You are on page 1of 28

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

Nama : Tn. YJ

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 71 tahun

Alamat : Kayu putih

Agama : Kristen

Pekerjaaan :-

Tempat Pemeriksaan : Poliklinik mata RSUD Dr. M. Haulussy Ambon

Waktu Pemeriksaan : Selasa, 6 Maret 2018

B. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama:

Penglihatan kabur saat membaca

2. Anamnesis Terpimpin:

Keluhan penglihatan kabur dialami sejak 5 tahun yang lalu, awalnya pasien
merasakan kesulitan saat membaca,diikuti dengan adanya perasaan tidak nyaman
pada mata kanan akibat bulu mata yang menggesek bagian bola mata kanan
pasien, dan tidak lama kemudian pasien menyadari adanya bercak putih pada
mata kanan pasien. Pasien lalu memeriksakan diri ke dr. Sp.M dan dinyatakan
mengalami katarak pada kedua matanya, dan pada desember 2017 pasien sudah
menjalani operasi katarak pada mata kirinya.

1
3. Riwayat Penyakit Terdahulu: Katarak pada kedua mata

4. Riwayat Penyakit Keluarga: -

5. Riwayat Pengobatan : pasien sering menjalani pencabutan bulu mata kiri, dan
menggunakan obat tetes mata secara rutin.

6. Riwayat Sosial Ekonomi: -

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalis

Kesadaran: Compos mentis

Nadi: 80x/menit

Pernpasan: 21x/mnt

Suhu ± 37,5° C

2. Status Oftalmologi

a. Visus

 Visus (Tanpa kaca mata)

VOD : 6/18 f, PH menjadi 6/15

VOS :6/7 f, PH tetap

 Visus (Dengan Kacamata)


ADD : S + 3.00 D

2
b. Segmen Anterior ODS

OD Segmen anterior bola OS


mata
Edema (-) Palpebra Edema (-)
Pterigium (-), Anemis (+) Konjungtiva Pterigium (-), Anemis (-)
leukoma (+) pterigium (-) Kornea leukoma (-)pterigium(-)
Hifema (-), Ulkus (-) Bilik mata depan Hifema (-), Ulkus (-)
Warna coklat tua, radier, Iris Warna coklat tua, radier,
sinekia (-) sinekia (-)
Bulat, 3 mm, pterigium Pupil Bulat, 3 mm, pterigium
belum sampai pupil belum sampai pupil
Jernih Lensa Jernih

Gambaran Skematik

(OD) (OS)

LEUKOMA
TRIKIASIS

3
Tampak OD mengami trikasis dan leukoma

c. Tekanan inta ocular: tidak dillakukan

d. Pergerakan bola mata: ODS Normal (bisa kesegala arah)

e. Funduskopi ODS: tidak dilakukan

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG : -

G. DIAGNOSIS KERJA : OD Trikiasis OS pseudoafakia

H. DIAGNOSA BANDING : -

I. PERENCANAAN:

Terapi :

Epilasi OD

Cendoliters ED 4 dd gtt 1 ODS

Monitoring :

 Keluhan
 Visus
 Segmen anterior mata

4
Edukasi:

 Penjelasan mengenai kondisi mata pasien saat ini


 Hindari faktor – faktor penyebab
 Komplikasi yang bisa terjadi
 Prognosis

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Trikiasis merupakan suatu kondisi dimana silia bulu mata melengkung ke arah bola mata.
Trikiasis dapat timbul akibat proses sikatrik apapun. Di negara-negara berkembang, trakoma
merupakan penyebab penting dan trikiasis merupakan penyebab kebutaan terkait dengan
trakoma. Walaupun tidak ada data pasti tentang angka kejadian gangguan penglihatan ataupun
kebutaan akibat trikiasis terkait dengan kasus trakoma di Indonesia, namun dengan berhasilnya
Program Kesehatan Masyarakat dalam mengontrol infeksi trakoma dan defisiensi vitamin A
maka secara tidak langsung terjadi penurunan kebutaan karena penyakit tersebut.1,2,3,4

