You are on page 1of 122

TERAPI AKTIFITAS

KELOMPOK (TAK)
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Manusia sebagai mahkluk sosial yang hidup berkelompok dimana


satu dengan yang lainnya saling behubungan untuk memenuhi
kebutuhan sosial. Kebutuhan sosial yang dimaksud antara lain : rasa
menjadi milik orang lain atau keluarga, kebutuhan pengakuan orang lain,
kebutuhan penghargaan orang lain dan kebutuhan pernyataan diri.
Secara alamiah individu selalu berada dalam kelompok, sebagai
contoh individu berada dalam satu keluarga. Dengan demikian pada
dasarnya individu memerlukan hubungan timbal balik, hal ini bisa
melalui kelompok.

Penggunaan kelompok dalam praktek keperawatan jiwa memberikan


dampak positif dalam upaya pencegahan, pengobatan atau terapi serta
pemulihan kesehatan seseorang. Meningkatnya penggunaan kelompok
terapeutik, modalitas merupakan bagian dan memberikan hasil yang
positif terhadap perubahan perilaku pasien atau klien, dan meningkatkan
perilaku adaptif dan mengurangi perilaku maladaptif.

Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh individu atau klien


melalui terapi aktifitas kelompok meliputi dukungan (support), pendidikan
meningkatkan pemecahan masalah, meningkatkan hubungan
interpersonal dan juga meningkatkan uji realitas (reality testing) pada
klien dengan gangguan orientasi realitas (Birckhead, 1989).
Terapi aktifitas kelompok sering digunakan dalam praktek kesehatan
jiwa, bahkan dewasa ini terapi aktifitas kelompok merupakan hal yang
penting dari ketrampilan terapeutik dalam keperawatan. Terapi
kelompok telah diterima profesi kesehatan.
Pimpinan kelompok dapat menggunakan keunikan individu untuk
mendorong anggota kelompok untuk mengungkapkan masalah dan
mendapatkan bantuan penyelesaian masalahnya dari kelompok,
perawat juga adaptif menilai respon klien selama berada dalam
kelompok.

KONSEP TEORI
A. Definisi

Terapi aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan


perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah
keperawatan yang sama. Aktivitas yang digunakan sebagai terapi, dan
kelompok digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi
dinamika interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan dan
menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif
untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptif.

Kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai hubungan


antara satu dengan yang lainnya, saling ketergantungan serta
mempunyai norma yang sama.
Sedangkan kelompok terapeutik memberi kesempatan untuk saling
bertukar (Sharing) tujuan, umpamanya membantu individu yang
berperilaku destruktif dalam berhubungan dengan orang lain,
mengidentifikasi dan memberikan alternatif untuk membantu merubah
perilaku destruktif menjadi konstruktif.
Setiap kelompok mempunyai struktur dan identitas tersendiri.
Kekuatan kelompok memberikan kontribusi pada anggota dan pimpinan
kelompok untuk saling bertukar pengalaman dan memberi penjelasan
untuk mengatasi masalah anggota kelompok. Dengan demikian
kelompok dapat dijadikan sebagai wadah untuk praktek dan arena untuk
uji coba kemampuan berhubungan dan berperilaku terhadap orang lain.

B. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok ( TAK )

Secara umum tujuan kelompok adalah :

1. Setiap anggota kelompok dapat bertukar pengalaman

2. memberikan pengalaman dan penjelasan pada anggota lain

3. Merupakan proses menerima um Berupaya pan balik

C. Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok ( TAK )

Terapi aktifitas kelompok mempunyai manfaat :

Terapeutik

a. Umum

 Meningkatkan kemampuan uji realitas (reality testing) melalui


komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain

 Melakukan sosialisasi
 Membangkitkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan afektif.
b. Khusus

 Meningkatkan identitas diri

 Menyalurkan emosi secara konstruktif


 Meningkatkan ketrampilan hubungan interpersonal atau sosial
c. Rehabilitasi
 Meningkatkan ketrampilan ekspresi diri
 Meningkatkan ketrampilan sosial
 Meningkatkan kemampuan empati
 Meningkatkan kemampuan/pengetahuan pemecahan masalah.

D. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

1. Mengembangkan stimulasi kognitif

 Tipe : Biblioterapy

 Aktifitas : Menggunakan artikel, sajak, puisi, buku, surat kabar untuk


merangsang dan mengembangkan hubungan dengan orang lain

2. Mengembangkan stimulasi sensoris

 Tipe : Musik, seni, menari

 Aktifitas : Menyediakan kegiatan, mengekspresikan perasaan


 Tipe : Relaksasi

 Aktifitas : Belajar teknik relaksasi dengan cara napas dalam, relaksasi


otot, dan imajinasi

3. Mengembangkan orientasi realitas

 Tipe : Kelompok orientasi realitas, kelompok validasi

 Aktifitas : Fokus pada orientasi waktu, tempat dan orang, benar, salah
bantu memenuhi kebutuhan

4. Mengembangkan sosialisasi
 Tipe : Kelompok remotivasi

 Aktifitas : Mengorientasikan klien yang menarik diri, regresi


 Tipe : Kelompok mengingatkan

 Aktifitas : Fokus pada mengingatkan untuk menetapkan arti


positif

E. KERANGKA TEORITIS TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK

1. Model fokal konflik

Menurut Whiteaker dan Liebermen’s, terapi kelompok berfokus pada


kelompok dari pada individu.

Prinsipnya :

Terapi kelompok dikembangkan berdasarkan konflik yang tidak


disadari. Pengalaman kelompok secara berkesinambungan muncul
kemudian konfrontir konflik untuk penyelesaian masalah, tugas terapis
membantu anggota kelompok memahami konflik dan mencapai
penyelesaian konflik.

Menurut model ini pimpinan kelompok (Leader) harus memfasilitasi


dan memberikan kesempatan kepada anggota untuk mengekpresikan
perasaan dan mendiskusikan perasaan dan mendiskusikannya untuk
penyelesaian masalah.

2. Model komunikasi

Model komunikasi menggunakan prinsip-prinsip teori komunikasi


dan komunikasi terapeutik. Diasumsikan bahwa disfungsi atau
komunikasi tak efektif dalam kelompok akan menyebabkan
ketidakpuasan anggota kelompok, umpan balik tidak sekuat dari kohesi
atau keterpaduan kelompok menurun.
Dengan menggunakan model ini leader memfasilitasi komunikasi
efektif, masalah individu atau kelompok dapat diidentifikasi dan
diselesaikan.

Leader mengajarkan pada kelompok bahwa :

a. Perlu berkomunikasi

b. Anggota harus bertanggung jawab pada semua level, misalnya


komunikasi verbal, nonverbal, terbuka dan tertutup

c. Pesan yang disampaikan dapat dipahami orang lain


d. Anggota dapat menggunakan teori komunikasi dalam membantu satu
dan yang lain untuk melakukan komunikasi efektif

Model ini bertujuan membantu meningkatkan ketrampilan


interpersonal dan sosial anggota kelompok.

Selain itu teori komunikasi membantu anggota merealisasi


bagaimana mereka berkomunikasi lebih efektif.

Selanjutnya leader juga perlu menjelaskan secara singkat


prinsip-prinsip komunikasi dan bagaimana menggunakan didalam
kelompok serta menganalisa proses komunikasi tersebut.

3. Model interpersonal

Sullivan mengemukakan bahwa tingkah laku (pikiran, perasaan,


tindakan) digambarkan melalui hubungan interpersonal.

Contoh : Interaksi dalam kelompok dipandang sebagai proses sebab


akibat dari tingkah laku anggota lain.

Pada teori ini terapis bekerja dengan individu dan kelompok.


Anggota kelompok ini belajar dari interaksi antar anggota dan terapis.
Melalui ini kesalahan persepsi dapat dikoreksi dan perilaku sosial yang
efektif dipelajari.
Perasaan cemas dan kesepian merupakan sasaran untuk
mengidentifikasi dan merubah tingkah laku/perilaku.

Contoh : Tujuan salah satu aktifitas kelompok untuk meningkatkan


hubungan interpersonal. Pada saat konflik interpersonal muncul, leader
menggunakan situasi tersebut untuk mendorong anggota untuk
mendiskusikan perasaan mereka dan mempelajari konflik apa yang
membuat anggota merasa cemas dan menentukan perilaku apa yang
digunakan untuk menghindari atau menurunkan cemas pada saat terjadi
konflik.

4. Model psikodrama

Dengan model ini memotivasi anggota kelompok untuk berakting


sesuai dengan peristiwa yang baru terjadi atau peristiwa yang pernah
lalu. Anggota memainkan peran sesuai dengan yang pernah dialami.

Contoh : Klien memerankan ayahnya yang dominan atau keras.

F. Macam Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

1. Terapi aktifitas kelompok stimulasi kognitif atau persepsi


dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus
yang pernah dialami.

Terapi aktifitas kelompok stimulus kognitif/persepsi adalah terapi


yang bertujuan untuk membantu klien yang mengalami kemunduran
orientasi, menstimuli persepsi dalam upaya memotivasi proses berfikir
dan afektif serta mengurangi perilaku maladaptif.

Tujuan :

a. Meningkatkan kemampuan orientasi realita

b. Meningkatkan kemampuan memusatkan perhatian

c. Meningkatkan kemampuan intelektual

d. Mengemukakan pendapat dan menerima pendapat orang lain

e. Mengemukakan perasaanya

Karakteristik :

a. Penderita dengan gangguan persepsi yang berhubungan dengan nilai-


nilai

b. Menarik diri dari realitas

c. Inisiasi atau ide-ide negative

Kondisi fisik sehat, dapat berkomunikasi verbal, kooperatif dan mau


mengikuti kegiatan

2. Terapi aktifitas kelompok stimulasi sensori

Aktifitas digunakan untuk memberikan untuk memberikan stimulasi


pada sensasi klien, kemudian diobservasi reaksi sensori klien berupa
ekspresi emosi atau perasaan melalui gerakan tubuh, ekspresi muka,
ucapan. Terapi aktifitas kelompok untuk menstimulasi sensori pada
penderita yang mengalami kemunduran fungsi sensoris. Teknik yang
digunakan meliputi fasilitasi penggunaan panca indera dan kemampuan
mengekpresikan stimulus baik dari internal maupun eksternal.

Tujuan :

a. Meningkatkan kemampuan sensori


b. Meningkatkan upaya memusatkan perhatian

c. Meningkatkan kesegaran jasmani

d. Mengekspresikan perasaan

3. Terapi aktifitas kelompok orientasi realitas


Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitr klien yaitu
diri sendiri, orang lain yang ada disekeliling klien atau orang yang dekat
dengan klien, lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan
klien dan waktu saat ini dan yang lalu.

Terapi aktifitas kelompok orientasi realitas adalah pendekatan


untuk mengorientasikan klien terhadap situasi nyata (realitas).
Umumnya dilaksanakan pada kelompok yang menghalami gangguan
orientasi terhadap orang, waktu dan tempat. Teknik yang digunakan
meliputi inspirasi represif, interaksi bebas maupun secara didaktik.

Tujuan :

a. Penderita mampu mengidentifikasi stimulus internal (fikiran, perasaan,


sensasi somatik) dan stimulus eksternal (iklim, bunyi, situasi alam
sekitar)

b. Penderita dapat membedakan antara lamunan dan kenyataan

c. Pembicaraan penderita sesuai realita

d. Penderita mampu mengenali diri sendiri

e. Penderita mampu mengenal orang lain, waktu dan tempat


Karakteristik :
a. Penderita dengan gangguan orientasi realita (GOR); (halusinasi, ilusi,
waham, dan depresonalisasi ) yang sudah dapat berinteraksi dengan
orang lain

b. Penderita dengan GOR terhadap orang, waktu dan tempat yang sudah
dapat berinteraksi dengan orang lain

c. Penderita kooperatif

d. Dapat berkomunikasi verbal dengan baik

e. Kondisi fisik dalam keadaan sehat

4. Terapi aktifitas kelompok sosialisasi

Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang


ada disekitar klien. Kegiatan sosialisasi adalah terapi untuk
meningkatkan kemampuan klien dalam melakukan interaksi sosial
maupun berperan dalam lingkungan social. Sosialisasi dimaksudkan
memfasilitasi psikoterapis untuk :

a. Memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal

b. Memberi tanggapan terhadap orang lain

c. Mengekspresikan ide dan tukar persepsi

d. Menerima stimulus eksternal yang berasal dari lingkungan

Tujuan umum :

Mampu meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota


kelompok, berkomunikasi, saling memperhatikan, memberi tanggapan
terhadap orang lain, mengekpresikan ide serta menerima stimulus
eksternal.

Tujuan khusus :

a. Penderita mampu menyebutkan identitasnya


b. Menyebutkan identitas penderita lain

c. Berespon terhadap penderita lain

d. Mengikuti aturan main

e. Mengemukakan pendapat dan perasaannya

Karakteristik :

a. Penderita kurang berminat atau tidak ada inisiatif untuk mengikuti


kegiatan ruangan

b. Penderita sering berada ditempat tidur

c. Penderita menarik diri, kontak sosial kurang

d. Penderita dengan harga diri rendah

e. Penderita gelisah, curiga, takut dan cemas

f. Tidak ada inisiatif memulai pembicaraan, menjawab seperlunya, jawaban


sesuai pertanyaan

g. Sudah dapat menerima trust, mau berinteraksi, sehat fisik

5. Penyaluran energy

Penyaluran energi merupakan teknik untuk menyalurkan energi


secara kontruktif dimana memungkinkan penembanghan pola-pola
penyaluran energi seperti katarsis, peluapan marah dan rasa batin
secara konstruktif dengan tanpa menimbulkan kerugian pada diri sendiri
maupun lingkungan.

Tujuan :

a. Menyalurkan energi; destruktif ke konstrukstif.

b. Mengekspresikan perasaan

c. Meningkatkan hubungan interpersonal


G. Tahapan -Tahapan dalam Terapi Aktivitas Kelompok ( TAK )

Menurut Yalom, yang dikutip Stuart & Sundeen, 1995.


