You are on page 1of 24

TUGAS AKHIR FORENSIK

Forensik kelompok 8 2018

Penulis :

Fitria Dewi Lestari (12100117115)

Preseptor :

Dr. Fahmi Arief Hakim., Sp.F

Program Pendidikan Profesi Dokter


Ilmu Kedokteran dan Kehakiman
Universitas Islam Bandung
RS Bhayangkara Tk II Sartika Asih
2018
Daftar Isi

1. TANATOLOGI.................................................................................................................. 3
1.1 Definisi Tanatologi ...................................................................................................... 3
1.2 Jenis-jenis Mati ........................................................................................................... 3
1.3 Tanda-tanda Kematian ................................................................................................ 4
1.3.1 Tanda Kematian Tidak Pasti ................................................................................ 4
1.3.2 Tanda Kematian Pasti .......................................................................................... 4
2. TATA CARA VER HIDUP DAN MACAMNYA ................................................................ 6
2.1 Definisi Visum ............................................................................................................ 6
2.2 Jenis dan Bentuk Visum .............................................................................................. 6
2.3 Bentuk dan Isi Visum .................................................................................................. 6
2.4 Derajat Perlukaan ........................................................................................................ 7
2.5 Visum et Repertum Korban Kejahatan Susila............................................................ 8
2.6 Visum et Repertum Psikiatrik .................................................................................... 9
3. TATA CARA PEMERIKSAAN DESKRIPSI LUKA .......................................................... 9
3.1 Definisi Luka .............................................................................................................. 9
3.2 Pendeskripsian Luka .................................................................................................. 9
3.3 Deskripsi Luka Secara Umum .................................................................................. 10
3.3 Derajat Perlukaan ...................................................................................................... 12
4. Tata Cara Penulisan Surat Kematian ................................................................................... 12
4.1 Definisi Surat kematian ............................................................................................. 12
4.2 Landasan Hukum Surat Kematian............................................................................. 13
4.3 Macam-macam Surat Kematian ................................................................................ 13
4.4 Isi Surat Kematian ..................................................................................................... 14
5. Standar Pembuatan Visum et Repertum Mati dan Hidup .................................................... 16
5.1 Definisi Visum .......................................................................................................... 16
5.2 Bentuk dan Isi Visum ................................................................................................ 16
5.3 Contoh Visum ........................................................................................................... 17
6. Prosedur Pemeriksaan Kejahatan Seksual ........................................................................... 18
6.1 Prosedur Pemeriksaan ............................................................................................... 18
7.Pemeriksaan Lab Forensik Sederhana .................................................................................. 21
Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan Lab Forensik Sederhana ................................................... 21
8. PENGGUGURAN KANDUNGAN (ABORTUS) .......................................................... 22

2
1. TANATOLOGI
1.1 Definisi Tanatologi

Tanatologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari mengenai kematian dan perubahan

yang terjadi setelahnya, serta faktor apa saja yang memengaruhi dan merupakan salah satu

bagian dari ilmu kedokteran forensik.

1.2 Jenis-jenis Mati

Mati sendiri dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan ilmu tanatologi, sebagai

berikut :

1. Mati somatik atau mati klinis, terjadi karena terhentinya sistem penunjang seperti

pernafasan, kardiovaskular dan sistem syaraf pusat yang bersifat irreversible atau tidak

dapat kembali lagi.

2. Mati suri atau suspended animation atau apparent death, terjadi karena terhentinya

ketiga sistem hidup tersebut dengan alat kedokteran sederhana akan tetapi jika

menggunakan alat kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiganya masih

berfungsi.

3. Mati seluler atau mati molekuler, terjadi kematian organ atau jaringan yang munculnya

beberapa saat setelah kematian somatis.

4. Mati serebral, terjadi karena kerusakan kedua hemisfer otak yang sifatnya tidak dapat

kembali lagi atau irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sementara sistem

pernafasan dan kardiovaskular masih berfungsi dengan mengunakan bantuan alat.

