You are on page 1of 14

Jurnal Praktikum

Kimia Analitik II
“Penentuan Kadar Air dan Kadar Abu dalam Biskuit”
Tanggal Percobaan:

Senin, 07-April-2014

Disusun Oleh:

Aida Nadia (1112016200068)

Kelompok 4 Kloter I:

Fahmi Herdiansyah (1112016200039)

Huda Rahmawati (1112016200044)

Yeni Setiartini (1112016200050)

Rizky Harrysetiawan (1112016200069)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA
2014
I. Abstrak

Telah dilakukan praktikum mengenai penentuan kadar air dan kadar


abu yang terkandung didalam biskuit. Dalam hal ini biskuit yang digunakan
adalah biskuit regal. Menurut SNI (1992), biskuit adalah sejenis makanan
yang dibuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain,
dengan proses pemanasan dan pencetakan. Di dalam biskuit terkandung
bermacam-macam kandungan salah satunya yaitu air dan abu. Biskuit
yang baik adalah biskuit yang mempunyai kadar air dan kadar abu sesuai
dengan SNI. Menurut SNI (1992), syarat mutu kadar air pada biskuit yaitu
maksimum 5%, sedangkan kadar abunya yaitu maksimum 1,6%. Kelebihan
air pada biskuit akan menyebabkan biskuit mudah kadaluarsa,
begitupun abu yang melebihi batas maksimum akan menyebabkan terlalu
banyaknya zat pengotor yang tidak baik untuk di konsumsi. Dengan
menggunakan analisis gravimetri metode penguapan (pemanasan di dalam
oven) maka dapat ditentukan kadar air dan kadar abu
pada berbagai macam biskuit. Pada praktikum kali ini bertujuan untuk
menentukan kadar air dan kadar abu dalam biskuit, serta menerapkan
prinsip gravimetrik dalam melakukan penentuan kadarnya. Berdasarkan
data yang diperoleh didapatkan kadar air yang terkandung dalam biskuit
regal yaitu sebesar 3,76%, sedangkan kadar abu sebesar 14,97%.
Kata kunci : biskuit, kadar air dan kadar abu, gravimetrik.
II. Introduction
Kimia analitik dibagi menjadi bidang-bidang yang disebut analisis
kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif berkaitan dengan
identifikasi zat-zat kimia (mengenali unsur atau senyawa apa yang ada
dalam suatu sampel). Sedangkan, analisis kuantitatif berkaitan dengan
penetapan berapa banyak suatu zat tertentu yang terkandung dalam suatu
sampel. Zat yang ditetapkan tersebut, yang seringkali dinyatakan sebagai
konstituen atau analit, menyusun entah sebagian kecil atau sebagian besar
sampel yang dianalisis (Underwood, 2002 : 2).
Tahap terakhir dalam suatu analisis adalah perhitungan persentase
analit dalam sampel. Metode analisis yang sering digunakan adalah metode
analisis gravimetrik yang merupakan salah satu divisi dari kimia analitik.
Tahap pengukuran dalam metode gravimetrik adalah penimbangan.
Analitnya secara fisik dipisahkan dari semua komponen lain dari sampel itu
maupun dari pelarutnya. Mengenai pembentukan, sifat-sifat, dan
penggunaan pengendapan menggunakan analisis gravimetrik. Pengendapan
merupakan teknik yang paling meluas penggunaannya untuk memisahkan
analit dari pengganggu-pengganggunya; elektrolisis, ekstraksi pelarut,
kromatografi, dan pengatsirian (volatilisasi) merupakan metode penting lain
untuk pemisahan itu (Underwood, 2002 : 67).
Pengendapan mungkin adalah metode yang paling sering dipakai
dalam praktik analisis kualitatif. Timbulnya endapan sebagai suatu hasil
penambahan regensia tertentu dapat dipakai sebagai uji terhadap suatu ion
tertentu. Namun pengendapan dapat juga digunakan untuk pemisahan.
Untuk melakukan hal ini suatu regensia yang sesuai ditambahkan, yang
membentuk endapan (endapan-endapan) dengan hanya satu atau beberapa
ion yang ada dalam larutan. Setelah penambahan reagensia dalam jumlah
yang sesuai endapan disaring dan dicuci. Kemudahan suatu endapan disaring
dan dicuci tergantung sebagian besar struktur morfologi endapan yaitu pada
bentuk dan ukuran kristal-kristalnya (VOGEL,1985).

Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan, karena air


dapat mempengaruhi “acceptability”, kenampakan, kesegaran, tekstur, serta
cita rasa pangan. Pada produk pangan yang kering seperti dendeng, kerupuk
dan susu bubuk, adanya air perlu mendapat perhatian secara seksama.
Kenaikan sedikit kandungan air pada bahan kering tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan, baik akibat reaksi kimiawi maupun pertumbuhan
mikroba pembusuk (Legowo, dkk., 2004).
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan. Kadar
abu suatu bahan erat kaitannya dengan kandungan mineral bahan tersebut.
Berbagai mineral di dalam bahan ada di dalam abu pada saat bahan dibakar.
Kadar abu merupakan besarnya kandungan mineral dalam tepung. Mineral
merupakan zat anorganik dalam bahan yang tidak terbakar selama proses
pembakaran. Kadar abu sangat dipengaruhi oleh jenis bahan, umur bahan,
dan lain-lain. Kandungan abu pada suatu bahan pangan juga merupakan
residu bahan anorganik yang tersisa setelah bahan organik dalam makanan
didestruksi (Legowo, dkk., 2004).
Menurut Standart Nasional Indonesia (SNI) syarat mutu biskuit
mengandung serat kasar maksimum 0,5%, kadar air maksimum 5%, kadar
abu maksimum 1,6% dan tidak mengandung logam berbahaya. Untuk
menentukan kadar air dan kadar debu digunakan rumus, yaitu:

(Badan Standarisasi Nasional,1992).


III. Materials and Methods

A. Materials
Alat:
 Krus Porselen
 Lumpang dan Mortar
 Oven
 Neraca Analitik
 Spatula
 Cawan Porselen
 Penjepit Besi (Tang Krus)
 Desikator
 Furness
Bahan:
 Biskuit Regal 2 gram
B. Methods
1. Haluskan biskuit dengan menggunakan lumpang dan mortar.
2. Panaskan cawan porselen di dalam oven temperatur 1050C selama 5
menit dan dinginkan dalam desikator selama 15 menit.
3. Timbang berat kosong cawan porselen.
4. Timbang sebanyak 1,5 sd 2 gram biskuit kedalam porselen.
5. Panaskan porselen yang sudah berisi sampel selama 1,5 jam pada
temperatur 1050C.
6. Dinginkan dalam desikator selama 15 menit dan timbang (lakukan
pencatatan).
7. Panaskan kembali porselen selama 10 menit pada temperatur 1050C
dan dinginkan selama 5 menit dalam desikator, kemudian timbang
dan lakukan pencatatan.
8. Ulangi langkah ke delapan sampai beratnya konstan atau sekurang-
kurangnya 3X.
9. Panaskan krus porselen di dalam oven temperatur 1050C selama 5
menit dan dinginkan dalam desikator selama 15 menit.
10. Timbang berat kosong krus porselen.
11. Timbang biskuit yang hasil dari langkah ke delapan.
12. Panaskan tang krus.
13. Panaskan krus porselen yang sudah berisi sampel ke dalam furness
pada suhu 5000C selama 20 menit.
14. Dinginkan 30 menit pada suhu ruang, dan dinginkan 5 menit lagi
didalam desikator.
IV. Result and Discussion
A. Result
Sketsa Langkah Kerja Hasil Pengamatan
1. Biskuit yang akan
digunakan.
2. Biskuit sudah halus.

3.
Cawan porselen kosong
yang sudah steril
(dibersihkan dengan
alkohol) dan tang krus yang
sudah di bakar dengan
pembakar spirtus.

4.
Cawan porselen kosong
yang di masukkan ke oven,
di letakkan pada suhu
1050C selama 5 menit.

5.
Berat cawan porselen
kosong adalah 56, 4577
gram.

6.
Cawan porselen
didinginkan di desikator
selama 15 menit.
7.
Berat cawan porselen +
sampel adalah 58, 4597
gram.

8.
Cawan porselen yang sudah
berisi sampel dipanaskan di
oven pada suhu 1050C
selama 1,5 jam.

9.
Cawan porselen + sampel
didinginkan di desikator
selama 15 menit.

10. Cawan porselen + sampel


hasil pemanasan:
Massa pemanasan 1: 58,
3847 g
Massa pemanasan 2: 58,
3841 g
Massa pemanasan 3: 58,
3847 g
11.

