Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Fertilisasi
Fertilisasi adalah suatu peristiwa penyatuan antara sel sperma dengan sel telur
di tuba falopi. Pada saat kopulasi antara jantan dan betina dengan ejakulasi sperma dari
saluran reproduksi jantan di dalam vagina betina, akan dilepaskan cairan sperma yang
berisi sel–sel sperma ke dalam saluran reproduksi betina. Jika kopulasi terjadi dalam
sekitar masa ovulasi, maka ada kemungkinan sel sperma dalam saluran reproduksi
betina akan bertemu dengan sel telur betina yang baru dikeluarkan pada saat ovulasi.
Dalam keadaan normal in vivo, pembuahan terjadi di daerah tuba falopi, umumnya di
daerah ampula atau infundibulum.
Tahapan-tahapan yang terjadi pada fertilisasi adalah sebagai berikut :
a. Kapasitasi spermatozoa dan pematangan spermatozoa
Kapasitasi spermatozoa merupakan tahapan awal sebelum fertilisasi. Sperma
yang dikeluarkan dalam tubuh (fresh ejaculate) belum dapat dikatakan fertil atau dapat
membuahi ovum apabila belum terjadi proses kapasitasi. Proses ini ditandai pula dengan
adanya perubahan protein pada seminal plasma, reorganisasi lipid dan protein membran
plasma, Influx Ca, AMP meningkat, dan pH intrasel menurun.
Dari 60 – 100 juta sperma yang diejakulasikan ke dalam vagina pada saat ovulasi,
beberapa juta berhasil menerobos saluran heliks di dalam mucus serviks dan mencapai
rongga uterus beberapa ratus sperma dapat melewati pintu masuk tuba falopi yang
sempit dan beberapa diantaranya dapat bertahan hidup sampai mencapai ovum di ujung
fimbrae tuba fallopii. Hal ini disebabkan karena selama beberapa jam, protein plasma
dan likoprotein diluruhkan.
b. Perlekatan spermatozoa dengan zona pelucida
Zona pelucida merupakan zona terluar dalam ovum. Syarat agar sperma dapat
menempel pada zona pelucida adalah jumlah kromosom harus sama, baik sperma
maupun ovum, karena hal ini menunjukkan salah satu ciri apabila keduanya adalah
individu yang sejenis. Perlekatan sperma dan ovum dipengaruhi adanya reseptor pada
sperma yaitu berupa protein. Sementara itu suatu glikoprotein pada zona pelucida
berfungsi seperti reseptor sperma yaitu menstimulasi fusi membran plasma dengan
membran akrosom (kepala anterior sperma) luar. Sehingga terjadi interaksi antara
reseptor dan ligand. Hal ini terjadi pada spesies yang spesifik.
c. Reaksi akrosom
Setelah reaksi kapasitasi, sperma mengalami reaksi akrosom, terjadi setelah
sperma dekat dengan oosit. Sel sperma yang telah menjalani kapasitasi akan
terpengaruh oleh zat – zat dari korona radiata ovum, sehingga isi akrosom dari daerah
kepala sperma akan terlepas dan berkontak dengan lapisan korona radiata. Pada saat
ini dilepaskan hialuronidase yang dapat melarutkan korona radiata, trypsine – like agent
dan lysine – zone yang dapat melarutkan dan membantu sperma melewati zona pelusida
untuk mencapai ovum. Hanya satu sperma yang memiliki kemampuan untuk membuahi,
karena sperma tersebut memiliki konsentrasi DNA yang tinggi di nukleusnya, dan
kaputnya lebih mudah menembus karena diduga dapat melepaskan hialuronidase. Sekali
sebuah spermatozoa menyentuh zona pelusida, terjadi perlekatan yang kuat dan
penembusan yang sangat cepat. Setelah itu terjadi reaksi khusus di zona pelusida (zone
reaction) yang bertujuan mencegah terjadinya penembusan lagi oleh sperma lainnya.
Dengan demikian, sangat jarang sekali terjadi penembusan zona oleh lebih dari satu
sperma.
