Professional Documents
Culture Documents
Di bawah taburan bintang dan hembusan angin malam yang menusuk tulang.
Menyelimuti kesunyian, kesendirian dan kehampaan seorang gadis yang duduk di bangku
taman. Cinta, seorang gadis belia yang penuh cerita dan bukan sandiwara.
Cinta : “Tuhan, mengapa aku dilahirkan tanpa ibu? Aku belum sempat melihat sedetikpun
sosok ibu dalam hidup ku. Mengapa aku tak seperti mereka yang memiliki ibu? Tuhan,
aku butuh pelukan hangat dan kasih sayang dari seorang ibu.”
Adji : (Datang menghampiri) “Hai ko loe sendirian? Gak takut ada yang nemenin? Kenapa gak
pulang?”
Cinta : (Hanya memandang lalu membuang muka secara perlahan sembari mengusap air
mata)
Cinta : (Cinta pergi begitu saja meninggalkan cowok itu dan bergegas pulang)
Adji : “Ada apa dengan cewek itu ya? Apa gue bau? (Mencium bau tubuhnya) Wah, bener-
bener bau. Gue harus cepet pulang sebelum orang lain mencium bau badan gue.”
Papah : (Dengan nada tinggi penuh emosi) “Dari mana saja kamu? Kamu itu wanita, tak
sepantasnya kamu keluar malam-malam. Masuk kamar!!”
Mentari menyongsong hari baru. Kicauan burung menambah hangatnya kalbu. Senyuman indah
terpancarkan dari raut wajah Cinta, seakan masalah tidak pernah ada dalam dirinya. Ya, gadis
itu selalu ceria, walau dia memiliki segudang tanda tanya. Semua anggota keluarga berkumpul
di meja makan. Membuka tudung saji dan menyantap makanan. Tapi, Pagi itu ada yang
berbeda, cinta lebih awal berangkat sekolah dan melupakan sarapan paginya.
Papah, Mamah, Cantik, Anggun, Tante : (sedang menyantap sarapan pagi mereka)
Mamah : “Pah, semalam papah marah kesiapa? Maaf pah, mamah kecapean habis belanja
perhiasan di mall.”
Papah : (Tersenyum) “Tidak ada apa-apa kok mah, cuma semalam tuh cinta pulang terlalu
malam.”
Mamah : (Berusaha memanas-manasi suasana) “Wah anak zaman sekarang tingkah lakunya
diluar batas etika bermain ya pah. Berangkat pagi pulang malam. Dulu sewaktu mamah
remaja tidak seperti itu. Harusnya papah lebih tegas terhadap Cinta.”
Cantik : (Memotong pembicaraan) “Benar tuh pah apa yang dibilang mamah, Cinta tuh jangan
dikasih ati, nanti dia manja.”
Anggun : (Menyambung pembicaraan) “Iya pah, setelah manja pasti cinta minta yang
macam-macam, mau beli inilah itu lah. Minta ini lah minta itu lah, pokoknya minta
segalanya deh dari papah. Nanti kalo uang papah habis aku belanja pake uang siapa
coba pah?”
Papah : “iya iya, papah akan lebih tegas pada cinta agar tidak manja.”
Mamah : “Nah gitu dong pah, jangan Cuma kebutuhan cinta saja yang di penuhi. Kebutuhan
mamah, Cantik dan Anggun juga perlu di penuhi.”
Cinta : (Keluar dari kamar lalu mendekati papah) “Pah, Cinta berangkat dulu ya.
Assalamu’alaikum.”
Papah : (Melihat jam tangan) “Loh inikan masih jam setengah enam. Cantik, Anggun, kalian
berangkat bareng papah ya”
Cinta membuka Pintu dengan raut wajah penuh dengan semangat yang tidak mengenal karat.
Hari itu semua di landasi senyuman, dan keceriaan.
Cinta : (Sedang berjalan)
Netta : (Sembari membuka kotak makanan) “Cin coba lihat deh menu makanan yang mamah
aku buat hari ini.”
Cinta : “Wah.. Sepertinya enak tuh ta. Boleh tuh aku cicipi.” (tangan cinta mendekati makanan
itu)
Netta : (Memukulpelan tangan cinta) “Eitttss.. tangan mu kotor cinta, banyak bakteri berada di
tangan mu, kalo kamu gak cuci tangan dulu, perut kita bisa sakit. Lagi pula makanan ini
untuk istirahat.”