Menggambarkan fase-fase dalam terapi aktivitas kelompok adalah
sebagai berikut :

1. Pre kelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan siapa yang menjadi
leader, anggota, tempat dan waktu kegiatan kelompok akan
dilaksanakan serta membuat proposal lengkap dengan media yang akan
digunakan beserta dana yang dibutuhkan.

2. Fase awal
Pada fase ini terhadap 3 tahapan yang terjadi, yaitu: orientasi, konflik
atau kebersamaan

a. Orientasi :

Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing,


leader mulai menunjukkan rencana terapi dan mengambil kontrak
dengan anggota.

b. Konflik :

Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota mulai


memikirkan siapa yang berkuasa dalam kelompok, bagaimana peran
anggota, tugasnya, dan saling ketergantungan yang akan terjadi.

c. Kebersamaan :
Anggota mulai bekerjasama untuk mengatasi masalah, anggota mulai
menemukan siapa dirinya.

3. Fase kerja

Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim ;


a. Merupakan fase yang menyenangkan bagi pemimpin dan anggotanya
b. Perasan positif dan negatif dapat dikoreksi dengan hubungan saling
percaya yang telah terbina

c. Semua anggota bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah


disepakati
d. Tanggung jawab merata, kecemasan menurun, kelompok lebih stabil
dan realistis

e. Kelompok mulai mengeksplorasi lebih jauh sesuai dengan tujuan dan


tugs kelompok dalam menyelesaikan tugasnya

f. Fase ini ditandai dengan penyelesaian masalah yang kreatif

Petunjuk untuk leader pada fase ini :

a. Intervensi leader didasari pada kerangka kerja teoritis, pengalaman,


personality dan kebutuhan kelompok serta anggotanya

b. Membantu perkembangan keutuhan kelompok dan mempertahankan


batasannya, mendorong kelompok bekerja pada tugasnya

c. Intervensi langsung ditujukan untuk menolong kelompok mengatasi


masalah khusus.

4. Fase terminasi
Ada 2 jenis terminasi yaitu terminasi akhir dan terminasi sementara.
Anggota kelompok mungkin mengalami terminasi premature, tidak
sukses atau sukses. Terminasi dapat menyebabkan kecemasan, regresi
dan kecewa. Untuk menghindari hal ini, terapis perlu mengevaluasi
kegiatan dan menunjukkan sikap betapa bermaknanya kegiatan
tersebut, menganjurkan anggota untuk memberi umpan balik pada tiap
anggota
Terminasi tidak boleh disangkal, tetapi harus tuntas didiskusikan.
Akhir terapi aktivitas kelompok harus dievaluasi, bisa melalui pre dan
post test.

H. Terapi

Terapis adalah orang yang dipercaya untuk memberikan terapi kepada


klien yang mengalami gangguan jiwa. Adapun terapis antara lain :

1. Dokter

2. Psikiater

3. Psikolog

4. Perawat

5. Fisioterapis

6. Speech teraphis

7. Occupational teraphis

8. Sosial worker

Persyaratan dan kwalitas terapis


Menurut Globy, Kenneth Mark seperti yang dikutif Depkes RI
menyatakan bahwa persyaratan dan kualifikasi untuk terapi aktivitas
kelompok adalah :

a. Pengetahuan pokok tentang pikiran-pikiran dan tingkah laku normal dan


patologi dalam budaya setempat

b. Memiliki konsep teoritis yang padat dan logis yang cukup sesuai untuk
dipergunakan dalam memahami pikiran-pikiran dan tingkah laku yang
normal maupun patologis
c. Memiliki teknis yang bersifat terapeutik yang menyatu dengan konsep-
konsep yang dimiliki melalui pengalaman klinis dengan pasien
d. Memiliki kecakapan untuk menggunakan dan mengontrol institusi untuk
membaca yang tersirat dan menggunakannya secara empatis untuk
memahami apa yang dimaksud dan dirasakan pasien dibelakang kata-
katanya

e. Memiliki kesadaran atas harapan-harapan sendiri, kecemasan dan


mekanisme pertahanan yang dimiliki dan pengaruhnya terhadap teknik
terapeutiknya

f. Harus mampu menerima pasien sebagai manusia utuh dengan segala


kekurangan dan kelebihannya

I. Peran Perawat dalam Terapi Aktivitas Kelompok (TAK )

Peran perawat jiwa professional dalam pelaksanaan terapi aktivitas


kelompok pada penderita skizofrenia adalah

1. Mempersiapkan program terapi aktivitas kelompok

Sebelum melaksanakan terapi aktivitas kelompok, perawat harus


terlebih dahulu, membuat proposal.

Proposal tersebut akan dijadikan panduan dalam pelaksanaan


terapi aktivitas kelompok, komponen yang dapat disusun meliputi :
deskripsi, karakteristik klien, masalah keperawatan, tujuan dan landasan
teori, persiapan alat, jumlah perawat, waktu pelaksanaan, kondisi
ruangan serta uraian tugas terapis.
2. Tugas sebagai leader dan coleader
Meliputi tugas menganalisa dan mengobservasi pola-pola
komunikasi yang terjadi dalam kelompok, membantu anggota kelompok
untuk menyadari dinamisnya kelompok, menjadi motivator, membantu
kelompok menetapkan tujuan dan membuat peraturan serta
mengarahkan dan memimpin jalannya terapi aktivitas kelompok.

3. Tugas sebagai fasilitator

Sebagai fasilitator, perawat ikut serta dalam kegiatan kelompok


sebagai anggota kelompok dengan tujuan memberi stimulus pada
anggota kelompok lain agar dapat mengikuti jalannya kegiatan.

4. Tugas sebagai observer


Tugas seorang observer meliputi : mencatat serta mengamati
respon penderita, mengamati jalannya proses terapi aktivitas dan
menangani peserta/anggota kelompok yang drop out.

5. Tugas dalam mengatasi masalah yang timbul saat pelaksanaan terapi

Masalah yang mungkin timbul adalah kemungkinan timbulnya sub


kelompok, kurangnya keterbukaan, resistensi baik individu atau
kelompok dan adanya anggota kelompok yang drop out.
Cara mengatasi masalah tersebut tergantung pada jenis kelompok
terapis, kontrak dan kerangka teori yang mendasari terapi aktivitas
tersebut.

6. Program antisipasi masalah

Merupakan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk


mengantisipasi keadaan yang bersifat darurat (emergensi dalam terapi)
yang dapat mempengaruhi proses pelaksanaan terapi aktivitas
kelompok.
Dari rangkaian tugas diatas, peranan ahli terapi utamanya adalah
sebagai fasilitator. Idealnya anggota kelompok sendiri adalah sumber
primer penyembuhan dan perubahan
Iklim yang ditimbulkan oleh kepribadian ahli terapi adalah agen
perubahan yang kuat. Ahli terapi lebih dari sekedar ahli yang
menerapkan tehnik; ahli terapi memberikan pengaruh pribadi yang
menarik variable tertentu seperti empati, kehangatan dan rasa hormat
(Kaplan & Sadock, 1997).

Sedangkan menurut Depkes RFI 1998, di dalam suatu kelompok,


baik itu kelompok terapeutik atau non terapeutik tokoh pemimpin
merupakan pribadi yang paling penting dalam kelompok. Pemimpin
kelompok lebih mempengaruhi tingkat kecemasan dan pola tingkah laku
anggota kelompok jika dibandingkan dengan anggota kelompok itu
sendiri. Karena peranan penting terapis ini, maka diperlukan latihan dan
keahlian yang betul-betul professional.

Stuart & Sundeen (1995) mengemukakan bahwa peran perawat


psikiatri dalam terapi aktivits kelompok adalah sebagai leader/co leader,
sebagai observer dan fasilitator serta mengevaluasi hasil yang dicapai
dalam kelompok.

Untuk memperoleh kemampuan sebagai leader/co leader,


observer dan fasilitator dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok,
perawat juga perlu mendapat latihan dan keahlian yang professional.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.A
DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI :
HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG
PAVILLIUN FLAMBOYAN RS MITRA SIAGA
TEGAL 2014
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A DENGAN GANGGUAN PERSEPSI

SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG PAVILLIUN

FLAMBOYAN RS MITRA SIAGA TEGAL 2014

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan Pada Program Studi

DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Mandala Husada Slawi

Disusun Oleh :

Nama : Putri Rizqia

NIM : A0011062

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI MANDALA HUSADA

SLAWI 2014

Persetujuan Karya Tulis Ilmiah

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa

Laporan Kasus yang berjudul :

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.A DENGAN GANGGUAN PERSEPSI

SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG PAVILLIUN FLAMBOYAN RS

MITRA SIAGA TEGAL 2014

Dipersiapkan dan disusun oleh :

Nama : Putri Rizqia

NIM : A0011062

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing KTI untuk diseminarkan dalam Ujian Sidang KTI pada

tanggal 22 Juli 2014


Pembimbing:

Agus Budianto, S.Kep. Ns.M.Kep

NIPY. 1971.07.09.98.012

Pengesahan Karya Tulis Ilmiah

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa

Laporan Kasus yang berjudul :


ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.A DENGAN GANGGUAN PERSEPSI

SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG PAVILLIUN FLAMBOYAN RS

MITRA SIAGA TEGAL 2014

Dipersiapkan dan disusun oleh :

Nama : Putri Rizqia

NIM : A0011062

Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 22 Juli dan dinyatakan telah memenuhi

syarat untuk diterima

Penguji I

Firman Hidayat, M.Kep., Ns., Sp.Kep.J.

NIPY : 1974.03.10.97.009

Penguji II

Agus Budianto, S.Kep.Ns.M.Kep

NIPY. 1971.07.09.98.012
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat Rahmat dan Hidayah-

Nya, sehingga Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A DENGAN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG PAVILLIUN FLAMBOYAN RS

MITRA SIAGA TEGAL 2014” dapat terselesaikan dengan baik. Tentunya selesainya karya tulis ilmiah ini

karena adanya bantuan, bimbingan, pengarahan, petunjuk, dorongan dan bantuan moril maupun

materil dari berbagai pihak.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Risnanto, S.ST. M.Kes, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Bhakti Mandala Husada Slawi.

2. Arifin Dwi Atmaja, S.Kep.,Ns, selaku Ketua Program Studi D III Keperawatan.

3. Agus Budianto, S.Kep. Ns.M.Kep, selaku Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dari

awal sampai akhir dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Firman Hidayat, S.Kep.Ns.M.Kep, selaku Penguji yang telah memberikan ide dan inspirasi kepada penulis

dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Seluruh rekan-rekan mahasiswa D III Keperawatan STIKes Bhakti Mandala Husada Slawi.
6. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu hingga Karya Tulis

Ilmiah ini terselesaikan.

Penulis menyadari akan keterbatasan dan kekurangan pada Karya Tulis Ilmiah ini, oleh karena

itu penulis berbesar hati menerima saran dan masukan dari semua pihak yang sifatnya membangun

demi hasil yang lebih baik. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan ke depan, demi kemajuan STIKes BHAMADA pada umumnya dan Prodi D III Keperawatan

pada khususnya.

Slawi, 22 Juli 2014

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................... iii

KATA PENGANTAR....................................................................... iv

DAFTAR ISI..................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................... 1

B. Tujuan Penulisan..................................................................... 5

C. Metode Penulisan................................................................... 6

D. Manfaat Penulisan ................................................................. 7

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Definisi................................................................................... 8
B. Rentang Respon..................................................................... 9

C. Fase-Fase Halusinasi............................................................... 12

D. Etiologi................................................................................... 14

E. Tanda Dan Gejala................................................................... 16

F. Jenis-Jenis Halusinasi.............................................................. 17

G. Pohon Masalah....................................................................... 19

H. Penatalaksanaan...................................................................... 19

I. Kosep Dasar asuhan Keperawatan......................................... 22

BAB III TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian.............................................................................. 35

B. Alasan Masuk......................................................................... 36

C. Faktor Predisposisi................................................................. 36

D. Pemeriksaan Fisik................................................................... 37

E. Psikososial.............................................................................. 38

F. Status Mental ......................................................................... 40


G. Kebutuhan Persiapan Pulang.................................................. 43

H. Mekanisme Koping................................................................. 45

I. Masalah psikologis Dan Lingkungan...................................... 45

J. Analisa Data........................................................................... 45

K. Aspek Medis........................................................................... 47

L. Pohon Masalah....................................................................... 48

M. Diagnosa keperawatan............................................................ 49

N. Rencana Keperawatan............................................................ 50

O. Implementasi Dan Evaluasi.................................................... 58

BAB IV PEMBAHASAN

A. Pengkajian Keperawatan........................................................ 68

B. Diagnosa Keperawatan........................................................... 71

C. Intervensi Keperawatan.......................................................... 73

D. Implementasi.......................................................................... 76

E. Evaluasi.................................................................................. 79
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................. 82

B. Saran....................................................................................... 85

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tuntutan dan masalah hidup yang semakin meningkat serta perkembangan teknologi yang pesat

menjadi stressor pada kehidupan manusia. Jika individu tidak mampu melakukan koping dengan adaptif,

maka individu beresiko mengalami gangguan jiwa. Gangguan jiwa merupakan gangguan pikiran,

perasaan atau tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari-

hari. Gangguan jiwa disebabkan karena gangguan fungsi sel-sel syaraf di otak, dapat berupa kekurangan

maupun kelebihan neutrotransmiter atau substansi tertentu (Febrida, 2007).


WHO, (2009) memperkirakan terdapat 450 juta jiwa diseluruh dunia yang mengalami gangguan

mental, sebagian besar dialami oleh orang dewasa muda antara usia 18-21 tahun, hal ini dikarenakan pada

usia tersebut tingkat emosional masih belum terkontrol. Di indonesia sendiri prevalensi penduduk yang

mengalami gangguan jiwa cukup tinggi, data WHO, (2006) mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk

Indonesia atau kira-kira 12-16 % mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data Departemen Kesehatan,

jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5 juta jiwa.

Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di indonesia terdapat di daerah khusus ibu kota jakarta yaitu

sebanyak 24,3% (Depkes RI, 2008). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar, (2007) menunjukan bahwa

prevalensi gangguan jiwa secara nasional mencapai 5,6% dari jumlah penduduk, dengan kata lain

menunjukan bahwa pada setiap 1000 orang penduduk terdapat 4 sampai 5 orang yang mengalami

gangguan jiwa. Prevalensi gangguan jiwa di indonesia diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan

meningkatnya beban hidup yang dihadapi oleh masyarakat indonesia.

Menurut Dinas Kesehatan Provisi Jawa Tengah, (2012) menyebutkan bahwa terdapat 932 jiwa

mengalami gangguan jiwa, 818 jiwa masih dirawaat di Rumah Sakit Jiwa dan 475 jiwa dalam pengobatan

rawat jalan antara lain RSJ Semarang terdapat 431 jiwa, RSJ Magelang 172 jiwa, RSJ Banyumas 5 jiwa,

Puskesmas Kabupaten Purbalingga 6 jiwa, RSJ Surakarta 172 jiwa dan RSJ Klaten 32 jiwa. Berdasarkan

data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah masalah dengan gangguan jiwa paling banyak dirawat di RSJ

Semarang yaitu 431 jiwa.

Secara umum gangguan jiwa bisa di bedakan menjadi dua kategori yaitu psikotik dan non-psikotik

yang meliputi gangguan cemas, psikoseksual, kepribadian, alkoholisme, dan menarik diri. Gangguan jiwa
psikotik meliputi gangguan jiwa organik dan non- organik. Gangguan jiwa organik meliputi delirium,

epilepsi dan dimensia, sedangkan gangguan jiwa non-organik meliputi skizofrenia, waham, gangguan

mood, psikosa (mania, depresi), gaduh, gelisah, dan halusinasi (Kusumawati, 2010).

Halusinasi adalah salah satu bentuk gangguan jiwa yang menjadi penyebab seseorang dibawa ke

Rumah Sakit Jiwa. Berdasarkan data yang diperoleh di ruang inap pasien jiwa Rumah Sakit Mitra Siaga

Tegal periode bulan Mei 2014, pasien yang dirawat di ruang Pavilliun Flamboyan di dapatkan dari 13

pasien yang mengalami gangguan jiwa terdapat 7 pasien mengalami gangguan persepsi sensori halusinasi

pendengaran yang rata-rata berumur antara antara 23 tahun sampai 65 tahun.

Pasien dengan halusinasi jika tidak segera ditangani akan memberikan dampak yang buruk bagi

penderita, orang lain, ataupun lingkungan disekitarnya, karena pasien dengan halusinasi akan kehilangan

kontrol dirinya. Pasien akan mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya, pada

situasi ini pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan

merusak lingkungan. Untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan dibutuhkan peran perawat yang

optimal dan cermat untuk melakukan pendekatan dan membantu klien memecahkan masalah yang

dihadapinya dengan memberikan penatalaksanaan untuk mengatasi halusinasi. Penatalaksanaan yang

diberikan antara lain meliputi farmakologis dan non-farmakologis. Penatalaksanaan farmakologis antara

lain dengan memberikan obat-obatan antipsikotik. Adapun penatalaksanaan non-farmakologis dari

halusinasi dapat meliputi pemberian terapi-terapi modalitas (Direja, 2011).

Peran perawat dalam menangani halusinasi di rumah sakit salah satunya melakukan penerapan

standar asuhan keperawatan yang mencakup penerapan strategi pelaksanaan halusinasi. Strategi
pelaksanaan adalah penerapan standar asuhan keperawatan terjadwal yang diterapkan pada pasien yang

bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani. Strategi pelaksanaan pada pasien

halusinasi mencakup kegiatan mengenal halusinasi, mengajarkan pasien menghardik halusinasi,

bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi muncul, melakukan aktivitas terjadwal untuk mencegah

halusinasi, serta minum obat dengan teratur (Akemat dan Keliat, 2010).

Hasil dari beberapa penelitian menunjukan pemberian asuhan keperawatan sesuai standar dengan

penerapan strategi pelaksanaan halusinasi di rumah sakit memberikan dampak perbaikan pada kondisi

pasien, serta membantu menurunkan tanda dan gejala halusinasi. Pasien gangguan jiwa yang menjalani

rawat inap di rumah sakit banyak yang menunjukan perbaikan pada kondisinya dan di perbolehkan untuk

pulang, akan tetapi banyak juga pasien yang kembali lagi ke rumah sakit, hal ini sebagian besar di

sebabkan kurangnya pengarahan terhadap keluarga pasien terkait dengan penanganan dirumah menjelang

pasien pulang.

Berdasarkan data dan fenomena diatas khususnya pada Provinsi Jawa Tengah masalah gangguan

jiwa yang paling banyak di alami oleh masyarakat adalah halusinasi dan lebih didominasi halusinasi

pendengaran. Pasien dengan halusinasi yang menjalani rawat inap di rumah sakit kemudian dilakukan

penatalaksanaan halusinasi baik farmakologis maupun non-farmakologis banyak yang menunjukan

perbaikan pada kondisinya dan dinyatakan sembuh, akan tetapi banyak juga pasien yang kembali lagi ke

rumah sakit. Sehingga timbul pertanyaan penulis, “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Klien dengan

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran di Ruang Pavilliun Flamboyan RS Mitra Siaga

Tegal ? ”
B. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Umum

Menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan dengan gangguan persepsi sensori :

halusinasi Pendengaran.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran.

c. Mampu membuat diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

Pendengaran.

d. Mampu membuat intervensi atau rencana keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori :

halusinasi Pendengaran.

e. Mampu membuat implementasi atau tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori :

halusinasi Pendengaran.

f. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori :

halusinasiPendengaran.

C. METODE PENULISAN
Dalam penulisan laporan proposal

karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan metode deskriptif dandalam mengumpulkan data,

penulis menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan yang

meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Cara yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data guna penyusunan

Karya Tulis Ilmiah, misalnya :

1. Wawancara

Mengadakan tanya jawab dengan pihak yang terkait : pasien maupun tim kesehatan mengenai data

pasien dengan Halusinasi . Wawancara dilakukan selama proses keperawatan berlangsung.

2. Observasi partisipasi

Dengan mengadakan pendekatan dan melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung pada

pasien selama di rumah sakit.

3. Studi dokumentasi

Dokumentasi ini diambil dan dipelajari dari catatan medis, catatan perawatan untuk mendapatkan

data-data mengenai perawatan maupun pengobatan.

D. MANFAAT PENULISAN
Penulis mengharapkan karya tulis ini dapat memberikan manfaat untuk :

1. Profesi perawat

Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di rumah sakit dalam upaya

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa khususnya dengan kasus gangguan persepsi sensori

:halusinasi pendengaran.

2. Klien

Memberikan pengetahuan serta masukan kepada klien tentang cara menangani, merawat, dan

mencegah kekambuhan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

3. Keluarga

Memberikan pengetahuan serta masukan kepada kelurga tentang cara menangani, merawat,

mencegah kekambuhan dan berkomunikasi kepada anggota keluarga yang mengalami gangguan persepsi

sensori :halusinasi pendengaran.

4. Penulis

Untuk menambah referensi dan kemampuan mengaplikasikan asuhan keperawatan

jiwa khususnyapada klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran serta

mengaplikasikan dalam menerapkan komunikasi terapeutik dengan menggunakan pendekatan SP.

BAB II
TINJAUAN TEORI

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN

A. DEFINISI

Halusinasi dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsangan

dari luar (Yosep, 2011). Menurut Direja, (2011) halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia

dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Sedangkan

halusinasi menurut Keliat dan Akemat, (2010) adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang

ditandai dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa penglihatan, pengecapan,

perabaan penghiduan, atau pendengaran.

Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana

sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut

(Stuart, 2007). Halusinasi pendengaran meliputi mendengar suara-suara, paling sering adalah suara orang,

berbicara kepada klien atau membicarakan klien. Mungkin ada satu atau banyak suara, dapat berupa suara

orang yang dikenal atau tidak dikenal. Berbentuk halusinasi perintah yaitu suara yang menyuruh klien

untuk mengambil tindakan, sering kali membahayakan diri sendiri atau orang lain dan di anggap

berbahaya (Videbeck, 2008).

Berdasarkan beberapa pengertian dari halusinasi di atas, penulis dapat menyimpulkan

bahwa halusinasi adalah suatu persepsi klien terhadap stimulus dari luar tanpa adanya obyek yang nyata.
Sedangkan halusinasi pendengaran adalah dimana klien mendengarkan suara, terutama suara-suara orang

yang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu hal

yang kemudian direalisasikan oleh klien dengan tindakan.

B. RENTANG RESPON HALUSINASI

Respon perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon yang berhubungan dengan

fungsi neurobiologik, perilaku yang dapat diamati dan mungkin menunjukan adanya halusinasi. Respon

yang terjadi dapat berada dalam rentang adaptif sampai maladaptif yang dapat digambarkan seperti di

bawah ini :

Respon adaptif Respon maladaptif

· Pikiran logis

· Persepsi akurat

· Emosi konsisten dengan pengalaman

· Perilaku sesuai

· Hubungan social

· Pikiran terkadang menyimpang

· Ilusi

· Emosional berlebihan/dengan pengalaman kurang

· Perilaku ganjil

· Menarik diri
· Kelainan fikiran

· Halusinasi

· Tidak mampu mengontrol emosi

· Ketidakteraturan perilaku

· Isolasi soial

Gambar 2.1. Rentan Respon Halusinasi menurut Stuart, (2007).

1) Respon adaptif

Respon adaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart, (2007) meliputi :

a) Pikiran logis berupa pendapat atau pertimbangan yang dapat diterima akal.

b) Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa secara cermat dan tepat sesuai

perhitungan.
c) Emosi konsisten dengan pengalaman berupa kemantapan perasaan jiwa yang timbul sesuai dengan

peristiwa yang pernah dialami.

d) Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan individu tersebut

diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak bertentangan dengan moral.

e) Hubungan sosial dapat diketahui melalui hubungan seseorang dengan orang lain dalam pergaulan di

tengah masyarakat.

2) Respon transisi

Respon transisi berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart, (2007) meliputi:

a) Pikiran terkadang menyimpang berupa kegagalan dalam mengabstrakan dan mengambil kesimpulan.

b) Ilusi merupakan persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori.

c) Emosi berlebihan/dengan kurang pengalaman berupa reaksi emosi yang diekspresikan dengan sikap yang

tidak sesuai.

d) Perilaku ganjil/tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran.

e) Menarik diri yaitu perilaku menghindar dari orang lain baik dalam berkomunikasi ataupun berhubungan

sosial dengan orang-orang di sekitarnya.

3) Respon maladaptif

Respon maladaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut Stuart, (2007) meliputi:
a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang

lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.

b) Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang salah terhadap rangsangan.

c) Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidakmampuan atau menurunya kemampuan untuk mengalami

kesenangan, kebahagiaan, keakraban, dan kedekatan.

d) Ketidakteraturan Perilaku berupa ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang ditimbulkan.

e) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu karena orang lain menyatakan sikap

yang negatif dan mengancam.

C. FASE-FASE HALUSINASI

Terjadinya halusinasi dimulai dari beberapa fase, hal ini dipengaruhi oleh intensitas keparahan dan

respon individu dalam menanggapi adanya rangsangan dari luar. Menurut Direja, (2011) Halusinasi

berkembang melalui empat fase yaitu fase comforting, fase condemming, fase controlling, dan fase

conquering. Adapun penjelasan yang lebih detail dari keempat fase tersebut adalah sebagai berikut :

1. Fase Pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan

nonpsikotik.

Karakteristik atau Sifat :

Klien mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak dan tidak

dapat diselesaikan. klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya

menolong sementara.

Perilaku Klien :

Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, mengerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon

verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.

2. Fase Kedua

Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikan. Termasuk

dalam psikotik ringan.

Karakterisktik atau Sifat :

Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berpikir sendiri

jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu dan dia tetap

dapat mengontrolnya.

Perilaku Klien :

Meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah.

Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.


3. Fase Ketiga

Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam

gangguan psikotik.

Karakterisktik atau Sifat :

Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa

dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.

Perilaku Klien :

Kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, Tanda-tanda fisik

berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.

4. Fase Keempat

Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.Termasuk dalam psikotik berat.

Karakterisktik atau Sifat :

Halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak

berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.

Perilaku Klien :

Perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik,

tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
D. ETIOLOGI

1. Faktor Predisposisi

Menurut Yosep, (2011) ada beberapa faktor penyebab terjadinya gangguan halusinasi, yaitu faktor

perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis, genetic dan poala asuh. Adapun penjelasan yang lebih

detail dari masing-masing faktor adalah sebagai berikut :

a. Faktor Perkembangan

Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga

menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan

terhadap stress.

b. Faktor Sosikultural

Seseorang yang merasa tidak diterima lingkuanganya sejak bayi (Unwanted child) akan merasa

disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkunagannya.

c. Faktor Biokimia

Mempunyai pengaruh terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka

didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogik neurokimia

seperti Buffofenondan Dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan

teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan Acetylcholin dan Dopamin.


d. Faktor psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif.

Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa

depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.

e. Faktor genetik dan pola asuh

Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua Skizofrenia cenderung

mengalamiSkizofrenia. Hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat

berpengaruh pada penyakit ini.

