You are on page 1of 8

p-ISSN 0852 – 0798

e-ISSN 2407 – 5973

Terakreditasi: SK No.: 66b/DIKTI/Kep/2011


Website : http://ejournal.undip.ac.id/index.php/reaktor/
Reaktor, Vol. 16 No. 1, Maret Tahun 2016, Hal. 24-31

Analisis Energi dan Eksergi pada Pengeringan Tepung Tapioka


Menggunakan Pengering Kontinu Unggun Fluidisasi Getar

Suherman*) dan Rona Trisnaningtyas


Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang, Telp./Fax. (024)7460058 / (024)76480675
*)
Penulis korespondensi : hermancrb@gmail.com

Abstract

ENERGY AND EXERGY ANALYSIS OF CASSAVA STARCH DRYING USE CONTINUOUS


VIBRATED FLUIDIZED BED DRYER. Energy and exergy analysis of cassava starch drying in
continuous vibrated fluidized bed dryer were carried out to assess the performance of the system in
terms of energy utilization ratio, energy efficiency, exergy inflow and outflow, exergy loss, and
exergetic efficiency. The results showed cassava starch has starch content 87%, degree of whiteness
95%, negative fiber content, sperichal granula with average diameter12.32 μm, orthorhombic crystal
structure and crystal size 47.467 nm. Energy utilization and energy utilization ratio increased from
0.08 to 0.20 J/s and 0.35 to 0.4 as the drying temperature increased from 50 to 70 oC. Energy
efficiency increased from 13.80 to 23.31%, while exergy inflow, outflow, and losses increased from
4.701 to 14.678, 2.277 to 6.344, and 2.424 to 8.334 J/s respectively in the above temperature range.
Exergetic efficiency decreased with increase in drying air temperature, while exergetic improvement
potential increased with increased drying air temperature.

Keywords: cassava starch; continuous drying; energy and exergy analysis; vibrated fluidized bed

Abstrak

Analisis energi dan eksergi pengeringan pati tapioka menggunakan pengering kontinu unggun
fluidisasi getar, telah dilakukan untuk menilai kinerja sistem dalam bentuk utilisasi energi, efisiensi
energi, eksergi masuk dan keluar, eksergi hilang dan efisiensi eksergi. Hasil analisis pati memiliki
kandungan starch 87%, tingkat keputihan 95%, kandungan serat negatif, bentuk partikel granular
spherical dengan diameter 12,32 μm, struktur kristal orthorhombic dan ukuran kristal sebesar 47,467
nm. Peningkatan suhu pengering dari 50 menjadi 70 0C akan meningkatkan utilisasi energi dan rasio
utilisasi energi dari 0,08 menjadi 0,20 J/s dan 0,35 menjadi 0,4. Efisiensi energi meningkat dari 13,80
hingga 23,31%, sedangkan eksergi masuk dan keluar, eksergi hilang meningkat dari 4,701 menjadi
14,678, 2,277 menjadi 6,344, dan 2,424 menjadi 8,334 J/s. Efisiensi eksergi menurun dengan naiknya
suhu sedangkan potensi pengembangan eksergi meningkat dengan naiknya suhu.

Kata kunci: pati tapioka; pengeringan kontinu; analisis energi dan eksergi; unggun fluidisasi getar

How to Cite This Article: Suherman danTrisnaningtyas, R., (2016), Analisis Energi dan Eksergi pada Pengeringan
Tepung Tapioka Menggunakan Pengering Kontinu Unggun Fluidisasi Getar, Reaktor, 16(1), 24-31,
http://dx.doi.org/10.14710/reaktor.16.1.24-31