Krus porselen di oven pada


suhu 1050C selama 3 menit.

Setelah dikeluarkan dari


oven dimasukkan ke
desikator lagi selama 15
menit.

12.

Hasil timbangan krus


porselen kosong adalah 24,
3273 gram.

13.

Hasil timbangan krus


porselen + sampel adalah
26, 2487 gram.
14.

Dimasukkan ke furness krus


porselen + sampel pada
suhu 5000C selama 20
menit.

15.

Didinginkan pada suhu


ruang selama 30 menit dan
didinginkan di dalam
desikator selama 5 menit.

16.
Hasil setelah pembakaran di
furness, bubuk sampel
masih terlihat seperti arang
yang berwarna hitam.

Massa krus porselen +


sampel hasil pembakaran di
furness adalah 24, 6150
gram.
 Perhitungan:

Berat Cawan Porselen kosong 56, 4577 gram

Berat Porselen + Sampel 58, 4597 gram


Berat sampel 1 2, 002 gram
Berat Pemanasan 1 58, 3847 gram
Berat Pemanasan 2 58, 3841 gram
Berat Pemanasan 3 58, 3847 gram

Rata-Rata Berat Pemanasan 58, 3845 gram

Berat Krus Porselen kosong 24, 3273 gram


Berat Krus Porselen + sampel 26, 2487 gram
Berat Porselen + sampel yang telah difurness 24, 6150 gram
Berat sampel 2 1, 9268 gram

gram contoh 1 = (berat porselen + sempel) – berat porselen kosong


= (58,4597 – 56, 4577) gram = 2, 002 gram.

Bobot hilang = (berat porselen+sampel) – (rata-rata berat pemanasan)


= (58, 4597 – 58, 3845) gram = 0, 0752 gram.

gram contoh 2 = (berat porselen + sempel) – berat porselen kosong


= (26, 2487 – 24, 3273) gram = 1, 9214 gram.

Bobot bertambah = (berat porselen+sampel yang telah difurness) –


(berat krus porselen kosong)
= (24,6150 – 24, 3273) gram = 0, 2877 gram.
B. Discussion

Pada percobaan kali ini telah dilakukan penentuan kadar air dan
kadar abu yang terkandung dalam biskuit bayi (regal). Penentuan kadar
air sangat diperlukan karena kadar air mempengaruhi daya simpan
bahan. Makin tinggi kadar air suatu bahan maka kemungkinan bahan
tersebut akan cepat mengalami kerusakan. Kadar air sangat dipengaruhi
oleh cara penyimpanan atau lama waktu dari pemanenan sampai bahan
diolah menjadi suatu produk. Daya simpan suatu bahan dapat
diperpanjang dengan menghilangkan sebagian air dalam bahan sehingga
mencapai kadar air tertentu. Tepung dikeringkan dengan tujuan agar
kadar airnya dapat dikurangi sampai batas tertentu dan mencegah tepung
menjadi asam. Semakin lama waktu pengeringan terhadap suatu bahan
maka kadar air bahan yang dihasilkan akan semakin rendah.
Pengukuran kadar air bahan pangan, air yang terukur adalah air
bebas dan air teradsorbsi. Ada beberapa metode untuk analisis kadar air,
antara lain yaitu: metode pengeringan/oven, metode destilasi, dan
metode kimiawi. Pada praktikum kali ini, kami menggunakan metode
pengeringan/oven untuk menentukan kadar air biskuit. Metode
pengeringan/oven menggunakan prinsip “thermogravimetri” dengan alat
pengering berupa oven. Metode pengeringan dengan oven didasarkan
atas prinsip perhitungan selisih bobot bahan (sampel) sebelum dan
sesudah pengeringan. Selisih bobot tersebut merupakan air yang
teruapkan dan dihitung sebagai kadar air bahan. Metode ini dapat
digunakan untuk semua produk pangan, kecuali produk yang
mengandung komponen senyawa “volatil” (mudah menguap) atau
produk yang terdekomposisi/rusak pada pemanasan 100 0C. Prinsip
metode ini adalah mengeringkan sampel dalam oven 100-105 0C sampai
bobot konstan dan selisih bobot awal dengan bobot akhir dihitung
sebagai kadar air. Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan kadar
air pada biskuit adalah sebesar 3,76%.
Prinsip penentuan kadar abu di dalam bahan pangan adalah
menimbang berat sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada
suhu sekitar 5500C. Penentuan kadar abu dapat dilakukan secara
langsung dengan cara membakar bahan pada suhu tinggi (500-6000C)
selama (2-8) jam dan kemudian menimbang sisa pembakaran yang
tertinggal sebagai abu. Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan
kadar abu pada biskuit adalah sebesar 14,97%.