2. Faktor Presipitasi

Menurut Stuart, (2007) ada beberapa faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi, yaitu faktor

biologis, faktor stress lingkungan, dan faktor sumber koping. Adapun penjelasan yang lebih detail dari

masing-masing faktor tersebut adalah sebagai berikut ini :

a. Faktor Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas

pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif

menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

b. Faktor Stress lingkungan


Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis berinteraksi dengan stressor lingkungan

untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c. Faktor Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

E. TANDA DAN GEJALA

Menurut Videbeck, (2008) ada beberapa tanda dan gejala pada klien dengan gangguan persepsi

sensori : halusinasi pendengaran dilihat dari data subyektif dan data obyektif klien, yaitu :

1. Data Subyektif :

a. Mendengar suara atau bunyi.

b. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.

c. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.

d. Mendengar seseorang yang sudah meninggal.

e. Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain bahkan suara lain yang membahayakan.
2. Data Obyektif.

a. Mengarahkan telinga pada sumber suara.

b. Bicara sendiri.

c. Tertawa sendiri.

d. Marah-marah tanpa sebab.

e. Menutup telinga.

f. Mulut komat-kamit.

g. Ada gerakan tangan.

F. JENIS-JENIS HALUSINASI

Menurut Stuart, (2007) jenis-jenis halusinasi dibedakan menjadi 7 yaitu Halusinasi pendengaran,

penglihatan, penciuman, pengecapan, perabaan, senestetik, dan kinestetik. Adapun penjelasan yang lebih

detail adalah sebagai berikut :

1. Halusinasi pendengaran

Karakteristik : Mendengar suara atau bunyi, biasanya orang. Suara dapat berkisar dari suara yang

sederhana sampai suara orang bicara mengenai klien. Jenis lain termasuk pikiran yang dapat didengar
yaitu pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkan oleh klien

dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu yang kadang-kadang berbahaya.

2. Halusinasi penglihatan

Karakteristik : Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar geometris, gambar karton, atau

panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau yang

menakutkan seperti monster.

3. Halusinasi penciuman

Karakteristik : Mencium bau-bau seperti darah, urine, feses, umumnya bau-bau yang tidak

menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang, dan

dimensia.

4. Halusinasi pengecapan

Karakteristik : Merasakan sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikan seperti darah, urine, atau feses.

5. Halusinasi Perabaan

Karakteristik : Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas, rasa tersetrum listrik

yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.


6. Halusinasi Senestetik

Karakteristik : Merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena dan arteri, makanan dicerna

atau pembentukan urine.

7. Halusinasi Kinestetik

Karakteristik : Merasa pergerakan sementara bergerak tanpa berdiri.

G. POHON MASALAH

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

(Akibat )

Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

(Core Problem)

Isolasi sosial : Menarik diri


(Penyebab)

Gb 2.2 Pohon masalah halusinasi

(Sumber : Keliat, 2006)

H. PENATALAKSANAAN

Menurut Townsend, (2003) ada dua jenis penatalaksanaan yaitu sebagai berikut :

1. Terapi Farmakologi

a. Haloperidol (HLP)

1) Klasifikasi antipsikotik, neuroleptik, butirofenon.

2) Indikasi

Penatalaksanaan psikosis kronik dan akut, pengendalian hiperaktivitas dan masalah prilaku berat pada

anak-anak.
3) Mekanisme kerja

Mekanisme kerja anti psikotik yang tepat belum dipahami sepenuhnya, tampak menekan SSP pada

tingkat subkortikal formasi reticular otak, mesenfalon dan batang otak.

4) Kontra indikasi

Hipersensitifitas terhadap obat ini pasien depresi SSP dan sumsum tulang, kerusakan otak subkortikal,

penyakit Parkinson dan anak dibawah usia 3 tahun.

5) Efek samping

Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, mulut kering dan anoreksia.

b. Chlorpromazin

1) Klasifikasi sebagai antipsikotik, antiemetik.

2) Indikasi

Penanganan gangguan psikotik seperti skizofrenia, fase mania pada gangguan bipolar, gangguan

skizoaktif, ansietas dan agitasi, anak hiperaktif yang menunjukkan aktivitas motorik berlebihan.

3) Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja antipsiotik yang tepat belum dipahami sepenuhnya, namun mungkin berhubungan

dengan efek antidopaminergik. Antipsikotik dapat menyekat reseptor dopamine postsinaps pada ganglia

basal, hipotalamus, system limbik, batang otak dan medula.


4) Kontra Indikasi

Hipersensitivitas terhadap obat ini, pasien koma atau depresi sum-sum tulang, penyakit Parkinson,

insufiensi hati, ginjal dan jantung, anak usia dibawah 6 bulan dan wanita selama kehamilan dan laktasi.

5) Efek Samping

Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, hipotensi, ortostatik, hipertensi, mulut kering, mual dan

muntah.

c. Trihexypenidil (THP)

1) Klasifikasi antiparkinson

2) Indikasi

Segala penyakit Parkinson, gejala ekstra pyramidal berkaitan dengan obat antiparkinson

3) Mekanisme kerja

Mengoreksi ketidakseimbangan defisiensi dopamine dan kelebihan asetilkolin dalam korpus striatum,

asetilkolin disekat oleh sinaps untuk mengurangi efek kolinergik berlebihan.

4) Kontra indikasi

Hipersensitifitas terhadap obat ini, glaucoma sudut tertutup, hipertropi prostat pada anak dibawah usia 3

tahun.
5) Efek samping

Mengantuk, pusing, disorientasi, hipotensi, mulut kering, mual dan muntah.

2. Terapi non Farmakologi

a. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK).

Terapi aktivitas kelompok yang sesuai dengan Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi adalah TAK

Stimulasi Persepsi.

b. Elektro Convulsif Therapy (ECT)

Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik dengan kekuatan 75-100 volt, cara kerja

belum diketahui secara jelas namun dapat dikatakan bahwa terapi ini dapat memperpendek lamanya

serangan Skizofrenia dan dapat mempermudah kontak dengan orang lain.

c. Pengekangan atau pengikatan

Pengembangan fisik menggunakan pengekangannya mekanik seperti manset untuk pergelangan tangan

dan pergelangan kaki sprei pengekangan dimana klien dapat dimobilisasi dengan membalutnya,cara ini

dilakukan pada klien halusinasi yang mulai menunjukan perilaku kekerasan diantaranya : marah-

marah/mengamuk.
I. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses

keperawatan. Menurut Keliat, (2006) tahap pengkajian terdiri atas

pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang

dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Cara

pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) aspek, yaitu fisik, emosional,

intelektual, sosial dan spiritual. Untuk dapat menjaring data yang diperlukan,

umumnya dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian

agar memudahkan dalam pengkajian. isi pengkajian meliputi:

a. Identitas klien.

b. Keluhan utama/ alasan masuk.

c. Faktor predisposisi.

d. Faktor presipitasi.

e. Aspek fisik/ biologis.

f. Aspek psikososial.

g. Status mental.

h. Kebutuhan persiapan pulang.


i. Mekanisme koping.

j. Masalah psikososial dan lingkungan.

k. Pengetahuan.

l. Aspek medik.

Menurut Stuart, (2007) data pengkajian keperawatan jiwa dapat

dikelompokkan menjadi pengkajian perilaku, faktor predisposisi, faktor

presipitasi , penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan

koping yang dimiliki klien.

Pengkajian tersebut dapat diuraikan menjadi :

1. Pengkajian perilaku

Perilaku yang berhubungan dengan persepsi mengacu pada identifikasi dan interpretasi awal dari suatu

stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra perilaku tersebut digambarkan

dalam rentang respon neurobiologis dari respon adaptif, respon transisi dan respon maladaptif.

2. Faktor predisposisi

Faktor predisposisi yang berpengaruh pada pasien halusinasi dapat mencakup:


a) Dimensi biologis

Meliputi abnormalitas perkembangan sistem syaraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis

maladaptif yang ditunjukkan melalui hasil penelitian pencitraan otak, zat kimia otak dan penelitian

pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi yang menunjukkan peran

genetik pada skizofrenia.

b) Psikologis

Teori psikodinamika untuk terjadinya respons neurobiologis yang maladaptif belum didukung oleh

penelitian.

c) Sosial budaya

Stres yang menumpuk dapat menunjang awitan skizofrenia dan gangguan psikotik lain, tetapi

tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan.

3. Faktor presipitasi

Stressor pencetus terjadinya gangguan persepsi sensori : halusinasi diantaranya:

a. Stressor biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologis maladaptif meliputi gangguan

dalam komunikasi dan putaran balik otak yang mengatur proses informasi dan abnormalitas pada

mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif

menanggapi stimulus.

b. Stressor lingkungan

Ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan secara biologis berinteraksi dengan stresor

lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c. Pemicu gejala

Pemicu merupakan perkusor dan stimuli yang menimbulkan episode baru suatu penyakit. Pemicu

biasanya terdapat pada respons neurobiologis maladaptif yang berhubungan dengan kesehatan,

lingkungan, sikap, dan perilaku individu.

4. Penilaian stressor

Tidak terdapat riset ilmiah yang menunjukkan bahwa stres menyebabkan skizofrenia. Namun, studi

mengenai relaps dan eksaserbasi gejala membuktikan bahwa stres, penilaian individu terhadap

stressor, dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan gejala.

5. Sumber koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman tentang pengaruh gangguan otak pada

perilaku. Kekuatan dapat meliputi modal, seperti intelegensi atau kreativitas yang tinggi.

6. Mekanisme koping

Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien dari pengalaman yang menakutkan

berhubungan dengan respon neurobiologis maladaptif meliputi:

a. Regresi, berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas, yang

menyisakan sedikit energi untuk aktivitas hidup sehari-hari.

b. Proyeksi, sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.

c. Menarik diri
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut Keliat, (2006) diagnosa keperawatan Halusinasi adalah sebagai berikut :

1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

2. Isolasi sosial : menarik diri.

3. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa 1 : Gangguan persepsi sensori : halusinasi

Tujuan umum : Klien tidak mencederai orang lain

TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya

Intervensi :

1. Beri salam dan panggil nama klien

2. Sebutkan nama perawat, sambil berjabat tangan

3. Jelaskan maksud hubungan interaksi

4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.

5. Beri rasa aman dan sikap empati.


6. Lakukan kontak singkat tapi sering.

TUK 2 : Membantu klien mengenal halusinasi ( jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi, respon ).

Intervensi : Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi halusinasi, frekuensi,

situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi.

TUK 3 : Menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi.

Intevensi : Menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi saat klien mengalami halusinasi.

TUK 4 : Mengajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara yaitu :

1. Menghardik.

2. Becakap-cakap dengan orang lain

3. Melakukan kegiatan yang biasa dilakukan

Intervensi : Mendemonstrasikan atau mengajarkan cara mengontrol halusinasi yaitu dengan :

1. Cara menghardik

2. Bercakap-cakap dengan orang lain dan

3. Melakukan kegiatan yang biasa dilakukan.

TUK 5 : Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai dengan program pengobatan)

Intervensi:
1. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.

2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.

3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).

4. Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu

5. Anjurkan klien melaporkan pada perawat atau dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan.

6. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.

Diagnosa 2 : Isolasi sosial : menarik diri

Tujuan Umum : Klien dapat berhungan dengan orang lain.

TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya

Intevensi :

1. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskantujuan interaksi, ciptakan

lingkungan yang tenang, buat kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.

2. Beri perhatian dan penghargaan : temani klien walau tidak menjawab.

3. Dengarkan dengan empati : beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat

mengikuti pembicaraan klien.


TUK 2 : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri

Intervensi :

1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.

2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul.

3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang muncul.

4. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.

TUK 3 : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak

berhubungan dengan orang lain.

Intervensi :

1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain.

2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan

orang lain.

3. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.

4. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan

berhubungan dengan orang lain.

5. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
6. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain.

7. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.

8. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak

berhubungan dengan orang lain.

TUK 4 : Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang, dengan perawat dan klien lain.

Intervensi :

1. Mengajarkan cara berkenalan dengan orang dengan cara mempraktekan dan melakukan.

2. Berikan reinforcement positif terhadap kemampuan klien.

TUK 5 : Mengajarkan klien cara berkenalan dengan dua orang.

Intervensi :

1. Mengajarkan cara berkenalan dengan dua orang dengan cara mempraktekan dan melakukan.

2. Berikan reinforcement positif terhadap kemampuan klien.

Diagnosa 3 : Resiko mencederai diri sendiri,lingkungan dan orang lain.

Tujuan Umum : Tidak terjadi perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain.

TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Intervensi :
1. Beri salam dan panggil nama klien.

2. Sebutkan nama perawat, sambil berjabat tangan.

3. Jelaskan maksud hubungan interaksi.

4. Jelaskantentangkontrak yang akandibuat.

5. Beri rasa aman dan sikap empati.

6. Lakukan kontak singkat tapi sering.

TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

Intervensi :

1. Berikesempatanuntuk mengungkapkan perasaan.

2. Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau kesal.

TUK 3 : Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan

Intervensi:

1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel atau kesal.

2. Observasi tanda perilaku kekerasan.


3. Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel atau kesal yang dialami klien.

TUK 4 : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

Intervensi:

1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

3. Bicarakan dengan klien "apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya bisa selesai ?"

TUK 5 : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

Intervensi:

1. Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan.

2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.

3. Tanyakan apakah ingin mempelajari carabaru yang sehat.

TUK 6 : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.

Intervensi:

1. Tanyakan kepada klien apakah dia ingin mempelajari cara baru yang sehat
2. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.

3. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.

a. Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur atau pekerjaan

yang memerlukan tenaga.

b. Secara verbal : katakana bahwa anda sedang marah atau kesal atau tersinggung.

c. Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat

d. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.

TUK 7 : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan

Intervensi:

1. Bantu memilih cara yang paling tepat.

2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.

3. Bantu menstimulasikancara yang telahdipilih.

4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut

5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel atau marah.

TUK 8 : Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai dengan program pengobatan)

Intervensi:
1. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.

2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizing dokter.

3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).

4. Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu.

5. Anjurkan klien melaporkan pada perawatatau dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan.

6. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.

TUK 9 : Klien mendapat dukungan keluarga dalm mengontrol perilaku kekerasan

Intervensi:

1. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga selama ini.

2. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.

