You are on page 1of 19

REFERAT

RETINOPATHY OF PREMATURITY

Penyusun :

Rafles P.H Simbolon

070111195

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO
2012

1|Retinopati Prematuritas
DAFTAR
Daftar Isi ...............................................................................................................................2

Bab I

Pendahuluan ........................................................................................................................3

Bab II

Anatomi Retina ...................................................................................................................4

Bab III

Retinopati Prematuritas.......................................................................................................7

Bab IV

Kesimpulan.........................................................................................................................22

Referensi ............................................................................................................................23

2|Retinopati Prematuritas
BAB I

PENDAHULUAN

Retinopati prematuritas (ROP) pertama kali ditemukan oleh Terry pada tahun 1942
sebagai Retrolental Fibroplasia, yaitu penyakit / gangguan perkembangan pembuluh darah
retina pada bayi yang lahir prematur. ROP merupakan penyebab kebutaan tertinggi pada
anak-anak di Amerika Serikat dan salah satu penyebab utama kebutaan anak di seluruh
dunia. Hal ini dilaporkan pada tahun 1980, dimana sebanyak 7000 anak di Amerika Serikat
dinyatakan buta akibat ROP.1

Era waktu yang signifikan menunjukkan keberadaan penyakit adalah antara tahun
1941-1953, dimana ditemukan epidemi ROP diseluruh dunia. Lebih dari 12,000 bayi
diseluruh dunia lahir dengan penyakit ini dan bahkan dibutakan olehnya – Stevie Wonder
dan aktor Tom Sullivan adalah dua diantara banyak orang yang menderita penyakit ini.
Kasus pertama dari epidemi ini terjadi pada Hari Valentin pada tahun 1941, ketika seorang
bayi prematur di Boston didiagnosa. Setelah itu banyak ditemukan kasus yang serupa di
seluruh dunia, namun penyebabnya tidak diketahui. Pada tahun 1951, dua ahli dari Inggris
menyatakan kemungkinan adanya hubungan antara penyakit ini dengan terapi suplemental
oksigen. Tapi seorang spesialis anak dari Amerika-lah yang menjalankan studi kontroversial
mengenai hal ini. Penelitian tersebut membagi bayi menjadi dua kelompok. Kelompok yang
pertama mendapatkan terapi oksigen seperti biasa, dan kelompok lain mendapatkan terapi
oksigen dengan level yang lebih rendah. Di akhir penelitian, ditemukan bahwa kelompok
kedua mengalami progesivitas penyakit yang lebih rendah dari kelompok yang pertama.
Maka diambil kesimpulan adanya toksisitas oksigen sebagai salah satu penyebab ROP.1
Berdasarkan penelitian ini, saat itu terapi oksigen pun dikurangi, dan epidemi pun dapat
dihentikan.

3|Retinopati Prematuritas
BAB II

ANATOMI RETINA2

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke
depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada
orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6.5mm di belakang garis Schwalbe pada sisi
temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik
bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan
membrana Bruch, khoroid, dan sklera. Di sebagian besar tempat, retina dan epitelium
pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang
terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitelium
pigmen retina saling melekat kuat, sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada
ablasio retina. Hal ini berlawanan dengan ruang subkhoroid yang dapat terbentuk antara
khoroid dan sklera, yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian ablasi khoroid meluas
melewati ora serrata, di bawah pars plana dan pars plikata. Lapisan-lapisan epitel
permukaan dalam korpus siliare dan permukaan posterior iris merupakan perluasan anterior
retina dan epitelium pigmen retina. Permukaan dalam retina menghadap ke vitreous.

