon pertumbuhan dapat diatasi dengan pemberian GH analog. Untuk kelebihan hormon, pendekatan terapi lebih ditujukan kepada penyebab utamanya seperti cumor atau autoimun. Tumor dioperasi bila memungkinkan, sedangkan autoimun diblok dengan menggunakan terapi medis atau dengan terapi pembedahan. Pada hiperplasia adrenal kongenital diberikan hidrokortison untuk menghambat proses umpan balik sehingga dapat menghentikan produksi androgen adrenal yang berlebihan. Daftar bacaan 1. Clayton PE, Tillman V; Advances in endocrinology. Arch Dis Child 1998;78:278-84, 2. David DG, Nissenson RA. Mechanisms of hormone aetion, Dalam: Gardner DG, Shoback D, penyunting Greenspan's basic and clinical endocrinology. Edisi ke- 8. New York: McGraw Hill Medical Co, 2004.h.36- 3. Debuse M. Endocrine and reproductive systems. London: Mosby int!,]998.h.3-15. 4, Debuse M. Overview of the endocrine system, Dalam: Horton D, penyunting, Endocrine and reproductive systems. London: Mosby,1998.h.3-107. 5. Jameson JL. Principles of endocrinology. Dalam: Jameson JL, penyunting, Harrison's endocrinology. Edis ke-1 Pennsylvania: MacGraw-Hill company,2006. h.1-16. 6, Lazar MA. Mechanism of action of hormones that act on nuclear receptors. Dalam: Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky, Larsen PR, penyunting. Williams textbook of endocrinology. Edisi ke-11. Philadelphia: Saunders- Elsevier, 2008. 385-44 7. Menon RK, Trucco M, Stratakis CA. Molecular endocrinology and endocrine genetics. Dalam: Sperling MA, penyunting. Pediatric endocrinology. Edisi ke-3. Philadelphia: Saunders-Elsevier, 2008.h.1-25. Sahay RK, Unnikrishnan AG, Bhadada SK, Agrawal JK. Hormone Receptor Disorders. JACM 2002;3:65-80. 9. Webb f Baxter JD. Introduction to endocrinology. Dalam: Gardner DG, Shoback D, penyunting, Greenspan's basic and clinical endocrinology. Edisi ke- 8. New Yorks: McGraw Hill Medical Co,2004.h.2-33, 10. Wescwood M. Principles ofhomone action. Dalam: Brook CGD, Clayton PE, Brown RS, penyunting. Brook's clinical pediatric endocrinology Edisi ke-6. UK: Wiley-Blackwell, 2009.h.24-39, Endokrinologi Anak 1 BAB 2 MEKANISME KERJA HORMON Jaringan endokrin mengeluarkan produk berupa hormon. Hormon ini dilepas ke dalam sirkulasi, beredar ke seluruh tubuh, mengatur fungsi jaringan tertentu, dan menjaga homeostasis. Hormon biasanya berada di dalam plasma atau jaringan interstisial dengan konsentrasi yang sangat rendah (berkisar antara 10 sampai 10° Molar). Hormon akan bekerja pada sel carget yang terletak jauh dari kelenjar yang mengeluarkannya. Pada sel target terdapat sistem reseptor yang cukup sensitif untuk menangkap sinyal hormon yang sangat lemah tersebut. Setelah hormon berikatan dengan reseptor akan terdapat reaksi enzimatik tertentu sehingga respon fisiologis akan terjadi. Hormon berikatan dengan reseptor untuk memulai kerjanya pada sel target. Dengan mengetahui mekanisme kerja hormon pada sel target dapat diketahui patofisiologi berbagai penyakit endokrin seperti dwarfisme Laron, resistensi insulin, dan sindrom insensitivitas androgen, Berdasarkan fungsinya pada sel target, hormon dapat dibagi menjadi 2 kelompok: 1. Hormon yang tidak dapat masuk ke dalam sel dan berikatan dengan reseptor di permukaan sel (reseptor membran sel). Hormon protein/polipeptida, monoamin, dan prostaglandin termasuk dalam kategori ini. 2. Hormon yang dapat masuk ke dalam sel dan berikatan dengan reseptor intraseluler. Reseptor ini bekerja pada nukleus sel target untuk mengatur ekspresi gen. Hormon lasik yang termasuk dalam kelompok ini adalah hormon tiroid dan steroid. Reseptor merupakan protein spesifik yang terdapat pada sel target dan dapatberikatan dengan hormon tertentu untuk menimbulkan respon hormonal. Reseptor biasanya terdapat dalam jumlah kecil (10.000 molekul/ sel). Reseptor mempunyai afinitas yang tinggi terhadap hormon tertentu, tapi ikatannya lemah sehingga reaksi ini bersifat reversibel dan reseptor tersebut dapat digunakan kembali. Hormon yang berikatan dengan reseptor membran Reseptor membran dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu G-protein coupled receptor (GPCR), reseptor tirosin kinase, reseptor sitokin, dan reseptor serin kinase. Tiap reseptor membran mempunyai tiga segmen, yaitu domain ekstraseluler (extracellular domain), transmembran, dan sitoplasmik (cytoplasmic domain) Mekanisme Kerja Hormon 9 G-protein coupled receptor (GPCR) Hormon yang termasuk dalam kelompok ini berikatan dengan reseptor membran dan merangsang pembentukan beberapa bahan intraseluler yang berperan sebagai second messenger compounds. Untuk menimbulkan reaksinya, hormon jenis ini tidak memasuki sel tetapi mengaktiffkan salah satu dari jalur berikuc. * Jalur adenilat siklase-cyclic AMP (cAMP)-protein kinase A atau jalur guanilat siklase- protein kinase tergantung cGMP (cGMP-dependent protein kinase) (Gambar 2.1). Hormon yang termasuk dalam kelompok ini antara lain ketekolamin, kalsitonin, ACTH, FSH, LH, HCG, PTH, TSH, somatostatin, dan glukagon. © Jalur fosfolipase C tergantung kalsium-protein kinase C. Hormon yang termasuk dalam kelompok ini antara lain ADH, angiotensin 11, GnRH, platelet derived growth factor, dan TRH. Bagian ekstrasel GPCR mempunyai ukuran yang bervariasi dan merupakan tempat ikatan utama hormon-hormon berukuran besar, Daerah transmembran reseptor ini terdiri atas tujuh o-heliks hidrofobik. Ikatan dengan hormon menyebabkan perubahan bentuk pada bagian ini dan diteruskan pada bagian intrasel. Protein G berikatan pada bagian intrasel reseptor ini. Berbagai protein G (dinamakan demikian karena protein ini berikatan dengan nukleotida guanin seperti GTP dan GDP) dapat berikatan dengan berbagai reseptor yang berbeda. Protein G berbentuk kompleks heterotrimerik yang terdiri dari subunit a dan subunit By. Subunit merupakan tempat ikatan nukleotida guanin dan menghidrolisis GIP menjadi GDP Ikatan hormon pada reseptor memicu disosiasi GDP sehingga Gat berikatan hormon Protein G CAMP Adenilat siklase Fosfodiesterase Protein kinase A NS Protein terfosforilasi. ————> Respons selular Protein ®., Fosfatase fosfoprotein Gambar 2.1. Second messenger system dengan jalur cAMP. 10 Buku Ajar Endokrinologé | | | Gambar 2.2. Mekanisme aktivasi reseptor tirosin kinase oleh hormon insulin, Pada keadaan reseptor inaktif (kirj, Tyr menutyp bagian yang altif sehingga substrat tidck dopat berikatan ‘Sebaliknya dalam keadaan residu tirosin (termosuk Tyr!" terfosforilasi, Tyr!'*? bergerak keluar dan terjadi perubahan bentuk sehingge terjadi ikatan dengan ATP dan substrat protein. Dengan terjadinya proses ini maka reaksi kinase dapat berjctan, dengan GTP dan terpisah dari kompleks By. Pada keadaan ini subunit Ga. diaktifkan dan subunit ini memancarkan sinyal melalui berbagai enzim seperti adenilat siklase atau fosfolipase C. Autofosforilasi dan memicu interaksi dengan protein adaptor intrasel seperti She dan substrat reseptor insulin 1 sampai 4 (Gambar 2.2). Subunit Ga. terdiri atas berbagai bentuk (isoform). Gs. merangsang enzim adenilat siklase, sedangkan Gia. menghambat enzim tersebut. Enzim ini membentuk second messenger (cAMP) sehingga menyebabkan protein kinase A aktif. Ikatan subunit Gq dengan fosfolipase C mengakibatkan terbentuknya diasilgliserol dan inositol trifosfat. Hal ini menyebabkan. protein kinase C aktif dan terjadi pelepasan kalsium intrasel. Berbagai kelainan endokrin disebabkan oleh miutasi protein G, Selain itu mutasi pada gen reseptor dapat pula menyebabkan perubahan interaksi reseptor dengan protein G sehingga mengakibatkan sindrom klinis tertentu. Reseptor tirosin kinase Reseptor jenis ini dapat berikatan dengan insulin dan berbagai faktor pertumbuhan seperti IGF-1, epidermal growth factor (EGF), nerve growth factor, platelet-derived growth factor, dam fibroblast growth factor. Setelah berikaran dengan ligannya, reseptor ini akan mengalami aktivasi. Setelah hormon berikatan dengan reseptor insulin, berbagai kinase akan teraktivasi seperti RafRas-MAPK dan jalur Akt/protein kinase. Reseptor tirosin kinase ini berperan penting dalam pertumbuhan dan diferensiasi