Professional Documents
Culture Documents
Teori Dan Konsep Prosesing Mbes Dan Sss PDF
Teori Dan Konsep Prosesing Mbes Dan Sss PDF
TEORI DASAR
Hasil dari survei lokasi harus dapat digunakan dalam 3 proses utama dalam
pengeboran lepas pantai, yaitu proses transportasi anjungan dari lepas pantai menuju
ke tempat pengeboran dan instalasinya di lokasi sumur, proses spudding (proses
pengeboran yang paling awal dari sumur yang dilakuan dengan bor khusus), dan
proses pengeboran top-hole.
6
Tabel 2.1 Fitur-fitur berbahaya dasar laut [OGP, 2011]
Data-data geosains yang telah ada sebelumnya adalah data survei seismik dua dan
tiga dimensi yang sudah pernah dilakukan di lokasi, posisi lubang-lubang galian,
data-data mengenai sumur-sumur lama di sekitarnya, dan data-data domain publik
lainnya dapat digunakan untuk membentuk model geologis awal dari lokasi yang
7
akan disurvei. Dari permodelan awal tersebut dapat ditentukan rancangan dasar dari
survei lokasi yang berisikan arah jalur survei batimetri, besarnya jarak pemisah antar
jalur, dan juga area-area yang keterangannya kurang lengkap atau mencurigakan yang
harus dipastikan kembali dengan survei ulang. Pada beberapa kasus terdapat keadaan
dimana survei yang telah dilakukan sebelumnya sudah dapat memenuhi semua
kebutuhan dalam sebuah laporan akhir survei lokasi sehingga survei lokasi ulang pun
tidak perlu dilakukan. Karena hal tersebut dapat mengehemat proses survei lokasi itu
sendiri, maka data-data survei yang telah ada sebelumnya harus dimaksimalkan
sebaik mungkin dengan syarat data-data tersebut masih valid utuk digunakan. Untuk
menentukan apakah data-data survei lokasi yang telah dilakukan sebelumnya tersebut
masih valid atau tidak dapat dilakukan menggunakan pengecekan umur data.
Terakhir, akan dikumpulan keterangan lainnya seperti peta laut, data kapal karam,
lokasi konservasi terumbu karang, biota laut dan keterangan tambahan lainnya agar
pemasangan anjungan tersebut tidak merugikan banyak pihak. Skema yang
menggambarkan proses-proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Untuk kedalaman terbesar dari survei adalah 200 meter dibawah kedalaman lokasi
sumber minyak atau gas atau 1000 meter dibawah dasar laut, tergantung mana yang
8
lebih dalam. Sedangkan untuk luas area yang akan disurvei, maka terlebih dahulu
dilihat jenis dari anjungan minyak lepas pantai yang akan dipasang di area tersebut.
Berikut akan dijelaskan pembagian luas area survei berdasarkan jenis anjungannya:
1. Anjungan minyak lepas pantai dengan konstruksi bawah laut sebagai fondasi.
Anjungan minyak lepas pantai ini adalah jenis anjungan minyak yang
membutuhkan survei lokasi yang sangat teliti, karena pada pemasangan dan
pengoperasiannya anjungan jenis ini akan langsung bersentuhan dengan dasar
laut. Bersentuhan langsung dengan laut berarti kemungkinan anjungan
bersentuhan langsung dengan bahaya-bahaya dasar laut seperti shallow gas
menjadi lebih besar sehingga pemetaan lokasi bahaya-bahaya dasar laut tersebut
menjadi sangat vital. Selain itu investigasi mengenai susunan tanah dasar laut
juga wajib dilakukan mengingat apabila tanah di lokasi sumur lembek maka
anjungan dapat tenggelam. Cakupan survei untuk anjungan minyak jenis ini
minimal seluas 500 meter di sekitar lokasi pengeboran dan membutuhkan jalur
pemasangan anjungan yang sangat tepat. Data-data survei juga harus dapat
menggambarkan setiap bahaya-bahaya dasar laut, karena untuk anjungan tipe ini
pemasangan kaki-kaki dari anjungan harus benar-benar presisi dan aman.