5. Mati otak atau mati batang otak, terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intracranial yang

bersifat tidak dapat kembali lagi, termasuk batang otak dan juga serebelum. Mati otak

ini dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi.

3
1.3 Tanda-tanda Kematian

Pada kematian terdapat perubahan yang terjadi pada tubuh mayat atau bisa disebut

sebagai tanda kematian. Tanda kematian ini terbagi menjadi dua, yaitu tanda kematian pasti,

dan tanda kematian tidak pasti.

1.3.1 Tanda Kematian Tidak Pasti

 Pernafasan yang terhenti dilihat dari inspeksi palpasi dan auskultasi selama

lebih dati 10 menit

 Terhentinya sirkulasi (nadi karotis tidak teraba) dinilai semala 15 menit

 Kuit pucat

 Tonus otot menghilang dan relaksasi

 Pembuluh mata retina mengalami segmentasi

 Pengeringan kornea yang dapat menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit

(masih dapat menghilang jika diteteskan air)

1.3.2 Tanda Kematian Pasti

 Lebam Mayat (Livor Mortis),

Terjadi akibat eritrosit yang menempati tembap terbawah tubuh akibat daya

tarik gravitasi dan mengisi vena dan venul menimbulkan warna merah ungu

pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian yang tertekan. Livor mortis

ini timbul pada 20-30 menit setelah kematian masih akan hilang dengan

penekanan pada area tersebut sampai 8-12 jam setelah kematian.

Lebam mayat berbeda-beda, sehingga dapat dijadikan utnuk mencari sebab

kemaitan, seperti contoh : merah terang keracunan CO atau CN, kecoklatan

keracunan anilin, nitrit, sulfonate.

 Kaku Mayat (Rigor Mortis)

4
Terajadi karena cadangan glikogen pada otot habis sehingga tidak terbentuk

ATP yang dapat menyebabkan aktin dan myosin menggumoal dan otot menjadi

kaku. Kaku mayat dapat diperiksan melalui persendian, yang akan muncul pada

2 jam setelah mati klinis. Dimulai dari bagian terluar atau otot-otot kecil sampai

kea rah dalam. Faktor-faktor yang dapat memercepar kaku mayat:

a. Aktivitas fisik sebelum mati

b. Suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-otot kecil dan suhu

lingkungan

Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat seperti:

a. Cadaveric spasme, terjadi pada saat kematian dan menetap, tanpa adanya

relaksasi primer. Biasanya diakibatkan karena aktivitas fisik yang berat

yang memerlukan ATP banyak sesaat sebelum meninggal.

b. Heat stiffening, akibat koagulasi protein otot oleh panas, terjadi kekakuan

pada oto mayat.

c. Cold stiffening, terjadi kekakuan akibat lingkingan dingin sehingga terjadi

kekakuan pada vritan tubuh seperti sendi, pemadatan jaringan subkutan dan

lemak.

 Penurunan Suhu (Algor Mortis), terjadi karena proses perpindahan panas dati

suatu benda yang lebih panas ke bend yang lebih dingin, dapat memlalui radiasi,

konveksi, evaporasi maupun konduksi.

 Pembusukan (decomposition, putrefaction), akibat autolissis, atau perlunakan

dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril, biasanya timbul

karena ada kerja difestif oleh enzim yang dilepaskan oleh sel pasca kematian

dan kerja bakteri. Autolysis hanya dapat dicegah dengan pendinginan.

5
Pada mulanya pembusukan kan terjadi pada bagian perut kanan bawah pada 24

jam awal, karena terdapat sekum karena isinya lebih cair dan penuh bakteri.

2. TATA CARA VER HIDUP DAN MACAMNYA


2.1 Definisi Visum

Visum merupaka keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang

berwenang terhadap manusia baik atau mati maupun bagian atau diduga bagian dari tubuh

manusia, berdasarkan keilmuannya dan dibawah sumpahnya.

