Professional Documents
Culture Documents
KELOMPOK (TAK)
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
KONSEP TEORI
A. Definisi
Terapeutik
a. Umum
Melakukan sosialisasi
Membangkitkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan afektif.
b. Khusus
Tipe : Biblioterapy
Aktifitas : Fokus pada orientasi waktu, tempat dan orang, benar, salah
bantu memenuhi kebutuhan
4. Mengembangkan sosialisasi
Tipe : Kelompok remotivasi
Prinsipnya :
2. Model komunikasi
a. Perlu berkomunikasi
3. Model interpersonal
4. Model psikodrama
Tujuan :
e. Mengemukakan perasaanya
Karakteristik :
Tujuan :
d. Mengekspresikan perasaan
Tujuan :
b. Penderita dengan GOR terhadap orang, waktu dan tempat yang sudah
dapat berinteraksi dengan orang lain
c. Penderita kooperatif
Tujuan umum :
Tujuan khusus :
Karakteristik :
5. Penyaluran energy
Tujuan :
b. Mengekspresikan perasaan
1. Pre kelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan siapa yang menjadi
leader, anggota, tempat dan waktu kegiatan kelompok akan
dilaksanakan serta membuat proposal lengkap dengan media yang akan
digunakan beserta dana yang dibutuhkan.
2. Fase awal
Pada fase ini terhadap 3 tahapan yang terjadi, yaitu: orientasi, konflik
atau kebersamaan
a. Orientasi :
b. Konflik :
c. Kebersamaan :
Anggota mulai bekerjasama untuk mengatasi masalah, anggota mulai
menemukan siapa dirinya.
3. Fase kerja
4. Fase terminasi
Ada 2 jenis terminasi yaitu terminasi akhir dan terminasi sementara.
Anggota kelompok mungkin mengalami terminasi premature, tidak
sukses atau sukses. Terminasi dapat menyebabkan kecemasan, regresi
dan kecewa. Untuk menghindari hal ini, terapis perlu mengevaluasi
kegiatan dan menunjukkan sikap betapa bermaknanya kegiatan
tersebut, menganjurkan anggota untuk memberi umpan balik pada tiap
anggota
Terminasi tidak boleh disangkal, tetapi harus tuntas didiskusikan.
Akhir terapi aktivitas kelompok harus dievaluasi, bisa melalui pre dan
post test.
H. Terapi
1. Dokter
2. Psikiater
3. Psikolog
4. Perawat
5. Fisioterapis
6. Speech teraphis
7. Occupational teraphis
8. Sosial worker
b. Memiliki konsep teoritis yang padat dan logis yang cukup sesuai untuk
dipergunakan dalam memahami pikiran-pikiran dan tingkah laku yang
normal maupun patologis
c. Memiliki teknis yang bersifat terapeutik yang menyatu dengan konsep-
konsep yang dimiliki melalui pengalaman klinis dengan pasien
d. Memiliki kecakapan untuk menggunakan dan mengontrol institusi untuk
membaca yang tersirat dan menggunakannya secara empatis untuk
memahami apa yang dimaksud dan dirasakan pasien dibelakang kata-
katanya
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan Pada Program Studi
DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Mandala Husada Slawi
Disusun Oleh :
NIM : A0011062
SLAWI 2014
NIM : A0011062
Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing KTI untuk diseminarkan dalam Ujian Sidang KTI pada
NIPY. 1971.07.09.98.012
NIM : A0011062
Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 22 Juli dan dinyatakan telah memenuhi
Penguji I
NIPY : 1974.03.10.97.009
Penguji II
NIPY. 1971.07.09.98.012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat Rahmat dan Hidayah-
Nya, sehingga Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A DENGAN
MITRA SIAGA TEGAL 2014” dapat terselesaikan dengan baik. Tentunya selesainya karya tulis ilmiah ini
karena adanya bantuan, bimbingan, pengarahan, petunjuk, dorongan dan bantuan moril maupun
1. Risnanto, S.ST. M.Kes, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Bhakti Mandala Husada Slawi.
2. Arifin Dwi Atmaja, S.Kep.,Ns, selaku Ketua Program Studi D III Keperawatan.
3. Agus Budianto, S.Kep. Ns.M.Kep, selaku Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dari
4. Firman Hidayat, S.Kep.Ns.M.Kep, selaku Penguji yang telah memberikan ide dan inspirasi kepada penulis
5. Seluruh rekan-rekan mahasiswa D III Keperawatan STIKes Bhakti Mandala Husada Slawi.
6. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu hingga Karya Tulis
Penulis menyadari akan keterbatasan dan kekurangan pada Karya Tulis Ilmiah ini, oleh karena
itu penulis berbesar hati menerima saran dan masukan dari semua pihak yang sifatnya membangun
demi hasil yang lebih baik. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan ke depan, demi kemajuan STIKes BHAMADA pada umumnya dan Prodi D III Keperawatan
pada khususnya.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................... ii
KATA PENGANTAR....................................................................... iv
DAFTAR ISI..................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan..................................................................... 5
C. Metode Penulisan................................................................... 6
A. Definisi................................................................................... 8
B. Rentang Respon..................................................................... 9
C. Fase-Fase Halusinasi............................................................... 12
D. Etiologi................................................................................... 14
F. Jenis-Jenis Halusinasi.............................................................. 17
G. Pohon Masalah....................................................................... 19
H. Penatalaksanaan...................................................................... 19
A. Pengkajian.............................................................................. 35
B. Alasan Masuk......................................................................... 36
C. Faktor Predisposisi................................................................. 36
D. Pemeriksaan Fisik................................................................... 37
E. Psikososial.............................................................................. 38
H. Mekanisme Koping................................................................. 45
J. Analisa Data........................................................................... 45
K. Aspek Medis........................................................................... 47
L. Pohon Masalah....................................................................... 48
M. Diagnosa keperawatan............................................................ 49
N. Rencana Keperawatan............................................................ 50
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian Keperawatan........................................................ 68
B. Diagnosa Keperawatan........................................................... 71
C. Intervensi Keperawatan.......................................................... 73
D. Implementasi.......................................................................... 76
E. Evaluasi.................................................................................. 79
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................. 82
B. Saran....................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tuntutan dan masalah hidup yang semakin meningkat serta perkembangan teknologi yang pesat
menjadi stressor pada kehidupan manusia. Jika individu tidak mampu melakukan koping dengan adaptif,
maka individu beresiko mengalami gangguan jiwa. Gangguan jiwa merupakan gangguan pikiran,
perasaan atau tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari-
hari. Gangguan jiwa disebabkan karena gangguan fungsi sel-sel syaraf di otak, dapat berupa kekurangan
mental, sebagian besar dialami oleh orang dewasa muda antara usia 18-21 tahun, hal ini dikarenakan pada
usia tersebut tingkat emosional masih belum terkontrol. Di indonesia sendiri prevalensi penduduk yang
mengalami gangguan jiwa cukup tinggi, data WHO, (2006) mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk
Indonesia atau kira-kira 12-16 % mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data Departemen Kesehatan,
Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di indonesia terdapat di daerah khusus ibu kota jakarta yaitu
sebanyak 24,3% (Depkes RI, 2008). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar, (2007) menunjukan bahwa
prevalensi gangguan jiwa secara nasional mencapai 5,6% dari jumlah penduduk, dengan kata lain
menunjukan bahwa pada setiap 1000 orang penduduk terdapat 4 sampai 5 orang yang mengalami
gangguan jiwa. Prevalensi gangguan jiwa di indonesia diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan
Menurut Dinas Kesehatan Provisi Jawa Tengah, (2012) menyebutkan bahwa terdapat 932 jiwa
mengalami gangguan jiwa, 818 jiwa masih dirawaat di Rumah Sakit Jiwa dan 475 jiwa dalam pengobatan
rawat jalan antara lain RSJ Semarang terdapat 431 jiwa, RSJ Magelang 172 jiwa, RSJ Banyumas 5 jiwa,
Puskesmas Kabupaten Purbalingga 6 jiwa, RSJ Surakarta 172 jiwa dan RSJ Klaten 32 jiwa. Berdasarkan
data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah masalah dengan gangguan jiwa paling banyak dirawat di RSJ
Secara umum gangguan jiwa bisa di bedakan menjadi dua kategori yaitu psikotik dan non-psikotik
yang meliputi gangguan cemas, psikoseksual, kepribadian, alkoholisme, dan menarik diri. Gangguan jiwa
psikotik meliputi gangguan jiwa organik dan non- organik. Gangguan jiwa organik meliputi delirium,
epilepsi dan dimensia, sedangkan gangguan jiwa non-organik meliputi skizofrenia, waham, gangguan
mood, psikosa (mania, depresi), gaduh, gelisah, dan halusinasi (Kusumawati, 2010).