sel. Mekanisme Kerja Hormon 11 Reseptor sitokin Reseptor GH dan prolaktin termasuk dalam kelompok ini. Serupa dengan reseptor tirosin kinase, ikatan reseptor dengan ligannya memicu ikatan reseptor dengan kinase intrasel (anus kinase = JAK). Hal ini akan menyebabkan fosforilasi signal transducer and activators of transcription (STAT) family, dan juga jalur sinyal lainnya (Ras, PI3-K, MAPK). Protein STAT yang aktif akan menuju ke nukleus dan merangsang ekspresi gen target (Gambar 2.3) Reseptor serin kinase Reseptor jenis ini merupakan reseptor dari aktivin, transforming growth factor-B, Miillerian- inhibiting substance, dan bone morphogenic proteins (BMP). Kelompok reseptor ini menyalurkan sinyalnya melalui protein yang dinamakan smad. Protein ini, serupa dengan STAT, mempunyai peran ganda yaitu melanjutkan sinyal dari reseptor dan sebagai faktor transkripsi. Recruitment Cytoplasm Muctous Gambar 2.2, Sitokin mengaktifkan signal transducers and activators of transcription (STAT). Frotein STAT merupakan faktortranskrpi sitoplasmik laten. Kemudian dengan ranah Sre homology 2 (SH2), STAT berikalan dengan saky atau lebih tirosin yang terfosforilasi pada kompleks JAK-reseptor aff. Bila teriko! STAT kan terfosforlasi oleh trosl, berdisosiasi dari kompleks JAK-reseptor, kemudian mengalam’ homodimerisasi atau heterodimerisasi dengan protein STAT yang lain. Setelah ity STAT bergerak ke nakleus dan berikalan dengan gamma- activated sequencerlike elements (GLE) pada daerch promotor dari gen yang dapat merespons sitokin, 12 Bula Ajar Endoksinologt Hormon yang berikatan dengan reseptor nukleus Berbeda dengan hormon polipeptida yang bekerja melalui reseptor membran, ligan rese nukleus tidak ada yang dibencuk langsung melalui kode genom (secara genetik). ligan reseptor nukleus berukuran kecil (berat molekul <1.000 dalton) dan bersifat lipofilik, sehingga memungkinkan reseptor ini untuk masuk ke dalam sel. Hormon-hormon yang berikatan dengan reseptor nukleus antara lain androgen, estrogen, progestin, asam retinoat, glukokortikoid, mineralokotrikoid, hormon tiroid, dan kalsitriol. Kelompok reseptor nukleus terdiri dari hampir 100 reseptor, beberapa di antaranya masih dikelompokkan ke dalam kelompok orphan receptor karena belum diketahui ligannya (bila ada). Beberapa reseptor nukleus terdapat di dalam sitoplasma (misalnya reseptor glukokortikoid) dan setelah berikatan dengan ligannya, reseptor ini akan bergerak menuju nukleus. Sedangkan reseptor yang lain (misalnya reseptor hormon tiroid) selalu terdapat di dalam nukleus. Reseptor nukleus merupakan protein dengan berat molekul berkisar antara 50.000 sampai dengan 100.000 dalton. Reseptor-reseptor yang termasuk dalam kelompok ini mempunyai struktur linear yang kurang lebih serupa, yaitu terdiri atas bagian terminal aminus (merupakan daerah regulasi transkripsi), domain DNA-binding (tempat terikatnya DNA gen target), hinge region, dan bagian terminal karboksil (Gambar 2.4). Pada terminal karboksil ini terdapat ligand/hormone-binding domain. Pada DNA-binding domain terdapat dua zine finger, yang berhubungan dengan sekuens pengenal DNA spesifik pada gen target. Protein reseptor ONA-binding Ramah Regulasi traushaipsi Ligand-binding Hinge wy coon 2nt+ Zn* + Gombar 2.4, Struktur linear reseptor nukleus. Mekanisme kerja hormon yang berikatan dengan reseptor nukleus melalui proses seperti terlihat pada Gambar 2.5, Untuk memulai kerjanya, ligan dan reseptor nukleus harus menuju nukleus sel dan terikat kuat dengan ligannya. Reseptor mengikat ligannya pada domain pengikat ligan (ligand binding domain - LBD) yang terdapat di terminal karboksilnya (C-terminal) Fungsi utama reseptor nukleus adalah mengatur secara selektif transkripsi gen target. Oleh karena itu, setelah berikatan dengan ligannya reseptor ini harus mengenali dan terikat pada daerah spesifik pada gen target. Gen target mempunyai sekuens DNA spesifik yang dinamakan hormone response elements (HRE). Reseptor nukleus berikatan dengan HRE pada bagian tengah DNA-binding domain. Domain ini