You are on page 1of 29

REFERAT

STASE ILMU KESEHATAN JIWA


GANGGUAN BIPOLAR

Dosen Pembimbing :
dr. Basiran, Sp.KJ

Celestia Wohingati G4A014095


Eka Rizki Febriyanti G4A014096
Tika Wulandari G4A014097
Ratih Paringgit G4A014100

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI DOKTER

2015
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan mood bipolar (GB) sudah dikenai sejak zaman Yunani kuno.
Emil Kraepelin, seorang psikiater Jerman, menyebut GB sebagai manik-depresif.
la melihat adanya perbedaan antara manik- depresif dengan skizofrenia. Awitan
manik-depresif tiba-tiba dan perjalanan penyakitnya berfluktuasi dengan keadaan
yang relatif normal di antara episode, terutama di awal-awal perjalanan penyakit.
Sebaliknya, pada skizofrenia, bila tidak diobati, terdapat penurunan yang progresif
tanpa kembali ke keadaan sebelum sakit. Walaupun demikian, pada keadaan akut
kedua penyakit terlihat serupa yaitu adanya waham dan halusinasi.1
Bipolaritas artinya pergantian antara episode manik atau hipomanik
dengan depresi. Istilah GB sebenamya kurang tepat karena ia tidak selalu
merupakan dua emosi yang berlawanan dari suatu waktu yang berkesinambungan.
Kadang-kadang pasien bisa memperlihatkan dua dimensi emosi yang muncul
bersamaan, pada derajat berat tertentu. Keadaan ini disebut dengan episode
campuran. Sekitar 40% pasien dengan GB memperlihatkan campuran emosi.
Keadaan campuran yaitu suatu kondisi dengan dua emosi tersebut dapat muncul
bersamaan atau pergantian emosi tersebut (mania dan depresi) sangat cepat
sehingga disebut juga mania disforik.1
Ada empat jenis GB tertera di dalam Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders IV-Text Revision (DSM-IV TR) yaitu GB I, GB II. gangguan
siklotimia, dan GB yang tak dapat dispesifikasikan.1-3
Gangguan bipolar (GB) sering salah atau tidak terdiagnosis. Karena salah
atau tidak terdiagnosis, pengobatan GB sering tidak efektif sehingga menjadi
beban keluarga, disabilitas psikososial jangka panjang, dan tingginya risik;o
bunuh diri. Sekitar 20%-50% pasien yang mulanya didiagnosis sebagai episode
depresi mayor unipolar ternyata adalah GB. Bila manifestasi yang muncul adalah
mania akut, penegakan diagnosisnya lebih mudah. Meskipun demikian, mania
akut sulit dibedakan dengan skizofrenia.1
Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik
dan ditandai oleh gejala-gejala manik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren
serta dapat berlangsung seumur hidup. Angka morbiditas dan mortalitasnya cukup
tinggi. Tingginya angka mortalitas disebabkan oleh seringnya terjadi komorbiditas
antara GB dengan penyakit fisik, misalnya, dengan diabetes melitus, penyakit
jantung koroner, dan kanker. Komorbiditas dapat pula terjadi dengan penyakit
psikiatrik lainnya misalnya, dengan ketergaotungan zat dan alkohol yang juga
turut berkontribusi dalam meningkatkan mortalitas. Selain itu, tingginya
mortalitas juga dapat disebabkan oleh bunuh diri. Sekitar 25% penderita gangguan
bipolar pemah melakukan percobaan bunuh diri, paling sedikitsatu kali dalam
kehidupannya. Oleh karena itu, penderita GB harus diobati dengan segera dan
mendapat penanganan yang tepat.1,2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa bersifat episodik dan
ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi dan campuran,
biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup.1-4 Kelainan
fundamental pada kelompok gangguan ini adalah perubahan suasana perasaan
(mood) atau afek, biasanya ke arah depresi (dengan atau tanpa anxietas yang
menyertainya), atau ke arah elasi (suasana perasaan yang meningkat).
Perubahan suasana perasaan ini biasanya disertai dengan suatu perubahan
pada keseluruhan tingkat aktivitas, dan kebanyakan gejala lainnya adalah
sekunder terhadap perubahan itu, atau mudah dipahami hubungannya dengan
perubahan tersebut.5
Ada empat jenis GB tertera di dalam Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders IV-Text Revision (DSM-IV TR) yaitu GB I, GB II. gangguan
siklotimia, dan GB yang tak dapat dispesifikasikan.1-3 Gangguan Bipolar I
adalah suatu perjalanan klinis yang dikarakteristikkan oleh terdapatnya satu
atau lebih episode manik atau campuran, dimana individu tersebut juga
mempunyai satu atau lebih episode depresi mayor. Kekambuhan ditunjukkan
oleh perpindahan polaritas dari episode atau terdapatnya interval diantara
episode-episode paling sedikit 2 bulan tanpa adanya gejala-gejala mania.1