Gambar 1. Retina dan pembesaran skematiknya

4|Retinopati Prematuritas
Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut:

1. Membrana limitans interna


2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan
menuju ke nervus optikus
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion
dengan sel amakrin dan sel bipolar
5. Lapisan inti dalam sel bipolar, amakirn dan sel horizontal
6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan
sel horizontal dengan fotoreseptor
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
8. Membrana limitans eksterna
9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
10. Epitelium pigmen retina

Retina mempunyai tebal 0.1mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub posterior.
Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula dapat didefinisikan
sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil), yang
berdiameter 1.5 mm. Definisi alternatif secara histologis adalah bagian retina yang lapisan
ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis sel. Secara klinis, makula adalah daerah yang
dibatasi oleh arkade-arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah makula, sekitar 3.5
mm di sebelah lateral diskus optikus, terdapat fovea, yang secara klinis jelas-jelas
merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan
oftalmoskop. Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoroesens. Secara
histologis, fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan-
lapisan parenkim karena akson-akson sel fotoreseptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik
dan penggeseran secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam
retina. Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah sel
kerucut, dan bagian retina yang paling tipis. Semua gambaran histologis ini memberikan
diskriminasi visual yang halus. Ruang ekstraseluler retina yang normalnya kosong potensial
paling besar di makula, dan penyakit yang menyebabkan penumpukan bahan ekstrasel
dapat menyebabkan daerah ini menjadi tebal sekali.

5|Retinopati Prematuritas
BAB III

RETINOPATI PREMATURITAS

Definisi

Retinopati prematuritas adalah suatu retinopati proliferatif yang terdapat pada bayi
prematur. ROP seringkali mengalami regresi atau membaik tetapi dapat menyebabkan
terjadinya gangguan visual berat atau kebutaan. Retinopati prematuritas secara signifikan
dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bagi penderitanya. Semakin kecil berat badan dan
muda usia neonatus, maka insiden ROP semakin meningkat. Hal ini masih menjadi suatu
masalah meskipun dengan adanya kemajuan teknologi yang mencolok pada bidang
neonatologi.

Selama tahun 1940an dan 1950an, ROP, yang juga dikenal dengan istilah retrolental
fibroplasia, merupakan penyebab utama kebutaan pada anak di Amerika Serikat. Pada
tahun 1951, Campbell pertama kali mengusulkan bahwa ROP berhubungan dengan terapi
oksigen yang diberikan dalam perawatan neonatus, dan teori ini dikonfirmasi kemudian hari
oleh Patz.3 Sekarang ini, ditemukan bahwa tidak hanya terapi oksigen saja yang menjadi
faktor kausatif dari ROP, namun bagaimana faktor-faktor tersebut berpengaruh dalam
patogenesis ROP masih belum dapat diketahui.

Patofisiologi

Retinopati prematuritas terutama terjadi pada bayi dengan Berat Badan Lahir Amat Sangat
Rendah (BBLASR). Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa berat badan lahir rendah,
usia gestasi yang rendah, dan penyakit penyerta yang berat ( misalnya respiratory distress
syndrome {RDS}, displasia bronkopulmoner {BPD}, sepsis) merupakan faktor-faktor yang
terkait. Meskipun baru-baru ini didapatkan adanya faktor lain yang terkait, namun tingkat
keparahan penyakit-penyakit tersebut tetap menjadi penanda utama dari adanya penyakit
berat. Bayi yang lebih kecil, lebih tidak sehat, dan lebih immatur memiliki risiko yang jauh
lebih tinggi untuk menderita penyakit serius.

6|Retinopati Prematuritas
Vaskularisasi retina mulai berkembang pada usia gestasi kurang lebih 16 minggu. Pembuluh
retina tumbuh keluar dari optic disc sebagai perpanjangan dari sel spindel mesenkimal.
Sementara sel-sel spindel mesenkimal ini mensuplai sebagian besar aliran darah, terjadilah
proliferasi endotelial dan pembentukan kapiler-kapiler. Kapiler-kapiler baru ini akan
membentuk pembuluh retina yang matur. Pembuluh darah choroid (yang terbentuk pada
usia gestasi 6 minggu) mensuplai retina avaskular yang tersisa. Bagian nasal dari retina akan
tervaskularisasi secara menyeluruh sampai ke ora serrata pada usia gestasi 32 minggu.
Sedangkan bagian temporal yang lebih besar biasanya telah tervaskularisasi seluruhnya
pada usia gestasi 40-42 minggu (aterm).