Gambar 1. Trakomatous trikiasis


Palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata serta mengeluarkan sekresi
kelenjarnya yang membentuk film air mata depan kornea. Palpebra merupakan alat menutup
mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan
bola mata. Palpebra juga menyediakan elemen kimia penting pada lapisan air mata prekorneal,
dan membantu mendistribusikan lapisan ini ke seluruh permukaan bola mata. Selama fase
mengedip, kelopak mata mendorong air mata ke kantus medial dan masuk ke dalam sistem
drainase pungtum lakrimal. Bulu mata yang ada di sepanjang tepi kelopak mata membersihkan
partikel-partikel dari depan mata, dan pergerakan konstan serta refleks kelopak mata mencegah
kornea dari trauma ataupun cahaya yang menyilaukan.1,2,3

6
Komplikasi trikiasis yang perlu diwaspadai adalah terjadinya ulkus kornea. Pada ulkus
kornea yang progresif, dapat terjadi infiltrasi sel radang dan limfosit sehingga akhirnya terbentuk
jaringan parut atau sikatrik sehingga memberikan kekeruhan pada kornea. Terapi dapat berupa
epilasi bulu mata yang mengalami trikiasis. Rekurensi dapat diatasi dengan krioterapi atau
elektrolisis.1

7
A. ANATOMI

Gambar 2. Gross Anatomi Palpebra2

Palpebra terdiri dari bagian orbita dan bagian tarsal yang dipisahkan oleh sulcus palpebra.
Palpebra superior dan inferior bertemu pada kantus lateral dan medial. Ketika mata terbuka,
palpebra superior menutupi 1/6 bagian ornea dan palpebra inferior hanya menutupi bola mata
sampai batas limbus saja. Ruang elips antara kedua palpebra yang dibuka disebut fissura
palpebra. Normalnya fissura palpebra berukuran 10-11 mm vertikal dan 28-30 horizontal. Margo
palpebra terbagi menjadi dua bagian yang dipisahkan oleh punctum lacrimalis, di medial disebut
bagian lacrimalis dan dilateral disebut bagian siliaris. Bagian lacrimalis berbentuk bulat dan
tidak ditumbuhi bulu mata serta tidak memiliki kelenjar. Bagian siliaris, terdiri dari margo
anterior, margo posterior, dan lamellae yang memisahkan kedua bagian tersebut.2

8
Dari anterior ke posterior, secara berurutan palpebra terdiri dari beberapa lapisan, yaitu2 :

1. Kulit
Kulit merupakan lapisan anterior dengan jaringan subkutaneous. Palpebra memiliki kulit
yang tipis ± 1 mm dan tidak memiliki lemak subkutan. Kulit disini sangat halus dan
mempunyai rambut vellus halus dengan kelenjar sebaseanya, juga terdapat sejumlah kelenjar
keringat.
2. Jaringan areolar subkutis
Dibawah kulit terdapat jaringan areolar longgar yang dapat meluas pada edema masif atau
dapat berisi darah
3. Lapisan otot lurik
Terdiri dari M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan bawah,
dan terletak dibawah kulit kelopak. Otot ini meliputi tiga bagian : mata, palpebra, dan
lacrimal. Otot ini berfungsi dalam proses menutup mata dan dipersarafi oleh cabang
zygomaticum dari N. Fasialis. Itulah sebabnya, pada paralisis N. Fasialis dapat terjadi
Lagopthalmus yang dapat berkomplikasi menjadi keratitis.
Selain itu, pada palpebra superior juga terdapat M. Levator Palpebra superior. Otot ini
terletak pada apex bola mata dan berinsersi pada tiga bagian yaitu pada kulit palpebra,
permukaan anterior tarsus, dan pada fornix konjungtiva superior. Otot ini berfungsi untuk
mengangkat palpebra (membuka mata) dan dipersarafi oleh cabang N. Oculomotius.
4. Jaringan areolar submuskular
Jaringan areolar submuskular adalah suatu jaringan ikat longgar. Saraf dan pembuluh darah
terdapat pada bagian ini. Sehingga, untuk kepentingan anestesi palpebra, obat di injeksikan
pada bagian ini.
5. Jaringan fibrous
Jaringan fibrous ini terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Tarsus
Tarsus merupakan jaringan ikat fibrous panjangnya ± 25 mm, yang dihubungkan pada
tepian orbita oleh tendo-tendo kanthus medialis dan lateralis. Didalamnya terdapat
kelenjar Meibom (40 buah di kelopak atas) yang membentuk “oily layer” dari air mata.

