You are on page 1of 7

Klasifikasi /pengelompokan mineral yang digunakan berdasarkan klasifikasi

menurut James D.Dana (dalam Kraus, Hunt,dan Ramsdell, 1951) yang didasarkan
pada kemiripan komposisi kimia dan struktur kristal, adalah sebagai berikut:

1. Kelompok Native Element (Unsur Murni)


Native element atau unsur murni ini adalah kelas mineral yang dicirikan
dengan hanya memiliki satu unsur atau komposisi kimia saja. Mineral
pada kelas ini tidak mengandung unsur lain selain unsur pembentuk
utamanya. Pada umumnya sifat dalam (tenacity) mineralnya adalah
malleable yang jika ditempa dengan palu akan menjadi pipih, atau ductile
yang jika ditarik akan dapat memanjang, namun tidak akan kembali lagi
seperti semula jika dilepaskan. Dibagi lagi dalam 3 kelas mineral yang
berbeda , antara lain :
a. Metal dan element intermetalic (logam). Contohnya: emas (Au), perak
(Ag), Platina (Pt) dan tembaga (Cu). sistem kristalnya adalah
isometrik.
b. Semimetal (Semi logam). Contohnya: bismuth (Bi), arsenic (As), ,
yang keduanya memiliki sistem kristalnya adalah hexagonal.
c. Non metal (bukan logam). Contohnya intan, graphite dan sulfur.
sistem kristalnya dapat berbeda-beda, seperti sulfur sistem kristalnya
orthorhombic, intan sistem kristalnya isometric, dan graphite sistem
kristalnya adalah hexagonal. Pada umumnya, berat jenis dari mineral-
mineral ini tinggi, kisarannya sekitar 6.
2. Kelompok Sulfida
Kelas mineral sulfida atau dikenal juga dengan nama sulfosalt ini
terbentuk dari kombinasi antara unsur tertentu dengan sulfur (belerang)
(S2-). Pada umumnya unsure utamanya adalah logam (metal).
Pembentukan mineral kelas ini pada umumnya terbentuk disekitar wilayah
gunung api yang memiliki kandungan sulfur yang tinggi. Proses
mineralisasinya terjadi pada tempat-tempat keluarnya atau sumber sulfur.
Unsur utama yang bercampur dengan sulfur tersebut berasal dari magma,
kemudian terkontaminasi oleh sulfur yang ada disekitarnya. Pembentukan
mineralnya biasanya terjadi dibawah kondisi air tempat terendapnya unsur
sulfur. Proses tersebut biasanya dikenal sebagai alterasi mineral dengan
sifat pembentukan yang terkait dengan hidrotermal (air panas).

Mineral kelas sulfida ini juga termasuk mineral-mineral pembentuk bijih


(ores). Dan oleh karena itu, mineral-mineral sulfida memiliki nilai
ekonomis yang cukup tinggi. Khususnya karena unsur utamanya
umumnya adalah logam. Pada industri logam, mineral-mineral sulfides
tersebut akan diproses untuk memisahkan unsur logam dari sulfurnya.

Beberapa penciri kelas mineral ini adalah memiliki kilap logam karena
unsur utamanya umumnya logam, berat jenis yang tinggi dan memiliki
tingkat atau nilai kekerasan yang rendah. Hal tersebut berkaitan dengan
unsur pembentuknya yang bersifat logam. Beberapa contoh mineral
sulfides yang terkenal adalah pirit (FeS2), Kalkosit (Cu2S), Galena (PbS),
sphalerite (ZnS), dan Kalkopirit (CuFeS2) .Dan termasuk juga didalamnya
selenides, tellurides, arsenides, antimonides, bismuthinides dan juga
sulfosalt.
3. Kelompok Oksida Dan Hidroksida
Mineral oksida dan hidroksida ini merupakan mineral yang terbentuk dari
kombinasi unsur tertentu dengan gugus anion oksida (O2-) dan gugus
hidroksil hidroksida (OH-).
a. OKSIDA
Mineral oksida terbentuk sebagai akibat persenyawaan langsung
antara oksigen dan unsur tertentu. Susunannya lebih sederhana
dibanding silikat. Mineral oksida umumnya lebih keras dibanding
mineral lainnya kecuali silikat. Mereka juga lebih berat kecuali
sulfida. Unsur yang paling utama dalam oksida adalah besi, chrome,
mangan, timah dan aluminium. Beberapa mineral oksida yang paling
umum adalah, korondum (Al2O3), hematit (Fe2O3) dan kassiterit
(SnO2).
b. HIDROKSIDA
Seperti mineral oksida, mineral hidroksida terbentuk akibat
pencampuran atau persenyawaan unsur-unsur tertentu dengan
hidroksida (OH-). Reaksi pembentukannya dapat juga terkait dengan
pengikatan dengan air. Sama seperti oksida, pada mineral hidroksida,
unsur utamanya pada umumnya adalah unsur-unsur logam. Beberapa
contoh mineral hidroksida adalah Manganite MnO(OH), Bauksit
[FeO(OH)] dan limonite (Fe2O3.H2O).
4. Kelompok Halida
Kelompok ini dicirikan oleh adanya dominasi dari ion
halogenelektronegatif, seperti: F-, Cl-, Br-, I-. Pada umumnya memiliki BJ
yang rendah (< 5).Contoh mineralnya adalah: Halit (NaCl), Fluorit (CaF2),
Silvit (KCl), dan Kriolit (Na3AlF6).
5. Kelompok Karbonat
Merupakan persenyawaan dengan ion (CO3)2-, dan disebut “karbonat”,
umpamanya persenyawaan dengan Ca dinamakan “kalsium karbonat”,
CaCO3 dikenal sebagai mineral “kalsit”. Mineral ini merupakan susunan
utama yang membentuk batuan sedimen.
Carbonat terbentuk pada lingkungan laut oleh endapan bangkai plankton.
Carbonat juga terbentuk pada daerah evaporitic dan pada daerah karst
yang membentuk gua (caves), stalaktit, dan stalagmite. Dalam kelas
carbonat ini juga termasuk nitrat (NO3) dan juga Borat (BO3).