9
berlawanan dengan arus permukaan laut. Cakupan survei lokasi pada anjungan
jenis ini akan difokuskan pada area sekitar lokasi sumur.
STUDI KASUS
1. Penyesuaian dengan hukum setempat dan kebutuhan asuransi untuk pengadaan survey lokasi
2. Memastikan tipe dari anjungan minyak lepas pantai yang akan digunakan
3. Menevaluasi konten dan kualitas dari data mengenai lokasi yang telah ada
Ya Tidak Tidak Ya
Ya Ya
- atau -
Ya Ya
Tidak Tidak
Sistem survei batimetri yang akan digunakan untuk survei juga harus dilengkapi
dengan sensor gerak untuk mengkoreksi pengambilan data. Data kedalaman yang
telah diakuisisi tersebut kemudian dikoreksi dengan pasang surut daerah tersebut.
Pembahasan lebih lanjut mengenai akuisisi data batimetri akan dibahas pada bab
selanjutnya.
11
2.1.3.3 Akuisisi data side-scan sonar
Dalam survei lokasi dibutuhkan side-scan sonar yang memiliki dua sonar dengan
frekuensi minimal sebesar 100 kHz (400kHz untuk anjungan minyak lepas pantai
dengan fondasi konstruksi bawah laut) agar pencitraan bawah air di area efektif, dan
semua fitur dasar laut buatan maupun alami dapat tergambarkan dengan baik.
Perencanaan jalur utama dan jalur penghubung untuk survei side-scan sonar juga
diharuskan mampu mencakup minimal 100% dari area survei. Dengan cakupan
sebesar itu, maka ketelitian dari pencitraan bawah air yang dilakukan pun menjadi
baik.
12
seismik haruslah sekitar 10-250 Hz, kedalaman dari alat transducer dan streamer
tidak boleh lebih dari 3 m dibawah permukaan laut, interval perekaman data seismik
minimal 1 milisekon, fold of covers tidak lebih dari 24, dan lainnya. Apabila ternyata
setelah diproses data seismik 2-dimensi tersebut mengindikasikan adanya fitur-fitur
berbahaya yang kompleks, maka akan dilakukan survei seismik 3-dimensi agar fitur-
fitur kompleks tersebut dapat dianalisis lebih lanjut.
Selain data kedalaman, dalam survei batimetri pun harus dilakukan proses penentuan
posisi dan pengamatan pasang-surut, dimana penentuan posisi dibutuhkan untuk
memberikan data-data kedalaman tersebut informasi posisi sehingga dapat dibentuk
peta, dan penentuan pasang-surut digunakan untuk mendapatkan bidang referensi
kedalaman (Djunarsjah, 2005).
Metode pengukuran kedalaman yang paling popular akhir-akhir ini adalah metode
pengukuran akustik. Metode ini menggunakan multibeam echosounder atau
singlebeam echosounder. Kedua alat ini menggunakan prinsip pengukuran jarak
13
dengan menggunakan gelombang akustik yang dipancarkan dari transduser.
Transduser adalah salah satu bagian dari alat pemeruman yang mengubah energi
listrik menjadi mekanik yang kemudian menghasilkan gelombang akustik.
Gelombang akustik tersebut kemudian merambat pada air dengan cepat rambat yang
telah diketahui, menyentuh dasar laut, dan memantul kembali ke transduser. Rumus
yang digunakan untuk menghitung kedalaman batimetri menggunakan pengukuran
akustik adalah:
1
𝑑𝑢 = 2 𝑣∆𝑡 (2.1)
14
terpantul didasar laut. Setelah pantulan-pantulan beam tersebut diterima stave,
transduser akan langsung dianalisis dan diproses sehingga dapat arah dari masing-
masing beam karena masing masing stave memiliki kode-kode tertentu yang
membedakan beam satu sama lain.
15
memungkinkan, maka MBES harus diposisikan condong ke depan sebesar <5°
untuk meminimalisir refleksi beam dari wahana apung.
2. MBES harus dipasang sejauh mungkin dari peralatan yang dapat menimbulkan
bunyi seperti singlebeam echosounder yang terpasang pada wahana survei yang
sama, mesin, turbin, dan lainnya. Selain itu dalam juga harus dipastikan bahwa
MBES harus selalu berada dibawah permukaan air.
