You are on page 1of 15

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SUMBER HUKUM ISLAM


 Sumber secara etimologi berarti asal dari segala sesuatu atau tempat merujuk sesuatu.
 Adapun secara terminology dalam ushul fiqih, sumber diartikan sebagai rujukan
yang pokok atau utama dalam menetapkan hukum islam.
 Sedangkan hukum adalah peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang
mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma
itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun
peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh
penguasa.

 Jadi sumber hukum islam adalah asal atau tempat pengambilan hukum islam. Dalam
kepustakaan hokum islam di Indonesia, sumber hukum islam kadang-kadang disebut
dalil hukum islam atau pokok hukum islam atau dasar hukum islam.1[4]

B.MACAM- MACAM SUMBER HUKUM ISLAM


1. Al-Qur'an,
2. Sunah (Hadis),
3. Ijtihad
4. Qiyas
5. Ijma’.

1) Al Qur’an
a) Pengertian al Qur’an
 Secara etimologi Alquran berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau
qur’anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu).
Sedangkan secara terminologi (syariat),
 Secara etimologis al Quran adalah bentuk masdhar dari kata qa-ra-a ( ), sewazan
dengan kata fulan yang artinya bacaan, berbicara tentang apa yang tertulis
padanya, atau melihat dan menelaah.

1
 Definisi al Quran menurut beberapa tokoh :
1. Syaltut, al Qur’an adalah “ lafaz Arabi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW, dinukilkan kepada kita secara mutawatir ”.
2. Al Syaukani, al Qur’an adalah “ kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, tertulis dalam mushaf, dinukilkan secara mutawatir ”.
3. Abu Zahroh, al Qur’an adalah “ kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW “.
4. Al Sarkhisi, al Qur’an adalah “ kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW, ditulis dalam mushaf, diturunkan dengan huruf yang tujuh yang mashur
dan dinukilkan secara mutawatir “.
5. Al Midi, al Qur’an adalah “ al kitab adalah al Quran yang diturunkan “.
6. Ibnu Subki, al Qur’an adalah “ lafaz yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW, mengandung mujizat setiap suratnya, yang beribadah membacanya “.

 Jadi Al-Qur’an adalah firman Allah s.w.t. yang di turunkan kepada Nabi
Muhammad s.a.w. secara berangsur-angsur melalui malaikat Jibril, sebagai
mukjizat dan pedoman hidup bagi umatnya dan membacanya adalah ibadah. Al-
Qur’an ini turun pada sekitar tanggal 17 Ramadhan tahun ke-41 dari kelahiran
nabi Muhammad s.a.w.

b) Pokok-pokok kandungan dalam al Qur’an antar lain :


1. Masalah tauhid, termasuk didalamnya segala kepercayaan terhadap yang ghoib.
Manusia diajak kepada kepercayaan yang benar yaitu mentauhidkan Allah swt.
2. Ibadah, yaitu kegiatan – kegiatan dan perbuatan yang mewujudkan dan
menghidupkan didalam hati dan jiwa.
3. Janji dan ancaman yaitu janji dengan balasan yang baik atau pahala bagi mereka
yang berbuat baik, dan ancaman yaitu siksa bagi mereka yang berbuat kejelekan
baik di dunia maupun di akhirat. Janji dan ancaman di dunia dan akhirat berupa
surga dan neraka.
4. Jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, yang berarti berupa ketentuan dan
aturan yang hendaknya dipenuhi agar dapat mencapai keridhoan Allah swt.
5. Sejarah tentang umat sebelum Nabi Muhammad saw sebagai cermin
perbandingan dan untuk menarik pelajaran, yakni bagaimana kesudahan umat
yang durhaka dan bagaimana keadaan umat yang bertakqwa.
2
c) Sebab-sebab Turunnya Al-Qur’an
 Untuk mengetahui kemukjizatan Al-Qur'an. Perlu diketahui suasana ketika ayat-
ayat Al-Qur'an diturunkan, baik keadaan ayatnya, keadaan Nabi Muhammad saw.
yang menerima dan membawa ayat-ayat itu, maupun keadaan seluruhnya.
 Tidak mengetahui sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur'an dapat mendatangkan
keragu-raguan.Dan dapat pula menyebabkan ayat-ayat yang terang dan jelas
maksudnya terkadang menjadi samar, sehingga dikhawatirkan akan timbul
perselisihan.