2.2 Jenis dan Bentuk Visum

 Visum et repertum perlukaan (termasuk keracunan)

 Visum et repertum kejahatan susila

 Visum et repertum jenasah

 Visum et repertum psikiatrik

2.3 Bentuk dan Isi Visum

1. Pro justisia
Pada bagian atas, khusus dibuat untuk tujuan peradilan.
2. Pendahuluan
Memuat identitas dokter pemeriksa pembuat visum et repertum,identitas
peminta visum et repertum, saat dan tempat dilakukannya pemeriksaan
dan identitas barang bukti (manusia), sesuai dengan identitas yang tertera di
dalam surat permintaan visum et repertum dari pihak penyidik dan lebel atau
segel
3. Pemberitaan
Memuat segala sesuatu yang di lihat dan ditemukan pada barang bukti yang
di periksa oleh dokter, dengan atau tanpa pemeriksaan lanjutan (pemeriksaan
laboratorium), yakni bila dianggap perlu, sesuai dengan kasus dan ada
tidaknya indikasi untuk itu
4. Kesimpulan

6
Berisi pendapat dokter berdasarkan keilmuannya mengenai jenis
perlukaan/cedera dan jenis kekerasan atau zatnya. Pada visum kejahatan
seksual disimpulkan ada atau tidaknya tanda-tanda persetubuhan.
5. Penutup
Memuat pernyataan bahwasanya visum et repertum tersebut dibuat atas
sumpah dokter dan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya dan sebenar-
benarnya

2.4 Derajat Perlukaan

1. Luka derajat I ( luka yang tidak menimbulkan penyakit, atau halangan untuk

menjalankan pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencaharian)

Contoh: Pada laki-laki yang berumur tujuh belas tahun ini didapatkan luka-luka

lecet dan memar akibat benda tumpul. Luka-luka tersebut tidak berakibat

penyakit atau halangan untuk melakukan jabatan atau pekerjaan.

2. Luka derajat II ( luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam

menjalankan jabatan atau pencaharian untuk sementara waktu)

Contoh: Pada laki-laki berumur sekitar dua puluh satu tahun ini didapatkan

adanya luka memar dan luka terbuka akibat kekerasan benda tumpul. Luka-luka

tersebut mengakibatkan penyakit atau halangan melakukan jabatan atau

pekerjaan selama dua minggu.

3. Luka derajat III (luka berat, atau yanmg mengancam jiwa)

Contoh: Pada perempuan yang berumur sekitar dua puluh lima tahun ini

didapatkan luka-luka lecet, memar serta robeknya jaringan limpa. Luka-luka

tersebut selain mendatangkan bahaya maut juga tidak dapat diharapkan akan

sembuh dengan sempurna.

7
2.5 Visum et Repertum Korban Kejahatan Susila

Kasus yang dimintakan biasanya dugaan adanya persetubuhan dan diancam hukuman

oleh KHUP. Persetubuhan yang diancam pidana biasanya pemerkosaan, persetubuhan dengan

wanita tidak berdaya, persetubuhan dengan wanita yang belum cukup umur.

Dokter membuktikan adanya persetubuhan, kekerasan serta usia korban, penyakit

hubungan seksual, kehamilan dan kelainan psikiatrik atau kejiwaan sebagai akibat dari

tindakan tersebut.

Untuk dapat memeriksa korban tersebut, harus ada surat permintaan visum, dan dokter

sebaiknya memersiapkan korban ataupun orang tuanya bila masih belum cukup umur untuk

dapat melaksanakan pemeriksaan.

Pembuktian adanya persetubuhan dapat dilihat dari keungkinan adanya deflorasi

himen, laserasi vulva ataupun vagina serta adanya cairan mani dan sel sperma didalam vagina

terutama fornix posterior dengan cara pemeriksaan secara mikroskopik sediaan apus vagina

baik langsung maupun tidak langsung.

