You are on page 1of 20

Analisis Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan Dalam

Sertifikasi Guru
ABSTRAK
Sertifikasi guru menjadi landasan menjamin keberadaan guru yang profesional
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kebijakan Sertifikasi Guru melalui
Permendiknas No 18/2007 merupakan salah satu upaya Departemen Pendidikan
Nasional (Depdiknas) dalam rangka meningkatkan kualitas dan profesionalitas guru
sehingga pembelajaran di sekolah menjadi berkualitas. Tujuan sertifikasi adalah (1)
menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional,
(2) meningkatkan proses dan hasil pembelajaran, (3) meningkatkan kesejahteraan guru,
(4) meningkatkan martabat guru; dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang
bermutu.
Dalam Kenyataannya masih banyak masalah-masalah dalam Sistem Sertifikasi
Guru. Peningkatan mutu pendidikan tidak dapat dilepaskan dengan upaya peningkatan
mutu pendidik dan tenaga kependidikannya. Upaya peningkatan mutu pendidikan tidak
akan memenuhi sasaran yang diharapkan tanpa dimulai dengan peningkatan mutu
pendidik dan tenaga kependidikannya. Untuk itu, pemerintah diharapkan konsisten
dengan program peningkatan mutu pendidikan yang sudah disosialisasikan kepada
masyarakat, khususnya untuk masalah perekrutan tenaga pendidik dan kependidikan,
juga adanya evaluasi dan monitoring ke lapangan yang harus dilakukan secara terus
menerus dan berkesinambungan.

ABSTRAC
Teacher certification to ensure a foundation for professional teachers achieve
national education goals. Teacher certification policies through Decree No. 18/2007 is
one of the efforts the Ministry of National Education (Depdiknas) in order to improve
the quality and professionalism of teachers so that the quality of learning in schools.
The purpose of certification is (1) to determine the feasibility of carrying out duties as a
teacher in a professional educator, (2) improve the process and outcomes of learning,
(3) improve the welfare of teachers, (4) increase the dignity of teachers, in order to
realize the quality of national education.
In fact there are still many problems in the Teacher Certification System. Improved
quality of education can not be removed by improving the quality of teachers and
kependidikannya. Efforts to improve the quality of education will not meet expected
goals without starting with improving the quality of teachers and kependidikannya. To
that end, the government is expected to be consistent with the quality of education
programs that have been disseminated to the public, in particular to the problem of
recruitment of educators and education, as well as the evaluation and monitoring to the
field that must be performed continuously and sustainably.
1. PENDAHULUAN
Pendidikan adalah aspek penting dan merupakan ujung tombak dalam
rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia agar supaya mampu bersaing
di tengah kompetisi kehidupan berbangsa yang semakin maju dan modern.
Pendidikan adalah investasi jangka panjang dan menjadi kunci untuk masa depan
yang lebih baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa adanya
pendidikan yang memadai dan berkualitas, maka bangsa Indonesia akan semakin
tertingal, salah satu aspek penting untuk memajukan pendidikan adalah adanya
guru-guru yang profesional. Guru merupakan salah satu komponen dari mikro
sistem pendidikan yang sangat strategis dan banyak mengambil peran di dalam
proses pendidikan secara luas khususnya dalam pendidikan persekolahan.
Guru atau pendidik merupakan subyek yang sangat sentral bagi
terselenggaranya mutu pendidikan yang berkualitas. Berbicara masalah
profesionalitas guru di Indonesia, bisa dikatakan sangat memprihatinkan karena
sangat rendah mutu profesionalitasnya. Hal ini dapat dilihat dari kelayakan guru
mengajar. Berdasarkan statistik 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43% SMA, 34%
SMK dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain itu
