You are on page 1of 11

III.

ANATOMI

Sistem rangka dapat dibagi menjadi dua bagian menurut fungsinya, yaitu pertama kerangka aksial
yang terdiri dari tulang kepala (cranium atau tulang tengkorak), leher (tulang hyoid dan vertebra), dan
tulang rusuk, tulang dada, tulang belakang dan sakrum. Kedua kerangka appendikular yang terdiri dari
tulang limbs, termasuk tulang bahu dan tulang pubis.(17)

Kerangka terdiri dari tulang rawan dan tulang. Tulang rawan adalah bentuk dari jaringan ikat yang
membentuk bagian dari kerangka dimana lebih fleksibel. Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk
alat gerak pasif, proteksi alat dalam tubuh, permukaan tubuh, metabolisme kalsium dan mineral dan organ
hemopoetik. Tulang juga merupakan jaringan ikat yang dinamis yang selalu diperbarui melalui proses
remodeling yang terdiri dari proses resorpsi formasi. Dengan proses resorpsi, bagian tulang yang tua dan
rusak akan dibersihkan dan diganti oleh tulang yang baru melalui proses formasi. Proses resorpsi dan
formasi selalu berpasangan. Dalam keadaan normal, massa tulang yang diresoprsi akan sama dengan massa
tulang yang diformasi, sehingga terjadi keseimbangan. Pada pasien osteoporosis, proses lebih aktif
dibandingkan formasi, sehingga terjadi defisit massa tulang dan tulang menjadi semakin tipis dan
perforasi.(12,13,17)

Kebanyakan tulang mulai keluar sebagai tulang rawan. Tubuh kemudian meletakkan kalsium turun
ke tulang rawan untuk membentuk tulang. Setelah tulang terbentuk, tulang rawan beberapa mungkin tetap
berada di ujungnya untuk bertindak sebagai bantalan antara tulang. Tulang rawan ini, bersama dengan
ligamen dan beberapa jaringan lain terhubung untuk membentuk tulang sendi. Pada orang dewasa, tulang
rawan terutama ditemukan pada akhir beberapa tulang sebagai bagian dari sendi. Hal ini juga terlihat di
tempat di dada di mana tulang rusuk memenuhi sternum (tulang dada) dan di bagian wajah. Trakea
(tenggorokan), laring (kotak suara), dan bagian luar telinga adalah struktur lain yang mengandung tulang
rawan.(4)

Dalam beberapa tulang sumsum hanya jaringan lemak. Sumsum di tulang lainnya adalah campuran
dari sel-sel lemak dan darah pembentuk sel. Darah pembentuk sel menghasilkan sel darah merah, sel darah
putih, dan platelet darah. Sel-sel lain dalam sumsum termasuk sel-sel plasma, fibroblas, dan sel-sel
retikuloendotelial.Sel dari salah satu jaringan dapat berkembang menjadi kanker(4)
Gambar 1. Anatomi Tulang Panjang 4

Pada Giant Cell Tumor sebagian besar terjadi ditulang panjang, misalnya tibia proksimal, distal
femur, radius distal, dan humerus bagian proksimal. Femur adalah tulang terpanjang dan terberat dalam
tubuh. Itu mengirimkan berat badan dari tulang pinggul untuk tibia ketika seseorang berdiri. Panjangnya
sekitar seperempat dari tinggi orang tersubur. Femur terdiri dari poros (tubuh) dengan dua ujung. Bagian
proksimal dari femur terdiri dari kepala, leher dan dua trochanters.(17

DAFTAR PUSTAKA

1. R G Forsyth, G De Boeck, S Bekaert, dkk. Telomere Biology in Giant Cell Tumour of Bone. in : J Pathol 2008; 214. h. 555–
563.

2. Kamal A F, Aminata I W, Hutagalung E U. Giant Cell Tumor Jaringan Lunak. in : Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 11,
Nopember 2007. h. 404-407

3. Silvers A R, Peter M S, Margaret B, dkk. The Role of Imaging in the Diagnosis of Giant Cell Tumor of the Skull Base. in :
Tumor of Skull Base, August 1996. h . 1392-1395.