b. Septum orbita

9
Septum orbita merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita merupakan pembatas
isi orbita dengan kelopak depan. Septum merupakan sawar penting antara palpebra dan
orbita.
6. Lapisan otot polos
Terdiri dari M. Muller yang terletak jauh ke dalam septum orbita pada kedua palpebra.
Pada palpebra superior, otot ini berasal dari serat M. levator palpebra superior dan pada
palpebra inferior berasal dari perpanjangan M. Rectus inferior; berinsersi pada tepi tarsus.
7. Konjungtiva
Bagian konjungtiva yang melapisi paalpebra disebut konjungtiva palpebra. Terdiri dari tiga
bagian : marginal, tarsal dan orbital. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus
okuli. Konjungtiva merupakan membrane mukosa yang mempunyai sel Goblet yang dapat
menghasilkan musin.

Gambar 3. Struktur palpebra superior2

10
Gambar 4 . Tarsus dan septum orbita2

Margo Palpebra

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, margo palpebra bagian siliaris, terdiri dari
margo anterior, margo posterior, dan lamellae yang memisahkan bagian tersebut. Lamellae
palpebra dibagi menjadi dua oleh garis kelabu (grey line) menjadi lamellae anterior dan lamellae
posterior. Grey line merupakan perbatasan antara kulit dengan konjungtiva tarsal. Pemisahan
kelopak mata pada prosedur operasi dilakukan pada garis ini.2,3

a) Lamellae anterior

1. Bulu mata
Bulu mata tumbuh dari tepian palpebra dan arah pertumbuhannya menjauhi tarsus.
2. Glandula Zeis
Kelenjar ini adalah modifikasi kelenjar sebasea yang bermuara ke dalam folikel rambut pada
dasar bulu mata.
3. Glandula Moll
Kelenjar ini adalah modifikasi kelenjar keringat yang bermuara ke dalam satu baris dekat bulu
mata atau pada folikel rambut pada dasar bulu mata.

11
b) Lamellae posterior
Lamellae palpebra posterior atau tarsus berkontak dengan bola mata, dan pada bagian ini
terdapat muara-muara kecil dari kelenjar meibom. Kelenjar meibom memproduksi sekret
(sebasea) yang berfungsi sebagai lapisan lapisan film air mata.

Vaskularisasi

Pasokan darah ke palpebra datang dari arteri lakrimalis dan oftalmika melalui cabang-
cabang palpebra lateral dan medial. Anastomosis antara arteri palpebra lateralis dan medialis
membentuk arcade tarsal yang terletak di dalam jaringan areolar submuskular. Drainase vena
dari plexus post trasal palpebra mengalir ke dalam vena oftalmika dan plexus pre tarsal mengalir
ke dalam vena subkutaneus.
Pembuluh limfe dari segmen lateral palpebra berjalan ke dalam nodus pre-auricular dan parotis.
Pembuluh limfe dari sisi medial palpebra mengalirkan isinya ke dalam limfonodus
submandibular.2

Innervasi

Persarafan motorik palpebra berasal dari cabang N. Fasialis (mempersarafi M.


Orbicularis oculi), N. Oculomotor ( mempersarafi M. Levator palpebra superior), dan serabut
saraf simpatis (mempersarafi M. Muller). Persarafan sensoris palpebra berasal dari cabang
pertama dan kedua dari N. Trigeminus (N.V). Nervus lakrimalis, supraorbitalis, supratrokhlearis,
infratrokhlearis dan nasalis eksterna kecil adalah cabang-cabang dari divisi oftalmika (pertama)
dari N. Trigeminus. Nervus infraorbitalis, zigomaticofacialis, zigomaticotemporalis merupakan
cabang-cabang dari divisi maksilaris (kedua) N. Trigeminus.2