biasanya terditi atas 66-68 asam amino, termasuk Mekanisme Kerja Hormon B pula 2 subdomain yang dinamakan zinc finger. Zinc finger terbentuk dati 4 residu sistein yang dilubungkan dengan atom seng (Zn). Ikatan reseptor dengan HRE merangsang dimulainya transkripsi gen target. Selanjutnya hal ini akan menimbulkan efek hormon yang diharapkan. Prohormon/, Bl Prekursor gan @ ormon/ Perubahan fenotip/ efek transkrips miNA —> protein Gambar 2.5. Mekanisme kerja hormon yang bekerja pada reseptor nukleus Berbagai kelainan yang berhubungan dengan gangguan reseptor dan pasca reseptor Bentuk yang paling sederhana dari penyakit endokrin adalah defisiensi atau kelebihan hormon (hormone excess). Akan tetapi sindrom resistensi hormon dapat menyerupai keadaan defisiensi hormon. Penyakit yang berhubungan dengan pengaktifan reseptor juga dapat menyerupai keadaan kelebihan hormon. Gangguan kerja hormon dapat disebabkan oleh defek genetik, neoplasma, trauma/perdarahan, infeksi, proses autoimun, dan iatrogenik Mutasi pada GPCR dapat mengaktivasi reseptor hormon, Sebagai contoh, mutasi yang mengakrifkan reseptor LH dapat mengakibatkan pubertas prekoks. Hal ini terjadi akibat stimulasi dini sintesis testosteron oleh sel Leydig. Mutasi yang menyebabkan hal ini terutama terdapat pada bagian transmembran reseptor dan merangsang ikatan reseptor dengan Gso. tanpa diperlukan adanya ikatan dengan hormon. Hal ini mengakibatkan adenilat siklase teraktivasi dan cAMP meningkat (menyerupai respon terhadap ikatan reseptor dengan hormon). Bila terjadi pada masa perkembangan dini, maka hal ini mengakibatkan sindrom McCune-Albright. Pada penyakit Graves interaksi antara antibodi dengan reseptor TSH akan menyetupai kerja TSH sehingga menyebabkan produksi hormon berlebih. Autoantibodi ini juga menyebabkan perubahan struktur yang memicu ikatan reseptor dengan protein G. Sindrom resistensi hormon dapat disebabkan oleh kelainan genetik pada reseptor membran, reseptor nukleus, atau pada jalur yang menyalurkan sinyal reseptor. Kelainan ini ditandai oleh terganggunya kerja hormon walaupun kadar hormon normal arau meningkat. 14 Buku Ajar Endokrinologi Pada sindrom resistensi androgen komplit, misalnya mutasi pada reseptot androgen menyebabkan lelaki XY memiliki fenotip perempuan walaupun terdapat peningkatan kadar LH dan testosteron, Gen reseptor GH terdapat pada kromosom 5p13-12 dan terdiri dari 10 ekson yang mempunyai hampir 300 kb genom DNA. Beberapa mutasi pada gen resepror GH yang telah dideteksi adalah mutasi missens, mutasi nonsens, delesi besar atau delesi kecil/mikro, dan perubahan pada splice site, Mutasi dapat menyebabkan reseptor GH tidak terekspresi, atau terekspresi retapi mengalami disfungsi, atau terjadi ganggwan pada transmisi sinyal selanjutnya. Mutasi pada gen reseptor GH menimbulkan insensitivitas terhadap GH. Kelainan ini dikenal dengan sindrom resistensi GH atau sindrom Laron, yang biasanya diturunkan secara autosomal resesif, Gambaran Klinis sindrom Laron serupa dengan defisiensi GH berat, yaitu perawakan pendek berat, peningkatan kadar GH, dan kadar IGF-{ rendah. Mutasi pada gen reseptor estrogen dapat menyebabkan resistensi estrogen. Gambaran Xlinis lelaki dengan sindrom ini berupa perawakan tinggi dan penutupan epifisis yang tidak lengkap (pertumbuhan linear tetap berlanjut sampai dewasa walaupun perkembangan pubertas normal). Kadar estradiol dan estron meningkat, sedangkan kadar cestosteron normal. Selain itu terdapat gangguan toleransi glukosa dan hiperinsulinemia. Pada ekson 2 gen resepror estrogen dideteksi mutasi yang berupa transisi sitosin menjadi timin pada kodon 157 di kedua alel, Mutasi ini mengakibatkan perubahan pada kodon hilit CGA (arg) menjadi TGA (stop). Matasi pada gen reseptor insulin dapat mengakibatkan gangguan pada reseptor insulin sehingga terjadi penurunan jumlah reseptor, penurunan afinitas ikatan resepror dengan insulin, atau hilangnya akeivitas tirosin kinase dari reseptor. Resistensi insulin berat karena mutasi reseptor dilaporkan dapat menimbulkan sindrom