3. Jelaskan cara-cara merawat klien :

a. Cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.

b. Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.

c. Membantu klien mengenal penyebab marah.

4. Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.

5. Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.


BAB III

TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN

Pengkajian dilakukan pada hari jum´at tanggal 04 juni 2014 jam 09.00 WIB penulis melakukan studi

kasus dengan gangguan persepsi : sensori halusinasi pendengaran pada Ny.A di ruang pavilliun

flamboyan Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal, di dapatkan data sebagai berikut.

1. Identitas

a. Identitas klien

Nama : Ny.A

Umur : 38 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


Agama : Islam

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : -

Alamat : Pemalang

Tanggal masuk : 01 Juni 2014 Jam : 13.50 WIB

No RM : 134304

Diagnosa medik : Skizofrenia paranoid

b. Identitas penanggung jawab

Nama : Tn.S

Pekerjaan : Wiraswasta

Hubungan dengan klien : Ayah

B. ALASAN MASUK

Klien bicara sendiri, menyendiri, dan sering melamun.


C. FAKTOR PREDISPOSISI

Keluarga klien mengatakan klien pernah mengalami gangguan jiwa saat usia 25 tahun dan klien

sudah 3 kali kali dirawat di Rumah Sakit Jiwa dengan keluhan yang sama yakni klien sering bicara kacau,

marah-marah tanpa sebab, melempar barang-barang dan sering keluyuran. Klien terakhir kali dirawat di

RSJD Amino gondhohutomo Semarang pada bulan September 2012. Klien dibawa pulang oleh keluarga

karena sudah dinyatakan sembuh oleh dokter, tetapi pengobatan yang dilakukan kurang berhasil karena

jaraknya jauh akibatnya klien tidak rutin kontrol. Klien dibawa ke Rumah Sakit Mitra Siaga karena klien

bicara kacau, marah-marah tanpa sebab, melempar gelas dan piring. Keluarga klien mengatakan klien

merupakan orang yang mudah tersinggung, klien mempunyai beberapa masalah yang kurang

menyenangkan yaitu ditinggal suaminya menikah lagi. Selama kurang lebih 13 tahun klien ditinggal oleh

suaminya tanpa dinafkahi, klien membesarkan kedua anaknya sendiri.

D. PEMERIKSAAN FISIK

1. Tanda-tanda Vital

Tekanan Darah : 120/80 mmHg. Suhu : 36,4 °C. Nadi : 100 x /

menit. RR : 24 x / menit.

2. Pengukuran antopometri

TB : 150 cm.

BB : 68 kg.
3. Keadaan Fisik

a. Kepala : Rambut agak kriting, rapi.

b. Mata : Tidak fokus, pandangan tajam, kontak mata kurang.

c. Hidung : Bersih, kadang terlihat tarikan nafas yang keras.

d. Mulut : Klien bicara kacau, suka ngomong sendiri.

e. Muka : Ekspresi wajah tegang dan mudah tersinggung.

f. Ekstremitas : Tangan klien kadang-kadang mengepal, tidak ada cacat pada ekstremitas atas maupun

bawah, otot terlihat menegang.

E. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Klien

: Garis keturunan

: Garis perkawinan

: Tinggal dalam satu rumah


: Laki laki meninggal

: Perempuan meninggal

Klien adalah anak pertama dari 6 bersaudara, klien tinggal bersama ke dua anaknya dan tinggal

dengan bapaknya. Semua saudara klien sudah menikah mempunyai anak. Klien sudah menikah dan

mempunyai dua orang anak perempuan. Klien ditinggal suaminya kurang lebih 13 tahun karena suaminya

menikah lagi tapi belum bercerai. Klien tinggal serumah dengan anak dan bapaknya. Hubungan klien

dengan keluarga baik.

2. Konsep Diri

a. Gambaran diri

Klien menyukai semua bagian tubuhnya dan bersyukur atas semua yang diciptakan Tuhan. Klien

mengatakan kurang puas dengan bentuk tubuhnya yang gemuk dan rambutnya yang agak kriting yang

sudah mulai beruban.

b. Identitas Diri

Klien mengetahui bahwa dirinya adalah seorang perempuan dan klien menerima dengan ikhlas dia

sebagai perempuan. Klien adalah anak pertama dari 6 bersaudara.

c. Peran
Klien seorang ibu rumah tangga, di rumah klien sudah terbiasa menyelesaikan semua pekerjaan rumah

seperti mencuci, masak, menyapu, mengepel dan lain-lain. Klien adalah single parent bagi anak-anaknya.

Klien tidak bekerja sehingga tidak bisa menafkahi anaknya. Anaknya dinafkahi oleh ayah klien.

d. Ideal Diri

Klien mengatakan ingin menafkahi anaknya sendiri, tetapi klien tidak bekerja, klien tidak ingin

membebani ayahnya.

e. Harga Diri

Klien mengatakan bahwa dirinya kurang percaya diri dan merasa malu karena klien dianggap orang sakit

jiwa oleh tetangga-tetanganya dan penyakit yang diderita saat ini tidak bisa sembuh, klien lebih suka

menyendiri di rumah dari pada berkumpul dengan tetangganya.

3. Hubungan Sosial

Selama klien dirawat di RS Mitra Siaga Tegal klien mengatakan tidak suka berkumpul dengan teman-

temannya maupun perawat yang ada ruangan. Klien tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Klien terlihat

lebih suka sendiri dikamarnya dan melamun.

4. Spiritual (nilai dan keyakinan)

Klien berkeyakinan pada agama Islam, kegiatan ibadah seperti sholat dilakukan ketika belum masuk

rumah sakit. Selama klien di rawat di rumah sakit klien menyatakan jarang menjalankan sholat 5 waktu.
F. STATUS MENTAL

1. Penampilan

Kebersihan dan kerapihan klien cukup baik, rapi dan pakaian yang dikenakan klien juga sesuai.

2. Pembicaraan

Saat diajak berkomunikasi klien bicara cepat, keras, mudah dimengerti.

3. Aktvitas Motorik

Klien sehari-hari banyak menghabiskan waktu di kamarnya dan melamun, tampak gelisah dan mondar-

mandir. Klien kadang-kadang juga marah-marah tanpa sebab dan ingin memukul orang.

4. Alam Perasaan

Klien merasa sedih karena kangen dengan kedua anaknya.

5. Afek

Afek klien labil, emosinya cepat berubah-ubah, kadang senang, sedih dan gelisah.

6. Interaksi Selama Wawancara


Klien kooperatif ketika diajak ngobrol, tapi kontak mata klien kurang, klien mengatakan mudah

tersinggung jika mengobrol dengan orang lain.

7. Persepsi

Klien mengalami halusinasi dengar. Klien mendengar suara-suara yang muncul saat klien sendirian

melamun. Isi suara itu adalah suara ibunya yang sudah meninggal kurang lebih 4 tahun yang lalu, yang

selalu memberi nasehat pada klien agar tidak hamil dan menikah lagi. Klien juga sering mendengar suara

orang yang menyuruhnya agar dia mati, suara-suara itu muncul kadang-kadang 2 sampai 3 kali sehari,

klien mendengar suara itu saat dia melamun, sendirian dan malam hari. Lama suara-suara itu kurang lebih

7 menit. Saat klien mendengar suara-suara itu klien merasa takut, cemas dan sangat mengganggu. Klien

biasanya hanya berdo’a dan minta perlindungan dari Allah SWT agar suara itu bisa hilang.

8. Proses Fikir

Saat berinteraksi klien mampu menjawab apa yang ditanyakan lawan bicara secara berurutan sesuai

dengan topik tanpa menunggu lama, Klien menjawab pertanyaan yang diberikan dengan pembicaraan

yang cepat dan lancar.

9. Isi Pikir

Klien sering curiga dan berprasangka buruk pada orang lain yang belum ia kenal. Klien juga merasa

bahwa dirinya bisa menyembuhkan orang sakit.

10. Tingkat Kesadaran


Tingkat kesadaran klien masih cukup baik. Klien dapat mengetahui apakah ini pagi, siang, sore atau

malam. Klien juga mengetahui kalau saat ini sedang di Rumah sakit. Klien masih ingat siapa saja yang

semalam tidur seruang dengan dia. Klien bisa mengenali perawat.

11. Memori

a. Jangka Panjang : Baik, klien dapat menyebutkan tanggal kelahiran anak pertamanya yaitu 10 September

1989.

b. Jangka Pendek : Baik, klien dapat menyebutkan nama teman-temannya yang ada diruangan.

c. Saat Ini : Baik, klien dapat mengingat nama perawat dan klien juga ingat menu makanan apa saja yang

sudah dimakan tadi.

12. Tingkat Konsentrasi Dan Berhitung

Klien mampu berkonsentrasi dengan baik, ketika diberikan pertanyaan tidak meminta mengulang

pertanyaan yang diberikan, klien mampu melakukan penghitungan sederhana misalnya 20+25+25 berapa

? klien menjawab 70.

13. Kemampuan Penilaian

Klien mampu mengambil keputusan sederhana misalnya “Apabila ibu diminta milih maka ibu milih

makan dulu atau mandi dulu ?” klien menjawab “Saya memilih makan dulu baru mandi, karena setelah

makan harus cuci piring nanti bisa kotor kalau pilih mandi dulu”.
14. Daya Tilik Diri

Klien menyadari bahwa klien saat ini mengalami gangguan jiwa dan pernah dirawat di RSJ 3 kali.

G. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG

1. Makan

Klien makan 3 kali sehari (pagi, siang, sore) habis seporsi dengan menu yang berbeda yang disediakan di

rumah sakit, klien makan sendiri tanpa bantuan.

2. Minum

Klien minum 8 gelas perhari, selama klien dirawat di rumah sakit. Klien minum sesuai yang disediakan.

3. BAB / BAK

Klien BAB 2 kali sehari dan BAK 4-6 kali sehari. Klien melakukan sendiri tanpa bantuan.

4. Mandi

Klien mandi 2 kali sehari tiap pagi dan sore dengan memakai sabun, menggosok gigi setiap mandi dan

dua hari sekali keramas.

5. Berpakaian

Klien mampu memakai pakaian sendiri tanpa bantuan, klien berpakaian cukup rapi.
6. Istirahat / Tidur

Klien dapat istirahat cukup dan tidur selama kurang lebih 8 jam tiap harinya, pada siang hari Ny.A tidur

kurang lebih 1 jam dan tidur malam dari jam 21.00 wib sampai 04.00 wib, saat tidur malam terkadang

Ny.A terbangun karena mendengar suara-suara.

7. Penggunaan Obat

Klien minum obat 2 kali sehari (pagi dan sore). Klien minum obat sesuai dosis dan anjuran yang telah

ditentukan oleh dokter secara rutin dan teratur.

H. MEKANISME KOPING

Jika klien mendapatkan masalah klien lebih memilih untuk memendamnya sendiri (menyendiri) dengan

alasan malu menceritakan masalahnya kepada orang lain.

I. MASALAH PSIKOLOGIS DAN LINGKUNGAN

Klien mengatakan “Saya lebih suka menyendiri dikamar dari pada berkumpul dengan teman-teman saya

yang ada diruangan”


J. ANALISA DATA

NO. DATA MASALAH

1 DS : Perubahan Persepsi Sensori Halusinasi

Pendengaran
- Klien mengatakan “Saya suka mendengar suara

ibu saya yang sudah meninggal ± 4 tahun yang

lalu, ibu menasehati saya agar tidak hamil dan

menikah lagi, kadang-kadang suara orang yang

menyuruh saya untuk mati. Suara-suara itu

muncul kadang-kadang 2 – 3 kali dalam 1 minggu

biasanya muncul kalo saya lagi menyendiri dan

melamun, lama suara itu ± 7 menit“.

DO:

- Klien tampak bingung.

- Mulut komat-kamit.

- Klien kadang bicara sendiri.

- Klien mondar-mandir.
- Koping maladaptif.

2 DS : Isolasi sosial : Menarik diri

- Klien mengatakan tidak suka berkumpul dengan

teman-temannya maupun perawat yang ada

ruangan.

- DO :

- Klien terlihat acuh dengan lingkungan sekitar

- Klien terlihat lebih suka menyendiri di kamarnya

dan melamun.

- Kontak mata kurang.

DS :
3 Resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan

- Klien mengatakan “Saya merasa terganggu jika

mendengar suara-suara itu, saya juga jengkel dan

rasanya ingin melempar barang-barang kalau

suara-suara itu muncul “.

- Klien mengatakan sebelum dibawa kesini klien

marah-marah dan melempar gelas dan piring.

DO:

- Klien bicara kacau

- Klien marah-marah tanpa sebab.

- Pandangan mata tajam, tidak fokus, kontak mata

kurang.

- Nada suara cepat dan tinggi

K. ASPEK MEDIS

1. Diagnosa Medik : Skizofrenia paranoid


2. Terapi Medis :

a. Terapi farmakologi

Nama Obat Dosis Warna Indikasi Efek Samping

Triheksilfenidil 2x2 mg/hari Putih Parkinson rileks. · Mengantuk


b. Terapi Non-
· Lemas
farmakologi :Kl
Chlorpromazine 2x100 mg/hari orange Penenang dosis tinggi.
· Mengantuk
ien pernah

Obat halusinasi. · Mata kabur


mendapatkan

Haloperidol 2x1,5 mg/hari pink · Tremor terapi ECT (Elek

tro convulsion

therapy).

L.

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

POHON MASALAH

(Akibat)

Perubahan persepsi sensori : Halusinasi


(Core

Problem)

Isolasi sosial : Menari diri

(Penyebab)

Gb 2.2 Pohon masalah halusinasi

(Sumber : Keliat, 2006)

M. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan Persepsi : Sensori Halusinasi

2. Isolasi Sosial : Menarik diri

3. Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain Dan Lingkungan.