17.2% guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang studinya. Bila
SDM guru kita, dibandingkan dengan negara-negara lain, maka kualitas SDM
guru kita berada pada urutan 109 dari 179 negara berdasarkan Human
Development Index (Satria Dharma:From:http:// suarakita. com/artikel. Html).
Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohamad Nuh
mengungkapkan, kementeriannya memfokuskan pada pembangunan pendidikan
pada tahun 2010-2014. Untuk mewujudkannya, ada lima program yang
diprioritaskan, yaitu peningkatan akses dan mutu pendidikan anak usia dini
(PAUD), penuntasan pendidikan dasar sembilan tahun yang bermutu, peningkatan
kualitas pendidik dan tenaga kependidikan, peningkatan akses dan mutu
pendidikan menengah (Dikmen) umum, dan relevansi pendidikan vokasi (SMK
dan Politeknik) dan peningkatan akses dan daya saing pendidikan tinggi (Dikti).
(http://edukasi.kompas.com).
Pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada keberadaan guru yang
bermutu, yakni guru yang profesional, sejahtera dan bermartabat. Oleh karena itu
keberadaan guru yang bermutu merupakan syarat mutlak hadirnya sistem dan
praktik pendidikan bermutu. Hampir semua bangsa di dunia ini selalu
mengembangkan kebijakan yang mendorong keberadaan guru yang bermutu.
Negara-negara tersebut seperti Singapura, Korea Selatan, Jepang, Amerika
Serikat, yang telah mengembangkan kebijakan langsung mempengaruhi mutu
dengan melaksanakan sertifikasi guru. Guru yang sudah ada harus mengikuti uji
kompetensi untuk mendapatkan sertifikat profesi guru.
Terkait dengan hal tersebut maka pemerintah melalui Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas) telah melakukan berbagai macam upaya
strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia
Indonesia dengan memberi perhatian khusus kepada para guru. Salah satu
upayanya adalah dengan mengeluarkan kebijakan yang mengupayakan
peningkatan profesionalitas tenaga guru dengan kebijakan sertifikasi. Kebijakan
sertifikasi guru diatur melalui melalui Permendiknas No 18/2007 yang mengacu
pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan Undang-undang Guru dan Dosen No. 14/2005 serta Peraturan
Pemerintah No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Dalam ketentuan umum UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
dinyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, menilai dan mengevaluasi
peserta didik pada berbagai jenjang dan jenis pendidikan formal. Selanjutnya
untuk menjamin keterlaksanaan tugasnya yang utama tersebut, Pasal 8 undang-
undang yang sama mensyaratkan guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Untuk itu
dilaksanakanlah program peningkatan kualifikasi dan sertifikasi guru sejak tahun
2006/2007 di semua jenjang dan jenis pendidikan formal.
Sertifikasi guru menjadi landasan menjamin keberadaan guru yang
profesional untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pelaksanaan
sertifikasi guru diharapkan mampu sebagai solusi berkaitan dengan pencapaian
standar guru yang berkualitas dan professional tersebut. Kebijakan Sertifikasi
Guru melalui Permendiknas No 18/2007 merupakan salah satu upaya Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas) dalam rangka meningkatkan kualitas dan
profesionalitas guru sehingga pembelajaran di sekolah menjadi berkualitas.
Tujuan sertifikasi adalah (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan
tugas sebagai pendidik profesional, (2) meningkatkan proses dan hasil
pembelajaran, (3) meningkatkan kesejahteraan guru, (4) meningkatkan martabat
guru; dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
Dengan adanya setifikasi tersebut, diharapkan guru mampu meningkatkan
kinerja yang lebih baik sehingga peningkatan mutu pendidikan akan berjalan ke
arah yang lebih baik pula. Disamping itu juga diharapakan agar guru sebagai
tenaga profesional dapat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan
nasional, serta meningkatknya mutu pembelajaran dan mutu pendidikan serta
berkelanjutan.

2. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan
Definisi pendidik dan tenaga kependidikan yang tertuang dalam Undang-
Undang RI Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 39 ayat (1) dan
(2) adalah sebagai berikut :
Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan,
pengembanganm, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses
pendidikan pada satuan pendidikan.
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Dari definisi di atas, terlihat bahwa fungsi tenaga pendidik dan
kependidikan saling menunjang satu sama lain. Suatu pendidikan tidak akan
berjalan dengan baik tanpa ditunjang oleh tenaga pendidik dan kependidikan yang
profesional.
Menurut PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(SNP) , pengertian Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah kriteria
pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental serta pendidikan dalam
jabatan. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai
agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik adalah tingkat
pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan
dengan ijazah/sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundangan yang
berlaku. Kompetensi adalah tingkat kemampuan minimal yang harus dipenuhi
seorang pendidik untuk dapat berperan sebagai agen pembelajaran yang meliputi
kompetensi padagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan
kompetensi sosial sesuai Standar Nasional Pendidikan (SNP), yang dibuktikan
dengan sertifikat profesi pendidik yang diperoleh melalui pendidikan profesi guru
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan menengah Departemen Pendidikan Nasional
Tahun 2006).
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Kompetensi kepribadian mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Sedangkan kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam yang memungkinnya membimbing peserta didik
memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam SNP. Kompetensi sosial
merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan mayarakat sekitar.
Tenaga kependidikan terdiri atas kepala sekolah, tenaga administrasi,
tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, tenaga kebersihan, dan tenaga
keamanan sekolah.
Tenaga kependidikan pada pendidikan akademik, pendidikan vokasi, dan
pendidikan profesi harus memiliki kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi sesuai
bidang tugasnya. Dan persyaratan untuk menjadi kepala sekolah : berstatus guru,
memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai
ketentuan perundangan yang berlaku, memliki pengalaman mengajar sekurang-
kurangnya 5 (lima) tahun, dan memiliki kemampuan kepemimpinan dan
kewirausahaan di bidang pendidikan.
Tenaga pendidik dan kependidikan yang profesional harus memiliki visi,
misi, tujuan, dan strategi yang jelas dari kegiatan profesinya di sekolah. Tenaga
pendidik dan kependidikan merupakan faktor penentu keberhasilan pendidikan.
Karena penilaian kesuksesan pendidikan harus dilihat dari berbagai sudut
pandang. Mulai dari pengaturan jadwal pembelajaran yang teratur, kelengkapan
sarana dan prasarana sekolah yang memadai dan memenuhi standar, kebersihan
dan kenyamanan lingkungan sekolah yang harus terjaga, manajemen sekolah yang
tegas serta supervisi yang ketat, dan tentunya proses pembelajaran yang
berkualitas. Semua faktor tersebut adalah peran strategis tenaga pendidik dan
kependidikan, apakah itu guru, staf TU, pustakawan, laboran, pesuruh/penjaga
sekolah, kepala sekolah, dan pengawas sekolah.
Dari uraian di atas, sangat jelas bagaimana standar minimal yang harus
dimiliki oleh tenaga pendidik dan kependidikan. Mereka dituntut untuk selalu
meningkatkan pofesionalismenya agar menjadi tenaga pendidik dan kependidikan
yang berkualitas sehingga dapat menjadi salah satu indikator dalam penjaminan
mutu pendidikan.
Mutu tenaga pendidik dan kependidikan harus selalu ditingkatkan agar
tujuan pendidikan nasional dapat terwujud. Secara umum ada beberapa langkah
strategi yang dapat diimplementasikan dalam upaya mengembangkan
profesionalisme tenaga pendidik dan kependidikan. Strategi tersebut diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Self Assessment (Evaluasi diri) :
Melakukan evaluasi diri melalui acara rapat dengan melakukan brain storming
(curah pendapat) yang diikuti oleh kepala sekolah, guru, seluruh staf, anggota
komite, atau juga pihak yayasan, misalnya kepala sekolah sebagai pimpinan rapat
memulai dengan pertanyaan: perlukah kita meningkatkan mutu?, Seperti apakah
kondisi sekolah kita dalam hal mutu pada saat ini?, mengapa sekolah kita
tidak/belum bermutu?. Kegiatan evaluasi diri ini merupakan refleksi/mawas diri
untuk membangkitkan kesadaran/keprihatinan akan pentingnya pendidikan yang
bermutu, sehingga menimbulkan komitmen bersama untuk meningkatkan mutu
(sense of quality), serta merumuskan titik tolak (point of departure) bagi sekolah
untuk mengembangkan diri, terutama mutu
2. Perumusan Visi, Misi, dan Tujuan :
Perumusan visi dan misi serta tujuan merupakan langkah awal yang harus
dilakukan untuk menjelaskan kemana arah pendidikan yang ingin dituju oleh para
pendiri/penyelenggara pendidikan. Kepala sekolah bersama guru harus duduk
bersama orang tua peserta didik, komite sekolah, dan wakil masyarakat setempat
untuk merumuskan kemana sekolah akan dibawa ke masa depan yang harus sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam UU Nomor 23 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Perencanaan
Sekolah harus membuat perencanaan yang teliti (mulai dari seberapa besar
lingkup cakupan kuantitatif dan kualitatif yang akan dikerjakan, waktu
pelaksanaannya, sampai kepada perkiraan biayanya) secara tertulis untuk
menetapkan hal yang harus dilakukan, prosedurnya, serta metode pelaksanaannya
untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
4. Pelaksanaan
- Proses dimana dilakukan pengorganisasian, pengarahan/penggerakkan atau
pemimpinan dan kontrol/pengawasan serta evaluasi.
- Pada tahap pelaksanaan akan terjawab bagaimana semua fungsi manajemen
sebagai suatu proses untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui
kerjasama dengan orang lain dan dengan sumber daya yang ada dapat berjalan
sebagaimana mestinya (efektif dan efisien).
- Proses kegiatan merealisasikan apa-apa yang telah direncanakan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan yang penting untuk mengetahui kemajuan
ataupun hasil yang dicapai oleh sekolah di dalam melaksanakan fungsinya sesuai
rencana yang telah dibuat sendiri oleh masing-masing sekolah. Evaluasi yang
dilakukan adalah evaluasi menyeluruh menyangkut pengelolaan semua bidang
dalam satuan pendidikan, yaitu bidang teknis edukatif, bidang ketenagaan, bidang
keuangan, bidang sarana prasarana dan administrasi ketatalaksanaan sekolah.
6. Pelaporan
Pelaporan merupakan pemberian atau penyampaian informasi tertulis dan
resmi kepada berbagai pihak yang berkepentingan (stake holders), mengenai
aktifitas manajemen satuan pendidikan dan hasil yang dicapai dalam kurun waktu
tertentu berdasarkan rencana dan aturan yang telah ditetapkan sebagai bentuk
pertanggung jawaban atas tugas dan fungsi yang diemban oleh satuan pendidikan
tersebut.