3. MBES harus memiliki cakupan survei yang tidak terhalang badan kapal/wahana
survei.
4. Harus dilakukan pengukuran posisi dari MBES dengan sistem survei lainnya
(offset calibration) yang presisi.
5. Instalasi dari MBES tidak boleh melanggar aturan keselamatan dari wahana
survei. Sebagai contoh, apabila wahana survei akan digunakan di lautan dangkal
maka MBES harus diletakkan lebih tinggi dari titik terdalam wahana survei agar
tidak karam.
b. Roll
Kalibrasi roll merupakan kalibrasi MBES yang sangat penting mengingat
trasnduser menyapu dasar laut secara tegak lurus dengan pergerakan kapal.
Bahkan pergerakan kecil roll dapat mengakibatkan kesalahan yang sangat
mempengaruhi hasil akhir. Kesalahan minimal roll terdapat pada beam pusat dan
maksimal terjadi di beam-beam di ujung. Dalam melakukan kalibrasi roll,
kecepatan dari wahana survei harus sama dan dilakukan secara berlawanan di
daerah patch test yang sama. Gambar 2.5 memperlihatkan bentuk dari kalibrasi
roll dan rumus 2.3 memberikan cara perhitungan kalibrasinya.
17
𝑦
𝛽=𝑡𝑎𝑛−1 (2.2)
𝑥
Dimana β adalah offset roll, x adalah panjang jalur dalam meter, dan y adalah
kedalaman.
c. Pitch
Kalibrasi pitch menjadi sangat penting apabila dilakukan di laut dalam atau di
dasar laut yang curam. Dalam instalasi normal, kesalahan yang diakibatkan pitch
adalah sebesar desimeter untuk setiap kedalaman 10 meter. Kalibrasi pitch
dilakukan dengan cara membuat satu garis sapuan MBES pada daerah patch test.
Pada garis ini dilakukan pengambilan data kedalaman sebanyak dua kali dengan
kecepatan yang sama. Pada gambar 2.6 diperlihatkan perbedaan kontur pada
daerah patch test yang terjadi karena adanya efek pitch pada kapal, dan pada
rumus 2.4 menunjukkan persamaan perhitungan besaran sudut akibat pengaruh
pitch (Mann, 1996).
𝑑/2
𝑑𝛼 = 𝑡𝑎𝑛−1 (2.3)
𝑧
18
Dimana:
𝑑𝛼 = sudut pancaran
z = kedalaman
d = jarak antar daerah curam pengukuran pertama dan kedua.
d. Yaw
Kalibrasi yaw adalah kalibrasi yang diakibatkan keaadaan pada saat survei
dilaksanakan diliputi arus yang kencang sehingga dapat mengubah arah heading
kapal di sepanjang jalur survei. Kalibrasi ini sangat dibutuhkan pada pengukuran
area survei yang curam, dimana untuk area survei yang rata kalibrasi ini tidak
terlalu berpengaruh karena tidak merubah nilai kedalaman. Kalibrasi yaw
dilakukan dngan membuat dua garis yang paralel dengan arah yang sama pada
area patch test. Didalam kalibrasi yaw adalah kedua jalur dari pengamatan
kalibrasi sejajar dan memiliki spasi sebesar dua kali kedalaman dasar laut di area
tersebut, serta kecepatan kapal yang sama. Ilustrasi dan persamaan dari kalibrasi
yaw dapat dilihat pada gambar 2.5 dan persamaan 2.4.
𝑦1 𝑦1 𝑦2 𝑦
𝛾1 = 𝑡𝑎𝑛−1 ; jika = = (2.4)
𝑥1 𝑥1 𝑥2 𝑥
Dimana:
x = jarak relative antara trak pengamatan
y = jarak 2 objek sesungguhnya
19
Gambar 2.5 Kalibrasi yaw
20
kedalaman yang dihasilkan hanyalah satu titik kedalaman, buka suatu area
kedalanman seperti pada MBES. SBES juga cukup akurat,dimana SBES mampu
memberikan ketelitian hingga 0,1 meter pada kedalaman kurang dari 100 meter
(Lekkerkerk, et al, 2006).
