You are on page 1of 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelatihan

Pelatihan merupakan suatu proses belajar mengajar terhadap pengetahuan dan

keterampilan tertentu serta sikap agar peserta semakin terampil dan mampu

melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar

(Tanjung, 2003). Kirkpatrick (1994) mendefinisikan pelatihan sebagai upaya

meningkatkan pengetahuan, mengubah perilaku dan mengembangkan keterampilan.

Pelatihan menurut Strauss dan Syaless di dalam Notoatmodjo (1998) berarti

mengubah pola perilaku, karena dengan pelatihan maka akhirnya akan menimbulkan

perubahan perilaku. Pelatihan adalah bagian dari pendidikan yang menyangkut proses

belajar, berguna untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem

pendidikan yang berlaku, dalam waktu relatif singkat dan metodenya mengutamakan

praktek daripada teori.

Pelatihan adalah proses pembelajaran yang lebih menekankan pada praktek

daripada teori yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan menggunakan

pelatihan orang dewasa dan bertujuan meningkatkan kemampuan dalam satu atau

beberapa jenis keterampilan tertentu. Sedangkan pembelajaran merupakan suatu

proses interaksi antara peserta dengan lingkungannya yang mengarah pada

pencapaian tujuan pendidikan dan pelatihan yang telah ditentukan terlebih dahulu

(Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kesehatan, 2002).

Universitas Sumatera Utara


2.1.1 Tujuan Pelatihan

Tujuan pelatihan kesehatan secara umum adalah mengubah perilaku individu,

masyarakat di bidang kesehatan. Tujuan ini adalah menjadikan kesehatan sebagai

suatu yang bernilai di masyarakat, menolong individu agar mampu secara mandiri

atau kelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai hidup sehat. Prinsip dari

pelatihan kesehatan bukanlah hanya pelajaran di kelas, tapi merupakan kumpulan-

kumpulan pengalaman di mana saja dan kapan saja, sepanjang pelatihan dapat

mempengaruhi pengetahuan, sikap dan kebiasaan (Tafal, 1989). Pelatihan memiliki

tujuan penting untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sebagai kriteria

keberhasilan program kesehatan secara keseluruhan (Notoatmodjo, 2005). Tujuan

umum pelatihan kader posyandu adalah meningkatkan kemampuan kader posyandu

dalam mengelola dan menyampaikan pelayanan kepada masyarakat (Tim Penggerak

PKK Pusat, 1999).

Sedangkan tujuan khususnya adalah :

a. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan kader sebagai pengelola

posyandu berdasarkan kebutuhan sasaran di wilayah pelayanannya.

b. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dalam berkomunikasi

dengan masyarakat.

c. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan kader untuk menggunakan

metode media diskusi yang lebih partisipatif.

Menyatakan bahwa tujuan pelatihan merupakan upaya peningkatan

sumberdaya manusia termasuk sumberdaya manusia tenaga kesehatan, kader

Universitas Sumatera Utara


posyandu, agar pengetahuan dan keterampilannya meningkat. Kader posyandu perlu

mendapatkan pelatihan karena jumlahnya tersebar di berbagai daerah di Indonesia.

Pelatihan bagi kader dapat berupa ceramah, tanya jawab, curah pendapat, simulasi

dan praktek (Depkes, 2000).

2.1.2 Metode Pelatihan

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pelatihan

adalah pemilihan metode pelatihan yang tepat. Pemilihan metode belajar dapat

diidentifikasikan melalui besarnya kelompok peserta. Membagi metode pendidikan

menjadi tiga yakni metode pendidikan individu, kelompok, dan masa. Pemilihan

metode pelatihan tergantung pada tujuan, Kemampuan pelatih/pengajar, besar

kelompok sasaran, kapan/waktu pengajaran berlangsung dan fasilitas yang tersedia

(Notoatmodjo, 1993).

Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1991), jenis-jenis metode

yang digunakan dalam pelatihan antara lain : ceramah, tanya jawab, diskusi

kelompok, kelompok studi kecil, bermain peran, studi kasus, curah pendapat,

demonstrasi, penugasan, permainan, simulasi dan praktek lapangan. Metode yang

digunakan dalam pelatihan petugas kesehatan meliputi metode ceramah dan tanya-

jawab (metode konvensional). Depkes (1993) menunjukkan bahwa untuk mengubah

komponen perilaku perlu dipilih metode yang tepat. Metode untuk mengubah

pengetahuan dapat digunakan metode ceramah, tugas, baca, panel dan konseling.

Sedangkan untuk mengubah sikap dapat digunakan metode curah pendapat, diskusi

Universitas Sumatera Utara


kelompok, tanya-jawab serta pameran. Metode pelatihan demonstrasi dan bengkel

kerja lebih tepat untuk mengubah keterampilan

2.2 Keterampilan

Keterampilan adalah hasil dari latihan berulang, yang dapat disebut perubahan

yang meningkat atau progresif oleh orang yang mempelajari keterampilan tadi

sebagai hasil dari aktivitas tertentu (Whiterington, 1991). Keterampilan dari kata

dasar terampil yang artinya cakap menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan

sedangkan keterampilan artinya kecakapan untuk menyelesaikan tugas (Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, 1999).

Menurut Graeff, dkk (1996), pelatihan keterampilan merupakan aktivitas

utama selama fase implementasi suatu program kesehatan. Selama implementasi

pelatihan bertujuan untuk membangun dan memelihara perilaku-perilaku yang sangat

penting dalam kelangsungan program, maka pelatihan tersebut akan mengarah

kepada perolehan keterampilan. Keterampilan adalah kemampuan melaksanakan

tugas atau pekerjaan dengan menggunakan anggota badan dan peralatan kerja yang

tersedia.

Ada 3 jenis kemampuan dasar bersifat manusia (human skill), kemampuan

teknik (technicall skill) dan kemampuan membuat konsep (conceptual skill).

Keterampilan teknik adalah kemampuan untuk menggunakan alat, prosedur dan

teknik yang berhubungan dengan bidangnya. Keterampilan manusia adalah

kemampuan untuk dapat bekerja, mengerti dan mengadakan motivasi kepada orang

lain. Keterampilan konsep adalah kemampuan untuk melakukan kerja sama di dalam

Universitas Sumatera Utara


pekerjaan, pekerjaan itu dapat memberikan keterampilan (Schein, 1991). Sedangkan

keterampilan kader gizi lebih kepada keterampilan teknis dalam kegiatan

posyandu.

Dalam proses pendidikan atau pelatihan, suatu sikap belum tentu terwujud

dalam praktek atau tindakan (Notoatmodjo, 1993). Masih diperlukan kondisi tertentu

yang memungkinkan terjadinya perubahan sikap menjadi praktek. Kondisi tersebut

antara lain tersedianya fasilitas untuk belajar yaitu :

a . Peserta diberi kesempatan untuk melihat dan mendengar orang lain

melakukan keterampilan tersebut dan diberi kesempatan melakukan sendiri.

b. Peserta diberi kesempatan untuk menguasai sub-sub komponen keterampilan

sebelum menguasai keterampilan secara keseluruhan.

c. Peserta harus melakukan sendiri keterampilan baru

d. Pelatih mengevaluasi hasil keterampilan baru dan memberi umpan balik.

Menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan FKM UI, 1998 bahwa

pengetahuan dan keterampilan kader dipengaruhi oleh adanya pembinaan, dengan

pembinaan kader akan meningkatkan pengetahuan, aktivitas dan keterampilan kader

dalam menjalankan tugasnya. Sedangkan menurut Junaedi (1990), bahwa bimbingan

dan supervisi dari petugas kesehatan akan berpengaruh terhadap peningkatan

pengetahuan dan keterampilan kader. Disamping itu pengetahuan dan kemampuan

kader juga dapat ditingkatkan melalui pelatihan kader baru, pelatihan ulang kader,

pengalaman kader selama menjalankan kegiatan posyandu dan kunjungan petugas di

luar hari kegiatan posyandu.