Untuk mengimplementasikan strategi yang disebutkan di atas harus ada peran


dari beberapa faktor, yaitu :
a. Peran Kepala Sekolah
Kepala sekolah sebagai manajer bertanggung jawab atas terlaksananya fungsi-
fungsi manajemen, dan sebagai perencana harus mengidentifikasi dan
merumuskan hasil kerja yang ingin dicapai oleh sekolah dan mengidentifikasi
serta merumuskan cara-cara (metoda) untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Peran dalam fungsi ini mencakup: penetapan tujuan dan standar, penetuan aturan
dan prosedur kerja di sekolah, pembuatan rencana, dan peramalan apa yang akan
terjadi untuk masa yang akan datang.
b. Peran Guru dan Staf Sekolah
Guru dan staf mempunyai peran dalam mengelola proses pembelajaran, harus
memahami visi dan misi sekolah, bersinergi dengan kepala sekolah sehingga
tujuan sekolah dapat dengan mudah dicapai.
c. Peran Orang Tua Peserta didik dan Masyarakat
Keikutsertaan peran orang tua peserta didik dan masyarakat sangat diperlukan
dalam mengawasi mutu hasil pendidikan yang dilaksanakan oleh tenaga
kependidikan di sekolah.
d. Pemerintah
Pemerintah mempunyai peran untuk jangka panjang, yaitu dengan
mengupayakan kebijakan yang memperkuat sumber daya tenaga kependidikan
melalui cara dengan memperkuat sistem pendidikan dan tenaga kependidikan
yang memiliki keahlian. Peningkatan mutu tenaga kependidikan memerlukan
pengembangan keahlian para pendidik karena alasan berikut: (1) keahlian yang
diperlukan untuk mencapai keberhasilan akan semakin tinggi dan berubah sangat
cepat, (2) keahlian yang diperlukan sangat tergantung pada teknologi dan inovasi
baru, maka banyak dari keahlian itu harus dikembangkan dan dilatih melalui
pelatihan dalam pekerjaan, dan (3) kebutuhan akan keahlian itu didasarkan pada
keahlian individu.
Tujuan manajemen tenaga pendidik dan kependidikan berbeda dengan
manajemen sumber daya manusia pada konteks bisnis. Di dunia pendidikan tujuan
manajemen SDM lebih mengarah pada pembangunan pendidikan yang bermutu,
membentuk SDM yang handal, produktif, kreatif dan berprestasi. Tujuan
manajemen tenaga pendidik dan kependidikan secara umum adalah:
 Memungkinkan organisasi mendapatkan dan mempertahankan tenaga kerja
yang cakap, dapat dipercaya dan memiliki motivasi tinggi.
 Meningkatkan dan memperbaiki kapasitas yang dimiliki oleh karyawan.
 Mengembangkan sistem kerja dengan kinerja tinggi yang meliputi prosedur
perekrutan dan seleksi yang ketat.
 Mengembangkan praktik manajemen dengan komitmen tinggi yang
menyadari bahwa tenaga pendidik dan kependidikan merupakan stakeholder
internal yang berharga serta membantu mengembangkan iklim kerjasama dan
kepercayaan bersama.
 Menciptakan iklim kerja yang harmonis.