Halusinasi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa yang menjadi penyebab seseorang dibawa ke
Rumah Sakit Jiwa. Berdasarkan data yang diperoleh di ruang inap pasien jiwa Rumah Sakit Mitra Siaga
Tegal periode bulan Mei 2014, pasien yang dirawat di ruang Pavilliun Flamboyan di dapatkan dari 13
pasien yang mengalami gangguan jiwa terdapat 7 pasien mengalami gangguan persepsi sensori halusinasi
Pasien dengan halusinasi jika tidak segera ditangani akan memberikan dampak yang buruk bagi
penderita, orang lain, ataupun lingkungan disekitarnya, karena pasien dengan halusinasi akan kehilangan
kontrol dirinya. Pasien akan mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya, pada
situasi ini pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan
merusak lingkungan. Untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan dibutuhkan peran perawat yang
optimal dan cermat untuk melakukan pendekatan dan membantu klien memecahkan masalah yang
diberikan antara lain meliputi farmakologis dan non-farmakologis. Penatalaksanaan farmakologis antara
Peran perawat dalam menangani halusinasi di rumah sakit salah satunya melakukan penerapan
standar asuhan keperawatan yang mencakup penerapan strategi pelaksanaan halusinasi. Strategi
pelaksanaan adalah penerapan standar asuhan keperawatan terjadwal yang diterapkan pada pasien yang
bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani. Strategi pelaksanaan pada pasien
bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi muncul, melakukan aktivitas terjadwal untuk mencegah
halusinasi, serta minum obat dengan teratur (Akemat dan Keliat, 2010).
Hasil dari beberapa penelitian menunjukan pemberian asuhan keperawatan sesuai standar dengan
penerapan strategi pelaksanaan halusinasi di rumah sakit memberikan dampak perbaikan pada kondisi
pasien, serta membantu menurunkan tanda dan gejala halusinasi. Pasien gangguan jiwa yang menjalani
rawat inap di rumah sakit banyak yang menunjukan perbaikan pada kondisinya dan di perbolehkan untuk
pulang, akan tetapi banyak juga pasien yang kembali lagi ke rumah sakit, hal ini sebagian besar di
sebabkan kurangnya pengarahan terhadap keluarga pasien terkait dengan penanganan dirumah menjelang
pasien pulang.
Berdasarkan data dan fenomena diatas khususnya pada Provinsi Jawa Tengah masalah gangguan
jiwa yang paling banyak di alami oleh masyarakat adalah halusinasi dan lebih didominasi halusinasi
pendengaran. Pasien dengan halusinasi yang menjalani rawat inap di rumah sakit kemudian dilakukan
perbaikan pada kondisinya dan dinyatakan sembuh, akan tetapi banyak juga pasien yang kembali lagi ke
rumah sakit. Sehingga timbul pertanyaan penulis, “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran di Ruang Pavilliun Flamboyan RS Mitra Siaga
Tegal ? ”
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi Pendengaran.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran.
c. Mampu membuat diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
Pendengaran.
d. Mampu membuat intervensi atau rencana keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi Pendengaran.
e. Mampu membuat implementasi atau tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi Pendengaran.
f. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasiPendengaran.
C. METODE PENULISAN
Dalam penulisan laporan proposal
karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan metode deskriptif dandalam mengumpulkan data,
penulis menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan yang
Cara yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data guna penyusunan
1. Wawancara
Mengadakan tanya jawab dengan pihak yang terkait : pasien maupun tim kesehatan mengenai data
2. Observasi partisipasi
Dengan mengadakan pendekatan dan melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung pada
3. Studi dokumentasi
Dokumentasi ini diambil dan dipelajari dari catatan medis, catatan perawatan untuk mendapatkan
D. MANFAAT PENULISAN
Penulis mengharapkan karya tulis ini dapat memberikan manfaat untuk :
1. Profesi perawat
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di rumah sakit dalam upaya
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa khususnya dengan kasus gangguan persepsi sensori
:halusinasi pendengaran.
2. Klien
Memberikan pengetahuan serta masukan kepada klien tentang cara menangani, merawat, dan
3. Keluarga
Memberikan pengetahuan serta masukan kepada kelurga tentang cara menangani, merawat,
mencegah kekambuhan dan berkomunikasi kepada anggota keluarga yang mengalami gangguan persepsi
4. Penulis
jiwa khususnyapada klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran serta
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Halusinasi dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsangan
dari luar (Yosep, 2011). Menurut Direja, (2011) halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia
dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Sedangkan
halusinasi menurut Keliat dan Akemat, (2010) adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa penglihatan, pengecapan,
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana
sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut
(Stuart, 2007). Halusinasi pendengaran meliputi mendengar suara-suara, paling sering adalah suara orang,
berbicara kepada klien atau membicarakan klien. Mungkin ada satu atau banyak suara, dapat berupa suara
orang yang dikenal atau tidak dikenal. Berbentuk halusinasi perintah yaitu suara yang menyuruh klien
untuk mengambil tindakan, sering kali membahayakan diri sendiri atau orang lain dan di anggap
bahwa halusinasi adalah suatu persepsi klien terhadap stimulus dari luar tanpa adanya obyek yang nyata.
Sedangkan halusinasi pendengaran adalah dimana klien mendengarkan suara, terutama suara-suara orang
yang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu hal
Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon yang berhubungan dengan
fungsi neurobiologik, perilaku yang dapat diamati dan mungkin menunjukan adanya halusinasi. Respon
yang terjadi dapat berada dalam rentang adaptif sampai maladaptif yang dapat digambarkan seperti di
bawah ini :
· Pikiran logis
· Persepsi akurat
· Perilaku sesuai
· Hubungan social
· Ilusi
· Perilaku ganjil
· Menarik diri
· Kelainan fikiran
· Halusinasi
· Ketidakteraturan perilaku
· Isolasi soial
1) Respon adaptif
Respon adaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart, (2007) meliputi :
a) Pikiran logis berupa pendapat atau pertimbangan yang dapat diterima akal.
b) Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa secara cermat dan tepat sesuai
perhitungan.
c) Emosi konsisten dengan pengalaman berupa kemantapan perasaan jiwa yang timbul sesuai dengan
d) Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan individu tersebut
diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak bertentangan dengan moral.
e) Hubungan sosial dapat diketahui melalui hubungan seseorang dengan orang lain dalam pergaulan di
tengah masyarakat.
2) Respon transisi
Respon transisi berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart, (2007) meliputi:
a) Pikiran terkadang menyimpang berupa kegagalan dalam mengabstrakan dan mengambil kesimpulan.
b) Ilusi merupakan persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori.
c) Emosi berlebihan/dengan kurang pengalaman berupa reaksi emosi yang diekspresikan dengan sikap yang
tidak sesuai.
d) Perilaku ganjil/tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran.
e) Menarik diri yaitu perilaku menghindar dari orang lain baik dalam berkomunikasi ataupun berhubungan
3) Respon maladaptif
Respon maladaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart, (2007) meliputi:
a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang
b) Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang salah terhadap rangsangan.
c) Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidakmampuan atau menurunya kemampuan untuk mengalami
d) Ketidakteraturan Perilaku berupa ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang ditimbulkan.
e) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu karena orang lain menyatakan sikap
C. FASE-FASE HALUSINASI
Terjadinya halusinasi dimulai dari beberapa fase, hal ini dipengaruhi oleh intensitas keparahan dan
respon individu dalam menanggapi adanya rangsangan dari luar. Menurut Direja, (2011) Halusinasi
berkembang melalui empat fase yaitu fase comforting, fase condemming, fase controlling, dan fase
conquering. Adapun penjelasan yang lebih detail dari keempat fase tersebut adalah sebagai berikut :
1. Fase Pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan
nonpsikotik.