24
Reaktor 16(1) 2016: 24-31

PENDAHULUAN 2003; Aviara dkk., 2014). Proses pengeringan


Singkong merupakan salah satu produk membutuhkan jumlah energi yang besar untuk
pertanian andalan Indonesia dan menempati posisi menguapkan air. Hal ini menjadi tantangan utama bagi
empat dunia, dengan kapasitas sekitar 22 juta ton tiap industri pengeringan untuk melakukan efisiensi energi
tahun. Singkong memiliki nilai gizi dan ekonomis dengan tetap mempertahankan kualitas produk.
tinggi, dengan yield karbohidrat 40% lebih besar Analisis termodinamika yang terdiri dari analisis
dibandingkan padi dan 20% lebih tinggi dibandingkan energi dan eksergi merupakan analisis penting yang
dengan jagung (Tonukari, 2004). Salah satu produk digunakan unuk mengevaluasi dan menginvestigasi
turunan dari singkong adalah tepung tapioka atau pati ketersediaan energi dalam sistem, energi yang
singkong (cassava starch) (Tonukari, 2004). Pati dibutuhkan dari energi yang dihasilkan, dan
singkong (C6H10O5)x tersusun atas dua jenis molekul, mendeteksi kehilangan energi (Dincer dan Sahin,
yaitu molekul linier amilosa (20-30%) dan molekul 2004; Corzo dkk., 2008, Fudholi dkk., 2014; Sarker
bercabang amilopektin (70-80%). Kedua molekul dkk., 2015).
tersebut membentuk dua daerah yaitu daerah kristalin Analisis energi berdasarkan pada hukum
dan daerah amorf. Daerah kristalin lebih banyak termodinamika pertama. Hukum termodinamika
dibentuk oleh molekul amilopektin, sedangkan daerah pertama menganggap bahwa energi tidak dapat
kristalin lebih banyak dibentuk oleh molekul amilosa. diciptakan dan dimusnahkan sehingga semua energi
Tepung tapioka banyak digunakan dalam industri yang masuk akan terkonversi menjadi bentuk energi
makanan, kosmetik, farmasi, minyak, dan industri lain. Energi merupakan besaran maksimum tanpa
kimia. Dalam industri pangan, tapioka sering diolah memperhatikan friksi sehingga dapat disebut juga
menjadi sirup glukosa dan dekstrin yang diperlukan jumlah energi absolut. Analisis energi ini bertujuan
dalam industri kembang gula, industri pengalengan untuk mengestimasi rasio penggunaan energi dan
buah, pengolahan es krim, minuman, dan industri besar energi yang dihasilkan (Akbulut dan Durmus,
peragian. Tapioka digunakan sebagai bahan pengental, 2010). Analisis eksergi bertujuan untuk menentukan
pengisi, dan bahan pengikat dalam industri pangan. kehilangan energi selama proses pengeringan
Tapioka juga dapat digunakan sebagai bahan baku menggunakan prinsip konservasi masa dan energi
pewarna alami dalam industri pangan dan tekstil. dengan hukum kedua termodinamika. Hukum kedua
Polimer dari pati tapioka dapat menjadi bahan termodinamika ini menganggap bahwa sebuah energi
pengemasan hasil pertanian. bersifat tidak dapat kembali dengan terbentuknya
Tapioka merupakan pati singkong yang entropi. Eksergi merupakan kerja maksimum yang
diekstraksi dari parutan singkong menggunakan air. diperoleh sebagai interaksi sistem terhadap
Cairan hasil ekstraksi kemudian diendapkan beberapa perpindahan panas yang terjadi dengan lingkungan.
jam hingga terbentuk endapan pati. Bagian cairan Beberapa peneliti telah melakukan analisis
diatas endapan kemudian dibuang. Endapan pati ini energi dan eksergi pada pengeringan produk pertanian
mengandung kadar air sekitar 40% (basis basah). dan produk makanan antara lain pengeringan tanaman
Kondisi pati basah ini tidak bisa disimpan dalam telur (Akpinar, 2005), pengeringan kentang (Akpinar,
waktu lama karena keberadaan air mengakibatkan 2005; Aghbashlo dkk., 2008), pengeringan zaitun
aktivitas mikroba tinggi. Menurut standar mutu SNI hijau (Colak dan Hepbasli, 2007), pengeringan kelapa
01-3729-1995, kadar air maksimal dalam tapioka sawit coroba (Corzo dkk., 2008), pengeringan wortel
adalah 13%. Oleh sebab itu perlu adanya proses (Aghbashlo dkk., 2009; Nazghelici dkk., 2010),
pengeringan. pengeringan Mulberry (Akbulut dan Durmus, 2010),
Pengering unggun terfluidakan getar pengeringan kismis (Hepbasli dkk., 2010),
merupakan selah satu jenis hasil pengembangan pengeringan daun lavender (Karimi dan Raflee, 2011),
pengering unggun fluidisasi yang dilengkapi unit pengeringan permen (Boukadoum dan Benzaout,
penggetar unggun dan berfungsi untuk membantu 2011), pengeringan buncis dan kacang (Karaguzel
pemecahan gumpalan bahan yang dikeringkan. dkk., 2012), pengeringan gandum (Assari dkk., 2013),
Pengering ini cocok untuk tepung tapioka karena pengeringan rumput laut (Fudholi dkk., 2014), dan
tepung tapioka termasuk material Geldart Group C pengeringan padi (Sarker dkk., 2015). Informasi
(kohesif), yakni mudah membentuk gumpalan. tentang analisis energi dan eksergi pada pengeringan
Simulasi pengeringan menggunakan unit penggetar makanan sudah banyak dijelaskan, tetapi penggunaan
bubuk Geldart Group C pernah dilakukan oleh analisis energi dan eksergi pada pengeringan sistem
Venkatesh dkk. (1998) dan Stakic dan Urosevic kontinu jarang dilakukan. Analisis energi dan eksergi
(2011). Pengeringan menggunakan unit penggetar terhadap pengeringan tapioka pernah dilakukan
pernah digunakan untuk mengeringkan bubuk zeolite sebelumnya oleh Aviara dkk. (2014) dengan sistem
(Ocal, 2013), batu bara halus (Yang dkk., 2013), dan batch menggunakan pengering rak.
batu bara muda (Zhao dkk., 2015). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
Pengeringan adalah suatu proses penguapan kinerja alat pengeringan tapioka dengan cara
kadar air dalam bahan yang melibatkan perpindahan menghitung analisis energi dan eksergi dari pengering
panas dan masa antara permukaan produk dan kontinu unggun fluidisasi getar.
lingkungan (Aghbashlo dkk., 2008; Midili dan Kucuk,