2.2 Sertifikasi Guru


Sertifikasi Guru adalah program yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan
yang bertujuan untuk meningkatkan mutu kualitas profesi keguruan dan
peningkatan kesejahteraan guru. Mengapa perlu sertifikasi?
Sertifikasi adalah bukti bahwa guru adalah profesi yang dimana memiliki
standar kerja dan aturan terkait dengan proses belajar mengajar. Hal ini bertujuan
untuk memotivasi para pendidik mencapai standar kerja dan aturan profesi guru
tersebut agar mendapatkan tunjangan profesi. Dan penetapan standar kerja secara
tidak langsung mengharuskan guru memiliki berbagai kompetensi dalam dirinya
agar lulus dalam sertifikasi tersebut. Oleh karena itu pelakasanaan sertifikasi guru
secara tidak langsung dapat meningkatkan kualitas mutu dan kinerja guru.
Sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk mencapai suatu tujuan,
bukan tujuan itu sendiri. Perlu ada kesadaran dan pemahaman dari semua pihak
bahwa sertifikasi adalah sarana untuk menuju kualitas. Kesadaran dan
pemahaman ini akan melahirkan aktivitas yang benar, bahwa apapun yang
dilakukan adalah untuk mencapai kualitas.

Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru.


Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar
profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan
sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas. Sementara Sertifikat pendidik
adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara
sertifikasi sebagai bukti formal pengakuan profesionalitas guru yang diberikan
kepada guru sebagai tenaga profesional. Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen
disebut sertifikat pendidik. Pendidik yang dimaksud disini adalah guru dan dosen.
Proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru disebut sertifikasi guru, dan
untuk dosen disebut sertifikasi dosen.
Undang-undang Guru dan Dosen merupakan suatu ketetapan politik
bahwa pendidik adalah pekerja profesional, yang berhak mendapatkan hak-hak
sekaligus kewajiban profesional. Dengan itu diharapkan, pendidik dapat
mengabdikan secara total pada profesinya dan dapat hidup layak dari profesi
tersebut.
Dalam UUGD ditentukan bahwa seorang:
1. Pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik
sebagai agen pembelajaran.
2. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana
(S1) atau program diploma empat (D-IV) yang sesuai dengan tugasnya
sebagai guru untuk guru dan S-2 untuk dosen.
3. Kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
Untuk dapat menetapkan bahwa seorang pendidik sudah memenuhi
standard profesional maka pendidik yang bersangkutan harus mengikuti uji
sertifikasi.
Ada dua macam pelaksanaan uji sertifikasi:
1. Sebagai bagian dari pendidikan profesi, bagi mereka calon pendidik, dan
2. Berdiri sendiri untuk mereka yang saat diundangkannya UUGD sudah
berstatus pendidik.
Sertifikasi pendidik atau guru dalam jabatan akan dilaksanakan dalam
bentuk penilaian portofolio. Penilaian portofolio merupakan pengakuan atas
pengalaman profesional guru dalam bentuk kumpulan dokumen yang
mendeskripsikan:
1. Kualifikasi akademik;
2. Pendidikan dan pelatihan;
3. Pengalaman mengajar;
4. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran;
5. Penilaian dari atasan dan pengawas;
6. Prestasi akademik;
7. Karya pengembangan profesi;
8. Keikutsertaan dalam forum ilmiah;
9. Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan
10. Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Guru yang memenuhi penilaian portofolio dinyatakan lulus dan mendapat
sertifikat pendidik. Sedangkan guru yang tidak lulus penilaian portofolio dapat
melakukan kegiatan-kegiatan untuk melengkapi portofolio agar mencapai nilai
lulus, atau mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru yang diakhiri dengan
evaluasi/penilaian sesuai persyaratan yang ditentukan oleh perguruan tinggi
penyelenggara sertifikasi. Guru yang lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru
mendapat sertifikat pendidik.
Adapun manfaat sertifikasi guru dapat dirinci sebagai berikut.
 Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat
merusak citra profesi guru.
 Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas
dan tidak profesional.
 Meningkatkan kesejahteraan guru
Guru merupakan sebuah profesi seperti profesi lain seperti dokter,
akuntan, pengacara, sehingga proses pembuktian profesionalitas perlu dilakukan.
Seseorang yang akan menjadi akuntan harus mengikuti pendidikan profesi
akuntan terlebih dahulu. Begitu pula untuk profesi lainnya termasuk profesi guru.
Dasar utama pelaksanaan sertifikasi adalah Undang-Undang Nomor 14
pasal 8 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan tanggal 30
Desember 2005. Menyatakan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal lainnya adalah
Pasal 11, ayat (1) menyebutkan bahwa sertifikat pendidik sebagaimana dalam
pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Landasan
hukum lainnya adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18
Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan yang ditetapkan pada
tanggal 4 Mei 2007.
Demikian pula kalau guru mengikuti sertifikasi, tujuan utama bukan untuk
mendapatkan tunjangan profesi, melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang
bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam standar
kompetensi guru. Tunjangan profesi adalah konsekuensi logis yang menyertai
adanya kemampuan yang dimaksud. Dengan menyadari hal ini maka guru tidak
akan mencari jalan lain guna memperoleh sertifikat profesi kecuali
mempersiapkan diri dengan belajar yang benar untuk menghadapi sertifikasi.
Berdasarkan hal tersebut, maka sertifikasi akan membawa dampak positif, yaitu
meningkatnya kualitas guru.