Bukti persetubuhan tersebut memiliki nilai jika kejadian persetubuhan sesuai waktu

yang diperkarakan. Misalnya seperti ditemukan deflorasi himen lama atau ditemukan sl-sel

sperma yang hampir lisis. Usia korban dapat dilihat dari identitas dan asal usul yang jelas. Bila

tidak jelas cari tanda-tanda medik untuk memperkirakan usia seperti telah ada ada haid

menunjukan usia 12 tahun atau lebih, tanda seks sekunder berkembang menunjukan usia 15

tahun atau lebih.

8
2.6 Visum et Repertum Psikiatrik

Pasal 44 ayat 1 KHUP yang berbunyi : Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak

dapat dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena cacat dalam tubuhnya atau

terganggu karenya penyakit, tidak dipidana.

Jika ada penyakit jiwa ataupun maka harus dibuktikan apakah ketika melakukan

kejahatan sudah ada penyakitnya atau beulum. Visum psikiatrik diperuntukan bagi tersangka

atau terdakwa pidana, bukan korban seperti visum yang lainnya. Sebaiknya pembuatan visum

psikiatrik ini dilakukan oleh dokter psikiatrik atau dokter jiwa.

3. TATA CARA PEMERIKSAAN DESKRIPSI LUKA


3.1 Definisi Luka

Luka adalah hilang atau rusaknya kontuinitas dari jaringan tubuh. Keadaan ini
dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau benda tumpul, perubahan suhu, zat
kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan.
3.2 Pendeskripsian Luka

1. Jumlah luka
2. lokasi luka
a. lokasi berdasarkan regio anatominya.
b. Lokasi berdasarkan garis garis koordinat atau bagian-bagian
tubuh tertentu.
3. Bentuk luka
a. Bentuk sebelum dirapatkan
b. Bentuk setelah dirapatkan
4. Ukuran luka
a. Ukuran sebelum dirapatkan
b. Ukuran setelah dirapatkan
5. Sifat-sifat luka, yaitu :
a. Garis batas luka dilihat dari bentuk (teratur atau tidak teratur),
tepi (rata atau tidak), sudut luka (ada atau tidak, jumlahnya
berapa dan bentuknya runcing atau tidak)

9
b. Daerah di dalam garis batas luka meliputi, tepi luka (rata atau
tidak serta terdiri dari jaringan apa saja), antara kedua tebing ada
jembatan jaringan atau tidak, dasar luka (terdiri atas jaringan
apa, warnanya, perabaannya, ada apa saja di atasnya.
c. Daerah di sekitar garis batas luka meliputi, Memar (ada atau
tidak), tatoase (ada atau tidak), jelaga (ada atau tidak), bekuan
darah (ada atau tidak), lain-lain (ada atau tidak)
3.3 Deskripsi Luka Secara Umum

Menyebutkan regio atau daerah luka benda seperti:


 menentukan koordinat X luka dengan mengukur jarak dari pusat luka dari garis
pertengahan badan.
 Menentukan koordinat Y luka dengan mengukur jarak pusat luka diatasa tau dibawah
dari suatu patokan organ tubuh
 Koordinat Z dilakukan untuk kasus kekerasan tajam dan luka tembat dengan mengukur
dari tumit.
 Menentukan jenis luka (memas, luka lecet, luka terbuka, patah tulang)

10
11
3.3 Derajat Perlukaan

1. Luka derajat I ( luka yang tidak menimbulkan penyakit, atau halangan untuk

menjalankan pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencaharian)

Contoh: Pada laki-laki yang berumur tujuh belas tahun ini didapatkan luka-luka

lecet dan memar akibat benda tumpul. Luka-luka tersebut tidak berakibat

penyakit atau halangan untuk melakukan jabatan atau pekerjaan.

2. Luka derajat II ( luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam

menjalankan jabatan atau pencaharian untuk sementara waktu)

Contoh: Pada laki-laki berumur sekitar dua puluh satu tahun ini didapatkan

adanya luka memar dan luka terbuka akibat kekerasan benda tumpul. Luka-luka

tersebut mengakibatkan penyakit atau halangan melakukan jabatan atau

pekerjaan selama dua minggu.