21
Informasi tambahan seperti heave (gerakan naik-turunnya kapal yang disebabkan oleh
gaya pengaruh air laut), pitch (gerakan kapal ke arah depan (mengangguk) berpusat di
titik tengah kapal), dan roll (gerakan kapal ke arah sisi-sisinya (lambung kapal) atau
pada sumbu memanjang) dari sebuah kapal dapat diukur oleh sebuah alat dengan
nama Motion Reference Unit (MRU), yang juga digunakan untuk koreksi posisi
pengukuran kedalaman selam proses berlangsung.
Representasi
Detector
analog
Frekuensi
pengulangan
sinyal akustik
Time-varied gain
Pre-Amplifier/
Transmit Oscilattor
Limiter
Transduser
22
1. Pengukuran sudut Bundle dan Pitch
Pada umumnya, pengukuran sudut bundle tidak diperlukan. Akan tetapi apabila
dibutuhkan set data yang memiliki keakuratan tinggi, maka pengkuran sudut bundle
dibutuhkan. Gambar mengenai sudut bundle dan pitch beserta elemen-elemennya
dapat dilihat pada Gambar 2.7. Berikut adalah proses pelaksaanan bundle
measurement:
Gunakan sebuah batang besi yang memiliki plat besi berbentuk kotak di
tengahnya. Ukur luas dari plat besi tersebut dan letakkan dibawah transponder
SBES.
Tentukan posisi pemasangan SBES dan batang besi tersebut.
Turunkan batang besi tersebut ke kedalaman tertentu (Des) dibawah transduser,
kira kira 4 meter.
Kemudian geser batang besi ke arah depan dari SBES hingga tidak terdeteksi lagi
oleh SBES (Lf).
Geser batang besi ke arah belakang dari SBES hingga tidak terdeteksi oleh SBES
(La).
Hitung sudut Bundle dan Pitch dari SBES tersebut dengan rumus:
0,5 . (𝐿𝑎+𝐿𝑓−𝐿𝑝)
𝑏𝑢𝑛𝑑𝑙𝑒 𝑎𝑛𝑔𝑙𝑒 = (2.5)
𝐷𝑒𝑠
𝐿𝑎−𝐿𝑓−𝐿𝑝
𝑝𝑖𝑡𝑐 𝑎𝑛𝑔𝑙𝑒 = (2.6)
𝐷𝑒𝑠
23
Pembandingan pengukuran kedalaman tersebut dilakukan dengan menurunkan alat
tersebut untuk mengukur kedalaman untuk setiap interval 1 m dari kedalaman skala 0
(lokasi awal survei dengan kedalaman 1 m) hingga kedalaman maksimum yang akan
disurvei. Kemudian dari kedalaman maksimum tersebut, tali berskala dari bar check
ditarik setiap interval 1 m hingga kembali pada kedudukan skala 0. Gambar 2.8
memperlihatkan hasil dari bar check. Data kedalaman yang telah dikoreksi
pengukuran bar check dianggap sudah terbebas dari sumber kesalahan karena sifat
perambatan gelombang pada medium air laut (Djunarsjah, 2005). Selain koreksi bar
check, terdapat juga koreksi lain seperti mengukur kedudukan permukaan transduser
untuk mengurangi kesalahan sarat transduser, membandingkan kedudukan vertikal
transduser terhadap permukaan laut untuk mengurangi kesalahan settlement dan
squat, dan koreksi muka air laut sesaat terhadap tinggi bidang referensi vertikal untuk
koreksi pasut.
24
Gambar 2.8 Hasil bar check
26
2.2.4 Akuisisi data pasang-surut
Kegiatan pengamatan pasang surut dilakukan untuk mendapatkan data tinggi muka
air laut di suatu lokasi. Dengan adanya data tinggi muka air tersebut, maka dapat
ditentukan datum vertikal yang akan digunakan sebagai referensi tinggi nol
pemeruman. Karena posisi dari muka air laut yang selalu berubah-ubah, maka
penentuan tinggi nol harus dilakukan dengan merata-ratakan data tinggi muka air
laut yang diamati dalam rentang waktu dan interval pengambilan data tertentu.