B. Epidmiologi
Prevalensi GB I selama kehidupan mencapai 2,4%, GB II berkisar
antara 0,3-4,8%, siklotimia antara 0,5-6,3%, dan hipoania antara 2,6-7,8%.
Total prevalensi spectrum bipolar, selama kehidupan, yaitu antara 2,6-
7,8%.1,2 Menurut American Psychiatric Association gangguan afektif bipolar
I mencapai 0.8% dari populasi dewasa, dalam penelitian yang dilakukan
dengan komunitas mencapai antara 0,4-1,6%. Angka ini konsisten di beragam
budaya dan kelompok etnis. Gangguan bipolar II mempengaruhi sekitar 0,5%
dari populasi. Sementara gangguan bipolar II tampaknya lebih umum pada
wanita hal ini dperkirakan dipengaruhi oleh hormon, efek dari melahirkan,
stressor psikososial untuk wanita, dan pembelajaran budaya yang
mengajarkan wanita tidak dapat berusaha sendiri (behavioral models of
learned helplessness), gangguan bipolar I mempengaruhi pria dan wanita
cukup merata. Ini perkiraan prevalensi dianggap konservatif. Episode manik
lebih banyak didapatkan pada pria dan depresi lebih umum pada wanita. Saat
seorang wanita mengalami episode manik gelaja yang timbul dapat
bercampur antara manik dan depresi. Pada wanita juga lebih sering ditemukan
siklus cepat atau rapid cycling seperti memiliki 4 episode manik dalam 1
tahun periode. 3,4
Epidemiologi Penelitian melaporkan usia rata-rata saat onset 21
tahun untuk gangguan bipolar. Ketika studi meneliti usia saat onset yang
bertingkat menjadi interval 5 tahun, usia puncak pada timbulnya gejala
pertama jatuh antara usia 15 dan 19, diikuti oleh usia 20 - 24. Onset mania
sebelum usia 15 telah kurang dipelajari. Gangguan bipolar mungkin sulit
untuk mendiagnosis pada kelompok usia ini karena presentasi atipikal dengan
ADHD. Dengan demikian, benar usia saat onset bipolar disorder masih belum
jelas dan mungkin lebih muda dari yang dilaporkan untuk sindrom penuh,
karena ada ketidakpastian tentang presentasi gejala pada anak-anak.
Penelitian yang mengikuti kohort keturunan pasien dengan gangguan bipolar
dapat membantu untuk mengklarifikasi tanda-tanda awal pada anak-anak.
Onset mania setelah usia 60 kurang mungkin terkait dengan riwayat keluarga
gangguan bipolar dan lebih mungkin untuk dihubungkan dengan
diidentifikasi faktor medis umum, termasuk stroke atau lainnya pusat sistem
saraf lesi.3
Bukti dari studi epidemiologi dan kembar sangat menunjukkan
bahwa gangguan bipolar adalah penyakit diwariskan. Kerabat tingkat pertama
pasien dengan gangguan bipolar memiliki pengaruh signifikan tinggi
gangguan mood daripada kerabat kelompok pembanding yang tidak
menderita gangguan psikis. Namun, modus warisan tetap tidak diketahui.
Dalam praktek klinis, keluarga dengan gangguan mood, terutama dari
gangguan bipolar, memberikan bukti-bukti yang nyata yang kuat dari potensi
gangguan mood primer pada pasien dengan sebaliknya didominasi fitur
psikotik. Demikian juga, besarnya peran yang dimainkan oleh stres
lingkungan, terutama di awal perjalanan penyakit, masih belum jelas. Namun,
ada bukti yang berkembang bahwa fitur lingkungan dan gaya hidup dapat
berdampak pada tingkat keparahan dan perjalanan penyakit. Peristiwa stres
kehidupan, perubahan jadwal tidur-bangun, dan alkohol saat ini atau
penyalahgunaan zat dapat mempengaruhi perjalanan penyakit dan
memperpanjang waktu untuk pemulihan.3,4