3. Luka derajat III (luka berat, atau yanmg mengancam jiwa)

Contoh: Pada perempuan yang berumur sekitar dua puluh lima tahun ini

didapatkan luka-luka lecet, memar serta robeknya jaringan limpa. Luka-luka

tersebut selain mendatangkan bahaya maut juga tidak dapat diharapkan akan

sembuh dengan sempurna.

4. Tata Cara Penulisan Surat Kematian


4.1 Definisi Surat kematian

Surat yang berisi pernyataan mengenai kematian bahwa seseorang telah dinyatakan

meninggal dunia menurut pemeriksaan medis. Surat keterangan kematian merupakan suatu

keterangan tentang kematian yang dibuat oleh dokter. Hal ini penting sehingga dokter harus

bertanggungjawab sepenuhnya terhadap hal-hal yang berhubungan dengan surat keterangan

kematian.

12
4.2 Landasan Hukum Surat Kematian

Peraturan bersama Mendagri dan Menkes No.15 tahun 2010, nomor

162/MENKES/PB/I/2010, tentang Pelaporan Kematian dan Penyebab Kematian.

Dasar hukum surat keterangan kematian :

 Bab I pasal 7 KODEKI, “Setiap dokter hanya memberikan keterangan dan

pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya”

 Bab II pasal 12 KODEKI, “setiap dokter wajib merahasiakan segala yang diketahuinya

tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal dunia.”

 Pasal 267 KHUP, “ancaman pidana untuk surat kematian palsu.”

 Pasal 179 KUHAP, “wajib memberikan keterangan ahli demi pengadilan, keterangan

yang akan diberikan didahului dengan sumoah jebatan dan janji.”

4.3 Macam-macam Surat Kematian

Surat Keterangan Kematian ada 2 macam, yaitu:

a. Surat Kematian Biasa

Surat ini mencatat kematian individu yang mati secara alamiah, yang tidak

berhubungan dengan suatu kekerasan, tetapi dibawah pengawasan dokter. Dimana

dokter harus mengawasi selama waktu tertentu sebelum mati dantelah mengadakan

kunjungan professional dalam waktu 24 jam di saat kritis penyakit penderita.

b. Surat Kematian yang dikeluarkan oleh dokter forensik

Jika dokter tidak dapat membuktian suatu kematian adalah kematian yang

alamiah atau tidak alamiah, maka sebelum mengeluarkan surat kematian dokter

melapor ke penyidik yang akan memberikan petunjukan yang terbaik untuk diikuti.

13
4.4 Isi Surat Kematian

Keterangan yang diberikan pada surat keterangan kematian adalah:

 Yang berhubungan dengan kematian dan adanya keterangan dokter secara terperinci,

yaitu nama, umur, tempat, dan tanggal kematian.

 Melaporkan tentang penyebab kematian:

o Sebab primer : sebab utama yang menyebabkan kematian

o Sebab kematian segera : komplikasi fatal yang dapat membunuh penderita

o Sebab kematian tambahan : proses yang tidak ada hubungannya dengan sebab

utama ataupun segera akan tetapi mempunyai tambahan resiko penyebab

kematian.

 Bagian akhir berisi tentang

o Kehadiran dokter yang saat melihat kritis penyakit penderita

o Penyebab kematian tersebut ditulis dengan benar sesuai dengan keilmuannya

14
15
5. Standar Pembuatan Visum et Repertum Mati dan Hidup
5.1 Definisi Visum

Visum merupaka keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang

berwenang terhadap manusia baik atau mati maupun bagian atau diduga bagian dari tubuh

manusia, berdasarkan keilmuannya dan dibawah sumpahnya.