Beberapa contoh mineral yang termasuk kedalam kelas carbonat ini adalah
dolomite (CaMg(CO3)2, calcite (CaCO3), dan magnesite (MgCO3). Dan
contoh mineral nitrat dan borat adalah niter (NaNO3) dan borak
(Na2B4O5(OH)4.8H2O).
6. Kelompok Sulfat
Sulfat terdiri dari anion sulfat (SO42-). Mineral sulfat adalah kombinasi
logam dengan anion sufat tersebut. Pembentukan mineral sulfat biasanya
terjadi pada daerah evaporitik (penguapan) yang tinggi kadar airnya,
kemudian perlahan-lahan menguap sehingga formasi sulfat dan halida
berinteraksi.

Pada kelas sulfat termasuk juga mineral-mineral molibdat, kromat, dan


tungstat. Dan sama seperti sulfat, mineral-mineral tersebut juga terbentuk
dari kombinasi logam dengan anion-anionnya masing-masing.

Contoh-contoh mineral yang termasuk kedalam kelas ini adalah barite


(barium sulfate), celestite (strontium sulfate), anhydrite (calcium sulfate),
angelsit dan gypsum (hydrated calcium sulfate). Juga termasuk
didalamnya mineral chromate, molybdate, selenate, sulfite, tellurate serta
mineral tungstate.
7. Kelompok Phosphat
Kelompok ini dicirikan oleh adanya gugus PO43-, dan pada umumnya
memiliki kilap kaca atau lemak, contoh mineral yaitu:Apatit (Ca,Sr,
Pb,Na,K)5 (PO4)3(F,Cl,OH),Vanadine Pb5Cl(PO4)3,dan Turquoise
CuAl6(PO4)4(OH)8 . 5H2O.
8. Kelompok Silikat
Silicat merupakan 25% dari mineral yang dikenal dan 40% dari mineral
yang dikenali. Hampir 90 % mineral pembentuk batuan adalah dari
kelompok ini, yang merupakan persenyawaan antara silikon dan oksigen
dengan beberapa unsur metal. Karena jumlahnya yang besar, maka hampir
90 % dari berat kerak-Bumi terdiri dari mineral silikat, dan hampir 100 %
dari mantel Bumi (sampai kedalaman 2900 Km dari kerak Bumi). Silikat
merupakan bagian utama yang membentuk batuan baik itu sedimen,
batuan beku maupun batuan malihan (metamorf).
Klasifikasi batuan yang paling sederhana dan mendasar adalah klasifikasi batuan
berdasarkan pada genesanya atau asal-usulnya atau cara kejadiannya. Berdasarkan
asal usulnya, batuan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Batuan beku, yaitu batuan yang berasal dari pembekuan dan kristalisasi
magma.
2. Batuan sedimen, yaitu batuan yang berasal dari rombakan batuan lain
yang telah ada sebelumnya baik itu batuan beku, sedimen atau metamorfik.
3. Batuan metamorfik, yaitu batuan berasal dari batuan lain yang telah ada
sebelumnya (batuan beku, sedimen atau metamorfik) yang mengalami
proses metamorfosa, yaitu perubahan dalam kondisi padat karena
temperatur dan tekanan yang tinggi, atau karena cairan hidrotermal.
Batuan yang mengalami proses metamorfisme akan mengalami perubahan
komposisi mineral, perubahan tekstur, dan perubahan komposisi kimia.