Universitas Sumatera Utara


Seseorang yang telah mendapatkan pelatihan maka pengetahuannya dan

keterampilannya meningkat dan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden

dalam pengetahuan yang ingin diketahui atau disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan

tersebut di atas (Notoatmodjo, 2003). Menurut Abror (1993), cara mengukur tingkat

pengetahuan pada tahap mengetahui dan memahami dapat dilakukan dengan tes

objektif tipe benar salah atau pilihan berganda. Tahap penerapan, analisis, sintesis,

dan evaluasi diukur dengan bentuk tes uraian. Pengukuran pengetahuan dapat

dilakukan melalui tes atau wawancara dengan alat bantu kuesioner berisi materi yang

ingin diukur dari responden (Azwar, 1995)

Peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader sangat dipengaruhi adanya

pelatihan, dengan pelatihan diharapkan kader dapat mengelola Posyandu sesuai

kompetensinya, karena pengetahuan atau kognitif dan keterampilan atau psikomotor

merupakan domain yang sangat penting bagi pembentukan perilaku seseorang

(Simon dkk, 1995). Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang

sangat dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pekerjaan, pengalaman dan informasi

yang diterima oleh seseorang yang berupa pesan-pesan kesehatan melalui media

cetak atau elektonik. Pendapat Siagian (1999), bahwa pelatihan dipakai sebagai salah

satu metode pendidikan khusus untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

kader. Handoko (2001), mengatakan pengetahuan yang diperoleh dari hasil suatu

produk sistem pendidikan akan memberikan pengalaman yang nantinya akan dapat

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tertentu.

Universitas Sumatera Utara


2.3 Kader

Kader adalah tenaga pilihan yang sangat tepat untuk usaha-usaha masyarakat

karena berasal dari masyarakat, sehingga mengenal betul masyarakat setempat,

dipilih masyarakat sehingga dapat diterima oleh masyarakat, disegani dan dipercaya

masyarakat sehingga saran dan petunjuknya akan didengar dan diikuti oleh

masyarakat (Mantra, 1997).

Sedangkan menurut World Health Organization (WHO) 1993, kader adalah

laki-laki atau perempuan yang dipilih masyarakat dan dilatih untuk menangani

masalah-masalah kesehatan baik perseorangan maupun masyarakat serta untuk

bekerja dalam hubungan yang amat dekat dengan tempat-tempat pelayanan kesehatan

dasar. Kader merupakan perwujudan dari usaha-usaha secara sadar dan terencana

untuk menumbuhkan prakarsa dan partisipasi masyarakat untuk meningkatkan taraf

hidup. Dalam usaha ini kader diberikan keterampilan tertentu untuk menjadi “agent

of change” yang akan membawa norma-norma baru yang sesuai dengan norma yang

ada di daerah setempat (Sarwono, 1997).

Peran kader adalah mengambil tanggung jawab, mengembangkan

kemampuan, menjadi pelaku, dan perintis serta pemimpin yang menggerakkan

masyarakat berdasarkan asas kemandirian dan kebersamaan. Kegiatan masyarakat

tersebut dapat bersifat pengobatan, pencegahan, peningkatan maupun pemulihan

sesuai dengan kemampuan dan kewenangan yang dimiliki (Depkes, 1988). Menurut

Hanna (1990), peranan kader adalah menjadi tulang punggung penggerak partisipasi

masyarakat di desa dalam bidang kesehatan. Kader juga merupakan penghubung yang

Universitas Sumatera Utara


handal antara petugas dengan masyarakat. Kader dapat menjadi motor penggerak

kegiatan pelayanan kesehatan dalam upaya pelayanan kesehatan dasar yang saat ini

sebagian besar masih dilakukan oleh tenaga kesehatan yang jumlahnya terbatas,

sehingga cakupan dan jangkauan pemerataan informasi juga

terbatas.

Peranan kader gizi yang lain, memberitahu hari dan jadwal Posyandu kepada

para ibu pengguna Posyandu, menyiapkan peralatan untuk menyelenggarakan

Posyandu sebelum dimulai, melakukan pendaftaran bayi dan balita, ibu hamil, ibu

usia subur yang hadir di Posyandu, melakukan penimbangan bayi dan balita,

mencatat hasil penimbangan ke dalam Kartu Menuju Sehat (KMS), melakukan

penyuluhan perorangan dan kelompok, menyiapkan dan membagi makanan tambahan

untuk bayi dan balita (bila ada), melakukan kunjungan rumah khususnya pada ibu

hamil, ibu bayi dan balita serta pasangan usia subur untuk menyuluh dan

mengingatkan agar datang ke Posyandu (Depkes, 1992).