Pengamatan pasang surut untuk keperluan praktis dapat dilakukan selama 15 atau 29
hari (Djunarsjah, 2005). Pengamatan pasut dapat dilakukan dengan menggunakan
rambu pengamat pasut atau tide gauge. Untuk penggunaan rambu pengamat pasut,
rambu tersebut harus dipantau oleh operator pada setiap interval waktu yang telah
ditentukan, dan untuk tide gauge tidak diperlukan operator karena alat tersebut akan
secara otomatis mencatat perubahan pasang surut melalui pergerakan pada
pelampung yang disambungkan dengan gulungan kertas perekam data. Sebelum
pengamatan dimulai, harus dilakukan pengikatan rambu dengan benchmark
menggunakan waterpass, agar diketahui beda tinggi nol palem relative terhadap titik
pengikat seperti benchmark. Pada gambar 2.10 diperlihatkan bentuk pengikatan
rambu dan hubungan antara muka laut rata-rata, muka laut sesaat, chart datum, dan
nol palem.
27
2.2.5 Ketentuan International Hydrographic Organization (IHO)
Bentuk ketentuan teknis yang paling lazim dipakai dalam survei batimetri salah
satunya adalah International Hydrographic Organization (IHO) dalam special
Publication 44 (SP’44) edisi ke-5, Februari 2008. Spesifikasi yang terdapat dalam
ketentuan teknis ini digunakan sebagai acuan dalam mengevaluasi hasil survei
batimetri. Survei kali ini menggunakan spesifikasi orde 1b dengan keterangan yang
dapat dilihat pada tabel 2.2.
Orde Area perairan hingga kedalaman 100m namun tidak diperlukan cakupan
3
1b batimetri 100% karena karakteristik perairan tidak berbahaya
Area perairan dengan kedalaman lebih dari 100m dan tidak diperlukan
4 Orde 2
cakupan 100%
28
Dengan Faktor Ketelitian sesuai dengan Tabel 2.3:
No Deskripsi Orde 1b
5 m + 5% dari kedalaman
1 Akurasi horisontal
rata-rata
Alat bantu navigasi tetap dan
2 kenampakan yang berhubungan 2m
dengan navigasi
Garis pantai yang tidak
3 20m
berhubungan dengan navigasi
4 Alat bantu navigasi terapung 10m
5 Topografi 10m
6 Akurasi Kedalaman a = 0.5 m ; b = 0.013
Dengan batas toleransi kesalahan antara kedalaman titik fix perum pada jalur utama
dan menyilang dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
(2.7)
Dimana:
29
2.3 Side-scan Sonar
Proses dari pencitraan oleh SSS dilakukan bersamaan dengan proses pemeruman oleh
SBES. Bagian-bagian utama dari SSS pada dasarnya adalah dua buah transduser yang
dipasang pada sebuah towfish dengan arah pancaran miring, dan sebuah unit perekam
(recorder) yang ditempatkan di atas kapal yang berfungsi sebagai pencatat parameter-
parameter pengukuran dan menyajikannya dalam bentuk sonograf, suatu citra grafis
yang terbentuk dari jejak gema pada kertas perekam yang menggambarkan keadaan
dasar laut. Karena transdusernya dipasang sedemikian rupa, dasar laut yang tersapu
dalam sebuah lajur penyapuan merupakan suatu jalur yang terdiri dari hasil
visualisasi kedua transduser dengan bagian yang tidak tersapu di tengahnya. Lebar
jalur yang tersapu dapat bervariasi, tergantung pada ukuran/lebar sudut pancaran
pulsa, dan kedalaman transduser dari muka laut. Lebar sudut pancaran pulsa dalam
arah horisontal berkisar antara 1o sampai dengan 2o, sedangkan dalam arah vertikal
berkisar antara 10o sampai dengan 30o, dengan kemiringan sumbu pancaran terhadap
arah vertikal sebesar 10o. Dengan mengukur selang waktu antara saat pemancaran
pulsa dengan saat penerimaan kembali gemanya di jalur yang tersapu, dapat diperoleh
besarnya jarak antara transduser dengan sumber gema di dasar laut. Karena
gelombang-gelombang akustik yang dipancarkan mempunyai selang waktu
pemancaran yang sangat pendek satu dengan lainnya, maka menggunakan
mekanisme tertentu pada unit perekam jarak-jarak tersebut akan kemudian diplot
30
pada kertas perekam khusus sehingga menghasilkan citra grafis (sonograf) yang
menggambarkan topografi dasar laut yang tersapu.