resistensi insulin ripe A, leprechaunism, dan diabetes lipoatrofik. Ketiga sindrom ini ditandai oleh penurunan respons terhadap insulin (intoleransi glukosa atau diabetes nyata), akancosis nigrikan, dan hiperandrogenisme. Beberapa mutasi reseptor insulin. yang telah dilaporkan pada pasien dengan resistensi insulin berat dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Mutasi pada gen reseptor insul dengan Sindrom. Sindrom tipe A ‘Arg > Ser Phen = Val lys > Glu 1008 Gy > Vo! 1012 Delesi 1200 Trp > Ser {eprachaunism leu > Phe Gh > Stop 897 Arg > Stop ‘Mekanisrae Kerja Hormon 15 Resistensi insulin dapat pula disebabkan oleh adanya antibodi terhadap reseptor insulin sehingga mengakibatkan resistensi insulin tipe B. Sindrom ini ditandai oleh intoleransi glukosa atau diabetes melitus dengan hiperinsulinemia dan akantosis nigrikan. Specificity spill-over syndromes Hormon bekerja secara spesifik melalui interaksi dengan reseptor yang spesifik. Bila kadar hormon berlebihan (hormone excess) , maka hormon tertentu dapat berikatan dengan reseptor hormon lain dari kelompok yang sama dengan afinitas yang febih lemah dan menimbulkan manifestasi klinis. Beberapa contoh dari specificity spill-over syndromes ini dapat dilihat pada Tabel 2.2. Pada akromegali, galaktorea terjadi bukan karena hipersekresi prolaktin tetapi karena ikaran silang GH dengan reseptor prolaktin. Tabel 2.2. Sper over syndromes dengan manifestasi kli Hermon Respir ikotan slang Monifesta! Kini A GH Pr 2 Golaktore dengan akromegal ‘ Insulin 1GF-1 di ovarium Hiperandrogenemia dengan resistensi insulin IGF-12 Makrosomia pada iby OM i ACTH MSH Hiperpigmentasi pada insufisiensi adrenal primer ees Ose Hipetioid pada tumor trofoblasik / Fisiologi hormon Hormon yang dilepaskan ke dalam aliran darah akan berikatan dengan suatu protein pembawa. Hormon yang termasuk dalam golongan ini adalah hormon steroid, tiroid, dan hormon pertumbuhan. Hormon yang larut dalam air akan beredar secara bebas di dalam darah tanpa berikatan dengan protein pembawa. Yang termasuk dalam golongan ini adalah, hormon golongan amin, peptida, dan protein. Sekresi hormon ke dalam sistim sitkulasi bersifat spesifik untuk masing-masing hormon. Sekresi hormon basal dapat bersifat kontinu (prolaktin), shore burst (insulin) atau episodik (LH, FSH), Pengeluaran hormon bersifat ritmis, ada yang bersifat diurnal (pagi-sore) /sirkadian (ACTH, prolaktin, GH, TSH) dan ada yang bersifat bulanan (estrogen, progesteron pada siklus menstruasi). Hormon merupakan zat kimia yang mampu melakukan tugasnya dalam konsentrasi yang sangat kecil dengan waktu paruh yang singkat. Kadar hormon dalam darah dikontrol secara tepat dan terus menerus melalui statu mekanisme umpan balik. Hierarki hormon ini harus dipahami secara benat karena mempunyai arti klinis yang penting. Hormone releasing dan hormone inhibiting yang dihasilkan oleh hipotalamus akan merangsang hormon-homon tropik yang dihasilkan oleh hipofisis, Hormon hipofisis ini akan merangsang organ target endokrin untuk mensekresikan hormon. Hormon dari organ target akan memberikan umpan balik negatif ke hipofisis dan hipotalamus. Hormon dari suatu organ endokrin tidak selalu harus distimulasi oleh hierarki hormonal seperti di atas, misalnya hipokalsemia dapat 16 Buku Ajar Endokrinologi merangsang sekresi hormon paratiroid, hiperglikemia akan merangsang hormon insulin, atau situasi stres akan merangsang hormon kortikosteroid. Sebagian besarkelainan endokrin disebabkan olch hipofungsi atau hiperfungsi hormon atau kelainan pada reseptor. Secara klinis hormon dapat digunakan sebagai terapi pengganti (hormone replacement therapy misalnya pada hipotiroid kongenital), untuk menghalangi kerja hormon lain (growth hormone sebagai hormon antiinsulin), untuk mendiagnosis kelainan tertentu (uji stimulasi atau uji supresi), dan mengobati penyakit non endokrin tertentu (DDAVP pada enuresis). Daftar bacaan 1. Clayton PE, Tilanan V. Advances in envdoctinology. Arch Dis Child 1998;78:278-84. Debuse M. Endocrine and reproductive systems. London: Mosby Intl, 1998.h.3-15. Jameson JL. Principles of endocrinology. Dalam: Jameson JL, penyunting. Harrison's endocrinology. Edisi ke-1. Pennsylvania: MacGraw-Hill company; 2006.h.1-16. 