3. METODE DAN PENDEKATAN


Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode

penelitian deskriftif analisis. Menurut Moh. Nasir (2005:89) metode penelitian

deskriftif analitis adalah “suatu metode penelitian yang digunakan untuk

menggambarkan mengenai situasi atau kejadian. Sehingga metode ini bukan

hendak mengadakan akumulasi data dasar belaka, tetapi dalam pengertian metode

penelitian yang lebih luas”. Deskriftif mencakup metode penelitian yang lebih luas

dari luar metode sejarah dan eksperimental dan secara lebih umum sering diberi

metode survei. Suatu metode yang membandingkan antara kejadian yang

sebenarnya dengan teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli lainnya. Hal ini

sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Mengacu hasil evaluasi pelaksanaan sertifikasi guru tahun sebelumnya dan


didukung dengan adanya beberapa kajian/studi, maka dilakukan beberapa
perubahan mendasar pada pelaksanaan sertifikasi guru tahun 2013, khususnya
proses penetapan dan pendaftaran peserta.
Dasar hukum yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan sertifikasi guru
dalam jabatan tahun 2013 adalah sebagai berikut.
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem PendidikanNasional.
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru.Pedoman
Penetapan Peserta Sertifikasi Guru Tahun 2013
5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru.
6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2012 tentang
Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan.
Penyebaran informasi mengenai program sertifikasi 2013 dilakukan
melalui saluran-saluran komunikasi seperti pelaksanaan sertifikasi sebelumnya.
Saluran-saluran komunikasi tersebut antara lain adalah kepala sekolah, website
resmi PMPTK (http://sergur.kemdiknas.go.id/), kantor PPTK atau guru dapat
memperoleh informasi melalui rekan sesamanya jika diketahui rekannya
mendapatkan informasi tersebut.
Agar sertifikasi 2013 berjalan dengan baik dan sesuai dengan apa yang
diharapkan, maka dibuat pedoman penetapan peserta sertifikasi guru dalam
jabatan tahun 2013 dengan sasaran sebagai berikut :
1. Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Guru;
2. Dinas Pendidikan Provinsi;
3. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota;
4. Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan;
5. Pengawas Sekolah;
6. Kepala Sekolah;
7. Guru; dan
8. Masyarakat
Sosialisasi penetapan peserta sertifikasi guru dalam jabatan tahun 2013
dilaksanakan dengan melibatkan peserta dari LPMP, dinas pendidikan provinsi,
dinas pendidikan kabupaten/kota, dan guru calon peserta sertifikasi. Materi
sosialisasi antara lain alur pelaksanaan sertifikasi guru, persyaratan peserta
sertifikasi guru, mekanisme penetapan peserta melalui AP2SG, dan jadwal
pelaksanaan sertifikasi guru.
Tetapi realitas di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam
penguasaan kompetensi masih jauh dari harapan namun demikian hal tersebut
harus disikapi dengan penuh keseriusan, terutama pihak Depdiknas beserta
jajarannya ke bawah harus bekerja keras. Diperlukan terobosan-terobosan cerdas
dan sinergis serta lintas sektoral dalam melihat persoalan rendahnya mutu guru.
Pertama, standar pendidik (guru) yang dikembangkan BSNP yang
merupakan amanat PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan haruslah
menjadi acuan bersama antara pihak Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK) Depdiknas dalam
meningkatkan kompetensi guru dan pihak LPTK dalam proses pembelajaran di
kampus. Selama ini terkesan antara pihak yang menghasilkan guru dengan pihak
yang membina guru berjalan sendiri-sendiri. LPTK seakan menutup mata alias
tidak tahu menahu dengan mutu lulusannya di lapangan. LPTK hampir tidak
pernah melakukan penelitian yang mencoba menelusuri mutu lulusan di lapangan
yang bisa dijadikan dasar untuk menyusun kurikulum LPTK. Di lain pihak Ditjen
PMPTK juga harus proaktif dengan memberikan masukan kepada LPTK tentang
kondisi riil guru dan standar kompetensi lulusan LPTK yang diperlukan di
lapangan. Dengan demikian ada keterkaitan (link and match) antara lembaga
penghasil guru (LPTK) dengan lembaga pembina dan pemakai guru.
Kedua, perlu dicari terobosan dalam pola pembinaan terhadap guru.
Selama ini ada kesan bahwa pembinaan terhadap guru tidak dilakukan secara
komprehensif yang memperhatikan input, proses, output, dan out comes serta
tidak dilakukan diagnosa terlebih dahulu tentang apa kelemahan dan kebutuhan
guru yang sesungguhnya. Pola competency based training (CBT) harus dilakukan,
sehingga mampu mengobati ”penyakit” dan kebutuhan guru secara tepat.
Pembinaan guru tanpa dilakukan diagnosa terlebih dahulu dan pendekatan
komprehensif hanya akan sia-sia karena tidak bisa menyelesaikan masalah secara
mendasar.
Sudah saatnya profesi guru mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak,
terutama pemerintah. Niat baik pemerintah untuk meningkatkan harkat, dan
martabat serta kesejahteraan guru melalui UU guru dan dosen tanpa didukung
dengan kejelasan dan kepastian serta strategi yang cerdas dan komprehensif
hanya akan menjadi ”angin surga” yang menggelisahkan guru.
4.1 Masalah-Masalah dalam Sistem Sertifikasi Guru
Berikut ini adalah permasalahan yang muncul dalam proses sertifikasi
guru, antara lain:
4.1.1 Permasalahan Khusus
(1) Masih panjangnya birokrasi proses sertifikasi guru.
(2) Masih kurang terbukanya proses sertifikasi guru.
(3) Penggunaan IT dalam proses sertifikasi dalam hal data pokok tenaga
pendidikan (dapodik) sementara di daerah tidak memiliki kesiapan dalam
penguasaan perangkat tersebut.
(4) Penyebaran guru tidak merata yang menyebabkan terjadinya penumpukkan
guru pada mata pelajaran tertentu di suatu daerah namun justru kekurangan
guru untuk mata pelajaran lainnya.
(5) Banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidangnya (mismatch), yaitu
guru yang mengajar mata pelajaran yang berbeda dengan bidang keahliannya,
misalnya sarjana jurusan pendidikan biologi tetapi mengajar mata pelajaran
matematika.