12
B. FISIOLOGI

1. Memberikan proteksi mekanis pada bola mata anterior


Pelpebra merupakan jaringan yang mudah digerakkan yang terletak di depan bola
mata. Palpebra berfungsi untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar
dan pengeringan bola mata. 1,2,3
2. Mensekresi lapisan lemak dari lapisan air mata
Pada palpebra terdapat glandula meibom atau glandula tarsal pada stroma tarsal
tersusun secara vertikal. Terdapat sekitaar 30-40 kelenjar pada palpebra superior dan
sekitar 20-30 pada palpebra inferior. Kelenjar ini adalah modifikasi dari kelenjar
sebasea. Duktus glandula meibom ini terdapat pada margo palpebra dan berfungsi
untuk mensekresikan lipid untuk membentuk lapisan terluar film air mata di depan
kornea. Saat palpebra menutup, film air mata akan tersebar ke konjungtiva dan
kornea.2
3. Berperan dalam sistem drainase lakrimal
Ketika mata menutup oleh kerja M.orbicularis oculi, sakkus lakrimalis melebar dan
tekanan negatif mengisap air mata masuk ke dalam sakkus lakrimalis. Ketika mata
terbuka, terjadi tekanan positif pada sakkus lakrimalis, hal inilah yang menyebabkan
air mata bergerak turun menuju duktus nasolakrimalis. Proses ini disebut pompa
lakrimal (lacrimal pump).3

13
A. DEFINISI

Trikiasis adalah suatu keadaan dimana bulu mata tumbuh mengarah pada bola mata
yang akan menggosok kornea atau konjungtiva. Bulu mata dapat tumbuh dalam posisi
yang abnormal sementara palpebra tetap pada posisi normal. Pertumbuhan bulu mata ke
arah bola mata yang disertai dengan keadaan melipatnya margo palpebra ke arah dalam
(entropion) disebut pseudotrikiasis.1-3, 5-7

Gambar 5. Bulu mata dengan trikiasis2

B. INSIDENSI
Trikiasis termasuk kelainan pada palpebra yang jarang berdiri sendiri. Biasanya
terjadi bersama penyakit lain seperti trakoma, sikatrisial pemfigoid, entropion, dan trauma
lainnya yang mengenai palpebra. Trakoma merupakan penyebab terpenting terjadinya
trikiasis. Terdapat ± 50 negara yang termasuk negara endemik trakoma. Negara-negara
tersebut tersebar di benua afrika, timur tengah, asia tenggara, india, dan amerika selatan.
Laporan terbaru WHO pada tahun 2013 menyebutkan bahwa terdapat ± 40 juta orang
menderita trakoma, 8.2 juta orang diantaranya menderita trikiasis dan 1.3 juta orang
menderita kebutaan sebagai komplikasinya.8
Di Indonesia sendiri, walaupun tidak ada data pasti tentang angka kejadian
gangguan penglihatan ataupun kebutaan akibat trikiasis terkait dengan kasus trakoma,
namun dengan berhasilnya Program Kesehatan Masyarakat dalam mengontrol infeksi

14
trakoma dan defisiensi vitamin A maka secara tidak langsung terjadi penurunan angka
kebutaan karena penyakit tersebut.4

C. ETIOLOGI DAN PATOMEKANISME

Trikiasis sering kali berasal dari inflamasi atau jaringan sikatrik palpebra yang
terbentuk setelah menjalani operasi palpebra, trauma, kalazion, atau blepharitis ulseratif.
Kelainan ini juga dihubungkan dengan penyakit sikatrik kronik seperti sikatrisial
pemphigoid, penyakit infeksi seperti trakoma serta sindrom steven johnson. Proses
inflamasi tersebut akan menyebabkan terbentuknya jaringan parut atau sikatrik. Sikatrik
yang terbentuk pada bagian lamella posterior palpebra, menyebabkan posisi silia mata
tumbuh mengarah ke bola mata. Berikut ini adalah beberapa penyakit yang sering menjadi
penyebab trikiasis2,3,9 :
1. Trakoma
Trakoma adalah suatu bentuk konjungtivitis folikular kronik yang disebabkan oleh
Chlamydia trachomatis. Penyakit ini dapat mengenai semua umur tetapi lebih banyak
ditemukan pada orang muda dan anak-anak.1 Infeksi Chlamydia trachomatis ini
menyebabkan reaksi inflamasi yang predominan limfositik dan infiltrat monosit dengan
plasma sel dan makrofag dalam folikel. Infeksi konjungtiva yang rekuren menyebabkan
inflamasi yang kronik dan menyebabkan terbentuknya suatu jaringan parut pada
konjungtiva tarsus superior sehingga mengakibatkan perubahan bentuk pada tarsus yang
selanjutnya dapat mengubah bentuk palpebra superior berupa membaliknya bulu mata ke
arah bola mata (trikiasis) atau seluruh tepian palpebra (entropion) sehingga bulu mata
terus-menerus menggesek kornea.1,2,4