25
Analisis Energi dan Eksergi pada... (Suherman dan Trisnaningtyas)

METODE PENELITIAN 0,012 m3/s diukur dari hasil pengukuran kecepatan


Persiapan Sampel udara di dalam pipa udara pemanas menggunakan
Singkong dikupas dan dibersihkan dari anemometer LT AM-4200 dengan luas penampang
kotoran. Singkong yang sudah bersih diparut dan hasil pipa udara pemanas menggunakan rumus
parutan ditambahkan air. Selanjutnya dilakukan proses Q = A.v (1)
ekstraksi pati dari parutan singkong ini dan disaring 2
Dimana A adalah luas penampang pipa (m ) dan v
untuk memisahkan ekstrak dan fibernya. Cairan
adalah kecepatan udara (m/s).
ekstraksi kemudian didiamkan selama ±4 jam
Sebelum eksperimen dimulai, suhu dan
sehingga terpisahkan bagian endapan dan airnya.
kecepatan udara diatur terlebih dahulu. Setelah
Endapan pati diambil, setelah air pada bagian atas
menghidupkan blower dan vibrator, kemudian
dibuang. Endapan pati dikeringkan di bawah sinar
mengatur suhu yang diinginkan. Tunggu beberapa saat
matahari hingga kadar air awal ±21% (GMK-303RS
hingga udara pengering dari blower mencapai suhu
dengan akurasi ±0,1%).
yang diinginkan. Umpan tepung tapioka dimasukkan
setelah kondisi alat pengering konstan. Setiap lima
Peralatan Pengering
menit, kadar air tapioka diukur sepanjang zona
Peralatan utama dalam penelitian ini adalah
pengering tiap jarak 0,1 m. Pengeringan dilakukan
rancangan alat pengering kontinu unggun fluidisasi
selama 1800 s secara kontinu. Kadar air akhir produk
getar. Diagram skematik alat pengering ditunjukkan
diukur setelah tidak ada produk yang keluar dari alat
pada Gambar 1. Alat pengering ini dibagi menjadi tiga
pengering menggunakan GMK-303RS dengan akurasi
zona dengan total luas pengering 0,089 m2. Total
±0,1%.
panjang pengering 0,59 m, lebar 0,15 m, dan tinggi
0,01 m. Pengering dilengkapi dengan vibrator yang
Metode Analisis
dirancang sendiri dan menempel di bagian bawah alat
Analisis energi
pengering dan berfungsi memecah gumpalan tapioka.
Metoda analisis energi dan eksergi mengikuti
Thermostat TZN4S dipasang pada bagian keluaran
rumus yang telah diturunkan oleh Aviara dkk. (2014).
pemanas untuk mengatur suhu sesuai variabel.
EU (Energy utilization) dapat diketahui dengan
Unggun dibagi dalam 3 zona, dan setiap zona
mengaplikasikan hukum pertama termodinamika dan
dilengkapi dengan termokopel T4WM dengan jarak
terbentuklah persamaan ini :
dari input 0,12 m; 0,32 m; 0,45 m untuk mengetahui
EU = Ma (hai – hao) (2)
suhu masing-masing. Udara dialirkan menggunakan
Laju alir massa dapat dihitung menggunakan
blower keong (Merek Vanco Mas Surabaya). Udara
persamaan :
keluar pengering dilewatkan ke siklon untuk
Ma = ρa Va (3)
memisahkan padatan tapioka yang terbawa keatas,
dimana ρa adalah densitas udara kering dalam kg/m3,
dengan diameter siklon 0,55 m.
Va adalah laju volumetrik udara pengering dalam m3/s.
Entalpi udara pengering pada suhu masuk dan
Prosedur Pengeringan
keluar (hi dan ho) dapat dihitung dengan persamaan :
Proses pengeringan dilakukan dengan
h = Cpa Tda + W hsat (4)
melalukan variasi suhu udara pengering yakni 50, 60
dimana Cpa adalah panas spesifik udara kering dalam
sampai 70oC. Laju alir umpan padat sebesar 10 g/m
J/(kg.oC), Tda adalah suhu udara pengering dalam oC,
dihitung secara manual dan kontinu dengan cara
W adalah rasio humiditas udara pengering (kg H2O/
memasukkan sejumlah massa tepung dengan cara
kg da) dan da adalah udara pengering, hsat adalah
ditimbang dan dimasukkan sedikit demi sedikit selama
entalpi uap jenuh dalam J/kg.
waktu yang telah ditentukan. Laju alir udara konstan