N. RENCANA KEPERAWATAN

NOSIS PERENCANAAN
AWATAN TUJUAN KRITERIA EVALUASI

epsi : Sensori TUM : 1. Ekpresi wajah klien bersahabat. 1. Beri salam/panggil n

Klien dapat mengontrol 2. Klien menunjukkan rasa senang. 2. Sebutkan nama pera

halusinasinya.
3. Ada kontak mata. 3. Jelaskan maksud hu

TUK 1 :
4. Klien mau berjabat tangan. 4. Jelaskan tentang kon

Klien dapat membina hubungan


5. Klien mau menyebutkan nama. 5. Beri rasa aman dan
saling percaya.
6. Klien mau menjawab salam. 6. Lakukan kontak sin

7. Klien mau duduk berdampingan dengan perawat.

8. Klien bersedia mengungkapkan masalah yang

dihadapi.

TUK 2 : 1. Klien dapat menyebutkan jenis, waktu, isi, situasi,1. Lakukan kontak se

frekuensi, dan respon timbulnya halusinasi


Klien dapat mengenal 2. Observasi tingkah

halusinasinya (jenis, waktu, isi, bicara dan tertawa

situasi, frekuensi, dan respon saat kekanan, kedepan s

timbulnya halusinasi).
3. Bantu klien menge

a. Tanyakan apakah a
b. Tanyakan apa yang

c. Katakan perawat p

perawat sendiri tida

d. Katakan bahwa klie

e. Katakan bahwa per

4. Diskusikan dengan

a. Situasi yang menim

b. Waktu dan frekuen

5. Diskusikan denga

halusinasi (marah,

6. Beri kesempatan k

TUK 3 : 1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan1. Identifikasi bersam

untuk mengendalikan halusinasinya. terjadi halusinasi.


Klien dapat mengontrol

halusinasinya. 2. Klien dapat menyebutkan cara baru untuk mengontrol2. Diskusikan manf

halusinasi. bermanfaat beri Pu

3. Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang3. Diskusikan cara b

telah didiskusikan dengan perawat. halusinasi dengan c


4. Klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilih untuka. Menghardik.

mengendalikan halusinasi.
b. Menemui orang lai

5. Klien dapat mencoba cara menghilangkan halusinasi.


c. Melakukan kegiata

4. Bantu klien m

halusinasinya secar

5. Beri kesempatan

telah dilatih, evalua

TUK 4 : 1. Keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan1. Buat kontrak wa

dengan perawat. saat keluarga berku


Klien dapat dukungan dari keluarga

dalam mengontrol halusinasinya. 2. Keluarga mampu menyebutkan pengertian, tanda dan2. Diskusikan pada

gejala, proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk tanda dan gejala

mengendalikan halusinasi. serta cara yang d

memutus halusina
3. Jelaskan tentang o

4. Jelaskan cara me

dirumah misalnya

makan bersama

5. Anjurakan keluarg

pemberiannya untu

6. Beri informasi

bagaimana cara m

diatasi dirumah.

TUK 5 : 1. Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping1. Diskusikan dengan

obat. dan manfaat minum


Klien dapat memanfaatkan obat

dengan baik. 2. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan2. Anjurkan klien m

benar. merasakan manfaa

3. Klien dapat informasi tentang efek dan efek samping obat. 3. Anjurkan klien bic

samping minum ob
4. Klien dapat memahami akibat berhentinya mengonsumsi

obat-obat tanpa konsultasi. 4. Diskusikan akiba

konsultasi.
5. Klien dapat menyebutkan prinsip 6 benar penggunaan obat

5. Bantu klien mengg


O. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Hari Pertama

No.
Dx Tanggal/Jam IMPLEMENTASI EVALUASI

1. 05/06/2014 SP1P Halusinasi S:

10.30 WIB 1. Melakukan BHSP dengan klien. - Klien mengatakan senang

berkenalan dengan penulis.


2. Menanyakan tentang perasaan

klien. - Klien mengatakan “Saya suka

mendengar suara ibu saya yang


3. Mengidentifikasi halusinasi yang
sudah meninggal ± 4 tahun yang
dialami klien (jenis, isi, frekuensi,
lalu, ibu menasehati saya agar
waktu, situasi, dan respon).
tidak hamil dan menikah lagi,
4. Menjelaskan kepada klien cara-
cara untuk mengontrol halusinasi. kadang-kadang suara orang

yang menyuruh saya untuk mati.


5. Melatih klien cara mengontrol
Suara-suara itu muncul kadang-
halusinasi dengan cara yang
kadang 2 kali dalam 1 hari
pertama yaitu menghardik
biasanya muncul kalau saya lagi
halusinasi.
menyendiri dan melamun, lama
6. Memberikan kesempatan kepada
suara itu ± 7 menit, saya merasa
klien untuk melakukan cara yang
cemas dan takut kalau suara-
sudah diajarkan.
suara itu muncul rasanya ingin

4. Memberikan reirforcement positif melempar barang-barang“.

kepada klien.
- Klien mengatakan bersedia

5. Melakukan Evaluasi terhadap memasukan cara yang telah

perasaan klien setelah latihan dilatih kedalam jadwal harian.

mengontrol halusinasi dengan


O:
cara menghardik.
- klien kooperatif saat diajak
6. Memasukan latihan menghardik
interaksi.
halusinasi dalam jadwal kegiatan
- Klien mau membina hubungan
harian klien.
saling percaya dengan penulis.

- Kontak mata klien ada saat


interaksi.

- Klien mau menjawab

pertanyaan yang diberikan

oleh penulis.

- Klien mau menceritakan

masalahnya .

- Klien mau memperhatikan cara

menghardik yang diajarkan dan

mau mempraktekkannya

dengan benar.

A:

- SP1P Halusinasi tercapai.

P:

Klien :

- Motivasi klien utuk melakukan

menghardik halusinasi secara

mandiri sesuai jadwal yaitu

setiap pagi jam 09.00 , siang jam


13.00 dan sore jam 16.00.

Perawat :

- Evaluasi SP1P Halusinasi

- Monitor klien latihan

menghardik sesuai dengan

jadwal yang telah disusun.

- Lanjutkan SP2P Halusinasi

Hari Kedua

No. Tanggal/Jam IMPLEMENTASI EVALUASI


Dx
1. S:
06/06/2014 SP2P Halusinasi

10.00 WIB 1.Melakukan BHSP dengan klien


- Klien mengatakan perasaanya
dan mengingatkan kembali nama
hari ini senang bertemu lagi
penulis.
dengan penulis.

2.Menanyakan tentang perasaan


- Klien mengatakan “Saya masih
klien.
suka mendengar suara ibu saya

3. Menanyakan pada klien apakah yang sudah meninggal ± 4 tahun

halusinasinya masih muncul. yang lalu, ibu menasehati saya

agar tidak hamil dan menikah


4. Validasi jenis, isi, waktu,
lagi, kadang-kadang suara
frekuensi, situasi dan respon klien
orang yang menyuruh saya
terkait halusinasinya.
untuk mati. Suara-suara itu
5. Mengevaluasi cara mengontrol
muncul kadang-kadang 2 kali
halusinasi dengan cara pertama
dalam 1 hari biasanya muncul
yang sudah diajarkan dan
kalau saya lagi menyendiri dan
mengevaluasi jadwal kegiatan
melamun, lama suara itu ± 7
harian klien.
menit“.

6. Melatih klien mengontrol


- Klien mengatakan kalau
halusinasi dengan cara yang
kemarin sudah diajarkan
kedua yaitu bercakap-cakap
bagaimana cara untuk
bersama orang lain. menghardik halusinasi.

7. Memberi kesempatan kepada - Klien mengatakan setelah

klien untuk mempraktekan cara menghardik suara-suara yang

bercakap-cakap dengan orang didengarnya itu hilang.

lain.
- Klien mengatakan mau diajari

8. Memberikan reirforcement cara mengontrol halusinasi

positif kepada klien. dengan menemui orang lain

untuk bercakap-cakap dan mau


9. Melakukan evaluasi terhadap
mempraktekanya.
perasaan klien setelah latihan
O:
mengontrol halusinasi dengan

cara yang kedua yang telah


- Klien kooperatif
diajarkan.

- Klien mau melakukan kontak


10. Memasukan latihan cara
mata dengan perawat.
mengontrol halusinasi dengan

cara menemui orang lain untuk - Klien mampu mengajak

diajak bercakap-cakap kedalam bercakap-cakap dengan perawat

jadwal kegiatan harian klien. meskipun hanya sebentar.

- Klien mau memasukan kedalam

jadwal harian.
A:

- SP2P halusinasi tercapai.

P:

Klien :

- Motivasi klien utuk segera

menemui perawat atau klien lain

dan bercakap-cakap jika

halusinasinya muncul.

Perawat :

- Evaluasi SP2P Halusinasi

- Perawat selalu siap ketika klien

mengajak bercakap-cakap saat

halusinasinya muncul.

- Lanjut SP3P Halusinasi


Hari Ketiga

No. Tanggal/Jam IMPLEMENTASI EVALUASI


Dx

1. S:
06/06/2014 SP3P Halusinasi

11.00 WIB 1.Melakukan BHSP dengan klien


- Klien mengatakan “Saya masih
dan mengingatkan kembali nama
suka mendengar suara ibu saya
penulis.
yang sudah meninggal ± 4 tahun

2.Menanyakan tentang perasaan yang lalu, ibu menasehati saya

klien. agar tidak hamil dan menikah

lagi, kadang-kadang suara


3.Menanyakan apakah
orang yang menyuruh saya
halusinasinya masih muncul.
untuk mati. Suara-suara itu
4. Mengevaluasi cara mengontrol
muncul kadang-kadang 2 – 3
halusinasi dengan cara pertama
kali dalam 1 hari biasanya
dan kedua yang sudah diajarkan
muncul kalau saya lagi
serta mengevaluasi jadwal
menyendiri dan melamun, lama
kegiatan harian klien.
suara itu ± 7 menit“.

5. Melatih klien mengontrol


- Klien mengatakan sudah
halusinasi dengan cara yang
melakukan cara yang diajarkan
ketiga yaitu dengan melakukan yaitu menghardik dan menemui

aktifitas terjadwal yang biasa orang lain untuk bercakap-cakap

dilakukan. sesuai jadwal dan saat suara-

suaranya muncul.
6. Mengidentifikasi bersama klien

cara atau tindakan yang dilakukan - Klien mengatakan selalu

jika terjadi halusinasi. berusaha untuk berkumpul dan

melakukan aktivitas.
7. Mendiskusikan cara yang
O:
digunakan klien yaitu

melakukan aktivitas dan


- Klien masih mengingat nama
memberi pujian pada Klien jika
perawat, dan masih ingat cara
bisa melakukannya.
mengontrol halusinasi dengan

8. Memotivasi Ny. A dalam


cara pertama dan kedua

melakukan aktivitas untuk


(menghardik halusinasi dan

menghilangkan halusinasinya
menemui orang lain untuk

9. Membantu membuat dan bercakap-cakap) yang

melaksanakan jadwal kegiatan sebelumnya telah diajarkan.

harian yang telah disusun klien.


- Klien kooperatif saat diajak

10. Meminta teman, keluarga, bicara.

atau perawat untuk menyapa


- Klien mau melakukan kontak
klien jika sedang halusinasi. mata dengan perawat.

11. Membantu klien memilih - Klien mampu menyebutkan

cara yang sudah dianjurkan kegiatan apa saja yang biasa

dan dilatih untuk mencobanya. dilakukan yaitu menyapu,

mencuci piring, melipat pakaian,


12. Memberi kesempatan pada
dan lain-lain.
klien untuk melakukan cara

yang dipilih dan dilatih - Klien mampu melakukan

kegiatan yang sudah dipilih dan

dilatih dengan benar.

- Klien mau memasukan kegiatan

yang sudah dipilih dan dilatih

kedalam jadwal kegiatan harian.

A:

- SP3P Halusinasi tercapai.

P:

Klien :

- Motivasi klien utuk belajar

mengontrol halusinasi dengan


cara mengahardik, menemui

orang lain untuk bercakap

cakap dan melakukan aktivitas

sesuai dengan jadwal yang telah

disusun.

Perawat :

- Monitor klien latihan

menghardik, menemui orang

lain untuk bercakap-cakap, dan

melakukan aktivitas sesuai

jadwal.
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan asuhan keperawatan pada Ny.A dengan Gangguan Persepsi : Sensori Halusinasi

Pendengaran yang dilaksanakan di Ruang Pavilliun Flamboyan Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal selama 3

hari dari tanggal 05 - 07 Juni 2014, pada bab ini penulis akan membahas seluruh tahapan proses

keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi

keperawatan.

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan yang terdiri atas

pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Pengumpulan data pengkajian meliputi

aspek identitas klien, alasan masuk, faktor predisposisi, fisik, psikososial, status mental, kebutuhan

persiapan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial lingkungan, pengetahuan, dan aspek medik

(Keliat, 2006). Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara dengan Ny.A,

observasi langsung terhadap kemampuan dan perilaku Ny.A serta dari status Ny.A. Selain itu keluarga

juga berperan sebagai sumber data yang mendukung dalam memberikan asuhan keperawatan pada Ny.A,
namun pada saat pengkajian tidak ada anggota keluarga Ny.A yang menjenguknya, sehingga penulis tidak

memperoleh informasi dari pihak keluarga.

Dari hasil pengkajian pada Ny. A didapatkan data Ny. A suka bicara sendiri, menyendiri, dan

sering melamun. Dalam pengkajian pola fungsional difokuskan pada pola persepsi Ny. A, didapatkan

data bahwa Ny. A mengalami halusinasi pendengaran. Ny. A mendengar suara ibunya yang sudah

meninggal 4 tahun yang lalu yang menasehatinya untuk tidak hamil dan menikah menikah lagi. Ny. A

juga mendengar suara orang yang menyuruhnya agar dia mati, suara-suara itu muncul kadang-kadang 2

sampai 3 kali sehari, klien mendengar suara itu saat dia melamun, sendirian dan malam hari. Lama suara-

suara itu kurang lebih 7 menit. Saat klien mendengar suara-suara itu klien merasa takut, cemas

dan sangat mengganggu. Keluarga klien mengatakan klien sudah 3 kali dirawat di Rumah Sakit Jiwa,

klien merupakan orang yang mudah tersinggung, klien mempunyai beberapa masalah yang kurang

menyenangkan yaitu ditinggal suaminya menikah lagi. Selama kurang lebih 13 tahun klien ditinggal oleh

suaminya tanpa dinafkahi, klien membesarkan kedua anaknya sendiri.