2.4 Pemberian Makanan Tambahan Modisco

Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT) bermanfaat untuk

memenuhi kebutuhan zat gizi anak, penyesuain kemampuan alat cerna dalam

mencerna makanan tambahan dan merupakan masa peralihan dari ASI ke makanan

keluarga. Selain untuk memenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi, pemberian

makanan tambahan merupakan salah satu proses pendidikan dimana bayi diajar

mengunyah dan menelan makanan padat dan membiasakan selera-selera baru agar

tidak terjadi gizi buruk dan gizi kurang (Krisnatuti, 2000).

Universitas Sumatera Utara


Modisco singkatan dari Modified Dietetic Skim and Cotton Sheet Oil

ditemukan pada tahun 1973 oleh May White Head. Modisco dicobakan pertama kali

untuk anak-anak yang mengalami gangguan gizi berat di Uganda Afrika dengan hasil

yang memuaskan. Anak yang mengalami gangguan gizi berat yaitu anak yang

kekurangan kalori protein dapat disembuhkan cepat dengan Modisco. Modisco

memiliki kalori yang tinggi yaitu 100 kalori/ 100 cc. Modisco terdiri dari tiga formula

dasar, dengan bahan baku utama gula pasir, minyak dan susu. Dan ketiganya

diberikan untuk gejala atau keluhan yang berbeda. Modisco I diberikan untuk balita

dengan KEP berat dengan edema, Modisco II untuk balita tanpa edema, Modisco III

lanjutan dari Modisco I dan II (Adi, A.C, 2001).

2.4.1 Cara Pembuatan Modisco

Bahan-bahan untuk membuat formula modisco, seperti susu skim atau susu

full cream, minyak atau margarin, dan gula putih (pasir) merupakan bahan makanan

yang mudah diperoleh baik diperkotaan atau pedesaan. Cara pembuatan formula

modisco relatif sederhana dan mudah. Peralatan yang digunakan pun sangat

sederhana (peralatan dapur sehari-hari) sehingga dapat dilakukan oleh para ibu atau

pengasuh anak. Cara pembuatan modisco dengan tiga formula dasar yang berbeda

(Adi, A.C, 2001).

1. Modisco I

a. Campur susu bubuk, gula, dan minyak/margarin. Seduh dengan air hangat/

panas.

Universitas Sumatera Utara


b. Aduk sampai rata, lalu tambah dengan air sedikit demi sedikit sambil terus

diaduk hingga cairan homogen. Saring dan minum dalam keadaan hangat-

hangat.

2. Modisco II.

a. Larutkan margarin dalam air.

b. Larutkan susu dan gula dalam air.

c. Campur kedua larutan tersebut, lalu saring.

d. Minum larutan hangat-hangat.

3. Modisco III

a. Larutkan susu full cream dan gula dalam air dingin, lalu aduk sampai rata.

b. Tambahkan minyak dan ½ bagian air panas.

c. Aduk sampai rata, Saring larutan bubur modisco tersebut . Agar modisco

tahan lebih lama, dapat di tim dahulu selama 15 menit (Adi, A.C, 2001)..

Universitas Sumatera Utara


Berikut ini adalah formula dasar modisco beserta nilai gizinya :

Tabel 2.1. Formula Dasar Modisco


Modisco I / 100 ml Modisco II / 100 ml Modisco III 100 ml
Bahan Bahan Bahan
- Susu skim 10 g - Susu skim 10 g - Susu full cream 12 g (1
atau full cream 12 g atau full cream 12 ¼ sdm) atau susu segar
- Gula 5 g g 100 g
- Minyak 5 g - Gula 5 g (¼ gelas )
- Margarin 5 g - Gula 7,5 g (1 ¼
sdt)
- Margarin 5 g
(½ sdm)
Nilai Gizi Nilai Gizi Nilai Gizi
Energi : 100 Kal
Energi : 100 Kal Energi : 130 Kal
Protein : 3,6 g
Protein : 3,6 g Protein : 3 g
Lemak : 5 g
Lemak : 5 g Lemak : 7,5 g

Sumber : Instalasi Gizi RSUD Dr. Soetomo.