5.2 Bentuk dan Isi Visum


1. Pro justisia
Pada bagian atas, khusus dibuat untuk tujuan peradilan.
2. Pendahuluan
Memuat identitas dokter pemeriksa pembuat visum et repertum,identitas
peminta visum et repertum, saat dan
tempat dilakukannya pemeriksaan dan identitas barang bukti (manusia),
sesuai dengan identitas yang tertera di dalam surat permintaan visum et
repertum dari pihak penyidik dan lebel atau segel
3. Pemberitaan
Memuat segala sesuatu yang di lihat dan ditemukan pada barang bukti yang
di periksa oleh dokter, dengan atau tanpa pemeriksaan lanjutan (pemeriksaan
laboratorium), yakni bila dianggap perlu, sesuai dengan kasus dan ada
tidaknya indikasi untuk itu
4. Kesimpulan
Berisi pendapat dokter berdasarkan keilmuannya mengenai jenis
perlukaan/cedera dan jenis kekerasan atau zatnya. Pada visum kejahatan
seksual disimpulkan ada atau tidaknya tanda-tanda persetubuhan.
5. Penutup
Memuat pernyataan bahwasanya visum et repertum tersebut dibuat atas
sumpah dokter dan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya dan sebenar-
benarnya

16
5.3 Contoh Visum

17
6. Prosedur Pemeriksaan Kejahatan Seksual
6.1 Prosedur Pemeriksaan

 Serah Terima Korban

- Korban datang diantar petugas

- Surat permintaan VER ditanda tangani penyidik

- Dokter pemeriksa mencocokkan nama tersebut dalam surat dengan korban,


bila tidak sesuai harap dilembalikan kepada penyidik

- Buku ekspedisi milik penyidik ditanda tangan oleh petugas RS atau dokter

- Petugas pengantar menulis nama, pangkat dan jabatan serta tanda tangan

 Ijin Untuk Diperiksa

- Pernyataan tertulis bahwa korban bersedia diperiksa dokter

- Bila korban anak-anak pernyataan dibuat oleh orang tua atau wali

- Bila korban tidak sadar, ijin keluarga atau pembuatan V e R dapat ditunda
sampai perawatan selesai

- Selama pemeriksaan korban harus didampingi perawat

 Pemeriksaan Korban

- Dicatat nama dokter pemeriksa dan perawat pembantu

- Dicatat tanggal dan jam pemeriksaan

 Anamnesa Umum

- Identitas korban : nama , umur , pekerjaan

- Status perkawinan : gadis, sudah menikah, janda

- Haid terakhir, pola haid

- Riwayat penyakit, penyakit kelamin, penyakit kandungan

- Apakah memakai kontrasepsi

 Anamnesa Khusus

- Siapa yang melaporkan ke polisi : Korban, Keluarga, Masyarakat

18
- Saat kejadian : tanggal dan jam

- Tempat kejadian

- Apakah korban melawan

- Apakah korban pingsan

- Apakah korban kenal dengan pelaku

- Apakah terjadi penetrasi penis dan terjadi ejakulasi

- Apakah ada deviasi sexual

- Jumlah pelaku

- Apakah setelah kejadian korban : Mencuci kemaluan, mandi, ganti pakaian

 Pemeriksaan Baju Korban

- Dicatat helai demi helai pakaian luar dan dalam korban

- Diperiksa apakah ada bercak : Darah, Air mani, Lumpur, kancing putus,
robekan, dll (Bila ada digunting dan dikirim ke Labkrim)
 Pemeriksaan Umum ( Badan )

- Tingkah laku : Gelisah, Depresi

- Penampilan : Rapi, Kusut/ acak-acakan

- Tanda-tanda bekas hilang kesadaran atau dibawah pengaruh alkohol, obat


tidur/ bius, needle mark

- Tanda-tanda bekas kekerasan dari daerah kepala sampai kaki (Macam luka :
lecet, memar, robek, atau patah tulang)

- Love bite atau cupang

- Ada tidaknya Trace Evidence yang menempel pada tubuh : tanah, rumput,
darah

 Pemeriksaan Khusus ( Alat Genital )

- Adakah rambut kemaluan yang melekat, bila ada digunting dan kirim ke
Labkrim

- Adakah rambut asing ( dengan cara menyisir rambut pubis ) , bila ada tempel

19
pada selotipe dikirim ke Labkrim

- Adakah bercak air mani di sekitar alat kelamin, bila ada dikerok dengan
skalpel/ dihapus dengan kapas basah kirim ke Labkrim