d) Fungsi dan Tujuan Turunnya al Qur`an


Fungsi turunnya al Qur`an :
1. Sebagai petunjuk ( hudan ) bagi umat manusia.
2. Sebagai rahmat atau keberuntungan dari Allah dalam bentuk kasih sayang-Nya
untuk umat manusia.
3. Sebagai pembeda ( furqon ) antara yang baik dan buruk, halal haram, salah benar,
dan sebagainya.
4. Sebagai pengajaran yang akan mengajarkan dan membimbing umat dalam
kehidupan untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.) bagi
orang yang telah berbuat baik kepada Allah dan semua manusia.
5. Sebagai berita gembira ( busyron ) terhadap sesuatu yang disampaikan Allah.
6. Sebagai penjelasan ( tibyan ) atau yang menjelaskan
7. Sebagai pembenar ( mushaddiq ) terhadap kitab yang sebelumnya ( Taurat, Zabur,
Injil ) sebelum adanya perubahan terhadap isi kitab tersebut
8. Sebagai cahaya yang akan menerangi kehidupan manusia menuju jalan
keselamatan.
9. Sebagai tafsil, yaitu memberi penjelasan secara rinci sehingga dapat
dilaksanakan sesuai yang dikehendaki Allah.
10. Sebagai syifau al shudur, yaitu obat rtohani yang sakit.
11. Sebagai hakim, yaitu sumber kebijaksanaan.

3
e) Al-Quran mengandung tiga komponen dasar hukum, sebagai berikut:
1. Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia
dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan.
2. Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia
dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama manusia, serta manusia
dengan lingkungan sekitar.
3. Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku normal manusia
dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau makhluk sosial.

f) Al Qur`an diturunkan secara berangsur-angsur. Maksud diturunkan secara


berangsur-angsur yaitu :
a. Sebagai tatsbi
Yaitu ketenangan dan kepuasan rohani dalam menerima dan menjalankan
alQur`an bagi Nabi maupun bagi umatnya. Bagi Nabi yaitu seringnya Nabi
berkomunikasi langsung dengan Tuhan. Bagi umatnya yaitu bahwa hukum Allah
yang terkandung dalam al Qur`an merupakan revolusi budaya sehingga mungkin
lebih baik bila dilakukan secara berangsur-angsur.
b. Untuk adanya tartil ( membaca dengan baik dan indah )
Karena al Qur`an turun pada kaum yang umumnya ummi atau but abaca tulis.
Allah menghendaki ayat-ayat al Qur`an dapat dihafal oleh umat dengan baik
secara menyeluruh sehingga otentisitas al Qur`an terjamin.

g) Bentuk kemu Mu`jizat al Qur`an


1. Segi keindahan bahasa. Keindaannya terdapat dalam penggunaan kata, susunan
kata dan kalimat, ungkapan, dan hubungan satu ungkapan dengan ungkapan
lainnya.
2. Dari segi pemberitaan mengenai kejadian masa lalu yang kemudian terbukti
kebenarannya, dan sesuai dengan pemberitaan kitab suci sebelumnya.
3. Dari segi pemberitaan al Qur`an tentang hal-hal yang akan terjadi dan ternyata
memang kemudian terjadi.
4. Dari segi kandungannya akan hakekat kejadian alam dengan seisinya serta
hubungan antara satu dengan lainnya.