4.1.2 Permasalahan Umum


1. Anggaran dana
Anggaran dana yang belum memadai menyebabkan setiap tahun jumlah
guru yang ikut sertifikasi dibatasi.
2. Pengisian portofolio
Bagi guru-guru yang ada di daerah terpencil, mungkin akan mengalami
kesulitan untuk menyusun portofolio, sebab mereka tidak pernah mengikuti
seminar, pelatihan yang menjadi salah satu komponen portofolio. Bahkan
berbagai kegiatan yang mereka lakukan mungkin juga tidak ter-SK-kan sebagai
bukti. Di sisi lain guru-guru di daerah terpencil waktunya mungkin juga
dihabiskan untuk mengajar dan mencari penghasilan tambahan, karena sering kali
di daerah-daerah tersebut jumlah guru tidak sebanding dengan jumlah murid dan
kelas (kekurangan guru), sehingga mereka harus merangkap. Kesibukan mengajar
dan mencari tambahan pendapatan mengakibatkan mereka tidak sempat
melakukan pengembangan diri, dengan membuat penelitian atau berbagai desain
pembelajaran.
3. Ketidaktertiban dalam administrasi, serta rendahnya budaya menulis dan
meneliti (budaya akademis)
Kebiasaan tidak tertib administrasi, mengakibatkan banyak dokumen yang
hilang, sehingga pada saat akan dipakai tidak ada. Rendahnya budaya menulis dan
meneliti di kalangan guru, mengakibatkan karya-karya ilmiah mereka sangat
minim. Akibatnya pada komponen karya ilmiah ini sering kali tidak banyak
dimiliki oleh para guru. Padahal besarnya harapan untuk memperoleh tunjangan
profesi di satu sisi, dan banyaknya kendala dalam menyusun (mengumpulkan)
portofolio, mengakibatkan sebagian guru mengambil jalan pintas dengan
melakukan tindak kecurangan, yang bukan hanya melanggar etika akademis,
tetapi juga moralitas sebagai pendidik.
4. Belum semua guru yang ada di Indonesia memenuhi standar jenjang
pendidikan
Berdasarkan standarisasi guru yang layak (memenuhi kompetensi) hanya
sekitar 47%. Dari segi kualifikasi akademik, baru sekitar sepertiga guru di
Indonesia yang berpendidikan sarjana (Kompas, 10 Maret 2008).
5. Sertifikasi dengan cara portofolio menghasilkan guru yang berkualitas rendah
daripada sertifikasi dengan cara pelatihan
Sertifikasi dengan cara pelatihan (PLPG) menjadikan guru lebih terlatih
dan memiliki peningkatan kemampuan pedagogik, kepribadian, profesional, dan
sosial daripada sertifikasi dengan cara portofolio. Hal ini disebabkan karena
dengan cara pelatihan, seorang guru mendapatkan pelatihan-pelatihan yang
dibutuhkan untuk menjadi seorang guru yang profesional. Sedangkan sertifikasi
dengan cara portofolio, guru hanya berkewajiban memenuhi segala persyaratan
yang dibutuhkan tanpa adanya pembekalan.