Netta : “Iya iya, istirahat aku bagi kamu, aku bawa banyak kok.”
Cinta : “Ehem…. Jadi Cuma Aisyah nih yang kamu kasih? Aku gak?”
Netta : “Jiah elah cemburu banget. Iya iya aku kasih kamu juga ko Cinta.”
Cinta tak kuasa menahan kerinduan yang menghampiri dirinya. Cinta seakan Iri karena tidak
memiliki seorang ibu. Dan entah dimana ibu kandung cinta berada. Waktu pun belum bisa
menjawab seribu pertanyaan dalam isyarat kata. Suasana pun berubah. Bibir yang semula
tersenyum kini terhapus dengan mudahnya. Tekukan dan nafas putus asa semakin terasa.
Cinta : “Andai aku bisa melihat ibu dan berada disampingnya, bersama untuk selamanya.”
Cinta : “Kan aku Cuma berandai-andai, siapa yang tidak iri melihat kemesraan Netta dengan
Ibunya?”
Aisyah : (Mengangguk sambil memakan kripik) “Untung Umiku gak ekspresif tentang cinta dan
kasih sayang, ce’ile…. Kalo umiku seperti mamanya Netta pasti kamu lebih iri deh.”
Netta : “Sepertinya bukan gak ekpresif deh Umi mu Syah, mungkin karena kamu memang
tidak di sayang dari lahir. Hehehehe.”
Aisyah : “Bukan tidak di sayang, Umi ku cuma sibuk membagi rata kasih sayang kepada anak
anaknya. Kalian tau sendiri kan adik kite bejibun.”
Cinta : (Tersenyum menahan tawa) “ Kok mau sih punya adik sampai lima?”
Aisyah : “Sebetulnya sedih cinta. Bukan kerena banyak adik, kalo cuma banyak adik sih gue
masih happy-happy aje. Namanya Rezeki dari Allah.. Kata umi, gue harus bersyukur,
karena banyak orang susah punya adik. Tapi yang aku kurang suka ketika umi tidak ada
waktu luang untuk aku.”
Netta : “Betul sih harus di syukuri, gak enak jadi anak tunggal.”
Aisyah : “Tapi bukan karena umi tidak ada waktu untuk aku aja sih. Tapi…”
Bel masuk berbunyi, awal pelajaran di mulai. Tak lama guru mata pelajaran PKN pun datang.
Guru : “Selamat pagi anak-anak, jumpa lagi dengan ibu cantik menawan dan selalu ceria.
Pertemuan ini kita akan membahas mengenai Cinta Tanah Air. Siapa yang tahu contoh
Cinta Tanah air itu seperti apa?”
Netta : (Mengacungkan tangan, lalu mengambil tanah dari sepatunya) “Ini cinta, Ini tanah dan
ini air bu.”
Guru : “Netta, maksud ibu bukan penggalan kata. Yang ibu maksud itu arti dari Cinta Tanah
Air. Cantik, Anggun, apa yang kamu ketahui tentang Cinta Tanah Air?”
Cantik : (Dengan Ringan menjawab) “Selalu beli peralatan Make Up dalam negeri bu.”
Anggun : (Sembari mengaca) “Selalu shoping ke mall, jalan-jalan, dan dan tentunya beli
HP canggih bu, biar Negara kita banyak penghasilannya bu.”
Guru : “Kalian tuh ya, jawabannya tidak ada yang benar, Cinta Tanah Air itu adalah rasa
dimana kita dapat bertanggung jawab dan membela Negara kita, baik dengan materi
atau pun dengan jiwa dan raga.”
6 jam pun berlalu, pelajaran demi pelajaran sudah di lewati di hari ini. Masa dimana
memanjakan diri pun di mulai. Tapi tidak untuk cinta karena kesendiriannya.
Aisyah : “Sudah, Umi ku berkata, mengeluh tidak akan bisa merubah diri yang lelah menjadi
tenang. Kerjakan, lakukan dan tidak menghindar dari tugas adalah hal yang paling
mujarap untuk menghilangkan lelah itu.”
Adji : (Mendekati Cinta) “Sebentar-sebentar, Sepertinya gue pernah melihat loe deh. loe
yang duduk di taman waktu itu kan? Kenapa loe pergi gitu aja?