4
5. Dari segi kandungan mengenai pedoman hidup yang menuntun manusia
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat ; tentang halal-haram, salah-
benar, baik-buruk, boleh dan tidak boleh serta tentang etika pergaulan.

h) Hukum yang Terkandung dalam Al Qur`an


 Pertama, hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah Swt mengenai
apa yang harus diyakini dan harus dihindari sehubungan dengan keyakinannya (
hukum diyah ) yang dikaji dalam “ilmu tauhid” atau “ ushuluddin”.
 Kedua, hukum yang mengatur pergaulan manusia( hukum khuluqiyah ) yang
kemudian dikembangkan dalam ilmu akhlak.
 Ketiga, hukum yang menyangkut tindak tanduk manusia dan tingkah laku
lahirnya dalam hubungan dengan Allah Swt, dan dalam hubungannya dengan
sesama manusia, dan dalam bentuk apa-apa yang harus dilakukan atau dijauhi (
hukum amaliyah ) yang dikembangkan dalam hukum syari`ah.

i) Kedudukan Al-Qur’an
Sebagai kitab suci, Al-Qur’an merupakan pedoman hidup kaum muslimin. Sebab di
dalamnya terkandung aturan kaidah-kaidah kehidupan yang harus dijalankan oleh
umat manusia..

2) SUNNAH(HADIS)
a. Pengertian Sunnah
 Secara etimologi sunnah berarti cara yang biasa dilakukan, baik cara itu baik
atau buruk.
 Sunah menurut bahasa artinya perjalanan, pekerjaan atau cara.
 Sedangkan sunah menurut istilah syara' ialah perkataan Nabi Muhammad
saw., perbuatannya, dan keterangannya yaitu sesuatu yang dikatakan atau
diperbuat oleh sahabat dan ditetapkan oleh nabi, serta nabi tidak menegurnya.
 Pengertian sunnah dari beberapa ulama:
1. Menurut ulama ushul, sunnah adalah “ apa yang diriwayatkan dari Nabi
Muhammad SAW, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun
pengakuan dan sifat Nabi ”.

5
2. Menurut ulama fiqh, sunnah adalah “ sifat hukum bagi suatu perbuatan
yang dituntut melakukannya dalam bentuk tuntutan yang tidak pasti
dengan pengertian diberi pahalaorang yang melakukannyadan tidak
berdosa orang yang tidak melakukannya.

b. Kategorisasi Sunah
sunah pada umumnya dapat dikategorisasikan menjadi tiga yaitu:
1). Khabar yang pasti kebenarannya, seperti apa yang datang dari Allah, rasul-
Nya dan khabar yang diriwayatkan dengan jalan mutawatir.
2). Khabar yang pasti salahnya, yaitu pemberitaan tentang hal-hal yang tidak
mungkin dibenarkan oleh akal, seperti khabar yang menyatakan antara hidup
dan mati dapat berkumpul. Atau khabar yang bertentangan dengan ketentuan
syariat, seperti mengakui menjadi rasul, akan tetapi tidak disertai dengan
mukjizat.
3). Khabar yang tidak dapat dipastikan benar atau bohongnya seperti khabar-
khabar yang samar, karena kadang-kadang tidak dapat ditentukan mana
yang kuat, benarnya atau bohongnya. Atau kadang-kadang kuat benarnya,
tetapi tidak pasti (qath'i), seperti pemberitaan orang yang adil. Dan kadang-
kadang juga kuat bohongnya, tetapi tidak dapat dipastikan ,seperti
pemberitaan orang fasiq.

c. Macam-Macam Sunnah
1. Sunnah Qauliyah
Sunah Qauliyah yaitu perkataan Nabi saw. yang menerangkan hukum-
hukum agama dan maksud isi Al-Qur'an serta berisi peradaban, hikmah,
ilmu pengetahuan dan juga menganjurkan akhlak yang mulia. Sunah
qauliyah (ucapan) ini dinamakan juga dengan Hadis Nabi saw.
2. Sunah Fi‘liyah
Sunah Fi‘liyah yaitu perbuatan Nabi saw. yang menerangkan cara
melaksanakan ibadah, misalnya cara berwudhu, salat dan sebagainya.

