Professional Documents
Culture Documents
05.09.2013
Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan masalah defisiensi nutrien tersering pada anak di seluruh dunia
terutama di negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh kurangnya zat
besi dalam tubuh penderita.
Secara epidemiologi, prevalens tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi dan awal masa kanak-kanak
diantaranya karena terdapat defisiensi besi saat kehamilan dan percepatan tumbuh masa kanak-kanak
yang disertai rendahnya asupan besi dari makanan, atau karena penggunaan susu formula dengan kadar
besi kurang. Selain itu ADB juga banyak ditemukan pada masa remaja akibat percepatan tumbuh, asupan
besi yang tidak adekuat dan diperberat oleh kehilangan darah akibat menstruasi pada remaja puteri.
Data SKRT tahun 2007 menunjukkan prevalens ADB. Angka kejadian anemia defisiensi besi (ADB) pada
anak balita di Indonesia sekitar 40-45%.[i] Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
menunjukkan prevalens ADB pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturut-turut
sebesar 61,3%, 64,8% dan 48,1%.
adb
adb
Fungsi zat besi yang paling penting adalah dalam perkembangan system saraf yaitu diperlukan dalam
proses mielinisasi, neurotransmitter, dendritogenesis dan metabolisme saraf. Kekurangan zat besi sangat
mempengaruhi fungsi kognitif, tingkah laku dan pertumbuhan seorang bayi. Besi juga merupakan
sumber energi bagi otot sehingga mempengaruhi ketahanan fisik dan kemampuan bekerja terutama
pada remaja. Bila kekurangan zat besi terjadi pada masa kehamilan maka akan meningkatkan risiko
perinatal serta mortalitas bayi.
Cadangan besi kurang, a.l. karena bayi berat lahir rendah, prematuritas, lahir kembar, ASI ekslusif tanpa
suplementasi besi, susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat dan anemia selama kehamilan.
Asupan besi kurang akibat tidak mendapat makanan tambahan atau minum susu murni berlebih.
Obesitas
Malabsorbsi.
Asupan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe jenis heme atau minum susu
berlebihan.
Obesitas
Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang / kronis baik bakteri, virus ataupun parasit).
Oral
Dapat diberikan secara oral berupa besi elemental dengan dosis 3 mg/kgBB sebelum makan atau 5
mg/kgBB setelah makan dibagi dalam 2 dosis.
Hindari makanan yang menghambat absorpsi besi (teh, susu murni, kuning telur, serat) dan obat seperti
antasida dan kloramfenikol.
Banyak minum untuk mencegah terjadinya konstipasi (efek samping pemberian preparat besi)
Parenteral
Indikasi:
Adanya malabsorbsi
Membutuhkan kenaikan kadar besi yang cepat (pada pasien yang menjalani dialisis yang memerlukan
eritropoetin)
Tentang gizi dan jenis makanan yang mengandung kadar besi yang tinggi dan absorpsi yang lebih baik
misalnya ikan, hati dan daging.
Kandungan besi dalam ASI lebih rendah dibandingkan dengan susu sapi tetapi
penyerapan/bioavailabilitasnya lebih tinggi (50%). Oleh karena itu pemberian ASI ekslusif perlu
digalakkan dengan pemberian suplementasi besi dan makanan tambahan sesuai usia.
Penyuluhan mengenai kebersihan lingkungan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi bakteri /
infestasi parasit sebagai salah satu penyebab defisiensi besi.
Suplementasi besi
Diberikan pada semua golongan umur dimulai sejak bayi hingga remaja