C. Etiologi
1. Faktor biologi
Hingga saat ini neurotransmitter monoamine seperti norepinefrin,
dopamine, serotonin, dan histamine menjadi focus teori dan masih diteliti
hingga saat ini. Sebagai biogenik amin norepinefrin dan serotonin adalah
neurotransmitter yang paling berpengaruh dalam patofisiologi gangguan
mood ini.1,3,4
a. Norepinefrin. Teori ini merujuk pada penurunan regulasi dan
penurunan sensitivitas dari reseptor β adrenergik dan dalam klinik hal
ini dibuktikan oleh respon pada penggunaan anti depresan yang cukup
baik sehingga mendukung adanya peran langsung dari system
noradrenergik pada depresi. Bukti lainnya melibatkan reseptor β2
presinaps pada depresi karena aktivasi pada reseptor ini menghasilkan
penurunan dari pelepasan norepinefrin. Reseptor β2 juga terletak pada
neuron serotoninergic dan berperan dalam regulasi pelepasan
serotonin. 3
b. Serotonin. Teori ini didukung oleh respon pengobatan SSRI (selective
serotonin reuptake inhibitor) dalam mengatasi depress. Rendahnya
kadar serotonin dapat menjadi factor resipitat depresi, beberapa pasien
dengan dorongan bunuh diri memiliki konsentrasi serotonin yang
rendah dalam cairan cerebropinalnya dan memiliki kadar konsentrasi
rendah uptake serotonin pada platelet. 3
c. Dopamine. Selain dari norepinefrin dan serotonin, dopamine juga
diduga memiliki peran. Data memperkirakan bahwa aktivitas
dopamine dapat mengurangi depresi dan meningkat pada mania. Dua
teori mengenai dopamine dan depresi adalah bahwa jalur mesolimbic
dopamine tidak berfungsi terjadi pada depresi dan dopamine reseptor
D1 hipoaktif pda keadaan depresi. 3
d. Kelainan di otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini.
Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan
penderita bipolar. Melalui pencitraan magnetic resonance imaging
(MRI) dan positron-emission tomography (PET), didapatkan jumlah
substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks
prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen
Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada amygdale
dan hippocampus. Korteks prefrontal, amygdale, dan hippocampus
merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood
dan afek). Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin
berkurang pada otak penderita bipolar. Seperti diketahui,
oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang membungkus
akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf.
Bila jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan
komunikasi antar saraf tidak berjalan lancar.3
2. Faktor genetik
a. Studi pada keluarga. Data dari studi ini mengatakan 1 orang tua
dengan gangguan mood, anaknya akan memiliki risiko antara 10-25%
untuk menderita gangguan mood. Jika kedua orang tuanya menderita
gangguan mood, maka kemungkinannya menjadi 2 kali lipat. Risiko
ini meningkat jika ada anggota keluarga dari 1 generasi sebelumnya
daripada kerabat jauh. Satu riwayat keluarga gangguan bipolar dapat
meningkatkan risiko untuk gangguan mood secara umum, dan lebih
spesifik pada kemungkianan munculnya bipolar.1,3
b. Studi pada anak kembar. Studi ini menunjukan bahwa gen hanya
menjelaskan 50-70% etiologi dari gangguan mood. Studi ini
menunjukan rentang gangguan mood pada monozigot sekitar 70-90%
dibandingkan dengan kembar dizigot sekitar 16-35%.1,3,4
3. Faktor psikososial
a. Stress dari lingkungan dan peristiwa dalam hidup seseorang.
Penelitian telah membuktikan faktor lingkungan memegang peranan
penting dalam Gangguan perkembangan bipolar. Faktor lingkungan
yang sangat berperan pada kehidupan psikososial dari pasien dapat
menyebabkan stress yang dipicu oleh faktor lingkungan. Stress yang
menyertai episode pertama dari Gangguan bipolar dapat menyebabkan
perubahan biologik otak yang bertahan lama. Perubahan bertahan
lama tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional
berbagai neurotransmitter dan sistem pemberian signal intraneuronal.
Perubahan mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar
dalam kontak sinaptik. Hasil akhir perubahan tersebut adalah
menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi untuk
menderita Gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stressor
eksternal.3
b. Faktor kepribadian. Tidak ada bukti yang mengindikasikan bahwa
gangguan kepribadian tertentu berhubungan dengan berkembangnya
gangguan bipolar I, walaupun pasien dengan gangguan distimik dan
siklotimik berisiko untuk dapat berkembang menjadi depresi mayor
atau gangguan bipolar I. Kejadian tiba-tiba yang memicu stress yang
kuat adalah prediktor dari onset episode depresi.3

D. Gambaran Klinis
Terdapat dua pola gejala dasar pada Gangguan bipolar yaitu, episode depresi
dan episode mania.1-3
1. Episode manic
Paling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien mengalami
mood yang elasi, ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki, secara
menetap, tiga atau lebih gejala berikut (empat atau lebih bila hanya mood
iritabel) yaitu: 1-3,6-9
a. Grandiositas atau percaya diri berlebihan
b. Berkurangnya kebutuhan tidur
c. Cepat dan banyaknya pembicaraan
d. Lompatan gagasan atau pikiran berlomba
e. Perhatian mudah teralih
f. Peningkatan energy dan hiperaktivitas psikomotor
g. Meningkatnya aktivitas bertujuan (social, seksual, pekerjaan dan
sekolah)
h. Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa
perhitungan yang matang). 1-3,6-9
Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengam penderitaan, gambaran
psikotik, hospitalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, serta
adanya Gangguan fungsi sosial dan pekerjaan. Pasien hipomania kadang
sulit didiagnosa sebab beberapa pasien hipomania justru memiliki tingkat
kreativitas dan produktivitas yang tinggi. Pasien hipomania tidak
memiliki gambaran psikotik (halusinasi, waham atau perilaku atau
pembicaraan aneh) dan tidak memerlukan hospitalisasi. 1-3,6-9
2. Episode Depresi Mayor
Paling sedikit dua minggu pasien mengalami lebih dari empat symptom
atau tanda yaitu :1-3,6-9
a. Mood depresif atau hilangnya minat atau rasa senang
b. Menurun atau meningkatnya berat badan atau nafsu makan
c. Sulit atau banyak tidur
d. Agitasi atau retardasi psikomotor
e. Kelelahan atau berkurangnya tenaga
f. Menurunnya harga diri
g. Ide-ide tentang rasa bersalah, ragu-ragu dan menurunnya konsentrasi
h. Pesimis
i. Pikiran berulang tentang kematian, bunuh diri (dengan atau tanpa
rencana) atau tindakan bunuh diri. 1-3,6-9
Gejala-gejala diatas menyebabkan penderitaan atau mengganggunya
fungsi personal, sosial, pekerjaan. 1-3,6-9
3. Episode Campuran
Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan depresi
yang terjadi secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi (lebih sering
mood disforik), iritabel, marah, serangan panic, pembicaraan cepat,
agitasi, menangis, ide bunuh diri, insomnia derajat berat, grandiositas,
hiperseksualitas, waham kejar dan kadang-kadang bingung. Kadang-
kadang gejala cukup berat sehingga memerlukan perawatan untuk
melindungi pasien atau orang lain, dapat disertai gambaran psikotik, dan
mengganggu fungsi personal, sosial dan pekerjaan. 1-3,6-9
4. Episode Hipomanik
Paling sedikit empat hari, secara menetap, pasien mengalami peningkatan
mood, ekspansif atau irritable yang ringan, paling sedikit terjadi gejala
(empat gejala bila mood irritable) yaitu: 1-3,6-9
a. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
b. Berkurangnya kebutuhan tidur
c. Meningkatnya pembicaraan
d. Lompat gagasan atau pemikiran berlomba
e. Perhatian mudah teralih
f. Meningkatnya aktifitas atau agitasi psikomotor
g. Pikiran menjadi lebih tajam
h. Daya nilai berkurang
Tidak ada gambaran psikotik (halusinasi, waham, atau prilaku atau
pembicaraan aneh) tidak membutuhkan hospitalisasi dan tidak
mengganggu fungsi personal, sosial, dan pekerjaan. Sering kali dilupakan
oleh pasien tetapi dapat dikenali oleh keluarga. 1-3,6-9
5. Sindrom Psikotik
Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang
paling sering yaitu:1-3,6-9
a. Halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya)
b. Waham
Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania
sedangkan waham nihilistic terjadi pada episode depresi. Ada
kalanya simtom psikotik tidak serasi dengan mood. Pasien dengan
Gangguan bipolar sering didiagnosis sebagai skizofrenia. Ciri
psikotik biasanya merupakan tanda prognosis yang buruk bagi
pasien dengan Gangguan bipolar. Faktor berikut ini telah
dihubungkan dengan prognosis yang buruk seperti: durasi episode
yang lama, disosiasi temporal antara Gangguan mood dan gejala
psikotik, dan riwayat penyesuaian social pramorbid yang buruk.
Adanya ciri-ciri psikotik yang memiiki penerapan terapi yang
penting, pasien dengan symptom psikotik hampir selalu memerlukan
obat anti psikotik di samping anti depresan atau anti mania atau
mungkin memerlukan terapi antikonvulsif untuk mendapatkan
perbaikan klinis. 1-3,6-9