Netta & Aisyah : (Menyenggol lembut Cinta) “Cie…ehemmm.. siapa tuh cin?” (Nada pelan)
Adji : “Ehem.. masa iya gue di cuekin lagi, gue udah gak bau ko. Boleh kenalan?, nama loe
siapa?” (Memberikan tangan)
Cantik : (Menyelak cinta sehingga cinta ada di belakang cantik) “Gue Cantik, loe siapa?”
(Tersenyum)
Cantik : “Kok bisa gini ya? Gue cantik loe tampan, mungkin kita jodoh.”
Cantik : (Baru pulang sekolah lalu mendekati cinta) “Kayanya ada yang makin ganjen di rumah
ini.” (Nada Sinis)
Anggun : (Tak mau kalah) “Ih.. kaya cewek gak laku! Nguber nguber cowok, malu-maluin!”
Anggun : “Atau mungkin gak punya rasa malu, Cuma bisa menjelekan nama keluarga dengan
cara mengejar-ngejar cowok.”
Tante : (Datang merelai) “Idih… idih.. pulang sekolah kok pada ributtt.. mulu kerjaannya. Gak
cape apa kalian.”
Anggun : “Diam deh tante, ini masalah aku sama cinta, tante gak akan tau dan gak akan ngerti
masalahnya. Tantekan udah tua, ngapain masih ngurusin yang muda.”
Cantik : (Tak menerima anggun di tampat, lalu mendorong tante Rina hingga jatuh)
Anggun : “Ayo kita pergi saja sebelum papah melihat ini semua.” (Pergi dari rumah)
Awan senja mulai tiada. Mentari yang menari mulai meninggalkan awan biru, lalu pergi. Batang
hidung rembulan mulai datang, datang menghampiri dengan sendiri. Dengan taburan bintang
bagai roti kismis menambah hangatnya harnonis.
Papah : (Baru pulang kerja sembari melepas sepatu) “Cin, ko ada di luar? Kenapa gak masuk?”
Papah : (Berdiri dari kursi) “ya sudah papah masuk kedalam ya.”
Cinta : (Menarik tangan papah) “Sebentar pah, ada hal yang mau cinta tanyakan.”
Papah : (Duduk kembali) “Silahkan, apa yang mau kamu tanyakan cin?”
Cinta : “Pah, Ibunya Dina meninggal karena ditabrak mobil, Ibunya Riza meninggal ketika
melahirkan, kalo ibu cinta kandung cinta kemana pah? Cinta hanya ingin tahu pah,
selama ini cinta belum pernah melihat ibu secara langsung. Hanya satu foto yang cinta
punya pah. Pah, cinta butuh kasih sayang ibu juga. Tapi bukan maksud kasih sayang
papah pada cinta itu kurang.”
Papah : (Menghentikan akfivitas) “Yang sudah tidak ada tidak usah kamu ungkit ungkit lagi.”
Cinta : “Cinta hanya ingin tahu pah, cinta rindu ibu cinta pah.”
Cinta : “Tuhan, mengapa tiap kali aku bertanya tentang ibu di depan papah, papah selalu
marah? Bukan kah Ibu adalah wanita yang paling mulia di hadapan mu tuhan. Tuhan,
bukan kah surge mu berada di telapak kaki ibu? Bagaimana aku bisa berbakti ketika aku
sendiri tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.”
Tante : (Mendekati Cinta dan membereskan minuman) “Sudah Cin, yang sabar. Semua ada jalan
keluarnya. Mungkin papah mu lagi capek jadi sedikit emosi.” (Menutupi semua yg
terjadi)
Cinta : “Tapi Tan, apa salah cinta hingga cinta tak boleh tahu sedikit pun tentang ibu?”
Tante : “Engga.., Cinta gak salah, mungkin papah mu lagi banyak fikiran di kantor. Yang sabar
cin.”
Tante : “Ibu Cinta tidak pernah marah, dia sabar, hatinya juga halus dan tidak tegaan. Ibu mu
cepat banget nangis kalo liat orang susah” (Menutupi semua yang terjadi)
Cinta : “Cinta ingin membuat Ibu bangga tan, dan cinta juga ingin ketemu dengan ibu. Cinta
kangeeenn.. banget sama ibu.”
Tante : (Menutupi kesedihan) “Iiiyaa.. tante tahu ko, makanya cinta sekolah yang benar. Biar
ibu mu bangga. Ya sudah sekarang belajar sana.”