15
Gambar 6. Palpebra superior: tampak trakoma dengan jaringan sikatrik2

Gambar 7. Palpebra superior : Trakomaatous trikiasis2

2. Blefaritis ulseratif
Merupakan peradangan margo palpebra dengan tukak akibat infeksi
staphylococcus. Pada blefaritis olseratif terdapat krusta berwarna kekuningan, serta skuama
yang kering dan keras, yang bila keduanya diangkat akan terlihat ulkus yang kecil dan
mengeluarkan darah disekitar bulu mata. Penyakit ini sangat infeksius. Ulserasi berjalan
lanjut dan lebih dalam sehingga merusak follikel rambut mengakibatkan rontok
(madarosis), dan apabila ulkus telah menyembuh akan membentuk jaringan parut atau
sikatrik. Sikatrik ini akan menimbulkan tarikan sehingga menyebabkan bulu mata tumbuh
mengarah ke bola mata (trikiasis).2

16
Gambar 8. Blefaritis ulseratif. Tampak krusta dan eritema pada margo palpebra 3

Gambar 9. Tampak madarosis pada bagian lateral palpebra inferior3


3. Hordeolum eksterna
Hordeolum eksterna adalah inflamasi supuratif akut yang terjadi pada glandula Zeis
atau Moll.2

Gambar 10. Hodeolum eksterna palpebra superior2


Dapat disebabkan oleh kebiasaan menggaruk mata dan hidung, blafaritis kronik dan
diabetes mellitus. Dapat juga disebabkan oleh infeksi Staphylococcus aureus. Hordeolum
eksterna terbagi menjadi dua stadium yaitu stadium sellulitis dan stadium abses. Pada

17
stadium selulitis hanya didapatkan tanda-tanda inflamasi seperti gambaran edema yang
berbatas tegas, kemerahan dan teraba keras. Sedangkan pada stadium abses, telah tampak
gambaran pus pada margo palpebra yang dapat mempengaruhi bulu mata.2
4. Konjungtivitis membranous
Konjungtivitis membranous adalah suatu penyakit inflamasi yang terjadi pada
konjungtiva yang disebabkan oleh infeksi Corynebacterium diphtheriae, ditandai dengan
terbentuknya membran pada konjungtiva.2

Gambar 11. Konjungtivitis membranous2

Saat ini, penyakit ini sudah sangat jarang dijumpai oleh karena menurunnya angka
kejadian difteri. Hal ini disebabkan karena immunisasi difteri berjalan sangat efektif.
Corynebacterium diphtheriae menyebabkan inflamasi hebat pada konjungtiva dan
menyebbkan deposisi eksudat fibrin pada permukaan dan bagian yang lebih dalam pada
konjungtiva sehingga akhirnya terbentukmembran. Membran biasanya terbentuk pada
konjungtiva palpebra. Pengelupasan membran dihubungkan dengan adanya nekrosis
koagulatif. Akhirnya penyembuhan berlangsung dengan terbentuknya jaringan granulasi.
Penyakit ini terbagi menjadi tiga stadium yaitu stadium infiltrasi, supurasi, dan
sikatrisasi. Pada stadium sikatrisasi, permukaan konjungtiva yang telah tertutup oleh
jaringan granulasi mengalami epitelisasi. Penyembuhan luka terjadi melalui pembentukan
jaringan parut atau sikatrik yang dapat menyebabkan terjadinya trikiasis dan xerosis
konjungtiva.2
5. Sikatrisial pemphigoid
Sikatrik Okuler Pemphigoid (SOP) atau mucous membrane pemphigoid adalah
kelainan autoimun kronik yang ditandai dengan adanya bullae pada konjungtiva. SOP

18
merupakan kelainan yang bersifat bilateral, mengenai kedua mata dan lebih sering
ditemukan pada wanita lanjut usia. Gejalanya dapat berupa rasa nyeri dan sensai benda
asing pada mata disertai kotoran mata. Salah satu tanda SOP adalah simblefaron, yaitu
adhesi antara konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbi. Hal ini menunjukkan terjadinya
proses pembentukan sikatrik subepitelial yang progresif. Keadaan ini dapat menyebabkan
terjadinya trikiasis apabila terbentuk sikatrik yang tebal. Trikiasis ini dapat menyebabkan
keratinisasi pada permukaan kornea dan konjungtiva.10