Menurut Videbeck, (2008) tanda gejala halusinasi pendengaran yaitu mendengar suara-suara,

bicara sendiri, tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mulut komat-kamit, menutup telinga, dan

menyendiri.Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi pasien dalam kelompok, terlalu lama

tidak diajak berkomunikasi, objek yang ada di lingkungan, dan juga suasana sepi atau terisolasi sering

menjadi pencetus terjadinya halusinasi (Direja, 2011). Faktor predisposisi gangguan halusinasi Menurut

Stuart, (2007) dapat muncul sebagai proses panjang yang berhubungan dengan kepribadian seseorang,
karena itu halusinasi dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman psikologis seseorang. Sedangkan menurut

Yosep, (2011) faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang

dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Faktor predisposisi dapat meliputi faktor

perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis, genetik dan pola asuh.

Dari hasil pengkajian yang dilakukan oleh Aji, (2012) dalam studi kasusnya yang berjudul “Asuhan

Keperawatan Gangguan Keamanan Pada Tn. E Dengan Halusinasi Pendengaran Di Bangsal Abimanyu

Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta” didapatkan data klien suka bicara sendiri, menyendiri, melamun,

dan kadang mondar-mandir. Dalam pengkajian pola fungsional difokuskan pada pola persepsi klien,

didapatkan data bahwa klien mengalami halusinasi pendengaran. Klien mendengar suara orang batuk

yang membuat klien susah tidur, suara itu muncul sehari 1 kali selama 3 menit. suara itu muncul pada

malam hari saat klien tidur dan klien merasa jengkel jika mendengar suara tersebut. Klien sebelumnya

sudah 3 kali dirawat di rumah sakit jiwa, klien tidak pernah mengalami penganiayaan fisik, tindakan

kriminal maupun adanya penolakan dari lingkunganya. Namun, klien pernah mempunyai pengalaman

yang kurang menyenangkan yaitu tidak mendapat gaji selama 2 bulan dalam pekerjaan.

Dari perbandingan data menurut teori dan data yang ditemukan pada klien tidak muncul adanya

kesenjangan dimana seperti yang dijelaskan dalam teori bahwa gangguan halusinasi dipengaruhi oleh

pengalaman-pengalaman psikologis seseorang. Hal ini juga dialami baik Ny. A ataupun Tn. E yang sama-

sama memiliki masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu Ny. A di tinggal suaminya menikah lagi,

sehingga menyebababkan Ny. A sering menyendiri. Sedangkan Tn. E tidak mendapatkan gaji selama 2

bulan dalam pekerjaan.


Faktor pendukung yang didapatkan penulis selama melakukan pengkajian adalah klien cukup

kooperatif dan hubungan saling percaya antara perawat dengan klien terbina dengan baik.

Faktor penghambat yang didapatkan penulis tidak dapat melakukan pengkajian dengan maksimal karena

keluarga klien pada saat pengkajian belum ada yang menjenguk.

Upaya yang dilakukan penulis untuk mengatasi kendala diatas adalah penulis melakukan validasi

kepada perawat ruangan dan melihat buku status klien.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Berdasarkan pengkajian pada Ny. A secara garis besar ditemukan data subyektif dan data

obyektif yang menunjukan karakteristik Ny. A dengan diagnosa gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran yang ditandai dengan data subyektif Ny.A mengatakan mendengar suara ibunya yang sudah

meninggal kurang lebih 4 tahun yang lalu yang menasehatinya untuk tidak menikah dan hamil lagi, Ny.A

juga mendengar suara orang yang menyuruhnya untuk mati, suara-suara itu muncul kadang-kadang 2

sampai 3 kali sehari, Ny.A mendengar suara itu saat dia melamun, sendirian dan malam hari. Sedangkan

data obyektif yang didapatkan, Ny.A tampak bingung, mondar-mandir, sering bicara sendiri dan koping

maladaptif, dimana klien suka menyendiri jika ada masalah. Hal ini yang menjadi dasar bagi penulis

untuk mengangkat diagnosa tersebut.

Menurut Videbeck, (2008) menyatakan bahwa diagnosa keperawatan berbeda dari diagnosa

psikiatrik medis dimana diagnosa keperawatan adalah respon klien terhadap masalah medis atau
bagaimana masalah mempengaruhi fungsi klien sehari-hari yang merupakan perhatian utama dari

diagnosa keperawatan. Menurut Keliat, (2006) pada pohon masalah dijelaskan bahwa Halusinasi terjadi

karena isolasi sosial : menarik diri. Menarik diri bisa menyebabkan masalah utama/core

problem gangguan persepsi sensori : halusinasi, dari halusinasi bisa menyebabkan resiko mencederai diri

sendiri, orang lain dan lingkungan.

Pada studi kasus yang dilakukan oleh Aji, (2012) pada Tn. E didapatkan diagnosa keperawatan

yang muncul sebagai prioritas utama adalah gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran. Data

yang memperkuat diagnosa gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran diperoleh data

subyektif yaitu klien mengatakan mendengar suara orang batuk yang membuat klien susah tidur, suara itu

muncul sehari 1 kali selama 3 menit. suara itu muncul pada malam hari saat klien tidur dan klien merasa

jengkel jika mendengar suara tersebut. Sedangkan data obyektif yang didapatkan yaitu klien tampak

bingung, mondar-mandir, sering berbicara sendiri, konsentrasi kurang, dan koping maladaptif, dimana

klien suka menyendiri atau menghindar jika ada masalah.

Pada pembahasan tentang pohon masalah, klien dengan koping yang maladaptif dimana klien

cenderung menyendiri jika ada masalah menjadi pencetus klien mengalami halusinasi, dari halusinasi

yang dialami klien dengan respon merasa jengkel yang potensial akan dimanifestasikan dengan perbuatan

untuk mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Hal ini ditemukan baik pada Ny. A ataupun Tn.

E, dimana keduanya sama-sama memiliki koping yang maladaptif yaitu cenderung menyendiri jika ada

masalah yang menyebabkan timbulnya halusinasi, dengan respon merasa jengkel dan membanting
barang-barang saat halusinasinya muncul. Sehingga tidak ditemukan kesenjangan antara teori yang ada

dengan fakta yang ditemukan pada klien.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Rencana keperawatan yang penulis lakukan pada Ny. A dengan gangguan persepsi sensori :

halusinasi pendengaran yaitu dengan tujuan umum (TUM) agar klien dapat mengontrol halusinasi yang

dialaminya. Dan dengan lima tujuan khusus (TUK) gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran,

antara lain : tujuan khusus pertama (TUK 1), klien dapat membina hubungan saling percaya. Rasional

dari tindakan yang dilakukan yaitu hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi terapeutik antara

perawat dan klien. Tujuan khusus kedua (TUK 2), klien dapat mengenal halusinasinya dari situasi yang

menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi halusinasi, dan respon klien terhadap halusinasinya.

Rasional dari tujuan kedua adalah peran serta aktif klien sangat menentukan efektifitas tindakan

keperawatan yang dilakukan. Tujuan khusus ketiga (TUK 3), klien dapat melatih mengontrol

halusinasinya, dengan berlatih cara menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain, dan

mengalihkan halusinasinya dengan beraktivitas secara terjadwal. Rasionalnya adalah tindakan yang biasa

dilakukan klien merupakan upaya mengatasi halusinasi. Tujuan khusus keempat (TUK 4), klien dapat

dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasi dengan rasionalnya keluarga mampu merawat klien

dengan halusinasi saat berada di rumah. Tujuan khusus kelima (TUK 5), klien dapat memanfaatkan obat

untuk mengontrol halusinasi dengan rasionalnya yaitu dapat meningkatkan pengetahuan dan motivasi
klien untuk minum obat secara teratur. Setiap akhir tindakan strategi pelaksanaan diberikan reinforcement

positif yang rasionalnya untuk memberikan penghargaan atas keberhasilan Ny. A.

Menurut Nurjannah, (2005) rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang

dapat mencapai setiap tujuan khusus. Perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan

penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar masalah

kesehatan dan keperawatan klien dapat teratasi. Menurut Akemat dan Keliat, (2010) tujuan umum yaitu

berfokus pada penyelesaian permasalahan dari diagnosis keperawatan dan dapat dicapai jika serangkaian

tujuan khusus tercapai. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian penyebab dari diagnosis keperawatan.

Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan klien yang perlu dicapai atau dimiliki. Kemampuan ini

dapat bervariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien. Kemampuan pada tujuan khusus terdiri atas

tiga aspek yaitu kemampuan kognitif, kemampuan psikomor, dan kemampuan afektif yang perlu dimiliki

klien untuk menyelesaikan masalahnya.

Menurut Ngadiran, (2010) Setiap akhir tindakan strategi pelaksanaan dapat diberikan

reinforcement positif yang rasionalnya untuk memberikan penghargaan atas keberhasilan klien.

Reinforcement positif adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena

diikuti dengan stimulus yang mendukung atau rewarding. Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa

hadiah seperti permen, kado, atau makanan, perilaku sepeti senyum, menganggukkan kepala untuk

menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol, atau penghargaan. Reinforcement positif memiliki

power atau kemampuan yang memungkinkan tindakan yang diberi reinforcement positif akan dilakukan
secara berulang oleh pelaku tindakan tanpa adanya paksaan yaitu dengan kesadaran pelaku tindakan itu

sendiri.

Pada study kasus yang dilakukan oleh Aji, (2012) pada Tn. E intervensi yang dilakukan yaitu

dengan tujuan umum (TUM) agar klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya. Dan dengan lima

tujuan khusus (TUK) gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran, antara lain : tujuan khusus

pertama (TUK 1), klien dapat membina hubungan saling percaya. Tujuan khusus kedua (TUK 2), klien

dapat mengenal halusinasinya dari situasi yang menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi halusinasi,

dan respon klien terhadap halusinasinya. Tujuan khusus ketiga (TUK 3), klien dapat melatih mengontrol

halusinasinya, dengan berlatih cara menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain, dan

mengalihkan halusinasinya dengan beraktivitas secara terjadwal. Tujuan khusus keempat (TUK 4), klien

dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasi. Tujuan khusus kelima (TUK 5), klien dapat

memanfaatkan obat untuk mengontrol halusinasi.

Berdasarkan intervensi yang penulis lakukan pada Ny. A, tidak terdapat adanya

kesenjangan antara konsep dasar teori dengan pembahasan pada kasus, karena penulis mengacu pada teori

yang ada, dimana tahapan – tahapan perencanaan yang dilakukan pada Ny. A sesuai dengan keadaan dan

kondisi klien, serta dalam rencana keperawatan penulis sudah memasukkan tiga aspek dalam

perencanaan, yang meliputi : tujuan umum, tujuan khusus, dan rencana tindakan keperawatan.
D. IMPLEMENTASI

Implementasi yang penulis lakukan pada Ny. A dengan gangguan persepai sensori : halusinasi

pendengaran antara lain : pada tanggal 05 juni 2014 pukul 10.30 WIB, penulis melakukan strategi

pelaksanaan 1 yaitu mengenal halusinasi pada Ny.A, menjelaskan cara mengontrol halusinasi, dan

mengajarkan cara pertama mengontrol halusinasi dengan menghardik halusinasi. Ny.A dilatih untuk

mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak memperdulikan halusinasi. Kemudian

memberikan reirforcement kepada Ny.A apabila Ny.A berhasil mempraktekan cara menghardik

halusinasi. Respon Ny.A mampu mengenal halusinasinya dan mau menggunakan cara menghardik saat

halusinasinya muncul.

Implementasi kedua dilaksanakan pada tanggal 06 juni 2014, pukul 10.00 WIB. Penulis

melakukan strategi pelaksanaan 2 yaitu mengajarkan cara kedua mengontrol halusinasi dengan menemui

orang lain dan bercakap-cakap. Penulis melakukan validasi dan evaluasi cara pertama yaitu menghardik

halusinasi. Penulis melatih cara mengontrol halusinasi dengan menemui orang lain dan bercakap-cakap.

Kemudian memberikan reirforcement positif pada Ny.A apabila Ny.A berhasil mempraktekanya. Respon

dari Ny.A, Ny.A mampu menggunakan cara pertama dengan menghardik dengan benar dan Ny.A mau

untuk mengalihkan perhatian dengan menemui orang lain dan bercakap-cakap.

Implementasi ketiga dilaksanakan pada tanggal 07 juni 2014, pukul 10.30 WIB. Penulis

melakukan strategi pelaksanaan 3 yaitu mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan

aktivitas terjadwal. Penulis melakukan validasi dan evaluasi strategi pelaksanaan 1 dan 2, kemudian

mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas terjadwal. Penulis memberikan
reirforcement positif kepada Ny.A apabila Ny.A berhasil mempraktekanya dengan baik dan benar.

Respon Ny.A, Ny.A mampu menggunakan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan

bercakap-cakap dengan orang lain. Ny.A juga mau semua aktivitas sesuai jadwal.