2.4.2 Penggunaan Formula Modisco

Modisco bukan hanya cocok untuk anak balita, tetapi juga dapat digunakan

oleh kelompok usia lain (anak pra sekolah, anak sekolah dan pekerja) yang

memerlukan tambahan sumber energi. Berikut ini kelompok usia yang dapat diberi

modisco baik balita maupun kelompok usia lain (Adi, A.C, 2001).

1. Balita yang mengalami gangguan, dengan kriteria sebagai berikut.

a. Kekurangan energi protein (KEP) ringan atau gizi buruk.

b. Kekurangan energi protein (KEP) sedang

c. Kekurangan energi protein (KEP) berat.

2. Usia lain pada saat-saat membutuhkan ekstra energi dengan kriteria sebagai

berikut.

a. Anak kurus, kurang nafsu makan.

Universitas Sumatera Utara


b. Sakit menahun.

c. Masa-masa penyembuhan dari sakit.

d. Persiapan pelaksanaan tes, ujian atau kegiatan lain yang serupa.

e. Kerja lembur atau latihan-latihan berat.

Modisco dapat diberikan dalam beberapa bentuk sajian tergantung pada

kondisi, diantaranya adalah minuman atau campuran makanan bergizi, tambahan diet

cair sonde dan makanan kecil yang mengandung modisco. Formula dasar modisco

mengandung gizi yang padat terutama energi (100 – 130 kal), protein (3 - 3,5 g), dan

lemak (5 – 7,5 g) per porsi. Pengembangan dalam bentuk makanan atau minuman

yang mengandung modisco, mengandung kalori dan protein yang lebih tinggi

dibandingkan formula dasarnya. Apabila modisco dijadikan makanan tambahan pada

anak 2 kali sehari, akan menaikkan berat badannya sekitar 30 - 100 g/hari. Selama

berat badan anak balita atau usia lainnya masih dalam batas sehat (normal),

pemberian modisco masih dapat diteruskan. Namun, apabila berat badan sudah sehat

pemberian modisco harus dihentikan secara bertahap. Modisco tidak dapat diberikan

secara bebas kepada anak yang kelebihan berat badan (obesitas), penderita penyakit

ginjal, hati (kuning) dan jantung tanpa konsultasi dokter (Adi, A.C, 2001)..

2.4.3 Keuntungan Penggunaan Formula Modisco

Keuntungan penggunaan formula modisco sebagai berikut (Adi, A.C, 2001).

a. Porsi makanan/ minuman relatif kecil, tetapi mengandung kalori dan protein

yang tinggi .

b. Mudah dicerna, karena terdiri dari lemak nabati dan lemak berantai sedang.

Universitas Sumatera Utara


c. Cara alternatif bagi anak atau seseorang yang tidak menyukai susu

murni .

d. Meningkatkan berat badan secara cepat (30 – 100 g/hari).

2.4.4 Penggunaan Modisco dalam Penatalaksanaan Gizi Buruk

Perawatan dan pengobatn anak gizi buruk terdiri dari 4 fase (Depkes RI,

2007) yaitu :

a. Fase Stabilisasi

Fase stabilisasi adalah fase awal dimana ditemui anak gawat darurat dan harus

segera dilakukan tindaka, karena keterlambatan akan mengakibatkan kematian. Pada

umumnya fase ini berlangsung dalam dua hari pertama, tetapi dapat berlanjut sampai

satu minggu atau lebih sesuai kondisi klinis anak (Modisco I,II frekuensi pemberian

12x, 8x dan 6x setiap 2 jam ).

b. Fase Transisi

Fase transisi adalah masa peralihan dari fase stabilisasi ke fase rehabilitasi.

Pada fase ini pemberian energy dinaikkan secara bertahap dari 100kkal/kg/BB

menjadi 150/kkal/kg/BB, dan umumnya berlangsung selama satu minggu (Modisco

1, II frekuensi pemberian 6x setiap 3 jam )

Fase Rehabilitasi

Fase rehabilitasi adalah fase pemberian makanan untuk tumbuh kejar.