E. Kriteria Diagnosis
Keterampilan wawancara dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Informasi
dari keluarga sangat diperlukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria
yang terdapat dalam DSM-IV atau ICD-10. Pembagian menurut DSM-IV:
1. Gangguan mood bipolar I
Gangguan mood bipolar I, episode manic tunggal:
a. Hanya mengalami satu kali episode manic dan tidak ada rwayat
depresi mayor sebelumnya.
b. Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,
skizoafektif, Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik
yang tidak dapat diklasifikasikan.
c. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau
kondisi medic umum
d. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan
aspek fungsi penting lainnya.
Gangguan mood bipolar I, episode manic sekarang ini:
a. Saat ini dalam episode manic
b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu kali episode
manik, depresi, atau campuran.
c. Episode mood pada kriteria A dan B bukan skizoafektif dan tidak
bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan
waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
d. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau
kondisi medik umum.
e. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan
aspek fungsi penting lainnya.
Gangguan mood bipolar I, episode campuran saat ini:
a. Saat ini dalam episode campuran
b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik,
depresi atau campuran
c. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia,
skizofreniform, Gangguan waham, atau Gangguan psikotik yang
tidak diklasifikasikan
d. Gejala-gejala tidak disebabkan efek oleh fisiologik langsung zat atau
kondisi medik umum
e. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau
aspek fungsi penting lainnya.
Gangguan mood bipolar I, episode hipomanik saat ini:
a. Saat ini dalam episode hipomanik
b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manic
atau campuran
c. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup
bermakna atau hendaya social, pekerjaan atau aspek fungsi penting
lainnya
d. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia,
skizofreniform, Gangguan waham, dan dengan Gangguan psikotik
yang tidak dapat diklasifikasikan.
Gangguan mood bipolar I, episode depresi saat ini:
a. Saat ini dalam episode depresi mayor
b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik dan
campuran
c. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan
skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, dan dengan
Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
d. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau
kondisi medik umum
e. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau
aspek fungsi penting lainnya.
Gangguan mood bipolar I, Episode Yang tidak dapat diklasifikasikan saat
ini:
a. Kriteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi kriteria untuk manik,
hipomanik, campuran atau episode depresi.
b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik
atau campuran.
c. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia,
skizofreniform, Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik
yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain.
d. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau
aspek fungsi penting lainnya.
2. Ganggguan Mood Bipolar II
Satu atau lebih episode depresi mayor yang disertai dengan paling sedikit
satu episode hipomanik.
3. Gangguan Siklotimia
a. Paling sedikit selama dua tahun, terdapat beberapa periode dengan
gejala-gejala hipomania dan beberapa periode dengan gejala-gejala
depresi yang tidak memenuhi criteria untuk Gangguan depresi
mayor. Untuk anak-anak dan remaja durasinya paling sedikit satu
tahun.
b. Selama periode dua tahun di atas penderita tidak pernah bebas dari
gejala-gejala pada kriteria A lebih dari dua bulan pada suatu waktu.
c. Tidak ada episode depresi mayor, episode manik, episode campuran,
selama dua tahun gangguan tersebut.
Catatan: setelah dua tahun awal, siklotimia dapat bertumpang tindih
dengan manic atau episode campuran (diagnosis GB I dan Gangguan
siklotimia dapat dibuat) atau episode depresi mayor (diagnosis GB II
dengan Gangguan siklotimia dapat ditegakkan).
d. Gejala-gejala pada criteria A bukan skizoafektif dan tidak
bertumpangtindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan
waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
e. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau
kondisi medic umum
f. Gejala-gejala di atas menyebabkan penderitaan yang secara klinik
cukup bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan
atau aspek fungsi penting lainnya.
Pembagian menurut PPDGJ III:
1. F31 Gangguan Afek Bipolar
a. Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya
dua episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas
terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai
penambahan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada
waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan
aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada
penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya
mulai dengan tiba-tiba dan berlangsug antara 2 minggu sampai 4-5
bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata
sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada
orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah
peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma mental lainnya
(adanya stress tidak esensial untuk penegakan diagnosis).
b. Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif
Tidak termasuk: Gangguan bipolar, episode manic tunggal (F30).
2. F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Klinik Hipomanik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk hipomania
(F30); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik , depresif, atau campuran) di masa lampau.
3. F31.1 Gangguan afektif Bipolar, Episode kini Manik Tanpa Gejala
Psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa
gejala psikotik (F30.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.
4. F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan gejala
psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan
gejala psikotik (F30.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif atau campuran) di masa lampau.
5. F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau
Sedang
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresi ringan (F32.0) atau pun sedang (F32.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik, atau campuran di masa lampau.
6. F31.4 gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala
psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik, atau campuran di masa lampau.
7. F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan
Gejala Psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3);dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik, atau campuran dimasa lampau.
8. F31.6 Gangguan Afektif Bipolar Campuran
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik,
hipomanik, dan depresif yang tercampur atau bergantian dengan
cepat (gejala mania/hipomania dan depresif yang sama-sama
mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit yang sekarang,
dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik, atau campuran di masa lampau.
9. F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, kini dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa
bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu
episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan
ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depres if atau campuran).
10. F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
11. F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah lengkap
Darah lengkap dengan diferensiasi digunakan untuk mengetahui anemia
sebagai penyebab depresi. Penatalaksanaan, terutama dengan
antikonvulsan, dapat mensupresi sumsum tulang, oleh karena itu
diperlukan pemeriksaan sel darah merah dan sel darah putih untuk
mengecek supresi sumsum tulang. Lithium dapat menyebabkan
peningkatan sel darah putih yang reversibel.6,7
2. Elektrolit
Konsentrasi elektrolit serum diukur untuk membantu masalah diagnostic,
terutama dengan natrium, yang berkaitan dengan depresi. Hiponatremi
dapat bermanifestasi sebagai depresi. Penatalaksanaan dengan lithium
dapat berakibat pada masalah ginjal dan gangguan elektrolit. Kadar
natrium rendah dapat berakibat pada peningkatan kadar lithium dan
toxisitas lithium. Oleh karena itu, skrining kandidat untuk terapi litium
maupun yang sedang dalam terapi lithium, mengecek elektrolit
merupakan indikasi. 6,7
3. Kalsium
Kalsium serum untuk mendiagnosis hiperkalsemi dan hipokalsemi yang
berkaitan dengan perubahan status mental (e.g hiperparatiroid).
Hiperparatiroid, yang dibuktikan dengan peningkatan kalsium darah,
mencetuskan depresi. Beberapa antidepresan, seperti nortriptyline,
mempengaruhi jantung, oleh karena itu, mengecek kadar kalsium sangat
penting. 6,7
4. Protein
Kadar protein yang rendah ditemukan pada pasien depresi sebagai hasil
dari tidak makan. Kadar protein rendah, menyebabkan meningkatkan
bioavailabilitas beberapa medikasi, karena obat-obat ini hanya memiliki
sedikit protein untuk diikat. 6,7
5. Hormon tiroid
Tes tiroid dilakukan untuk menentukan hipertiroid (mania) dan hipotiroid
(depresi). Pengobatan dengan lithium dapat menyebabkan hipotiroid,
yang berkontribusi pada perubahan mood secara cepat. 6,7
6. Kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN)
Gagal ginjal dapat timbul sebagai depresi. Pengobatan dengan lithium
dapat mempengaruhi klirens ginjal, dan serum kreatinin dan BUN dapat
meningkat. 6,7
7. Skrining zat dan alkohol
Penyalahgunaan alkohol dan berbagai macam obat dapat memperlihatkan
sebagai mania atau depresi. Contohnya, penyalahgunaan amfetamin dan
kokain dapat timbul sebagai mania, dan penyalahgunaan barbiturate
dapat timbul sebagai depresi. 6,7
8. EKG
Banyak antidepresan, terutama trisiklik dan beberapa antipsikotik, dapat
berefek pada jantung dan membuat masalah konduksi. Lithium juga
dapat berakibat pada perubahan reversibel flattening atau inversi pada T
wave pada EKG. 6,7
9. EEG
Alasan untuk penggunaan EEG pada pasien bipolar: 6,7
a. EEG menyediakan garis dasar dan membantu mengesampingkan
masalah neurologi. Menggunakan tes ini untuk mengesampingkan
kejang dan tumor otak.
b. Bila dilakukan ECT. Monitoring EEG saat ECT digunakan untuk
mendeterminasi timbulnya dan durasi kejang.
c. Beberapa studi memperlihatkan abnormalitas dari penemuan EEG
sebagai indikasi efektivitas antikonvulsan. Lebih spesifik, penemuan
abnormal dari EEG dapat memprediksi respons dari asam valproate.
d. Beberapa pasien dapat mengalami kejang saat pengobatan, terutama
antidepresan. 6,7