Gambar 12 . Sikatriasial pemphigoid11


6. Entropion
Entropion adalah suatu keadaan melipatnya kelopak mata bagian tepi atau margo
palpebra kearah dalam. Hal ini menyebabkan 'trichiasis' dimana bulu mata yang biasanya
mengarah keluar kini menggosok pada permukaan mata.2,3
Entropion bisa ditemukan pada semua lapisan umur namun entropion khususnya
entropion involusional lebih sering ditemukan pada orangtua. Entropion lebih sering terjadi
pada wanita dibandingkan pria. Hal ini mungkin disebabkan lempeng tarsal pada wanita
rata-rata lebih kecil dibandingkan pada pria. Entropion involusional biasanya ditemukan
lebih sering pada palpebra inferior sedangkan entropion sikatrik lebih sering pada palpebra
superior dan paling sering didahului oleh trakhoma.2,3

19
Gambar 13. Sikatrikal entropion2

7. Distikiasis
Distikiasis adalah terdapatnya pertumbuhan bulu mata abnormal atau terdapatnya
duplikasi bulu mata daerah tempat keluarnya saluran meibom. Berbentuk lebih halus, tipis
dan pendek dibanding bulu mata normal.1

Gambar 14. Distikiasis

Dapat tumbuh ke dalam sehingga mengakibatkan bulu mata menusuk ke jaringan bola mata atau
trikiasis. Bersifat kongenital dominan. Biasanya disertai kelainan kongenital lainnya.1

20
D. GAMBARAN KLINIS
Pada trikiasis, posisi tepi palpebra dapat normal, atau jika tidak, dapat dihubungkan
dengan entropion. Bulu mata yang melengkung ke dalam menyebabkan pasien
mengeluhkan sensasi benda asing dan iritasi permukaan bola mata kronik. Abrasi kornea,
injeksi konjungtiva, fotofobia, dan lakrimasi merupakan gambaran yang sering ditemukan.
Pada kasus yang lebih berat dapat ditemukan ulkus kornea.1,2,3,9
E. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pada anamnesis dapat ditanyakan mengenai riwayat penyakit sebelumnya yang
pernah diderita oleh pasien. Misalnya12 :
a. Apakah pasien pernah menderita infeksi mata berat atau pernah berada di
negara endemik trakoma seperti di Afrika dan negara-negara timur tengah?
b. Apakah pasien memiliki riwayat penyakit autoimmune seperti pemphigoid
sikatrik?
c. Apakah ada riwayat mengalami sindrom steven johnson sebelumnya?
d. Apakah ada riwayat trauma pada mata?
e. Apakah pasien pernah menjalani operasi mata sebelumnya?
Pasien dengan trikiasis dapat mengeluhkan sensasi benda asing dan iritasi
permukaan bola mata kronik. Apabila lebih berat hingga menimbulkan ulkus
kornea , maka akan timbul keluhan mata merah, sakit pada mata, fotofobia, dan
penglihatan menurun.1,2,3
2. Pemeriksaan fisis
a. Inspeksi
Pada pemeriksaan inspeksi dengan menggunakan slit lamp didapatkan satu
atau lebih silia tumbuh ke arah kornea atau konjungtiva bulbi. Refleks
blefarospasme, kongestif konjungtiva, dan fotofobia dapat terjadi apabila
kornea telah mengalami abrasi. Tanda dan gejala penyakit penyerta seperti
trakoma, blefaritis, dan lain-lain, dapat ditemukan.1,2

21
Gambar 15. Trikiasis pada palpebra inferior9

b. Eversi kelopak mata


Eversi kelopak dilakukan dengan mata pasien melihat jauh ke bawah. Pasien
diminta jangan mencoba memejamkan mata. Tarsus ditarik ke arah orbita.
Pada konjungtiva dapat dicari adanya folikel, perdarahan, sikatriks dan
kemungkinan benda asing.
c. Fluoresein
Fluoresin adalah bahan yang berwarna jingga merah yang bila disinari
gelombang biru akan memberikan gelombang hijau.
Kertas fluoresein yang dibasahi terlebih dahulu dengan garam fisiologik
diletakkan pada sakus konjungtiva inferior. Penderita diminta untuk menutup
matanya selama 20 detik, beberapa saat kemudia kertas ini diangkat.
Dilakukan irigasi konjungtiva dengan garam fisiologik. Dilihat permukaan
kornea bila terlihat warna hijau dengan sinar biru berarti ada kerusakan epitel
kornea. Defek kornea terlihat berwarna hijau karena pada bagian defek
tersebut bersifat basa. Pada keadaan ini disebut uji fluoresein positif.
Pemeriksaan ini dipakai untuk melihat terdapatnya defek epitel kornea akibat
gesekan dari silia bulu mata yang mengalami trikiasis.1