Malam semakin larut, kesedihan belum kunjung surut. Cinta hidup di dalam lingkaran yang tak
berujung. Hari-hari cinta penuh dengan deraan siksa. Papah yang kian gelap mata, dan mamah
Alya yang tak berperasa. Membuat cinta tak memiliki arti. Hari mulai berganti. Kini mentari
mulai meninggi, dan kicauan burung telah pergi. Cinta duduk seorang diri. Tiada orang yang
menemani, teras menjadi saksi, saksi kesendirian dan kesunyian hati seorang wanita tanpa
seorang bunda. Hari ini ada yang berbeda, seorang lelaki muda dengan barang bawaan.
Makky : (Berjalan di depan rumah membawa barang) “Assalamu’alaikum, Permisi mba, mau
nanya.”
Cinta : (kaget)
Makky : (Memberikan tangan) “Wah lumayan jauh ya. Makky Matahari Muhammad, dan…..”
Anggun : (Datang menghampiri dan menepak bahu cinta) “Heh, kalo pacaran jangan di
jalan orang dong.”
Cinta : “Aku masuk dulu ya Makky.” (Masuk ke rumah)
Makky : “Makky Matahari Muhammad. Ya sudah mba, eh.. maksudnya Anggun, aku pulang
dulu.”
Makky : “Assalamu’alaikum”
Delapan bulan berlalu, hidup cinta masih seperti dulu, jutaan tanda tanya dan ribuan sandiwara
keluarga semua tak dapat di buka. Ada yang berbeda ketika Makky selalu ada untuk cinta. Hari
demi hari cinta lewati, tak jauh dari Makky dan tak jauh dari kata yang terluap untuk memaki
dari ibu tiri.
Cinta : (Karena malu, cinta mengajak pulang) “Makky, kita pulang saja yuk.”
Hari berlalu dengan begitu cepatnya, karena hari-hari cinta di temani oleh Makky. Suatu
hari ketika rumah sedang sepi, mamah Alia dan dua anaknya sedang merencanakan sesuatu.
Mamah : (Duduk di meja makan) “Cantik, Anggun. Kemari, ada hal yang perlu kita
rencanakan. Mamah sudah bosan hidup di atur atur oleh lelaki itu.”
Mamah : “Kita kan singkirkan lelaki itu, tante itu dan cinta yang tak berguna. Lalu kita ambil
harta lelaki itu setelah itu kita pergi.
Anggun : (Menutup alat make up) “Hah.. pergi? Ide bagus mah, Anggun ikut mamah.”
Mamah : “Maka dari itu, kita harus menyingkirkan anak sialan itu.”
Mamah : (Membuka pintu) “eh papah sudah pulang. Sini pah aku bawain jasnya. Mau aku
siapkan air hangat untuk mandi pah?
Papah : “Gak usah mah, papah capek, papah mau langsung istirahat saja.”
Ke esokan harinya. Rencana jahat Mamah Alia segera di mulai. Mamah Alia mendatangi preman
untuk mencelakakan Cinta.
Mamah : “Saya mau, anak ini mati. Ini DPnya, sisanya setelah tugas kamu selesai. Ingat jangan
sampai polisi tahu.”
Preman : “Membunuh bukan hal yang mudah bu, masa bayarannya segini?”
Mamah : “Setelah pekerjaan mu selesai, saya akn bayar 3 kali lipat dati ini. Mengerti!”
Adik Makky tak sengaja melihat foto dan mendengar pembicaraan mamah Alia dengan preman
tersebut. Kabar tak mengenakan ini segera di beri tahukan kepada Makky.
Adik Makky : (Berlari terengah-engah) “Kak, itu di taman.. di taman ka…” (Panik)
Adik Makky : “Aku gak papa ka, tapi itu di taman ka, di taman.”
Adik Makky : (Menarik nafas dalam-dalam) “Tadi aku liat mamahnya ka Cinta dengan cowok
serem ka, mamahnya ka cinta ngasih foto ka Cinta dan nyuruh cowok itu membunuh
kak cinta.”
Makky : (Terkejut) “Ya sudah kita pulang dulu saja. Biarkan berita ini kaka yang kasih tau ke
ka Cinta.”
Berita buruk itu sangat menusuk dalam lubuk. Hati Makky penuh dengan gelisah dan
khawatiran. Tiap langkah kaki tersa berat, naluri dan hati nurani saling beradu pendapat. Makky
tak hanya diam seribu bahasa, akal fikiran bekerja secara keras, memikirkan jalan keluar agar
terkupas tuntas. Khawatiran itu terlus menghantui, tak kuasa Makky menahan diri. Makky
berlari, pergi sendiri menuju rumah bidadari.