4. American Academy of Orthopedic Surgeons. Giant Cell Tumor of Bone. June 2010. Available from
URL://orthoinfo.aaos.org
5. Haque A U and Moatasim A. Giant Cell Tumor of Bone: A Neoplasm or a Reactive Condition. Int J Clin Exp Pathol ;2008 .h.
489-501

6. Lesley- Ann Goh. Giant Cell tumor imaging. May 25, 2011. Available from URL : http://emedicine.medscape.com

7. Lewis V O. Giant Cell Tumor. April, 2009. Available from URL : http://emedecine.medscape.com

8. Forsyth RG, Hogendoorn PCW. Bone: Giant cell tumor. June 2003. Available from URL : http://atlasgeneticsoncology.org

9. American Academy of Orthopedics Surgeons. Giant Cell Tumor of Bone. June 2010. Available from URL : http//orthoinfo.org

10. Ekayuda I. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2005. h. 76-81.

11. The Doctor's doctor. Giant cell tumor of bone. April 16; 2008. Available from URL: http:/thedoctorsdoctor.com

12. Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit Dalam edisi II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2006. h. 1096-
9

13. Gunderman R. Essential Radiology 2nd Edition. New York; 2006. h. 220-221

14. Murphey M D, Nomikos G C, Flemming D, dkk. Imaging of Giant Cell Tumor and Giant Cell Reparative Granuloma of Bone
Radiologic Pathologic Correlation. From the Archieve of the AFIP. September 2001, vol.21. h. 1283-1304

15. Bone Tumor. Giant Cell Tumor. Newton, Massachusetss. June 2003. Available from URL:http//.www.bonetumor.org

16. Canale S T. Campbell's Operative Othopaedics vol.1 10th edition; 2003. h. 813-817.

17. Moore L K, Dalley F A. Clinical Oriented Anatomy 5th edition; 2006 h.18-21, h.813-817.
HISTOPATOLOGI

TGC tulang mempunyai gambaran yang khusus dengan mikroskopis, dan untuk menegakkan diagnosis
biasanya tidak sulit. Tumor ini secara makroskopis biasanya terlihat sebagai massa yang coklat dan lunak
(Gambar 1).(3) Pada daerah pembuluh darah terlihat gambaran merah gelap, dan daerah kolagen terlihat
gambaran warna ungu. Pada pemotongan tumor, biasanya terlihat gambaran nekrosis dan ruang yang
berisi darah.(3)

Gambar 1. Gambaran makroskopis dari giant cell tumor pada distal radius. Tumornya didomonasi
oleh foam cells, yang menyebabkan warna kuning terang3

Secara mikroskopik TGC terdiri dari sel mononuklear yang bulat sampai oval yang biasanya
bercampur dengan banyak osteoklas yang menyerupai sel datia yang berukuran besar dan mempunyai
inti 50–100 (Gambar 2).(3) Terlihat adanya sedikit atau beberapa mitosis disertai adanya sel datia
dengan pembentukan kolagen, kadang berbentuk atypia (Gambar 2).(3) Osteoid sering ditemukan pada
tumor di mana terdapat fraktur patologis. Nekrosis fokal sering pula terjadi. Beberapa TGC dapat
rekuren dan menjadi ganas yang secara histologis mempunyai gambaran serupa dengan lesi primer
tulang.(12)

Gambar 2. Gambaran tumor giant cell dengan aktivitas mitosis dan bentuk sel atypia yang jarang3
a b
Gambar 3. Gambaran patologis yang khas dari TGC. (a) Foto dengan potongan coronal dengan
pewarnaan (hematoxylin-eosin [H-E] stain) memperlihatkan gambaran TGC yang menggantikan
sumsum tulang dari tulang radius distal (*) dan meluas ke subkondral (panah besar). Lesinya
berupa zona lancip antara batas tumor dengan trabekula tulang yang normal (panah kecil).
(b) Dengan pembesaran (x250; H-E stain) terlihat multinucleated giant cells (panah)