Kelahiran bayi prematur mengakibatkan terhentinya proses maturasi dari pembuluh retina
normal. Terdapat dua teori yang menjelaskan patogenesis ROP. Sel-sel spindel mesenkimal,
yang terpapar kondisi hiperoksia, akan mengalami gap junction. Gap junction ini
mengganggu pembentukan pembuluh darah yang normal, mencetuskan terjadinya respon
neovaskular, sebagaimana dilaporkan oleh Kretzer dan Hittner.4 Ashton menjelaskan akan
adanya dua fase pada proses terjadinya ROP. Fase pertama, fase hiperoksik, menyebabkan
terjadinya vasokonstriksi pembuluh retina dan destruksi sel-sel endotel kapiler yang
irreversibel. Keadaan hyperoxia-vasocessation ini dikenal sebagai stadium I dari retinopati
prematuritas.

Gambar 1. ROP Stadium I

7|Retinopati Prematuritas
Seiring area ini mengalami iskemik, faktor angiogenik, seperti vascular endothelial growth
factor (VEGF), dibentuk oleh sel-sel spindel mesenkimal dan retina yang iskemik untuk
membuat vaskularisasi yang baru. Vaskularisasi baru ini bersifat immatur dan tidak
berespon terhadap regulasi yang normal.

Segera setelah itu, nutrisi dan oksigen dapat dikirim ke retina melalui difusi dari kapiler-
kapiler yang berada pada lapisan choroid. Retina terus tumbuh semakin tebal dan akhirnya
melebihi area yang dapat disuplai oleh pembuluhnya. Seiring waktu, terjadilah hipoksia
retinal yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya pertumbuhan pembuluh darah yang
berlebihan; keadaan hypoxia-vasoproliferation ini dikenal sebagai ROP stadium II.

Gambar 2. ROP Stadium II

Pertanyaan yang paling mencolok pada patofisiologi ROP adalah mengapa penyakit ini
mengalami progresi pada sebagian bayi prematur meskipun telah mendapat intervensi yang
ketat dan tepat waktu, sementara, sebagian lainnya yang memiliki karakteristik klinis yang
sama dapat mengalami regresi. Csak et al memperkirakan bahwa mungkin perbedaan
genetik dapat menjelaskan fenomena ini.5 Meskipun terdapat banyak faktor kausatif,
seperti berat badan lahir rendah, usia gestasi muda, dan terapi oksigen suplemental yang
berhubungan dengan ROP, beberapa bukti secara tidak langsung menghubungkan adanya
komponen genetik pada patogenesis ROP.

8|Retinopati Prematuritas
Presentasi Klinis6,7

Anamnesis. Pada tahun 1984, 23 Oftalmologis dari 11 negara membentuk International


Classification of Retinopathy of Prematurity (ICROP). Sistem klasifikasi ini membagi lokasi
penyakit ini dalam zona-zona pada retina (1, 2, dan 3), penyebaran penyakit berdasarkan
arah jarum jam (1-12), dan tingkat keparahan penyakit dalam stadium (0-5). Dalam
anamnesis dari bayi prematur, harus mencakup hal-hal berikut ini :

 Usia gestasi saat lahir, khususnya bila lebih kurang dari 32 minggu
 Berat badan lahir kurang dari 1500 gr, khususnya yang kurang dari 1250 gr
 Faktor risiko lainnya yang mungkin ( misalnya terapi oksigen, hipoksemia,
hipercarbia, dan penyakit penyerta lainnya)

Pemeriksaan Fisik. ROP dikategorisasikan dalam zona-zona, dengan stadium yang


menggambarkan tingkat keparahan penyakit. Semakin kecil dan semakin muda usia bayi
saat lahir, semakin besar kemungkinan penyakit ini mengenai zona sentral dengan stadium
lanjut.