- Pemeriksaan himen: Bentuk himen, ukuran lubang himen, ada robekan baru
atau lama, lokasi robekan

 Pemeriksaan vagina dan cervix dengan speculum :

- Adakah tanda-tanda penyakit kelamin : Dinding vagina luka / tidak, Fornix


posterior luka / tidak, Ostium uteri keluar darah / tidak

- Pemeriksaan dalam / colok dubur : rahim membesar atau tidak

- Pengambilan bahan pemeriksaan laboratorium : Spermatozoa, Semen,


Penyakit kelamin

 Pemeriksaan Laboratorium

- Pemeriksaan spermatozoa

- Bahan diambil dari cairan vagina atau canalis cervicalis dengan pipet atau ose:

 Dengan pewarnaan : Dibuat preparat hapus, difiksasi dengan api,


pewarnaan HE atau Gram

 Tanpa pewarnaan : Diletakkan diatas obyekglas, Pembesaran 500 kali,


Spermatozoa bergerak / mati / tidak ada

- Pemeriksaan bercak sperma pada pakaian: Bercak berbatas jelas, Lebih gelap
dari sekitarnya, Sinar Ultra Violet menunjukkan fluoresensi putih, Taktil
(Kaku, Permukaan bercak teraba kasar)

 Pemeriksaan kehamilan

 Evaluasi Pemeriksaan Dan Membuat Kesimpulan

- Kesimpulan harus berdasar pemeriksaan obyektif

- Kesimpulan dibuat bila hasil laboratorium selesai

20
7.Pemeriksaan Lab Forensik Sederhana
Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan Lab Forensik Sederhana
1. Pemeriksaan Laboratorium Forensik Darah
Pemeriksaan bercak darah merupakan salah satu pemeriksaan yang paling sering
dilakukan pada laboratorium forensik. Karena darah mudah sekali tercecer pada hampir
semua bentuk tindakan kekerasan, penyelidikan terhadap bercak darah ini sangat berguna
untuk mengungkapkan suatu tindakan kriminil. Pemeriksaan darah pada forensik
sebenarnya bertujuan untuk membantu identifikasi pemilik darah tersebut. Sebelum
dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap, terlebih dahulu kita harus dapat
memastikan apakah bercak berwarna merah itu darah. Oleh sebab itu perlu dilakukan
pemeriksaan guna menentukan :

a. Bercak tersebut benar darah


b. Darah dari manusia atau hewan
c. Golongan darahnya, bila darah tersebut benar dari manusia

2. Pemeriksaan Laboratorium Forensik Cairan Mani & Spermatozoa


Cairan mani merupakan cairan agak putih kekuningan, keruh dan berbau khas. Cairan
mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzim proteolitik menjadi cair dalam
waktu yang singkat (10 – 20 menit). Dalam keadaan normal, volume cairan mani 3 – 5 ml
pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7,2 – 7,6. Pemeriksaan cairan mani dapat digunakan untuk
membuktikan :
1) Adanya persetubuhan melalui penentuan adanya cairan mani dalam labia minor atau
vagina yang diambil dari forniks posterior
2) Adanya ejakulasi pada persetubuhan atau perbuatan cabul melalui penentuan adanya
cairan mani pada pakaian, seprai, kertas tissue, dsb.
Teknik Pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan cairan
mani dan sel mani dalam lendir vagina, yaitu dengan mengambil lendir vagina

3. Pemeriksaan Toksikologi
o Alkohol arah/urine
o Naroba urine
o Karbonmonoksida

Pasal 133 (1) KUHAP : “dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan dalam
menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena

21
peristiwa yang merupakan indak pidanaa berwenang mengajukan permintaan eterangan
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dana atau ahlinya”

Racun sendiri merupakan suatu zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan
secara faal, yang dalam dosis toksis selalu dapat menyebabkan ngguan fungsi tubuh,
hal mana dapat berakhir dengan penyakit tau kematian.