6
 .Sunah fi‘liyah itu terbagi sebagai berikut:
a). Perbuatan Nabi saw. yang bersifat gerakan jiwa, gerakan hati,dan gerakan
tubuh, seperti: bernapas, duduk, berjalan dan sebagainya.
b). Perbuatan Nabi saw. yang bersifat kebiasaan, seperti: cara-cara makan,
tidur dan sebagainya.
c). Perbuatan Nabi saw. yang khusus untuk beliau sendiri, seperti
menyambungkan puasa dengan tidak berbuka dan beristri lebih dari
empat. Dalam hal ini orang lain tidak boleh mengikutinya.
d). Perbuatan Nabi saw.yang bersifat menjelaskan hukum yang mujmal
(global), seperti: salat dan hajinya
e). Perbuatan Nabi saw.yang dilakukan terhadap orang lain sebagai suatu
hukuman, seperti: menahan orang,atau mengusahakan milik orang lain.
Di sini perlu mengetahui sebab-sebabnya, kalau berlaku orang yang
dakwa-mendakwa, maka tentu berlaku sebagai keputusan.
f). Pebuatan Nabi saw. yang menunjukkan suatu kebolehan, seperti:
berwudhu dengan satu kali, dua kali dan tiga kali.
3. Sunnah Taqririyah
Sunnah taqririyah adalah sikap nabi terhadap suatu kejadian yang dilihatnya
berupa perbuatan atau ucapan sahabat. Sikap Nabi itu ada kalanya dengan
cara mendiamkannya, tidak menunjukkan tanda-tanda mengingkari atau
menyetujuinya atau melahirkan anggapan baik terhadap perbuatan itu
sehingga dengan adanya ikrar Nabi tersebut perbuatan itu dianggap sebagai
perbuatan nabi yang hukumnya boleh dilakukan.

 Contoh-contoh taqrir antara lain sebagaiberikut:


1. Mempergunakan uang yang dibuat oleh orang kafir.
2. Mempergunakan harta yang diusahakan mereka ketika masih kafir.
3. Membiarkan zikir dengan suara keras sesudah salat.

7
d. Fungsi sunnah adalah :
1. Menguatkan dan menjelaskan hukum-hukum yang tersebut dalam al Qur`an
(ta`qid dan taqrir)
2. menetapkan serta mengukuhkan hukum yang ada dalam Al-Qur’an.
3. Sunnah dapat merinci, menfsiri kata-kata yang masih global, membatasi dan
mentakhsis (mengkhususkan) hal hal yang masih bersifat umum dalam Al-
Qur’an.
3. Sunnah yang tidak ada dalam Al-Qur’an dapat menetapkan hukum baru.
4. Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam al Qur`an.

e. Kedudukan Sunnah sebagai Sumber Hukum


Sunnah berkedudukan sebagai sumber atau dalil kedua setelah al Qur`an dan
mempunyai kekuatan untuk ditaati serta mengikat untuk semua umat Islam,
alasannya antara lain :
1. Banyak ayat al Qur`an yang menyuruh umat untuk menaati Rasul ( al Nisa`(4):
59
2. Ayat al Qur`an sering menyuruh umat untuk beriman kepada Allah dan Rasul-
Nya (al-A`raf :158)
3. Ayat al Qur`an menetapkan bahwa yang dikatakan Nabi seluruhnya adalah
berdasarkan wahyu .

3) IJTIHAD
a. Pengertian
 Menurut arti bahasa Ijtihad berarti : memeras pikiran/berusaha dengan giat
dan sungguh-sungguh, mencurahkan tenaga maksimal atau berusaha dengan
giat dan sungguh-sungguh.
 Menurut istilah Ijtihad berarti : berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapan hukumnya, baik dalam
Al-Qur’an maupun Hadits, dengan menggunakan akal pikiran serta
berpedoman kepada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.