Gambar 1. Pengering kontinu unggun fluidisasi getar (1) termostat, (2) umpan masuk, (3) vibrator, (4) blower, (5)
ruang pengeringan dengan tiga sekat dan tiga termokopel, (6) siklon, (7) produk keluar

26
Reaktor 16(1) 2016: 24-31

Panas spesifik udara kering dapat dihitung HASIL DAN PEMBAHASAN


dengan persamaan : Analisis Proksimat dan Karakterisasi Tepung
Cpa = 1,0029 + 5,4 x 10-5 Tda (5) Tapioka
Rasio utilisasi energi dapat dihitung Analisis komposisi proksimat dari tepung
menggunakan persamaan (6) berikut tapioka hasil pengeringan menggunakan pengering
𝑀 (ℎ − ℎ ) kontinu unggun fluidisasi getar dijelaskan pada Tabel
𝐸𝑈𝑅 = 𝑎 𝑎𝑖 𝑎𝑜 (6)
𝑀𝑎 (ℎ 𝑎𝑖 − ℎ 𝑎 ∞ ) 1. Hasil analisis derajat keputihan tepung tapioka
dimana EUR adalah rasio utilisasi energi dan ha∞ menunjukkan hasil yang mendekati dengan standar
adalah entalpi udara pengering suhu lingkungan minimal yang ditetapkan oleh Standar Nasional
(J/kg). Indonesia (SNI). Kadar pati yang terkandung dalam
Efisiensi energi (%) dapat dievaluasi dari rasio tepung tapioka sudah melebihi standar minimal oleh
energi yang digunakan terhadap energi yang diberikan SNI. Kadar air sebagai parameter utama dalam
ηE = [ ( Ei - Eo ) / Ei ] * 100 (7) pengeringan juga telah memenuhi standar. Serat dalam
dimana ηE adalah efisiensi energi, Ei adalah energi tepung tapioka pun juga tidak ada. Hal ini
masuk, dan Eo adalah energi keluar. menyimpulkan bahwa kualitas produk tapioka hasil
pengeringan kontinu menggunakan pengering unggun
Analisis eksergi fluidisasi getar telah memenuhi Standar Nasional
Analisis energi tidak dapat memberikan Indonesia (SNI).
informasi mengenai aspek irreversibilitas proses Gambar 2 adalah hasil uji scanning electron
termodinamika sehingga perlu analisis eksergi yang microscopy dan x-ray diffraction pada granula
berdasarkan hukum kedua termodinamika. tapioka. Pada hasil scanning electron microscopy
Perhitungan matematik pada kesetimbangan eksergi perbesaran 2000x, terlihat bahwa granula pati
ditulis oleh Aviara dkk. (2014) : sebagian besar berbentuk spherical dengan diameter
𝑇
𝐸𝑋 = 𝐶𝑝[ 𝑇 − T∞ − T∞ 𝑙𝑛 ] (8) partikel rata-rata adalah 12,32 μm. Ukuran granula ini
𝑇∞
dimana Cp adalah panas spesifik dalam J/(kg.oC) lebih kecil dibandingakn ukuran granula yang
Persamaan tersebut digunakan untuk dihasilkan oleh penelitian Aviara dkk. (2014) yang
menghitung eksergi masuk dan keluar pada suhu menggunakan pengering rak. Hal ini membuktikan
masuk dan keluar. Kemudian eksergi hilang yang bahwa unit penggetar mampu memecah granula pati
terjadi pada proses tersebut menggunakan persamaan menjadi lebih kecil.
𝐸𝑋𝐿 = 𝐸𝑋𝑖 − 𝐸𝑋𝑜 (9) Tabel 1. Kualitas produk
𝐸𝑋𝐿 adalah eksergi hilang (J/s), 𝐸𝑋𝑖 adalah eksergi No Parameter SNI Grade Sampel Sampel
masuk (J/s), 𝐸𝑋𝑜 adalah eksergi keluar (J/s). Eksergi AAA 1 2
masuk tiap zona pengeringan dapat dihitung 1 Keputihan Min 95,5 95,37 95,38
menggunakan persamaan 2 Starch (%) > 70 87,58 87,24
T
𝐸𝑋𝑖 = Cp[ Tai − T∞ − T∞ 𝑙𝑛 ai ] (10) 3 Moisture 12-15 10,45 10,72
T∞ content (%)
𝐸𝑋𝑖 = 1,0029 + 5,4x10−5 Tai 4 Fiber Negatif - -
T
∗ [ Tai − T∞ − T∞ 𝑙𝑛 ai ] (11)
𝑇∞
Eksergi udara pengering yang keluar dari tiap Tabel 2. Hasil X-Ray Diffraction tepung tapioka
zona pengeringan dihitung menggunakan persamaan
Sudut difraksi FWH
𝐸𝑋𝑜 = Cp[ Tao − T∞ − T∞ 𝑙𝑛 TTao ] (12) No. peak
2Ɵ (o) M (o)