4. Lazar MA. Mechanism of action of hormones that act on nuclear receptors. Dalam: Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky, Larsen PR, penyunting. Williams textbook of endacrinology Edisi ke-L1. Philadelphia: Saunders-Elsevier, 2008h.385-44, 5. Potter AE, Phillips JA. Genetic disorders inpadiatric endocrinology: Dalam: Peseovitz OH, Eugster EA, penyunting. Pediatsic endocrinology: mechanisms, manifestations, and management. USA: Lippincott Williams & Wilkins, 2004.h.1-23. 6. Rice AM, Rivkees SA. Receptor transduction of hormone action. Dalam: Sperling MA, penyunting. Pediatric enclocrinology. Edisi ke-3. Philadelphia: Saunders-Elsevier, 2008.h.26-73. 7. Sahay RK, Unnikrishnan AG, Bhadada SK, Agrawal JK. Hormone receptor disorders. JIACM 2002;3:65- 80. B. Spiegel A, Caner-SuC, Tayler SL. Mechanism of Action of hormones that act at the cell surface. Dalam: Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky, Larsen PR, penyunting. Williams textbook of endocrinology. Bdish ke-110. Philadelphia: Saunders-Elsevier publication, 2008. h.476-621. 9. Westwood M. Principles of hormone action. Dalam: Brook CGD, Clayton PE, Brown RS, penyunting. Brook's clinical pediatric endocrinology. Edisi ke-6. UK: Wiley-Blackwell, 2009.b.24-38 ‘Mekanisme Kerja Hormon AT BAB 3 PERTUMBUHAN DAN GANGGUAN PERTUMBUHAN PERTUMBUHAN NORMAL Pertumbuhan anak merupakan proses interaksi berbagai hal, seperti faktor genetik, lingkungan terutama nutrisi, serta pengaruh faktor endokrin. Pertumbuhan pada anak terjadi terutama pada lempeng epifisis yang merupakan tempat terjadinya deposisi tulang sehingga terjadi penambahan tinggi badan. Beberapa hormon yang terlibat dalam proses pertumbuhan ini meliputi hormon pertumbuhan, hormon tiroid, hormon seks, insulin, dan hormon adrenal, Selain itu terdapat beberapa faktor pertumbuhan. Selain itu terdapat IGF-I dan IGF-2. Regulasi pertumbuhan pranatal Pertumbuhan janin di dalam uterus dipengaruhi oleh ukuran uterus, nutrisi, dan status metabolik ibu. Dengan ukuran uterus yang cukup besar, nuttisi ibu yang baik, serta keadaan metabolisme yang baik akan dihasilkan bayi yang besarnya optimal. Faktor lingkungan yang kurang baik, seperti nuttisi yang kurang akan menghasilkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Ini saat normal bayi intrauterin selama 37-42 minggu disebut sebagai bayi cukup bulan. Rata-rata akan didapatkan bayi dengan berat lahir + 3.000 gram dan panjang + 50 em. Di samping itu beberapa hormon juga berperan dalam periode pertumbuhan pranatal, seperti insulin, IGFs, dan IGE-BP; sedangkan hormon pertumbuhan dan hormon tiroid tidak terlalu berperan pada pertumbuhan intrauterin. Hal ini terbukti bahwa anak yang dilahirkan dengan defisiensi hormon pertumbuhan atau hipotiroid kongenital mempunyai berat badan lahir dan panjang badan yang normal. Sebaliknya kedua hormon ini sangat berperan pada pertumbuhan pasca natal. Pertumbuhan pasca natal Pertumbuban pasca lahir ditandai oleh 3 fase, yaitu fase bayi (infant), kanak-kanak (childhood), dan pubertas (puberty). Pertumbuhan pasca natal pada fase bayi ditandai oleh pertumbuhan yang pesat, kemudian diikuti oleh penurunan kecepatan tumbuh secara progresif. Pada fase ini terjadi pertambahan panjang anak berturut-turut sekitar 25 em, 12 Pertumbuhan dan Gangguan Pertumbuhan 19 cm, dan 8 cm per tahun dalam 3 tahun pertama kehidupan. Fase ini diikuti oleh fase anak dengan pertumbuhan yang relatif stabil, yaitu 4-7 cm per tahun sampai awitan pubertas dengan disertai pertambahan berat badan per tahun yang relatif stabil. Kemudian fase ini diikutioleh fase pubertas dengan akselerasi pertumbuhan dan deselerasi pertumbuhan sampai terjadinya penutupan lempeng epifisis yang ditandai dengan bethentinya_pertumbuhan. Selama fase bayi terjadi proses kanalisasi untuk mencari potensi genetiknya. Pada fase