RADIOLOGIS

Dengan foto polos TGC sudah dapat diketahui karena mempunyai gambaran yang sangat khas.
Magnetic resonance imaging (MRI) digunakan untuk mendeteksi adanya perubahan pada jaringan
lunak, perluasan ke intra-artikular, dan adanya perubahan sumsum tulang. MRI merupakan metode
yang terbaik untuk mencari adanya perluasan ke subkondral dan perluasan tumor ke jaringan sekitar
sendi. Dengan MRI, ketepatan diagnostiknya sangat baik, terutama bila diinterpertasikan bersama
dengan foto polos. Kekurangan dari MRI adalah harganya yang relatif mahal, kadang diperlukan
sedasi pada pasien yang claustrophobia, dan MRI kontraindikasi pada pasien dengan cardiac
pacemakers, orbital foreign bodies.(3)
Gambar 4. Giant cell tumor. Foto polos memperlihatkan lesi geographic yang radiolusen dengan
batas sklerotik (panah) pada metafise dan epifise tibia proksimal3

Foto polos sangat penting untuk menemukan lokasi lesi, keadaan matriks tulang, tepi lesi, reaksi
periosteal, dan keadaan jaringan lunak.(8) Gambaran radiologis dari TGC tulang pada foto polos
menurut Campanacci mempunyai gambaran yang sangat khas, yaitu:(14) (i) stadium I: lesi osteolitik
berbatas tegas tanpa deformasi korteks tulang dan dapat disertai reaksi sklerotik di sekitar lesi; (ii)
stadium II: lesi osteolitik berbatas tegas disertai gambaran septa/trabekulasi di dalam tumor yang
terlihat membagi lesi tumor dalam beberapa kompartemen disertai deformitas korteks tulang berupa
bulging/ ekspansif dan penipisan/erosi korteks serta terlihat perluasan lesi tumor ke subartikular dan
ke metafisis (Gambar 4 dan 5)(3); ( iii ) stadium III: telah didapatkan adanya erosi dan destruksi
korteks tulang disertai perluasan tumor ke metafisis, subartikular dan keluar dari tulang masuk ke
jaringan lunak secara cepat yang terlihat sebagai soft tissue mass (massa jaringan lunak). Dapat
terlihat reaksi periosteal berupa segitiga Codman bila terdapat fraktur patologis (Gambar 6).(3) Septa
mungkin dapat dilihat di lesi pada 33–57% pasien; sebenarnya septa ini merupakan pertumbuhan
nonuniform dari tumor tersebut. Tumor ini biasanya sudah membesar pada waktu ditemukan, dengan
diameter kurang lebih 5–7 cm.(3)

Gambar 5. Terlihat gambaran TGC yang khas pada tulang radius3


Gambar 6. TGC pada radius distal dengan pseudotrabeculation. Foto AP dari pergelangan tangan
terlihat sebuah lesi litik di metaepiphyseal yang meluas ke subkondral dengan sebuah fraktur
patologis(panah) dan terlihat trabekulasi internal3

Sebanyak 85% TGC tulang yang didiagnosis melalui foto polos terdapat di bagian akhir dari
tulang panjang; dan kurang lebih 50% terjadi pada tulang sekitar lutut. Lokasi dari tumor ini sangat
penting untuk menegakkan diagnosis. Kebanyakan letaknya eksentrik dan biasanya sampai ke
subartikular. TGC yang didiagnosis pada vertebra sangatlah jarang terjadi (5%). Sakrum adalah
tulang belakang yang sering terkena. Tumor ini biasanya sampai meliputi korpus vertebra. Pada
foto polos daerah destruksi TGC pada korpus vertebra terlihat di bagian posterior dan tumor ini
dapat menyebabkan hancurnya korpus vertebra dan kompresi saraf-saraf tulang belakang.(3)