𝐸𝑋𝑜 = 1,0029 + 5,4x10−5 Tai 5 17,56 2,765
T 4 15,21 1,320
∗ [ Tao − T∞ − T∞ 𝑇∞ 𝑙𝑛 ao ] (13)
T∞
8 23,28 2,012
Efisiensi eksergi dapat didefinisikan sebagai
rasio eksergi keluar dalam pengeringan produk
Pada Tabel 2, hasil uji X-ray diffraction yang
terhadap udara pengering yang disuplai pada sistem
menggunakan panjang gelombang 1,5406 Ao
(Akpinar dkk., 2006).
menunjukkan puncak terkuat dari tapioka pada 17,56;
𝐸𝑋𝑖–𝐸𝑋𝑙 15,21; 23,28o. Berdasarkan Join Comitee Powder
η𝐸𝑋 = (14)
𝐸𝑋𝑖 Difraction Spectro #46-1978 diketahui bahwa struktur
dimana ηEX dalam %. tepung tapioka ini adalah memiliki jenis struktur
Efisiensi eksergi dapat digunakan untuk kristal Orthorhombic (Aviara dkk, 2010). Dari data
menentukan potensi pengembangan dari proses yang dihasilkan oleh uji XRD, dapat juga dihitung
pengeringan. Persamaannya adalah rata-rata ukuran kristal yang sering disebut crystallite
IP = ( 1- ηEX) (EXi – EXo) (15) site menggunakan persamaan Scherrer yaitu sebesar
dimana IP adalah potensi pengembangan eksergi 47,467 nm.
dalam J/s.

27
Analisis Energi dan Eksergi pada... (Suherman dan Trisnaningtyas)

Gambar 2. Hasil SEM perbesaran 2000x dan pola X-Ray Diffraction tepung tapioka

Gambar 3. Pengaruh suhu udara pengering terhadap profil kadar air tapioka sepanjang unggun

Gambar 4. Kurva pengeringan sepanjang bed tiap waktu (suhu 60oC)

Kurva Pengeringan Tepung Tapioka 0,1, baru tercapai pada zona 3. Penurunan kadar air
Pengaruh suhu udara pengering terhadap profil dibawah 0,1 masuk pada periode pengeringan difusi,
kadar air tapioka sepanjang unggun pengeringan dapat yakni uap air yang ada adalah uap air terikat. Kadar air
dilihat pada Gambar 3. Pada zona 1-3, penurunan tapioka akhir keluaran pengering pada suhu 70 0C
kadar air tapioka sangat curam, pada tiap suhu menjadi 8%. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi
pengeringan yang berbeda. Hal ini disebabkan, uap air suhu udara pengering, maka semakin besar juga
yang teruapkan merupakan uap air permukaan yakni tenaga pendorong untuk menghilangkan kadar air.
dari kadar air 0,2 sampai dengan 0,1. Pada suhu 70 oC, Kecenderungan ini sama dengan penelitian
penurunan kadar air langsung mencapai kadar 0,1, pengeringan zaitun (Smail, 2011) dan pengeringan
sehingga pada zona 2 dan 3, penurunan kadar air tepung tapioka (Aviara dkk., 2014).
sangat sedikit. Sedangkan untuk suhu 60oC, Gambar 4 menunjukkan bahwa konsistensi dari
penurunan kadar air lebih lambat, yakni untuk pengukuran kadar air tapioka pada posisi unggun yang
mencapai kadar air sampai dengan 0,1, baru tercapai sama dengan waktu pengukuran berbeda,
pada zona 2. Akhirnya, untuk suhu 50oC, lebih lambat menunjukkan bahwa kondisi operasi alat telah
lagi, yakni untuk mencapai kadar air sampai dengan mencapai kondisi tunak. Alat pengering telah mampu