Pemberian energi sebesar 150-220 kkal/kg/BB, umumnya berlangsung selama 2-4

minggu (Modisco III Frekuensi 3x setiap 4 jam) ditambah makanan bayi yang lumat.

c. Fase Tindak lanjut

Universitas Sumatera Utara


Adalah fase setelah anak dipulangkan dari rumah sakit/puskesmas/Panti

Pemulihan Gizi. Fase ini merupakan fase pemberian makanan tumbuh kejar dengan

pemberian makanan keluarga dan pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P)

2.5. Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat gizi. Dibedakan atas status gizi buruk, kurang, baik dan lebih.

Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan

penyerapan gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat

dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh (Supariasa, dkk, 2002).

Untuk mengetahui pertumbuhan anak, secara praktis dilakukan pengukuran

tinggi badan dan berat badan secara teratur. Ada beberapa cara menilai status gizi

yaitu dengan pengukuran antropometri, klinis, biokimia dan biofisik yang disebut

dengan penilaian status gizi secara lansung. Pengukuran status gizi anak berdasarkan

antropometri adalah jenis pengukuran yang paling sederhana dan praktis karena

mudah dilakukan dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar. Secara

umum atropometri adalah ukuran tubuh manusia. Antropometri yang merupakan

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan

tingkat gizi yang dapat dilakukan terhadap Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB) dan

lingkaran bagian tubuh serta tebal lemak dibawah kulit (Supariasa, dkk, 2002).

Sampai saat ini, ada beberapa kegiatan penilaian status gizi yang dilakukan

yaitu kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG), kegiatan bulan penimbangan dan

dalam kegiatan penelitian. Jenis pengukuran yang paling sering dilakukan adalah

Universitas Sumatera Utara


antropometri, karena mudah, prosedurnya sederhana dan dapat dilakukan berulang

serta cukup peka untuk mengetahui adanya perubahan pertumbuhan tertentu pada

anak balita.

Cara pengukuran dengan antropometri dilakukan dengan mengukur beberapa

parameter antara lain : umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar

kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak dibawah kulit. Kombinasi

umum digunakan dalam menilai status gizi adalah Berat Badan menurut umur

(BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut tinggi

Badan (BB/TB) (Soekirman, 2000).

Pilihan indeks antropometri tergantung pada tujuan penilaian status gizi,

indeks BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena

mudah berubah namun tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh

umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indeks TB/U menggambarkan status gizi

masa lalu karena dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan

bertambahnya umur. Pertambahan tinggi badan atau panjang badan relatif – sensitif

terhadap kurang gizi dalam waktu yang singkat. Pengaruh kurang gizi terhadap

pertumbuhan tinggi badan baru terlihat dalam waktu yang cukup lama. Sedangkan

indeks BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini, dapat

dikatagorikan sebagai kurus merupakan pengukuran antropometri yang terbaik

(Soekirman, 2000).

1) Indeks BB/U

a. Gizi baik bila Z-Score terletak -2 SD s\d + 2 SD

Universitas Sumatera Utara


b. Gizi kurang bila Z-Score terletak <-2 SD s\d -3 SD

c. Gizi buruk bila Z-Score terletak <-3 SD

d. Gizi lebih bila Z-Score terletak > +2 SD

2) Indeks TB/U

a. Normal bila Z-Score terletak -2 SD s\d + 2 SD

b. Pendek bila Z-Score terletak <-2 SD

3) Indeks BB/TB

a. Gizi baik bila Z-Score terletak -2 SD s\d + 2 SD

b. Kuruz bila Z-Score terletak >-3 SD s\d <-2 SD

c. Sangat Kurus bila Z-Score terletak <-3 SD

d. Gemuk bila Z-Score terletak > +2 SD (Arisman, 2004)

Perhitungan dengan nilai Z-Score berlaku untuk semua indeks dengan batas

ambang yang sama, dengan cara :

Z-Score = Nilai Individu Subjek – Nilai Median Buku Rujukan

Nilai Simpangan Baku Rujukan

Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi

antara beberapa parameter disebut indeks antropometri. Beberapa indeks telah

diperkenalkan seperti pada hasil seminar antropometri 1975. Di Indonesia ukuran

baku pengukuran dalam negri belum ada, maka untuk berat badan (BB) dan tinggi

badan (TB) digunakan baku Harvard yang disesuaikan untuk Indonesia (100% baku

Indonesia = 50 persentil harvard) dan untuk Lingkar Lengan Atas (LLA) digunakan

baku wolansky (Supariasa dkk, 2002).