Klien mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak dan tidak
dapat diselesaikan. klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya
menolong sementara.
Perilaku Klien :
Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, mengerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon
verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
2. Fase Kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikan. Termasuk
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berpikir sendiri
jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu dan dia tetap
dapat mengontrolnya.
Perilaku Klien :
Meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah.
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam
gangguan psikotik.
Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa
Perilaku Klien :
Kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, Tanda-tanda fisik
4. Fase Keempat
Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.Termasuk dalam psikotik berat.
Halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak
berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku Klien :
Perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik,
tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
D. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep, (2011) ada beberapa faktor penyebab terjadinya gangguan halusinasi, yaitu faktor
perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis, genetic dan poala asuh. Adapun penjelasan yang lebih
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga
menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan
terhadap stress.
b. Faktor Sosikultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkuanganya sejak bayi (Unwanted child) akan merasa
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka
didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogik neurokimia
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif.
Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa
depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua Skizofrenia cenderung
mengalamiSkizofrenia. Hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart, (2007) ada beberapa faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi, yaitu faktor
biologis, faktor stress lingkungan, dan faktor sumber koping. Adapun penjelasan yang lebih detail dari
a. Faktor Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas
pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
Menurut Videbeck, (2008) ada beberapa tanda dan gejala pada klien dengan gangguan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran dilihat dari data subyektif dan data obyektif klien, yaitu :
1. Data Subyektif :
e. Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain bahkan suara lain yang membahayakan.
2. Data Obyektif.
b. Bicara sendiri.
c. Tertawa sendiri.
e. Menutup telinga.
f. Mulut komat-kamit.
F. JENIS-JENIS HALUSINASI
Menurut Stuart, (2007) jenis-jenis halusinasi dibedakan menjadi 7 yaitu Halusinasi pendengaran,
penglihatan, penciuman, pengecapan, perabaan, senestetik, dan kinestetik. Adapun penjelasan yang lebih
1. Halusinasi pendengaran
Karakteristik : Mendengar suara atau bunyi, biasanya orang. Suara dapat berkisar dari suara yang
sederhana sampai suara orang bicara mengenai klien. Jenis lain termasuk pikiran yang dapat didengar
yaitu pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkan oleh klien
2. Halusinasi penglihatan
Karakteristik : Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar geometris, gambar karton, atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau yang
3. Halusinasi penciuman
Karakteristik : Mencium bau-bau seperti darah, urine, feses, umumnya bau-bau yang tidak
menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang, dan
dimensia.
4. Halusinasi pengecapan
Karakteristik : Merasakan sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikan seperti darah, urine, atau feses.
5. Halusinasi Perabaan
Karakteristik : Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas, rasa tersetrum listrik
Karakteristik : Merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena dan arteri, makanan dicerna
7. Halusinasi Kinestetik
G. POHON MASALAH
(Akibat )
(Core Problem)
H. PENATALAKSANAAN
Menurut Townsend, (2003) ada dua jenis penatalaksanaan yaitu sebagai berikut :
1. Terapi Farmakologi
a. Haloperidol (HLP)
2) Indikasi
Penatalaksanaan psikosis kronik dan akut, pengendalian hiperaktivitas dan masalah prilaku berat pada
anak-anak.
3) Mekanisme kerja
Mekanisme kerja anti psikotik yang tepat belum dipahami sepenuhnya, tampak menekan SSP pada
4) Kontra indikasi
Hipersensitifitas terhadap obat ini pasien depresi SSP dan sumsum tulang, kerusakan otak subkortikal,
5) Efek samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, mulut kering dan anoreksia.
b. Chlorpromazin
2) Indikasi
Penanganan gangguan psikotik seperti skizofrenia, fase mania pada gangguan bipolar, gangguan
skizoaktif, ansietas dan agitasi, anak hiperaktif yang menunjukkan aktivitas motorik berlebihan.
3) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja antipsiotik yang tepat belum dipahami sepenuhnya, namun mungkin berhubungan
dengan efek antidopaminergik. Antipsikotik dapat menyekat reseptor dopamine postsinaps pada ganglia
Hipersensitivitas terhadap obat ini, pasien koma atau depresi sum-sum tulang, penyakit Parkinson,
insufiensi hati, ginjal dan jantung, anak usia dibawah 6 bulan dan wanita selama kehamilan dan laktasi.
5) Efek Samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, hipotensi, ortostatik, hipertensi, mulut kering, mual dan
muntah.
c. Trihexypenidil (THP)
1) Klasifikasi antiparkinson
2) Indikasi
Segala penyakit Parkinson, gejala ekstra pyramidal berkaitan dengan obat antiparkinson
3) Mekanisme kerja
Mengoreksi ketidakseimbangan defisiensi dopamine dan kelebihan asetilkolin dalam korpus striatum,
4) Kontra indikasi
Hipersensitifitas terhadap obat ini, glaucoma sudut tertutup, hipertropi prostat pada anak dibawah usia 3
tahun.
5) Efek samping
Terapi aktivitas kelompok yang sesuai dengan Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi adalah TAK
Stimulasi Persepsi.
Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik dengan kekuatan 75-100 volt, cara kerja
belum diketahui secara jelas namun dapat dikatakan bahwa terapi ini dapat memperpendek lamanya
Pengembangan fisik menggunakan pengekangannya mekanik seperti manset untuk pergelangan tangan
dan pergelangan kaki sprei pengekangan dimana klien dapat dimobilisasi dengan membalutnya,cara ini
dilakukan pada klien halusinasi yang mulai menunjukan perilaku kekerasan diantaranya : marah-
marah/mengamuk.
I. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang
intelektual, sosial dan spiritual. Untuk dapat menjaring data yang diperlukan,
a. Identitas klien.
c. Faktor predisposisi.
d. Faktor presipitasi.
f. Aspek psikososial.
g. Status mental.
k. Pengetahuan.
l. Aspek medik.
1. Pengkajian perilaku
Perilaku yang berhubungan dengan persepsi mengacu pada identifikasi dan interpretasi awal dari suatu
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra perilaku tersebut digambarkan
dalam rentang respon neurobiologis dari respon adaptif, respon transisi dan respon maladaptif.
2. Faktor predisposisi
Meliputi abnormalitas perkembangan sistem syaraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis
maladaptif yang ditunjukkan melalui hasil penelitian pencitraan otak, zat kimia otak dan penelitian
pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi yang menunjukkan peran
b) Psikologis
Teori psikodinamika untuk terjadinya respons neurobiologis yang maladaptif belum didukung oleh
penelitian.
c) Sosial budaya
Stres yang menumpuk dapat menunjang awitan skizofrenia dan gangguan psikotik lain, tetapi
3. Faktor presipitasi
a. Stressor biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologis maladaptif meliputi gangguan
dalam komunikasi dan putaran balik otak yang mengatur proses informasi dan abnormalitas pada
mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus.
b. Stressor lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan secara biologis berinteraksi dengan stresor
c. Pemicu gejala
Pemicu merupakan perkusor dan stimuli yang menimbulkan episode baru suatu penyakit. Pemicu
biasanya terdapat pada respons neurobiologis maladaptif yang berhubungan dengan kesehatan,
4. Penilaian stressor
Tidak terdapat riset ilmiah yang menunjukkan bahwa stres menyebabkan skizofrenia. Namun, studi
mengenai relaps dan eksaserbasi gejala membuktikan bahwa stres, penilaian individu terhadap
5. Sumber koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman tentang pengaruh gangguan otak pada
perilaku. Kekuatan dapat meliputi modal, seperti intelegensi atau kreativitas yang tinggi.
6. Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien dari pengalaman yang menakutkan
a. Regresi, berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas, yang
c. Menarik diri
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi :
TUK 2 : Membantu klien mengenal halusinasi ( jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi, respon ).
Intervensi : Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi halusinasi, frekuensi,
1. Menghardik.
1. Cara menghardik
TUK 5 : Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai dengan program pengobatan)
Intervensi:
1. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.
2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
5. Anjurkan klien melaporkan pada perawat atau dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan.
Intevensi :
1. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskantujuan interaksi, ciptakan
lingkungan yang tenang, buat kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
3. Dengarkan dengan empati : beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat
Intervensi :
2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul.
3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang muncul.
TUK 3 : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak
Intervensi :
1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan
orang lain.
5. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
6. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain.
7. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
8. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak
TUK 4 : Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang, dengan perawat dan klien lain.
Intervensi :
1. Mengajarkan cara berkenalan dengan orang dengan cara mempraktekan dan melakukan.
Intervensi :
1. Mengajarkan cara berkenalan dengan dua orang dengan cara mempraktekan dan melakukan.
Tujuan Umum : Tidak terjadi perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain.
Intervensi :
1. Beri salam dan panggil nama klien.
Intervensi :
Intervensi:
1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel atau kesal.
Intervensi:
2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
3. Bicarakan dengan klien "apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya bisa selesai ?"
Intervensi:
TUK 6 : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Intervensi:
1. Tanyakan kepada klien apakah dia ingin mempelajari cara baru yang sehat
2. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
a. Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur atau pekerjaan
b. Secara verbal : katakana bahwa anda sedang marah atau kesal atau tersinggung.
d. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.
Intervensi:
5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel atau marah.
TUK 8 : Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai dengan program pengobatan)
Intervensi:
1. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.
2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizing dokter.
3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
5. Anjurkan klien melaporkan pada perawatatau dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan.
Intervensi:
1. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga selama ini.
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada hari jum´at tanggal 04 juni 2014 jam 09.00 WIB penulis melakukan studi
kasus dengan gangguan persepsi : sensori halusinasi pendengaran pada Ny.A di ruang pavilliun
flamboyan Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal, di dapatkan data sebagai berikut.
1. Identitas
a. Identitas klien
Nama : Ny.A
Umur : 38 Tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : -
Alamat : Pemalang
No RM : 134304
Nama : Tn.S
Pekerjaan : Wiraswasta
B. ALASAN MASUK
Keluarga klien mengatakan klien pernah mengalami gangguan jiwa saat usia 25 tahun dan klien
sudah 3 kali kali dirawat di Rumah Sakit Jiwa dengan keluhan yang sama yakni klien sering bicara kacau,
marah-marah tanpa sebab, melempar barang-barang dan sering keluyuran. Klien terakhir kali dirawat di
RSJD Amino gondhohutomo Semarang pada bulan September 2012. Klien dibawa pulang oleh keluarga
karena sudah dinyatakan sembuh oleh dokter, tetapi pengobatan yang dilakukan kurang berhasil karena
jaraknya jauh akibatnya klien tidak rutin kontrol. Klien dibawa ke Rumah Sakit Mitra Siaga karena klien
bicara kacau, marah-marah tanpa sebab, melempar gelas dan piring. Keluarga klien mengatakan klien
merupakan orang yang mudah tersinggung, klien mempunyai beberapa masalah yang kurang
menyenangkan yaitu ditinggal suaminya menikah lagi. Selama kurang lebih 13 tahun klien ditinggal oleh
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda-tanda Vital
menit. RR : 24 x / menit.
2. Pengukuran antopometri
TB : 150 cm.
BB : 68 kg.
3. Keadaan Fisik
f. Ekstremitas : Tangan klien kadang-kadang mengepal, tidak ada cacat pada ekstremitas atas maupun
E. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Garis keturunan
: Garis perkawinan
: Perempuan meninggal
Klien adalah anak pertama dari 6 bersaudara, klien tinggal bersama ke dua anaknya dan tinggal
dengan bapaknya. Semua saudara klien sudah menikah mempunyai anak. Klien sudah menikah dan
mempunyai dua orang anak perempuan. Klien ditinggal suaminya kurang lebih 13 tahun karena suaminya
menikah lagi tapi belum bercerai. Klien tinggal serumah dengan anak dan bapaknya. Hubungan klien
2. Konsep Diri
a. Gambaran diri
Klien menyukai semua bagian tubuhnya dan bersyukur atas semua yang diciptakan Tuhan. Klien
mengatakan kurang puas dengan bentuk tubuhnya yang gemuk dan rambutnya yang agak kriting yang
b. Identitas Diri
Klien mengetahui bahwa dirinya adalah seorang perempuan dan klien menerima dengan ikhlas dia
c. Peran
Klien seorang ibu rumah tangga, di rumah klien sudah terbiasa menyelesaikan semua pekerjaan rumah
seperti mencuci, masak, menyapu, mengepel dan lain-lain. Klien adalah single parent bagi anak-anaknya.
Klien tidak bekerja sehingga tidak bisa menafkahi anaknya. Anaknya dinafkahi oleh ayah klien.
d. Ideal Diri
Klien mengatakan ingin menafkahi anaknya sendiri, tetapi klien tidak bekerja, klien tidak ingin
membebani ayahnya.
e. Harga Diri
Klien mengatakan bahwa dirinya kurang percaya diri dan merasa malu karena klien dianggap orang sakit
jiwa oleh tetangga-tetanganya dan penyakit yang diderita saat ini tidak bisa sembuh, klien lebih suka
3. Hubungan Sosial
Selama klien dirawat di RS Mitra Siaga Tegal klien mengatakan tidak suka berkumpul dengan teman-
temannya maupun perawat yang ada ruangan. Klien tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Klien terlihat
Klien berkeyakinan pada agama Islam, kegiatan ibadah seperti sholat dilakukan ketika belum masuk
rumah sakit. Selama klien di rawat di rumah sakit klien menyatakan jarang menjalankan sholat 5 waktu.
F. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Kebersihan dan kerapihan klien cukup baik, rapi dan pakaian yang dikenakan klien juga sesuai.
2. Pembicaraan
3. Aktvitas Motorik
Klien sehari-hari banyak menghabiskan waktu di kamarnya dan melamun, tampak gelisah dan mondar-
mandir. Klien kadang-kadang juga marah-marah tanpa sebab dan ingin memukul orang.
4. Alam Perasaan
5. Afek
Afek klien labil, emosinya cepat berubah-ubah, kadang senang, sedih dan gelisah.
7. Persepsi
Klien mengalami halusinasi dengar. Klien mendengar suara-suara yang muncul saat klien sendirian
melamun. Isi suara itu adalah suara ibunya yang sudah meninggal kurang lebih 4 tahun yang lalu, yang
selalu memberi nasehat pada klien agar tidak hamil dan menikah lagi. Klien juga sering mendengar suara
orang yang menyuruhnya agar dia mati, suara-suara itu muncul kadang-kadang 2 sampai 3 kali sehari,
klien mendengar suara itu saat dia melamun, sendirian dan malam hari. Lama suara-suara itu kurang lebih
7 menit. Saat klien mendengar suara-suara itu klien merasa takut, cemas dan sangat mengganggu. Klien
biasanya hanya berdo’a dan minta perlindungan dari Allah SWT agar suara itu bisa hilang.