8
b. Syarat-syarat melakukan ijtihad
1. Mengetahui isi dan kandungan Al-Qur’an dan Al Hadits
2. Mengetahui seluk beluk bahasa Arab dengan segala kelengkapannya
3. Mengetahui ilmu ushul dan kaidah-kaidah fiqh secara mendalam
4. Memiliki ilmu pengetahuan yang luas tentang ayat-ayat al-Qur’an yang
berhubungan dengan masalah hokum, dengan pengertian ia mampu
membahas ayat ayat untuk menggali hukum.
5. Memiliki pengetahuan yang luas tentang hadist-hadist yang berhubungan
dengan masalah hukum.
6. Mengetahui tentang latar belakang turunnya ayat-ayat al-Qur’an dan
hadist.

c. Kedudukan Ijtihad
Ijtihad mendududki posisi yang ketiga dalam hukum islam setelah al- Qur’an
dan al- sunnah ,Ijtihad sangat diperlukan dalam kehidupan umat Islam untuk
mencari kepastian hukum (Islam) terhadap berbagai persoalan yang muncul
yang tidak ditemukan sumber hukumnya secara jelas dalam Al-Qur’an dan
Al-Hadits. Selain itu, nas Al-Qur’an dan Al-Hadits sendiri juga
mengharuskan kaum muslimin yang memiliki kemampuan pengetahuan dan
pikiran untuk berijtihad

d. Lapangan ijtihad

Sesuai dengan namanya, ijtihad berarti mencari sesuatu yang tidak secara
eksplisit didapat di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, berarti mengartikan,
menafsirkan, dan mengambil kesimpulan dari kedua sumber tersebut,

 Ijtihad terikat oleh ketentuan ketentuan sebagai berikut:


a) Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan ibadah mahdhah. Karena
urusan ibadah mahdhah telah diatur oleh al-Qur’an dan al-Hadist secara
jelas dan terperinci.
b) Hasil ketetapan ijtihad sifatnya kondisional dan situasional, mungkin
berlaku bagi seseorang tetapi tidak berlaku bagi oranng lain. Juga
berlakunya kadangkala hanya untuk satu masa atau tempat tertentu saja.

9
c) Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an dan al-
Sunnah.
d) Ketetapan ijtihad tidak melahirkan keputusan yang absolute, tetapi
sifatnya relative
e) Dalam proses berijtihad harus mempertimbangkan berbagai aspek,
diantaranya aspek lingkungan, aspek manfaat dan madharat atau akibat,
aspek motivasi dan nilai-nilai yang menjadi ciri khas ajaran Islam.
f) Ijtihad mencakup bidang mu’amalah (ihwal ekonomi), jinayat
(kriminalitas), siasat (politik), ahwal syakhshiyyah (ihwal kekeluargaan),
dan da’wah (misson), kedokteran, sains dan teknologi dan sebagainya.

e. Ijtihad memiliki peranan penting dalam pembinaan hukum Islam;


diantaranya
1. Agar hukum Islam dapat ditetapkan secara fleksibel sehingga tidak kaku.
2. AgarDapat di sesuaikan dengan perkembangan zaman
3. Dapat memudahkan penerapan ajaran Islam menurut situasi dan kondisi
yang ada
4. Dapat mengembangkan intelektuelitas sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
5. Dapat meningkatkan dinamika masyarakat Islam yang heterogen, namun
senantiasa hidup toleran dengan ukhuwah Islamiyah.

4) QIYAS
a. Pengertian Qiyas
 Qiyas menurut bahasa artinya, mengukur sesuatu dengan lainnya dan
mempersamakannya
 .Menurut istilah, qiyas ialah menetapkan sesuatu perbuatan yang
belum ada ketentuan hukumnya, berdasarkan suatu hukum yang
sudah ditentukan oleh nas, disebabkan adanya persamaan di antara
keduanya.
 qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya
dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan
illat hukum.