Pada unit perekam, arus listrik dari towfish diperkuat oleh penguat penerima (gain
amplifier) yang akan mengatur kuatnya arus listrik yang dialirkan ke stilus pada
perekam grafis, agar jejak gema yang dihasilkan pada kertas perekam mempunyai
penampakan kontras yang merata. Unit perekam terdiri dari beberapa bagian utama,
yaitu pembangkit arus listrik bolak-balik (converter), penguat penerima (gain
amplifier), unit pengatur pengaliran pulsa-pulsa listrik (switching unit), dan perekam
grafis bersaluran ganda (dual graphic recorder).
1. Pembangkit Arus (Converter)
Rangkaian listrik yang berfungsi mengubah arus listrik searah menjadi arus listrik
bolak-balik.
31
transduser di towfish. Selang pengaliran pulsa diatur agar sama dengan waktu yang
diperlukan stilus untuk bergerak dari satu titik pemancaran ke titik pemancaran
berikutnya.
3. Perekam Grafis
Jarak antara transduser dengan obyek yang diperoleh dari pengubahan selang waktu
antara pemancaran pulsa akustik dengan penerimaan gema, direkam pada perekam
grafis ini secara otomatis. Perekaman dilakukan dengan memplot jarak pada kertas
perekam menggunakan stilus.Pada perekam grafis ini, stilus terdiri dari dua kawat
penghantar yang terbuat dari bahan tungsten yang dililitkan pada sebuah silinder
dengan bentuk lilitan heliks. Kedua kawat tersebut dililitkan secara terpisah dengan
arah lilitan yang berlawanan Dengan cara pemasangan stilus ini, masing-masing stilus
akan bersinggungan dengan platen hanya pada satu titik (titik kontak). Platen atau
pelat massa(earthing plate) adalah suatu pelat elektroda tipis yang dipasang sejajar
silinder stilus (silinder dimana stilus dililitkan), dan membentuk celah sempit di
antara keduanya, dimana kertas perekam dipasang. Bila stilus dialiri arus listrik, akan
terjadi percikan api pada titik kontaknya dengan platen yang akan menimbulkan jejak
hitam (jejak gema) pada kertas perekam. Masing-masing stilus dihubungkan dengan
transduser yang berbeda (transduser kiri atau kanan). Arus listrik dari transduser akan
dialirkan secara terpisah ke stilus masing-masing.
4. Penguat Penerima
Pengatur kuat arus listrik yang akan dialirkan ke stilus alat perekam. Pada alat
perekam, umumnya digunakan dua penguat, yaitu:
a) Initial suppression
b) Gain control
Initial suppression berfungsi mencegah agar untuk waktu yang sangat singkat setelah
pemancaran pulsa tidak ada arus listrik yang mengaliri stilus. Dengan demikian gema
yang terjadi sesaat setelah pemancaran atau arus listrik sisa, tidak akan terekam pada
32
kertas perekam. Gain control berfungsi untuk mengatur kuat arus listrik yang
dialirkan ke stilus. Arus listrik yang kuat, yang dihasilkan gema dari obyek yang
dekat dilemahkan. Sedangkan arus listrik yang dihasilkan gema dari obyek yang jauh
diperkuat. Dengan demikian jejak gema yang diperoleh pada kertas perekam
mempunyai penampakan kontras yang merata.
33
b) Wet-test
Ketika hasil dari rub test sudah memuaskan, maka towfish dapat diturunkan ke
laut. Kemudian pada keadaan diam akan dicek hasil rekaman citra dasar laut di
tempat tersebut, dimana seharusnya bentuk dari citranya similar.
34