ini sering terjadi catch-down atau catch-up, misalnya bayi besar yang dilahirkan dari orang tua yang kecil akan memotong kurva pertumbuhan menuju persentil yang lebih rendah sesuai dengan potensi genetiknya. Catch-down ini ditandai dengan pararelisme pertumbuhan linear, berat badan, dan lingkar kepala. Jadi dengan catch-down ini tidak berarti terjadi gangguan pertumbuhan. Peran hormon pada proses pertumbuhan Hormon tiroid Hormon tiroid berperan penting dalam maturasi tulang pada masa pranatal dan pasca natalserta proses mielinisasisistim saraf pusat pada masa pranatal. Hormon tiroid mempunyai efek pada sekresi hormon pertumbuhan, mempengaruhi kondrosit secara langsung dengan meningkatkan sekresi IGF, serta memacu maturasi kondrosit. Defisiensi hormon tiroid akan menyebabkan retardasi pertumbuhan dan penghentian maturasi tulang. Kekurangan hormon tiroid pada masa anak akan menyebabkan perlambatan pertumbuhan dan retardasi maturasi tulang. Dengan pengobatan levotiroksin akan terjadi kejar tumbuh sehingga dapat mencapai tinggi badan normal. Hormon steroid seks Hormon steroid seks berperan penting dalam proses diferensiasi seks, tetapi tidak berperan pada pertumbuhan prapubertas. Hal ini dapat dilihat dengan tidak terdapatnya gangguan pertumbuhan pada pasien dengan hipogonad, sebelum timbulnya pubertas. Konsentrasi hormon steroid seks ini tidak banyak berubah pada fase prapubertas. Testosteron Testosteron pada laki-laki dihasilkan oleh sel Leydig. Terdapat 3 periode peningkatan hormon testosteron. Periode pertama yaitu pada masa fetus kira-kira usia kehamilan 11 minggu. Pada periode ini testosteron berperan dalam diferensiasi genitalia eksterna untuk membentuk penis dan skrotum. Selain itu, pada periode ini testosteron juga mempengaruhi sel otak. Kadar testosteron darah menurun secara cepat setelah lahir dan kemudian terjadi peningkatan kadar testosteron kedua dengan puncaknya pada usia 2 bulan setelah lahir. Peningkatan testosteron pada periode kedua ini masih belum diketahui fungsinya. Setelah usia 6 bulan kadar testosteron darah akan menurun sampai rendah sekali dan kemudian meningkat sangat tinggi pada periode pubertas. Keadaan ini merupakan peningkatan testosteron ke-3. Pada periode pubertas, testosteron ini akan berperan dalam proses pacu tumbuh serta menginduksi pertumbuhan seks sekunder. 20 Buku Ajar Endokrinologi Estrogen Ovarium menghasilkan estrogen dalam bentuk utama sebagai estradiol. Nilai estrogen ini sangat rendah sampai masa prepubertas. Pada periode pubertas nilai estrogen ini akan meningkat dan akan menginduksi tanda-tanda seks sekunder pada wanita, yaitu pertumbuhan paytidara, uterus, dan vagina. Estrogen juga merangsang pertumbuhan pelvis dan rambut pubis, serta akan menyebabkan terjadinya pacu tumbuh pada wanita. Pada saat timbulnya menstruasi kadar estrogen berfluktuasi secara teratur secara siklik diikuti oleh peningkatan kadar progesteron. Sekresi estradiol ini diatur oleh FSH, Hormon pertumbuhan Hormon pertumbuhan berperan dalam seluruh fase pertumbuhan baik pranatal maupun pasca natal. Anak yang mengalami defisiensi hormon pertumbuhan hanya akan mencapai tinggi akhir sekitar 130 cm. Pada periode pasca natal hormon pertumbuhan bekerja melalui sistem GH — IGE-1 — IGEBP-3. Hormon pertumbuhan ini akan meningkatkan produksi {GE-I dan IGFBP-3 yang terutama dihasilkan oleh hepar dan kemudian akan menstimulasi produksi IGF-I lokal dari kondrosit. Rosenfeld membuktikan bahwa hormon pertumbuhan ini juga mempunyai efek langsung pada lempeng pertumbuhan tanpa melalui IGF-1. Hormon pertumbuhan ini dikeluarkan secara episodik dan hampir selalu terdapat dalam kadar yang sangat rendah. Setiap hari umumnya terdapat 8 sampai 9 kali peningkatan kadar hormon pertumbuhan selama 1-20 menit. Hormon pertumbuhan ini meningkat pada waktu olah raga dan pada waktu tidur, Pada periode pubertas, sekresi hormon pertumbuhan akan sangat meningkat secara bersamaan dengan peningkatan hormon steroid seks yang akan menyebabkan pacu tumbuh. Insulin Insulin ternyata juga