Reaksi tersebut terjadi sebelum sperma masuk ke dalam ovum. Reaksi akrosom
terjadi pada pangkal akrosom, karena pada lisosom anterior kepala sperma terdapat
enzim digesti yang berfungsi penetrasi zona pelucida. Mekanismenya adalah reseptor
pada sperma akan membuat lisosom dan inti keluar sehingga akan merusak zona
pelucida. Reaksi tersebut menjadikan akrosom sperma hilang sehingga fusi sperma dan
zona pelucida sukses.
d. Penetrasi zona pelucida
Setelah reaksi akrosom, proses selanjutnya adalah penetrasi zona pelucida yaitu
proses dimana sperma menembus zona pelucida. Hal ini ditandai dengan adanya
jembatan dan membentuk protein actin, kemudian inti sperma dapat masuk. Hal yang
mempengaruhi keberhasilan proses ini adalah kekuatan ekor sperma (motilitas), dan
kombinasi enzim akrosomal.
e. Bertemunya sperma dan oosit
Apabila sperma telah berhasil menembus zona pelucida, sperma akan
menenempel pada membran oosit. Penempelan ini terjadi pada bagian posterior (post-
acrosomal) di kepala sperma yang mnegandung actin. Molekul sperma yang berperan
dalam proses tersebut adalah berupa glikoprotein, yang terdiri dari protein fertelin. Protein
tersebut berfungsi untuk mengikat membran plasma oosit (membran fitelin), sehingga
akan menginduksi terjadinya fusi.
f. Aktivasi ovum sebelum sperma bertemu oosit
Ovum pada kondisi metafase sebelum bertemu dengan sperma harus diaktifkan
terlebih dahulu. Faktor yang berpengaruh karena adanya aktivasi ovum adalah
konsentrasi Ca, kelengkapan meiosis II, dan Cortical Reaction, yaitu reaksi yang terjadi
pada ovum, eksosotosis, dan granula pendek setelah fusi antara sperma dan oosit. Pada
saat sperma mencapai oosit, terjadi:
1. Reaksi zona / reaksi kortikal pada selaput zona pelusida
2. Oosit menyelesaikan pembelahan miosis keduanya, menghasilkan oosit definitif yang
kemudian menjadi pronukleus betina
3. Inti sperma membesar membentuk pronukleus jantan
4. Ekor sel sperma terlepas dan berdegenerasi
5. Pronukleus pria dan wanita. Masing – masing haploid, bersatu dan membentuk zygot
yang memiliki jumlah DNA genap atau diploid.
g. Reaksi Zona untuk Menghadapi Sperma yang Masuk Setelah Penetrasi
Reaksi ini dikatalisis oleh protease yaitu mengubah struktur zona pelucida supaya
dapat memblok sperma. Protein protease akan membuat zona pelucida mengeras dan
menghambat sperma lain yang masuk zona pelucida. Melalui proses inilah ovum
menyeleksi sperma dan hanya satu sperma yang masuk dalam ovum. Sehingga apabila
sudah ada satu sperma yang masuk, dengan sendirinya ovum akan memblok sperma
lain yang ingin masuk dalam ovum. Akan tetapi apabila ovum tidak dapat memblok
sperma lain yang masuk, maka sperma yang masuk akan lebih dari satu. Hal ini
menyebabkan rusaknya reseptor sperma dan kondisinya menjadi toxic sehingga akan
terjadi gagal embrio. Keadaan seperti ini dinamakan Polyspermy. Sperma dan ovum
akhirnya berfusi dan fertilisasi terjadi. Akhir dari fertilisasi akan terbuntuk suatu zigot,
embrio, kemudian individu baru.
h. Proses fertilisasi
Spermatozoa bergerak cepat dari vagina ke dalam rahim, masuk ke dalam tuba.
Gerakan ini mungkin dipengaruhi juga oleh peranan kontaksi miometrium dan dinding
tuba yang juga terjadi saat kopulasi. Ovum yang dikeluarkan oleh ovarium, ditangkap
oleh fimbrae dengan umbai pada ujung proksimalnya dan dibawa ke dalam tuba falopii.
Ovum yang dikelilingi oleh perivitelina, diselubungi oleh bahan opak setebal 5–10 μm,
yang disebut zona pelusida. Sekali ovum sudah dikeluarkan, folikel akan mengempis dan
berubah menjadi kuning, membentuk korpus luteum. Sekarang ovum siap dibuahi apabila
sperma mencapainya. Setelah fertilisasi zigot membagi diri sesuai waktu tanpa ada
perubahan signifikan.
3. Implantasi
A. Simpulan
B. Saran
Saran yang dapat diajukan dalam makalah ini apabila ada kesalahan baik dari
penulisan maupun isi dari makalah ini sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari berbagai pihak demi untuk kesempurnaan makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous,2011.IlmuTernakUnggasReproduksifile:///C:/Users/ACER/Downloads/
muTernak%20UnggasReproduksi.htm. Diakses pada Tanggal 29 April 2012
[08.00].
Manger, Louis N. A History of the Life Sciences, M. Dekker, New York, Basel 2002.