Pembagian zona.

 Zona 1
o Zona 1 adalah yang paling labil. Pusat dari zona 1 adalah nervus optikus. Area
ini memanjang dua kali jarak dari saraf optik ke makula dalam bentuk
lingkaran. ROP yang terletak pada zona 1 (bahkan pada stadium 1, imatur)
dianggap kondisi yang kritikal dan harus dimonitor dengan ketat.
o Zona 1 tidak mengikuti aturan ICROP. Area ini sangat kecil dan perubahan
pada area dapat terjadi dengan sangat cepat, kadangkala dalam hitungan
hari. Tanda utama dari perburukan penyakit ini bukanlah ditemukannya
neovaskularisasi (seperti pada zona lainnya, menurut ICROP) tetapi dengan
ditemukan adanya pembuluh darah yang mengalami peningkatan dilatasi.
Vaskularisasi retina tampak meningkat mungkin akibat meningkatnya
shunting ateriovena.

9|Retinopati Prematuritas
Gambar 3. Zona I ROP

 Zona 2
o Zona 2 adalah area melingkar yang mengelilingi zona 1 dengan nasal ora
serrata sebagai batas nasal.
o ROP pada zona 2 dapat berkembang dengan cepat namun biasanya didahului
dengan tanda bahaya (warning sign) yang memperkirakan terjadinya
perburukan dalam 1-2 minggu. Tanda bahaya tersebut antara lain : (1)
tampak vaskularisasi yang meningkat pada ridge (percabangan vaskular
meningkat); biasanya merupakan tanda bahwa penyakit ini mulai agresif. (2)
Dilatasi vaskular yang meningkat. (3) tampak tanda ‘hot dog’ pada ridge;
merupakan penebalan vaskular pada ridge; hal ini biasanya terlihat di zona
posterior 2 (batas zona 1) dan merupakan indikator prognosis yang buruk.

Gambar 4. Zona II ROP

10 | R e t i n o p a t i P r e m a t u r i t a s
 Zona 3
o Zona 3 adalah bentuk bulan sabit yang tidak dicakup zona 2 pada bagian
temporal.
o Pada zona ini jarang terjadi penyakit yang agresif. Biasanya, zona ini
mengalami vaskularisasi lambat dan membutuhkan evaluasi dalam setiap
beberapa minggu.
o Banyak bayi yang tampak memiliki penyakit pada zona 3 dengan garis
demarkasi dan retina yang nonvaskular. Kondisi ini ditemukan pada balita
dan dapat dipertimbangkan sebagai penyakit sikatrisial. Tidak ditemukan
adanya penyakit sequelae dari zona ini.

Gambar 5. Zona III ROP

Stadium
 Stadium 0
Bentuk yang paling ringan dari ROP. Merupakan vaskularisasi retina yang imatur.
Tidak tampak adanya demarkasi retina yang jelas antara retina yang tervaskularisasi
dengan nonvaskularisasi. Hanya dapat ditentukan perkiraan perbatasan pada
pemeriksaan.
o Pada zona 1, mungkin ditemukan vitreous yang berkabut, dengan saraf optik
sebagai satu-satunya landmark. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang
setiap minggu.
o Pada zona 2, sebaiknya dilakukan pemeriksaan setiap 2 minggu.