5. SIMPULAN DAN REKOMENDASI


5.1. Simpulan
Setelah disertifikasi diharapkan guru dapat memnuhi empat komponen seperti
yang tertuang dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Pasal 10 dan Peraturan
Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28. Kompetensi guru
meliputi empat komponen, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Namu, pada praktiknya banyak
guru yang tidak dapat memenuhi keempat komponen tersebut dan dari beberapa
penelitian juga menunjukkan bahwa kinerja guru tidak meningkat setelah adanya
sertifikasi dan cenderung masih sama sebelum adanya sertifikasi. Untuk menjaga
mutu guru yang sudah lolos sertifikasi seharusnya ada pola pembinaan dan
pengawasan yang terpadu dan berkelanjutan bagi para guru.
Oleh karena itu, rujukan dasar yang digunakan dalam penyelenggaraan
sertifikasi guru adalah kompetensi profesional guru tersebut. Peningkatan mutu
guru lewat program sertifikasi sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan.
Rasionalnya apabila kompetensi guru bagus yang diikuti dengan penghasilan
bagus, diharapkan kinerjanya juga bagus. Apabila kinerjanya bagus, maka
kegiatan belajar mengajar pun menjadi bagus. Kegiatan belajar mengajar bagus
diharapkan dapat membuahkan pendidikan yang bermutu. Pemikiran itulah yang
mendasari bahwa guru perlu disertifikasi.
Undang-Undang Guru dan Dosen telah ditetapkan dan sudah menjadi suatu
kebijakan untuk mewujudkan guru yang profesional dan menetapkan kualifikasi
dan sertifikasi sebagai bagian penting dalam menentukan guru yang profesional,
sejahtera, dan memiliki kompetensi. Hal ini merupakan syarat mutlak untuk
menciptakan sistem dan praktek pendidikan yang berkualitas sebagai prasyarat
untuk mewujudkan kemakmuran dan kemjauna bangsa Indonesia
5.2. Rekomendasi
1. Peningkatan mutu pendidikan tidak dapat dilepaskan dengan upaya
peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikannya. Upaya peningkatan
mutu pendidikan tidak akan memenuhi sasaran yang diharapkan tanpa dimulai
dengan peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikannya. Oleh karena
itu diharapkan para tenaga pendidik dan kependidikan harus :
a. Meningkatkan profesionalismenya dalam menjalankan profesi guna
mendukung pendidikan;
b. Menanamkan keteladanan dalam segala hal;
c. Tenaga pendidik harus lebih kreatif dan inovatif dalam pembelajaran.
2. Pemerintah diharapkan konsisten dengan program peningkatan mutu
pendidikan yang sudah disosialisasikan kepada masyarakat, khususnya untuk
masalah perekrutan tenaga pendidik dan kependidikan, juga adanya evaluasi
dan monitoring ke lapangan yang harus dilakukan secara terus menerus dan
berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Pedoman Sertifikasi. 2011. Kajian analisis sistem sertifikasi guru (Dalam
Rangka Reformasi Birokrasi Internal). Kementerian Pendidikan Nasional.
[Online]. Tersedia:
Sergur.kemdiknas.go.id

Mahdi Faruq H. (2013) Menimbang Kurikulum Ke-Indonesia-An Dalam


Pendidikan Islam. Sumedang : Opsi

Kemendikbud (2012) Buku I Sertifikasi Guru Dalam Jabatan TAHUN 2013

http://blogbonavid.blogspot.com/2013/04/terbaru-hal-yang-perlu-diketahui-
guru.html# diakses 11 Mei 2013

http:// suarakita. com/artikel. Html#diakses 8 Mei 2013

Jaenudin J, (2013) Pengaruh program sertifikasi dan kompetensi terhadap kinerja


guru. Ciamis: Tanpa Penerbit

Mulyasa, E. (2007). Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah. Jakarta: Bina Aksara.

PP RI No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2005 tentang Standar


Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD)

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi


Bagi Guru Dalam Jabatan

Pedoman Penetapan Peserta Sertifikasi Guru. 2013. [Online]. Tersedia:


Sergur.kemdiknas.go.id

You might also like