Menurut Townsend, (2003) implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari

tindakan mandiri (independent), saling ketergantungan (dependent). Menurut Rasmun, (2009)

implementasi yang dilakukan pada klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi yaitu dengan

melakukan pendekatan SP, yaitu : SP 1 (mengajarkan cara pertama mengontrol halusinasi dengan

menghardik halusinasi). Klien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau

tidak mempedulikan halusinasinya. Jika ini dapat dilakukan, klien akan mengendalikan diri dan tidak

mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada, tetapi dengan kemampuan ini, klien

tidak akan larut untuk menuruti halusinasinya. SP 2 (mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan

menemui orang lain untuk bercakap-cakap). Ketika klien bercakap-cakap dengan orang lain, terjadi

adanya distraksi dan fokus perhatian klien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan

dengan orang lain. SP 3 (mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas

terjadwal). Dengan aktivitas secara terjadwal, klien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri

yang sering kali mencetuskan halusinasi. SP 4 (mengajarkan cara minum obat dengan benar). Hal ini

dapat

meningkatkan pengetahuan dan motivasi klien untuk minum obat secara teratur.
Pada studi kasus yang dilakukan oleh Aji, (2012) pada Tn. E implementasi yang dilakukan pada

pertemuan pertama melakukan SP 1 yaitu mengenal halusinasi, menjelaskan cara mengontrol halusinasi,

dan mengajarkan cara pertama mengontrol halusinasi dengan menghardik halusinasi. Pertemuan kedua

melakukan SP 2 yaitu mengajarkan cara kedua mengontrol halusinasi dengan menemui orang lain untuk

bercakap-cakap. Pertemuan ketiga melakukan SP 3 yaitu mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan

melakukan aktivitas terjadwal. Pertemuan keempat melakukan SP 4 yaitu mengajarkan cara minum obat

dengan benar.

Dari implementasi yang dilakukan penulis pada Ny. A dengan gangguan persepsi sensori :

halusinasi pendengaran penulis hanya dapat melakukan SP 1 sampai SP 3, untuk SP 4 penulis

mendelegasikan kepada perawat ruangan. Sedangkan pada studi kasus yang dilakukan oleh Aji, (2012)

pada Tn. E implementasi yang dilakukan yaitu SP 1 sampai SP 4. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu

yang diberikan kepada penulis oleh instansi pendidikan dalam mengelola kasus tersebut.

E. EVALUASI

Pada kasus Ny. A evaluasi yang penulis dapatkan yaitu pada pelaksanaan strategi pelaksanaan 1

tanggal 05 juni 2014 pukul 11.00 WIB, Ny.A berhasil melakukan dengan baik dalam mengenal halusinasi

dan klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, sehingga dapat dianalisis bahwa

masalah teratasi. Pada pelaksanaan strategi pelaksanaan 2 tanggal 06 juni 2014 pukul 10.30 WIB Ny.A

mampu mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan menemui orang lain, untuk bercakap-

cakap sehingga dapat dianalisis bahwa masalah teratasi. Pada pelaksanaan strategi pelaksanaan 3 tanggal
07 juni 2014 pukul 11.30 WIB, Ny.A juga mampu melakukan aktivitas secara terjadwal, sehingga dapat

dianalisis bahwa masalah teratasi. Evaluasi sudah dilakukan penulis sesuai keadaan klien dan

kekurangan penulis tidak bisa mencapai batas maksimal pada rencana yang diharapkan. Dalam

melaksanakan strategi pelaksanaan 4, penulis mendelegasikan kepada perawat yang sedang bertugas di

ruang Pavilliun Flamboyan.

Menurut Townsend, (2006) evaluasi keperawatan adalah proses berkesinambungan yang perlu

dilakukan untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan dilakukan. Menurut Nurjannah, (2005)

evaluasi adalah tahap berkelanjutan untuk menilai efek dan tindakan pada klien. Evaluasi dibagi dua

yaitu, evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil

atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dengan tujuan khusus dan

umum yang telah ditentukan.

Pada studi kasus yang dilakukan oleh Aji, (2012) pada Tn. E evaluasi yang dapatkan yaitu pada

pelaksanaan strategi pelaksanaan 1 sampai strategi pelaksanaan 4. Klien berhasil melakukan dengan baik

dalam mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, bercakap-cakap, melakukan aktivitas terjadwal,

serta minum obat dengan benar.

Berdasarkan evaluasi yang penulis lakukan, terdapat kesamaan antara konsep dasar teori dengan

kasus Ny. A, karena penulis mengacu pada teori yang ada, dimana penulis menggunakan evaluasi hasil

atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dengan tujuan khusus dan

umum yang telah ditentukan.


BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah melakukan asuhan keperawatan selama 3 hari pada Ny.A dengan Gangguan Persepsi Sensori :

Halusinasi Pendengaran di ruang Pavilliun Flamboyan Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal, maka pada bab ini

penulis dapat menarik kesimpulan dan saran sebagai berikut :

g. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny. A dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran.

Pada saat pengkajian pada tanggal 04 juni 2014 pukul 08.00 WIB diruang pavilliun flamboyant

klien mengatakan mendengar suara-suara yang muncul saat klien sendirian dan melamun. Isi suara itu

adalah suara ibunya yang sudah meninggal kurang lebih 4 tahun yang lalu, yang selalu memberikan

nasehat pada klien agar tidak hamil dan menikah lagi. Klien juga sering mendengar suara orang yang

menyuruhnya agar dia mati, suara-suara itu muncul kadang-kadang 2 sampai 3 kali sehari, lama suara-

suara itu kurang lebih 7 menit. Saat klien mendengar suara-suara itu klien merasa takut, cemas dan sangat

menggsnggu. Mekanisme koping dan sumber koping yang digunakan oleh klien adalah memecahkan

masalah dengan memendamnya sendiri (menyendiri).


h. Penulis mampu menentukan masalah keperawatan pada Ny. A dengan gangguan persepsi sensori :

halusinasi pendengaran.

Masalah keperawatan yang muncul pada Ny. A sesuai dengan pembahasan pada pohon masalah

bahwa Halusinasi terjadi karena isolasi sosial : menarik diri. Menarik diri bisa menyebabkan masalah

utama/core problem gangguan persepsi sensori : halusinasi, dari halusinasi bisa menyebabkan

resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

i. Penulis mampu membuat diagnosa keperawatan pada Ny. A dengan gangguan persepsi sensori :

halusinasi Pendengaran.

Berdasarkan pengkajian pada Ny. A secara garis besar ditemukan data subyektif dan data obyektif

yang menunjukan karakteristik Ny. A dengan diagnosa gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran yang ditandai dengan data subyektif Ny.A mengatakan mendengar suara ibunya yang sudah

meninggal kurang lebih 4 tahun yang lalu yang menasehatinya untuk tidak menikah dan hamil lagi, Ny.A

juga mendengar suara orang yang menyuruhnya untuk mati, suara-suara itu muncul kadang-kadang 2

sampai 3 kali sehari, Ny.A mendengar suara itu saat dia melamun, sendirian dan malam hari. Sedangkan

data obyektif yang didapatkan, Ny.A tampak bingung, mondar-mandir, sering bicara sendiri dan koping

maladaptif, dimana klien suka menyendiri jika ada masalah.

j. Penulis mampu membuat intervensi atau rencana keperawatan pada Ny. A dengan gangguan persepsi

sensori : halusinasi Pendengaran.


Perencanaan yang dilakukan penulis pada Ny. A dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran ditujukan untuk membina hubungan saling percaya, mengenal dan mengontrol

halusinasinya, dan dapat memanfaatkan obat dengan benar.

k. Penulis mampu membuat implementasi atau tindakan keperawatan pada Ny. A dengan gangguan persepsi

sensori : halusinasi Pendengaran.

Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis selama 3 hari kepada Ny. A, Ny.A mampu

melakukan strategi pelaksanaan 1 sampai 3 yaitu Ny. A telah mampu mengenal halusinasinya, Ny. A

mampu mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain, dan

melakukan aktivitas secara terjadwal. Dalam melaksanakan strategi pelaksanaan 4, penulis

mendelegasikan kepada perawat yang sedang bertugas di ruang Pavilliun Flamboyan.

l. Penulis mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada Ny. A dengan gangguan persepsi sensori :

halusinasi Pendengaran.

Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan pada Ny. A dengan diagnosa utama yaitu : gangguan

persepsi sensori : halusinasi pendengaran yang dilakukan selama tiga hari, evaluasi tindakan yang

dilakukan penulis sampai pada strategi pelaksanaan 3. Ny.A berhasil dalam mengenal halisinasinya dan

berhasil mengontrol halusinasinya dengan menghardik, bercakap-cakap bersama orang lain, dan

melakukan aktivitas terjadwal. Evaluasi sudah dilakukan penulis sesuai keadaan klien dan kekurangan

penulis tidak bisa mencapai batas maksimal pada rencana yang diharapkan. Dalam melakukan strategi

pelaksanaan 4, penulis mendelegasikan kepada perawat yang sedang bertugas diruang Paviliun

Flamboyan.
B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang bisa penulis berikan untuk perbaikan dan

peningkatan mutu asuhan keperawatan adalah :

1. Bagi perawat di ruang rawat inap jiwa RS Mitra Siaga Tegal

a. Meningkatkan kemampuan dan kualitas dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien khususnya

dengan masalah gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

b. Melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) yang ditetapkan

dilanjutkan dengan SOAP pada klien khususnya dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran.

2. Bagi instansi pendidikan

Diharapkan pihak instansi pendidikan memberikan waktu yang cukup kepada mahasiswa dalam

mengelola studi kasus.

3. Bagi klien

Klien diharapkan mengikuti program terapi yang telah direncanakan oleh dokter dan perawat untuk

mempercepat proses kesembuhan klien.

4. Bagi keluarga
Keluarga diharapkan mampu memberi dukungan pada klien dalam mengontrol halusinasi baik dirumah

sakit maupun dirumah.

5. Bagi Penulis

Sebagai sarana memperoleh informasi dan pengetahuan serta pengalaman

dalam melakukan asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan gangguan

persepsi sensori : halusinasi pendengaran.


DAFTAR PUSTAKA

Aji, Wahyu Punto. 2012. “Asuhan Keperawatan Gangguan Keamanan Pada Tn. E Dengan Halusinasi
Pendengaran Di Bangsal Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta”http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/download.php?id=234.
(Diakses tanggal 07 Agustus 2014 jam 09.00 WIB)
Akemat dan Keliat, Budi Anna. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.

Depkes RI. 2008. “Karya Tulis Ilmiah Keperawatan Jiwa :


Halusinasi”. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk/147/jtp-supriyadin-7339-1-
bab1-pdf. (Diakses tanggal 23 Februari 2014 jam 12.00 WIB).
Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2012. “Buku Saku Kesehatan Tahun
2012”. www.dinkesjateng.go.id. (Diakses tanggal 20 Februari 2014 jam 10.45 WIB).

Direja, Ade Herman S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika.
Febrida. 2007. “Pengaruh Terapi Aktifitas Stimulasi”. http://http.yasir.com/2009/10/pengaruh-
terapi-aktifitas-stimulasi.html. (Diakses tanggal 20 Februari 2014 jam 10.30 WIB).
Keliat, Budi Anna. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC.

Kusumawati, Farida. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.

Ngadiran. 2010. “Studi Fenomena Pengalaman Keluarga Tentang Beban Dan Sumber Dukungan Keluarga
Dalam Merawat Klien Dengan Halusinasi”. Tesis, FIK UI. www.proquest.com. (Diakses tanggal 15
Juni 2014 jam 13.15)

Nurjannah, Intansari. 2005. Aplikasi Proses Keperawatan Pada Diagnosa Resiko Kekerasan Diarahkan Pada
Orang Lain Dan Gangguan Sensori Persepsi. Yogyakarta : Moco Medika.

Rasmun. 2009. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Jakarta : EGC.

Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. “Analisis Gejala Gangguan Mental
Emosional Penduduk Indonesia”. http://www.google.data riskesda 2007 gangguan jiwa
indonesia.digitaljournals.org. (Diakses tanggal 22 Februari 2014 jam 11.15 WIB).

Stuart, G.W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC.

Townsend, Mary C. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri: Pedoman Untuk
Pembuatan Rencana Perawatan. Edisi 5. Jakarta : EGC.

Townsend, Mary C. 2003. Pedoman Dalam Keperawatan Psikiatri. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC. Volume 45, 2010-2011. Jakarta : ISFI.

WHO. 2006. “Laporan 26 juta warga Negara Indonesia gangguan


jiwa”http://dir.groups.yahoo.com/group/karismatik/message/615 (Diakses tanggal
20 Februari 2014 jam 10.15 WIB).

WHO. 2009. “Karya Tulis Ilmiah Keperawatan Jiwa :


Halusinasi”. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk/147/jtp-supriyadin-7339-1-
bab1-pdf. (Diakses tanggal 23 Februari 2014 jam 12.00 WIB).

Yosep, Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa. Edisi Revisi. Bandung : Revika Aditama.
Posted 11th September 2014 by susilo warjoyo

Add a comment

KARYA

TULIS ILMIAH

selamat datang di

blogger, semoga
mendapatkan

berita yg

bermanfaat setelah

anda

membacanya.

Flipcard






 home


 Recent

 Date

 Label

 Author
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.A DENGAN GANGGUAN
PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG
PAVILLIUN FLAMBOYAN RS MITRA SIAGA TEGAL 2014
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.A DENGAN GANGGUAN
PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG
PAVILLIUN FLAMBOYAN RS MITRA SIAGA TEGAL 2014
Sep 11th
SAP APENDIKSITIS
Dec 8th
Dec 8th
Dec 8th
Dec 8th
SATUAN ACARA PENYULUHAN ASI
SATUAN ACARA PENYULUHAN ASI
Nov 22nd
PROPERTY
PROPERTY
Jul 25th
Apr 25th
makalah reproduksi pada manusia
makalah reproduksi pada manusia
Apr 25th
Jan 15th
uang
uang
Jan 8th
May 4th
Oct 11th
jihad lewat komputer
jihad lewat komputer
May 30th
May 15th
apa itu virus
Apr 25th
TENTANG JARINGAN KOMPUTER
TENTANG JARINGAN KOMPUTER
Apr 19th
Apr 14th
Belajar HTML yang merupakan dasar dari pembuatan website
Belajar HTML yang merupakan dasar dari pembuatan website
Mar 29th



Loading
sejagad. Dynamic Views theme. Powered by Blogger.

You might also like