11 | R e t i n o p a t i P r e m a t u r i t a s
o Pada zona 3, pemeriksaan setiap 3-4 minggu cukup memadai.
 Stadium 1
Ditemukan garis demarkasi tipis diantara area vaskular dan avaskular pada retina.
Garis ini tidak memiliki ketebalan.
o Pada zona 1, tampak sebagai garis tipis dan mendatar (biasanya pertama kali
pada nasal). Tidak ada elevasi pada retina avaskular. Pembuluh retina tampak
halus, tipis, dan supel. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan setiap minggu.
o Pada zona 2, sebaiknya dilakukan pemeriksaan setiap 2 minggu
o Pada zona 3, pemeriksaan dilakukan setiap 3-4 minggu

Gambar 6. Demarcation line

 Stadium 2
Tampak ridge luas dan tebal yang memisahkan area vaskular dan avaskular retina.
o Pada zona 1, apabila ada sedikit saja tanda kemerahan pada ridge, ini
merupakan tanda bahaya. Apabila terlihat adanya pembesaran pembuluh,
penyakit dapat dipertimbangkan telah memburuk dan harus ditatalaksana
dalam 72 jam.
o Pada zona 2, apabila tidak ditemukan perubahan vaskular dan tidak terjadi
pembesaran ridge, pemeriksaan mata sebaiknya dilakukan tiap 2 minggu.
o Pada zona 3, pemeriksaan setiap 2-3 minggu cukup memadai, kecuali
ditemukan adanya pembentukan arkade vaskular.

12 | R e t i n o p a t i P r e m a t u r i t a s
Gambar 7. Ridge

 Stadium 3
Dapat ditemukan adanya proliferasi fibrovaskular ekstraretinal (neovaskularisasi)
pada ridge, pada permukaan posterior ridge atau anterior dari rongga vitreous.
o Pada zona 1, apabila ditemukan adanya neovaskularisasi, maka kondisi ini
merupakan kondisi yang serius dan membutuhkan terapi.
o Pada zona 2, prethreshold adalah bila terdapat stadium 3 dengan penyakit
plus.
o Pada zona 3, pemeriksaan setiap 2-3 minggu cukup memadai, kecuali bila
ditemukan adanya pembentukan arkade vaskular.

Gambar 8. Extraretinal fibrovascular proliferation

13 | R e t i n o p a t i P r e m a t u r i t a s
 Stadium 4
Stadium ini adalah ablasio retina subtotal yang berawal pada ridge. Retina tertarik ke
anterior ke dalam vitreous oleh ridge fibrovaskular.
o Stadium 4A : tidak mengenai fovea
o Stadium 4B : mengenai fovea

Gambar 9. Stadium 4B

 Stadium 5
Stadium ini adalah ablasio retina total berbentuk seperti corong (funnel).
o Stadium 5A : corong terbuka
o Stadium 5B : corong tertutup

Penatalaksanaan7

Terapi Medis

Terapi medis untuk retinopati prematuritas (ROP) terdiri dari screening oftalmologis
terhadap bayi-bayi yang memiliki faktor risiko. Saat ini, belum ada standar terapi medis yang
baku untuk ROP. Penelitian terus dilakukan untuk memeriksa potensi penggunaan obat
antineovaskularisasi intravitreal, seperti bevacizumab (Avastin). Obat-obatan ini sudah
pernah berhasil digunakan pada pasien dengan penyakit neovaskularisasi bentuk yang lain,
seperti retinopati diabetik. Terapi –terapi lainnya yang pernah dicoba dapat berupa

14 | R e t i n o p a t i P r e m a t u r i t a s
mempertahankan level insulinlike growth factor (IGF-1) dan omega-3-polyunsaturated fatty
acids (PUFAs) dalam kadar normal pada retina yang sedang berkembang, seperti diusulkan
oleh Chen and Smith.

Meskipun terapi oksigen telah dinyatakan sebagai faktor penyebab utama ROP,
banyak ahli percaya bahwa memaksimalkan saturasi oksigen pada penderita ROP dapat
merangsang regresi dari penyakit ini. Namun, sebuah studi multisenter yang dikenal sebagai
STOP-ROP (Supplemental Therapeutic Oxygen for Prethreshold Retinopathy Of Prematurity),
menemukan bahwa tidak ada perubahan yang signifikan yang terjadi dengan
mempertahankan saturasi oksigen diatas 95%. Namun, saturasi oksigen yang lebih tinggi
juga tidak memperparah penyakit itu sendiri.