G. Diferensial Diagnosis
1. Skizofrenia
Agak sulit membedakan episode manik dengan skizofrenia, sehingga dapat menjadi
salah satu diagnosis banding. Gembira berlebihan, elasi, dan pengaruh
mood lebih banyak ditemukan pada episode manik dibandingkan pada
skizofrenia. Kombinasi dari mood manik, cara bicara yang cepat
dan hiperaktivitas yang berlebihan dapat ditemukan dalam episode manik.
Onset pada episode manik berlangsung cepat dan menimbulkan sebuah perubahan
pada perubahan perilaku pasien. Sebagian dari pasien bipolar I memiliki
riwayat keluarga dengan gangguan mood. Kataonik dapat menjadi bagian dari fase
depresif gangguan bipolar I. Saat mengevaluasi pasien dengan katatonia
dokter harus teliti dengan riwayat sebelumnya untuk manik atau episode
depresi serta riwayat keluarga dengan gangguan mood.
2. Depresi Berat
Gangguan bipolar tipe I sering dapat bertumpang tindih dengan depresi
berat, perlu dibedakan antara depresi berat yang berdiri sendiri atau
depresi yang merupakan bagian dari gangguan bipolar. Gejala dari kedua
gangguan ini hampir sama dimana seseorang mengalami afek depresi, kehilangan
semangat, putus asa dan tidak bersemangat ditambah gelaja seperti sulit tidur,
nafsu makan menurun dan lain sebagainya. Sehingga teknik wawancara
yang baik diperlukan untuk menggali apakah pasien memiliki episode manik atau
hipomanik sebelumnya dan apakah pasien menunjukan gejala-gejala
yang sesuai dengan episode manik, sehingga dapat dibedakan antara
depresi yang berdiri sendiri dengan depresi yang menjadi bagian
dari gangguan afek bipolar.
3. Intoksikasi Obat
Penyalahgunaan obat seperti amfetamin dapat memicu keadaan manik. Selain
itu, penyalahgunaan obat seperti benzodiazepine dapat memicu keadaan
depresif.
4. Hiper dan Hipotiroid
Gangguan bipolar dapat berupa epidose manik atau hipomanik maupun episode
depresi. Kondisi hiper dan hipotiroid dapat memnyebabkan
pasien menunjukan gejala-gejala yang mirip dengan gangguan bipolar.
Pada hipertiroid pasien akan merasa mudah tersinggung, dan dapat
terjadi hiperaktivitas yang harus dibedakan dengan episode manik pada
gangguan bipolar. Sedangkan pada hipotiroid pasien dapat mengalami
penurunan aktivitas, pasien menjadi lemas dan tidak bersemangat.
Pemeriksaan fisik yang baik serta penggalian informasi pada anamnesis
dapat membedakan gangguan bipolar dengan hiper atau hipotiroid,
penemuan gejala lain gangguan pada tiroid seperti penurunan berat
badancepat adanya pembesaran pada leher maupun gejala hiper dan hipotiroid
lainnya dapat membedakan kedua gangguan ini.
5. Skizoafektif
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala
definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat
yang bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu
sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana,
sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria
baik skizofrenia maupun episode manik atau depresif.
H. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi
a. Terapi psikososial
1) Terapi kognitif (Aaron Beck)
Tujuannya :
- Menghilangkan episode depresi dan mencegah rekurennya dengan
membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif.
- Mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel dan
positif, serta melatih kembali respon kognitif dan perilaku
yang baru.
2) Terapi interpersonal (Gerrad Kleman)
Memusatkan pada masalah interpersonal yang sekarang dialami oleh pasien
dengan anggapan bahwa masalah interpersonal sekarang
mungkin terlibat dalam mencetuskan atau memperberat gejala
depresi sekarang. Terapi ini difokuskan pada problem interpersonal
yang ada. Diasumsikan bahwa, pertama problem interpersonal yang ada
saat ini merupakan akar terjadinya disfungsi hubungan
interpersonal. Problem interper-sonal saat ini berperan dalam
terjadinya gejala depresi. Biasanya sesi berlangsung antara12
sampai 16 minggu dan ditandai dengan pendekatan terapeutik
yang aktif. Tidak ditujukan pada fenomena intrapsikik seperti
mekanisme defensi dan konflik internal. Keterbatasan asertif,
gangguan kemampuan sosial, serta penyimpangan pola
berpikir hanya ditujukan bila memang mempunyai efek pada hubungan
interpersonal tersebut.
3) Terapi perilaku
Terapi didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif
menyebabkan seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif
dari masyarakat dan kemungkinan penolakan yang palsu. Dengan
demikian pasien belajar untuk berfungsi di dunia dengan cara tertentu
dimana mereka mendapatkan dorongan positif.
4) Terapi berorientasi-psikoanalitik
Mencapai kepercayaan dalam hubungan interpersonal,
keintiman, mekanisme penyesuaian, kapasitas dalam merasakan
kesedihan serta kemampuan dalam merasakan perubahan
emosional secara luas.
5) Terapi keluarga
Diindikasikan untuk gangguan yang membahayakan perkawinan
pasien atau fungsi keluarga atau jika gangguan mood dapat
ditangani oleh situasi keluarga. Terapi keluarga meneliti peran
suasana hati teratur dalam keseluruhan kesejahteraan psikologis dari
seluruh keluarga, tetapi juga mengkaji peran seluruh keluarga
dalam pemeliharaan gejala pasien. Pasien dengan
gangguan mood memiliki tingkat tinggi perceraian, dan sekitar
50 persen dari semua pasangan melaporkan bahwa mereka tidak
akan menikah atau memiliki anak jika mereka tahu bahwa pasien akan
mengembangkan gangguan mood.
6) Rawat Inap
Yang pertama dan paling penting keputusan dokter harus dibuat
adalah apakah untuk memutuskan pasien rawat inap atau pasien
rawat jalan. Jelas indikasi untuk rawat inap adalah risiko bunuh diri
atau pembunuhan, pasien yang sangat berkurang kemampuannya untuk
makan dan kebutuhan untuk prosedur diagnostik. Suatu onset
yang berkembangcepat gejala juga dapat menjadi indikasi untuk