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 1992, parameter


kadar air dan abu untuk biskuit berturut-turut adalah maksimum 5% dan
1.6%. Sedangkan, pada percobaan pengujian didapatkan kadar air dari
biskuit regal adalah 3.76%, sedangkan kadar abu adalah 14.97%.
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa biskuit regal mempunyai
kadar air yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun
1992. Sedangkan, Kadar abu pada biskuit lebih tinggi kadarnya dari
Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 1992. Hal ini dimungkinkan,
karena pada proses percobaan lama waktu pembakaran di furness kurang
yaitu hanya 20 menit, dimana seharusnya pembakaran dilakukan selama
1-2 jam agar didapatkan hasil abu biskuit yang berwarna putih bukan
seperti hasil yang kami dapatkan yaitu sampel biskuit masih dalam
bentuk arang yang berwarna hitam sehingga didapatkan hasil yang
melebihi kadar ketentuan batas maksimum yang ditetapkan SNI.
V. Conclution
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan:

 Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan, karena air dapat
mempengaruhi “acceptability”, kenampakan, kesegaran, tekstur, serta
cita rasa pangan. Kenaikan sedikit kandungan air pada bahan kering
dapat mengakibatkan kerusakan, baik akibat reaksi kimiawi maupun
pertumbuhan mikroba pembusuk

 Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan. Kadar abu
suatu bahan erat kaitannya dengan kandungan mineral bahan tersebut.

 Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah menggunakan


metode pengeringan (oven) untuk penentuan kadar air dan menggunakan
metode pembakaran pada suhu tinggi (5000C) untuk penentuan kadar
abu.

 Kadar air yang didapatkan pada percobaan adalah 3,76 % dan kadar abu
yang didapatkan adalah 14,97 %.

 Kadar air dalam SNI = 5 % dan Kadar debu dalam SNI = 1,6 %.

 Dalam menentukan kadar air dan kadar debu, praktikan menerapkan


prinsip gravimetrik.
VI. Referensi

JR., R.A. DAY dan UNDERWOOD,A.L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif


Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
Vogel. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Bagian I
Edisi ke Lima. Jakarta: PT.Kalman Media Pusaka.

Badan Standarisasi Nasional. 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit.


www.Google.com/url?q=http://pphpdeptan.go.id/xplore/files/MUTU-
STANDARISASI/STANDAR-MUTU/Standar Nasional/SNI Tph/
Produk%2520olahan/5.pdf&sa=U&ei=HQK1U66LJQEV0QWFpICY
Bg&ved=0CA0QFjAB&usg=AFQjCNFrk-rso930zEXKrd75XsiD6
War9A . Diakses pada tanggal 12 April 2014 pukul 10:17 WIB.
Legowo, A.M dan Nurwontoro. 2004. Analisis Pangan.
http://eprints.undip.ac.id/21246/1/1137-ki-fp-05.pdf. Diakses pada
tanggal 12 April 2014 Pukul 10:15 WIB.
Maturahmah, E., dkk. 2012. Formulasi dan Analisis Biskuit Biji Kecipir
(Psophocarpus tetragonolobus. DC ) Asal Lassua dan Manokwari
sebagai Alternatif Sumber Protein.
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/4e6c7f0a676439e3cb6a74273cc7c0
b8.pdf . Diakses pada tanggal 12 April 2014 Pukul 10:19 WIB.

You might also like