8. Proses Fikir
Saat berinteraksi klien mampu menjawab apa yang ditanyakan lawan bicara secara berurutan sesuai
dengan topik tanpa menunggu lama, Klien menjawab pertanyaan yang diberikan dengan pembicaraan
9. Isi Pikir
Klien sering curiga dan berprasangka buruk pada orang lain yang belum ia kenal. Klien juga merasa
malam. Klien juga mengetahui kalau saat ini sedang di Rumah sakit. Klien masih ingat siapa saja yang
11. Memori
a. Jangka Panjang : Baik, klien dapat menyebutkan tanggal kelahiran anak pertamanya yaitu 10 September
1989.
b. Jangka Pendek : Baik, klien dapat menyebutkan nama teman-temannya yang ada diruangan.
c. Saat Ini : Baik, klien dapat mengingat nama perawat dan klien juga ingat menu makanan apa saja yang
Klien mampu berkonsentrasi dengan baik, ketika diberikan pertanyaan tidak meminta mengulang
pertanyaan yang diberikan, klien mampu melakukan penghitungan sederhana misalnya 20+25+25 berapa
Klien mampu mengambil keputusan sederhana misalnya “Apabila ibu diminta milih maka ibu milih
makan dulu atau mandi dulu ?” klien menjawab “Saya memilih makan dulu baru mandi, karena setelah
makan harus cuci piring nanti bisa kotor kalau pilih mandi dulu”.
14. Daya Tilik Diri
Klien menyadari bahwa klien saat ini mengalami gangguan jiwa dan pernah dirawat di RSJ 3 kali.
1. Makan
Klien makan 3 kali sehari (pagi, siang, sore) habis seporsi dengan menu yang berbeda yang disediakan di
2. Minum
Klien minum 8 gelas perhari, selama klien dirawat di rumah sakit. Klien minum sesuai yang disediakan.
3. BAB / BAK
Klien BAB 2 kali sehari dan BAK 4-6 kali sehari. Klien melakukan sendiri tanpa bantuan.
4. Mandi
Klien mandi 2 kali sehari tiap pagi dan sore dengan memakai sabun, menggosok gigi setiap mandi dan
5. Berpakaian
Klien mampu memakai pakaian sendiri tanpa bantuan, klien berpakaian cukup rapi.
6. Istirahat / Tidur
Klien dapat istirahat cukup dan tidur selama kurang lebih 8 jam tiap harinya, pada siang hari Ny.A tidur
kurang lebih 1 jam dan tidur malam dari jam 21.00 wib sampai 04.00 wib, saat tidur malam terkadang
7. Penggunaan Obat
Klien minum obat 2 kali sehari (pagi dan sore). Klien minum obat sesuai dosis dan anjuran yang telah
H. MEKANISME KOPING
Jika klien mendapatkan masalah klien lebih memilih untuk memendamnya sendiri (menyendiri) dengan
Klien mengatakan “Saya lebih suka menyendiri dikamar dari pada berkumpul dengan teman-teman saya
Pendengaran
- Klien mengatakan “Saya suka mendengar suara
DO:
- Mulut komat-kamit.
- Klien mondar-mandir.
- Koping maladaptif.
ruangan.
- DO :
dan melamun.
DS :
3 Resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan
DO:
kurang.
K. ASPEK MEDIS
a. Terapi farmakologi
tro convulsion
therapy).
L.
POHON MASALAH
(Akibat)
Problem)
(Penyebab)
M. DIAGNOSA KEPERAWATAN
NOSIS PERENCANAAN
AWATAN TUJUAN KRITERIA EVALUASI
Klien dapat mengontrol 2. Klien menunjukkan rasa senang. 2. Sebutkan nama pera
halusinasinya.
3. Ada kontak mata. 3. Jelaskan maksud hu
TUK 1 :
4. Klien mau berjabat tangan. 4. Jelaskan tentang kon
dihadapi.
TUK 2 : 1. Klien dapat menyebutkan jenis, waktu, isi, situasi,1. Lakukan kontak se
timbulnya halusinasi).
3. Bantu klien menge
a. Tanyakan apakah a
b. Tanyakan apa yang
c. Katakan perawat p
4. Diskusikan dengan
5. Diskusikan denga
halusinasi (marah,
6. Beri kesempatan k
TUK 3 : 1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan1. Identifikasi bersam
halusinasinya. 2. Klien dapat menyebutkan cara baru untuk mengontrol2. Diskusikan manf
3. Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang3. Diskusikan cara b
mengendalikan halusinasi.
b. Menemui orang lai
4. Bantu klien m
halusinasinya secar
5. Beri kesempatan
dalam mengontrol halusinasinya. 2. Keluarga mampu menyebutkan pengertian, tanda dan2. Diskusikan pada
gejala, proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk tanda dan gejala
memutus halusina
3. Jelaskan tentang o
4. Jelaskan cara me
dirumah misalnya
makan bersama
5. Anjurakan keluarg
pemberiannya untu
6. Beri informasi
bagaimana cara m
diatasi dirumah.
TUK 5 : 1. Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping1. Diskusikan dengan
dengan baik. 2. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan2. Anjurkan klien m
3. Klien dapat informasi tentang efek dan efek samping obat. 3. Anjurkan klien bic
samping minum ob
4. Klien dapat memahami akibat berhentinya mengonsumsi
konsultasi.
5. Klien dapat menyebutkan prinsip 6 benar penggunaan obat
Hari Pertama
No.
Dx Tanggal/Jam IMPLEMENTASI EVALUASI
kepada klien.
- Klien mengatakan bersedia
oleh penulis.
masalahnya .
mau mempraktekkannya
dengan benar.
A:
P:
Klien :
Perawat :
Hari Kedua
lain.
- Klien mengatakan mau diajari
jadwal harian.
A:
P:
Klien :
halusinasinya muncul.
Perawat :
halusinasinya muncul.
1. S:
06/06/2014 SP3P Halusinasi
suaranya muncul.
6. Mengidentifikasi bersama klien
melakukan aktivitas.
7. Mendiskusikan cara yang
O:
digunakan klien yaitu
menghilangkan halusinasinya
menemui orang lain untuk
A:
P:
Klien :
disusun.
Perawat :
jadwal.
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan asuhan keperawatan pada Ny.A dengan Gangguan Persepsi : Sensori Halusinasi
Pendengaran yang dilaksanakan di Ruang Pavilliun Flamboyan Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal selama 3
hari dari tanggal 05 - 07 Juni 2014, pada bab ini penulis akan membahas seluruh tahapan proses
keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi
keperawatan.
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan yang terdiri atas
pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Pengumpulan data pengkajian meliputi
aspek identitas klien, alasan masuk, faktor predisposisi, fisik, psikososial, status mental, kebutuhan
persiapan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial lingkungan, pengetahuan, dan aspek medik
(Keliat, 2006). Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara dengan Ny.A,
observasi langsung terhadap kemampuan dan perilaku Ny.A serta dari status Ny.A. Selain itu keluarga
juga berperan sebagai sumber data yang mendukung dalam memberikan asuhan keperawatan pada Ny.A,
namun pada saat pengkajian tidak ada anggota keluarga Ny.A yang menjenguknya, sehingga penulis tidak
Dari hasil pengkajian pada Ny. A didapatkan data Ny. A suka bicara sendiri, menyendiri, dan
sering melamun. Dalam pengkajian pola fungsional difokuskan pada pola persepsi Ny. A, didapatkan
data bahwa Ny. A mengalami halusinasi pendengaran. Ny. A mendengar suara ibunya yang sudah
meninggal 4 tahun yang lalu yang menasehatinya untuk tidak hamil dan menikah menikah lagi. Ny. A
juga mendengar suara orang yang menyuruhnya agar dia mati, suara-suara itu muncul kadang-kadang 2
sampai 3 kali sehari, klien mendengar suara itu saat dia melamun, sendirian dan malam hari. Lama suara-
suara itu kurang lebih 7 menit. Saat klien mendengar suara-suara itu klien merasa takut, cemas
dan sangat mengganggu. Keluarga klien mengatakan klien sudah 3 kali dirawat di Rumah Sakit Jiwa,
klien merupakan orang yang mudah tersinggung, klien mempunyai beberapa masalah yang kurang
menyenangkan yaitu ditinggal suaminya menikah lagi. Selama kurang lebih 13 tahun klien ditinggal oleh
Menurut Videbeck, (2008) tanda gejala halusinasi pendengaran yaitu mendengar suara-suara,
bicara sendiri, tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mulut komat-kamit, menutup telinga, dan
menyendiri.Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi pasien dalam kelompok, terlalu lama
tidak diajak berkomunikasi, objek yang ada di lingkungan, dan juga suasana sepi atau terisolasi sering
menjadi pencetus terjadinya halusinasi (Direja, 2011). Faktor predisposisi gangguan halusinasi Menurut
Stuart, (2007) dapat muncul sebagai proses panjang yang berhubungan dengan kepribadian seseorang,
karena itu halusinasi dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman psikologis seseorang. Sedangkan menurut
Yosep, (2011) faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang
dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Faktor predisposisi dapat meliputi faktor
Dari hasil pengkajian yang dilakukan oleh Aji, (2012) dalam studi kasusnya yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Gangguan Keamanan Pada Tn. E Dengan Halusinasi Pendengaran Di Bangsal Abimanyu
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta” didapatkan data klien suka bicara sendiri, menyendiri, melamun,
dan kadang mondar-mandir. Dalam pengkajian pola fungsional difokuskan pada pola persepsi klien,
didapatkan data bahwa klien mengalami halusinasi pendengaran. Klien mendengar suara orang batuk
yang membuat klien susah tidur, suara itu muncul sehari 1 kali selama 3 menit. suara itu muncul pada
malam hari saat klien tidur dan klien merasa jengkel jika mendengar suara tersebut. Klien sebelumnya
sudah 3 kali dirawat di rumah sakit jiwa, klien tidak pernah mengalami penganiayaan fisik, tindakan
kriminal maupun adanya penolakan dari lingkunganya. Namun, klien pernah mempunyai pengalaman
yang kurang menyenangkan yaitu tidak mendapat gaji selama 2 bulan dalam pekerjaan.