rawat inap. Seorang dokter dapat dengan aman mengobati depresi
ringan atau hypomania dengan rawat jalan jika evaluasi pasien terus
rutin dilakukan. Tanda-tanda klinis dari gangguan penilaian,
penurunan berat badan,atau insomnia harus minimal. Sistem
pendukung pasien harus kuat, tidak ada menarik diri dari pasien.
Setiap perubahan negatif dalam gejala-gejala pasien atau
perilaku mungkin cukup untuk menjadi indikasi rawat inap.
Pasien dengan gangguan mood sering tidak mau masuk rumah sakit
secara sukarela, dan mungkin harus sengaja dimasukan. Pasien-pasien
ini sering tidak dapat membuat keputusan karena pemikiran
mereka melambat.
b. Terapi Fisik : Electro Convulsive Therapy (ECT)
Terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak melalui 2 elektrode
yang ditempatkan pada bagian temporal kepala.
2. Farmakologi
Pendekatan farmakoterapeutik terhadap gangguan bipolar telah
menimbulkan perubahan besar dalam pengobatannya dan secara dramatis
telah mempengaruhi perjalanan gangguan bipolar dan menurunkan biaya
bagi penderita.1,2
a. Episode mania atau hipomania
1) Mood Stabilizer
a) Antipsikotik atipikal
b) Mood stabilizer + antipsikotik atipikal.
b. Episode depresi
1) Antidepresan
2) Mood stabilizer
3) Antipsikotik atipikal
4) Mood stabilizer + antidepresan
5) Antipsikotik atipikal + antidepresan
c. Penatalaksanaan kedaruratan agitasi akut
1) Lini I
a) Injeksi IM Aripiprazol efektif untuk pengobatan agitasi
pada pasien dengan episode mania atau campuran akut.
Dosis adalah 9,75mg/injeksi. Dosis maksimum adalah
29,25mg/hari (tiga kali injeksi per hari dengan interval dua
jam). Berespon dalam 45-60 menit.
b) Injeksi IM Olanzapin efektif untuk agitasi pada pasien
dengan episode mania atau campuran akut. Dosis 10mg/
injeksi. Dosis maksimum adalah 30mg/hari. Berespon
dalam 15-30 menit. Interval pengulangan injeksi adalah dua jam.
Sebanyak 90% pasien menerima hanya satu kali injeksi dalam
24 jam pertama. Injeksi lorazepam 2 mg/injeksi. Dosis
maksimum Lorazepam 4 mg/hari. Dapat diberikan bersamaan dengan
injeksi IMA ripiprazol atau Olanzapin. Jangan dicampur
dalam satu jarum suntik karena mengganggu stabilitas
antipsikotika
2) Lini II
a) Injeksi IM Haloperidol yaitu 5 mg/kali injeksi. Dapat
diulang setelah 30 menit. Dosis maksimum adalah 15 mg/hari.
b) Injeksi IM Diazepam yaitu 10 mg/kali injeksi. Dapat
diberikan bersamaan dengan injeksi haloperidol IM. Jangan
dicampur dalam satu jarum suntik.
d. Mood Stabilizer
Litium
Litium sudah digunakan sebagai terapi mania akut sejak 50
tahun yang lalu. Memiliki efek akut dan kronis dalam pelepasan
serotonin dan norepineprin di neuron terminal sistem saraf pusat.
Sejumlah kecil litium terikat dengan protein. Litium diekskresikan
dalam bentuk utuh hanya melalui ginjal. Respons litium terhadap
mania akut dapat dimaksimalkan dengan menitrasi dosis hingga
mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L.
Perbaikan terjadi dalam 7-14 hari. Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari.
Dosis untuk mengatasi keadaan akut lebih tinggi bila dibandingkan
dengan terapi rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis berkisar antara
0,4-0,8 mEq/L. Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai
terapi rumatan. Sebaliknya, gejala toksisitas litium dapat terjadi bila
dosis 1,5 mEq/L.
e. Antipsikotik Atipikal
Risperidon
Risperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan
antipsikotika atipik pertama yang mendapat persetujuan FDA setelah
klozapin. Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua
bentuk sediaan yaitu tablet dan cairan.
Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan besoknya dapat
dinaikkan hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar pasien
membutuhkan 4-6 mg/hari. Risperidon injeksi
jangka panjang (RIJP) dapat pula digunakan untuk terapi rumatan G
B.
Dosis yang dianjurkan untuk orang dewasa atau orang tua adalah 25
mg setiap dua minggu. Bila tidak berespon dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan
menjadi 37,5 mg - 50 mg per dua minggu. Risperidon bermanfaat pada
mania akut dan efektif pula untuk terapi rumatan.
Olanzapin
Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang
memiliki afinitas terhadapdopamin (DA), D2, D3, D4, dan D5,
serotonin 2 (5-HT2); muskarinik, histamin 1(H1), dan a1-adrenergik.
Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode
akut mania dancampuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk
terapi rumatan GB. Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30
mg/hari.
f. Antidepresan
Derivat trisiklik
1) Imipramin (dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu
dinaikkan sampai maksimum 250-300 mg sehari)
2) Amitriptilin (dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap
sampai dosis maksimum150-300 mg sehari).
Derivat tetrasiklik: Maproptilin, Mianserin (dosis lazim : 30-40 mg
malam hari, dosis maksimum 90 mg/hari).
Derivat MAOI (Mono Amine Oksidase-Inhibitor: Moclobemide
(dosis lazim : 300 mg/ hari terbagi dalam 2-3 dosis dapat dinaikkan
sampai dengan 600 mg/ hari).
Derivat SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
1) Sertralin (dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan
maksimum 200 mg/hr)
2) Fluoxetine (dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari,
maksimum 80 mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi)
3) Fluvoxamine (dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari
sebaiknya pada malam hari,maksimum dosis 300 mg)
4) Paroxetine, Citalopram (dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60
mg /hari).
Derivat SNRI (SerotoninNorepineprin Reuptake Inhibitor):
Venlafaxine (dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan
menjadi 150-250 mg1x/hari).

