Professional Documents
Culture Documents
Pasien wanita 60 th mengeluhkan gigi bawah kanan nyeri. Pasien merasa gigi
goyang ketika disentuh dengan lidah. Pada pemeriksaan io gigi abutmen 45
mobilitas derajat 2probing deep 5mm, protesa gigi 46 47, ohi sedang.
Pemeriksaan ro resobsi horizontal alveolar gigi 44. Dokter merencanakan
pembuatan ulang protesa.
Step 1
1.
Step 2
Step 3
1. contohnya protesa yang terlalu besar, gaya oklusal yang terlalu besar
2. Gesekan yang seperti apa? Gigi apa dengan apa?
Gesekan antara dua permukaan, misalnya antara landasan dengan mukosa, gigi
sandaran dengan gigi buatan, linggir alveolar dengan landasan, landasan pada
daerah interdental (verkeilung), dan antara cangkolan dengan gigi sandaran
3. Apa yang harus dilakukan dengan gigi 45 beserta alternatifnya? Splinting.
Indikasi pencabutan gigi abutmen
8. Leucotrines.
Produk-produk turunan dari asam arachidonat selain prostaglandin
adalah leucotrines yang menyebabkan sensitisasi reseptor perifer
dan meningkatkan responsibilitas terhadap stimuli-stimuli lainnya.
9. Kinin .
Mediator golongan kinin ini dilepaskan pada jaringan yang cedera
dan mempunyai kontribusi terhadap terjadinya inflamasi. Efeknya
sangat komplek pada neuron aferen primer termasuk aktivasi dan
sensitisasi langsung pada reseptor.
Physiological Noxious
Stimulus Stimulus
COX-1 Macrophages
Constitutive & Other cells
COX-२
Induced.
TXA-२ PGI-2 PGE-2 Preteases Other
Platelets Endothelium Kidney PGs
Inflamatory
Mediator
Physiological Inflamation
Function
b.Plasma darah :
Dari plasma darah akan dilepaskan bradikinin sebagai akibat
perubahan permiabilitas pembuluh darah. Bradikinin merupakan
mediator inflamasi penting yang mengakibatkan aktifasi dan
sensitisasi nosiseptor perifer.
c. Ujung saraf :
Akibat terdapatnya protease dari sirkulasi dan vaskuler epithelium
yang rusak akan terjadi aktivasi reseptor protease pada saraf
sensoris sehingga terjadi pelepasan neuropeptida yaitu substansi –
P yang akan mengaktifasi reseptor-reseptor ditingkat yang lebih
tinggi.
2. Respon Segmental.
Respon ini terjadi pada tingkat medulla spinalis, dimana
rangsang nyeri perifer yang dihantarkan oleh serabut saraf A-delta dan
C, akan mengaktifkan kornu posterior dan juga kornu anterior serta
lateralis medulla spinalis.
Aktifasi tingkat medulla spinalis ini dapat menyebabkan
spasme otot, spasme pembuluh darah dan menekan aktifitas saluran
cerna. Spasme otot yang terjadi akan menjadi sumber stimuli baru,
sehingga rasa nyeri dirasakan lebih hebat, demikian pula dengan
adanya spasme pembuluh darah akan menyebabkan iskemia dan
hipoksia jaringan yang mengakibatkan asidosis jaringan serta akan
menurunkan nilai ambang nyeri, sehingga rasa nyeri yang timbul
menjadi semakin hebat. Selain itu asupan rangsang nyeri dari kulit
dapat mengaktifasi medulla spinal sehingga timbul reflek kutaneovisceral
yang akan menyebabkan menurunnya peristaltik usus
segala resikonya.
3. Respon Suprasegmental
Respon suprasegmental ini terjadi sebagai akibat stimulasi
pusat saraf otonom di Hypothalamus, yang manifestasinya adalah
meningkatnya aktifitas saraf simpatis. Dan didalam klinis
manifestasinya berupa vasokontriksi, meningkatnya denyut nadi,
curah jantung , meningkatnya tekanan darah dan terjadi pelepasan
hormon steroid dari glandula suprarenalis.
4. Respon Kortikal
Respon ini juga terjadi pada tingkat susunan saraf pusat
tepatnya pada Kortex Cerebri yang berupa respon psikodinamik. Yang
dapat menghasilkan rasa cemas, takut dan gelisah yang selanjutnya
dapat mengundang umpan balik berupa menurunnya nilai ambang
nyeri, sehingga nyeri akan dirasakan lebih hebat.
Respon kortikal ini sangat dipengauhi oleh latar belakang
pendidikan, motivasi dan budaya seseorang.
Kesimpulan.
Mekanisme komplek yang mendasari nyeri inflamasi adalah
terangsangnya reseptor dan keberadaannya mediator inflamasi yang
terbentuk didaerah cedera atau daerah ynag mengalami inflamasi. Mediatormediator
akan selalu terbentuk selama proses inflamasi masih terjadi dan
apabila proses ini tidak dihentikan maka mediator tersebut akan tetap
mensensitisasi reseptor dan nyeri akan dirasakan terus menerus (sensitisasi).
5. Apa yang akan terjadi jika pasien menolak dibuatkan protesa ulang?
Proses perbaikan gigi tiruan yang masih dapat digunakan karena gigi tiruan tersebut menjadi rusak atau
kurang dapat memenuhi fungsinya. Perawatan ini sering diperlukan pasien pada pada kasus darurat
karena gigi tiruanya patah pada waktu yang tidak tepat .
INDIKASI REPARASI GT
A. GT sedang digunakan atau berfungsi à akibat resorpsi tlg alveolar, frenulum labial terlalu tinggi
B. GT terjatuh pada permukaan yg keras (mis.lantai) atau penekanan yg berlebihan saat pembersihan
GT
MACAM REPARASI GT
REPARASI SEDERHANA
REPARASI KOMPLEKS
Memerlukan pencetakan di dalam mulut (mis. utk pembuatan clasp baru, penambahan anasir gigi
baru)
Tahap kerja :
a. Garis patah pada gigi tiruan dibersihkan dari sisa makanan dan kotoran lainnya sehingga
kedua bagian yg patah dapat dipertemukan dengan baik.
b. Kedua bagian dipertemukan kembali dengan bantuan bur, yang dilekatkan dengan malam
perekat pada satu gigi dan permukaan resin didekatnya. Pada garis patah tidak diteteskan
malam, agar kedua bagian dapat diperiksa ketepatan posisinya
c. Kemudian olesi basis gigi tiruan dengan vaselin, lalu adonan gips dituangkan dengan
perlahan-lahan ke permukaan palatal gigi tiruan, sambil digetarkan agar tidak ada udara
yag terjebak dan sisa adonan gips diletakkan diatasnya untuk membentuk model.
d. Model dilepaskan dari gigi tiruan dan resin pada kedua garis patah dipotong dan di bevel,
bila perlu di buat undercut. Kemudian dipasang pada modelnya.
e. Campur powder dan liquid self cured akrilik, lalu tuang dengan hati-hati kedalam celah yg
akan disambung sampai terisi penuh dan rata.
f. Finishing & polishing
g. Insersi
2) Fracture with missing or lost part