Dari perbandingan data menurut teori dan data yang ditemukan pada klien tidak muncul adanya
kesenjangan dimana seperti yang dijelaskan dalam teori bahwa gangguan halusinasi dipengaruhi oleh
pengalaman-pengalaman psikologis seseorang. Hal ini juga dialami baik Ny. A ataupun Tn. E yang sama-
sama memiliki masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu Ny. A di tinggal suaminya menikah lagi,
sehingga menyebababkan Ny. A sering menyendiri. Sedangkan Tn. E tidak mendapatkan gaji selama 2
kooperatif dan hubungan saling percaya antara perawat dengan klien terbina dengan baik.
Faktor penghambat yang didapatkan penulis tidak dapat melakukan pengkajian dengan maksimal karena
Upaya yang dilakukan penulis untuk mengatasi kendala diatas adalah penulis melakukan validasi
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan pengkajian pada Ny. A secara garis besar ditemukan data subyektif dan data
obyektif yang menunjukan karakteristik Ny. A dengan diagnosa gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran yang ditandai dengan data subyektif Ny.A mengatakan mendengar suara ibunya yang sudah
meninggal kurang lebih 4 tahun yang lalu yang menasehatinya untuk tidak menikah dan hamil lagi, Ny.A
juga mendengar suara orang yang menyuruhnya untuk mati, suara-suara itu muncul kadang-kadang 2
sampai 3 kali sehari, Ny.A mendengar suara itu saat dia melamun, sendirian dan malam hari. Sedangkan
data obyektif yang didapatkan, Ny.A tampak bingung, mondar-mandir, sering bicara sendiri dan koping
maladaptif, dimana klien suka menyendiri jika ada masalah. Hal ini yang menjadi dasar bagi penulis
Menurut Videbeck, (2008) menyatakan bahwa diagnosa keperawatan berbeda dari diagnosa
psikiatrik medis dimana diagnosa keperawatan adalah respon klien terhadap masalah medis atau
bagaimana masalah mempengaruhi fungsi klien sehari-hari yang merupakan perhatian utama dari
diagnosa keperawatan. Menurut Keliat, (2006) pada pohon masalah dijelaskan bahwa Halusinasi terjadi
karena isolasi sosial : menarik diri. Menarik diri bisa menyebabkan masalah utama/core
problem gangguan persepsi sensori : halusinasi, dari halusinasi bisa menyebabkan resiko mencederai diri
Pada studi kasus yang dilakukan oleh Aji, (2012) pada Tn. E didapatkan diagnosa keperawatan
yang muncul sebagai prioritas utama adalah gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran. Data
yang memperkuat diagnosa gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran diperoleh data
subyektif yaitu klien mengatakan mendengar suara orang batuk yang membuat klien susah tidur, suara itu
muncul sehari 1 kali selama 3 menit. suara itu muncul pada malam hari saat klien tidur dan klien merasa
jengkel jika mendengar suara tersebut. Sedangkan data obyektif yang didapatkan yaitu klien tampak
bingung, mondar-mandir, sering berbicara sendiri, konsentrasi kurang, dan koping maladaptif, dimana
Pada pembahasan tentang pohon masalah, klien dengan koping yang maladaptif dimana klien
cenderung menyendiri jika ada masalah menjadi pencetus klien mengalami halusinasi, dari halusinasi
yang dialami klien dengan respon merasa jengkel yang potensial akan dimanifestasikan dengan perbuatan
untuk mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Hal ini ditemukan baik pada Ny. A ataupun Tn.
E, dimana keduanya sama-sama memiliki koping yang maladaptif yaitu cenderung menyendiri jika ada
masalah yang menyebabkan timbulnya halusinasi, dengan respon merasa jengkel dan membanting
barang-barang saat halusinasinya muncul. Sehingga tidak ditemukan kesenjangan antara teori yang ada
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana keperawatan yang penulis lakukan pada Ny. A dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran yaitu dengan tujuan umum (TUM) agar klien dapat mengontrol halusinasi yang
dialaminya. Dan dengan lima tujuan khusus (TUK) gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran,
antara lain : tujuan khusus pertama (TUK 1), klien dapat membina hubungan saling percaya. Rasional
dari tindakan yang dilakukan yaitu hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi terapeutik antara
perawat dan klien. Tujuan khusus kedua (TUK 2), klien dapat mengenal halusinasinya dari situasi yang
menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi halusinasi, dan respon klien terhadap halusinasinya.
Rasional dari tujuan kedua adalah peran serta aktif klien sangat menentukan efektifitas tindakan
keperawatan yang dilakukan. Tujuan khusus ketiga (TUK 3), klien dapat melatih mengontrol
halusinasinya, dengan berlatih cara menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain, dan
mengalihkan halusinasinya dengan beraktivitas secara terjadwal. Rasionalnya adalah tindakan yang biasa
dilakukan klien merupakan upaya mengatasi halusinasi. Tujuan khusus keempat (TUK 4), klien dapat
dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasi dengan rasionalnya keluarga mampu merawat klien
dengan halusinasi saat berada di rumah. Tujuan khusus kelima (TUK 5), klien dapat memanfaatkan obat
untuk mengontrol halusinasi dengan rasionalnya yaitu dapat meningkatkan pengetahuan dan motivasi
klien untuk minum obat secara teratur. Setiap akhir tindakan strategi pelaksanaan diberikan reinforcement
Menurut Nurjannah, (2005) rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dapat mencapai setiap tujuan khusus. Perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan
penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar masalah
kesehatan dan keperawatan klien dapat teratasi. Menurut Akemat dan Keliat, (2010) tujuan umum yaitu
berfokus pada penyelesaian permasalahan dari diagnosis keperawatan dan dapat dicapai jika serangkaian
tujuan khusus tercapai. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian penyebab dari diagnosis keperawatan.
Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan klien yang perlu dicapai atau dimiliki. Kemampuan ini
dapat bervariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien. Kemampuan pada tujuan khusus terdiri atas
tiga aspek yaitu kemampuan kognitif, kemampuan psikomor, dan kemampuan afektif yang perlu dimiliki
Menurut Ngadiran, (2010) Setiap akhir tindakan strategi pelaksanaan dapat diberikan
reinforcement positif yang rasionalnya untuk memberikan penghargaan atas keberhasilan klien.