28
Reaktor 16(1) 2016: 24-31

bekerja dengan sangat baik, dengan menghasilkan semakin tinggi. Efisiensi energi dihitung
profil kadar uap air sepanjang unggun yang sama menggunakan persamaan (7) dan menunjukkan
untuk waktu yang berbeda. Hal ini menunjukkan efisiensi energi untuk mengeringkan tapioka
bahwa produksibilitas dari alat rancangan pengering meningkat dari 13,80% hingga 23,31% pada
ini sudah baik peningkatan suhu 50-70oC. Pada efisiensi energi,
adanya peningkatan penggunaan energi tiap suhu,
Utilisasi Energi seperti ditunjukkan pada Gambar 5, maka
Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi menyebabkan efisiensi penggunaan energi untuk
suhu udara pengering, maka utilisasi energi semakin pengeringan tapioka meningkat. Hasil penelitian
meningkat. Hal ini disebabkan karena pengeringan Aviara dkk. (2014) dan Assari dkk. (2013) juga
tepung tapioka sebagian besar merupakan pengeringan menunjukkan pengaruh yang sama, bahwa semakin
uap air permukaan, sehingga dengan semakin tinggi tinggi suhu udara pengering maka efisiensi energi
suhu, maka transfer panas dan massa yang terjadi juga semakin meningkat.
semakin tinggi, sehingga meningkatkan penggunaan
0.5
energi dalam mengurangi kadar air produk. Utilisasi

Rasio utilisasi energi


energi dihiting dengan menggunakan persamaan (2) 0.4
dan diperoleh rata-rata penggunaan energi dari 0,08
hingga 0,20 J/s. Energi yang digunakan ini 0.3
menunjukkan hubungan yang berbanding lurus dengan
suhu udara pengeringan pada proses pengeringan 0.2
tepung tapioka. Hasil penelitian ini sama dengan hasil
penelitian pengeringan tapioka menggunakan 0.1
pengering rak oleh Aviara dkk. (2014), pengeringan
0.0
wortel menggunakan continuous band dryer oleh
Aghbashlo dkk. (2009), pengeringan wortel 50 60 70
menggunakan pengering unggun fluidisasi oleh Suhu udara pengering (oC)
Nazghelici dkk. (2010), tetapi berbeda dengan Gambar 6. Pengaruh suhu udara pengering terhadap
pengeringan coroba menggunakan convective dryer rasio utilisasi energi
oleh Corzo dkk. (2008).
0.25 25
Energi yang digunakan

Efisiensi Energi (%)

0.20 20

0.15 15
(J/s)

0.10 10

0.05 5
-
-
50 60 70
50 60 70
Suhu udara pengering (oC) Suhu udara pengering (oC)
Gambar 5. Pengaruh suhu udara pengering terhadap Gambar 7. Pengaruh suhu udara pengering terhadap
penggunaan energi efisiensi energi

Rasio Utilisasi Energi Eksergi Masuk, Eksergi Keluar, dan Eksergi


Gambar 6 menunjukkan bahwa pengaruh suhu Hilang
udara pengering terhadap rasio utilisasi energi Gambar 8 menunjukkan bahwa besaran eksergi
meningkat sedikit, namun kemudian hampir tidak masuk, eksergi keluar, dan eksergi hilang berbanding
signifikan. Rasio utilisasi energi dihitung lurus dengan suhu. Perhitungan aliran eksergi ini
menggunakan persamaan (6), dan diperoleh hasil menggunakan persamaan (8) dan persamaan (9)
bahwa peningkatan suhu dari 50-70oC, menyebabkan diperoleh eksergi masuk dari 4,701 menjadi 14,678
rasio utilisasi energi juga meningkat dari 0,34 sampai J/s, eksergi keluar dari 2,277 menjadi 6,344 J/s, dan
0,41. Pengeringan wortel yang dilakukan Nazghelici eksergi hilang dari 2,424 menjadi 8,334 J/s. Semakin
dkk. (2010) juga menunjukkan hasil bahwa rasio tinggi suhu mengakibatkan meningkatnya perbedaan
utilisasi energi linier dengan suhu udara pengering. antara eksergi yang masuk dan keluar. Hal ini terbukti
pada meningkatnya eksergi yang hilang. Pengeringan
Efisiensi Energi wortel yang dilakukan oleh Aghbashlo dkk. (2009)
Pada Gambar 7 menunjukkan bahwa semakin menunjukkan bahwa eksergi yang hilang meningkat
tinggi suhu udara pengering maka efisiensi energi dengan meningkatnya suhu udara pengering. Hasil