Ketepatan untuk diagnosis TGC pada tulang-tulang ekstremitas dengan menggunakan foto polos
sangat tinggi. Pada tulang belakang ketepatan diagnosis tidak terlalu tinggi karena TGC sulit
dibedakan dengan tumor tipe lain.(3)

Computed tomography (CT) Scan


Pada CT Scan dapat ditemukan gambaran karakteristik yang sama dengan foto polos.
Marginal sklerosis, destruksi korteks, dan massa jaringan lunak dapat terlihat lebih jelas pada CT
Scan dibandingkan foto polos. Gambaran dari fluid-fluid level kadang-kadang dapat terlihat.3 Pada
CT Scan akan terlihat adanya lesi heterogen dengan area berukuran kecil, berbentuk bulat dengan
densitas yang rendah di dalamnya. Tepi lesi tumor licin dikelilingi oleh expanded shell yaitu
berupa lapisan tipis dari tulang atau periosteum, disertai gambaran trabekulasi di dalam tumor
disertai kelainan korteks tulang berupa bulging/ ekspansif dengan penipisan/erosi korteks dan
terlihat perluasan lesi tumor ke metafisis dan subartikular dan bila dibiarkan lesi akan meluas ke
intraartikular disertai adanya erosi dan destruksi korteks tulang (blow out) dan pertumbuhan
jaringan tumor ke luar dari tulang masuk ke jaringan lunak dengan batas tumor yang suram
(karena sudah bercampur dengan jaringan lunak) yang disebut sebagai massa ekstraosseus
(Gambar 7).(15)
Gambar 7. TGC pada tibia proksimal wanita 30 tahun. Pada CT scan terlihat mild ekspansi dan
sclerosis yang ringan sekitar TGC (panah) tapi tidak ada massa jaringan lunak15

Densitas jaringan lesi tumor terlihat heterogen dengan fokal area yang tidak mengalami penyangatan
dengan kontras bila sudah terdapat nekrosis, kista, maupun perdarahan di dalamnya.(15) Pada jaringan
tumor sendiri bila diberikan kontras akan tampak penyangatan dengan terlihatnya peningkatan nilai
atenuasi sebesar 20–60 H akibat adanya hipervaskularisasi.(3) Ketepatan diagnosis dari CT Scan sangat
tinggi bila dipakai sebagai tambahan dengan foto polos. CT Scan akan lebih berguna pada bentuk
tulang yang kompleks, seperti vertebra atau tulang pelvis, dimana gambaran lesi tidak dapat terlihat
jelas pada foto polos. CT Scan juga sangat berguna untuk rencana tindakan operasi.(3)

Magnetic Resonance Imaging (MRI)


TGC pada MRI memberikan gambaran yang tidak spesifik, dari yang hipo, iso, dan hiper
intensitasnya dibandingkan dengan otot pada T1-weighted image dan meningkat secara heterogen
pada T2-weighted image.(16)
Pada lesi tumor yang terletak intraosseus dan tanpa disertai adanya kelainan korteks akan
terlihat pada T1-weighted image adanya lesi hipointens berbatas tegas sedangkan pada T2weighted
image menunjukan adanya peningkatan intensitas signal yang homogen (hiperintens).(17) Bila lesi
telah meluas disertai kelainan korteks berupa bulging serta penipisan korteks dan adanya area nekrosis
dan perdarahan di dalam lesi tumor, maka pada T1weighted image tampak lesi tumor dengan
intensitas heterogen (isohipo intens hingga hiperintens) serta terlihat pula perluasan tumor ke daerah
metafisis dan subartikular, pada T2weighted image tampak adanya intensitas lesi yang meningkat
heterogen.(16)
Bila telah terdapat perluasan lesi tumor ke jaringan lunak akan tampak pada T1-weighted image
lesi dengan intensitas heterogen (dengan lebih luasnya area nekrosis dan perdarahan) disertai adanya
destruksi korteks dan perluasan lesi tumor ke metafisis, intraartikular dan jaringan lunak sebagai
massa ekstraosseus. Destruksi korteks dapat terlihat dengan jelas karena adanya intensitas yang
heterogen dari lesi tumor sedangkan korteks tulang mempunyai intensitas yang rendah (yang terlihat
hitam). Pada T2-weighted image tampak intensitas lesi meningkat heterogen (rendah sampai sedang
yang terlihat pada daerah solid tumor) (Gambar 8).16
T1