Reinforcement positif adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena
diikuti dengan stimulus yang mendukung atau rewarding. Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa
hadiah seperti permen, kado, atau makanan, perilaku sepeti senyum, menganggukkan kepala untuk
menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol, atau penghargaan. Reinforcement positif memiliki
power atau kemampuan yang memungkinkan tindakan yang diberi reinforcement positif akan dilakukan
secara berulang oleh pelaku tindakan tanpa adanya paksaan yaitu dengan kesadaran pelaku tindakan itu
sendiri.
Pada study kasus yang dilakukan oleh Aji, (2012) pada Tn. E intervensi yang dilakukan yaitu
dengan tujuan umum (TUM) agar klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya. Dan dengan lima
tujuan khusus (TUK) gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran, antara lain : tujuan khusus
pertama (TUK 1), klien dapat membina hubungan saling percaya. Tujuan khusus kedua (TUK 2), klien
dapat mengenal halusinasinya dari situasi yang menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi halusinasi,
dan respon klien terhadap halusinasinya. Tujuan khusus ketiga (TUK 3), klien dapat melatih mengontrol
halusinasinya, dengan berlatih cara menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain, dan
mengalihkan halusinasinya dengan beraktivitas secara terjadwal. Tujuan khusus keempat (TUK 4), klien
dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasi. Tujuan khusus kelima (TUK 5), klien dapat
Berdasarkan intervensi yang penulis lakukan pada Ny. A, tidak terdapat adanya
kesenjangan antara konsep dasar teori dengan pembahasan pada kasus, karena penulis mengacu pada teori
yang ada, dimana tahapan – tahapan perencanaan yang dilakukan pada Ny. A sesuai dengan keadaan dan
kondisi klien, serta dalam rencana keperawatan penulis sudah memasukkan tiga aspek dalam
perencanaan, yang meliputi : tujuan umum, tujuan khusus, dan rencana tindakan keperawatan.
D. IMPLEMENTASI
Implementasi yang penulis lakukan pada Ny. A dengan gangguan persepai sensori : halusinasi
pendengaran antara lain : pada tanggal 05 juni 2014 pukul 10.30 WIB, penulis melakukan strategi
pelaksanaan 1 yaitu mengenal halusinasi pada Ny.A, menjelaskan cara mengontrol halusinasi, dan
mengajarkan cara pertama mengontrol halusinasi dengan menghardik halusinasi. Ny.A dilatih untuk
mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak memperdulikan halusinasi. Kemudian
memberikan reirforcement kepada Ny.A apabila Ny.A berhasil mempraktekan cara menghardik
halusinasi. Respon Ny.A mampu mengenal halusinasinya dan mau menggunakan cara menghardik saat
halusinasinya muncul.
Implementasi kedua dilaksanakan pada tanggal 06 juni 2014, pukul 10.00 WIB. Penulis
melakukan strategi pelaksanaan 2 yaitu mengajarkan cara kedua mengontrol halusinasi dengan menemui
orang lain dan bercakap-cakap. Penulis melakukan validasi dan evaluasi cara pertama yaitu menghardik
halusinasi. Penulis melatih cara mengontrol halusinasi dengan menemui orang lain dan bercakap-cakap.
Kemudian memberikan reirforcement positif pada Ny.A apabila Ny.A berhasil mempraktekanya. Respon
dari Ny.A, Ny.A mampu menggunakan cara pertama dengan menghardik dengan benar dan Ny.A mau
Implementasi ketiga dilaksanakan pada tanggal 07 juni 2014, pukul 10.30 WIB. Penulis
melakukan strategi pelaksanaan 3 yaitu mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan
aktivitas terjadwal. Penulis melakukan validasi dan evaluasi strategi pelaksanaan 1 dan 2, kemudian
mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas terjadwal. Penulis memberikan
reirforcement positif kepada Ny.A apabila Ny.A berhasil mempraktekanya dengan baik dan benar.
Respon Ny.A, Ny.A mampu menggunakan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan
bercakap-cakap dengan orang lain. Ny.A juga mau semua aktivitas sesuai jadwal.
Menurut Townsend, (2003) implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari
implementasi yang dilakukan pada klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi yaitu dengan
melakukan pendekatan SP, yaitu : SP 1 (mengajarkan cara pertama mengontrol halusinasi dengan
menghardik halusinasi). Klien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau
tidak mempedulikan halusinasinya. Jika ini dapat dilakukan, klien akan mengendalikan diri dan tidak
mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada, tetapi dengan kemampuan ini, klien
tidak akan larut untuk menuruti halusinasinya. SP 2 (mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan
menemui orang lain untuk bercakap-cakap). Ketika klien bercakap-cakap dengan orang lain, terjadi
adanya distraksi dan fokus perhatian klien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan
dengan orang lain. SP 3 (mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas
terjadwal). Dengan aktivitas secara terjadwal, klien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri
yang sering kali mencetuskan halusinasi. SP 4 (mengajarkan cara minum obat dengan benar). Hal ini
dapat
meningkatkan pengetahuan dan motivasi klien untuk minum obat secara teratur.
Pada studi kasus yang dilakukan oleh Aji, (2012) pada Tn. E implementasi yang dilakukan pada
pertemuan pertama melakukan SP 1 yaitu mengenal halusinasi, menjelaskan cara mengontrol halusinasi,
dan mengajarkan cara pertama mengontrol halusinasi dengan menghardik halusinasi. Pertemuan kedua
melakukan SP 2 yaitu mengajarkan cara kedua mengontrol halusinasi dengan menemui orang lain untuk
bercakap-cakap. Pertemuan ketiga melakukan SP 3 yaitu mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan
melakukan aktivitas terjadwal. Pertemuan keempat melakukan SP 4 yaitu mengajarkan cara minum obat
dengan benar.
Dari implementasi yang dilakukan penulis pada Ny. A dengan gangguan persepsi sensori :
mendelegasikan kepada perawat ruangan. Sedangkan pada studi kasus yang dilakukan oleh Aji, (2012)
pada Tn. E implementasi yang dilakukan yaitu SP 1 sampai SP 4. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu
yang diberikan kepada penulis oleh instansi pendidikan dalam mengelola kasus tersebut.
E. EVALUASI
Pada kasus Ny. A evaluasi yang penulis dapatkan yaitu pada pelaksanaan strategi pelaksanaan 1
tanggal 05 juni 2014 pukul 11.00 WIB, Ny.A berhasil melakukan dengan baik dalam mengenal halusinasi
dan klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, sehingga dapat dianalisis bahwa
masalah teratasi. Pada pelaksanaan strategi pelaksanaan 2 tanggal 06 juni 2014 pukul 10.30 WIB Ny.A
mampu mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan menemui orang lain, untuk bercakap-
cakap sehingga dapat dianalisis bahwa masalah teratasi. Pada pelaksanaan strategi pelaksanaan 3 tanggal
07 juni 2014 pukul 11.30 WIB, Ny.A juga mampu melakukan aktivitas secara terjadwal, sehingga dapat
dianalisis bahwa masalah teratasi. Evaluasi sudah dilakukan penulis sesuai keadaan klien dan
kekurangan penulis tidak bisa mencapai batas maksimal pada rencana yang diharapkan. Dalam
melaksanakan strategi pelaksanaan 4, penulis mendelegasikan kepada perawat yang sedang bertugas di
Menurut Townsend, (2006) evaluasi keperawatan adalah proses berkesinambungan yang perlu
dilakukan untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan dilakukan. Menurut Nurjannah, (2005)
evaluasi adalah tahap berkelanjutan untuk menilai efek dan tindakan pada klien. Evaluasi dibagi dua
yaitu, evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil
atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dengan tujuan khusus dan
Pada studi kasus yang dilakukan oleh Aji, (2012) pada Tn. E evaluasi yang dapatkan yaitu pada
pelaksanaan strategi pelaksanaan 1 sampai strategi pelaksanaan 4. Klien berhasil melakukan dengan baik
dalam mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, bercakap-cakap, melakukan aktivitas terjadwal,
Berdasarkan evaluasi yang penulis lakukan, terdapat kesamaan antara konsep dasar teori dengan
kasus Ny. A, karena penulis mengacu pada teori yang ada, dimana penulis menggunakan evaluasi hasil
atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dengan tujuan khusus dan
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah melakukan asuhan keperawatan selama 3 hari pada Ny.A dengan Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi Pendengaran di ruang Pavilliun Flamboyan Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal, maka pada bab ini
g. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny. A dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran.