Universitas Sumatera Utara


Beberapa indeks antropometri antara lain : (Supariasa dkk, 2002)

1. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa

tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan mendadak,

misalnya karena serangan penyakit infeksi terhadap perubahan-perubahan mendadak,

misalnya karena serangan penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau

menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan merupakan parameter

antropometri yang sangat labil (Supariasa dkk, 2002).

Berdasarkan karakteristik indeks berat badan menurut umur digunakan

sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat berat badan yang labil,

maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current

nutritional status) (Supariasa dkk, 2002)

Kelebihan indeks BB/U adalah lebih mudah dan cepat dimengerti oleh

masyarakat umum, baik untuk mengukur status gizi akut maupun kronis, berat badan

dapat berfluktuasi, sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil dan dapat

mendeteksi kegemukan. (Supariasa dkk, 2002).

Kelemahan indeks BB/U adalah mengakibatkan intreprestasi yang keliru bila

terdapat edema atau esites, umur sering sulit ditaksir dengan tepat, sering terjadi

kesalahan pengukuran seperti pengaruh pakaian atau gerakan pada waktu

penimbangan dan secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah

sosial budaya.

Universitas Sumatera Utara


Alat yang dapat memenuhi persyaratan dan kemudian dipilih dan dianjurkan

untuk digunakan dalam penimbangan anak balita adalah dacin (Supariasa dkk, 2002).

2. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan, keadaan normal tinggi badan tumbuh sama dengar pertambahan umur.

Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap

masalah kekurangan gizi dalam jangka waktu yang relatif pendek. Pengaruh

defesiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama

(Supariasa dkk, 2002).

Keuntungan indeks TB/U adalah baik untuk menilai status gizi pada masa

lalu, ukuran panjang dapat di buat sendiri, murah dan mudah dibawa. Sedangkan

kelemahan indeks TB/U tinggi badan tidak cepat naik bahkan tidak mungkin turun,

pengukuran relatif sulit karena anak harus berdiri tegak sehingga diperlukan dua

orang untuk melakukannya dan ketepatan umur sulit didapat.

Alat yang digunakan untuk pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang

sudah dapat berdiri dilakukan dengan alat pengukuran tinggi mikrotoa (micritoise).

Namun untuk bayi atau anak yang belum dapat berdiri, digunakan alat pengukur

panjang bayi (Supariasa dkk, 2002).

3. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Berat badan mempunyai hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam

keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan kecepatan tertentu.

Universitas Sumatera Utara


Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat

ini/sekarang.

Keuntungan indeks BB/TB tidak memerlukan data umur, dapat membedakan

proporsi badan (gemuk, normal, kurus). Kelemahan indeks BB/TB adalah tidak dapat

memberikan gambaran apakah anak tersebut cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi

badan menurut umurnya, sering mengalami kesulitan pengukuran tinggi badan,

membutuhkan dua macam alat ukur, pengukuran relatif lama, membutuhkan dua

orang yang melakukannya dan sering terjadi kesalahan dalam pengukurannya

terutama oleh kelompok non-profesional (Supariasa, dkk, 2002).

2.6 Gizi Kurang

Gizi kurang merupakan keadaan tidak sehat(patologik) yang timbul karena

tidak cukup makanan dan konsumsi energi kurang selama jangka waktu tertentu. Di

negara-negara sedang berkembang, konsumsi pangan yang tidak menyertakan pangan

cukup energy biasanya juga kurang dalam satu atau lebih zat gizi esensial lainnya

(Suhardjo, dkk, 1986).