Terapi Bedah

a. Terapi bedah ablatif (Ablative surgery)


 Dilakukan apabila terdapat tanda kegawatan (threshold disease)
 Terapi ablatif saat ini terdiri dari krioterapi atau terapi laser untuk
menghancurkan area retina yang avaskular
 Biasanya dilakukan pada usia gestasi 37-40 minggu
 Apabila ROP terus memburuk, mungkin dibutuhkan lebih dari satu tindakan
b. Krioterapi
 Krioterapi merupakan terapi utama ROP sejak era 1970an. Prosedur ini dapat
dilakukan dengan anestesi umum ataupun topikal. Karena tingkat stress
prosedur yang cukup tinggi, maka mungkin dibutuhkan bantuan ventilator
setelah prosedur ini selesai. Komplikasi yang paling umum terjadi adalah
perdarahan intraokuler, hematom konjunctiva, laserasi konjunctiva, dan
bradikardia. Pada studi prospektif random ditemukan bahwa dengan
krioterapi menghasilkan reduksi retinal detachment hingga 50% dibandingkan
dengan mata yang tidak diterapi dengan krioterapi.
c. Terapi Bedah Laser
 Saat ini, terapi laser lebih disukai daripada krioterapi karena dipertimbangkan
lebih efektif untuk mengobati penyakit pada zona 1 dan juga menghasilkan
reaksi inflamasi yang lebih ringan. Fotokoagulasi dengan laser tampaknya

15 | R e t i n o p a t i P r e m a t u r i t a s
menghasilkan outcome yang kurang-lebih sama dengan krioterapi dalam
masa 7 tahun setelah terapi. Sebagai tambahan, dalam data-data mengenai
ketajaman visus dan kelainan refraksi, terapi laser tampaknya lebih
menguntungkan dibandingkan krioterapi, dan juga telah dibuktikan bahwa
terapi laser lebih mudah dilakukan dan lebih bisa ditoleransi oleh bayi.
Namun, krioterapi masih merupakan terapi pilihan apabila penglihatan retina
terbatas oleh opasitas medianya.
d. Early Treatment for Retinopathy of Prematurity (ET-ROP)
 Studi ET-ROP menunjukkan bahwa dengan penanganan dini (early treatment)
dapat mengurangi prognosis yang buruk pada usia kehidupan 9 bulan dan 2
tahun. Berdasarkan studi ini, para oftalmologis membagi ROP menjadi dua
bagian besar, yaitu :
i. Tipe 1 (membutuhkan terapi)
1. Mata dengan zona 1, stadium 3 ROP tanpa penyakit plus
2. Mata dengan zona 2, stadium 2 atau 3 dengan penyakit plus
ii. Tipe 2 (membutuhkan observasi)
1. Mata dengan zona 1, stadium 1 atau 2 tanpa penyakit plus
2. Mata dengan zona 2, stadium 3 ROP tanpa penyakit plus

Gambar 11. Guideline ET-ROP

Komplikasi7

16 | R e t i n o p a t i P r e m a t u r i t a s
Komplikasi jangka panjang dari ROP antara lain adalah miopia, ambliopia, strabismus,
nistagmus, katarak, ruptur retina, dan ablasio retina. Vanderveen et al meneliti bahwa
strabismus pada penyakit ini dapat membaik pada usia 9 bulan.

Prognosis7

Prognosis ROP ditentukan berdasarkan zona penyakit dan stadiumnya. Pada pasien yang
tidak mengalami perburukan dari stadium I atau II memiliki prognosis yang baik
dibandingkan pasien dengan penyakit pada zona 1 posterior atau stadium III, IV, dan V.