Batuan beku selanjutnya dapat diklasifikasinya berdasarkan berdasarkan


berbagai macam komposisi kimianya, salah satunya yang sederhana adalah
berdasarkan pada kandungan silika atau SiO2 menjadi:

1. Batuan beku asam. Batuan ini berwarna cerah, kandungan silika tinggi,
65 – 75 % SiO2, yang dicirikan terutama oleh kehadiran mineral berwarna
cerah: kuarsa dan K-feldspar, dan mineral berwarna gelap:biotit. Termasuk
kategori ini antara lain adalah Granit dan Riolit.
2. Batuan beku menengah. Batuan ini berwarna abu-abu sampai abu-abu
gelap, mengandung silika menengah, 52 – 65 %, yang dicirikan oleh
kehadiran mineral-mineral cerahnya plagioklas menengah (Ca-Na
plagioklas) yang dominan, dan mineral berwarna gelap yang utama adalah
hornblende. Termasuk kategori ini antara lain adalah Andesit dan Diorit.
3. Batuan beku basa. Batuan ini berwarna gelap, hitam, kandungan
silikanya rendah, 45 – 52 %, yang dicirikan oleh kehadiran mineral cerah
plagioklas basa (Ca-plagioklas), dan mineral berwarna gelap yang
dominan piroksen. Termasuk kategori ini antara lain adalah Gabro dan
Basalt.
4. Batuan beku ultrabasa. Batuan ini berwarna gelap, hijau gelap,
kandungan silikanya sangat rendah, < 45 %, yang dicirikan terutama oleh
kehadiran mineral berwarna gelap olivin dan piroksin, dan tanpa mineral
berwarna cerah. Termasuk kategoti ini adalah Peridotit, Dunite, Piroksenit.

Batuan sedimen selajutnya juga dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara.


Cara yang paling sederhana adalah berdasarkan pada cara terbentuknya menjadi:

1. Batuan sedimen klastik, yaitu yang terbentuk melalui proses perombakan


batuan lain yang telah ada sebelumnya. Hasil rombakan itu kemudian
mengalami transportasi oleh media air, angin atau es dan diendapkan di
tempat lain. Endapan tersebut disebut sebagai sedimen. Dengan
berjalannya waktu, endapan sedimen mengalami pembatuan atau litifikasi
menjadi batuan sedimen.
2. Batuan sedimen non-klastik, yaitu yang terbentuk melalui proses
kimiawi atau biologis di dalam kolom air.

Batuan metamorfik, seperti dua jenis batuan sebelumnya juga dapat


diklasifikasikan dengan berbagai cara berdasarkan pada struktur, tekstur maupun
komposisi mineralnya. Kenampakan yang sangat khas dari batuan metamorfik
adalah hadirnya kesan penjajaran mineral penyusunnya. Penjajaran mineral ini
terjadi akibat dari pengaruh tekanan yang dialami batuan tersebut. Penjajaran
mineral dapat berupa penjajaran mineral pipih seperti mika, atau mineral
berbentuk batangan seperti feldspar. Kesan perlapisan atau perlapisan pada batuan
metamorfik disebut foliasi.

Pada dasarnya, berdasarkan pada kenampakan foliasinya, ada dua tipe batuan
metamorfik, yaitu:

1. Batuan metamorfik yang berfoliasi, yaitu batuan metamorfik yang


memperlihatkan kenampakan adanya kesan perlapisan atau penjajaran
mineral, seperti slate, filit, skis, gneis.
2. Batuan metamorfik yang tidak berfoliasi, yaitu batuan metamorfik yang
tidak memperlihatkan adanya kesan perlapisan atau penjajaran mineral,
seperti mamer, kuarsit dan hornfles.

Pada batuan metamorfik yang berfoliasi, kondisi foliasi batuan tersebut


menggambarkan kondisi tingkatan proses metamorfisme yang dialami batuan
tersebut. Tingkatan foliasi batuan metamorfik ini dapat dibedakan menjadi
berfoliasi lemah, berfoliasi menengah, dan berfoliasi kuat. Makin tinggi tingkat
foliasi, maka makin tegas foliasinya dan makin banyak kandungan mineral
pipihnya, dan foliasinya dapat “dikupas” dengan tangan.

Klasifikasi yang sederhana adalah berdasar tingkatan yang menggambarkan


tingkat perubahan yang terjadi pada batuan asalnya, yaitu mengklasifikasikan
batuan metamorf yang berfoliasi menjadi:

1. Batuan metamorf tingkat rendah, yaitu yang berfoliasi lemah, seperti slate
(batu sabak)
2. Batuan metamorf tingkat menengah, yaitu yang berfoliasi menengah,
seperti filit
3. Batuan metamorf tingkat tinggi, yaitu yang berfoliasi kuat, seperti skis

Tinggi atau rendahnya tingkat metamorfosa yang dialami suatu batuan tercermin
pada perubahan tektur, struktur dan komposisi mineralnya. Selain itu, jenis batuan
metamorf yang terbentuk ditentukan juga oleh batuan asalnya. Misalnya,
batulempung dan batupasir mengalami metamorfosa dengan tingkat yang sama,
maka akan menghasilkan batuan metamorfik yang berbeda.

You might also like