29
Analisis Energi dan Eksergi pada... (Suherman dan Trisnaningtyas)

yang sama juga diperoleh oleh Boukadoum dan. dari 1,33 menjadi 4,91 J/s. Potensi pengembangan alat
Benzaout (2011) dan Aviara dkk. (2014). ini juga dipengaruhi oleh eksergi yang hilang.
Semakin besarnya eksergi yang hilang dari sebuah
alat, semakin besar potensi pengembangan perbaikan
dari alat tesebut. Hasil ini sama dengan penelitian
yang dilakukan oleh Aviara dkk. (2014).
6.0

Potensi pengembangan
5.0
4.0

(J/s)
3.0
2.0
Gambar 8. Pengaruh suhu udara pengering terhadap 1.0
eksergi masuk, keluar, dan hilang
0.0
Efisiensi Eksergetik 50 60 70
Pada Gambar 9 menunjukkan bahwa efisiensi Suhu udara pengering (C)
eksergi menurun dengan meningkatnya suhu. Hal ini Gambar 10. Pengaruh suhu terhadap potensi
disebabkan karena efisiensi eksergi pengembangan
mempertimbangkan faktor keseimbangan antara suhu
lingkungan dengan suhu udara pengering. Sehingga KESIMPULAN
semakin besar pengaruhnya terhadap lingkungan, Hasil analisis proksimat tepung tapioka yang
maka semakin berkurang efisiensinya. Efisiensi digunakan dalam penelitian pengeringan
eksergi juga dipengaruhi oleh banyaknya eksergi yang menggunakan pengering kontinu unggun fluidisasi
hilang dilingkungan dengan semakin meningkatnya getar menunjukkan hasil bahwa pati memiliki
suhu udara pengering. Hasil penelitian ini sama kandungan starch 87%, tingkat keputihan 95%,
dengan hasil penelitian Aghbashlo dkk. (2009) tetapi kandungan serat negatif, dan bentuk granula sperichal
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh dengan diameter 12,32 μm. Struktur kristal pati
Nazghelichi dkk. (2010), dan Assari dkk. (2013). berbentuk orthorhombic dengan ukuran kristal 47,467
Selain itu, dapat dilihat pada Gambar 7 dan 9 nm.
bahwa efisiensi eksergi yang dihasilkan lebih besar Analisis energi dan eksergi pada proses
dibandingkan efisiensi energi. Efisiensi eksergi pengeringan menunjukkan bahwa (i) penggunaan
maksimum terjadi pada efisiensi energi minimum dan energi semakin meningkat dengan meningkatnya
efisiensi eksergi minimum terjadi pada efisiensi energi suhu, (ii) eksergi masuk, eksergi keluar, eksergi hilang
maksimum. Hal ini berbeda dengan penelitian Dincer dan potensi pengembangan semakin meningkat
(2011) dan Assari dkk.(2013) dimana efisiensi energi dengan meningkatnya suhu, (iii) efisiensi energi lebih
lebih besar dari efisiensi eksergi. besar dari efisiensi eksergi, (iv) efisiensi energi
60 semakin meningkat dengan meningkatnya suhu
sedangkan efisiensi eksergi semakin menurun dengan
Efisiensi eksergi (%)

50 meningkatnya suhu, (v) potensi pengembangan


40 eksergi semakin meningkat dengan meningkatnya
suhu dan eksergi yang hilang.
30
20 UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada
10 Dirjen Pendidikan Tinggi, Kementrian Riset dan
- Pendidikan Tinggi yang telah mendanai kegiatan
50 60 70 penelitian ini.
Suhu udara pengering (oC)
Gambar 9. Pengaruh suhu udara pengering terhadap DAFTAR PUSTAKA
efisiensi eksergi Aghbashlo, M., Kianmehr, M.H., and Arabhosseini,
A., (2009), Performance analysis of drying carrot slice
Potensi Pengembangan in a semi-industrial continuous band dryer, Food Eng.,
Dari Gambar 10 dapat kita lihat bahwa 91, pp. 99-108.
hubungan berbanding lurus terjadi antara suhu udara
pengering dengan potensi pengembangan alat. Aghbashlo, M., Kianmehr, M.H., and Akhijahani,
Berdasarkan perhitungan menggunakan persamaan H.S., (2008), Influence of drying conditions on the
(15), potensi pengembangan alat pada suhu 50-70oC effective moisture diffusivity, energy of activation,

30
Reaktor 16(1) 2016: 24-31

energy of activation and energy consumption during Institution of Mech. Eng., Part A : J. Power Energy,
the thin-layer drying of berberis fruit (Berberidaceae), 224 (1), pp. 1-12.
Energy Convers. Manage., 49(10), pp. 2865-2871.
Karaguzel, I., Tekin, E., and Topuz, A., (2012),
Akbulut, A. and Durmus, A., (2010), Energy and Energy and exergy analysis of fluidized bed drying of
exergy analysis of thin layer drying of mulberry in a chickpea and bean, Sci. Res. Essays, 7(46), pp. 3961-
forced solar dryer, Energy, 35, pp. 1754-1763. 3973.