I. Pencegahan
Hal yang paling perlu dilakukan yaitu dengan melakukan perawatan sehari-
hari yang dapat membantu mengontrol mood daya pikir mereka. Berikut ini
merupakan beberapa langkah dalam melakukan perawatan sehari-hari seperti:
1. Minum obat secara teratur menurut dari dosis yang diberikan oleh dokter
2. Lakukan aktivitas olahraga secara teratur
3. Hindari bergadang dan cukupi waktu untuk beristirahat
4. Terapkan pola hidup dan makan yang sehat setiap hari
5. Tidak merokok dan mengkonsumsi obat-obatan terlarang serta minuman
keras
6. Kurangi minum kopi dan teh yang memiliki kandungan kafein cukup
tinggi.

J. Prognosis
1. Pasien dengan gangguan bipolar I mempunyai prognosis lebih buruk. Di
dalam 2 tahun pertama setelah peristiwa awal, 40-50% tentang pasien
mengalami serangan manik lain.
2. Hanya 50-60% pasien dengan gangguan bipolar I yang dapat diatasi
gejalanya dengan lithium. 7% pasien ini, gejala tidak terulang. 45%
Persen pasien mengalami lebih dari sekali kekambuhan dan lebih dari
40% mempunyai suatu gejala yang menetap.
3. Faktor yang memperburuk prognosis :
- Riwayat pekerjaan yang buruk/kemiskinan
- Disertai dengan penyalahgunaan alkohol
- Disertai dengan gejala psikotik
- Gejala depresi lebih menonjol
- Jenis kelamin laki-laki
4. Prognosis lebih baik bila :
- Masih dalam episode manik
- Usia lanjut
- Sedikit pemikiran bunuh diri
- Tanpa atau minimal gejala psikotik
- Sedikit masalah kesehatan medis
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan


ditandai oleh gejala-gejala manik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta
dapat berlangsung seumur hidup. Angka morbiditas dan mortalitasnya cukup
tinggi. Gangguan mood ini disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya faktor
genetik, biologik, dan psikososial. Dalam perjalanan penyakitnya, gangguan
bipolar ini berbeda-beda, tergantung pada tipe dan waktunya. Onsetnya biasanya
pada usia 20-30 tahun. Wanita dan pria memiliki kesempatan yang sama. Semakin
muda seseorang terkena bipolar, maka makin besar kemungkinannya untuk
mengalami gejala psikotik dan semakin jelas terlihat hubungan genetiknya. Untuk
penatalaksanaan gangguan bipolar, tergantung pada jenis bipolarnya sendiri,
apakah itu fase manik, fase depresi, fase campuran. Diperlukan teknik wawancara
dan pendekatan yang baik sehingga dapat menegakkan diagnosis bipolar dan
membedakan bipolar dari gangguan jiwa maupun penyakit lainnya. Penegangkan
diagnosis penting untuk memberikan penatalaksaan yang tepat bagi pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1.
Amir N. Gangguan mood bipolar: kriteria diagnostic dan tatalaksana
dengan obat antipsikotik atipik. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2010. h. 3-32.
2.
Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar. Panduan tatalaksana
gangguan bipolar. Jakarta: Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar;
2010.hlm.2-21.
3.
Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan’s and sadock’s synopsis of psychiatry
behavioral sciences and clinical psychiatry. 10th edition.Philadelphia:
Lippincott William and Wilkins;2007.p.527-62.
4.
American Psychiatry Assosiasion. Practice guideline for the treatment of
patients with bipolar disorder. 2nd edition. 2002. Diunduh dari apa.org, 20
April 2013.
5.
Departemen Kesehatan RI. Pedoman penggolongan dan diagnosis
gangguan jiwa di Indonesisa III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI;
1993.hlm.140-50.
6.
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya. 2001. Buku Saku
Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ III. PT Nuh Jaya: Jakarta
7.
Simon H, Zieve D. Bipolar Disorder. 22 Januari 2009. Diunduh dari
www.umm.edu, 24 April 2013.
8.
Fakultas Kedokteran Universiats Indonesia. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2010.hlm.197-208.
9.
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan-sadock sinopsis psikiatri: ilmu
pengetahuan perilaku psikiatri klinis. Jilid satu. Jakarta: Binarupa Aksara;
2010.hlm.791-853.
10.
Konsil Kedokteran Indonesia. Standar kompetensi dokter Indonesia.2012.
Diunduh dari pdk3mi.org, 5 Mei 2013.

You might also like