22
F. KOMPLIKASI
1. Keratitis
Suatu kondisi dimana kornea meradang. Masuknya bulu mata dan tepi kelopak ke
kornea dapat menimbulkan iritasi dan rasa sakit. Bila ini berlanjut terus dapat
mengakibatkan terjadinya ulserasi kornea, kemudian sembuh dengan sikatrik kornea.1,2
Jaringan parut yang terbentuk dapat menyebabkan kehilangan penglihatan.
Komplikasi lebih lanjut dapat menyebabkan ulkus kornea menetap.1,2
2. Vaskularisasi kornea

Gambar 16. Trikiasis dengan vaskularisasi kornea 2

G. PENATALAKSANAAN

Jika hanya sedikit bulu mata yang terlibat, epilasi mekanik dapat menangani
sementara. Pertumbuhan baru biasanya dalam tiga hingga empat minggu. Penanganan
permanen merusak folikel bulu mata yang terlibat. Hal ini dilakukan dengan elektrolisis
atau cryotherapy.2,3,5,6,7

23
Gambar 17. Elektrolisis. Sebuah jarum di insersikan ke dalam folikel rambut dengan bantuan slit
lamp atau dengan mikroskop.13

Kekurangan metode elektrolisis yaitu sulitnya menempatkan jarum tepat pada folikel
rambut yang akan dirusak sehingga berisiko untuk menyebabkan kerusakan mukosa dan struktur
sekitarnya yang akhirnya akan menyebabkan terbentuknya sikatrik yang lebih luas dan trikiasis
yang lebih hebat.2,7

Jika melibatkan area tepi palpebra yang lebih luas, dapat dilakukan bedah beku atau
cryotherapy yaitu suatu teknik pengrusakan folikel rambut dengan menggunakan suhu yang
sangat dingin (nitrogen oksida). Folikel silia bulu mata sensitif terhadap dingin dan dapat rusak
pada temperatur -20ᵒC hingga -30ᵒC. Ablasi laser dari folikel bulu mata juga dilaporkan
bermanfaat. Pada kebanyakan kasus, penatalaksanan ulang penting selama beberapa sesi untuk
mengeliminasi seluruh bulu mata yang terlibat. Jika entropion ditemukan, tepi palpebra
sebaiknya dikoreksi sebagai tambahan untuk menghilangkan bulu mata yang terlibat. Bila
hampir semua bulu mata mengalami trikiasis, maka koreksi bedah ddapat dianjurkan. Prosedur
bedah yang dilakukan sama dengan prosedur yang dilakukan pada entropion sikatrik, salah
satunya yaitu dengan teknik modifikasi Ketssey’s . 2,3,5,-7,9

24
Gambar 18. Cryotherapy11

Pada teknis modifikasi ketssey’s (Transposition of tarsoconjunctival wedge), sebuah insisi


horizontal dibuat sepanjang sulkus subtarsalis, (2-3 mm diatas margo palpebra) termasuk
konjungtiva dan tarsal plate. Bagian terbawah dari tarsal plate di tempel pada margo kelopak
mata. Penjahitan matras dilakukan setelah pemotongan bagian atas dari tarsal plate dan jahitan
tersebut timbul pada kulit 1 mm di atas margo kelopak mata.2

25
Terapi medikamentosa dengan menggunakan kloramphenikol ointment dapat
membantu mencegah terjadinya kerusakan kornea. Pada trachomatous trichiasis, dapat pula
digunakan doxycycline sebagai terapi untuk mencegah terjadinya proses sikatrisasi yang
lebih luas sehingga secara tidak langsung mencegah terjadinya trikiasis.5,8