T2

Gambar 8. Sagittal T1-weighted dari MRI terlihat sebuah giant cell tumor dengan intensitas signal
rendah. Sagittal T2-weighted dari MRI terlihat giant cell tumor dengan intensitas signal menengah
tinggi16

Pada pemberian kontras akan tampak penyangatan lesi tumor, kecuali pada daerah yang telah
mengalami nekrosis maupun perdarahan. Signal intensitas perdarahan pada TGC tinggi/hiper baik
pada T1 maupun T2 weighted image. Daerah dengan signal intensitas rendah dapat pula disebabkan
adanya nekrosis dan hemosiderin yang dapat dilihat baik di T1 maupun T2 weighted image.
Hemosiderin didapatkan pada lebih dari 63% kasus giant cell tumor yang mungkin ada akibat
ekstravasasi sel darah merah bersama dengan sel fagosit dari sel tumor.17
Daerah kistik umumnya terlihat sebagai daerah yang signal intesitasnya rendah pada T1 weighted
image dan tinggi pada T2-weighted image. Gambaran fluid-fluid level dapat terlihat. Oedema
peritumoral jarang didapat bila tidak ada fraktur.(3,16) Dengan MRI dapat ditemukan TGC pada lower
spine yang dapat overlap dengan tumor lainnya seperti aneurysmal bone cyst. MRI sangat sensitif
untuk mendeteksi kelainan jaringan lunak, penyebaran intra-artikular, dan kelainan sumsum tulang.
MRI merupakan cara yang terbaik untuk melihat subartikular dan perluasan tumor pada
intraartikular.16,17 Untuk diagnostik, MRI akurasinya sangat tinggi terutama bila digabungkan dengan
gambaran foto polos.3
KLASIFIKASI

Enneking mengemukakan suatu sistem klasifikasi stadium TGC berdasarkan klinisradiologis-


histopatologis sebagai berikut:(6,13)
Stage 1: Stage inaktif/laten: (i) klinis, tidak memberikan keluhan, jadi ditemukan secara kebetulan,
bersifat menetap/tidak ada proses pertumbuhan; (ii) radiologis, lesi berbatas tegas tanpa kelainan
korteks tulang: dan ( iii ) histopatologi, didapat gambaran sitologi yang jinak, rasio sel terhadap
matriks rendah.
Stage 2: stage aktif: (i) klinis: didapat keluhan, ada proses pertumbuhan; (ii) radiologis: lesi
berbatas tegas dengan tepi tidak teratur, ada gambaran septa di dalam tumor. Didapati adanya
bulging korteks tulang; dan (iii) histopatologis: gambaran sitologi jinak, rasio sel tehadap matriks
berimbang.
Stage 3: stage agresif: (i) klinis: ada keluhan, dengan tumor yang tumbuh cepat; (ii) radiologis:
didapatkan destruksi korteks tulang, sehingga tumor keluar dari tulang dan tumbuh ke arah jaringan
lunak secara cepat; didapati reaksi periosteal segitiga Codman, kemungkinan ada fraktur patologis;
dan (iii) histopatologis: gambaran sitologi jinak dengan rasio sel terhadap matriks yang tinggi, bisa
didapat nukleus yang hiperkromatik, kadang didapat proses mitosis.