Akpinar, E.K., (2005), Energy and exergy analyses of Karimi, F. and Rafiee, S., (2012), Optimization of an
drying of eggplant slices in a cyclone type dryer, J. air drying process for Artemisia absinthium leaves
Mech. Sci. Tech., 19(2), pp. 692-703. using response surface and artificial neural network
models, J. Taiwan Ins. Chem. Eng., 43(1), pp. 29-39.
Akpinar E.K., Midilli, A., and Bicer, Y., (2005),
Energy and exergy of potato drying process via Midilli, A. and Kucuk, H., (2003), Energy and exergy
cyclone type dryer, Energy Convers. Manage., 46, analysis of solar drying process of pistachio, Energy,
pp.2530-2552. 28 (6), pp. 539-556.

Assari, M.R., Tabrizi, H.B., Najafpour, E., (2013), Nazghelichi, T., Kianmehr, M.H., and Aghbashlo, M.,
Energy and exergy analysis of fluidized bed dryer (2010), Thermodynamic analysis of fluidized bed
based on two-fluid modeling, Int. J. Thermal Sci., 64, drying of carrot cubes, Energy, 35, pp. 4697-4684.
pp. 213-219.
Ocal, C., (2013), Drying of natural zeolite powders in
Aviara, N.A., Igbeka, J.C., and Nwokocha, L.M., vibrated fluidized beds, Master Thesis, Middle East
(2010), Effect of drying temperature on Technical University.
physicochemical properties of cassava starch, Int.
Agrophysics, (24), pp. 219-225. Palzer, S., (2007), Drying of wet agglomeration in a
continuous fluid bed : Influence of residence time, air
Aviara N.A., Onuoha, L.N., Falola, O.E., and Igbeka, temperature and air flowrate on the drying kinetics
J.C., (2014), Energy and exergy analysis of native and the ammount of oversize particles, Chem. Eng.
cassava starch drying in a tray dryer, Energy, 73, pp. Sci., 62, pp. 463-470.
809-817.
Sarker, M.S.H., Ibrahim, M.N., Aziz, N.A., and
Boukadoum, A.B. and Benzaout, A., (2011), Energy Punan, M.S., (2015), Energy and exergy analysis of
and exergy analysis of solar drying process of mint, industrial fluidized bed drying of paddy, Energy, 84,
Energy Procedia, 6, pp. 583-591. pp. 131-138

Colak, N. and Hepbasli, A., (2007), Performance Smail, M., (2011), Drying kinetics of olive pomace in
analysis of drying of green olive in a tray dryer, J. a fluidized bed dryer, Energy Convers. Manage., 52,
Food Eng., 80(4), pp. 1188-1193. pp. 1644-1649.

Corzo, O., Bracho, N., Vásquez, A., and Pereira, A,, Stakic, M. and Urosevic, T., (2011), Experimental
(2008), Energy and exergy analysis of thin layer study and simulation of vibrated fluidized bed drying,
drying of coroba slices, J. Food Eng., 86, pp. 151-161. Chem. Eng. Process., 50, pp. 428-437.

Dincer, I., (2011), Exergy as a potential tool for Tonukari, N.J., (2004), Cassava and the future of
sustainable drying system, Sustain Cities Soc., 1, pp. starch, Electron. J. Biotech., 7 (1), pp. 5-8.
91-96.
Venkantesh, R., Deiva, M., Grmela, J., and Chaouki,
Dincer, I. and Sahin, A.Z., (2004), A new model for (1998), Simulations of vibrated fine powders, Powder
thermodynamics analysis of a drying process, Int. J. Technol., 100, pp. 211-222.
Heat Mass Transfer, 47, pp. 645-652.
Yang, X., Zhao, Y., Luo, Z., Song, S., Duan, C., and
Fudholi, A., Sopian, K., Othman, M.Y., and Ruslan, Dong, L., (2013), Fine coal dry cleaning using a
M.H., (2014), Energy and exergy analyses of solar vibrated gas-fluidized bed, Fuel Process. Technol.,
drying system of red seaweed, Energy and Buildings 106, pp. 338-343.
68, pp. 121–129.
Zhao, P., Zhao, Y., Chen, Z., and Luo, Z., (2015), Dry
Hepbasli, A., Erbay, Z., Colak, N., Kuzgunkaya, E.H., cleaning of fine lignite in vibrated gas-fluidized bed :
Icier, F., (2010), An exergetic performance assessment Segregation characteristics, Fuel, 142, pp. 274-282.
of three different food driers, Proceedings of the

31

You might also like