10
b. Rukun dan Syarat Qiyas
Rukun qiyas ada empat, yaitu:
1). Ashal (pangkal) yaitu sesuatu yang menjadi ukuran atau tempat
menyerupakan (musyabbah bih).
2). Furu‘(cabang), yaitu sesuatu yang diukur atau diserupakan(musyabbah).
3). Illat, yaitu sifat yang menghubungkan antara pangkal dan cabang.
4). Hukum, sesuatu yang ditetapkan pada furu‘ sesudah tetap pada ashal
(hukum yang dihasilkan dari qiyas).

c. Syarat Qiyas
1). Syarat ashal/pokok
Syarat ashal atau pokok ada 3 macam, yaitu:
a). Hukum ashal harus masih tetap (berlaku), karena kalau sudah tidak
berlaku lagi (sudah dirubah/dimansukh), maka tidak mungkinfuru‘
berdiri sendiri.
b). Hukum yang berlaku pada ashal, adalah hukum syara', karena yang
sedang dibahas oleh kita ini hukum syara' pula.
c). Hukum pokok atau ashal tidak merupakan hukum pengecualian.
Seperti sahnya puasa bagi orang yang lupa, meskipun makan dan
minum.

2). Syarat-syarat furu‘


a). Hukum furu‘tidak boleh mendahului hukum ashal. Misalnya
mengqiyaskan wudhu dengan tayamum dalam kewajiban niat
dengan alasan bahwa kedua-duanya sama-sama thaharah.
b). Illat yang terdapat pada furu‘, hendaknya menyamai illat pada
hukum ashal.
c). Begitu juga hukum yang ada pada furu‘harus sama dengan hukum
ashal.
d). Ketetapan pada furu` tidak menyalahi dalil qath`i ( termasuk khabar
ahad ).
e).. Tidak ada penentang ( hukum lain ) yang lebih kuat terhadap furu`
dan `illat qiyas itu.
f). Furu` itutidak pernah diatur hukumnya dalam nash tertentu.

11
3). Syarat-syarat illat ada tiga
a). Hendaknya illat itu harus berturut-turut, artinya jika illat itu ada,
maka dengan sendirinya hukum pun ada.
b). Sebaliknya apabila hukum ada, illat pun ada.
c). Illat tidak boleh menyalahinas, karena kedudukan illat tidak dapat
mengalahkannya, maka dengan demikian tentu nas lebih dahulu
mengalahkan illat.

d. Macam-macam Qiyas
Qiyas dapat digolongkan menjadi empat macam yaitu: Qiyas Aulawi, Qiyas
Musawi, Qiyas Dilalah dan Qiyas Syibh.
a). Qiyas Aulawi (melebihkan atau mengutamakan)
Qiyas aulawiialah qiyas yang illatnya dapat menetapkan adanya hukum,
sementara cabangnya lebih pantas menerima hukum daripada ashal.Seperti
haramnya memukul kedua orang tua yang diqiyaskan dengan haramnya
memaki mereka.
b). Qiyas Musawi (illat hukumnya sama)
Qiyas musawiialah qiyas yang illatnya sama dengan illat qiyas aulawi, hanya
saja hukum yang berhubungan dengan cabang (furu‘), kedudukannya
setingkat dengan hukum ashalnya. Seperti qiyas memakan harta benda anak
yatim dan membakarnya.
c). Qiyas Dilalah (menunjukkan)
Qiyas dilalahialah qiyas yang illatnya tidak dapat menetapkan hukum,akan
tetapi dapat menunjukkan adanya hukum. Seperti mengqiyaskan wajibnya
zakat harta benda anak-anak yatim dengan wajibnya zakat harta orang
dewasa, dengan alasan yaitu keduanya merupakan harta yang tumbuh.
d). Qiyas Syibh (menyerupai)
Qiyas syibh adalah mengqiyaskan cabang yang diragukan di antara kedua
pangkal dengan illat yang lebih menyamai.Seperti budak yang mati
terbunbuh.. Dalam hal budak yang mati terbunbuh tentu lebih sesuai
tentunya lebih sesuai diqiyaskan dengan dengan harta benda, karena ia dapat
dimiliki, diwariskan dan lain sebagainya.

12
e. Kedudukan Qiyas
Qiyas menurut para ulama adalah hujjah syar'iyah yang keempat setelah Al
Qur'an, Hadis dan Ijtihad.