2.6.1 Gejala Klinis Gizi Kurang

Gejala gizi kurang hanya terlihat dari berat badan anak lebih rendah

dibandingkan anak seusianya. Adapun ciri-ciri klinis dari gizi kurang antara lain :

(Retno, 2009)

a. Kenaikan berat badan berkurang dan menurun.

b. Ukuran lingkaran lengan atas menurun.

c. Maturasi tulang terlambat.

Universitas Sumatera Utara


d. Tebal lipat kulit semakin terkurang

Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan adalah tampak

kurus. Gejala klinis KEP berat yang dikenal sebagai marasmus (kekurangan kalori

tingkat berat) Kwasihorkor (kekurangan Protein tingkat berat), dan kedua-duanya

adalah marasmus-kwashiorkor.

2.6.2 Faktor-faktor Penyebab Gizi Kurang pada Balita

Unicef (1988) telah mengembangkan kerangka konsep makro sebagai salah

satu strategi intuk menanggulangi masalah kurang gizi. Kerangka tersebut

menunjukkan bahwa makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan

masalah gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena asupan makanan

yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang cukup mendapatkan makanan tetapi

sering menderita sakit, dapat menderita gizi kurang, demikian juga pada anak yang

tidak memperoleh cukup makanan, daya tahan tubuhnya akan melemah dan mudah

terserang penyakit (Supariasa, 2002)

Kurang energi dan protein adalah suatu bentuk masalah gizi yang disebabkan

oleh berbagai faktor yaitu faktor langsung dan faktor tidk langsung. Faktor langsung

yaitu terutama faktor makanan yang tidak memenuhi kebutuhan anak akan energi dan

protein serta faktor penyakit infeksi yang berdampak terhadap turun naik berat badan

dan status gizi baik menjadi gizi kurang atau gizi buruk. Faktor tidak langsung

antaranya pengetahuan gizi ibu, pendpaatan, ketersediaan pangan, pendidikan formal

dan lain-lain (soekirman, 2000).

Universitas Sumatera Utara


Secara langsung status gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi

yang mungkin diderita anak. Kedua penyebab langsung ini sangat terkait dengan pola

asuh anak diberikan oleh ibu/pengasuh. Dan penyebab tidak langsungnya adalah

ketahanan pangan dikeluarga, pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan dan

kesehatan lingkungan. Ketiga faktor ini berkaitan dengan pengetahuan dan

keterampilan keluarga (Dinkes Sumatra Utara, 2006)

2.6.3 Upaya Penanggulangan Gizi Kurang dan Gizi Buruk

Program perbaikan gizi makro yang diarahkan untuk menurunkan maslah gizi

makro terutama mengatasi maslah kurang energy protein seperti didaerah miskin baik

di pedesan maupun di perkotaan dengan cara : ( Retno, 2009)

a. Meningkatkan keadaan gizi keluarga.

b. Meningkatkan partisipasi masyarakat.

c. Meningkatkan kualitas pelayanan gizi baik di puskesmas maupun di

posyandu.

d. Meningkatkan konsumsi eneregi dan protein pada balita gizi buruk.

Strategi yang dilakukan untuk mengatasi masalah gizi makro adalah

melakukan pemberdayaan keluarga dibidang kesehatan dan gizi, pemberdayaan

masyrakat dibidang gizi, pemberdayaan petugas, kader berupa penyuluhan, pelatihan

dalam pemberian makanan tambahan.

Universitas Sumatera Utara


2.7 Kerangka Konsep

Untuk melihat pengaruh pelatihan terhadap pengetahuan dan keterampilan kader

dalam pembuatan PMT Modisco dapat dilihat dari kerangka konsep dibawah ini :

Pelatihan Pengetahuan Keterampilan Kader


Kader dalam Pembuatan
PMT Modisco

Gambar 2.1 Kerangka konsep pengaruh pelatihan terhadap pengetahuan dan


keterampilan kader dalam pembuatan PMT Modisco

Dari kerangka konsep di atas diharapkan bahwa pelatihan meningkatkan

pengetahuan dan dapat berpengaruh terhadap keterampilan kader dalam pembuatan

PMT Modisco.

2.8. Hipotesis

Ada pengaruh pelatihan terhadap keterampilan kader dalam pembuatan PMT

di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kecamatan Air Putih Kabupaten

Batubara.

Universitas Sumatera Utara

You might also like