8. PENGGUGURAN KANDUNGAN (ABORTUS)


1. Definisi
 Medis
Berakhirnya kehamilan pada umur kehamilan <20 mg (berat janin <500 gr) atau
buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan.
 Hukum
Tindakan menghentikan kehamilan / mematikan janin sebelum waktu kelahiran,
tanpa melihat usia kandungannya. Juga tidak dipersoalkan apakah pengguguran
kehamilan tersebut lahir bayi hidup atau mati ( Yurisprudensi Hoge Raad 12 April
1998)
2. Macam – macam abortus menurut proses terjadinya
a. Abortus yang terjadi secara spontan atau natural
b. Abortus yang terjadi akibat kecelakaan
Seorang ibu yang sedang hamil bila mengalami rudapaksa, karena terjatuh atau
tertimpa sesuatu diperutnya demikian pula bila ia menderita syok akan dapat
mengalami abortus disertai pendarahan yang hebat. Abortus yang demikian kadang
– kadang mempunyai implikasi yuridis, perlu penyidikan akan kejadiannya.
c. Abortus provocatus terapeutikus atau medisinalis
Abortus yang dilakukan semata-mata atas dasar pertimbangan medis yang tepat.
Abortus provokatus terapeuticus kadang-kadang membawa implikasi yuridis perlu
dilakukan penyelidikan dengan tuntas khususnya bila ada kecurigaan perihal tidak
wajarnya tarif atau biaya yang diminta oleh dokter, sehingga menimbulkan
komersialisasi yang berkedok demi alasan medis.
d. Abortus provocatus kriminalis
Tindakan pengguguran kandungan disini semata – mata untuk tujuan yang tidak
baik dan melawan hukum.

22
3. Pemeriksaan Forensik Kasus Abortus
Pembuktian secara medis
Jika ibu hidup :
• Tanda kehamilan : striae gravidarum, hiperpigmentasi mammae, bentuk payudara
• Tanda kekerasan pada bagian bawah perut dan sekitar genital
• Usaha penghentian kehamilan : sisa produk kehamilan
• Pemeriksaan toksikologi : dilakukan untuk mengetahui adanya obat/zat yang
digunakan yang adapat menghentikan abortus
• Alat yang tertinggal
Jika ibu meninggal
• Dilakukan Otopsi
• Temukan tanda kehamilan
• Tanda kekerasan bawah perut dan sekitar genital
• Periksa uterus dan bagian dalam genital, temukan adanya tanda kongesti
• Cari kemungkinan perforasi fundus uteri
• Toksikologis darah dan urin
• PA cari trofoblas, desidua, sel radang

4. Pokok-pokok Isi Kesimpulan


a. Korban dalam keadaan hamil atau tidak
b. Ada tanda-tanda tindakan aborsi atau tidak
c. Apa sebab kematiannya
d. Apakah sebab kematian tersebut ada hubungan dengan tindakan aborsi

Contoh Bunyi Kesimpulan


• Telah diperiksa jenazah seorang wanita yang sedang dalam keadaan hamil. Pada organ
kelamin bagian dalam, selain ditemukan memar dan robekan juga sisa-sisa dari tubuh
janin. Ditemukan juga tanda-tanda kehilanganbanyak darah. Sebab kematian adalah
akibat kehilangan banyak darah.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Rae NG. Textbook of Forensic Medicine and Toxicology. 2nd Edition.; 2010.

2. Herkutanto. Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat. Bagian Ilmu Kedokteran

Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit

Cipto Mangunkusumo. 2007;57(2):37-40.

3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Prinsip Pemeriksaan dan Penatalaksanaan

Korban ( P3K ) Kekerasan Seksual. 2012;39(8):579-583.

4. Gani, M. Husni. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik

5. Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Kementrian Kesehatan No 15 Tahun 2010

Nomor 162/MENKES/PB/I/2010

24

You might also like