Makky : (Menarik tangan cinta) “Ikut aku ketaman. Ada hal yang perlu aku bicarakan.”
Makky : (Memotong pembicaraan) “Sudah tidak ada waktu lagi.” (Melihat sekitar)
Sesampai di Taman.
Makky : “Cinta, kali ini kamu harus percaya. Mamah kamu itu jahat, mamah kamu mau
mencelakakan kamu.
Cinta : (Tertawa kecil) “Ah Makky ada-ada aja kamu mah. Mana mungkin gitu.”
Cinta : “Cukup Makky, aku gak mau dengar pembicaraan mu yang ngelantur itu.” (Cinta peergi
meninggalkan Makky)
Makky : (Berusaha menggapai tangan cinta) (Makky tidak dapat menggapai tangan cinta) “Aku
hanya ingin keselamatan untuk mu, tapi kamu tak mendengarkan ku.” (Bicara sendiri
lalu pergi)
Sejak kejadian itu, Makky tidak pernah menggunjungi rumah cinta. Tiada kabar darinya. Hari
hari cinta di isi dengan sebuah lamunan. Tiada kesan dan tiada senyuman. Cinta merasa
kesepian walau Netta dan Aisyah selalu ada ketika di sekolah.
Papah : (Membawa segelas the dan Koran. Lalu duduk di teras depan)
Cinta : “Iya juga sih pah. Oiya pah, cinta boleh Tanya?”
Cinta : “Sebenarnya Ibu cinta baik gak pah? Ibu cinta sekarang kemana pah? Cinta pengen…
banget ketemu ibu pah. Bercanda bareng, makan bareng semuanya sama sama.”
Cinta : “Pah, Cinta itu anak papah. Cinta berhak dong tau ibu cinta. Pah, 16 tahun cinta gak tau
ibu kandung cinta. Selama 16 tahun pula cinta belum pernah merasakan kasih sayang
seorang ibu. Sebelum papah nikah sama mamah Alia 3 tahun lalu, papah amat sangat
perhatian sama cinta. Papah gak pernah bentak cinta. Sayang papah itu sangat cinta
rasakan. Tapi sekarang? Cinta Cuma nanya tentang ibu cinta aja papah selalu marah,
selalu kasar. Cinta butuh kasih sayang pah. Bukan sebuah marahan dan sentakan dari
papah.”
Cinta : “Pah, kenapa sih papah gak pernah ngerti hati cinta. Cinta mau ibu cinta pah. Cinta
mau ibu.”
Papah : “Cukup Cinta, kamu itu gak tau di untung. Udah syukur hidup enak, serba ada. Masiih
aja nanya tentang wanita itu.”
Cinta : “Pah, Harta bukan segalanya. Cinta lebih baik hidup sederhana tetapi bergelimang
kasih sayang kalian. Kasih sayang ibu dan papah.”
Papah : “Lama-lama kamu gak sopan juga ya sama orang tua. Sekarang kamu tidur di gudang,
semua fasilitas kamu papah potong.” (Menarik cinta masuk gudang)
Papah sangat marah hari itu. Gudang yang kumuh menjadi saksi kesendirian cinta. Cinta
menatap sekelilinya. Hanya terlihat debu dan prabot yang tak berguna. Seharian cinta berada di
gudang itu, tiada orang yang membantu tatkala papah sudah kelabu. Cinta tertuju pada suatu
buku. Tertumpuk menjadi satu bersama debu. Cinta pun menganbil buku itu. Suara pintu
terbuka terdengar jelas oleh telinga. Cinta menyembunyikan semuanya. Terlihat baying-bayang
mendekat. Iya, tante cinta yang membuka pintu. Tante Rina membuka pintu untuk cinta.
Tante : “Sudah jangan takut, ada tante. Sekarang kamu kekamar, dan bersihkan pakaian mu.”
Cinta : (Mengangguk)
Hari dimana papah emosi telah pegti den kini berganti hari. Cinta tak sabar ingin pergi dari
rumah untuk menbaca buku yang cinta dapatkan di gudang.