5. IJMA’
1. Pengertian Ijma’
 Ijma' menurut bahasa, artinyasepakat, setuju atau sependapat.
 Secara etimologi, ijma` mengandung dua arti :
1. Ijma` berarti ketetapan hati untuk melakukan sesuatu atau keputusan
berbuat sesuatu.
2. Ijma` juga berarti sepakat.
 Menurut istilah syar`i pengertian ijma` dirumuskan sebagai berikut :
a. Al Ghazali, ijma` yaitu kesepakatan umat Muhammad SAW secara
khusus atas sesuatu urusan agama
b. Al Midi, ijma` yaitu kesepakatan sejumlah ahlul halli wal `Aqd (
para ahli yang kompeten dalam mengurusi umat ) dari umat
Muhammad pada suatu masa atas hukum suatu kasus.

2. Pembagian Ijma’
Ijma' umat itu dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Ijma' Qauli
Ijma' qauli (ucapan); yaitu ijma' di mana para ulama yang ahli ijtihad
ijtihad menetapkan pendapatnya baik dengan lisan maupun tulisan
yang menerangkan persetujuannya atas pendapat mujtahid lain di
masanya.
b. Ijma’ Sukuti
Ijma' sukuti (diam); ialah diamnya para mujtahid terhadap suatu
persoalan, mereka tidak mengeluarkan pendapatnya atas mujtahid lain,
dan diamnya itu bukan karena takut atau malu.Ijma' ini disebut juga
ijma' dzanni

13
3. Rukun ( unsur ) ijma`:

1. Terdapat sejumlah orang yang berkualitas mujtahid.

2. Semua mujtahid itu sepakat tentang hukum suatau masalah.

3. Kesepakatan itu tercapai setelah terlebih dahulu masing-masing


mujtahid mengemukakan pendapatnya sebagi hasil dari usaha
ijtihadnya.

4. Persyaratan Ijma`

a. Kuantitas anggota ijma`

jumlah ulama mujtahid untuk terlaksanya ijma` adalah jumlah yang


mencapai batas mutawatir, karena kehujjahan ijma` ditentukan
terhindarnya dari kesalahan.

b. Berlalunya masa

ijma` itu berlangsungberdasarkan kesepakatan ulamamujtahid dalam


suatu masa tertentu. Sebagian ulama menyatakan syahnya ijma` tidak
perlu mensyaratkan berlalunya masa.

5. Fungsi Ijma`

a. Menetapkan hukum atas dasar taufik Allah.

b. Meningkatkan kualitas dalil yang dijadikan sandaran ijma`.

6. Kedudukan Ijma`

Jumhur ulama berpendapat bahwa kedudukan ijma` menempati salah satu dalil
hukum setelah al Qur`an dan Sunnah. Jadi, ijma` dapat menetapkan hukum
yang mengikat dan wajib dipatuhi umat Islam.

14
DAFTAR PUSTAKA

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 1, PT LOGOS Wacana Ilmu, Ciputat: 1997

Kamal Mukhtar,dkk, Ushul Fiqih Jilid 1, CPT Dana Bakti Wakaf, Yogjakarta, 1995

Khairul Umam, dkk, Ushul Fiqih 1, CV Pustaka Setia, Bandung, 2000

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, PT Raja Gravindo Persada, Jakarta, 1998

Muin Umar, dkk ,Ushul Fiqih 1, IAIN, Jakarta, 1986

Safiudin Shidik, Ushul Fiqih, PT Inti Media Cipta Nusantara, Tt

Syafi’I karim, Fiqih ushul fiqih, CV PUSTAKA SETIA, Bandung, 1997

Dr akhmad mujahidin ,M.Ag,et,al

Sudirman terba

AM.hasan ali,MA

Mubarak, Zakky..”Menjadi Cendikiawan Muslim”. Jakarta: PT Magenta Bhakti Guna 2007

http://almanhaj.or.id/content/2944/slash/0

http://www.media.isnet.org

https://mhs.blog.ui.ac.id/afif.akbar11/wp…/makalah-agamanew.docx

15

You might also like