berpengaruh pada pertumbuhan pasca natal. Hal ini dibuktikan bahwa pada anak dengan DM tipe-1 yang tidak terkontrol akan terjadi gangguan pertumbuhan. Pada keadaan ini terjadi penurunan kecepatan pertumbuhan disertai peningkatan kadar hormon pertumbuhan serta penurunan kadar IGF-I. Hal ini menggambarkan suatu keadaan resistensi relatif terhadap hormon pertumbuhan. Pemberian insulin yang intensif akan memperbaiki kecepatan pertumbuhan dan meningkatkan kadar IGE-1. Gangguan pertumbuhan pada anak DM tipe-1 diakibatkan juga oleh penurunan kadar IGF-1 dan peningkatan kadar IGFBP-3 yang disebabkan oleh defisiensi insulin. Pada anak DM tipe-1 dengan kontrol metabolik sangat buruk dapat terjadi sindrom Mauriac dengan gejala obesitas, perawakan pendek, dan hepatomegali. Akan tetapi, saat ini keadaan tersebut jarang dijumpai Somatomedin/IGF-1 Kerja hormon pertumbuhan pada tulang memerlukan perantara yang disebut sebagai somatomedin IGF-1. Banyak jaringan yang mampu menghasilkan {GF-1, namun penghasil IGF-I terbesar adalah hepar. Pertumbuhan dan Gangguan Pertumbuhan 21 Nutrisi dalam proses pertumbuhan Pentingnya peran nutrisi dalam proses kecepatan tumbuh dan tinggi akhir dapat dijelaskan dengan adanya secular trend pasca perang dunia II di Jepang, Tinggi anak laki-laki pada usia 17 tahun meningkat 6,6 cm dan anak perempuan meningkat 3,1 cm pada tahun 1967. Pada tahun 1988 peningkatan menjadi 9,7 cm pada anak laki-laki, dan 5,7 cm pada anak perempuan. Peningkatan ini diakibatkan oleh meningkatnya kecepatan tumbuh prapubertas. Secular trend ini disebabkan oleh meningkatnya keadaan sosioekonomi serta perubahan pola makanan, terutama dengan meningkatnya konsumsi makanan barat. APLIKASI KURVA PERTUMBUHAN Tanner menggambarkan pertumbuhan sebagai gambaran keadaan masyarakat. Data antropometrik yang merefleksikan ukuran tubuh manusia juga merefleksikan keadaan lingkungan masyarakat ataupun keadaan sub-populasi, sehingga memungkinkan kita untuk membandingkannya dengan populasi lain ataupun negara lain. Kurva pertumbuhan digunakan oleh ahli kesehatan anak secara universal di seluruh dunia dalam pemantauan pertumbuhan. Berat badan dan tinggi badan merupakan parameter antropometrik yang paling sering digunakan dalam menilai pertumbuhan anak sedangkan parameter yang lainnya digunakan untuk kepentingan yang berbeda. Dalam bidang pediatrik, kurva yang menggambarkan pertambahan tinggi badan dan berat badan digunakan sebagai salah satu indikator kesehatan anak. Tinggi badan dianggap sebagai indikator kesehatan secara keseluruhan, sedangkan berat badan per umur merupakan indeks yang paling sering dipakai di seluruh dunia untuk menggambarkan indikasi kesehatan anak. Tinggi badan anak tersebut harus dibandingkan dengan populasinya untuk mengetahui apakah anak tersebut berbeda atau sama dengan distribusi tinggi populasinya. Di samping itu tinggi badan orangtua harus dilihat sebagai pertimbangan untuk menilai faktor genetik dalam keluarganya. Pertumbuhan pada anak biasanya akan mengikuti pola tertentu dan dapat diprediksi, di samping itu dibutuhkan kurva acuan yang bisa mewakili populasi untuk penilaian dan perbandingan. Kurva acuan ini dipakai sebagai alat yang sangat penting untuk menilai pertumbuhan. Pertumbuhan dapat diukur secara obyektif dengan berbagai_ukuran antropometrik yang digambarkan dalam kurva pertumbuhan. Hal ini digunakan secara universal di seluruh dunia untuk pemantauan pertumbuhan anak di klinik. Regulasi pertumbuhan pada anak Mengamati anak yang sedang tumbuh dan berkembang merupakan hal yang sangat menarik Proses pertumbuhan anak telah dimulai sejak saat konsepsi. Pada periode ini terjadi pertumbhuan yang sangat cepat, dari hanya beberapa milimeter sampai sekitar 3000 gram dengan panjang badan sekitar 50 cm pada saat bayi lahir. Pada periode ini pertumbuhan bayi sangat dipengaruhi oleh faktor disamping faktor genetiknya sendiri, Gangguan yang terjadi selama masa kehamilan ibu akan mempengaruhi pertumbuhan bayi di dalam kandungan, 22 Buku Ajar Endokrinologt

You might also like