H. PROGNOSIS

Trikiasis pada umumnya memiliki prognosis yang baik. Keefektifan pengobatannya


tergantung pada penyebab utama dan tingkat keparahan penyakitnya.Trikiasis merupakan
kondisi dimana silia bulu mata melengkung ke arah bola mata. Trikiasis biasanya terjadi akibat
inflamasi atau terbentuknya sikatrik pada palpebra setelah operasi palpebra, trauma, kalasion,
atau blefaris ulseratif. Trikiasis sering dikaitkan dengan penyakit sikatriks kronik seperti
pemphigoid ocular, trakoma, dan sindrom Steven Johnson. Pasien mengeluhkan sensasi benda
asing dan iritasi permukaan bola mata kronik. Abrasi kornea, injeksi konjungtiva, keluarnya
cairan mucus, dan reflex epifora merupakan gambaran yang sering ditemukan. Tanda dan gejala
penyakit penyebab seperti trakoma, blefaritis, dan lain-lain dapat pula ditemukan. Pemeriksaan
yang diperlukan untunk menegakkan diagnosis trikiasis yaitu dengan anamnesis mengenai gejala
dan riwayat penyakit penyebab, pemeriksaan fisis dengan cara inspeksi yang dibantu dengan
slitlamp, serta dapat pula dengan uji floresein apabila dicurigai telah terjadi aberasi atau ulkus
kornea. Penanganan trikiasis dapat berupa epilasi, elektrolisis, atau cryotherapy.

26
BAB III

DISKUSI

Pasien laki-laki usia 71 tahun datang dengan keluhan pengihatan kabur saat membaca,.
Keluhan penglihatan kabur dialami sejak 5 tahun yang lalu, awalnya pasien merasakan
kesulitan saat membaca,diikuti dengan adanya perasaan tidak nyaman pada mata kanan akibat
bulu mata yang menggesek bagian bola mata kanan pasien, dan tidak lama kemudian pasien
menyadari adanya bercak putih pada mata kanan pasien. Pasien lalu memeriksakan diri ke dr.
Sp.M dan dinyatakan mengalami katarak pada kedua matanya, dan pada desember 2017 pasien
sudah menjalani operasi katarak pada mata kirinya.

Gambaran klinik pada pasien sesuai dengan kepustakaan gambaram dari trikiasis yaitu
tampak pertumbuhan selaput berbentuk segitiga dengan puncak di limbus dan tepi kornea yang
makin hari makin menjalar, yang dapat asimptomati, rasa tidak nyaman, sensasi benda asing,
rasa gatal, merah dan perih. Didukung juga oleh faktor debu dan sinar matahari.

Pada pemeriksaan fisik pasien ditemukan visus OD : 6/18 f , ph menjadi 6/15, OS : 6/7 f,
ph tetap. Saat dilakukan visus dengan kacamata ADD S+ 3.00 D dicoba dengan kacamata sesuai
umur pasien.

Hasil pemeriksan segmen anterior dengan penlight ditemukan kedua mata kanan pasien
mengalami leukoma, Pasien dilakukan tindakan epilasi untuk mata kanan yang mengalami
trikiasis dan diberikan cendolyteers tetes mata 4xsehari.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. Management of
Pterygium.
Opthalmic Pearls.2010
2. Caldwell, M. Pterygium. [online]. 2011 [cited 2011 October 23]. Available from
:www.eyewiki.aao.org/Pterygium
3. Riordan, Paul. Dan Witcher, John. Vaughan & Asbury’s Oftalmologi Umum:edisi 17.
Jakarta : EGC. 2010. Hal 119.
4. .Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata edisi 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006.p.2-7,117.
5. Laszuarni.Prevalensi Pterygium di Kabupaten Langkat. Tesis Dokter Spesialis Mata.
Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2009.
6. Jerome P Fisher, Pterygium [online]. 2011 [cited 2011 Oktober 23]
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
7. Anonymus. Anatomi Konjungtiva. [online] 2009. [ cited 2011 Maret 08]. Available from
: http://PPM.pdf.com/info-pterigium-anatomi
8. Anonymus. Pterigium. [online] 2009. [cited 2011 Maret 08] Available from
:http://www.dokter-online.org/index.php.htm .
9. Cason, John B., .Amniotic Membrane Transplantation. [online] 2007. [cited 2011October
23]. Available from :http://eyewiki.aao.org/Amniotic_Membrane_Transplant
10. Lang, Gerhad K. Conjungtiva. In : Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas. New York :
Thieme Stutgart. 2000
11. Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to Depositions
and Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In: External Disease and
Cornea. San Fransisco : American Academy of Ophtalmology. 2008. P.8-13, 366
12. Anonim.Pterygium. [online] 2007. [cited 2011 October 23]. Available from
:http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/963/follow-up/complications.html

28

You might also like