Isi Buku harian : “15 maret 2005. Mas, betapa berharganya kamu dalam hidup ku. Kamu
penyemangat dan bagaikan bintang yang selalu bersinar. Mas, kamu suami yang sangat aku
sayangi dan selalu aku cintai. Semua hati dan kepercayaan sudah ku limpahkan dan ku berikan
hanya untuk mu. Mas, aku tahu kamu marah sama aku. Aku tahu kamu mengetahui latar
belakang aku, siapa aku dan bagaimana diri ku. Mas, ketahuilah itu hanya masa suram ku ketika
kamu belum bersamaku. Mas, aku tak pernah berkhianat atau melakukan hal hina itu ketika
bersama mu. Aku mengabdi atas diri ku, raga ku dan kehormatan ku untuk mu. Maafkan aku
mas, jika selama ini aku menutupinya dari mu. Ampuni aku mas, aku tak ingin berpisah dengan
mu dan buah hati kita, cinta.”
Buku harian itu adalah bu ku harian ibu kandung cinta. CInta hanya bisa terbungkam dan tak
percaya. Titik terang tentang bunda mulai nyata. Bergegas iya bertanya.
Cinta : “Tan aku mau nanya, tante harus jawab. Ini buku harian siapa tan?”
Tante : (Membaca buku harian) “In…ini buku harian ibu kamu cin.”
Tante : “Sebenarnya ibu kamu di usir sama papah mu karena latar belakang ibu mu adalah
seorang pelacur.”
Tante : “Tante juga tidak tau ibu mu sekarang di mana?” (Duduk di meja makan)
Cinta : (Pergi mencari papah di kamar)
Cinta : “Sekarang cinta mau kejujran papah dan tante. Ibu cinta dimana pah? Ibu cinta dimana
tan?” (Dengan penuh air mata)
Papah : (Tak kuasa menahan tangis) “ibu mu papah usir dari rumah ini 16 tahun yang lalu.”
Cinta : (Memberikan buku harian ibu kandung cinta) “Baca pah, ini yang disebut ibu yang tidak
baik? Dimana akal papah? Dimana hati papah?”
Cinta : “Ibu dimana pah? Kasih tau cinta, cinta rindu ibu..”
Cinta : (Hanya terdiam dengan air mata yg membanjiri pipinya) “Pah, Cinta mau ke makam
ibu..”
Papah : (Mengantar cinta kemakam ibunya yang tak jauh dari rumahnya)
Cinta : (Nada sedikit emosi) “Pah, cinta mau kemakam ibu, bukan ke taman….”
Papah : “Tiga tahun setelah kepergian ibu mu, pemakaman ib=ni berubah fungsi menjadi
taman. Dan tepat di bawah bangku tanam ini, Ayuningsih ibu mu di makamkan.”
Papah : “Menunduk)
Cinta : “Ibu.. Maafkan cinta. cinta sering kesini tetapi tidak mengetahui adanya ibu. Ibu betapa
rindunya cinta sama ibu. Cinta ingin ketemu sama ibu. Ibu, lihat cinta. cinta butuh ibu,
cinta mau pelukan ibu. Kasih sayang ibu. Manjaan dari bu. Selama ini cinta tidak dapat itu
semua bu.. Ibu, entah harus bagaimana cinta harus berbuat. Cinta patah arah bu. Cinta
kira ibu masih ada, cinta kira ibu masih bersama cinta. tapi kenapa ibu sudah tiada..”
CInta : “Ini semua karena papah, papah ngusir ibu gitu aja, papah gak mau dengar penjelasan
ibu sedikit pun.”
Cinta : (Pulang dengan rasa sedih yang sangat mendalam. Dan mengunci kamar)
Dua bulan pun berlalu setelah kejadian pulu itu. Cinta berubah pendiam, tak pernah berkata
mulutnya selalu terbungkam. Walau seribu tanda Tanya sudah terbuka. Tapi cinta belum bisa
menerima semuanya. Harapan cinta bertemu ibunda telah sirna, kini perbedaan dunia yang
memisahkannya.
Cinta : “Untuk Ibu disana, Aku hanya seorang wanita tak berdaya. Tak memiliki apa-apa, selalu
dipandang sebelah mata. Ibu, hidup terasa hampa ketika kau tiada, ketika kau jauh
disana. Ibu, hanya senandung do’a yang bisa ku beri. Hanya do’a yang bisa ku ucapkan
untuk menemanimu. Aku sangat merindukan mu Ibu, amat merindukan belaian
hangatmu bu. Aku sayang Ibu.”
TAMAT