1. Greenpan A. Orthopedic imaging: a practical approach second edition. Philadelphia: Lippincott


Williams & Wilkins; 2004.
2. Fletcher CDM, Unni KK, Mertens F. WHO classification of tumours: pathology and genetics of
tumours of soft tissue and bone. Lyon: IARC Press; 2002.
3. Goh LA. Giant cell tumor. Last updated June 6, 2002; Available at:
http://www.emedicine.com. Accessed on July 25, 2006.
4. Sung HW, Kuo DP, Shu WP, Chai YP, Liu CC, Li SM. Giant cell tumor of bone: analysis of two
hundred and eight cases in Chinese patients. J Bone Joint Surg Am 1982; 64: 755-61.
5. Pardiwala DN, Vyas S, Puri A, Agarwal MG. Giant cell tumor of bone in Indonesia. J Radiol
Imaging 2001; 11: 119-26.
6. Hutagalung EU. Giant cell tumor of bone. J Bedah Indones 2001; XXIX: 11–6.
7. Johnston JO. Giant cell tumor of bone in orthopaedic knowledge update: musculoskeletal tumors.
Rosemont: Am Acad Orthopaed Surgeons; 2002. p. 113-8.
8. Hutagalung EU, Gumay S, Budyatmoko B. Neoplasma tulang diagnosis dan terapi. Jakarta:
PT Galaxy Puspa Mega; 2005. p. 41, 84.
9. American Joint Committee on Cancer: Cancer Staging Manuel Fifth Edition, Philadelphia:
Lippincott – Raven Publishers; 1997.
10. Sadat-Ali M. Metachronous multicentric giant cell tumor: a case report. Indian J Cancer 1997; 34:
169-76.
11. Lewis VO. Giant cell tumor. Available at: http:// www.emedicine.com. Accessed on July 25, 2006.
12. Masui F, Ushigome S, Fujii K. Giant cell tumor of bone: a clinico-pathologic study of
prognostic factors. Pathol Int 1998; 48: 723-9.
13. Enneking WF. Musculoskeletal tumor surgery. Vol
1. New York: Churchill Livingstone; 1983.
14. Campanacci M, Baldini N, Boriani S, Sundanese A. Giant-cell tumor of bone. J Bone Joint
Surg Am 1987; 69: 106-14.
15. Breitenseher M, Dominikus M, Schritzer M. Diagnostic imaging of giant cell tumours.
Radiologie 2001; 41: 568-76.
16. Aoki J, Tanikawa H, Ishii K, Seo GS, Karakida O, Ichikawa T, et al. MR findings indicative
of hemosiderin in giant-cell tumor of bone. Am J Radiol 1996; 166: 145-8.
17. Vahlensieck M, Genant HK, Reiser M. MRI of the musculoskeletal system. New York:
Thieme
Stuttgart; 2000.
18. Bini SA, Gill K, Johnston JO. Giant cell tumor of bone: curettage and cement reconstruction. Clin
Orthop 1995; 321: 245-50.
19. Wilkins RM. Treatment of benign bone tumors in orthopaedic knowledge update: musculoskeletal
tumors. Rosemont: Am Acad Orthopaed Surgeons 2002 . p. 77-85.
20. Kumita SM, Leong PC, Yip K. Vascularized bone grafts in the treatment of juxta-articular giant
cell tumors of the bone. J Reconstr Microsurg 1998; 14: 185-90.
21. Gitelis S, Mallin AB, Piasecki P, Turner F. Intralesional excision compared with en bloc resection
for giant cell tumors of bone. J Bone Joint Surg Am 1993; 75: 1648-55.
22. Labs K, Perka C, Schmidt GR. Treatment of stages 2 and 3 giant cell tumor. Arch Orthop Traum
Surg 2001; 121: 83-6.
23. Remedios D, Saiffudin A, Pringle J. Radiological and clinical recurence of giant cell tumor of bone
after the use of cement. J Bone Joint Surg Br 1997; 79: 577-82.
24. Blackley HR, Wunder JS, Davis AM, White LM, Kandel R, Bell RS. Treatment of giant cell
tumors of long bones with curettage and bone grafting. J Bone Joint Surg Am 1999; 81: 811-20.
25. Suit H, Spiro I. Radiation treatment of benign mesenchymal disease. Semin Radiat Oncol 1999; 9:
171-8.

You might also like