17 | R e t i n o p a t i P r e m a t u r i t a s
BAB IV

KESIMPULAN

Retinopati prematuritas adalah suatu retinopati proliferatif yang terdapat pada bayi
prematur. Semakin kecil berat badan dan muda usia neonatus, maka insiden ROP semakin
meningkat. Sekarang ini, ditemukan bahwa tidak hanya terapi oksigen saja yang menjadi
faktor kausatif dari ROP, namun bagaimana faktor-faktor tersebut berpengaruh dalam
patogenesis ROP masih belum dapat diketahui. Kelahiran bayi prematur mengakibatkan
terhentinya proses maturasi dari pembuluh retina normal. Sel-sel spindel mesenkimal, yang
terpapar kondisi hiperoksia, akan mengalami gap junction. Gap junction ini mengganggu
pembentukan pembuluh darah yang normal, mencetuskan terjadinya respon neovaskular.
Seiring area ini mengalami iskemik, faktor angiogenik, seperti vascular endothelial growth
factor (VEGF), dibentuk oleh sel-sel spindel mesenkimal dan retina yang iskemik untuk
membuat vaskularisasi yang baru. Vaskularisasi baru ini bersifat immatur dan tidak
berespon terhadap regulasi yang normal. Untuk kepentingan tatalaksana, maka dibentuklah
International Classification of Retinopathy of Prematurity (ICROP). Sistem klasifikasi ini
membagi lokasi penyakit ini dalam zona-zona pada retina (1, 2, dan 3), penyebaran penyakit
berdasarkan arah jarum jam (1-12), dan tingkat keparahan penyakit dalam stadium (0-5).
Standar baku untuk mendiagnosa ROP adalah pemeriksaan retinal dengan menggunakan
oftalmoskopi binokular indirek. Tatalaksana ROP adalah terapi bedah, yaitu Terapi bedah
ablatif (Ablative surgery), Krioterapi, dan Terapi Bedah Laser. Prognosis ROP ditentukan
berdasarkan zona penyakit dan stadiumnya. Prognosis ROP ditentukan berdasarkan
stadium, pada pasien yang tidak mengalami perburukan dari stadium I atau II memiliki
prognosis yang baik dibandingkan pasien dengan penyakit pada zona 1 posterior atau
stadium III, IV, dan V.

18 | R e t i n o p a t i P r e m a t u r i t a s
REFERENSI

1. Silverman, William (1980). Retrolental Fibroplasia: A Modern Parable. Grune &


Stratton, Inc. (cited June 5,2010). Available at
http://en.wikipedia.org/wiki/Retinopathy_of_prematurity
2. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta : Penerbit
Widya Medika; 1996
3. Campbell K. Intensive oxygen therapy as a possible cause for retrolental fibroplasia.
A clinical approach. Med J Austr. 1951;2:48-50. Cited June 5, 2010. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1225022-diagnosis
4. Kretzer FL, Hittner HM. Retinopathy of prematurity: clinical implications of retinal
development. Arch Dis Child. Oct 1988;63(10 Spec No):1151-67. [Medline].
5. Csak K, Szabo V, Szabo A, et al. Pathogenesis and genetic basis for retinopathy of
prematurity. Front Biosci. Jan 1 2006;11:908-20. [Medline].
6. Fielder AR, Shaw DE, Robinson J, et al. Natural history of retinopathy of prematurity:
a prospective study. Eye. 1992;6 (Pt 3):233-42. [Medline].
7. Bashour M. Retinopathy of Prematurity. Emedicine. November 3, 2008. Cited June 5, 2010.
Available at http://emedicine.medscape.com/article/1225022-diagnosis
8. Kanski JJ. Clinical Ophtalmology : A Systemic Approach. Fifth Edition. New York :
Elsevier Science Limited; 2003

19 | R e t i n o p a t i P r e m a t u r i t a s

You might also like