Pada saat pengkajian pada tanggal 04 juni 2014 pukul 08.00 WIB diruang pavilliun flamboyant
klien mengatakan mendengar suara-suara yang muncul saat klien sendirian dan melamun. Isi suara itu
adalah suara ibunya yang sudah meninggal kurang lebih 4 tahun yang lalu, yang selalu memberikan
nasehat pada klien agar tidak hamil dan menikah lagi. Klien juga sering mendengar suara orang yang
menyuruhnya agar dia mati, suara-suara itu muncul kadang-kadang 2 sampai 3 kali sehari, lama suara-
suara itu kurang lebih 7 menit. Saat klien mendengar suara-suara itu klien merasa takut, cemas dan sangat
menggsnggu. Mekanisme koping dan sumber koping yang digunakan oleh klien adalah memecahkan
halusinasi pendengaran.
Masalah keperawatan yang muncul pada Ny. A sesuai dengan pembahasan pada pohon masalah
bahwa Halusinasi terjadi karena isolasi sosial : menarik diri. Menarik diri bisa menyebabkan masalah
utama/core problem gangguan persepsi sensori : halusinasi, dari halusinasi bisa menyebabkan
i. Penulis mampu membuat diagnosa keperawatan pada Ny. A dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi Pendengaran.
Berdasarkan pengkajian pada Ny. A secara garis besar ditemukan data subyektif dan data obyektif
yang menunjukan karakteristik Ny. A dengan diagnosa gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran yang ditandai dengan data subyektif Ny.A mengatakan mendengar suara ibunya yang sudah
meninggal kurang lebih 4 tahun yang lalu yang menasehatinya untuk tidak menikah dan hamil lagi, Ny.A
juga mendengar suara orang yang menyuruhnya untuk mati, suara-suara itu muncul kadang-kadang 2
sampai 3 kali sehari, Ny.A mendengar suara itu saat dia melamun, sendirian dan malam hari. Sedangkan
data obyektif yang didapatkan, Ny.A tampak bingung, mondar-mandir, sering bicara sendiri dan koping
j. Penulis mampu membuat intervensi atau rencana keperawatan pada Ny. A dengan gangguan persepsi
pendengaran ditujukan untuk membina hubungan saling percaya, mengenal dan mengontrol
k. Penulis mampu membuat implementasi atau tindakan keperawatan pada Ny. A dengan gangguan persepsi
Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis selama 3 hari kepada Ny. A, Ny.A mampu
melakukan strategi pelaksanaan 1 sampai 3 yaitu Ny. A telah mampu mengenal halusinasinya, Ny. A
mampu mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain, dan
l. Penulis mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada Ny. A dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi Pendengaran.
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan pada Ny. A dengan diagnosa utama yaitu : gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran yang dilakukan selama tiga hari, evaluasi tindakan yang
dilakukan penulis sampai pada strategi pelaksanaan 3. Ny.A berhasil dalam mengenal halisinasinya dan
berhasil mengontrol halusinasinya dengan menghardik, bercakap-cakap bersama orang lain, dan
melakukan aktivitas terjadwal. Evaluasi sudah dilakukan penulis sesuai keadaan klien dan kekurangan
penulis tidak bisa mencapai batas maksimal pada rencana yang diharapkan. Dalam melakukan strategi
pelaksanaan 4, penulis mendelegasikan kepada perawat yang sedang bertugas diruang Paviliun
Flamboyan.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang bisa penulis berikan untuk perbaikan dan
a. Meningkatkan kemampuan dan kualitas dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien khususnya
b. Melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) yang ditetapkan
dilanjutkan dengan SOAP pada klien khususnya dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran.
Diharapkan pihak instansi pendidikan memberikan waktu yang cukup kepada mahasiswa dalam
3. Bagi klien
Klien diharapkan mengikuti program terapi yang telah direncanakan oleh dokter dan perawat untuk
4. Bagi keluarga
Keluarga diharapkan mampu memberi dukungan pada klien dalam mengontrol halusinasi baik dirumah
5. Bagi Penulis
Aji, Wahyu Punto. 2012. “Asuhan Keperawatan Gangguan Keamanan Pada Tn. E Dengan Halusinasi
Pendengaran Di Bangsal Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta”http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/download.php?id=234.
(Diakses tanggal 07 Agustus 2014 jam 09.00 WIB)
Akemat dan Keliat, Budi Anna. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.
Direja, Ade Herman S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika.
Febrida. 2007. “Pengaruh Terapi Aktifitas Stimulasi”. http://http.yasir.com/2009/10/pengaruh-
terapi-aktifitas-stimulasi.html. (Diakses tanggal 20 Februari 2014 jam 10.30 WIB).
Keliat, Budi Anna. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC.
Kusumawati, Farida. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.
Ngadiran. 2010. “Studi Fenomena Pengalaman Keluarga Tentang Beban Dan Sumber Dukungan Keluarga
Dalam Merawat Klien Dengan Halusinasi”. Tesis, FIK UI. www.proquest.com. (Diakses tanggal 15
Juni 2014 jam 13.15)
Nurjannah, Intansari. 2005. Aplikasi Proses Keperawatan Pada Diagnosa Resiko Kekerasan Diarahkan Pada
Orang Lain Dan Gangguan Sensori Persepsi. Yogyakarta : Moco Medika.
Rasmun. 2009. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Jakarta : EGC.
Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. “Analisis Gejala Gangguan Mental
Emosional Penduduk Indonesia”. http://www.google.data riskesda 2007 gangguan jiwa
indonesia.digitaljournals.org. (Diakses tanggal 22 Februari 2014 jam 11.15 WIB).
Stuart, G.W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC.
Townsend, Mary C. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri: Pedoman Untuk
Pembuatan Rencana Perawatan. Edisi 5. Jakarta : EGC.
Townsend, Mary C. 2003. Pedoman Dalam Keperawatan Psikiatri. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC. Volume 45, 2010-2011. Jakarta : ISFI.
Yosep, Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa. Edisi Revisi. Bandung : Revika Aditama.
Posted 11th September 2014 by susilo warjoyo
Add a comment
KARYA
TULIS ILMIAH
selamat datang di
blogger, semoga
mendapatkan
berita yg
bermanfaat setelah
anda
membacanya.
Flipcard
home
Recent
Date
Label
Author
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.A DENGAN GANGGUAN
PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG
PAVILLIUN FLAMBOYAN RS MITRA SIAGA TEGAL 2014
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.A DENGAN GANGGUAN
PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG
PAVILLIUN FLAMBOYAN RS MITRA SIAGA TEGAL 2014
Sep 11th
SAP APENDIKSITIS
Dec 8th
Dec 8th
Dec 8th
Dec 8th
SATUAN ACARA PENYULUHAN ASI
SATUAN ACARA PENYULUHAN ASI
Nov 22nd
PROPERTY
PROPERTY
Jul 25th
Apr 25th
makalah reproduksi pada manusia
makalah reproduksi pada manusia
Apr 25th
Jan 15th
uang
uang
Jan 8th
May 4th
Oct 11th
jihad lewat komputer
jihad lewat komputer
May 30th
May 15th
apa itu virus
Apr 25th
TENTANG JARINGAN KOMPUTER
TENTANG JARINGAN KOMPUTER
Apr 19th
Apr 14th
Belajar HTML yang merupakan dasar dari pembuatan website
Belajar HTML yang merupakan dasar dari pembuatan website
Mar 29th
Loading
sejagad. Dynamic Views theme. Powered by Blogger.